syok interna rst

39
BAB II SYOK HIPOVOLEMIK Syok hipovolemik dapat terjadi akibat : (1) perdarahan, di mana terjadi kehilangan komponen darah pada intravaskular , dan (2) kehilangan volume plasma, di mana terjadi sekuestrasi cairan ekstravaskular atau kehilangan cairan melalui traktus gastrointestinal, urinarius, atau insensible loss 6 . Syok hipovolemik mulai terjadi bila tubuh kehilangan lebih dari 15% volume intravaskular. Frekuensi denyut jantung dan SVR meningkat sebagai akibat pelepasan katekolamin. Kompensasi ini akan meningkatkan curah jantung dan tekanan perfusi jaringan 3 . Mekanisme kompensasi lain yang terjadi adalah masuknya cairan interstisial ke intravaskular akibat berkurangnya tekanan hidrostatik kapiler. Hati dan lien juga melepaskan cadangan eritrosit. Di ginjal, terjadi aktivasi sistem RAA sehingga terjadi retensi air dan natrium yang diperkuat oleh ADH yang dilepaskan oleh hipofisis posterior. Derajat syok dinilai dari manifestasi klinis syok yang berhubungan dengan persentase kehilangan volume 6 Tabel 2. : Klasifikasi Syok Hipovolemik Parameter Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV Kehilangan volume (mL) <750 750-1500 1500-2000 >2000 Kehilangan volume(%) >15 15-30 30-40 >40 Frekuensi Nadi <100 >100 >120 > 140 Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun

Upload: mukhamad-arif-munandar

Post on 05-Aug-2015

144 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Syok Interna RST

BAB II

SYOK HIPOVOLEMIK

Syok hipovolemik dapat terjadi akibat : (1) perdarahan, di mana terjadi kehilangan

komponen darah pada intravaskular , dan (2) kehilangan volume plasma, di mana terjadi

sekuestrasi cairan ekstravaskular atau kehilangan cairan melalui traktus gastrointestinal,

urinarius, atau insensible loss6.

Syok hipovolemik mulai terjadi bila tubuh kehilangan lebih dari 15% volume

intravaskular. Frekuensi denyut jantung dan SVR meningkat sebagai akibat pelepasan

katekolamin. Kompensasi ini akan meningkatkan curah jantung dan tekanan perfusi

jaringan3.

Mekanisme kompensasi lain yang terjadi adalah masuknya cairan interstisial ke

intravaskular akibat berkurangnya tekanan hidrostatik kapiler. Hati dan lien juga melepaskan

cadangan eritrosit. Di ginjal, terjadi aktivasi sistem RAA sehingga terjadi retensi air dan

natrium yang diperkuat oleh ADH yang dilepaskan oleh hipofisis posterior.

Derajat syok dinilai dari manifestasi klinis syok yang berhubungan dengan persentase

kehilangan volume 6

Tabel 2. : Klasifikasi Syok Hipovolemik

Parameter Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV

Kehilangan volume (mL)

<750 750-1500 1500-2000 >2000

Kehilangan volume(%) >15 15-30 30-40 >40Frekuensi Nadi <100 >100 >120 >140Tekanan Darah Normal Normal Menurun MenurunTekanan Nadi (mm Hg) Normal Menurun Menurun MenurunFrekunesi Pernafasan 14-20 20-30 30-40 >35Produksi Urin (ml/jam) >30 20-30 5-15 Tidak berartiKesadaran Sedikit gelisah Lebih

gelisahGelisah,

disorientasiLetargi

⋅ Estimasi berdasarkan pasien dengan BB 70 kg⋅ Diadaptasi dari American College of Surgeons. Shock. Dalam : Advanced Trauma Life

Support Manual. Chicago: American College of Surgeons, 1997: 87 – 107

Pada umumnya, syok hipovolemik derajat I dan II masih terkompensasi dengan

respon adrenergik untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Pada derajat II, di

mana perdarahan masih terus berlangsung, MAP dapat menurun dengan cepat akibat

penurunan tonus simpatis yang berlebihan; dikenal dengan nama refleks Bezold-Jarisch atau

Page 2: Syok Interna RST

empty-ventricle effect. Refleks Bezold-Jarisch timbul ketika volume darah yang hilang

kurang lebih 20%9.

Ketidakmampuan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik di atas 90 mmHg

setelah hipovolemia akibat trauma berhubungan dengan peningkatan mortalitas di atas 50% 6.

Syok menjadi ireversibel pada fase IV9.

Penting untuk membedakan syok hipovolemik dan syok kardiogenik karena

penatalaksaan kedua jenis syok ini sangat berbeda. Adanya distensi vena jugularis, ronki, dan

gallop S3 dapat sebagai penanda syok kardiogenik. Bila diagnosis sulit ditegakkan atau secara

klinis keduanya memiliki kemungkinan terjadi bersamaan, maka pemasangan kateter arteri

pulmonalis sebagai monitor, dapat membantu penatalaksanaan selanjutnya4,6.

Gambar 3. : Patofisiologi Syok Hipovolemik

Baldwin, K. Morris, S. Shock, Multiple Organ Dysfunction Syndrome, and Burns in Adults. Dalam McCance, K. Huether, S. Pathophysiology, The Biologic Basis for Disease in Adults & Children 4th ed. Missouri, USA : Mosby. 2002. hal : 1487

Page 3: Syok Interna RST

Tujuan dari tatalaksana syok hipovolemik adalah mengembalikan volume yang hilang

dan menghentikan kehilangan volume yang masih terjadi 5,6,7. Sebagai resusitasi awal dapat

diberikan cairan kristaloid sebanyak 500-1000 mL dalam 15-20 mnt. Bila setelah pemberian

sebanyak 3L tidak dapat memperbaiki hemodinamik, harus segera diberikan produk darah1.

Jumlah cairan kristaloid yang dibutuhkan untuk menggantikan volume yang hilang

pada syok hipovolemik akibat perdarahan, minimal tiga kali volume perkiraan darah yang

hilang. Bila tekanan darah tidak mengalami perbaikan setelah pemberian 2 L kristaloid, maka

hal ini mengindikasikan jumlah darah yang hilang lebih dari 1500 mL dan perdarahan masih

berlangsung. Pada kondisi ini diberikan transfusi darah. Alternatif lain yang dapat diberikan

adalah salin hipertonik, koloid, dan produk darah6.

