patofis-terapi jappi kso

28
Patogenesis penyakit ulkus peptik 9,10 Patogenesis penyakit ulkus peptik adalah kompleks dan multifaktorial namun semakin dipahami akhir-akhir ini. 9 Penyakit ulkus peptik timbul akibat meningkatnya faktor agresif, berkurangnya faktor defensif, atau keduanya. 10 Yang termasuk faktor agresif antara lain sekresi asam klorida, pepsin, alkohol, merokok, refluks empedu dari duodenum, iskemia, hipoksia, dan infeksi Helicobacter Pylori. Faktor defensif meliputi produksi mukus, sekresi bikarbonat mukus, aliran darah, faktor pertumbuhan, pergantian sel, dan prostaglandin endogen. 10 . Sekitar 85% kasus penyakit ulkus peptik berhubungan dengan infeksi Helicobacter Pylori, sementara sisa kasus lainnya berhubungan dengan penggunaan NSAID. 9 Infeksi Helicobacter Pylori 9,10 Helicobacter Pylori adalah bakteri yang mampu menginfeksi mukosa lambung secara persisten. Bakteri ini sebenarnya agak rapuh, di mana organisme ini dapat mati dengan paparan terhadap oksigen kadar tinggi atau suasana asam dalam lambung. Untuk menghindari aktivitas bakterisidal asam lambung, bakteri ini mengembangkan sejumlah mekanisme pertahanan terhadap asam lambung di antaranya adalah produksi enzim urease yang mampu memecah urea menjadi amonia dan bikarbonat. Amonia dan bikarbonat yang terbentuk memberikan suasana lingkungan mikro yang alkalin di antara bagian lambung lain yang

Upload: mamen-geoll

Post on 05-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

patofis

TRANSCRIPT

Patogenesis penyakit ulkus peptik9,10Patogenesis penyakit ulkus peptik adalah kompleks dan multifaktorial namun semakin dipahami akhir-akhir ini. 9 Penyakit ulkus peptik timbul akibat meningkatnya faktor agresif, berkurangnya faktor defensif, atau keduanya.10 Yang termasuk faktor agresif antara lain sekresi asam klorida, pepsin, alkohol, merokok, refluks empedu dari duodenum, iskemia, hipoksia, dan infeksi Helicobacter Pylori. Faktor defensif meliputi produksi mukus, sekresi bikarbonat mukus, aliran darah, faktor pertumbuhan, pergantian sel, dan prostaglandin endogen. 10. Sekitar 85% kasus penyakit ulkus peptik berhubungan dengan infeksi Helicobacter Pylori, sementara sisa kasus lainnya berhubungan dengan penggunaan NSAID.9Infeksi Helicobacter Pylori9,10Helicobacter Pylori adalah bakteri yang mampu menginfeksi mukosa lambung secara persisten. Bakteri ini sebenarnya agak rapuh, di mana organisme ini dapat mati dengan paparan terhadap oksigen kadar tinggi atau suasana asam dalam lambung. Untuk menghindari aktivitas bakterisidal asam lambung, bakteri ini mengembangkan sejumlah mekanisme pertahanan terhadap asam lambung di antaranya adalah produksi enzim urease yang mampu memecah urea menjadi amonia dan bikarbonat. Amonia dan bikarbonat yang terbentuk memberikan suasana lingkungan mikro yang alkalin di antara bagian lambung lain yang asam. lebih dari 300 gen pada Helicobacter Pylori diregulasi oleh asam lambung.9Helicobacter Pylori berbentuk spiral dan memiliki flagella polar. Bakteri ini berenang bebas dalam lapisan mukus dari mukosa lambung. Bakteri ini bergerak mengikuti gradien pH yakni dari pH asam pada lumen menuju pH yang lebih basa di permukaan epithelium. Sebagian kecil bakteri tidak berenang bebas, namun melekat pada mukosa lambung terutama pada daerah taut interseluler melalui molekul yang disebut adhesin. Perlekatan adhesin memicu ekspresi gen-gen yang mengkode faktor virulensi dari bakteri ini.10Terdapat sekurang-kurangnya 3 mekanisme injury lambung akibat Helicobacter Pylori yaitu :1. Produksi zat toksik yang menimbulkan inflamasi lokal. Zat toksik tersebut antara lain metabolit dari urease (mis.amonia), sitotoksin, mucinase yang mendegradasi mukus dan glikoprotein, fosfolipase yang merusak sel epitel dan sel mukus, dan platelet activating factor yang menyebabkan trombosis mikrovaskular dan cedera mukosa. Terdapat dua sitotoksin utama dari bakteri ini yang telah diketahui yaitu Vacuolating Cytotoxin A (VacA) dan Cytotoxin associated Gene A (CagA). VacA merupakan protein berberat molekul 88 kD yang menyebabkan terbentuknya lubang pada membran mukosa lambung dan induksi apoptosis sel. Sedangkan CagA menimbulkan perubahan bentuk dari sel mukosa sehingga jarak antara satu sel epitel dengan epitel lain menjadi lebih renggang dan fungsi barrier epitelial menjadi terganggu.102. Induksi respon imun mukosa lokal. Helicobacter Pylori mampu menimbulkan reaksi imun lokal dengan menarik neutrofil dan monocyte ke mukosa lambung yang kemudian menghasilkan sitokin proinflamatorik dan metabolit oksigen reaktif.103. Peningkatan kadar hormon gastrin yang merangsang peningkatan produksi asam. Hal ini mungkin disebabkan oleh berkurangnya sel-sel antral D oleh infeksi Helicobacter Pylori.10Infeksi Helicobacter Pylori terjadi sejak masa anak-anak dan setelah terinfeksi, kuman ini relatif bertahan seumur hidup penderita karena sulit dieradikasi. Terdapat hubungan terbalik antara infeksi Helicobacter Pylori dengan status sosioekonomik. Hal ini dikaitkan dengan sanitasi yang buruk serta kepadatan penghuni rumah pada status sosioekonomi rendah dan menjelaskan lebih tingginya angka infeksi Helicobacter Pylori pada anak-anak negara berkembang.9

