syok anafilaktik

22
Presentasi Kasus Farmasi Kedokteran SYOK ANAFILAKTIK Oleh : Hafriliantika Ramadhani G9911112074 0

Upload: muhammad-yusuf-arrozhi

Post on 12-Aug-2015

108 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: SYOK ANAFILAKTIK

Presentasi Kasus Farmasi Kedokteran

SYOK ANAFILAKTIK

Oleh :

Hafriliantika Ramadhani

G9911112074

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN FARMASI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2012

0

Page 2: SYOK ANAFILAKTIK

BAB I

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESISA. Identitas Pasien

Nama : Tn.S

Umur : 47 Tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jebres, Surakarta

Pekerjaan : Pedagang

Status pernikahan: Menikah

B. Keluhan Utama : Penurunan kesadaran

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Lima hari sebelum periksa penderita merasakan nyeri tenggorokan.

Penderita minum obat antiflu tablet dan tablet hisap beli dari apotik tanpa

resep, nyeri tenggorokannya tidak berkurang. Kemudian datang ke praktek

dokter umum, didiagnosa radang tenggorokan akut, mendapat terapi

antibiotik injeksi, golongan penicillin yang dilakukan oleh perawat atas

perintah dokter yang memeriksa. Sekitar 10 menit kemudian penderita

mengeluh mual, kemudian muntah, sesak nafas, keringat dingin, kemudian

jatuh pingsan.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat DM : Disangkal

Riwayat trauma : Disangkal

Riwayat kejang : Disangkal

Riwayat alergi : Disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat DM : Disangkal

Riwayat trauma : Disangkal

1

Page 3: SYOK ANAFILAKTIK

Riwayat kejang : Disangkal

Riwayat alergi : Disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat merokok : (+) 1 bungkus tiap hari

Riawayat minum alkohol : disangkal

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien sehari-hari merupakan pedagang kain di pasar klewer

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang dilakukan

A. Keadaan Umum

Keadaan umum lemah, somnolen, gizi kesan cukup

B. Tanda Vital

Tekanan Darah :90/60 mmHg

Nadi :140 kali/menit, teraba lemah dan cepat

Respirasi : 36 kali/menit

Suhu :36,5°C per aksiler

C. Kulit

Warna sawo matang, luka (-), ikterik (-), petechiae (-)

D. Kepala

Bentuk mesocephal, luka (-)

E. Mata

Conjunctiva pucat (-), sklera ikterik (-), reflek cahaya langsung dantak

langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)

F. Telinga

Bentuk normal, darah (-)

G. Hidung

Bentuk normal,nafas cuping hidung (-), darah(-)

H. Mulut

Sianosis (-), bibir kering (-), mukosa pucat (-)

I. Leher

Pulsasi arteri carotis tidak tampak, simetris, trakea ditengah

J. Tenggorokan

2

Page 4: SYOK ANAFILAKTIK

Tonsil membesar (-), hiperemi faring (-)

K. Thoraks

Retraksi (-), nafas tipe torakoabdominal, ginekomasti (-)

L. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : konfigurasi jantung tidak melebar

Auskulasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, bising (-)

M. Paru

Inspeksi : Pengembangan dada kanan dan kiri simetris

Palpasi : Fremitus kanan =kiri

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-)

N. Abdomen

Inspeksi : dinding perut // dinding dada

Auskultasi : bising usus normal

Perkusi : timpani, pekak beralih (-)

