bab 1, bab 2

of 81 /81
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian penyakit kanker usus besar ( kolon ) dan rektum cukup tinggi di dunia termasuk di Indonesia. Sayangnya perhatian masyarakat awam terhadap kanker ini masih minim. Karsinoma kolon merupakan kanker ketiga yang paling umum pada laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat. Menurut World Health Organization pada April 2003 melaporkan terdapat lebih dari 940.000 kasus baru karsinoma kolorektal dan hampir 500.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya. 3 Usus besar adalah bagian dari saluran cerna yang berfungsi untuk penyerapan air. Usus ini berhubungan dengan rektum di bagian ujungnya yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara dari feses ( tinja ) yang selanjutnya akan dibuang melalui anus. Dibandingkan penyakit jantung koroner , penyakit keganasan atau kanker usus besar ( kolon ) dan rektum kurang populer dan kurang menjadi perhatian masyarakat awam. Padahal angka kejadiaanya cukup tinggi, apalagi diikuti dengan makin

Author: indah-maulana-sari

Post on 07-Dec-2015

256 views

Category:

Documents


0 download

Embed Size (px)

DESCRIPTION

msdgtikjh

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangAngka kejadian penyakit kanker usus besar ( kolon ) dan rektum cukup tinggi di dunia termasuk di Indonesia. Sayangnya perhatian masyarakat awam terhadap kanker ini masih minim. Karsinoma kolon merupakan kanker ketiga yang paling umum pada laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat. Menurut World Health Organization pada April 2003 melaporkan terdapat lebih dari 940.000 kasus baru karsinoma kolorektal dan hampir 500.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya. 3Usus besar adalah bagian dari saluran cerna yang berfungsi untuk penyerapan air. Usus ini berhubungan dengan rektum di bagian ujungnya yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara dari feses ( tinja ) yang selanjutnya akan dibuang melalui anus. Dibandingkan penyakit jantung koroner , penyakit keganasan atau kanker usus besar ( kolon ) dan rektum kurang populer dan kurang menjadi perhatian masyarakat awam. Padahal angka kejadiaanya cukup tinggi, apalagi diikuti dengan makin bertambahnya usia harapan hidup, penyakit-penyakit degeneratif seperti kanker juga akan semakin meningkat. 2Penderita karsinoma kolon biasanya datang pada dokter sudah dalam keadaan lanjut, oleh karena itu sudah menjadi tugas dokter untuk mendeteksi karsinoma kolon-rektum dalam stadium dini, sehingga prognosis penyakit ini menjadi lebih baik. Manifestasi klinis dari keganasan kolorektal sangat bervariasi tergantung dari tempat dimana lesi berada, apakah di kanan atau kiri kolon. Namun yang paling sering terjadi adalah perubahan kebiasaan pola buang air besar. Karena banyak kanker adalah asimptomatik sampai mencapai stadium yang lanjut, jelas bermanfaat untuk mendiagnosis kanker tersebut dangan menggunakan pengujian diagnostik skrining dan spesifik untuk pasien yang dicurigai menderita kanker kolon-rektum atau mereka yang berada dalam risiko tinggi karena kondisi predisposisi atau riwayat keluarga.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kolon dan RektumUsus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum, kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus. Mukosa usus besar terdiri dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet, pada lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli. Lapisan serosa membentuk tonjolan tonjolan kecil yang sering terisi lemak yang disebut appendices epiploicae. Didalam mukosa dan submukosa banyak terdapat kelenjar limfa, terdapat lipatan-lipatan yaitu plica semilunaris dimana kecuali lapisan mukosa dan lapisan submukosa ikut pula lapisan otot sirkuler. Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang disebut haustra coli, yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak haustra in vivo dapat berpindah pindah atau menghilang. 2,4

Gambar 1 : Anatomi kolon dan rektumVaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri ciloca sinistra dan arteri sigmoideum yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri mesenterica superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe mengalir menuju ke Lnn. ileocolica, Lnn. colica dextra, Lnn. colica media, Lnn. colica sinistra dan Lnn. mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus intestinalis. 3,4Colon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari caecum pada fossa iliaca dextra sampai flexura coli dextra pada dinding dorsal abdomen sebelah kanan, terletak di sebelah ventral ren dextra, hanya bagian ventral ditutup peritoneum visceral. Jadi letak colon ascendens ini retroperitoneal, kadang kadang dinding dorsalnya langsung melekat pada dinding dorsal abdomen yang ditempati muskulus quadratus lumborum dan ren dextra. Arterialisasi colon ascendens dari cabang arteri ileocolic dan arteri colic dextra yang berasal dari arteri mesentrica superior. Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli dextra sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum dan pankreas di sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya lebih tinggi daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga lebih tajam sudutnya dan kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan facies visceralis hepar (lobus dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya. Arterialisasi didapat dari cabang cabang arteri colica media. Arterialisasi colon transversum didapat dari arteri colica media yang berasal dari arteri mesenterica superior pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3 distal dari colon transversum mendapat arterialisasi dari arteri colica sinistra yang berasal dari arteri mesenterica inferior. 2,5

Gambar 2 : Arteri Mesenterica SuperiorMesokolon transversum adalah duplikatur peritoneum yang memfiksasi colon transversum sehingga letak alat ini intraperitoneal. Pangkal mesokolon transversa disebut radix mesokolon transversa, yang berjalan dari flexura coli sinistra sampai flexura coli dextra. Lapisan cranial mesokolon transversa ini melekat pada omentum majus dan disebut ligamentum gastro (meso) colica, sedangkan lapisan caudal melekat pada pankreas dan duodenum, didalamnya berisi pembuluh darah, limfa dan syaraf. Karena panjang dari mesokolon transversum inilah yang menyebabkan letak dari colon transversum sangat bervariasi, dan kadangkala mencapai pelvis. 1,2 Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli sinistra sampai fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak retroperitoneal karena hanya dinding ventral saja yang diliputi peritoneum, terletak pada muskulus quadratus lumborum dan erat hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi didapat dari cabang-cabang arteri colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior.Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya intraperi toneal, dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix mesosigmoid mempunyai perlekatan yang variabel pada fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang tergantung isinya didalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam cavum pelvis melalui aditus pelvis, bila kosong lebih pendek dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan dan akhirnya ke dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi didapat dari cabang- cabang arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior cabang arteri mesenterica inferior. Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena haemorrhoidalis superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi terdapat hubungan antara vena parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral (vena porta) yang penting bila terjadi pembendungan pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga mengganggu aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang berbentuk huruf V dan ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan arteri iliaca communis sinistra menjadi cabang-cabangnya, dan diantara kaki-kaki huruf V ini terdapat reccessus intersigmoideus. 5