Salin Hipertonik

Penggunaan salin hipertonik atau salin hipertonik dengan dekstran pada awal resustasi

dapat meningkatkan MAP dan volume plasma. Dasar penggunaan cairan hipertonik sebagai

cairan resusitasi adalah bahwa cairan ini menarik cairan interstisial dan intrasel ke

intravaskular,8. Dari berbagai studi yang membandingkan efek salin hipertonik, salin

hipertonik-dekstran, dan kristaloid; ditemukan bahwa tidak ada perbedaan angka mortalitas

dan komplikasi. Pada studi multicentre lainnya, ditemukan bahwa penambahan dekstran pada

salin hipertonik tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Namun pada sebuah meta-

analisis terhadap pasien syok hipovolemik dengan trauma kepala berat, pemberian salin

hipertonik dengan dekstran dapat menaikkan angka harapan hidup sebanyak 2 kali lipat.

Sebagai simpulan, salin hipertonik memberikan sedikit keuntungan sebagai cairan resusitasi;

terutama pada keadaan di mana persediaan cairan terbatas, sedangkan dibutuhkan waktu

evakuasi yang panjang6.

Koloid

Banyak kontroversi mengenai penggunaan koloid sebagai cairan resusitasi

dibandingkan dengan kristaloid. Schierhout dan Roberts melaporkan dari pengamatan

sistematik terhadap 26 randomized controlled trials tentang perbandingan kristaloid dan

koloid; bahwa tidak ada bukti yang mendukung penggunaan koloid lebih superior daripada

kristaloid7. Pada sebuah meta analisis lain yang membandingkan efek albumin, fraksi protein

plasma, dan kristaloid terhadap lebih dari 500 pasien dalam 20 penelitian; ditemukan bahwa

tidak ada satu studi pun yang menunjukkan keunggulan signifikan antara albumin dan

kristaloid6.

Page 4: Syok Interna RST

BAB III

SYOK KARDIOGENIK

Patofisiologi

Syok kardiogenik terjadi akibat kegagalan fungsi pompa jantung untuk memompa

darah sehingga jaringan tidak dapat melakukan proses metabolisme. Berangkat dari hal

tersebut, maka klinis syok kardiogenik mencakup : curah jantung yang rendah, hipoksia

jaringan, dengan volume intravaskular yang adekuat6.

Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan disfungsi ventrikel kiri

mengakibatkan penurunan tekanan darah sistemik. Respon adrenergik akan meningkatkan

frekuensi denyut jantung, kontraktilitas miokard, dan konstriksi dari arteri dan vena.

Sedangkan sistem RAA yang diaktivasi oleh penurunan perfusi renal dan rangsangan

simpatis, mengakibatkan vasokonstriksi lebih lanjut serta retensi air dan garam6.

Bila terjadi hipotensi, sekresi ADH akan meningkat sehingga terjadi retensi air lebih

lanjut. Penurunan tekanan darah akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri

yang disebabkan oleh retensi air dan terganggunya fungsi ventrikel kiri; akan mengurangi

tekanan perfusi koroner juga oksigenasi miokard6.

Sementara itu, peningkatan frekuensi denyut jantung, SVR, dan kontraktilitas jantung

akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Ketidakseimbangan asupan dan kebutuhan

oksigen ini akan mengakibatkan kerusakan ventrikel kiri lebih lanjut dan bila tidak

ditatalaksana dengan baik akan berujung pada kegagalan sirkulasi6.

Penyakit yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi jantung dan memburuk

menjadi syok kardiogenik ialah miokard infark, miokarditis akut, aritmia, dan kardiomiopati.

Dari otopsi pasien-pasien yang meninggal karena syok kardiogenik menunjukkan kehilangan

lebih dari 40% otot miokard ventrikel kiri. Patofisiologi syok kardiogenik meliputi6 :

- Patologi miokard

Syok kardiogenik menyebabkan nekrosis miokard yang progresif, menurunnya

tekanan perfusi koroner, dan meningkatnya kebutuhan oksigen di miokardium

sehingga menyebabkan iskemia, sehingga compliance miokardium menurun, tekanan

pengisian ventrikel kiri meningkat, yang dapat mengakibatkan odem paru dan

hipoksemia.

Page 5: Syok Interna RST

- Patologi selular

Hipoperfusi jaringan mengakibatkan hipoksia selular, sehingga terjadi glikolisis

anaerob, akumulasi asam laktat, dan asidosis intraselular. Selain itu transport

membran miosit gagal memompa, sehingga terjadi pembengkakan miosit karena

akumulasi natrium dan kalsium. Bila iskemia bertambah berat dan lama, cedera

miokard selular akan mengakibatkan mionekrosis dan apoptosis terjadi di daerah

periinfark.

- Shock state

Sindrom yang ditimbulkan oleh hipoperfusi sistemik akut yang mengakibatkan

hipoksia dan disfungsi organ vital.

Klinis

Manifestasi klinis syok kardiogenik merupakan konsekuensi dari berkurangnya

perfusi perifer, respon adrenergik, dan ketidakmampuan jantung untuk mengakomodasi curah

balik vena pulmoner. Kecuali konsekuensi yang terakhir ini, tanda-tanda klinis syok

kardiogenik sama dengan pada syok hipovolemik 6,10.

Bila syok terjadi akibat gagal jantung kanan, maka tanda klinis yang dominan adalah

akibat dari akumulasi cairan di vena sistemik dan vena kapasitans. Di sisi lain, bila yang

terjadi adalah gagal jantung kiri, maka tanda klinis yang terjadi adalah akibat peningkatan

cairan ekstravaskular di paru-paru. Cairan interstisial paru-paru melebihi kapasitas limfatik

pulmoner, sehingga tejadi edema. Edema paru menunjukkan gejala klinis bila tekanan di atas

24 mmHg10.

Hemodinamik pada umumnya menunjukkan gejala hipotensi. Namun pada pasien

dengan riwayat hipertensi, tekanan sistolik dapat melebihi 90 mmHg. Parameter lain yang

lebih sensitif adalah penurunan MAP sebanyak 30 mmHg dan tekanan nadi kurang dari 20

mmHg10.

