titrasi redoks

21
Rimanda Prasasti Windiaresty 240210120029 V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapan dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator. Ada dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi (metode ion elektron). Titrasi redoks berbeda dengan titrasi asam basa. Bila titrasi asam basa titik akhirnya ditentukan oleh terjadinya perubahan pH, maka pada titrasi redoks ditentukan oleh terjadinya perubahan potensial reduksi- oksidasi. Potensial redoks merupakan besaran yang menyatakan kekuatan oksidasi atau reduksi yang dinyatakan dengan E. Ada beberapa jenis titrasi redoks, tetapi dalam praktikum kali ini hanya dilakukan dua jenis titrasi redoks yaitu permanganometri dan iodometri. Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO 4 ). Titrasi permanganometri digunakan untuk menetapkan kadar reduktor dalam suasana asam sulfat encer dengan menggunakan kalium permanganat sebagai titran. Oksidasi

Upload: rimanda

Post on 03-Dec-2015

65 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Kimia Analitik

TRANSCRIPT

Page 1: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan

penangkapan dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron

yang dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap

oleh oksidator. Ada dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu

metode bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi (metode ion elektron).

Titrasi redoks berbeda dengan titrasi asam basa. Bila titrasi asam basa titik

akhirnya ditentukan oleh terjadinya perubahan pH, maka pada titrasi redoks

ditentukan oleh terjadinya perubahan potensial reduksi-oksidasi. Potensial redoks

merupakan besaran yang menyatakan kekuatan oksidasi atau reduksi yang dinyatakan

dengan E.

Ada beberapa jenis titrasi redoks, tetapi dalam praktikum kali ini hanya

dilakukan dua jenis titrasi redoks yaitu permanganometri dan iodometri.

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium

permanganat (KMnO4). Titrasi permanganometri digunakan untuk menetapkan kadar

reduktor dalam suasana asam sulfat encer dengan menggunakan kalium permanganat

sebagai titran. Oksidasi ini dapat berlangsung dalam suasana asam, netral dan alkalis

(Svehla, 1995).

5.1 Permanganometri

Mn adalah unsur transisi dengan bilangan oksidasi +2, +3, +4, +6, +7. Dalam

suasana asam atau [H+] ≥ 0,1 N, ion permanganat mengalami reduksi menjadi ion

mangan (II) sesuai reaksi:

MnO4- + 8H+ + 5e- → Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 Volt

Dalam suasana netral, ion permanganat mengalami reduksi menjadi mangan

dioksida seperti reaksi berikut:

Page 2: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

MnO4- + 4H+ + 3e- → MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 Volt

Dan dalam suasana basa atau [OH-] ≥ 0,1 N, ion permanganat akan mengalami

reduksi sebagai berikut:

MnO4- + e- MnO4

2- Eo = 0,56 Volt.

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh

kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan

reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Oksidasi berlangsung

pada suasana asam, basa, atau netral. Namun, dalam praktikum titrasi harus selalu

dilakukan dalam lingkungan asam. Hal tersebut disebabkan oleh daya oksidasi

KMnO4 dalam suasana asam lebih besar sehingga didalam suasana asam atau netral

akan terbentuk endapan KMnO4 yang berwarna coklat, endapan inilah yang

mengganggu titrasi karena pada titrasi ini tidak digunakan suatu indikator.

Sebelum dititrasi dengan permanganat, setiap besi (III) harus di reduksi

menjadi besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor jones atau dengan

H2SO4. KMnO4 berlaku sebagai autoindikator, sehingga tanpa indikator dengan

KMnO4 sudah bisa dilakukan titrasi.

5.1.1 Standarisasi KMnO4 Terhadap Na2C2O4

Pada metode permanganometri, yang pertama dilakukan adalah standarisasi

KMnO4 terhadap Na2C2O4 0,1 N. 10 ml H2C2O4 0,1 N dimasukkan ke dalam labu

erlenmeyer dengan ditambahkan 10 ml H2SO4 6N. Penambahan H2SO4 bertujuan

untuk menciptakan suasana asam pada lingkungan titrasi sehingga daya oksidasi

KMnO4 lebih besar dan tidak terbentuk endapan pada reaksi. Titrasi ini lebih baik

dilakukan pada suasana asam, karena :

1. Daya oksidasi KMnO4 dalam suasana asam lebih besar

Page 3: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

2. Dalam suasana basa atau netral akan terbentuk endapan MnO2 yang berwarna

coklat, endapan ini akan mengganggu titrasi karena pada titrasi ini tidak

digunakan suatu indikator.

