1715 chapter ii

38
BAB II DASAR TEORI 2.1 UMUM Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Pada bab ini menyajikan teori-teori dari berbagai sumber yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar untuk menggunakan rumus-rumus tertentu dalam perencanaan suatu konstruksi. 2.2 DASAR-DASAR PERENCANAAN 2.2.1 Bathimetri – Topografi Untuk keperluan perencanaan reklamasi, sangat diperlukan peta bathimetri dan topografi. Peta bathimetri diperlukan untuk: Menentukan volume material yang akan dipergunakan pada reklamasi Menghitung deformasi gelombang dalam rangka menentukan tinggi gelombang rencana Menentukan tata letak (lay out) lahan reklamasi dan bangunan pelindung Menentukan volume bangunan pelindung lahan reklamasi Sedangkan peta topografi diperlukan untuk : menghubungkan antara prasarana atau fasilitas yang terdapat dilahan reklamasi dengan prasarana atau fasilitas yang terdapat di daratan induk Untuk menganalisis pengaruh reklamasi terhadap tata air yang terdapat di daratan induk, misalnya peningkatan potensi banjir, dan gangguan terhadap drainase perkotaan Pengukuran bathimetri harus meliputi daerah disekitar perairan yang akan dilakukan reklamasi, paling tidak meliputi perairan sejauh 500 sd 1000 m keluar dari kawasan yang akan direklamasi. Hal ini memberikan keleluasaan pada perencanaan dalam menentukan tata letak dan perhitungan deformasi gelombang. Bersama dengan pelaksanaan pengukuran kedalaman perairan (laut) perlu dicatat pula waktu dan pasang surut pada saat itu. Data hasil pengukuran kedalaman (dari echosounder) harus dikoreksi dengan hasil pencatatan pasang surut pada jam yang sama, sehingga

Upload: dudu-dudu

Post on 31-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

coastal analysis,

TRANSCRIPT

Page 1: 1715 Chapter II

BAB II

DASAR TEORI

2.1 UMUM

Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar

perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan

pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Pada bab ini menyajikan teori-teori dari berbagai

sumber yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar

untuk menggunakan rumus-rumus tertentu dalam perencanaan suatu konstruksi.

2.2 DASAR-DASAR PERENCANAAN

2.2.1 Bathimetri – Topografi

Untuk keperluan perencanaan reklamasi, sangat diperlukan peta bathimetri dan

topografi. Peta bathimetri diperlukan untuk:

• Menentukan volume material yang akan dipergunakan pada reklamasi

• Menghitung deformasi gelombang dalam rangka menentukan tinggi

gelombang rencana

• Menentukan tata letak (lay out) lahan reklamasi dan bangunan pelindung

• Menentukan volume bangunan pelindung lahan reklamasi

Sedangkan peta topografi diperlukan untuk :

• menghubungkan antara prasarana atau fasilitas yang terdapat dilahan

reklamasi dengan prasarana atau fasilitas yang terdapat di daratan induk

• Untuk menganalisis pengaruh reklamasi terhadap tata air yang terdapat di

daratan induk, misalnya peningkatan potensi banjir, dan gangguan terhadap

drainase perkotaan

Pengukuran bathimetri harus meliputi daerah disekitar perairan yang akan

dilakukan reklamasi, paling tidak meliputi perairan sejauh 500 sd 1000 m keluar dari

kawasan yang akan direklamasi. Hal ini memberikan keleluasaan pada perencanaan

dalam menentukan tata letak dan perhitungan deformasi gelombang. Bersama dengan

pelaksanaan pengukuran kedalaman perairan (laut) perlu dicatat pula waktu dan

pasang surut pada saat itu. Data hasil pengukuran kedalaman (dari echosounder)

harus dikoreksi dengan hasil pencatatan pasang surut pada jam yang sama, sehingga

Page 2: 1715 Chapter II

8

RL = UW/UL ( Triatmodjo, hal : 154,1999) Dimana : UL = Kecepatan angin yang diukur di darat (m/dt)

UW = Kecepatan angin dilaut (m/dt)

RL = Tabel korelasi hubungan kecepatan angin di darat

dan di laut ( lihat gambar 2.1)

semua hasil pengukuran mempunyai datum yang sama, Pengukuran bathimetri dan

topografi harus menggunakan datum yang sama, disarankan menggunakan Chart

Datum. Pengukuran topografi dan bathimetri digabungkan dan digambar pada peta

dengan sekala 1:2000 sd 1:5000, atau sesuai dengan kebutuhan. Pada peta harus

tampak jelas garis pantai dengan elevasi + 0,00 m.

2.2.2 Angin

Angin yaitu sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi.

Data angin yang didapat biasanya diolah dan disajikan dalam bentuk tabel atau

diagram yang disebut dengan mawar angin (wind rose).

Pada umumnya pengukuran angin dilakukan di daratan, sedangkan di dalam

rumus-rumus pembangkitan gelombang data angin yang digunakan adalah yang ada

di atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi data angin di atas

daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angin di atas permukaan laut.

Hubungan antara angin di atas laut dengan angin di atas daratan terdekat diberikan

rumus sebagai berikut ini.

Gambar 2.1. Grafik Hubungan Kecepatan Angin di Laut dan di Darat

Page 3: 1715 Chapter II

9

Feff = ∑ Xi cos α1 / ∑ cos α1 ( Triatmodjo,hal: 155,1999) Dengan : Feff = Fetch rerata efektif

Xi = Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelom

bang ke ujung akhir fetch

α1 = Sudut arah angin datang yang diukur dari arah tegak lurus garis

pantai

Dari kecepatan angin yang didapat, dicari faktor tegangan angin (wind stress

factor) dengan persamaan:

2.2.3 Fetch

Fetch adalah panjang daerah dimana gelombang dibangkitkan oleh angin yang

berhembus dengan kecepatan dan arah yang konstan. Didalam peninjauan

pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh daratan yang mengelilingi. Di

daerah pembangkitan,gelombang tidak hanya dibangkitkan oleh angin dengan arah

angin yang sama tetapi juga dalam berbagai sudut arah angin.

Gambar 2.2. Panjang Fetch

UA = 0,71 U 1.23 ( Triatmodjo, hal: 155,1999)

Dimana UA adalah kecepatan angin darat dalam m/dt

U adalah kecepatan angin laut dalam m/dt

Page 4: 1715 Chapter II

10

2.2.4 Peramalan Gelombang Laut Dalam Berdasarkan wind stress factor pada sub bab 2.2.1 dan panjang fetch pada sub

bab 2.2.2, dilakukan peramalan gelombang di laut dalam dengan menggunakan grafik

peramalan gelombang, tinggi, durasi, dan periode gelombang signifikan dapat

diketahui dengan cara mencari titik potong antara nilai UA dengan panjang fetch yang

sudah diketahui, maka akan didapat nilai tinggi gelombang dan periode gelombang.

Berikut ini adalah grafik peramalan gelombang.