Pada auskultasi jantung kita dapat menemukan bunyi jantung S3 atau S4. Adanya

murmur dapat merupakan tanda adanya disfungsi katup atau defek septal10.

Page 6: Syok Interna RST

Gambar 4. : Patofisiologi Syok Kardiogenik

Diadaptasi dari : Nathens, AB. Maier, RV. Shock and Resuscitation. Dalam: Norton,JA et.al editor. Surgery Basic Science and Clinical Evidence. New York, USA; Springer. 2001. hal : 266

Diagnosa

Adanya riwayat penyakit jantung sebelumnya dapat membantu menegakkan diagnosa.

Sarana pemeriksaan penunjang penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa

adalah6,10 :

1. Elektrokardiogram (EKG)

Merupakan pemeriksan penunjang yang harus dilakukan pertama kali. EKG

dapat membantu mendeteksi adanya iskemi\atau infark miokard, aritmia, dan

beberapa kelainan elektrolit.

2. Rontgen toraks

Dapat memberikan informasi adanya edema paru, efusi pleura, pembesaran

jantung, dan kelainan sihouette jantung (mis: double contour pada tamponade

kardiak).

Left ventricle dysfunction

Myocardial oxygen demand Myocardial oxygen delivery Sistemic blood pressure

Coronary perfusion pressure

Perceived reduction in circulating blood volume

Sympathetic tone RAA systemADH

LVEDP

Salt and water retention

Heart rate Myocardial contractilitySVR

Page 7: Syok Interna RST

3. Enzim jantung

Merupakan penanda infark miokard. Bila memungkinkan, dilakukan

pemeriksaan B- type Natriuretic Peptide. Peptida ini berhubungan dengan EDP

ventrikel dan merupakan prediktor kuat timbulnya gagal jantung setelah infark

miokard akut (IMA).

4. Analisa gas darah

Memberikan informasi mengenai status oksigen darah.

5. Ekokardiografi transtorakal

Pemeriksaan non invasif yang baik dalam mencari diagnosa banding syok

kardiogenik atau penyebabnya.

6. Urin

Pemeriksaan kadar natrium urin dan osmolaritas urin dapat menggambarkan

fungsi ginjal dalam meretensi natrium dan urin.

Tatalaksana

Prinsip tatalaksana syok kardiogenik adalah mencegah disfungsi miokard lebih lanjut

dengan memperbaiki oksigenasi dan ventilasi, koreksi ketidakseimbangan elektrolit dan asam

basa, dan memperbaiki irama jantung menjadi sinus10.

1. Pastikan Airway-Breathing-Circulation. Pasang monitor hemodinamik, irama jantung,

dan pulse oxymetri

2. Identifikasi dan koreksi segera bila terjadi gangguan irama, hipoksemia, hipovolemia, dan

gangguan elektrolit.

3. Bila ada keluhan angina : nitrogliserin 5 - 100 μg/mnt, IV (titrasi) atau morfin sulfat 0,25

mg , IV; dapat diulang dengan memperhatikan status hemodinamik.

4. Bila terjadi hipotensi ringan sampai dengan sedang ,tanpa hipovolemi : dobutamin 2,5 –

20 μg/kg/mnt, IV. Pada hipotensi berat : dopamin 2,5 – 20 μg/kg/mnt, IV. Dosis dititrasi

sesuai efek yang diinginkan.

5. Untuk memperbaiki curah jantung melalui reduksi preload dan afterload : nitrogliserin 5

– 100 μg/mnt, IV dan sodium nitroprusside 0,5 – 10 100 μg/mnt, IV.

6. Bila hipotensi tetap tidak dapat dikoreksi : norepinefrin, dimulai dengan dosis 0,02 – 0,25

μg/kg/mnt, IV7, dititrasi sesuai efek yang diinginkan.

7. Salah satu terapi adjuvan adalah intraaortic baloon couterpulsation (IABC) 6,10.

Page 8: Syok Interna RST

Digunakan pada disfungsi jantung yang berat sebelum dilakukan intervensi lebih lanjut.

IABC ditempatkan di aota descenden torakalis melalui arteri femoralis. Pengembangan

balon saat diastol akan memperkuat tekanan diastol di pangkal aorta sehingga terjadi

perbaikan aliran darah koroner. Pengempisan balon saat sistol akan mengurangi afterload.

Kedua efek yang ditimbulkan ini akan mengubah metabolisme oksigen miokard dan

menghentikan prosuksi laktat. Terdapat beberapa bukti bahwa penggunaan IABC dapat

meningkatkan angka kesintasan.

8. Bila dibutuhkan : terapi trombolitik, angioplasti transluminal perkutaneus atau bypass

arteri koroner.

Sumber:Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi IV, 2006.

Page 9: Syok Interna RST

BAB IV

SYOK SEPTIK

Syok septik merupakan penyebab kematian tersering pada pasien ICU bedah. Sebuah

studi di rumah sakit pendidikan menyatakan bahwa 50% pasien sepsis akan mengalami syok

septik, dengan angka kematian rata-rata 45%11. Tempat infeksi yang paling sering adalah

paru-paru, abdomen, dan traktus urinarius. Bakteri adalah penyebab sepsis yang paling

sering; gram negatif sebanyak k 35-40% dan gram positif sebanyak 55-60%. Faktor risiko

untuk infeksi bakteri gram negatif adalah diabetes mellitus, sirosis, luka bakar, prosedur

invasif, dan kemoterapi. Sedangkan faktor risiko untuk infeksi gram positif adalah

penggunaan kateter vaskular, alat mekanik, dan obat intravena, serta luka bakar. Sepsis akibat

non bakteri biasanya dijumpai pada pasien dengan immunocompromised7.