Untuk pengasaman sebaiknya dipakai asam sulfat, karena asam ini tidak

menghasilkan reaksi samping. Sebaliknya jika dipakai asam klorida dapat terjadi

kemungkinan teroksidasinya ion klorida menjadi gas klor dan reaksi ini

mengakibatkan dipakainya larutan permanganat dalam jumlah berlebih.

Setelah itu, larutan tersebut dipanaskan hingga mendidih dengan

menggunakan hotplate di ruang asam. Pemanasan tersebut bertujuan untuk dapat

mempercepat reaksi. Kemudian, pada larutan tersebut dilakukan titrasi dengan

KMnO4 hingga berubah warna menjadi merah jambu. Hasil yang diperoleh setiap

kelompoknya yaitu:

Kelompok V KmnO4 N KmnO4

1 2 ml 0,5 N

2 2,1 ml 0,48 N

3 2,1 ml 0,48 N

4 2,1 ml 0,476 N

5 3,7 ml 0,27 N

6 2 ml 0,5 N

7 1,9 ml 0,52 N

8 2,8 ml 0,357 N

9 2 ml 0,5 N

10 2,3 ml 0,4348 N

Tabel 1. Hasil Pengamatan Permanganometri.

Sumber: Dokumen Pribadi (2013)

Normalitas yang diinginkan adalah tepat 0,5 N. Penyimpangan perhitungan

normalitas pada titrasi ini dapat disebabkan karena beberapa hal, yaitu kurang

tepatnya pengukuran zat-zat yang akan digunakan dan kurang bersihnya alat-alat

Page 4: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

yang digunakan dalam praktikum untuk percobaan. Perbedaan data yang didapat

dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu larutan KMnO4 akan terurai menjadi MnO2

dan akan dipengaruhi oleh sinar, sehingga terbentuk endapan berwarna cokelat bukan

berwarna merah jambu. Penambahan KMnO4 secara cepat ataupun lambat akan

mempengaruhi reaksi yang sedang berlangsung. Konsentrasi KMnO4 dihitung dengan

tujuan untuk digunakan dalam perhitungan penentuan kadar Fe dalam FeSO4.

Gambar 1. Hasil Standarisasi KMnO4 terhadap Na2C2O4

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2013)

Warna merah muda yang timbul harus dipertahankan sampai tidak berubah

bening kembali. Titrasi yang tepat ditunjukkan dengan warna merah muda yang tidak

hilang selama 1 menit. Apabila warna merah muda hilang setelah titrasi artinya titrasi

tersebut belum selesai.

5.1.2 Penentuan Kadar Fe dalam FeSO4.

Salah satu penggunaan dari titrasi permanganometri ini adalah untuk

mengetahui kadar besi (Fe). Dalam praktikum ini, larutan yang diuji adalah Fe2SO4.

Ketika titrasi mencapai titik akhir maka berarti bahwa besi tersebut tepat habis

bereaksi dengan permanganat. Besi (II) akan dioksidasi oleh permanganat menjadi

besi (III), yang menandakan adanya kenaikan biloks. Pada titik akhir titrasi itulah

Page 5: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

maka kadar dari besi dalam larutan Fe2SO4 dapat dihitung. Reaksi redoks yang terjadi

adalah sebagai berikut (dalam kondisi asam).

MnO4- + 5Fe2+ + 8 H+ → Mn2+ + 5Fe3+ + 4H2O

Sama seperti pada titrasi sebelumnya, titrasi ini juga diawali dengan

memasukkan 10 ml FeSO4 ke dalam labu erlenmeyer dengan ditambahkan 10 ml

H2SO4 6N. Penambahan H2SO4 bertujuan untuk menciptakan suasana asam dalam

titrasi. Kemudian dilakukan pemanasan yang berfungsi untuk mempercepat reaksi.

Setelah itu, dititrasi oleh larutan KMnO4. Larutan dititrasi sampai terbentuk warna

merah jambu yang tidak hilang.

Penentuan kadar suatu zat didalam suatu campuran juga dapat ditentukan

melalui permanganometri, Fe akan mengalami oksidasi melalui pereduksian

(reduktor) Permanganat. Berikut adalah reaksi yang terjadi.