Gambar 2.3. Grafik Peramalan Gelombang

Page 5: 1715 Chapter II

11

2.2.5 Gelombang

Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang tergantung

pada daya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin, gelombang

pasang surut, dan gelombang tsunami, serta gelombang lainnya. Diantara beberapa

bentuk gelombang yang paling penting adalah gelombang angin dan gelombang

pasang surut. Pada umumnya bentuk gelombang sangat kompleks dan sulit

digambarkan secara matematis karena ketidak linierannya, tiga dimensi dan

bentuknya yang random. Ada beberapa teori yang menggambarkan bentuk gelombang

yang sederhana dan merupakan pendekatan dari alam. Teori yang paling sederhana

adalah teori gelombang linier. Menurut teori gelombang linier, gelombang

berdasarkan kedalaman relatifnya dibagi menjadi tiga yaitu deep water, transitional,

shallow water. Klasifikasi dari gelombang tersebut ditunjukan dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Klasifikasi Gelombang Menurut Teori Gelombang Linier

Klasifikasi d/L 2π d/L tan h (2π d/L)

Deep Water > ½ >π ≈ 1

Transitional 1/25 s/d ½ ¼ s/d π tan h (2π d/L)

Shallow Water < 1/25 < ¼ ≈ 2π d/L Sumber : Shore Protection Manual (volume I ), hal: 2-9,1984

Sedangkan persamaan dari profil gelombang, cepat rambat gelombang, dan

panjang gelombang dari masing masing gelombang diberikan pada tabel 2.2 berikut.

Masing-masing penggunaan rumus harus disesuaikan dengan kriteria gelombang

tersebut apakah termasuk shallow water, transitional, atau deep water.

Page 6: 1715 Chapter II

13

2.2.6 Deformasi Gelombang

Gelombang merambat dari laut dalam ke laut dangkal. Selama penjalaran

tersebut, gelombang mengalami perubahan-perubahan atau disebut deformasi

gelombang. Deformasi gelombang bisa disebabkan karena variasi kedalaman di

perairan dangkal atau karena terdapatnya penghalang/rintangan seperti struktur di

perairan.

2.2.6.a Gelombang Laut Dalam Ekivalen

Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan konsep gelombang

laut dalam ekivalen yaitu tinggi gelombang di laut dalam jika tidak mengalami

refraksi. Tinggi gelombang laut dalam ekivalen diberikan dalam persamaan:

H’0 = K’Kr Ho ( Triatmodjo, hal:66, 1999)

Dimana :

H’0 = tinggi gelombang laut dalam ekivalen

Ho = tinggi gelombang laut dalam

K’ = koefisien difraksi

Kr = koefisien refraksi

2.2.6.b Waveshoaling dan Refraksi

Akibat dari pendangkalan ( waveshoaling ) dan refraksi ( berbeloknya

gelombang akibat perubahan kedalaman ) persamaan gelombang laut dapat menjadi:

H = KS KR HO

rOO

KHH

HH

'=

KrHH

O

O ='

H’O = Kr Ho (Triatmodjo, hal: 70,1999)

Dimana:

Ks = Koefisien Pendangkalan (Ks bisa didapat langsung dari tabel fungsi d/L

untuk pertambahan nilai d/Lo)

Kr = Koefisien refraksi

= αα

coscos 0

Page 7: 1715 Chapter II

14

α0 = Sudut antara garis puncak gelombang dengan dasar dimana gelombang

melintas

α = sudut yang sama yang diukur saat garis puncak gelombang melintasi

kontur dasar berikutnya

Gambar 2.4 Refraksi gelombang

2.2.6.c Difraksi Gelombang

Apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah

gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut akan membelok disekitar ujung

rintangan dan masuk di daerah terlindung dibelakangnya, fenomena ini yang disebut

difraksi gelombang.

Hitungan difraksi gelombang ini adalah:

HA = K’ Hp

K’ = f ( θ, β, r/L ) (Triatmodjo, hal: 80, 1999)

Dimana :

HA = Tinggi gelombang dititik A

K’ = Perbandingan antara tinggi gelombang dititk yang terletak di

daerah terlindung dan tinggi gelombang datang

r = Jarak suatu titik terhadap suatu rintangan

θ = Sudut antara arah perjalanan gelombang dan rintangan

β = Sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik

tersebut dengan ujung rintangan

Page 8: 1715 Chapter II

15

Gambar 2.5 Difraksi gelombang

2.2.6.d Gelombang Pecah

Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami

perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Gelombang

pecah dipengaruhi oleh kemiringannya, yaitu perbandingan antara tinggi dan

panjang gelombang. Dilaut dalam kemiringan gelombang maksimum di mana

gelombang mulai tidak stabil diberikan oleh bentuk berikut:

o

o

LH

= 71 = 0.142 Lo = Panjang gelombang

Jika kedalaman gelombang pecah (db) dan tinggi gelombang pecah Hb, maka

rumus untuk menentukan tinggi dan kedalaman gelombang pecah adalah

31)/(3,31

ooo LHHH

=

28,1=b

b

Hd

(Triatmodjo, hal: 94, 1999)

Parameter Hb/Ho’ disebut dengan indek tinggi gelombang pecah. Pada grafik 2.4

menunjukan hubungan antara Hb/Ho dan Hb/Lo untuk berbagai kemiringan dasar

laut. Sedang grafik 2.5 menunjukan hubungan antara db/Hb dan Hb/gT2 untuk

berbagai kemiringan dasar. Grafik 2.5 ditulis dalam rumus sebagai berikut:

)/(

12gTaHbH

d

bb

b

−= (Triatmodjo, hal: 95, 1999)

Dimana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh

persamaan berikut:

Page 9: 1715 Chapter II

16

a = 43,75 ( 1 – e-19m ) b = )1(

56,15,19 me−+

(Triatmodjo, hal: 95, 1999)

Gambar 2.6 Penentuan Tinggi gelombang Pecah ( Hb )

Gambar 2.7 Penentuan Kedalaman Gelombang Pecah ( db )

Page 10: 1715 Chapter II

17

2.2.7 Fluktuasi Muka Air Laut

Fluktuasi muka air laut disebabkan oleh pasang surut, tsunami, wave set-up dan storm

surge.

2.2.7.a Tsunami

Tsunami adalah gelombang yang terjadi karena gempa bumi atau letusan

gunung api di laut. Gelombang yang terjadi bervariasi dari 0,5 m sampai 30 m dan

periode dari beberapa menit sampai beberapa satu jam.

Tabel 2.3 Hubungan antara besarnya gempa dan tinggi tsunami di pantai

M H (meter)

5,0

4,5

4,0

3,5

3,0

2,5

M

> 32

24,0 – 32,0

16,0 – 24,0

12,0 – 16,0

8,0 – 12,0

6,0 – 8,0

H (meter)

2,0

1,5

1,0

0,5

0,0

-0,5

-1,0

-1,5

-2,0

,0 – 6,0

3,0 – 4,0

2,0 – 3,0

1,5 – 2,0

1,0 – 1,5

0,75 – 1,0

0,5 – 0,75

0,3 – 0,5

< 0,3

2.2.7.b Kenaikan Muka Air Karena Gelombang (Wave Set-up)

Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan fluktuasi muka

air di daerah pantai terhadap muka air diam. Pada waktu gelombang pecah akan

terjadi penurunan elevasi muka air rerata terhadap elevasi muka air diam disekitar

Page 11: 1715 Chapter II

18

lokasi gelombang pecah. Kemudian dari titik dimana gelombang pecah permukaan air

rerata miring ke atas ke arah pantai. Turunnya muka air tersebut dikenal dengan wave

set-down, sedang naiknya muka air disebut wave set-up.Besarnya wave set-down di

daerah gelombang pecah (Sb) adalah:

Sb = - Tg

H b21

32536,0 (Triatmodjo, hal: 107, 1999)

Dimana:

Sb : Wave set down ( m )

Sw : Wave set up ( m )

T : periode gelombang

H’o : tinggi gelombang laut dalam ekivalen

db : kedalaman gelombang pecah

g : percepatan gravitasi

Wave set-up di pantai diberikan oleh bentuk berikut:

Sw = ∆S - Sb (Triatmodjo, hal: 107, 1999)

Jika ∆S = 0,15 db dan dianggap bahwa db = 1,28 Hb maka:

Sw = 0,19 ⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡− 282,21

gTH b Hb (Triatmodjo, hal: 108, 1999)

Gambar 2.8 Wave set up dan wave set down

Page 12: 1715 Chapter II

19

2.2.7.c Kenaikan Muka Air Karena Angin (Wind Set-up)

Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas permukaan laut bisa

membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar besar di sepanjang pantai jika

badai tersebut cukup kuat dan daaerah pantai dangkal dan luas. Kenaikan elevasi

muka air karena badai dapat dihitung dengan persamaan berikut:

∆h = 2Fi

∆h = F c gd

V2

2

(Triatmodjo, hal: 108, 1999)

Denagan:

∆h = kenaikan elevasi muka air karena badai (m)

F = panjang fetch (m)

i = kemiringan muka air

c = konstanta = 3,5 x 10-6

V = kecepatan angin (m/dt)

d = kedalaman air (m)

g = percepatan gravitasi (m/dt2)

Gambar 2.9 Wind set up

2.2.7.d Pemanasan Global

Efek rumah kaca menyebabkan bumi panas sehingga dapat dihuni kehidupan.

Disebut efek rumah kaca karena kemiripannya dengan apa yang terjadi dalam sebuah

rumah kaca ketika matahari bersinar. Hal ini akan menyebabkan meningkatnya suhu

bumi yang nantinya akan berdampak pada peningkatan tinggi permukaan laut yag

disebabkan oleh pemuaian air laut dan mencairnya gunung-gunung es di kutub.

Kenaikan muka air laut akan menyebabkan mundurnya garis pantai sehingga

menggusur daerah pemukiman dan mengancam daerah perkoataan yang rendah,

Page 13: 1715 Chapter II

20

membanjiri lahan produktif dan mencemari persediaan air tawar. Untuk melindungi

daerah tersebut perlu dibangun tanggul laut.

2.2.7.e Pasang Surut

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-

benda langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Elevasi

muka air tertinggi (pasang) dan muka air terendah (surut) sangat penting untuk

perencanaan bangunan pantai. Data pasang surut didapatkan dari pengukuran selama

minimal 15 hari. Dari data tersebut dibuat grafik sehingga didapat HHWL, MHWL,

MLWL, MSL. Dalam pengamatan selama 15 hari tersebut telah tercakup satu sirklus

pasang surut yang meliputi pasang purnama dan perbani. Pengamatan yang lebih lama

akan memberikan data yang lebih lengkap.

2.2.8 Proses Abrasi

Abrasi adalah proses pengkikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus

laut yang bersifat merusak. Material yang terkikis tersebut terbawa oleh arus ke

tempat lain dan tidak kembali ke tempat semula. Material tersebut akan mengendap di

daerah yang lebih tenang dan akan mengakibatkan sedimentasi di daerah tersebut.

Abrasi pantai dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu proses alami dan kegiatan

manusia.

Tabel 2.4 Penyebab Abrasi Pantai

Alami Kegiatan Manusia

Kenaikan muka air laut Penurunan muka tanah

Berubahnya jumlah suplai sedimen ke

arah pantai

Gangguan dalam transpor material

Gelombang badai Reduksi suplai sedimen sungai ke arah

pantai

Gelombang dan ombak overwash Pemusatan energi gelombang di pantai

Deflasi

(perpindahan material lepas karena angin)

Peningkatan elevasi muka air

Transpor sedimen sejajar pantai Perubahan perlindungan alami pantai

Pengurangan sedimen pantai Pemindahan material dari pantai Sumber : Shore Protection Manual (volume I), 1984, hal : 1-16

Page 14: 1715 Chapter II

21

2.2.9 Sedimen Pantai

Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang

dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai.

(Triatmodjo, hal: 108, 1999)

Angkutan sedimen pantai dapat dihitung dengan rumus berikut:

Qs = K P1n

P1 = ρg Hb2 Cb sin αb cos αb (Triatmodjo, hal: 186, 1999)

8

Dimana :

Qs = angkutan sedimen sepanjang pantai ( m3/hari )

P1 = komponen fluks energi gelombang sepanjang pantai pada saat pecah

( Nm/d/m )

ρ = rapat massa air laut ( Kg/ m3)

Hb = tinggi gelombang pecah (m)

Cb = cepat rambat gelombang pecah (m/d) = √gdb

αb = sudut datang gelombang pecah

K,n = konstanta

2.2.10 Kondisi Tanah Dasar

Untuk keperluan perencanaan bangunan maritim, termasuk reklamasi dan

bangunan pengamannya, diperlukan informasi mengenai keadaan dan sifat – sifat

teknik ( engineering properties ) dari tanah dasar. Untuk mengetahui informasi

tersebut maka diperlukan penyelidikan tanah dan pengujian mekanika tanah di

laboraturium.

Penyelidikan tanah di lokasi pekerjaan dimaksudkan untuk mendapatkan data

lapisan – lapisan tanah dibawah permukaan, sifat dan perilaku tanah yang berkaitan

dengan pekerjaan penimbunan yang akan dilakukan di lokasi tersebut. Beberapa

kegiatan penyelidikan dan pengujian tanah diantaranya adalah:

• Pengeboran dan pengambilan sample tanah, tanah terganggu maupun tidak

terganggu

• Uji sondir (statis)

• Uji penetrasi standart (STP)

Page 15: 1715 Chapter II

22

• Vane shear test

• Uji deformasi dan kekuatan ditempat dengan pressuremeter

• Plate bearing test

• Direct dynamic probing

• Static-dynamic penetration testing

• Uji kepadatan (densitas)

• CBR lapangan

• Survey geofisik (seismic refraction, electrikal resistivity)

Kegiatan pengujian di laboraturium mekanika tanah ditujukan untuk

mendapatkan informasi tanah di lokasi pekerjaan terutama mengenai klasifikasi tanah,

sifat mekanis (kekuatan) dan pemampatan (kompressibilitas), diantaranya adalah:

• Kadar air asli

• Kepadatan asli (berat volume)

• Berat jenis

• Batas Atterberg (batas cair, batas plastis, dan tekan bebas)

• Konsolidasi

• Uji kimia tanah bila diperlukan

Hasil penyelidikan sondir digambarkan dalam bentuk grafik hubungan antara

kedalaman sebagai ordinat dengan bacaan konus qc (kg/cm2) dan jumlah hambatan

pelekat JHP (kg/cm) sebagai absis. Hubungan perlawanan konus dan tingkat

kekerasan tanah dapat diperkirakan sebagai berikut (Direktorat Bina Teknik Dirjen

SDA, 2004)

qc < 20,4 kg/cm2 = sangat lunak /gembur

qc < 20,4 sd 40,8 kg/cm2 = lunak

qc < 40,8 sd 122,4 kg/cm2 = keras

qc < 204 kg/cm2 = sangat keras

Pegujian penetrasi standart (Standart Penetration Test – SPT) merupakan cara

yang paling ekonomis dalam mendapatkan informasi dibawah permukaan tahan

dengan melakukan pengambilan contoh bahan pada kedalaman – kedalaman tertentu

dengan alat berupa tabung selinder yang dipancang pada kedalaman tertentu dengan

hasil nilai N berupa banyaknya pukulan untuk memasukkan tabung selinder tersebut,

berdasarkan nilai N tersebut secara empiris dan pengujian laboratorium dari hasil

Page 16: 1715 Chapter II

23

pengambilan material akan didapatkan parameter tanah lainya seperti terlihat pada

Tabel 3.1

Untuk daerah yang akan di reklamasi, kondisi tanah dasar telah dilakukan

penyelidikan tanah oleh PPLH UNDIP. Hasil penyelidikan dapat dilihat pada

lampiran.