Perjalanan sepsis dimulai dari respon tubuh terhadap infeksi yang dikenal dengan

nama sistemic inflammatory response syndrome (SIRS). Pada tahun 1992, Bone dan kawan-

kawan mempublikasikan konsensus kategori sepsis-related inflammatory response yang

masih dipakai hingga sekarang7:

Tabel 3. : KRITERIA EMPAT KATEGORI SIRSSIRS2 atau lebih kriteria berikut :

Temperatur inti di atas 38°C atau di bawah 36°C Frekuensi denyut jantung > 90 kali/menit Frekuensi pernafasan > 20 x/menit untuk pasien dengan pernafasan spontan

atau PaCO2 < 32 mmHg Hitung leukosit >12.000 sel/mm3 atau <4.000 sel/mm3 atau >10% sel batang di

pewarnaan darah tepi SepsisMemenuhi kriteria SIRS dengan konfirmasi fokus infeksi

Sepsis BeratSepsis yang berhubungan dengan disfungsi organ dan hipoperfusi

Indikator hipoperfusi : Tekanan sistolik <90 mmHg Penurunan tekanan sistolik >40 mmHg Asidosis laktat Oliguria Perubahan akut dari status mental

Syok SeptikKeadaan sepsis berat yang :

Tidak responsif terhadap resusitasi cairan Membutuhkan agen inotropik dan vasopresor untuk mempertahankan tekanan

sistolik

Page 10: Syok Interna RST

Diadaptasi dari Mullins, RJ. Shock, Electrolytes, and Fluid. Dalam Townsend, CM et. al ,editor.Sabiston textbook of Surgery 17th ed. Pennsylvania, USA : Lippincot Williams & Wilkins. 2004. hal : 100

Patofisiologi

Sepsis merupakan kulminasi dari interaksi antara mikroorganisme, imunitas pejamu,

dan respon inflamasi dan koagulasi. Disfungsi organ terjadi bila respon pejamu tidak adekuat

terhadap infeksi12.

Respon Inflamasi

Gambar 5. : Respon Inflamasi pada Sepsis

Russell, JA. Management of Sepsis.N Engl J Med 2006 ;355:1702

Bakteri gram negatif dan positif , virus, dan jamur memiliki molekul dinding sel yang

unik, yang disebut pathogen-associated molecular patterns yang terikat pada pattern

Page 11: Syok Interna RST

recognition receptor (toll-like receptors TLRs) di permukaan sel imun. Lipopolisakarida

dari bakteri gram negatif terikat pada protein pengikat lipopolisakarida, kompleks CD14.

Peptidoglikan pada bakteri gram positif dan lipopolisakarida pada bakteri gram negatif terikat

pada TLR-2 dan TLR-4. Kompleks ini kemudian mengaktivasi jalur transduksi sinyal

intraselular yang mengakibatkan aktivasi cytosolic nuclear factor κB (NF-κB). NF-κB yang

teraktivasi pindah dari sitoplasma menuju nukleus, terikat pada situs inisiasi transkripsi dan

kemudian meningkatkan transkripsi berbagai sitokin seperti : TNF-α, IL-1β, IL-10. TNF-α

dan IL-1β merupakan sitokin pro-inflamasi yang mengaktivasi respon adaptasi imun dan juga

menyebabkan kerusakan pejamu secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan IL-10

merupakan sitokin anti inflamasi yang meng-inaktivasi makrofag dan menimbulkan efek anti

inflamasi lainnya12.

Sepsis meningkatkan aktivitas iNOS yang merangsang sintesa NO; yang merupakan

vasodilator poten. Sitokin merangsang neutrofil, monosit, makrofag, dan trombosit terikat

pada endotel melalui reseptor adhesi yang kemudian mengakibatkan kerusakan endotel.

Endotel tersebut kemudian melepaskan mediator-mediator seperti : protease, oksidan,

prostaglandin, dan leukotrien. Mediator-mediator ini merusak endotel sehingga permeabilitas

pembuluh darah meningkat, terjadi vasodilatasi, dan gangguan keseimbangan faktor pro-

prokoagulan dan anti koagulan. Sitokin juga mengaktivasi jalur koagulasi12.

Respon Pro-Koagulasi

Sepsis meng-inisiasi koagulasi melalui aktivasi endotel yang kemudian meningkatkan

ekspresi faktor jaringan. Faktor koagulasi yang teraktivasi terutama adalah faktor Va dan

VIIIa. Pembentukan trombi dan pelepasan mediator akibat obstruksi mikrovaskular; yang

kemudian menyebabkan iskemia dan hipoksia jaringan, semakin memperburuk kerusakan

sel12.

Pada keadaan normal, antikoagulan alami (protein C dan protein S), antitrombin III,

dan tissue factor-pathway inhibitor (TFPI) akan menghambat koagulasi, meningkatkan

fibrinolisis, dan memindahkan mikrotrombi. Protein C dengan kofaktornya protein S

membentuk kompleks yang meng-inaktivasi faktor Va dan VIIIa , juga menurunkan sintesis

plasminogen-activator inhibitor 1 (PAI-1). Aktivasi protein C sendiri diperantarai oleh

trombin- α yang terikat pada trombomodulin pada endotel12.

Gambar 6. : Respon Koagulasi pada Sepsis

Page 12: Syok Interna RST

Russell, JA. Management of Sepsis.N Engl J Med 2006 ;355: 1703

Pada sepsis terjadi penurunan kadar faktor-faktor tersebut. Lipopolisakarida dan TNF-

α menurunkan sintesa trombomodulin dan endothelial protein C receptor (EPCR), yang

kemudian menurunkan aktivasi protein C. Sepsis juga menurunkan ekspresi EPCR, sehingga

jalur aktivasi protein C terganggu lebih lanjut. Selain itu, lipopolisakarida dan TNF-α

meningkatkan kadar PAI-1, sehingga fibrinolisis terhambat.

Tatalaksana11

1. Pastikan A-B-C.

2. Stabilisasi hemodinamik (resusitasi cairan)

3. Bila tidak ada respon dari resusitasi cairan, dapat diberikan dopamin 5-20 μg/kg/mnt ,

IV dengan dosis titrasi.

4. Bila tetap hipotensi, dapat diberikan norepinefrin 8-12 μg/mnt, IV sebagai loading dose

dan 2-4 μg/mnt, IV sebagai dosis rumatan untuk mempertahankan MAP minimal 60

mmHg.

5. Identifikasi sumber infeksi dan berikan antibioti empiris sesuai fokus infeksi. Bila

sumber infeksi belum diketahui, berikan antibiotik yang mencakup bakteri gram positif

dan negatif.