KMnO4 + 5 e- → Mn2+ + 4 H2O (x1)

Fe2+ → Fe3+ + e- (x5)

KMnO4 + 5 Fe3+ → Mn2+ + 4 H2O + 5 Fe3+

Menurut data hasil pengamatan, kita dapat mengetahui kadar Fe 2+ dalam

larutan FeSO4 dengan perhitungan seperti di bawah ini:

WFe2+ = V . NKMnO 4VFeSO 4

x BE Fe ……………… (1)

%Fe2+ = WFe x 100% ……………….. (2)

Kemudian didapatkan hasil seperti berikut:

KelVKMnO

4WFe2

+ %Fe PPm1 0.1 ml 0.14 14% 14002 0.1 ml 0.27 27% 2700

Page 6: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

3 0.1 ml 0.27 27% 27004 0.1 ml 0.266 27% 26605 0.4 ml 0.6048 60% 60486 0.1 ml 0.28 28% 28007 0.05 ml 0.14 14% 1400

8 0.05 ml0.0999

6 10% 999.69 0.05 ml 0.14 14% 140010 0.05 ml 0.1215 12% 1215

Tabel 2. Hasil pengamatan kadar Fe dalam FeSO4

Sumber: Dokumen Pribadi (2013)

Gambar 2. Hasil Titrasi Penentuan Kadar Fe dalam FeSO4

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2013)

Secara keseluruhan, sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri,

yaitu:

1. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian

KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4

dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+

( MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+).

2. Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian

KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4

dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena

Page 7: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air. H2C2O4 + O2 ↔ H2O2

+ 2CO2↑

3. Larutan pentiter KMnO4 pada buret sudah terurai menjadi MnO2 sehingga pada

titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya

adalah larutan berwarna merah muda.

5.2 Iodometri

Iodometri merupakan salah satu jenis titrasi dengan prinsip reduksi oksidasi

(redoks). Dasar dari titrasi ini adalah reaksi reversible (bolak balik) dari iodium dan

iodida.

I2 + 2 e → 2 I-

Jenis titrasi ini terbagi menjadi dua, yaitu iodometri dan iodimetri. Dalam

proses analitik, iodimetri menggunakan iodium sebagai pereaksi oksidasi dan,

sedangkan iodometri menggunakan ion iodida sebagai pereaksi reduksi. Iodometri

disebut sebagai metode langsung, sedangkan iodimetri sering disebut dengan metode

tak langsung.

1. Iodimetri (Cara Langsung)

Iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat

reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan

penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali dengan

larutan tiosulfat.

Reduktor + I2 → 2I-

Na2S2O3 + I2 → NaI +Na2S4O6

2. Iodometri (Cara tak Langsung)

Iodometri adalah analisa titrimetrik secara tidak langsung untuk zat yang bersifat

oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan mengoksidasi iodida

Page 8: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukan

dengan menggunakan larutan baku tiosulfat.

Oksidator + KI → I2 + 2e

I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6

Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik

adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat

Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara

langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Hal yang dilakukan

adalah standardisasi Na2S2O3 terhadap K2Cr2O7 0,1 N dan penentuan kadar Cu dalam

terusi. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Kestabilan

larutan mudah dipengaruhi oleh pH rendah (< 5), sinar matahari dan bakteri. Bakteri

menyebabkan terbentuknya endapan S berupa koloidal (keruh). Pertanda larutan

harus diganti. Larutan ini paling stabil pada pH 9 – 10.

Pada iodometri (cara tidak langsung), iodida bertindak sebagai pereduksi

diubah menjadi iodium dan iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan standar

Na2S2O3. Jadi, cara iodometri dipakai untuk menentukan zat-zat pengoksidasi. Titik

titrasi ditandai dengan hilangnya warna biru pada larutan dengan indicator larutan

amilum. Iodometri bertujuan untuk menjaga pH agar tetap tinggi. Dasar dari titrasi ini

adalah reaksi reversible dari iodium dan iodide :

I2 + 2 e- → 2 I-

5.2.1 Standardisasi Na2S2O3 Terhadap K2Cr2O7 0,1 N

Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dilakukan dengan menggunakan

kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan ion sebagai larutan standar primer, atau

dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar

sekundernya.  Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan dalam proses

pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodida standar. Natrium tiosulfat dapat

Page 9: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, namun selalu ada

saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau

melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya.  Karena itu, zat ini

tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer dan harus

di standarisasi terlebih dahulu.