Tabel 2.5 Parameter tanah hasil pengujian dan analisis laboratorium

Deskripsi Jenis tanah granular

Sangat lepas Lepas Sedang Padat Sangat padat

Angka penetrasi

Standart (N) 5-10 8-15 10-40 20-70 >35

Sudut geser dalam

(ø) 250 - 300 270 - 320 300 - 350 350 - 400 380 - 430

Berat jenis tanah

(γ) ton/m3 7 – 10 9 - 11,5 11 - 13 11 - 14 13 - 15

2.2.11 Borrow Area dan Quarry

2.2.11.a Borrow Area

Reklamasi pantai merupkan pekerjaan yang menggunakan tanah timbunan yang

jumlahnya cukup besar. Material timbunan biasanya dipilih yang bergradasi baik dan

berbutir kasar. Material urug bagian bawah (lapisan bawah) biasanya berupa pasir,

dan lapisan atas setebal 0,5 m sampai dengan 1,0 m berupa tanah urug. Tanah urug

diperlukan di bagian atas agar supaya tanaman dapat tumbuh dengan baik. Mengingat

pentingnya bahan timbunan ini, maka sumber material untuk keperluan penimbunan

(borrow area) haruslah di studi dengan baik terutama terkait dengan:

• Volume material yang tersedia

• Peralatan yang digunakan untuk menggali, mengangkut, dan menebarkan

material di lokasi pekerjaan

• Perijinan melakukan penggalian di borrow area.

Untuk keperluan penggalian material urug ini diperlukan kajian lingkungan

berupa AMDAL dan ijin penambangan dari Pemerintah (Departemen Pertambangan).

Penyelidikan tanah yang dilakukan di daerah borrow area terutama adalah

pengeboran, pengambilan contoh tanah dan uji kepadatan. Sedangkan uji

Page 17: 1715 Chapter II

24

laboratorium yang diperlukan adalah untuk mendapatkan informasi berat jenis, batas

atterberg, distribusi ukuran butir, uji pemadatan dan kuat geser tanah.

2.2.11.b Quarry

Disamping kebutuhan material timbun yang jumlahnya sangat besar, pekerjaan

reklamasi juga membutuhkan batu dari quarry untuk pekerjaan - pekerjaan seperti :

perlindungan lahan rekamasi (tembok, tanggul laut, krib sejajar pantai, jetty atau

groin) dan material untuk perkerasan jalan.

Batu yang diperlukan adalah batu yang keras, tahan aus dan mempunyai rapat

massa yang cukup besar ( di atas 2500 Kg/m3 ). Quarry yang disukai berupa gunung

batu, dan ditambang dengan cara peledakan. Hasil peledakan berupa batu ukuran

besar yang berfungsi untuk lapis luar tembok laut sedangkan yang kecil sebagai

pengisinya.

2.2.12 Design water level ( DWL )

Untuk menentukan kedalaman rencana bangunan ( ds )maka perlu dipilih suatu

kondisi muka air yang memberikan gelombang terbesar, atau run-up tertinggi. (ds)

dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

ds = (HHWL – BL) + wind set-up + SLR

(Triatmodjo, hal: III-11, 1992)

Dimana :

ds = kedalaman kaki bangunan pantai

HHWL= highest high water level ( muka air pasang tertinggi )

BL = bottom level ( elevasi dasar pantai di depan bangunan )

SLR = sea level rise ( kenaikan muka air laut )

Yang dimaksud dengan sea level rise disini adalah kenaikan muka air yang

disebabkan oleh perubahan cuaca, misal efek rumah kaca. Pada perencanaan ini

kenaikan tersebut tidak diperhitungkan.

2.2.13 Run-Up Gelombang

Run-Up sangat penting untuk perencanaan bangunan pantai. Nilai run-up dapat

diketahui dari grafik setelah terlebih dahulu menentukan bilangan Irribaren.

Ir = tg θ / ( H / Lo )0.5 (Triatmodjo, hal: 268, 1999)

Dimana : Ir = bilangan Irribaren

Page 18: 1715 Chapter II

25

θ = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang

H = tinggi gelombang di lokasi bangunan

Lo = panjang gelombang di laut dalam

Grafik tersebut juga dapat digunakan untuk menentukan rundown (Rd).

Gambar 2.10 Grafik Run-Up Gelombang

Run-up digunakan untuk menentukan elevasi mercu bangunan pantai,

sedangkan run-down digunakan untuk menghitung stabilitas rip-rap atau revetmen.

Besarnya elevasi mercu dapat dihitung dengan persamaan :

ELmercu = DWL + Fb + Ru (Triatmodjo, hal: 349, 1999)

Dimana :

ELmercu = elevasi mercu bangunan pantai (m)

Ru = Run-up gelombang (m)

Fb = tinggi jagaan ( 1,0 – 1,5 m )

DWL = design water level

Page 19: 1715 Chapter II

26

2.2.14 Bangunan Pelindung Pantai

Bangunan pantai digunakan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan karena

serangan gelombang dan arus. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk

melindungi pantai yaitu:

Memperkuat / melindungi pantai agar mampu menahan serangan

gelombang

Mengubah laju transpor sedimen sepanjang pantai

Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai

(Triatmodjo, hal: 201, 1999)

Sesuai dengan fungsinya, bangunan pantai dikelompokkan dalam tiga kelompok

yaitu :

Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai. Yang

termasuk kelompok ini adalah dinding pantai / revetment

Konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai dan sambung ke

pantai. Yang termasuk kelompok ini adalah groin dan jetty.

Konstruksi yang dibangun lepas pantai dan kira-kira sejajar dengan garis

pantai. Yang termasuk kelompok ini yaitu pemecah gelombang.

(Triatmodjo, hal: 201, 1999)

Gambar 2.11 Beberapa Tipe Bangunan Pelindung Pantai

2.2.14.a Dinding Pantai dan Revetment

Dinding pantai dan revetment adalah bangunan yang memisahkan daratan dan

perairan pantai, yang terutama berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan

limpasan gelombang ( overtopping ) ke darat. Daerah yang dilindungi adalah daratan

tepat dibelakang bangunan. Dinding pantai biasanya berbentuk dinding vertikal,

Page 20: 1715 Chapter II

27

sedang revetment mempunyai sisi miring. Bangunan ini ditempatkan sejajar dengan

garis pantai, dan bisa terbuat dari pasangan batu, beton tumpukan pipa beton, turap,

kayu atau tumpukan batu. (Triatmodjo, hal: 205, 1999)

Dalam perencanaan dinding pantai dan revetment perlu ditinjau fungsi dan

bentuk bangunan, lokasi, panjang, tinggi stabilitas bangunan dan tanah pondasi,

elevasi muka air baik di depan maupun belakang bangunan, ketersediaan bahan

bangunan dan sebagainya. (Triatmodjo, hal: 205, 1999). Gambar di bawah ini

menunjukan penempatan revetment dan tampang melintangnya.