6. Koreksi asidosis

7. Bila terjadi DIC : FFP 15 -20 mL/kg untuk mempertahankan PT 1,5 – 2 kali nilai

normal. Trombosit dapat diberikan untuk mempertahankan konsentrasi minimal

50.000/μL

8. Monitor ketat gula darah : 80-100 mg/dL dengan terapi insulin jika dibutuhkan

Page 13: Syok Interna RST

Gambar 7. : Patofisiologi Syok Septik

Page 14: Syok Interna RST

Baldwin, K. Morris, S. Shock, Multiple Organ Dysfunction Syndrome, and Burns in Adults. Dalam McCance, K. Huether, S. Pathophysiology, The Biologic Basis for Disease in Adults & Children 4th ed. Missouri, USA : Mosby. 2002. hal : 1491

Beberapa isu dari tatalaksana syok septik adalah13 :

Activated protein C

Recombinant human activated protein C, merupakan agen anti inflamasi pertama yang

terbukti efektif dalam tatalaksana sepsis. Pemberian activated protein C dapat

mengurangi risiko relatif mortalitas sebanyak 19,4% dan risiko absolut sebanyak 6,1%.

Efek antiapoptosis protein C diduga berkontribusi terhadap efektifitas penggunaannya.

Terapi insulin intensif untuk hiperglikemia

Penelitian Van den Berghe et al menunjukkan bahwa terapi insulin intensif untuk

mempertahankan kadar gula darah pada level 80-100 mg/dL dapat menurunkan

morbiditas dan mortalitas pasien dibandingkan terapi konvensional yang

mempertahankan gula darah pada level 180-200 mg/dL. Metode ini juga menurunkan

rekurensi sepsis sebanyak 46%.

Mekanisme proteksi insulin terhadap sepsis belum sepenuhnya diketahui. Hipotesa

yang ada adalah insulin memiliki efek anti-apoptosis dan koreksi hiperglikemia dapat

memperbaiki fungsi fagositik neutrofil.

Resusitasi cairan

Menggunakan metode Early Goal Directed Therapy (EGDT), di mana perbaikan

hemodinamik pasien dilakukan dalam waktu 6 jam (golden period). Metode ini akan

dibahas tersendiri. Penelitian Rivers et. al menunjukkan bahwa pada kelompok pasien

yang menerima EGDT, terjadi perbaikan konsentrasi oksigen vena sentral, penurunan

kadar laktat, defisit basa, dan rata-rata nilai pH lebih tinggi. Angka mortalitas pada

kelompok ini adalah 30,5% sedangkan pada kelompok kontrol 46,5%

Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid dosis tinggi tidak memperbaiki kesintasan, di sisi lain malah

dapat meningkatkan frekuensi infeksi sekunder.

Page 15: Syok Interna RST

Gambar 8. : Alur Tatalaksana Syok Septik

Russell, JA. Management of Sepsis.N Engl J Med 2006 ;355:1704

Page 16: Syok Interna RST

BAB V

SYOK ANAFILAKTIK

Merupakan akibat dari reaksi hipersensitivitas yang hebat, yang disebut anafilaksis.

Dimulai dari reaksi alergi yang merupakan respon imun dan inflamasi terhadap alergen

tertentu. Efek vaskular yang terjadi adalah vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas

vaskular yang mengakibatkan edema jaringan dan pengumpulan cairan di perifer. Sedangkan

efek ekstravaskular adalah konstriksi otot polos. Hal ini mengakibatkan distres pernafasan,

karena terjadi konstriksi otot polos sepanjang dinding jalan nafas3.

Manifestasi klinis yang terjadi pada awal terjadinya syok adalah gelisah, sulit

bernafas, kram gastrointestinal, edema, urtikaria, sensasi terbakar dan gatal pada kulit3.

Gambar 9. :Patofisiologi Syok Anafilaktik

McCance, K. Huether, S. Pathophysiology, The Biologic Basis for Disease in Adults & Children 4th ed. Missouri, USA : Mosby. 2002. hal : 1489

Page 17: Syok Interna RST

Reaksi timbul sewaktu alergen masuk ketubuh, merangsang sintesa IgE yang terikat

pada permukaan sel mast dan basofil akan mengaktifkan mediator kimiawi, seperti Histamin,

5-Hydroxytryptamin, kinin, derivat as. Arakidonat, dan timbul respon alergi. Respon

fisiologis dari mediator ini ialah kontraksi otot polos saluran napas dan saluran pernapasan,

vasodilatasi, peningkatan permebilitas vaskular, dan perangsangan saraf sensoris3.

Mekanisme dan obat pencetus anafilaksis3 :

Anafilaksis (melalui IgE):

- Antibiotik (penisilin, sefalosporin)

- Ekstrak alergen (bisa tawon, polen)

- Obat (glukokortikoid, thiopental, suksinilkolin)

- Enzim (kemopapain, tripsin)

- Serum heterolog (antitoksin tetanus, globulin antilimfosit)

- Protein manusia (insulin, vasopresin, serum)

Anafilaktoid (tidak melalui IgE):

- Zat pelepas histamin secara langsung: Obat (opiat, vankomisin, kurare),

cairan hipertonik (kontras, manitol).

- Aktivasi komplemen: imunoglobulin

- Modulasi metabolisme asam arakidonat: asam asetilsalisilat,NSAID.

GEJALA KLINIK

Mengenal gambaran klinik anafilaksis merupakan langkah pertama menuju diagnosis.

Pada anafilaksis beberapa organ dapat terlibat baik secara berurutan ataupun serempak3.

Pada anafilaksis gejala atau tanda yang paling sering ditemukan adalah organ kulit

seperti pruritus, urtikaria, angioedema, atau kemerahan dapat terjadi pada lebih 80% pasien,

berikut gejala saluran napas 40-60% pasien, gejala kardiovaskular 20-40% dan sisanya organ-

organ yang lain kurang dari 20%, seperti keluhan gatrointestinal yang umumnya disebabkan

oleh alergi makanan13.

Tabel 4. Gambaran klinik anfilaksis1

Gejala umumGelisah, lesu, lemah, rasa tidak enak yang sukar dilukiskan.Parestesia (di tangan, bibir, mulut,atau lidah), mulut rasa kering, rasa tidak enak dimulut.