Gambar 3 : Lapisan otot dari kolonLapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita, yang disebut tenia* (tenia; taenia = pita) yang lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti sakulus* (sakulus; saculus=saccus kecil; saccus=kantong), yang disebut haustra*(haustra; haustrum=bejana). Kolon transversum dan kolon sigmoideum terletak intraperitoneal dan dilengkapi dengan mesenterium.

2.2 Fisiologi KolonSecara garis besar, fungsi kolon adalah sebagai pencerna nutrien, sedangkan dimana fungsi rektum adalah eleminasi feses. Pencernaan nutrien tergantung pada koloni flora normal, motilitas usus, dan absorpsi dan ekskresi mukosa. 1. Pencernaan Nutrien Saat terjadi proses pencernaan, nutrien yang masuk ke dalam tubuh tercampur oleh cairan biliopankreas dan GI. Usus halus mengabsorpsi sebagian besar nutrien, dan juga beberapa cairan garam empedu yang tersekresi ke lumen. Namun untuk cairan, elektrolit, dan nutrien yang sulit terabsorpsi oleh usus halus akan diabsorpsi oleh kolon agar tidak kehilangan cairan, elektrolit, nitrogen, dan energi terlalu banyak. Untuk mencapai ini, kolon sangat bergantung pada flora normal yang ada. 5Kira-kira sebanyak 30% berat kering feses mengandung bakteri sebanyak 1011 sampai 1012 bakteri/gram feses. Orgnasime yang paling banyak adalah bakteri anaerob dengan spesies yang terbanuak dari kelas Bacteroides (1011 sampai 1012 organisme/mL). Eschericia coli merupakan bakteri spesies yang paling banyak 108 sampai 1010 organisme/mL). Flora normal ini berguna untuk memecah karbohidrat dan protein serta mempunyai andil dalam metabolism bilirubin, asam empedu, estrogen, dan kolesterol, dan juga vitamin K. Flora normal juga berguna untuk menekan jumlah bakteri patogen, seperti Clostridium difficile. Jumlah bakteri yang tinggi dapat menyebabkan sepsis pada pasien dengan keadaan umum yang buruk dan dapat menyebabkan sepsis inta-abdomen, abses, dan infeksi pada luka post-operasi kolektomi. 52. Urea Recycling Urea merupakan produk akhir dari metabolisme nitrogen. Pada manusia dan sebagian besar mamalia tidak mempunyai enzim urease, namun flora normal bakteri pada ususnya kaya akan enzim urease. Kondisi patologis urea yang paling umum adalah gagal hepar. Ketika hepar tidak mampu menggunakan kembali urea nitrogen yang diabsorpsi kolon, ammonia masuk ke blood-brain barrier dan menyebabkan gangguan neurotransmiter, dimana akan menyebabkan koma hepatik. 3,53. Absorpsi Total luas absorpsi kolon kurang lebih sekitar 900 cm2 dan air yang masuk kedalam kolon perharinya mencapai 1000 1.500 mL. Air yang tersisa di kolon hanya sekitar 100 150 mL/hari. Absorpsi natrium per harinya juga cukup tinggi, yaitu dari sebanyak 200 mEq/L natrium per hari yang masuk ke kolon, pada feses hanya tersisa 25 50 mEq/L.Epitel kolon dapat memakai berbagai macam sumber energi; namun, n-butirat akan teroksidasi ketika ada glutamin, glukosa, atau badan keton. Karena sel mamalia tidak bisa menghasilkan n-butirat, epitel kolon bergantung pada bakteri lumen untuk memproduksinya dengan cara fermentasi. Kurangnya n-butirat disebabkan oleh inhibisi fermentasi akibat antibiotik spektrum luas, yang menyebabkan kurangnya absorpsi sodium dan air sehingga menyebabkan diare. 4Sebagai penyeimbang akibat kehilangan natrium dan air, mukosa kolon menyerap asam empedu. Kolon menyerap asam empedu yang lolos terserap dari ileus terminalis, sehingga membuat kolon menjadi bagian sirkulasi enterohepatika. Ketika absorpsi asam empedu pada di kolon melewati batas, bakteri akan mengkonjugasi asam empedu. Asam empedu yang terkonjugasi akan mengganggu absorpsi natrium dan air, sehingga menyebabkan diare sekretoris atau diare koleretik. Diare sekretoris dapat dilihat saat setelah hemikolektomi sebagai fenomena transien dan lebih permanen reseksi ileus ekstensif. 4. Motilitas Fermantasi pada kolon terbentuk sesuai morfologi-morfologi kolon. Kolon dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomis: kolon dextra, kolon sinistra, dan rektum. Kolon dextra merupakan ruangan fermentasi pada traktus GI, dengan sekum sebagai segmen kolon yang memiliki aktivitas bakteri yang aktif. Kolon bagian kiri merupakan tempat penyimpanan sementara dan dehidrasi feses. Transit pada kolon diatur oleh system saraf autonom. Sistem saraf parasimpatis mensuplai kolon melalui nervus vagus dan nervus pelvikus. Serat-serat saraf saat mencapai kolon akan membentuk beberapa pleksus;pleksus subserosa, pleksus myenterika (Auerbach), submukosa (Meissner), dan pleksus mukosa. 3,4Motilitas usus berbeda-beda tiap segmen anatomi. Pada kolon sebelah kanan, gelombang antiperistaltik, atau retropulsif, menimbulkan aliran retrograd sehingga isi dari usus terdorong kembali ke sekum. Pada kolon sebelah kiri, isi dari lumen usus terdorong ke arah kaudal oleh kontraksi tonis, sehingga terpisah-pisah menjadi globulus-globulus. Kontraksi yang ketiga, mass peristaltic, merupakan gabungan antara gerakan retropulsif dan tonis. 4