Gambar 2.12 Revetment dan Tampang Melintang

Pada perencanaan bangunan pantai perlu diperhatikan stabilitas dinding pantai.

Dinding pantai harus dicek terhadap stabilitas guling dan geser. Bila stabilitas geser

belum memenuhi, diberikan sepatu di tengah atau di ujung tumitnya.

2.2.14.b Groin

Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus

pantai dan berfungsi untuk menahan transpor sedimen sepanjang pantai sehingga bisa

mengurangi atau menghentikan erosi yang terjadi. Groin hanya bisa mengurangi

transpor sedimen sepanjang pantai. (Triatmodjo, hal: 213, 1999)

Page 21: 1715 Chapter II

28

Gambar 2.13 Sket groin

Berikut ini adalah kriteria perencanaan groin:

a. Panjang groin

Groin dibuat sepanjang 40% sampai dengan 60% dari lebar surf

zone.(Triatmodjo, hal: 214, 1999)

b.Tinggi groin

Tinggi groin menurut Thorn dan Robert berkisar antara 50-60 cm di atas elevasi

rencana, sedangkan berdasarkan Muir Wood dan Fleming antara 0,5-1,0 m di

atas elevasi rencana.

c.Jarak groin

Jarak groin pada pantai kerikil biasanya diambil 1-3 L, sedangkan pantai pasir

diambil 2-4 L. (Triatmodjo, hal: 214, 1999)

d.Elevasi groin

Elevasi puncak groin dapat diambil di bawah HWL

2.2.14.c Pemecah Gelombang

Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi

daerah perairan dari gangguan gelombang. Pemecah gelombang dibedakan menjadi

dua macam yaitu pemecah gelombang sambung dan lepas pantai. Tipe pertama

digunakan untuk perlindungan perairan pelabuhan sedangkan tipe kedua digunakan

untuk perlindungan pantai terhadap erosi. (Triatmodjo, hal: 224, 1999)

Pemecah gelombang lepas pantai bisa dibuat dari satu pemecah gelombang

atau suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa ruas pemecah gelombang yang

Page 22: 1715 Chapter II

29

dipisahkan oleh celah. Di Indonesia penggunaan pemecah gelombang sisi miring

dapat dihitung dengan menggunakan rumus Hudson:

W = θ

γcot)1(

3

−rD

r

sKH

Sr = a

r

γγ (Triatmodjo, hal: 259, 1999)

Dengan:

W = Berat butir batu pelindung

γr = Berat jenis batu

γa = Berat jenis laut

H = Tinggi gelombang rencana

υ = Sudut kemiringan sisi pecah gelombang

KD = Koefisien stabilitas yang tegantung pada bentuk batu pelindung,

kekasaran permukaan batu, ketajaman sisinya, ikatan antar butir, dan

keadaan pecahnyan gelombang.

Lebar puncak pemecah gelombang dapat dihitung dengan rumus:

B = n k ∆ 31

⎥⎦

⎤⎢⎣

r

(Triatmodjo, hal: 264, 1999)

Dengan:

B = Lebar puncak

n = Jumlah butir batu (nminimum)

k∆ = Koefisien lapis

W = Berat butir batu pelindung

γr = berat jenis batu pelindung

Sedangkan tebal lapis pelindung dan jumlah butir tiap satu luasan diberikan oleh

rumus berikut ini:

t = n k ∆ 31

⎥⎦

⎤⎢⎣

r

N = A n k ∆ 32

1001 ⎥⎦

⎤⎢⎣⎡⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ −

WP rγ (Triatmodjo, hal: 265, 1999)

Dengan:

t = Tebal lapisan pelindung

Page 23: 1715 Chapter II

30

n = Jumlah lapisan batu dalam lapisan pelindung

k∆ = Koefisien lapisan

A = Luas permukaan

P = Porositas rerata dari lapis pelindung

N = Jumlah butir batu untuk satu satuan luas

γr = Berat jenis batu pelindung

2.2.14.d Tembok Laut ( Sea Wall )

Tembok laut biasanya dipergunakan untuk melindungi pantai atau tebing dari

gempuran gelombang laut sehingga tidak terjadi erosi atau abrasi. Agar fasilitas yang

ada dibalik tembok dapat aman biasanya tembok laut direncanakan tidak boleh

overtopping. Tembok laut ada dua macam yaitu tembok laut masif dan tidak masif.

Tembok laut masif biasanya dibuat dari konstruksi beton atau pasangan batu

sedangkan tembok laut tidak masif berupa tumpukan batu ( rubble mound ).

Konstruksi tembok laut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.14 Sket Tembok Laut

Kriteria perencanaan tembok laut:

1.Elevasi mercu

ELmercu = DWL + Fb + Ru (Triatmodjo, hal: 349, 1999)

Dimana :

Page 24: 1715 Chapter II

31

ELmercu = elevasi mercu bangunan pantai (m)

Ru = Run-up gelombang (m)

Fb = tinggi jagaan ( 1,0 – 1,5 m )

DWL = design water level

2.Lebar mercu

Lebar mercu tembok laut paling tidak tiga kali diameter equivalen batu lapis

lindung. Bila mercu dipergunakan untuk jalan maka lebar mercu dapat diambil

antara 3,0 s/d 6,0 m.

3.Berat lapis lindung

W = )(3

3

θγ

CotKH

D

b

∆ (Triatmodjo, hal: 259, 1999)

∆ = ( γb - γa ) / γa

Dimana:

W = Berat minimum batu (tf)

γb = Berat jenis batu (tf/m3)

γa = Berat jenis laut (tf/m3)

H = Tinggi gelombang rencana (m)

υ = Sudut kemiringan tembok laut

KD = Koefisien stabilitas batu lindung

4. Tebal lapis lindung

t = 2de = 231

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

b

Dimana: t = Tebal lapisan lindung (m)

de = Diameter equivalen (m)

W = Berat lapis lindung (m)

γb = Berat jenis batu (tf/m3)

5.Toe protection

Tebal toe protektion = 1t – 2t, sedangkan berat batu lapis lindung

dipergunakan kira-kira 1/2 dari yang dipergunakan dinding tembok laut. Menurut

Page 25: 1715 Chapter II

32

Triatmodjo, berat butir batu untuk pondasi da pelindung kaki bangunan diberikan oleh

persamaan berikut:

W = )1(3

3

−rs

r

sNHγ (Triatmodjo, hal: 268, 1999)

Dimana:

W = Berat rerata butir batu (ton)

γr = Berat jenis batu (ton/m3)

Sr = Perbandingan antara berat jenis batu dan berat jenis air laut (γr/γa)

γa = Berat jenis air laut (1,025 – 1,03 ton/m3)

Ns = Angka stabilitas rencana untuk fondasi dan pelindung kaki bangunan

seperti diberikan dalam gambar 2.6

Gambar 2.15 Angka Stabilitas Ns Untuk Pondasi Dan Pelindung Kaki

Page 26: 1715 Chapter II

33

2.2.14.e Training Jetty

Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi muara

sungai yang berfungsi untuk mengurangai pendangkalan alur oleh sedimen pantai.