Kulit, subkutan, mukosa

Kongesti hidung, rinore, eritema konjungtiva, lakrimasi, gatal ditelapak tangan/kaki, lipat paha/ketiak, muka, hidung/mata. Eritema di muka, leher, badan bgn atas, urtikaria.

Page 18: Syok Interna RST

odem periorbitaangioedema di lidah, bibir, telinga, leher, dan bgn tubuh yang lain

Gastrointestinal Mual, muntah, Sakit perut, termasuk kontraksi uterus, diare.

Pernapasan

Edema saluran napas bgn atas menyebabkan gangguan bicara/menelan, suara serak, stridor. Rasa tertekan/sakit didada/tenggorok,sesak, takipneu, bronkospasme, batuk, hipoksemia,sianosis sentral.

Kardiovaskular

Takikardia berkaitan dgn vasodilatasi&penurunan tek. Darah, terutama tek. diastolik.Hipotensi sistolik disertai takikardia&bradikardia relatif.Berkeringat&gagal sirkulasi(pengisian kapiler > 2dtk), pucat dan atau sianosis perifer.T terbalik, ST depresi dengan/tampa nyeri dada, aritmia, renjatan kardiogenik& odem paru.Henti jantung.

SSPSakit kepala berdenyut, pusing, mau pingsan, hilang penglihatan, hilang kesadaran, bingung.

Tabel 5. Derajat berat reaksi Hipersensitivitas yang luas1.

DERAJAT GAMBARAN KLINIK

Ringan (hanya kulit dan jaringan submukosa)Eritema luas, edema periorbita, atau

angioedema.

Sedang (keterlibatan pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal).

Sesak, stridor, mengi, mual, muntah, pusing, presinkop, diaforesis, rasa tertekan

didada/tenggorokan,atau sakit perut.

Berat (hipoksia,hipotensi,atau deficit neurologik).

Sianosis/ SpO₂ < 92% pada tiap tingkat, hipotensi, bingung, kolaps, hilang/

inkontinens.

Kriteria klinik diagnosis Anafilaksis menurut National institute of Allergy and Infectious

Disease dan the Food Allergy and anaphylaxis network1:

Terjadinya penyakit segera (beberapa menit sampai beberapa jam) yang melibatkan

kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (urtikaria yang merata, pruritus, atau

kemerahan, edema bibir, lidah ,uvula) dan yang paling sedikit satu dari berikut ini:

- Gangguan pernapasan (sesak, mengi-bronkospasme, stridor, penurunan arus

puncak ekspirasi (APE), hipoksemia.

- Penurunan tekanan darah atau berhubungan dengan disfungsi organ

(hipotonia/kolaps, pingsan, inkontinens).

Dua atau lebih dari penanda berikut ini yang terjadi segera setelah terpapar serupa

alergen pada penderita (beberapa menit sampai beberapa jam):

- Keterlibatan kulit jaringan mukosa (urtikaria yang merata, pruritus-

kemerahan, oedema pada bibir-lidah-uvula).

Page 19: Syok Interna RST

- Gangguan pernapasan (sesak, mengi-bronkospasme, stridor, penurunan APE,

hipoksemia).

- Penurunan tekanan darah atau gejala yagn berhubungan (hipotonia/kolaps,

pingsan, inkontinens).

- Gejala gastointestinal yang menetap ( kram perut, sakit, muntah).

Penurunan tekanan darah segera setelah terpapar alergen (beberapa menit sampai

beberapa jam)

- Bayi dan anak: tekanan darah sistolik rendah (tgt umur), atau penurunan lebih

dari 30% tekanan darah sistolik.

- Dewasa: tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan lebih

dari 30% nilai basal pasien.1

TATA LAKSANA

Sebagaimana keadaan gawat lainnya, pengobatan anafilaksis dimulai dengan menilai

ABC (airway, breathing, circulation). Setelah diagnosa ditegakkan, epinefrin/adrenalin

sebagai obat pilihan segera diberikan. Pemberian intramuskuler lebih baik daripada subkutan

dalam mencapai kadarnya didalam darah, baik pada anak maupun dewasa. Pasien yang tetap

mengalami hipotensi memerlukan pemberian cairan kristaloid dalam jumlah besar, karena

diperkirakan pada kasus anafilaksis berat, kehilangan cairan dapat mencapai 35% dari

volume darah dalam 10 menit pertama. Antihistamin H1 dan H2 mulai kerja lama dan efek

kerja terhadap tekanan darah kecil, sehingga dianggap sebagai obat lini kedua. Antihistamin

bermanfaat untuk mengatasi pruritus, urtikaria, dan angioedema. Begitu pula dengan

kortikoseroid dianggap sebagai obat lini kedua karena kurang bermanfaat pada fase akut,

akan tetapi bermanfaat utnuk mencegah reaksi bifasik atau protracted1.

Berikut ini adalah panduan pengobatan Anafilaksis menurut Brown:

1. Hentikan pencetus, nilai beratnya reaksi dan berikan terapi yang sesuai: adrenalin IM

(paha lateral) 0,01 mg/kg boleh sampai 0,5 mg.

Pasang infus, berbaring rata/tinggikan posisi kaki bila mungkin, berikan oksigen

aliran tinggi, alat bantu napas/ventilasi bila diperlukan.

Bila hipotensi: akses IV tambahan (jarum 14 G atau 16 G pada orang dewasa) untuk

infus NaCl fisiologis.

Page 20: Syok Interna RST

2. Bila respon tidak adekuat, keadaan mengancam kehidupan, atau memburuk: mulai

dengan infus adrenalin sesuai dengan panduan/protokol rumah sakit atau ulang

adrenalin IM setiap 3-5 menit bila diperlukan .

Pertimbangkan hal-hal berikut:

Hipotensi:

- Ulangi infus NaCl fisiologis 10-20 ml/kg dapat mencapai 50 ml/kg dalam 30

menit pertama.

- IV atropin 0,02 mg/kg bila bradikardi berat dosis minimum 0,1 mg.

- IV vasopresor untuk mengatasi vasodilatasi. Pada henti jantung adrenalin

dapat ditingkatkan menjadi 3-5 mg setiap 2-3 menit mungkin efektif.

- IV glukagon pada pasien yang memakai obat penyekat beta. 1-5 mg diikuti 5-

15 mikrogram/menit (dewasa).