Pada percobaan standardisasi Na2S2O3 terhadap K2Cr2O7 0,1 N, dilakukan

penambahan 8 mL KI 20% dan 10 mL H2SO4. Warna larutan tersebut menjadi kuning

pekat. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah

memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan kalium

iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah, selain itu

penambahan H2SO4 dan KI berfungsi untuk mereduksi larutan sampel sehingga dapat

terjadi pembentukan iodium. Kemudian dilakukan titrasi dengan larutan Na2S2O3

sampai berubah warna menjadi kuning kehijauan. Apabila telah berubah menjadi

warna kuning kehijauan, hal tersebut menandakan bahwa pada hasil titrasi terdapat I2.

Setelah warna terbentuk, kemudian ditambahkan 0,5 ml amilum 1%. Amilum berlaku

sebagai indikator yang berfungsi untuk membantu mempermudah penentuan titik

akhir dari titrasi. Amilum ditambahkan setelah titrasi untuk mencegah perbedaan

hasil titik akhir titrasi, karena amilum dapat mengikat molekul titrat sehingga titrasi

bisa berbeda hasilnya. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir

titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan

amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus

dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menguap. Pada

titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna

biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Sensitivitas warnanya

tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki

kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir

titrasi. Setelah itu, titrasi diteruskan sampai warna larutan berubah menjadi hijau

muda .Warna hijau muda pada hasil titrasi kedua menandakan Cr2+ sudah benar-benar

terbentuk. Reaksi yang terjadi yaitu:

Page 10: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

Cr2O72+ + 14 H+ + 6e- → 2 Cr3+ + 7 H2O (x1)

2 I- → I2 + 2e- (x3)

Cr2O72+ + 14 H+ + 6 I- → 2 Cr3+ + 7 H2O + 3I2

Kelompok V Na2S2O3 N Na2S2O3

1 10,5 ml 0,095 N

2 10 ml 0,1 N

3 10 ml 0,1 N

4 10,2 ml 0,098 N

5 10,2 ml 0,098 N

6 10,7 ml 0,09 N

7 9,9 ml 0,101 N

8 10,1 ml 0,099 N

9 10,5 ml 0,095 N

10 10 ml 0,1 N

Tabel 3. Hasil pengamatan Iodometri

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2013)

Gambar 3. Titik Akhir Standardisasi Na2S2O3 Terhadap K2Cr2O7 0,1 N

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2013)

Dalam titrasi ini seringkali dijumpai berbagai kesalahan, antara lain

disebabkan karena hal-hal sebagai berikut:

1. Ion iodida yang sudah teroksidasi menjadi I2 oleh oksigen. Reaksi dikatalisis oleh

cahaya dan panas. Cara menghindarinya dapat dilakukan dengan cara mentitrasi

Page 11: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

larutan segera setelah penambahan KI dan menambahkan NaHCO3 pada kondisi

asam untuk meningkatkan pH serta adanya CO2 pada larutan NaHCO3 yang dapat

mengusir O2.

2. Pemberian amilum terlalu awal

3. pH terlalu tinggi. I2 yang terbentuk bereaksi dengan air (hidrolisis) yang

menyebabkan penggunaan Na2S2O3 lebih rendah dari yang seharusnya.

5.2.2 Penentuan Kadar Cu dalam CuSO4 (Terusi)

Penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na2S2O3 merupakan salah satu

aplikasi atau penggunaan dari titrasi iodometri ini. Pada penentuan kadar Cu dengan

larutan baku Na2S2O3 akan terjadi beberapa perubahan warna larutan sebelum titik

akhir titrasi.  Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium

thiosulfat dan direkomendasikan jika thiosulfat harus digunakan untuk menetapkan

tembaga.  Potensial standar pasangan Cu(II) – Cu(I) adalah +0,15 V dan karena itu

iod merupakan pengoksidasi yang lebih baik dari pada ion Cu(II). Karena harga E°

iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium dapat digunakan untuk

oksidator maupun reduktor. I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif

merupakan reduktor lemah. Tetapi bila ion iodida ditambahkan ke dalam larutan

Cu(II) akan terbentuk endapan Cu(I).