2.3 Definisi Karsinoma KolonNeoplasma atau tumor adalah suatu massa abnormal dari sebuah jaringan akibat dari pertumbuhan atau pembelahan yang abnormal dari suatu sel. Tumor dapat memiliki sifat jinak (benign), potensi ganas (malignan) atau ganas.Dalam hal ini, tumor kolon berarti terdapatnya suatu massa abnormal di dalam kolon atau usus besar, berarti tidak hanya kolon saja namun juga appendix dan rektum. Massa tersebut dapat bersifat jinak atau ganas, dan dapat menyebabkan gejala atau tidak menyebabkan gejala. 4

2.4 EpidemiologiKarsinoma kolon adalah penyebab kematian kedua akibat karsinoma. Kemungkinan mengidapnya adalah 1 dalam 17, Insidennya berkurang 2 peratus setahun sejak 1985 hingga 1995 tetapi baru-baru ini peratusannya meningkat kembali. Ini menunjukkan keberhasilan deteksi awal melalui program skrining.Tumor terjadi ditempat yang berada dalam colon,kira-kira pada bagian:26 % pada caecum dan ascending colon10 % pada transfersum colon15 % pada desending colon20 % pada sigmoid colon30 % pada rectumInsiden karsinoma kolon menunjukkan variasi geografik. Negara industri kecuali Jepang mempunyai insiden tertinggi. Manakala Negara Amerika Selatan dan China mempunyai angka kejadian yang relative rendah. Ini disebabkan oleh perbedaan diet antara negara berkenaan dan faktor lingkunganDi Indonesia dari berbagai laporan terdapat kenaikan jumlah kasus tetapi belum ada angka yang pasti berapa insiden karsinoma kolon. Sjamsuhidajat (1986) dari evaluasi data-data di Departemen Kesehatan mendapatkan 1,8 per 100.000 penduduk.2Tirtosugondo (1986) untuk Kodya Semarang.Kira-kira 152.000 orang di amerika serikat terdiagnosa karsinoma Colon pada tahun 1992 dan 57.000 orang meninggal karena karsinoma ini pada tahun yang sama (ACS 1993). Sebagian besar klien pada karsinoma Colon mempunyai frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Karsinoma pada colon kanan biasanya terjadi pada wanita dan Ca pada rektum biasanya terjadi pada laki-laki. Insidennya meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga yang mengalami karsinoma kolon. 5,62.5Etiologi (Faktor Resiko) Identifikasi faktor risiko untuk perkembangan kanker kolorektar merupakan hal yang penting untuk menentukan program screening dan surveilans pada populasi dengan faktor risiko.

1. UsiaUsia merupakan faktor risiko yang dominan pada kanker kolorektal, dengan insidens yang meningkat pada umur >50 tahun (sebanyak 90% kasus). Umur ini dijadikan dasar rasionalitas untuk melakukan skrining pada orang dengan gejala yang asimptomatis. Namun kanker kolorektal dapat terjadi pada seluruh usia, maka jika ada gejala seperti perubahan keadaan usus, perdarahan rektum, melena, anemia tanpa sebab yang jelas, atau penurunan berat badan maka diperlukan pemeriksaan yang lebih mendetail. 61. Faktor Herediter Kira-kira, sebanyak 20% kanker kolorektum muncul dengan adanya riwayat keluarga yang pernah menderita kanker kolorektal. Pemahaman dan penelitian yang lebih luas terhadap pemeriksaan genetik dapat berkontribusi untuk diagnosis dini. Karena pertimbangan medikolegal dan etika yang terlibat dengan pemeriksaan ini, seluruh pasien harus dilakukan konseling genetik jika memang ada suspek keluarga yang dulunya terkena kanker kolorektal. 3,61. Faktor Diet dan LingkunganObservasi kanker kolorektal karsinoma lebih sering muncul pada populasi dengan faktor diet lemak hewan yang tinggi dan rendahnya intake serat, sehingga terdapat sebuah hipotesis bahwa faktor tersebut berkontribusi untuk menimbulkan kanker. Diet yang tinggi unsaturated fatty acid atau polyunsaturated fatty acid meningkatkan risiko kanker kolorektal, sedangkan diet yang tinggi asam oleat (minyak zaitun, minyak kelapa sawit, dan minyak ikan) tidak meningkatkan resiko. Pada penelitian dengan hewan menunjukkan lemak tersebut bersifat toksik langsung terhadap mukosa kolon sehingga mungkin dapat menyebabkan perubahan maligna. Sebaliknya, diet yang tinggi serat sayur nampaknya bersifat lebih protektif. Intake kalsium, selenium, vitamin A, C, dan E, karotenoid, dan fenol dapat mengurangi kejadian kanker kolorektal. Studi ini menjadi dasar preventif primer untuk mengeradikasi kanker kolorektal dengan cara mengatur diet dan gaya hidup. 1,2 1. Inflammatory Bowel Disease (IBD) Pasien dengan penderita kolitis kronis mempunyai faktor risiko untuk terkena kanker kolorektal. Telah ditarik sebuah hipotesis bahwa inflamasi kronis akan membuat perubahan struktur pada mukosa kolon menjadi struktur maligna dan hal ini juga dipengaruhi dengan derajat berat inflamasinya. Pada ulseratif pankolitis, risiko terkena kanker meningkat sebanyak 2% setelah 10 tahun, 8% setelah 20 tahun, dan 18% setelah 30 tahun. Kolitis daerah sebelah sinistra tanpa alasan yang jelas mempunyai risiko yang relatif rendah. Akibatnya, pasien dengan kolitis direkomendasikan agar diperiksa kolonoskopi dengan biopsy mukosa acak 8 tahun setelah terdiagnosis pankolitis dan 12 15 tahun kemudian pada pasien dengan pankolitis sinistra. 1,6 1. Faktor Risiko Lain Merokok dapat meningkatkan risiko terkena adenoma kolon, terutama ketika merokok lebih dari 35 tahun. Pasien dengan uterosigmoidestomi juga mempunyai peningkatan faktor risiko adenoma maupun karsinoma. Akromegali, dimana terjadi peningkatan growth hormone dan insulin-like growth factor I, juga menambah faktor risiko.2.6 Klasifikasi Karsinoma Kolon1. POLIP EPITELIAL NON-NEOPLASTIKMayoritas polip intestinal muncul secara sporadik dan frekuensinya meningkat seiring bertambahnya waktu.