Bronkospasme:

- Inhalasi salbutamol secara kontinyu.

- IV hidrokortison 5 mg/kg diikuti prednison 1 mg/kg max 50 mg selama 4 hari.

Obstruksi saluran napas bagian atas

- Adrenalin inhalasi ( 5mg atau 5 ml sediaan adrenalin 1: 1000)

- Persiapkan tindakan bedah

3. Lama observasi dan tindak lanjut

Observasi paling tidak 4 jam setelah semua gejala dan tanda menghilang.

Sebelum dipulangkan pasien diberikan penjelasan mengenai alergen tersangka

dan upaya penghindarannya, serta dirujuk ke konsultan alergi dan Imunologi.

Di negara maju setelah diberikan penjelasan dan pelatihan sebagian pasien

dibekali EPIPEN yaitu adrenalin 0,3 atau 0,15 yang siap pakai.1

PENCEGAHANPasien yang pernah mengalami reaksi anfilaksis mempunyai risiko untuk memperoleh

reaksi yang sama bila terpajan oleh pencetus yang sama. Pasien ini harus dikenali dan diberi

peringatan dan bila perlu diberi tanda peringatan pada ikat pinggang atau dompetnya.

Kadang-kadang kepada pasien dibekali suntikan adrenalin yang harus dibawa kemanapun ia

pergi. Hal ini terutama bila pencetus alergi tersebut timbul tidak terduga seperti pada

sengatan tawon atau anafilaksis idiopatik13.

Pasien asma dan penyakit jantung bila mendapat serangan anafilaksis bisa jauh lebih

berat oleh karena itu setiap pasien asma atau jantung harus mendapat pengobatan yang

Page 21: Syok Interna RST

optimal. Pasien yang mempunyai risiko anafilaksis dianjurkan untuk tidak memakai obat-

obatan penyekat beta, karena bila terjadi reaksi anfilaksis, pengobatannya menjadi lebih

sulit13.

Beberapa keadaan dilaporkan adanya tindakan pencegahan untuk menghindari reaksi

anafilaksis. Greenberger dkk memberikan1,13:

Prednison dan antihistamin sebelum memberikan media kontras pemeriksaan

radiologik kepada pasien yang mempunyai risiko.

Tindakan desensitisasi jangka pendek dengan penisilin.

Desentisasi jangka panjang kepada pasien yang alergi terhadap sengatan tawon.

Hati-hati dalam memberikan obat pada pasien yang berisiko dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

o Sebelum memberikan obat:

1) Adakah indikasi pemberian obat

2) Adakah riwayat alergi obat sebelumnya

3) Apakah pasien mempunyai risiko alergi obat

4) Apakah obat tersebut perlu diuji kulit dulu

5) Adakah pengobatan pencegahan untuk mengurangi reaksi alergi

o Sewaktu minum obat:

1) Kalau mungkin obat diberikan secara oral

2) Hindari pemakaian intermitten

3) Sesudah memberikan suntikan pasien harus selalu diobservasi

4) Beritahu pasien kemungkinan reaksi yang terjadi

5) Sediakan obat atau alat untuk mengatasi keadaan darurat

6) Bila mungkin lakukan uji provokasi atau desensitisasi

o Sesudah minum obat:

1) Kenali tanda dini reaksi alergi obat

2) Hentikan obat bila terjadi reaksi

3) Tindakan imunisasi sangat dianjurkan

4) Bila terjadi reaksi berikan penjelasan dasar kepada pasien agar kejadian

tersebut tidak terulang kembali.

Page 22: Syok Interna RST

BAB VI

SYOK NEUROGENIK

Syok neurogenik yang disebut juga dengan syok vasogenik, diakibatkan oleh trauma

akut medula spinalis servikal atau torakal letak tinggi 3,6.Trauma ini mengakibatkan gangguan

persarafan simpatis, sehingga klinis karakteristik dari syok ini adalah bradikardi dan hipotensi

dengan kulit kering dan hangat. Letak level trauma berhubungan dengan tingkat keparahan

syok. Derajat kehilangan tonus simpatis pada trauma di atas T1 lebih berat daripada trauma

pada T1 sampai T315. Gejala kardiovaskular pada pasien dengan trauma setingkat

torakolumbal, hanya bersifat sementara, dan dapat pulih spontan dalam 2-6 minggu6.

Syok ini harus dibedakan dengan syok spinal, di mana terjadi kehilangan refleks spinal

sementara di bawah level trauma6,15.

Pada prinsipnya, keadaan yang mengakibatkan gangguan asupan oksigen dan glukosa

ke medula spinalis, dapat mengakibatkan syok neurogenik. Contoh kondisi tersebut adalah :

obat anestesi, reaksi insulin, stres emosional atau nyeri yang hebat3.

Harus diingat bahwa diagnosa syok neurogenik adalah diagnosa eksklusional15. Kita

dapat mencurigai keadaan ini pada pasien yang mengalami hipotensi dan bradikardi setelah

trauma6.

Tatalaksana15 :

1. Jalan nafas harus diamankan dengan proteksi dan imobilisasi spinal

2. Resusitasi cairan : pertahankan MAP 85-90 mmHg. Bila tidak memberikan respon,

gunakan inotropik (dopamin dan dobutamin).

3. Untuk bradikardi, dapat diberikan atropin 0,5-1 mg, IV, setiap 5 menit, sampai dengan

total 3 mg. Bila tidak memberikan respon, pilihan tatalaksana berikutnya adalah pacu

jantung.

4. Konsultasi dengan bagian bedah, ortopedi, dan bedah saraf.

Page 23: Syok Interna RST

Gambar 9. : Patofisiologi Syok Neurogenik

Baldwin,K. Morris, S. Shock, Multiple Organ Dysfunction Syndrome, and Burns in Adults. Dalam McCance, K. Huether, S. Pathophysiology, The Biologic Basis for Disease in Adults & Children 4th ed. Missouri, USA : Mosby. 2002. hal : 1488

Imbalance between symphatetic and parasympathic stimulation

Massive vasodilatation

Vascular tone

SVR

Inadequate cardiac output

Tissue perfusion

Impaired cellular metabolism

Page 24: Syok Interna RST

Gambar 10. :Diagram Alir Tatalaksana Syok

Greenwald, PW. Shock. Dalam: Stone, CK. Humphries, R, editor. Current Emergency Diagnosis & Treatment 5th ed. Mc. Graw-Hill. 2004. hal: 192

Parameter Evaluasi

Evaluasi tanda-tanda vital penting dalam proses diagnosa dan penatalaksanaan syok.