Palpasi : supel

O. Ekstremitas

Edema

- -

- -

Akral dingin

+ +

+ +

P. Kesadaran : GCS E3 V5 M5

III. ASSESMENT

Klinis : Syok anafilaktik

Etiologi : Reaksi hipersensitivitas tipe I

3

Page 5: SYOK ANAFILAKTIK

IV. DAFTAR MASALAH

1. Penurunan kesadaran

2. Hipotensi

V. Tujuan Terapi

Prinsip tata laksana kasus syok anafilaktik adalah penanganan sesegera

mungkin mengingat merupakan kasus kegawatdaruratan. Penurunan kesadaran

yang terjadi pada syok anafilaktik dapat disebabkan oleh tekanan darah yang turun

drastis. Penanganan yang pertama kali dilakukan adalah survey primer dan

melakukan basic life support yakni airway, breathing, dan circulation mengingat

sering terjadi kegagalan napas dan sirkulasi pada kasus syok anafilaktik. Obat-

obatan yang dapat dipakai adalah adrenalin injeksi 1 :1000 sebanyak 0,3-0,5 ml

diberikan secara intramuskular atau subkutan. Pemilihan adrenalin didasarkan

pada kemampuan adrenalin untuk meningkatkan tekanan darah dengan cepat guna

mengatasi hipotensi yang terjadi dan efek relaksasi bronkus sehingga diharapkan

dapat mengatasi kontriksi dan spasme pada bronkus yang kadang menyertai kasus

syok anafilaktik.

VI. PENATALAKSANAAN

A. Survey primer dan basic life support

- Baringkan pasien pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari

kepala untuk meningkatkan aliran baik vena dalam usaha memperbaiki

curah jantung dan menaikkan tekanan darah.

- Amankan jalan napas, bila terjadi gagal napas bisa dilakukan bantuan napas

atau diberikan oksigen.

- Bila terjadi kegagalan sirkulasi bisa diberikan kompresi pijat jantung luar.

B. Terapi medikamentosa

CITO!

R/ Adrenalin inj amp no I

Cum spuit cc no3 no I

S imm

Pro : Tn S (47 tahun)

4

Page 6: SYOK ANAFILAKTIK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai

oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah

jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya

suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang

sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi

klinis dari anafilaksis yang merupakan syok distributif, ditandai oleh adanya

hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan

disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya kematian.

Syok anafilaktik merupakan kasus kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk

menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan, karena anafilaksis yang berat

dapat terjadi tanpa adanya hipotensi, seperti pada anafilaksis dengan gejala utama

obstruksi saluran napas (Rehata, 2000).

B. Mekanisme Anafilaksis

1. Fase Sensitisasi

Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh

reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk

lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan ditangkap oleh

makrofag.

Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada limfosit T,

dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi

limfosit B berproliferasi menjadi sel plasma (plasmosit). Sel plasma

memproduksi Immunoglobulin E (IgE) spesifik untuk antigen tersebut. IgE

ini kemudian terikat pada reseptor permukaan sel mast (mastosit) dan basofil.

2. Fase Aktivasi

Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama.

Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang

menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk

alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh

5

Page 7: SYOK ANAFILAKTIK

IgE spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator

vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan

vasoaktif lain dari granula yang disebut dengan istilah Preformed mediators.

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran

sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang

terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed

mediators.

3. Fase Efektor

Yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek

mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik

pada organ-organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi,

meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema,

sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas

vaskuler dan bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet

Activating Factor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan

permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor

kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan

menyebabkan bronkokonstriksi, demikian juga dengan leukotrien.

(Rehata, 2000)

C. Derajat Berat Reaksi Anafilaksis

1. Derajat Ringan (hanya kulit dan jaringan submukosa)

Gambaran klinik antara lain: eritema luas, edema periorbita, atau

angioedema.Reaksi ringan dapat dibagi lagi, disertai atau tidak ada

angioedema.

2. Derajat Sedang (keterlibatan pernapasan, kardiovaskuler, atau

gastrointestinal.

Gambaran klinik antara lain: sesak, stridor, mengi, mual, muntah, pusing,

presinkop diaforesis, rasa tertekan di dada atau tenggorok atau sakit perut.

