skenario 6 - laptut - patofis ca cerviks

19
CA CERVIKS PATOFISIOLOGI TUMORIGENESIS Squamous cell carcinoma serviks meluas dari SCJ dari lesi displastik yang ada sebelumnya, lesi yang pada kebanyakan kasus disebabkan oleh infeksi HPV. Meskipun sebagian besar wanita dapat menghilangkan infeksi ini tapi pada sebagian yang persisten, infeksi ini dapat berkembang preinvasive dysplastic cervical disease. Perubahan molekuler yang terjadi pada karsinogenesis merupakan suatu mekanisme yang kompleks dan belum dipahami sepenuhnya. Diduga karsinogenesis merupakan hasil dari interaksi antara factor lingkungan, imunitas pejamu dan variasi genomic sel somatik. HPV berperan penting/utama dalam perkembangan kanker serviks.

Upload: achy-ramadhani

Post on 23-Dec-2015

256 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

CA CERVIKS

PATOFISIOLOGI

TUMORIGENESIS

Squamous cell carcinoma serviks meluas dari SCJ dari lesi displastik yang ada sebelumnya, lesi yang pada kebanyakan kasus

disebabkan oleh infeksi HPV. Meskipun sebagian besar wanita dapat menghilangkan infeksi ini tapi pada sebagian yang persisten,

infeksi ini dapat berkembang preinvasive dysplastic cervical disease.

Perubahan molekuler yang terjadi pada karsinogenesis merupakan suatu mekanisme yang kompleks dan belum dipahami

sepenuhnya. Diduga karsinogenesis merupakan hasil dari interaksi antara factor lingkungan, imunitas pejamu dan variasi genomic sel

somatik.

HPV berperan penting/utama dalam perkembangan kanker serviks. Juga terjadi peningkatan bukti bahwa onkoprotein HPV mungkin

merupakan komponen kritikal

dari proliferasi sel kanker

selanjutnya.

Human Papiloma Virus (HPV)

dari 70 jenis yang tidak dapat

diidentifikasi secara serologis,

tetapi dengan DNA-

hybridization dan PCR-spesifik

primer dapat teridentifikasi. Genome virus ini terdiri dari the early region (E) yang mengkode protein yang berperan pada replikasi

genome, mengkrontrol transkripsi dan replikasi serta transformasi sel. The late region (L) berisi L-genes yang mengkode protein

capsid. Definisi tipe HPV yang terbaru tidak lebih dari 90% terlihat adanya homologi pada sequence DNA E6, E7 dan L1. Protein E6

(onco-protein) high-risk HPV (tipe 16 dan 18) mempunyai peran dalam proliferasi sel yang dihubungkan dengan keberadaan tumor

supressor gene-p53. E6-protein HPV 16 and 18 akan mengakibatkan inaktivasi gen p53 melalui mekanisme pengikatan yang disebut

ubiquitin-dependent proteolytic pathway (E6AP). Jadi dengan penurunan kadar protein p53 dalam sel akan berakibat pada kegagalan

pengendalian pertumbuhan sel, karena tidak terjadinya hambatan aktivasi sel. Protein E7 (onco-protein) highrisk HPV mempunyai

peran dalam proliferasi sel yang dihubungkan dengan keberadaan tumor supressor gene- Rb. Protein E7 (onco protein) akan mengikat

gen Rb. Ikatan tersebut menyebabkan tidak terikatnya gen E2F (faktor transkripsi) oleh protein Rb, sehingga gen E2F menjadi aktif

dan akan membantu c-myc (faktor transkripsi) untuk terjadinya replikasi DNA dan menstimuli siklus sel.

Protein c-myc (proto-oncogene) adalah protein yang disandi oleh gen c-myc, yang berfungsi sebagai protein inti sel untuk

transkripsi dan replikasi sel dalam siklus sel, sehingga dikelompokkan dalam gen-gen pemicu terjadinya tumor. Gen ras adalah famili

proto-oncogenes juga yang merupakan second major class dari GTP-binding proteins, dimana dalam banyak penelitian protein ini

dipastikan berperan dalam mitogenic signal transduction pada siklus sel. Gen p53 adalah gen yang mengkode phosphoprotein inti sel

seberat 53 kDa, dan bertindak sebagai negatif regulator dalam siklus sel, sehingga dikelompokkan dalam gen-gen penekan tumor. Gen

Rb adalah gen yang ditemukan bertanggung jawab pada tumor retina-mata (retinoblastoma) dan merupakan prototipe dari gen-gen

penekan tumor

Perbedaan potensi berbagai tipe HPV terhadap karsinogenesis

tergantung affinitas protein-E6 dalam mengikat gen p53 dan

protein-E7 dalam mengikat gen Rb. yang mempunyai arti yang penting

dalam karsinogenesis kanker serviks uteri. Hal tersebut diatas

bukan merupakan proses mutasi akibat pengaruh karsinogen.