A. Polip HiperplasiaPolip epitelial ini biasanya memiliki diameter kurang dari 5 mm. Mereka ditemukan di dalam rectum dan sigmoid seringkali pada puncak lipatan mukosa dan valvula. Biasanya polip ini muncul secara multipel, bila hanya satu maka penderita tidak akan merasakan gejalanya.Pada pemeriksaan endoskopik, mereka berwarna seperti mukosa rektum. Pada penelitian, bahwa sel yang membentuk polip hyperplasia memiliki jangka hidup yang lebih panjang dibanding sel-sel mukosa lain yang berdekatan. Polip-polip hiperplasia secara kasat mata tidak memiliki potensi malginansi.Pada penelitian, sensitifitas dalam mendeteksi adenoma sekitar 69%, sedang spesifitasnya (akurat-tidaknya diagnosis polip hiperplasia) adalah 86%. Satu dari polip hiperplasia multipel harus diangkat untuk mengetahui sifat sesungguhnya dari tumor tersebut. 6B. HamartomasHamartoma adalah jaringan normal yang tidak tersusun dengan teratur atau dengan semestinya. Hamartoma dapat muncul secara sporadik atau diikuti oleh autosomal dominant juvenile polyposis syndrome. Juvenile polypsJuvenile polyp (congenital polyp, retention polyp, juvenile adenoma) biasanya muncul pada anak-anak dibawah umur 10 tahun. Insiden pada pria lebih tinggi dibanding pada perempuan. Adalah tumor yang paling sering terjadi pada anak-anak. 80% tumor muncul di rectum, namun bisa saja menyebar di seluruh kolon. Polip ini biasanya berdiameter lebih dari 1 cm. Polip tampak kistik dengan ruangan berisi mukus.Diagnosis dikonfirmasi dengan mengambil polip yang direseksi dan diperiksa histologinya. Pada kasus juvenile polyp, seluruh kolon sebaiknya dieksplorasi. Juvenile polyp tidak bersifat neoplasia ataupun dalam kondisi premaligna. 7 Juvenile polyposis syndrome Adalah kondisi yang tidak umum dimana juvenile polyp muncul multipel tidak hanya di kolon namun juga di saluran usus halus. Sekitar 20-50% pasien memiliki riwayat keluarga dengan diagnosis yang sama. Juvenile polyp yang soliter memiliki kemungkinan rekuren < 20%, pada kasus familial mendekati 90%. Gejala dapat berupa hematochezia, anemia defisiensi besi, hipoproteinemia, dan hipokalemia. Ada juga manifestasi ekstrakolon yang kongenital dan didapat seperti makrosefali, alopesia, pembengkakan tulang, bibir sumbing (labioschisis), glomerulonefritis akut, pelvis renalis dan ureter ganda, undesensus testis, uterus dan vagina bifida. Bentuk fatal dari juvrnile polyposis pada bayi dikarakterisasi dengan diare yang berlebihan, enteropati yang mengakibatkan kehilangan protein, perdarahan dan prolapsus recti. Bentuk juvenile ini sangat jarang, biasanya muncul dengan disertai oleh neoplasma yang benign atau maligna. Kasus ini biasanya muncul pada masa anak-anak.Semua juvenile polyp sebaiknya direseksi dengan kolonoskopi, terutama Juvenile polyposis syndrome karena berpotensi premaligna. Bila polip terlalu banyak maka restorative proctocolectomy dengan kantung ileal dapat dipertimbangkan. Follow-up berkala dengan kolonoskopi dan endoskopi saluran cerna atas dapat diperhitungkan. 6,7 Peutz-Jeghers polypsPeutz-Jeghers polyps pada sindroma Peutz-Jeghers (penyakit autosomal dominan) muncul soliter atau multipel. Polip multipel ini tersebar di seluruh saluran gastro-intestinal, disertai mukosa melanotik, pigmentasi kutaneus disekitar bibir, mukosa mulut, wajah, genitalia dan permukaan palmar tangan. Pada sindroma ini, kemungkinan polip ini muncul di usus halus adalah 100%, pada kolon 30%, pada gaster 25%. Diagnosis sindroma ini berdasarkan riwayat keluarga, pigmentasi kulit dan gejala gastrointestinal. Gejala yang paling umum adalah nyeri abdomen akibat obstruksi (baik akibat polip itu sendiri atau intususepsi). Perdarahan rektal adalah gejala umum lainnya. Pemeriksaan kontras dan endoskopi menunjukkan luas penyakit, sedang hasil histology menunjukkan lesi dengan proses hamartomatosa atau malformasi sel dibandingkan dengan gambaran neoplasma. Peutz-Jeghers polyps yang soliter dapat direseksi dengan kolonoskopi. Fokus organ sesuai dengan prevalensi frekuensi polip ini adalah usus halus dan duodenum. Polip usus halus dapat direseksi saat laparotomi dengan menggunakan endoskopi atau enterotomi. Pendekatan agresif untuk reseksi endoskopik dibenarkan karena frekuensi tumor yang berkurang seiring bertambahnya usia. Reseksi usus dapat diperhitungkan dengan indikasi restriktif.Juvenile polyps sendiri tidak memiliki potensi maligna, namun pada pasien dengan penyakit ini memiliki peningkatan resiko berkembangnya karsinoma pankreas, payudara, paru, ovarium dan uterus. Adenokarsinoma gastrointestinal pada penyakit ini muncul dari lesi adenomatosa yang potensial, bukan berasal dari polip juvenile. Lokasi yang paling umum adalah kolon dan rektum. 7C. Polip InflamatorikPolip inflamatorik (pseudo-polip) mewakili tonjolan kecil dari inflamasi mukosa yang sedang mengalami regenerasi yang dikelilingi oleh ulserasi. Jenis ini terlihat pada pasien yang mengalami inflamasi usus jangka panjang (colitis ulseratif atau penyakit Crohn).D. Polip LimfoidPolip limfoid (hiperplasia limfoid, limfoma benigna) adalah polip jinak yang fokal atau difus yang muncul secara tipikal dimana sekelompok folikel-folikel limfoid muncul di ileum terminalis atau rectum. Pada hasil radiografi, polip limfoid muncul dengan ciri-ciri lesi polipoid yang kecil, seragam terlokalisasi atau generalisata. Pemeriksaan endoskopi dan biopsi akan mengkonfirmasi sifat polip. Polip ini terdiri dari jaringan limfoid yang cukup terdiferensiasi. Lesi pada rektal memiliki gejala yang tidak jelas, sedangkan pada kolon gejala dapat tampak sebagai perdarahan, nyeri abdomen, perubahan sifat pencernaan, dan intususepsi terutama pada anak-anak. 5.72. POLIP EPITELIAL NEOPLASTIKA. AdenomaAdenoma adalah neoplasma yang paling sering ditemui. Sesuai definisi, adenoma adalah lesi benigna yang berhubungan dengan perkembangan kanker invasif. Ada 3 jenis adenoma kolon, yaitu: tubular, vilosa, dan campuran. Adenoma tubular adalah yang tersering; sekitar 5-10% adenoma jenis tubulovillous dan hanya 1% yang villous. Adenoma muncul sebagai hasil dari displasia proliferatif. Lesi premaligna atau karsinoma in situ dapat muncul dari ketiga bentuk ini. Karsinoma in situ adalah bentuk preinvasif dari neoplasia stadium tinggi tanpa bukti mikroskopik bahwa invasi sudah melewati membrana basalis. Resiko maligna dari polip adenomatosa berhubungan dengan ukuran polip, arsitektur histologis, dan keparahan displasia epitel. Jarang sekali adenoma tubular dengan besar < 1cm bersifat invasif. Displasia yang parah sering ditemukan pada daerah yang villosa, dan biasanya ukuran akan berlipat ganda setelah 10 tahun.