3. Derajat Berat (hipoksia, hipotensi, atau defisit neurologik)

Sianosis, atau SpO2 < 92% pada tiap tingkat, hipotensi (tekanan sistolik < 90

mmHg pada dewasa), bingung kolaps, hilang kesadaran, atau inkontinensia.

(Rengganis, 2012)

6

Page 8: SYOK ANAFILAKTIK

D. Diagnosis

Diagnosis anafilaksis ditegakkan berdasarkan adanya gejala klinik

sistematik yang muncul beberapa detik atau menit setelah pasien terpajan oleh

alergen atau faktor pencetusnya. Gejala yang timbul dapat ringan seperti pruritus

atau urtikaria sampai kepada gagal napas atau syok anafilaktik yang mematikan.

Tanda-tanda ini harus segera dikenali agar pengobatan dapat segera dilakukan.

Tetapi kadang-kadang gejala anafilaksis yang berat seperti syok anafilaktik atau

gagal napas dapat langsung muncul tanpa tanda-tanda awal (Perhimpunan Dokter

Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2007).

Gejala dan tanda anafilaksis berdasarkan organ sasaran dikelompokkan

sebagai berikut (Rengganis., 2012):

Sistem Gejala dan Tanda

UmumProdromal

Lesu, lemah, rasa tak enak, rasa tak enak di dada dan perut, rasa gatal di hidung dan palatum.

PernapasanHidungLaringLidahBronkus

Hidung gatal, bersin, dan tersumbat.Rasa tercekik, suara serak, sesak napas, stridor, edema, spasme.EdemaBatuk, sesak, mengi, spasme

Kardiovaskuler Pingsan, sinkop, palpitasi, takikardi, hipotensi sampai syok, aritmia. Kelainan EKG: gelombang T datar, terbalik, atau tanda-tanda infark miokard.

Gastrointestinal Disfagia, mual, muntah, kolik, diare yang kadang disertai darah, peristaltik usus meninggi.

Kulit Urtika, angiodema, di bibir, muka, atau ekstremitas.

Mata Gatal, lakrimasiSusunan saraf pusat

Gelisah, kejang

Dua hal penting yang harus segera diperhatikan dalam memberikan terapi pada

pasien anafilaksis yaitu mengusahakan: 1). Sistem pernapasan yang lancar,

sehingga oksigenasi berjalan baik; 2). Sistem kardiovaskular juga harus berfungsi

dengan baik sehingga perfusi jaringan memadai (Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam Indonesia, 2007).

7

Page 9: SYOK ANAFILAKTIK

Sistem Pernapasan

a. Memelihara saluran pernapasan tetap memadai. Penyebab tersering

kematian pada anafilaksis adalah tersumbatnya salauran napas baik karena edema

larings atau spasme bronkus. Kadang diperlukan tindakan trakeostomi. Karena

trakeostomi hanya dikerjakan oleh dokter ahli atau yang berpengalaman maka

tindakan yang dapat dilakukan dengan segera adalah melakukan punksi membran

krikotiroid dengan jarum besar. Kemudian pasien segera dirujuk ke Rumah Sakit.

b. Pemberian oksigen sangat penting baik pada gangguan pernapasan

maupun kardiovaskular.

c. Bronkodilator diperlukan bila terjadi obstruksi saluran napas bagian bawah

seperti pada asma atau status asmatikus.

(Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2007)

Sistem Kardiovaskular

a. Gejala hipotensi atau syok yang tidak berhasil dengan pemberian epinefrin

menandakan bahwa telah terjadi kekurangan cairan intravaskular. Pasien ini

membutuhkan cairan intravena secara cepat baik dengan cairan kristaloid (NaCl

0,9%) atau koloid (plasma, dextran).

b. Oksigen mutlak harus diberikan di samping pemantauan sistem kardiovaskular

dan pemberian natrium bikarbonat bila terjadi asidosis metabolik.

c. Kadang-kadang diperlukan CVP (central venous pressure).

d. Bila tekanan darah masih belum teratasi dengan pemberian cairan, para ahli

sependapat untuk memberikan vasopresor melalui cairan infus intravena.