ZONA TRANSFORMASI

Ektoserviks dilapisi oleh epitel squamous, epitel berlapis yang sangat mirip dengan kulit, tapi sedikit keratin. Kanalis servikal,

dilapisi oleh epitel kolumnar, hanya selapis sel dan di titik dimana sel ini bertemu disebut squamocolumnar junction. Letak SCJ

berbeda-beda selama kehidupan yaitu:

masa prapubertas: hanya melapisi ostium eksterna

masa pubertas dan kehamilan: meningkat volume sehingga meluas keluar menuju ektoserviks.

Pada wanita muda SCJ terletak diluar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita usia > 35 Tahun SCJ berada pada kanalis

serviks.

Akibat kondisi asam pada vagina, terjadi proses metaplasia berupa transformasi epitel kolumner menjadi skuamosa sehingga

disebut zona transformasi.

DISPLASIA

Proses metaplasia dapat mengalami gangguan oleh pengaruh luar dan menyebabkan kelainan epitel skuamosa disebut epitel

displastik. HPV serta faktor lainnya seperti merokok dan imunosupresan berperan dalam terjadinya proses displasia ini. Karakter dari

epitel yang mengalami displasia yaitu sedikitnya sel-sel matur yang berpindah dari lapisan basal ke superfisial. Nukleusnya cenderung

lebih besar, ukuran & bentuk lebih bervariasi dan lebih mitotik. Istilah displasia ini sekarang disebut sebagai CIN/NIS (Cervical

Intraepithelial Neoplasia/ Neoplasia Intra Servikal).

CIN I: mengenai hanya 1/3, dari lapisan basal ke superfisial

CIN II: mengenai 2/3, dari lapisan basal ke superfisial

CIN III: mengenai semua lapisan sel

Klasifikasi yang lebih mudah ialah menurut sistem Berhesda yaitu:

'low-grade squamous intraepithelial lesions (LSIL): infeksi HPV dan CIN I

'high-grade SIL (HSIL): CIN II dan CIN III

Perjalanan alamiah CIN

Telah lama diketahui bahwa CIN akan berkembang menjadi keganasan servikal pada keadaan tertentu. CIN III cenderung

berasal dari CIN I dan CIN II, dan hanya CIN III yang dapat berkembang menjadi keganasan.

Tumor dapat tumbuh :

1. Eksofitik yakni mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai masa ploriferatif

yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.

2. Endofitik yakni mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung

mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.

3. Ulseratif yakni mulai dari SCJ dan cenderung merusak jaringan serviks dengan

melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

Periode laten dari NIS-I sampai KIS tergantung dari daya tahan tubuh penderita.

Umumnya masa prainfasif pada 3-20 tahun (Rata-rata 5-10 tahun). Unitarian concept

dari Richart dikenal sebagai perubahan epitel displastik serviks secara

kontinue yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan atau

tanpa pengobatan. Histopatologik sebagian besar epidermoid atau squamous cell

karsinoma, sisanya adenokarsinoma, clear cell karsinoma/ mesonefroid

karsinoma dan yang paling jarang adalah sarkoma.

Tingkatan pramaligna

Porsio yang erosif dengan ekorpion bukanlah premaligna selama tidak ada

bukti perubahan displastik dari SCJ. Penanganan harus berdasarkan

histopatologik, sehingga hasil pap smear harus di tindak lanjuti dengan biopsi

serviks.

Penyebaran

Secara limfogen :

1. Kearah fornises dan dinding vagina.

2. Kearah korpus uterus.

3. Kearah parametrium dan dalam tigkat lanjut dapat meginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih.

Tumor juga dapat menyebar pada kelenjar iliak luar dan iliak dalam (Hipogastrik). Penyebaran melalui pembuluh darah tidak

lazim, dan pada umumnya terbatas pada panggul saja. Mikro invasif jika kedalaman invasi < 1 mm dan sel-sel tumor belum terlihat

dalam kelenjar limfe dan darah sedangkan dikatakan invasif jika kedalaman invasi >1 mm dan sel-sel tumor sudah terlihat dalam

kelenjar limfe dan darah, tumor mungkin telah memfiltrasi stroma serviks, tetapi secara klinik belum terlihat sebagai karsinoma, tumor

yang demikian disebut ganas praklinik (Tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif maka akan menyebar menuju kelenjar

limfe regional, menjalar ke vagina, korpus uterus, rektum dan kandung kemih yang pada tingkat akhir dapat menimbulkan fistula

rektum atau kandung kemih. Melalui trunkus limfatikus dikanan dan vena subklavia kiri dapat mencapai paru, hati, ginjal,tulang dan

otak. Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu karena perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh

karena obstruksi ureter ditempat ureter masuk kandung kemih.