B. Adenoma tubularSetengah dari adenoma tubular ditemukan di rektosigmoid dan munculnya satu per satu. Pemeriksaan histologis memperlihatkan struktur kelenjar atau kistik di submukosa.C. Adenoma villosaAdenoma villosa sering ditemukan di rektum dan sigmoid. Berbentuk seperti kembang kol. Resiko kanker sebesar 40% (tinggi) pada adenoma dengan besar > 4cm.D. Adenoma tubulo-vilosaAdenoma ini menunjukkan keadaan pertengahan antara lesi tubular dan vilosa. Resiko perkembangan menjadi karsinoma tergantung dari besar atau luas dari daerah yang villous dari lesi. 3,72.7 Patofisiologi1. PolipKepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma. Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan gen gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis (kematian sel yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen, karena berfungsi melakukan kontrol negatif (penekanan) pada pertumbuhan sel. Gen p53 merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat molekul 53 kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA, menginduksi reparasi DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik dengan mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker. Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi proto-onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi dengan baik karena mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel tidak normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan proses apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang tidak aktif berproliferasi ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga kelompok gen ini akan menyebabkan kelainan siklus sel, yang sering terjadi adalah mutasi gen yang berperan dalam mekanisme kontrol sehingga tidak berfungsi baik, akibatnya sel akan berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi pada manusia adalah mutasi gen p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang tidak diperlukan, tanpa kendali dan karsinogenesis dimulai. 2,4Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan non neoplastik. Non neoplastik polip tidak berpotensi maligna, yang termasuk polip non neoplastik yaitu polip hiperplastik, mukous retention polip, hamartoma (juvenile polip), limfoid aggregate dan inflamatory polip.

Gambar : Adenoma Carcinoma SequencesNeoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial berdegenerasi maligna ; dan berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai tubular adenoma, tubulovillous adenoma dan villous adenoma. Tujuh puluh persen dari polip berupa adenomatous, dimana 75%-85% tubular adenoma, 10%-25% tubulovillous adenoma dan villous adenoma dibawah 5%.2

Gambar : Adenomatous PolipDisplasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen dari adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa invasif karsinoma pada saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari adenoma berkorelasi dengan besarnya polip, tingkat displasia, dan umur. Polip yang diameternya lebih besar dari 1 cm, berdisplasia berat dan secara histologi tergolong sebagai villous adenoma dihubungkan dengan risiko tinggi untuk menjadi kanker kolorektal.

Polip yang berukuran kecil ( 85 sebesar 12,3%.