Mengingat fungsinya, jetty dapat dibagi menjadi tiga jenis:

Jetty panjang

Jetty ini ujungnya berada di luar gelombang pecah. Tipe ini efektif

untuk menghalangi masuknya sedimen ke arah muara tetapi biaya

konstruksinya sangat mahal. Jetty ini dibangun apabila daerah yang

dilindungi sangat penting.

Jetty sedang

Jetty sedang ujungnya berada di antara muka air surut dan lokasi

gelombang pecah dan dapat menahan transpor sedimen sepanjang pantai.

Jetty pendek

Jetty pendek ujungnya berada pada muka air surut. Fungsinya untuk

menahan berbeloknya muara sungai dan mengkonsentrasikan aliran pada

alur yang telah ditetapkan untuk mengerosi endapan.

2.2.15 Teori Konsolidasi

Penurunan total adalah jumlah dari penurunan segera dan penurunan

konsolidasi. Bila dinyatakan dalam bentuk persamaan besarnya penurunan total

adalah :

St = Si + Scp + Scs

Keterangan :

St = penurunan total

Si = penurunan segera

Scp = penurunan konsolidasi primer

Scs = penurunan konsolidasi sekunder

Penurunan yang diakibatkan oleh konsolidasi sekunder adalah sangat penting

untuk semua jenis tanah organik dan tanah anorganik yang sangat mampu mampat

( Compressible ). Untuk lempung anorganik yang terlalu terkonsolidasi, indeks

pemampatan sekunder adalah sangat kecil sehingga diabaikan.

Page 27: 1715 Chapter II

34

Penurunan segera ( Immediate Settlement )

Penurunan segera atau penurunan elastis terjasi segera setelah pemberian

beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan kadar air. Perhitungnan

penurunan segera umumnya didasarkan pada penurunan yang diturunkan dari

teori elastisitas. Untuk perhitungan penurunan tanah segera disini kami

mengasumsikan beban timbunan sebagai sebuah pondasi kaku diatas material

yang elastis. Penurunan ini dapat dihitung dari persamaan – persamaan yang

diturunkan dengan menggunakan prinsip dasar teori elastis. Bentuk persamaan

tersebut adalah sebagai berikut :

IpEVBqSi .1..

2

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ −=

Keterangan :

Si = Penurunan elastis

q = Tekanan bersih yang dibebankan

B = Lebar urugan

v = Angka poisson

E = Modulus elastisitas tanah ( Modulus Young )

Ip = Faktor pengaruh yang tidak mempunyai dimensi.

Tabel 2.6 Harga – Harga Angka Poisson

Jenis Tanah Angka Poisson

Pasir lepas

Pasir agak padat

Pasir padat

Pasir berlanau

Lempung lembek

Lempung agak kaku

0,2 – 0,4

0,25 – 0,4

0,3 – 0,45

0,2 – 0,4

0,15 – 0,25

0,2 – 0,5

Page 28: 1715 Chapter II

35

Tabel 2.7 Harga Modulus Young

Jenis Tanah Modulus Young

( KN/m2 )

Lempung lembek

Lempung keras

Pasir lepas

Pasir padat

1 380 – 13 450

5 865 – 13 800

10 350 – 27 600

34 500 – 69 000

Tabel 2.8 Faktor Pengaru Ip

Bentuk M Ip

Bundar

Peregi

-

1,0

1,50

2,0

3,0

5,0

10

20

50

100

0,79

0,88

1,07

1,21

1,42

1,70

2,10

2,46

3,0

3,43

Penurunan konsolidasi primer

Bila suatu lapisan tanah jenuh yang berpermeabilitas rendah dibebani,

maka tekanan air pori dalam tanah tersebut akan segera bertambah. Akibatnya

air mengalir ke lapisan tanah dengan tekanan air yang lebih rendah, yang

diikuti dengan penurunan tanahnya. Karena permeabilitas tanah yang rendah,

proses ini membutuhkan waktu. Konsolidasi adalah proses berkurangnya

rongga pori dari tanah jenuh yang berpermeabilitas rendah akibat pembebana,

dimana prosesnya dipengaruhi oleh kecepatan air pori yang keluar rongga

tanah.

Penambahan beban diatas permukaan tanah dapat mengakibatkan

lapisan tanah dibawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut

Page 29: 1715 Chapter II

36

disebabkan adanya deformasi partikel tanah, dan keluarnya air dan udara dari

dalam pori. Faktor – faktor tersebut mempunyai hubungan dengan keadaan

tanah yang bersangkutan.

Proses keluarnya air dari dalam pori – pori tanah, sebagai aibat dari

penambahan beban, yang disertai dengan pemindahan kelebihan tekanan air

pori ke tegangan efektif akan menyebakan terjadinyan penurunan tanah.

Besarnya amplitudo penurunan tanah akibat konsolidasi primer ( Scp )

dari tanah lempung ini, tergantung dari sejarah tanahnya, yaitu Normally

Consolidated ( NC ) atau Over Consolidated ( OC ).

Kondisi terkonsolidasi secara normal ( Normally Consolidated ),

dimana tekanan efektif overburden pada saat ini adalah merupakan

tekan maksimal yang pernah dialami oleh tanah ini.

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ ∆+

+=

00 '1log

1.

σσ

eHCcScp

Kondisi terlalu terkonsolidasi ( Over Consolidated ), dimana tekanan

efektif overburden pada saat ini adalah sangat kecil dari tekanan yang

pernah diterima oleh tanah itu sebelumnya. Tekanan efektif

overburden maksimal yang pernah dialami sebelum dinamakan

tekanan prakonsolidasi ( Preconsolidation Pressure ).

Bila σ’o + ∆P ≤ σ’e, maka :

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ ∆+

+=

00 '1log

1.

σσ

eHCsScp

Bila σ’o + ∆P > σ’e, maka :

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ ∆++

++

=ee

HCceeHCsScp

''

log1

.''log

1. 0

000 σσσ

σσ

Keterangan :

H = Tebal lapisan lempung ( Compressible Soil )

eo = Angka pori awal ( initial Void Ratio )

Cc = Compression index

Cs = Swelling index

∆σ = Surcharge ( Besarnya tergangan dimuka tanah )

σ’o = Overburden pressure effective

σ’e = Tegangan prakonsolidasi effective

Page 30: 1715 Chapter II

37

Surcharge yang dimaksud adalah besarnya beban yang bekerja

diatas permukaan tanah asli dalam satuan tegangan.

∆σ = γtimbunan * h timbunan

Bila timbunannya terendam air, maka dipakai harga γ’.

Gambar 2.16 Grafik Osterberg

Page 31: 1715 Chapter II

38

OSTERBERG ( Gambar 2.16 ) menyajikan suatu grafik dari koefisien

pengaruh I untuk perhitungan besarnya tegangan vertikal ( ∆σ ) yang

diterima oleh suatu titik tinjau tertentu didalam lapisan tanah. Koefisien I

tersebut dipengaruhi oleh : a, b, dan z yang merupakan karakteristik

geometrik dari bentuk timbunan reklamasi dan kedalaman titik tinjau.