Tujuan dari percobaaan ini adalah untuk mengetahui kadar Cu dalam larutan

terusi (CuSO4). Sama seperti pada titrasi standardisasi, pertama-tama ditambahkan

larutan terusi sebanyak 10 ml, kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4 lalu dimasukan

ke dalam labu erlenmeyer untuk menciptakan suasana asam. Setelah itu baru

ditambahkan 8 ml KI 20% kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga berubah

warna menjadi kuning jerami. Apabila telah berubah warna, kemudian ditambahkan

amilum 1% dimaksudkan agar memperjelas perubahan warna yang terjadi pada

larutan tersebut. Kemudian larutan tersebut dititrasi kembali dengan larutan natrium

tiosulfat. Bertemunya I2 dengan amilum ini akan menyebabakan larutan berwarna

Page 12: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

biru kehitaman.  Kemudian titrasi dilanjutkan hingga larutan berubah warna menjadi

putih susu. Reaksi yang terjadi yaitu :

Cu2+ + e- → Cu+ (x2)

2 I- → I2 + 2 e- (x1)

2 Cu2+ + 2 I- → 2 Cu+ + I2

Setelah titrasi selesai, didapatkan kadar Cu dalam terusi dengan menggunakan rumus:

WCu = V Na2S 2O 3 x N Na2S 2O 3 x ArCu x BE …………… (3)

%Cu = W cuV terusi

x 100 %................... (4)

Kemudian didapatkan hasil sebagai berikut:

Kel VNa2S2O3 Wcu %Cu PPm1 10 ml 0.060325 0.60% 602 10.2 ml 0.06477 0.65% 653 10.2 ml 0.06477 0.65% 654 10 ml 0.06223 0.62% 625 10 ml 0.06223 0.62% 62.236 10 ml 0.05715 0.57% 577 10.1 ml 0.06478 0.65% 658 10.2 ml 0.06412 0.64% 649 10 ml 0.05712 0.57% 5710 10.2 ml 0.06212 0.64% 64

Tabel 4. Hasil Pengamatan kadar Cu dalam Terusi

Sumber: Dokumen Pribadi (2013)

Page 13: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

Gambar 4. Titik Akhir pada Titrasi Penentuan Kadar Cu dalam CuSO4 (Terusi)

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2013)

VI. KESIMPULAN

1. Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh

kalium permanganat (KMnO4).

2. Iodometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium

Iodia (KI).

3. KMnO4 berlaku sebagai autoindikator, sehingga tanpa indikator dengan

KMnO4 sudah bisa dilakukan titrasi

4. Pemanasan sebelum standarisasi KMnO4 terhadap Na2C2O4 adalah untuk

mempercepat reaksi karena reaksi permanganat dengan asam oksalat berjalan

agak lambat pada suhu kamar.

5. Indikator yang dipakai untuk praktikum iodometri adalah amilum karena

amilum sangat peka terhadap iodium dan  terbentuk kompleks amilum

berwarna biru cerah, saat ekivalen amilum terlepas kembali.

6. Indikator amilum ditambahkan di tengah titrasi karena:

a. Kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya banyak I2 yang

akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi.

Page 14: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029

b. Biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan

menghindari terjadinya hidrolisis amilum. Titrasi harus dilakukan secepat

mungkin karena iodia bersifat reaktif dengan udara.

7. Penambahan amilum dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum

tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi

untuk kembali ke senyawa semula.

8. Perbedaan perhitungan kadar Cu dalam terusi bisa terjadi karena pada saat

melakukan titrasi iodometri dan menetukan kadar Cu, titrasi dilakukan tidak

cepat sehingga I2 menguap.

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2009. Titrasi-redoks. Available at: http://annisanfushie.wordpress.com (diakses pada tanggal 24 September 2013)

______b. 2012. Permanganometri. Available at: http://id.wikipedia.org (diakses pada tanggal 24 September 2013)

______d. 2012. Titrasi Redoks. Available at: http://kimiaanalitik.blogspot.com (diakses pada tanggal 24 September 2013)

Ellya. 2011. Analisa Kualitatif. Available at: http://ellya08.student.fkip.uns.ac.id. (diakses pada tanggal 24 September 2013)

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Sukarti, T. 2008. Kimia Analitik. Penerbit Widya Padjadjaran, Bandung.

Zultiniar. 2012. Iodometri dan Iodimetri. Available at: http://chemtutorial.blogspot.com (diakses pada tanggal 24 September 2013)

Page 15: Titrasi Redoks

Rimanda Prasasti Windiaresty240210120029