2.8 Stadium KarsinomaDerajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran histolik dibagi menurut klasifikasi Dukes, berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus, yaitu :Dukes A: dalamnya infiltrasi; terbatas pada dinding usus atau mukosa.Dukes B: dalam infiltrasi; menembus lapisan muskularis mukosa.Dukes C: dalamnya infiltrasi metastasi kelenjar limfe dengan : C1 : beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer. C2 : dalam kelenjar limfe jauh.Dukes D : sudah metastasis jauhBerdasarkan besar diferensiasi sel, terdapat klasifikasi yang terdiri dari 4 tingkat, yaitu : Grade I : Sel-sel anaplastik tidak melebihi 25% Grade II: Sel-sel anaplastik tidak melebihi 25-50% Grade III: Sel-sel anaplastik tidak melebihi 50-75% Grade IV: Sel-sel anaplastik lebih dari 75% Menurut Klasifikasi TNMkanker kolon dapat dibagi menjadi: T Tumor primerTx -Tumor primer tidak dapat dinilaiT0 -Tidak ada tumor primerT1 -Invasi tumor di lapisan sub mukosaT2 -Invasi tumor di lapisan otot propriaT3 - Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke perikolik yang tidak dilapisi peritoneum atau perirektalT4 -Invasi tumor terhadap organ atau struktur sekitarnya atau peritoneum viseralNKelenjar limfe regionalNx - Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilaiN1 - Metastasis di 1-3 kelenjar limfe perikolik atau perirektalN2 - Metastasis di 4 kelenjar limfe perikolik atau perirektalMMetastasis jauhMx - Metastasis jauh tidak dapat dinilaiM0 - tidak ada metastasis jauhM1 - terdapat metastasis jauhKlasifikasi karsinoma kolon menurut DUKES:

Harapan hidup pasien dengan kanker kolon bergantung pada derajat penyebaran saat pasien datang. Prognosis pasien berhubungan dengan dalamnya penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan KGB regional atau metastasis jauh, penyebaran lokal yang dapat menyebabkan perlekatan dengan struktur yang tak dapat diangkat, dan derajat histologi yang tinggi.. Prognosis yang buruk juga terjadi pada pasien dengan usia muda, menderita kanker koloid, dan menunjukkan gejala obstruksi atau perforasi. 5,72.9 Gejala KlinisKebanyakan kasus kanker kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien adalah perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus (hematosezia dan konstipasi). Kanker ini umumnya berjalan lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul sebagaia bagian dari komplikasi seperti obstruksi. Perdarahan invasi lokal kakheksia. Obstruksi kolon biasanya terjadi di kolon transversum. Kolon desendens dan kolon sigmoid karena ukuran lumennya lebih sempit daripada kolon yang proksimal. Obstruksi parsial awalnya ditandai dengan nyeri abdomen, namun bila obstruksi total terjadi akan menimbulkan nausea, muntah, distensi dan obstipasi. Kanker kolon dapat berdarah sebagai bagian dari tumor yang rapuh dan mengalami ulserasi. Meskipun perdarahan umumnya tersamar namun hematochesia timbul pada sebagian kasus. Tumor yang terletak lebih distal umumnya disertai hematoseczhia atau darah tumor dalam feses, tapi tumor yang proksimal sering disertai dengan anemia defisiensi besi. Invasi lokal dari tumor menimbulkan tenesmus, hematuria, infeksi saluran kemih berulang dan obstruksi uretra. Abdomen akut dapat terjadi bilamana tumor tersebut menimbulkan perforasi. Kadang timbul fistula antara kolon dengan lambung atau usus halus. Asites maligna dapat terjadi akibat invasi tumor ke lapisan serosa dan sebaran ke peritoneal. Metastasis jauh ke hati dapat menimbulkan nyeri perut, ikterus dan hipertensi portal. 4Tanda dan gejala karsinoma kolon bervariasi tergantung dari lokasi kanker di dalam usus besar. Ukuran dan ekstenbilitas usus ukuran kanan kira-kira enam kali lebih besar daripada daerah sigmoid dan mengandung aliran fekal yang cair. Tumor yang terletak di usus bagian kanan walaupun besar cenderung menggantung (fungating) dan lunak, yang tidak tumbuh mengelilingi usus. Sebagai salah satu akibatnya gejala dari tumor yang timbul di kolon kanan tidak disebabkan oleh obstruksi walaupun pasien dapat mengalami rasa yang tidak enak atau kolik di abdomen yang samar-samar. Lebih sering, penyakit disertai dengan kehilangan darah kronis yang dideteksi dengan tes darah samar. Sebaliknya tumor di daerah kiri cenderung keras dan tumbuh mengelilingi usus, dan fungsi normal dalam daerah ini adalah sebagai penyimpan massa feses yang keras. Gejala obstruksi akut atau kronis adalah gambaran klinis yang penting. Di samping itu pasien dapat mengalami perubahan dalam pola defekasi (bowel habits), memerlukan laksatif, atau penurunan kaliber feses. Perdarahan adalah lebih jelas, dengan darah gelap atau darah merah yang melapisi permukaan feses.1Gambaran klinis kanker kolorektal tergantung pada tempat tumor. Sekitar seperempat tumor usus besar terletak pada kolon kanan. Kolon transversal dan kolon desenden relatif jarang terkena, sehingga kebanyakan tumor terletak pada kolon sigmoid dan rektum. Gejala berdasarkan lokasi kanker dibagi menjadi:1. Kolon kanana. Pasien dengan obstruksi : sekitar seperempat pasien datang dengan tanda obstruksi usus kecil di bagian bawah yaitu kolik, muntah, konstipasi dan distensi. Foto polos abdomen memperlihatkan dilatasi usus kecil. 2b. Tanpa obstruksi : banyak pasien yang datang tanpa obstruksi tiadak mempunyai gejala yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Mereka memberikan riwayat anemia dan penurunan berat badan akibat perdarahan gastrointestinal samar. Gejala yang kompleks ini memberikan kemungkinan karsinoma lambung, tetapi karsinoma kolon kanan (yang seharusnya lebih membutuhkan terapi) seringkali terlewatkan. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya massa yang dapat dipalpasi dalam fossa iliaka kanan. Apakah ini ada atau tidak, seluruh kolon harus diperiksa dengan kolonoskopi atau pada pemeriksaan barium enema. 12. Kolon kiria. Pasien dengan obstruksi : pada semua 25-30% pasiendatang dengan lesi pada kolon kiri datang sebagai pasien gawat darurat. Pasien dapat menderita perforasi dengan abses perikolik atau bahkan peritonitis umum tetapi lebih sering obstruksi usus besar. Sejauh ini penyebab paling umum dari obstruksi usus besar adalah karsinoma, penting untuk menyingkirkan penyebab lain yang mungkin dapat ditangani dengan terapi konservatif. Pemeriksaan barium enema darurat diindikasikan pada semua kasus obstruksi usus besar untuk mengkonfirmasi derajat obstruksi dan untuk mendiagnosis pseudo-obstruksi yang tidak membutuhkan pembedahan. Kolonoskopi darurat telah dianjurkan sebagai alternatif dari pemeriksaan barium enema. 5b. Pasien tanpa obstruksi : gangguan kebiasaan defekasi merupakan keluhan pasien yang datang tanp obstruksi. Hal ini bisa berupa konstipasi yang meninkat, diare atau berubah-ubah antara kedua hal tersebut, pasien biasanya menemukan darah bersama feses dan mengeluh nyeri atau rasa tidak enak pada abdomen bawah. Penurunan berat badan umum ditemukan dan pada umumnya merupakan tanda yang buruk. Karsinoma kadang-kadang bisa diraba dengan palpasi abdomen. 5,63. Karsinoma rektumPasien dengan karsinoma rektum hampir tidak pernah datang sebgai pasien gawat darurat. Pasien mengalami perdarahan yang jelas melalui rektum. Mungkin terdapat perubahan kebiasaan defekasi dan sering tenesmus, perasaan defekasi yang belum selesai dengan keinginan defekasi yang berulang-ulang, tetapi yang keluar hanya lendir dan darah. Tumor sampai 10 cm dari anal biasanya dapat dilihat dengan sigmoidoskopi. 22.10 Pendekatan Diagnosis A.AnamnesisPada stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala. Gejala biasanya muncul saat perjalanan penyakit sudah lanjut. Pasien dengan karsinoma kolon biasanya mengeluh rasa tidak enak, kembung, tidak bisa flatus, sampai rasa nyeri diperut. Didapatkan juga perubahan kebiasaan buang air besar berupa diare atau sebaliknya, obstipasi, kadang disertai darah dan lendir. Buang air besar yang disertai dengan darah dan lendir biasanya dikeluhkan oleh pasien dengan karsinoma kolonbagian proksimal. Hal ini disebabkan karena darah yang dikeluarkan oleh karsinomatersebut sudah bercampur dengan feses.Gejala umum lain yang dikeluhkan olehpasien berupa kelemahan, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan. 1B.Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik mungkin tidak banyak menolong dalam menegakkan diagnosis.Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi abdomen, bila terabamenunjukkan keadaan yang sudah lanjut. Bila tumor sudah metastasis ke hepar akan teraba hepar yang noduler dengan bagian yang keras dan yang kenyal.Asites biasadidapatkan jika tumor sudah metastasis ke peritoneal. Perabaan limfonodi inguinal,iliaka, dan supraklavikular penting untuk mengetahui ada atau tidaknya metastasis ke limfonodi tersebut. Pada pasien yang diduga menderita karsinoma kolorektal harus dilakukan rectal toucher. Bila letak tumor ada di rektum atau rektosigmoid,akan teraba massa maligna (keras dan berbenjol-benjol dengan striktura) di rektum atau rektosigmoid teraba keras dan kenyal. Biasanya pada sarung tangan akan terdapatlendir dan darah. 6