Bila sarana pembuluh darah tidak tersedia, pada keadaan anafilaktsis yang

berat, American Heart Association, menganjurkan pemberian epinefrin secara

endotrakeal, kemudian diikuti pernapasan hiperventilasi untuk menjamin absorpsi

obat yang cepat. Pernah dilaporkan selain usaha-usaha yang dilaporkan tadi

terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a. Pasien yang mendapatkan obat atau dalam pengobatan obat penyakit reseptor beta

(beta blocker) gejalanya sering sukar diatasi dengan epinefrin atau bahkan

menjadi lebih buruk karena stimulan reseptor adrenergik alfa tidak terhambat.

Dalam keadaan demikian inhalasi agonis beta-2 atau sulfas atropin akan

8

Page 10: SYOK ANAFILAKTIK

memberikan manfaat disamping pemberian aminofilin dan kortikosteroid

intravena.

b. Antihistamin (AH) khususnya kombinasi AH1 denganAH2 bekerja secara

sinergistik teradap reseptor yang ada di pembuluh darah.

c. Kortikosteroid harus rutin diberikan baik pada pasien yang mengalami gangguan

napas maupun gangguan kardiovaskular.

(Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2007)

Steroid sering diberikan sebagai usaha perlindungan untuk melawan “late”

reaction yang dapat terjadi beberapa jam setelah reaksi alergi. Pada beberapa pasien,

terutama pasien dengan asma, “late” reaction ini dapat terjadi lebih berat daripada

initial reaction (American Academy of Allergy, Asthma & Immunology, 2012).

9

Page 11: SYOK ANAFILAKTIK

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien pada kasus setelah mendapat suntikan penicillin mengeluh mual,

kemudian muntah, sesak nafas, keringat dingin, kemudian jatuh pingsan. Dari

pemeriksaan sementara didapatkan: kesadaran sopor, sesak nafas, RR: 36x/menit,

cepat dan dangkal, suara nafas ngorok, tekanan darah 90/60 mmHg palpasi, nadi

140x/menit.

Gejala klinis yang dialami pasien terjadi karena reaksi anafilaksis yaitu

perlekatan IgE sebagai reaksi antigen-antibody pada mast sel yang mengakibatkan

degranulasi jaringan sehingga mediator-mediator seperti histamin, PAF, Pg,

serotonin, leukotrien dan lain-lain dilepaskan. Pelepasan mediator-mediator ini

mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah, permeabilitas pembuluh darah

meningkat dan bronchokontriksi.

Permeabilitas pembuluh darah yang meningkat mengakibatkan volume

interstitial keluar ke ekstrasel sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan jaringan

berkurang sehingga otak kekurangan oksigen dan terjadilah penurunan kesadaran,

di skenario kesadaran pasien sopor. Bronchokontriksi akibat reaksi anfilaksis

akan menimbulkan gejala sesak nafas pada pasien. Nadi takikardi adalah

sebagai mekanisme kompensasi kekurangan volume interstitial. Mual dan

muntah yang dialami pasien akibat hiperperistaltik usus (Perhimpunan Dokter

Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2007).

Meskipun anafilaksis biasanya muncul dalam waktu beberapa menit

setelah terpajan oleh alergen tetapi adakalanya muncul beberapa jam kemudian.

Bentuk anafilaksis dapat unifasik seperti yang biasa ditemukan, bifasik yang

gejalanya muncul 1-8 jam kemudian dan protrated yaitu suatu bentuk anafilaksis

berat yang dapat berlangsung 5-32 jam meskipun dengan pengobatan yang

intensif (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2007).