Infeksi virus HPV pada dasarnya tidak hanya terkait kanker servik saja karena jenis-jenis HPV lain dapat menyebabkan kutil

pada tangan atau kaki, kutil kelamin pada penis, vagina dan dubur. HPV juga dapat mengakibatkan masalah pada mulut atau pada

lidah dan bibir. Jenis HPV lain dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak normal yang disebut displasia. Displasia dapat

berkembang menjadi kanker dubur pada laki-laki dan perempuan, dan kanker leher rahim (cervical cancer), atau kanker penis.

Displasia di sekitar dubur disebut neoplasia intraepitelial anal (anal intraepithelial neoplasia/AIN). AIN adalah perkembangan

sel baru yang tidak normal pada lapisan dubur. Displasia pada daerah leher rahim disebut neoplasia intraepitelial serviks (cervical

intraepithelial neoplasia/CIN). Tampaknya AIN dan CIN lebih umum pada Odha dibanding orang HIV-negatif.

Jadi dari penjelasan di atas, infeksi HPV bisa terjadi di luar serviks. Kecenderungan terjadinya kanker serviks pada wanita

akibat infeksi HPV mungkin terjadi karena keadaan sel di SCJ yang secara normal mengalami metaplasia sehingga lebih mudah

terjadi displasia. Dikatakan bahwa infeksi HPV saja kurang cukup untuk menyebabkan displasia sehingga faktor-faktor lain seperti

merokok dan keadaan imunosupresi dapat meningkatkan kerentanan ke arah displasia.

Manifestasi Klinis

Secara umum, tidak ada tanda atau gejala spesifik untuk kanker serviks, karsinoma servikal prainvasif tidak memiliki gejala,

namun karsinoma invasif dini dapat menyebabkan sekret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun perdarahan adalah gejala yang

signifikan, perdaraahn tidak selalu muncul pada saat-saat awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut setelah didiagnosis.

Jenis perdarahan vagina yang paling sering adalah pasca koitus atau bercak antara menstruasi. Bersamaan dengan munculnya tumor,

gejala yang muncul kemudian adalah nyeri punggung bagian bawah atau nyeri tungkai akibat penekanan syaraf lumbosakralis,

frekuensi berkemih yang sering dan mendesak, hematuria, atau perdarahan rektum.

Perdarahan vagina yang abnormal adalah gejala umum yang sering dirasakan oleh pasien pada kanker serviks invasif dan dapat

berbentuk keputihan dengan bercakan darah, spotting, atau bahkan perdarah murni. Leukorea biasanya bersifat purulen, berbau dan

tidak gatal (non pruritic). Riwayat perdarahan paska koitus juga merupakan gejala yang spesifik.

Nyeri pelvis yang terkadang unilateral dan menyebar pada pinggang dan paha merupakan gejala penyakit yang telah lanjut.

Selain itu, ditemukan juga urine yang keluar secara involunter dan feses melalui vagina merupakan tanda juka telah terjadi fistula.

Lemah, letih, lesu dan anemia merupakan ciri khas dari tahap lanjut suatu penyakit meskipun perdarahan akut dan anemia terjadi pada

saat fase awal lesi.

Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini akin lama akan berbau busuk akibat

infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami setelah sehabis

senggama (disebut perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%).

Adanya perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama tumor yang bersifat

eksofitik.

CINPatogenesis

Meningkatkan peubahaan sel yang sudah diawali oleh infeksi HPV

respon seluler terhadap infeksi menurun

Meningkatkan resiko infeksi HPV

Ca ceviks

Nikotin dan metabolit lain yg terdapat dalam rokok ditemukan dalam mukosa cerviks dan cairan semen

E6 dan E& bind produk gen dai p53 dan Rb tumor supresor gen

sel yang terinfeksi akan mengalami neoplastik

Low risk (6, 11, 42,43,44)

High risk (16,18)

Dysplasia (cervical intraepithelial neoplasia)

1. Multiple seksual partner

2. Early active seksual activity

3. Factor resiko tinggi pada pasangan yang

Aktif dan pasief

Rendah vitamin A,E,C, beta karoten dan asam folat

Sistesis protein E6 dan E7

Peningkatan mutasi gen

Infeksi HPV Diet Rokok Behavior

Meningkatkan resiko infeksi HPV persisten

Sel epitel basal dan membrane mukosa

Usia tua

(Schorge, 2008)