C. Pemeriksaan penunjang1. Biopsi Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Jika terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak memungkinkan dilakukannya biopsi maka sikat sitologi akan sangat berguna.1. Tes Occult Blood Phenol yang tidak berwarna di dalam guaic gum akan dirubah menjadi berwarna biru oleh oksidasi. Reaksi ini menandakan adanya peroksidase katalis, oksidase menjadi sempurna dengan adanya katalis, contohnya hemoglobin. Tetapi sayangnya terdapat berbagai katalis di dalam diet. Seperti contohnya daging merah, oleh karena itu diperlukan perhatian khusus untuk menghindari hal ini. Tes ini akan mendeteksi 20 mg hb/gr feses. Tes imunofluorosensi dari occult blood mengubah hb menjadi porphirin berfluorosensi, yang akan mendeteksi 5-10 mg hb/gr feses, Hasil false negatif dari tes ini sangat tinggi. Terdapat berbagai masalah yang perlu dicermati dalam menggunakan tes occult blood untuk screening, karena semua sumber perdarahan akan menghasilkan hasil positif. Kanker mungkin hanya akan berdarah secara intermitten atau tidak berdarah sama sekali, dan akan menghasilkan tes yang false negatif. Proses pengolahan, manipulasi diet, aspirin, jumlah tes, interval tes adalah faktor yang akan mempengaruhi keakuratan dari tes occult blood tersebut. Efek langsung dari tes occult blood dalam menurunkan mortalitas dari berbagai sebab masih belum jelas dan efikasi dari tes ini sebagai screening kanker kolorektal masih memerlukan evaluasi lebih lanjut. 51. Barium EnemaTehnik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Tehnik ini jika digunakan bersama-sama fleksibel sigmoidoskopi merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema. Barium peritonitis merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat mengakibatkan berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi sayangnya sebuah kontras larut air tidak dapat menunjukkan detail yang penting untuk menunjukkan lesi kecil pada mukosa kolon. 7