Jadi : ∆σ = γ * h * 2l

Koefisien l dikalikan dua, karena disajikan oleh grafik Osterberg

tersebut adalah harga l untuk separuh dari lebar timbunan total.

Untuk lapisan tanah yang heterogen ( berlapis – lapis ), maka formula

perhitungan Scp dapat dilakukan disetiap lapisannya,sehingga penurunan

total dari seluruh lapisan tersebut adalah :

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ ∆+⎥

⎤⎢⎣

⎡+

= ∑00 '

1log1

.σσ

eHCs

Scp i

Keterangan :

Hi = Tebal sub lapisan i

σ’oi = Overburden pressure pada lapisan I

∆σi = Variasi tegangan vertikal yang diterima oleh lapisan

ke i

Penurunan konsolidasi sekunder

Pada proses prabeban sebenarnya hanya dikaitkan dengan salah satu

unsur penurunan, yakni penurunan konsolidasi. Penurunan seketiaka biasanya

tidak menjadi masalah, karena dapat diukur langsung bersamaan pada waktu

beban diberikan. Penurunan sekunder atau rangkak sering kali menjadi

kendala. Untuk tanah lempung lunak. Dimana compression index ( Cc ) dan

secondary compression index ( Cd ) bernilai tinggi, penurunan rangkak bisa

menjadi komponen yang cukup besar untuk diabaikan, bahkan dalam hal

tertentu, penurunan sekunder atau rangkak bisa menjadi komponen terbesar.

Untuk mengatasi hal ini, Terzaghi, Peck dan Mesri ( 1996 ),

mengusulkan suatu pendekatan yang menggunakan prabebean atas dasar suatu

Surcharging Time Ratio. Dalam pendekatan ini diperlukan informasi yang

teliti mengenai tegangan efektif pada saat prabeban disingkirkan. Untuk

Page 32: 1715 Chapter II

39

penurunan rangkak, Terzaghi et al (1996 ) menganjurkan penjumlahan tiga

persamaan berikut :

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

+=

pc tt

eHCaScp log

1'.

Keterangan :

Scs = Penurunan rangkak akibat prabeban

H’ = Tebal lapisan yang ditinjau pada saat akhir konsolidasi

Ca = Indeks pemampatan sekunder

tp = Waktu selesainya konsolidasi ( primer )

ec = Angka pori saat selesainya konsolidasi ( primer )

Setelah prabeban sisingkirkan, akan terjadi rebound, yang komponen

rangkaknya Scr, adalah :

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

+=

pr

l

l tt

eHCaScp log

1''.

Keterangan :

H” = Tebal lapisan saat primary rebound selesai

Cα = Mengambil nilai yang sama dengan untuk penurunan

tt = Waktu sampai akhir rebound rangkak, dihitung sejak saat

prabeban diambil

tpr = Waktu sampai akhir primary rebound, dihitung sejak saat

prabeban diambil

el = Angka pori saat akhir primary rebound

Bila waktu masih terus berlanjut, rebound akan berubah menjadi penurunan

rangkak kembali.

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

+=

tlt

eHCaScp

cr

log1

''''.'

Keterangan :

H” = Tebal lapisan saat rebound rangkak selesai

Cα” = Diambil dari data uji oedometer ( Mesri dan Feng, 1991 )

Page 33: 1715 Chapter II

40

tt = Waktu sampai akhir rebound rangkak, dihitung sejak saat

prabeban diambil

ecr = Angka pori saat akhir rebound rangkak

Karena semua besaran yang dinyatakan dalam tiga persamaan tersebut

dapat diperoleh dari uji oedometer, besarnya penurunan akibat pembebanan

pasca masa prabeban dapat diperkirakan.

Kecepatan waktu penurunan

Yang perlu diperhatikan pada saat lamanya waktu penurunan adalah

waktu yang dibutuhkan oleh tanah untuk melakukan proses penurunan segera (

Immediate Settlement ), berlangsung sesaat setelah pembebanan bekerja pada

tanah ( t = 0 ). Waktu penurunan akibat proses konsolidasi primer tergantung

pada besarnya kecepatan konsolidasi ( Cv ), panjang aliran rata – rata yang

harus ditempuh air pori selama proses consolidasi ( Hd ) serta faktor waktu (

Tv ).

Waktu atau lamanya penurunan tanah ( t ) dapat diperoleh dari

perumusan sebagai berikut :

CvHdTvt

2.=

Keterangan :

Tv = Faktor waktu, tergantung derajat konsolidasi U

Cv = Koefisien konsolidasi vertikal ( cm2/s atau m2 )

Hd = Panjang aliran air drainage di dalam tanah ( m )

Faktor waktu

Faktor waktu Tv adalah merupakan fungsi langsung dari derajat

konsolidasi ( U % ) danbentuk dari distribusi tegangan pori ( u ) di dalam

tanah ( aliran satu arah atau dua arah ). Harga faktor waktu dan derajat

konsolidasi dapat dinyatakan dengan satu hubungan yang sederhana :

Untuk U = 0 sampai dengan 60 %,2

100%.

4⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=UTv π

Untuk U = 60 %, Tv = 1,781 – 0,933log ( 100 – U % )

Panjang Aliran Drainage

Page 34: 1715 Chapter II

41

Apabila tebal lapisan lempung ( Compressible Soil ) kita sebut H,

maka panjang aliran drainage Hd adalah :

Hd = ½ * H

Bila aliran air selama proses konsolidasi adalah dua arah ( ke atas dan

ke bawah )

Hd = H

Bila aliran drainasenya satu arah ( ke atas atau ke bawah ) hal ini

biasanya terjadi apabila salah satu lapisan merupakan lapisan kedap air.

Koefisien Konsolidasi Vertikal

Koefisien konsolidasi vertical Cv, diperoleh dari grafik korelasi antara

besarnya penurunan tanah dengan waktu ( t ), berdasarkan hasil konsolidasi

Oedometric test.

50

2)2/.(197,0t

HCv =

Apabila lapisan tanahnya heterogen dan mempunyai beberapa nilai Cv,

maka Cv yang dipakai adalah nilai Cv rat-ratanya :

( )

2

2

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡=−

iCvhi

hirataCvrata

Keterangan :

hi = tebal lapisan i

Cvi = harga Cv di lapisan i

2.2.16 Perbaikan Tanah Dengan Vertical Drain

Fungsi utama digunakannya Vertical Drain dalam suatu lapisan tanah lempung

adalah untuk mempercepat proses konsolidasi primer. Konsolidasi primer menurut

definisi adalah merupakan peristiwa keluarnya air dari dalam ruang pori tanah sebagai

akibat adanya pembebanan mekanik atau lainnya, sehingga mengakibatkan suatu

settlement dari suatu lapisan tanah tersebut. Proses konsolidasi primer ini ditandai

dengan mengecilnya harga tegangan air porinya ( u ). Apabila harga u tersebut

menjadi konstan atau ∆u = 0, namun deformasi masih tetap berlangsung, maka

fenomena ini dinamakan konsolidasi sekunder.

Page 35: 1715 Chapter II

42

Metoda perbaikan tanah dengan menggunakan vertical drain ini, pada

hakekatnya adalah untuk :

• Mereduksi waktu antara dua fase pelaksanaan di saat diterapkannya

penimbunan bertahap.