Terapi

Apabila diagnosis sudah ditegakkan pemberian epinefrin tidak boleh ditunda-

tunda. Hal ini karena cepatnya mula penyakit dan lamanya gejala anafilaksis

berhubungan erat dengan kematian. Epinefrin 1 : 1000 yang diberikan adala 0,01

10

Page 12: SYOK ANAFILAKTIK

ml/kgBB sampai mencapai maksimal 0,3 ml subkutan (SK) dan dapat diberikan

setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali seandainya gejala penyakit bertambah buruk

atau dari awal kondisis penyakitnya sudah berat, suntikan dapat diberikan secara

intramuskuler (IM) dan bahkan kadang-kadang dosis epinefrin dapat dinaikkan

sampai 0,5 ml sepanjang pasien tidak mengidap penyakit jantung (Perhimpunan

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2007).

Bila pencetusnya adalah alergen seperti pada suntikan imunoterapi, penisilin,

atau sengatan serangga, segera diberikan suntikan infiltrasi epinefrin 1 : 1000 0,1-

0,3 ml di bekas tempat suntikan untuk mengurangi absorpsi alergen tadi. Bila

mungkin pasang torniket proksimal dari tempat suntikan dan kendurkan setiap 10

menit. Torniket dapat dilepas bila keadaan sudah terkendali (Perhimpunan Dokter

Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2007). Epinefrin mempunyai efek pada α-

adrenergik dan β-adrenergik yang mengakibatkan vasokonstriksi, relaksasi otot

polos bronkus, dan mengurangi peningkatan permeabilitas venula. Ketika

epinefrin gagal dalam mengontrol reaksi anafilaksis, harus dipikirkan hipoksia

karena obstruksi pernapasan atau dihubungkan dengan aritmia jantung, atau

keduanya (Fauci, 2008).

11

Page 13: SYOK ANAFILAKTIK

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

1. Pasien dalam skenario mengalami syok anafilaktik karena pemberian

injeksi penicilin.

2. Gejala dan tanda syok anafilaktik pada pasien mencakup beberapa sistem

tubuh, meliputi sistem kardiovaskuler (takikardi, hipotensi, nadi lemah),

sistem respirasi (takipneu, sesak napas), sistem gastrointestinal (mual,

muntah), dan SSP (penurunan kesadaran).

3. Prinsip penatalaksanaan syok anafilaktik adalah dengan posisi syok,

adrenalin, penilaian ABC (Airway, Breathing, Circulation), dan segera

dirujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

4. Syok anafilaktik dapat dihindari dan diminimalkan dengan anamnesis

yang lengkap terhadap riwayat alergi, uji sensitivitas, dan edukasi terhadap

pasien.

SARAN

1. Sebaiknya setiap tempat pelayanan kesehatan primer memiliki persediaan

adrenalin sebagai pertolongan pertama terhadap syok anafilaktik.

2. Pengkajian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memperoleh pengetahuan

yang lebih valid mengenai kedaruratan medik pada umumnya dan syok

anafilaktik pada khususnya.

12

Page 14: SYOK ANAFILAKTIK

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Allergy, Asthma & Immunology. 2012. Treatment of Anaphylaxis, Preparedness and Prevention. http://www.aaaai.org/professionals/treatment_anaphylaxis.pdf.

Fauci, et al. 2008. Harrison’s Principle of Medicine (17th ed, 2008). New York: McGraw-Hill Profesional

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Rehata, NM, Syok Anafilaktik Patofisiologi dan penanganan dalam up date on shock, pertemuan Ilmiah terpadu I FKUA Surabaya, 2000 : 69-75

Rengganis I. 2012. Anafilaksis Karena Obat. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/e674d1778222a2880e7b73db429d4387e1a6b3ab.pdf.

Yani HI, Vincent HSG (2008). Farmakologi dan Terapi: Penicilin, Sephalosporin dan Antibiotik Betalaktam Lainnya. Jakarta: FKUI.

Azis AL, Dharmawati I, Kushartono. 2008. Renjatan Anafilaksis in: Pedoman Diagnosa dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Buku 3. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soetomo. Surabaya. Pp. 8-9.

Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.

13