Gambar 9 : Gambaran colon in loop

Persiapan Penderita dalam Pemeriksaan Colon in Loop1. Mengubah pola makanan penderitaMakanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, low residue, dan tidak mengandung lemak. Ini dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya bongkahan-bongkahan tinja yang keras.2. Minum sebanyak-banyaknyaOleh karena penyerapan air di saluran cernaterbanyak di kolon, maka pemberian minum ini dapat menjaga tinja agar tetap lembek. Untuk menjaga kebutuhan kalori dan keseimbangan elektrolit dapat diberikan oral enteral feeding berupa bubuk yang dilarutkan dalam air.3. Pemberian PencaharApabila kedua hal di atas dijalankan dengan benar, maka pemberian pencahar hanyalah sebagai pelengkap saja. Pada beberapa keadaan, seperti : orang tua, rawat baring yang lama, dan sembelit kronis, pencahar ini mutlak diberikan.Sebaliknya dipilih pencahar yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : Melembekkan tinja dan meningkatkan peristaltis Mempunyai cita rasa yang enak Mempunyai kemasan yang menarikUmumnya pemakaian pencahar hanyalah bersifat sementara, walaupun demikian harus tetap diwaspadai terjadinya kebiasaan memakai laxative (laxative habits). Magnesium sulfat dapat diberikan sebagai alternatif dan memberikan hasil yang cukup baik dalam 6-8 jam setelah pemakaian.Pengalaman menunjukkan salah satu kegagalan persiapan disebabkan keengganan penderita untuk memakan pencahar oleh karena tidak mempunyai sifat-sifat tadi. 4,7

Teknik pemeriksaan:1. Tahap pengisianDi sini terjadi pengisian larutan barium ke dalam lumen kolon. Sampai bagian kolon manakah pengisian tersebut sangat bergantung pada panjang pendeknya kolon itu sendiri. Umumnya dapat dikatakan cukup bila sudah mencapai fleksura lienalis atau pertengahan kolon transversum. Bagian kolon yang belum terisi dapat diisi dengan merubah posisi penderita dari telentang (supine) menjadi miring kanan (right decubitus). 42. Tahap pelapisanDengan menunggu 1-2 menit dapat diberikan kesempatan pada larutan barium untuk melapisi (coating) mukosa kolon.3. Tahap pengosonganSetelah diyakini mukosa kolon terlapisi sempurna, maka sisa larutan barium dalam lumen kolon perlu dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali. Caranya dengan memiringkan penderita ke kiri (left decubitus) dan menegakkan meja pemeriksaan (upright)4. Tahap pengembanganDi sini dilakukan pemompaan udara ke dalam lumen kolon. Usahakan jangan sampai terjadi pengembangan yang berlebihan (overdistention) karena akan timbul hal-hal yang tidak diingini.5. Tahap pemotretanSetelah seluruh kolon mengembang sempurna, maka dilakukan pemotretan atau eksposun radiografik. Posisi penderita saat pemotretan tergantung pada bentuk kolonnya atau kelainan yang ditemukan. Hal yang sama juga berlaku untuk jumlah film yang dipakai. 4,7

Lama pemeriksaanDianjurkan lama pemeriksaan tidak melebihi 5 menit. Makin lama pemeriksaan itu berlangsung, kemungkinan terjadinya kerak-kerak barium di sepanjang kolon makin besar.Alat-alat yang dipakaiIrigator plastic dengan balon dan pompa udara terpasang sangat disukai untuk dipakai karena sifatnya yang fleksibel sehingga penderita tidak perlu meninggalkan meja pemeriksaan pada tahap pengosongan. Gambaran Karsinoma Kolon dengan Colon in LoopKarsinoma kolon secara radiologi member gambaran : Penonjolan ke dalam lumen (protruded lession) Bentuk klasik tipe ini adalah polip. Polip dapat bertangkai (pedunculated) dan tidak bertangkai (sessile). Dinding kolon seringkali masih baik. Kerancuan dinding kolon (colonic wall deformity) Dapat bersifat simetris (napkin ring) atau asimetris (apple core). Lumen kolon sempit dan irregular. Kerap kali hal ini sulit dibedakan dengan colitis Crohn Kekakuan dinding kolon (rigidity colonic wall) Bersifat segmental, terkadang mukosa masih baik. Lumen kolon dapat tidak menyempit. Bentuk ini sukar dibedakan dengan colitis ulseratif. 71. Endoskopi Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena 3% dari pasien mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan untuk mempunyai polip premaligna.

Gambar : metode pemeriksaan endoscopy tumor kolon

Gambar : karsinoma kolon yang dilihat dengan pemeriksaan endoskopi1. Kolonoskopi Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon dan rectum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%.2 Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik. 6,7

Gambar : Metode pemeriksaan kolonoskopi1. Imaging Tehnik MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik imaging yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi tehnik ini bukan merupakan screening tes.

5. CT scanCT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon pre operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai 55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon karena sulitnya dalam menentukan stage dari lesi sebelum tindakan operasi. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran kelanjar getah bening >1 cm pada 75% pasien.19 Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal. 6

Gambar 8 : CT scan pelvis menunjukkan adanya tumor kolon yang sudah metastasis pada hepar dan daerah intraperitoneal

Gambar 9 : CT scan pelvis yang menunjukkan adanya karsinoma kolon

5. MRIMRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan. Karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar. 3

Gambar : MRI dari karsinoma kolon1. Endoskopi UltraSound (EUS)EUS secara signifikan menguatkan penilaian preoperatif dari kedalaman invasi tumor, terlebih untuk tumor rektal. Keakurasian dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60% untuk digital rektal examination. Pada kanker rektal, kombinasi pemakaian EUS untuk melihat adanya tumor dan digital rektal examination untuk menilai mobilitas tumor seharusnya dapat meningkatkan ketepatan rencana dalam terapi pembedahan dan menentukan pasien yang telah mendapatkan keuntungan dari preoperatif kemoradiasi. Transrektal biopsi dari kelenjar limfa perirektal bisa dilakukan di bawah bimbingan EUS. 2

2.11 Tatalaksana0. KemoprevensiObat Anti Inflamatori Steroid (OAIN) termasuk aspirin dianggap berhubungan dengan penurunan motalitas kanker kolon. Bebrapa OAIN seperti sulindac dan celecoxib telah terbukti sewcara efektif menurunkan insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan Familial Adenomatous Polyposis (FAP). Data epidemiologi menunjukkan adanaya penurunan risiko kanker di kalangan pemakai OAIN namun bukti yang mendukung manfaat pembrian aspirin dan OAIN lainnya untuk mencegah kanker kolon sporadik masih lemah. (FKUI)0. Endoskopi dan operasiUmumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tingkat polipektomi. Bila ukuran