Namun seiring dengan berkembangnya pengalaman dalam menangani pasien syok,

ditemukan bahwa perbaikan dari tanda-tanda vital dan produksi urin saja tidak cukup untuk

menilai perbaikan dari keadaan syok. Proses perburukan dapat terus tejadi menuju kegagalan

multi organ dan kematian. Namun demikian, tanda-tanda vital tetap merupakan dasar awal

diagnosa syok.

Page 25: Syok Interna RST

a. Frekuensi Denyut Jantung

Penurunan frekuensi denyut jantung saat dilakukan fluid challenge test dapat kita

gunakan sebagai dasar diagnosa syok hipovolemik. Sehingga penurunan frekuensi

denyut jantung dapat kita gunakan untuk mengevaluasi resusitasi cairan yang kita

lakukan

Peningkatan frekuensi denyut jantung ini menjadi patologik bila mengakibatkan

waktu pengisian diastolik yang mengakibatkan insufisiensi pengisian ventrikel,

sehingga curah jantung berkurang

b. Tekanan Darah

Respon hipotensi pada pasien yang diduga syok dapat menggambarkan keadaan

hipovolemia, menurunnya kontraktilitas miokard, atau vasodilatasi sistemik.

Perbaikan tekanan darah harus segera dicapai sesegera mungkin untuk memperbaiki

perfusi jaringan.

Parameter Mean Arterial Pressure (MAP) lebih mampu menggambarkan keadaan

hemodinamik yang sesungguhnya dibandingkan dengan tekanan darah sistolik dan

diatolik saja. MAP dihitung dengan rumus :

MAP = (sistolik + 2.diastolik)/3

Nilai normal: 60-130 mmHg

c. Suhu

Walaupun parameter suhu tidak dapat mengindikasikan ada atau tidaknya syok,

namun dapat membantu memperkirakan penyebab syok dan memiliki nilai prognostic

yang signifikan. Adanya hipotermia (suhu inti < 36 °C atau 96,8 °F) menandakan

kerusakan fisiologis yang berat yang sangat mempengaruhi survival pasien.

Hipotermia juga meningkatkan risiko terjadinya disritmia, gagal ginjal akut, dan

koagulopati refrakter.

d. Produksi Urin

Fungsi ginjal merupakan prediktor yang penting terhadap ada-tidaknya syok. Oliguria

merupakan salah satu tanda awal hipoperfusi jaringan. Respon penurunan produksi

urin sebagai akibat hipovolemia muncul lebih dulu dibandingkan dengan perubahan

frekuensi nadi dan tekanan darah.

Page 26: Syok Interna RST

Perbaikan produksi urin dapat digunakan untuk meng-evaluasi resusitasi yang

dilakukan selama factor perancu seperti diabetes insipidus, DKA, dan penggunaan

obat diuretik, tidak ada.

e. Pulse Oximetry

Parameter ini kerap dianggap sebagai tanda vital kelima, karena dapat memberikan

peringatan awal terhadap hipoksemia dan dapat digunakan untuk meng-evaluasi status

oksigen pasien.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa perbaikan tanda-tanda vital saja

tidak cukup untuk menilai perbaikan dari keadaan syok, maka digunakan parameter-

parameter lain untuk menilai metabolisme oksigen jaringan; yang dapat menggambarkan

keadaan perfusi jaringan dan keberhasilan resusitasi.

a Mixed Venous Oxygen Saturation (SvO2)

Diukur dari arteri pulmonalis. Dipengaruhi oleh saturasi oksigen arteri, Hb, curah

jantung, dan indeks konsumsi oksigen. Status oksigen vena setara dengan status

oksigen di jaringan. SvO2 merupakan indikator global dari keseimbangan supply-

demand oksigen , namun tidak menggambarkan keadaan perfusi di bantalan kapiler;

karena SvO2 tidak mencerminkan status oksigen di jaringan yang tidak mendapat

perfusi. Nilai normal : 12-17 mL O2 /dL darah.

b. Konsentrasi Laktat Arteri

Merupakan penanda terjadinya metabolisme anaerobik, namun tidak dengan spesifik

menggambarkan perfusi jaringan. Hipoperfusi dapat terjadi pada kadar laktat normal

atau sebaliknya; terjadi peningkatan kadar laktat tanpa adanya hipoperfusi. Keadaan

ini menggambarkan proses patologi yang berat. Nilai normal kadar laktat: 0,4 – 1,2

mEq/L

Kenaikan kadar laktat di atas 2 mEq/L meningkatkan angka mortalitas. Angka ini

menjadi rendah bila keadaan hiperlaktatemia ini dapat diatasi dalam waktu 24 jam,

dan meningkat menjadi 24-86% bila tidak dapat diatasi dalam waktu 48 jam.

c. Tonometri Gaster

Digunakan untuk mengukur perfusi mukosa gaster. Pada tahap awal syok, tubuh

mengurangi aliran darah splanknik untuk mempertahankan perfusi organ yang lebih

vital; sehingga pengukuran ini dapat menjadi penanda awal hipoperfusi sistemik.

Page 27: Syok Interna RST

Tonometri gaster mengukur kadar CO2 intralumen gaster yang menggambarkan kadar

CO2 mukosa. Penambahan PCO2 gap antara arteri dan intramukosa atau penurunan

pH intramukosa berhubungan dengan peningkatan angka mortalitas. Namun perlu

dilakukan studi lebih lanjut terhadap parameter ini dalam penggunannya untuk

menilai keberhasilan resusitasi

d. Defisit Basa

Defisit basa adalah jumlah basa yang dibutuhkan untuk menormalkan pH darah pada

suhu, PCO2 arteri, dan PO2 arteri yang fisiologis. Nilai normalnya adalah +3 sampai

dengan -3 mmol/L. Kenaikan defisit basa berhubungan dengan keadaan syok yang

berat. Parameter ini juga dapat digunakan untuk menilai kebutuhan dan keberhasilan

resusitasi.