• Mengurangi waktu yang diperlukan untuk memperoleh derajat konsolidasi

yang memadai.

Adakalanya penggunaan vertical drain ini dikombinasikan dengan

“surcharge”( beban lebih) sementara. Surcharge temporer ini dapat menghasilkan

dengan cepat sebagian besar dari penurunan tanah total sebelum struktur bangunan

atau timbunan permanent di atasnya berfungsi.

Jenis –jenis vertical drain :

• Vertical Sand Drain, yaitu dengan membuat lubang bor pada lapisan lempung

dan diisi dengan pasir gradasi tertentu

• Prefabricated Vertical Drain ( PVD ) yang berupa band-shaped(rectangular

cross section) yang terdiri dari Syinthetic geotextile jacket di sekeliling plastic

core. Jaket tersebut umumnya dibuat dari bahan non-woven polyester`atau

polypropelene geotextile.

2.2.16.a Prinsip Teori kerja Vertical Drain

Prinsip kerjanya adalah mempercepat aliran air. jika tanpa vertical drain, aliran

air akan bergerak kea rah vertical saja. Tetapi dengan adanya vertical drain, aliran air

selain bergerak ke arah vertical juga kea rah horizontal.

Dengan adanya vertical drain, maka konsolidasi yang akan terjadi aalah

konsilidasi tiga dimensi, yaitu arah x, y, z. Pada arah x-y atau arah mendatar,

perhitungan didasarkan pada satu pipa pasir yang berpengaruh pada satu lingkaran

tertentuyang berjari-jari R. Mengenai besarnya jari – jari tersebut tergantung pada

bentuk jaringan pipanya.

• Untuk jaingan bujur sangkar, R = 0,564.S

• Untuk jaringan segitiga sama sisi, R = 0,525.S

Page 36: 1715 Chapter II

43

R= 0,525SR= 0,564S

rw

R

s

s

rw

R

s

s

Arah Aliran

Drainase Horizontal

Drainase Vertikal

Lapisan Kedap Air

Timbunan

Gambar 2.17 Drainase Vertikal, Pola Bujur Sangkar dan Segitiga

2.2.16.b Teori Dasar Drainase Vertical

Pada pemasangan vertical drain maka pengaliran horizontal/radial yang

dominan, sedangkan data tanah yang ada biasanya hanya koefisien konsolidasi arah

vertical ( Cv). Dari hasil penelitian diketahui bahwa rasio koefisien konsolidasi arah

horizontal dengan arah vertical adalah sebagai berikut :

Ch = (1-2) Cv

Dengan semakin besarnya rasio tersebut, maka pemasangan vertical drain

akan sangat bermanfaat, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh : “Jamiolkowski

dkk. (1983)” rasio konsolidasi arah vertical dengan menggunakan konstruksi PVD

didapat :

Ch = (2-4). Cv

Dengan menggunakan pengaruh smear zone nilai Ch dapat diambil :

Ch = (1,2-3). Cv

Derajat konsolidasi tanah lempung tanpa vertical fibre drain :

Page 37: 1715 Chapter II

44

2

.Hd

CvtTv =

Uv = f (Tv)

Uv = 100.√(4Tv/Π)

Dimana :

Uv = derajat konsolidasi arah vertical

Tv = Time factor

t = waktu yang dibutuhkan untuk konsolidasi

Cv = koefisien konsolidasi arah vertical

Hd = tebal tanah lunak yang terkonsolidasi

Derajat konsolidasi tanah lempung dengan vertical fibre drain :

U = 1-(1-Uv).(1-Uh)

Uh= f(Th)

2

.D

tChTh =

2

2

2

2

413)ln(

1)(

nnn

nnnF −

−−

=

rwren =

dimana :

re = jari-jari ekivalen

rw = jari-jari sumuran drainase pasir

Uh = derajat konsolidasi rata-rata arah horizontal akibat vertical drain

Fn = faktor jarak vertical drain

dw= keliling bahan vertical drain

D = diameter ekivalen vertical drain

Diameter ekivalen ditentukan oleh formasi jarak titik vertical fibre drain,

yaitu : jaringan bujur sangkar dan jaringan segitiga.

Faktor waktu untuk aliran radial :

2

*

edtCvrTr = ( Mekanika Tanah, Ir. G. Djatmiko S, & Ir. S. J. Edy P. hal 88,

1997 )

Page 38: 1715 Chapter II

45

Perhitungan derajat konsolidasi dengan drainase vertikal dan radial. Apabila

drainase vertikal dan radial bekerja bersamaan maka derajat konsolidasi rata-rata oleh

Carrilo (1942 ) diberikan persamaan sebagai berikut :

U = 1-(1-Uv) (1-Ur)

Tabel 2.9 Harga-harga faktor waktu Truntuk bermacam-macam harga Ur.

Derajat

Faktor Waktu

Tr

Konsolidasi re/rw = 5 10 15 20 25 30 40 50 60 80 100

Ur, %

5 0,006 0,01 0,013 0,0144 0,016 0,017 0,019 0,02 0,021 0,032 0,025 10 0,012 0,021 0,026 0,03 0,032 0,035 0,039 0,042 0,044 0,048 0,051 15 0,019 0,032 0,04 0,046 0,05 0,054 0,06 0,064 0,068 0,074 0,079 20 0,026 0,044 0,055 0,063 0,069 0,074 0,082 0,088 0,092 0,101 0,107 25 0,034 0,057 0,071 0,081 0,089 0,096 0,106 0,114 0,12 0,131 0,139 30 0,042 0,07 0,088 0,101 0,11 0,118 0,131 0,141 0,149 0,162 0,172 35 0,05 0,085 0,106 0,121 0,133 0,143 0,158 0,17 0,18 0,196 0,208 40 0,06 0,101 0,125 0,144 0,158 0,17 0,188 0,202 0,214 0,232 0,246 45 0,07 0,118 0,147 0,169 0,185 0,198 0,22 0,236 0,25 0,291 0,288 50 0,081 0,137 0,17 0,195 0,214 0,23 0,255 0,274 0,29 0,315 0,334 55 0,094 0,157 0,197 0,225 0,247 0,265 0,294 0,316 0,334 0,363 0,385 60 0,107 0,18 0,226 0,258 0,283 0,304 0,337 0,362 0,383 0,4136 0,441 65 0,123 0,207 0,259 0,296 0,325 0,3487 0,386 0,415 0,439 0,477 0,506 70 0,137 0,231 0,289 0,33 0,362 0,389 0,431 0,463 0,49 0,532 0,564 75 0,162 0,273 0,342 0,391 0,429 0,46 0,51 0,548 0,579 0,629 0,668 80 0,188 0,317 0,397 0,453 0,498 0,534 0,592 0,636 0,673 0,73 0,775 85 0,222 0,373 0,467 0,534 0,587 0,629 0,697 0,75 0,793 0,861 0,914 90 0,27 0,455 0,567 0,649 0,712 0,764 0,847 0,911 0,963 1,046 1,11 95 0,351 0,59 0,738 0,844 0,926 0,994 1,102 1,185 1,253 1,36 1,444 99 0,539 0,907 1,135 1,298 1,423 1,528 1,693 1,821 1,925 2,091 2,219