Interpretasi

Cervical intraepithelial neoplasia atau CIN biasa disebut dengan dysplasia, yang artinya

kelainan pada pertumbuhan dan perkembangan dari epitel serviks. Ada beberapa derajat variasi

dari CIN. Displasia ringan atau CIN I, yang artinya kerusakan pada pertumbuhan sekitar 1/3

lapisan epitel, kelainan ini juga disebut sebagai Low-grade squamous intraepithelial lesion

(LSIL). Abnormalitas maturasi sekitar 2/3 lapisan epitel disebut juga dengan dysplasia sedang

atau CIN II. Dysplasia berat, CIN III, meliputi > 2/3 lapisan epitel, sedangkan carcinoma in situ

semua lapisan epitel mengalami dismatuasi. Untuk CIN II dan III masuk dalam High-grade

squamous intraepithelial lesion (HSIL) ( Decherney, 2007).

CIN I :

Displasia ringan dapat juga diklasifikasikan sebagai LSIL atau CIN 1. Lesi ini ditandai

dengan perubahan koilositotik, terutama dilapisan superfisial epitel. Koilositosis terbentuk

karena angulasi nukleus yang dikelilingi oleh vakuolisasi perinukleus akibat efek sitopatik virus,

(Schorge, 2008)

dalam hal ini HPV. Satu juta wanita di amerika serikat terdiagnosis CIN 1 setiap tahunnya. Jika

dilakukan LEEP setelah biopsy pada CIN I, 23 %-55% akan mencapai CIN 2/3 pada specimen

LEEP. Sebaiknya dilakukan pap smear ulang sekitar 6-12 bulan dengan melakukan pemeriksaan

kolposkopi ulang untuk ASC-US atau tingkatan yang lebih besar (Fortner, 2007).

CIN II/III

Setiap tahun 500.000 wanita di Amerikater diagnosis mengalami CIN 2/3. Lesi ini bisa di

terapi dan hasilnya akan baik jika dilakukan eksisi pada zona transformasi. Pasien yang memiliki

hasil kolposkopi yang memuaskan dan CIN 2/3 bisa di terapi dengan prosedur eksisi atau ablasi.

Ablasi bisa dilakukan jika adanya hasil yang tidak sesuai antara koloskopi, cytology, dan

histology (jika lesi terbatas pada endoserviks dan lesi keseluruhan terlihat) dan jika pada ECC

tidak terlihat lesi pada endoserviks. Sampai 7 % pasien dengan CIN 2/3 dan hasil kolposkopi

yang tidak memuaskan akan ditemukan lesi mikroinvasive. Oleh karena itu semua kasus harus

ditreatment dengan prosedur eksisi. Kanker ditemukan pada 0.5 % specimen saat eksisi CIN 2/3,

dengan hasil kolposkopi yang memuaska (Fortner, 2007).

Displasia sedang dapat juga diklasifikasikan sebagai HSIL atau CIN 2. displasianya lebih

parah, mengenai sebagian besar lapisan epitel. Kelainan ini berkaitan dengan variasi dalam

ukuran sel dan nukleus serta dengan mitosis normal di atas lapisan basal. Perubahan ini disebut

displasia sedang apabila terdapat maturasi epitel. Lapisan sel superfisial masih berdiferensiasi

dengan baik, tetapi pada beberapa kasus memperlihatkan perubahan koilositotik.

Displasia berat dapat juga diklasifikasikan sebagai HSIL atau CIN 3. Ditandai dengan

ukuran sel dan nukleus yang lebih bervariasi, kekacauan orientasi sel, dan mitosis normal atau

abnormal; perubahan ini mengenai hampir semua lapisan epitel dan ditandai dengan hilangnya

pematangan. Diferensiasi sel permukaan dan gambaran koilositotik biasanya telah lenyap.

Seiring dengan waktu, perubahan displastik menjadi lebih atipikal dan mungkin meluas ke dalam

kelenjar endokrin, tetapi masih terbatas di lapisan epitel dan kelenjarnya. Tampak jelas bahwa

perubahan ini menyebabkan karsinoma in situ.

Table diatas merupakan persentase perkiraan perkembangan CIN.

CIN 1 : Persentase untuk kembali ke keadaan normal sekitar 60 %, persisten 30 %,

bekembang ke CIN 3 sekitar 10 %, dan mengarah ke kanker sekitar 1 %

CIN II : Persentase untuk kembali ke keadaan normal sekitar 40 %, persisten 35 %,

bekembang ke CIN 3 sekitar 20 %, dan mengarah ke kanker sekitar 5 %

CIN III : Persentase untuk kembali ke keadaan normal sekitar 30 %, persisten 48 %, dan

mengarah ke kanker sekitar 22 % ( Decherney, 2007).