Non steroidal anti inflammatory drugs (NSAID)9Rawat inap akibat perdarahan ulkus peptik mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan penggunaan NSAID. Resiko perdarahan dan ulserasi sebanding dengan dosisNSAID. Resiko ulserasi juga meningkat pada usia lebih dari 60 tahun, konsumsi steroid, konsumsi alkohol, konsumsi antikoagulan, merokok dan penyakit gaster yang telah ada sebelumnya. 3 juta warga negara AS mengkonsumsi NSAID setiap harinya, dan populasi ini memiliki 2-10x resiko lebih besar mengalami ulserasi dibandingkan populasi normal.10NSAID menimbulkan cedera mukosa lambung melalui penekanan produksi prostaglandin lokal. Prostaglandin merupakan vasodilator lokal dari mukosa lambung. Penurunan kadar prostaglandin mengurangi aliran darah mikrovaskular dan menimbulkan iskemia serta hipoksia mukosa yang kemudian menginduksi apoptosis sel mukosa.9

Sekresi asam9Pada orang normal, kadar sekresi asam maksimal sekitar 20mEq/jam apabila dirangsang oleh histamin intravena sementara penderita ulkus rata-rata memiliki sekresi asam 40 mEq/jam setelah injeksi histamin dengan dosis yang sama. Hal ini menimbulkan hipotesis pentingnya sekresi asam dalam patogenesis penyakit ulkus peptik. Namun sekresi asam bukanlah satu-satunya faktor penyebab dan bukan faktor penyebab utama terjadinya ulkus sebab sebagian penderita ulkus memiliki sekresi asam basal dalam batas normal.9

Penyakit ulkus peptik berupa dua bentuk yaitu ulkus gaster dan ulkus doudenum. Ulkus gaster dapat terjadi di mana saja di lambung, namun yang paling sering di daerah kurvatura minor yang dekat dengan insisura. Berdasarkan lokasinya ulkus peptik dapat dibagi menjadi 5 tipe (tabel 1).1060% ulkus gaster dikategorikan sebagai kategori I. Sebagian besar tidak berhubungan dengan sekresi asam yang tinggi. Umumnya ulkus ini terletak 1.5 cm dari daerah transisi mukosa fundus menjadi antrum serta tidak berhubungan dengan lesi lain pada duodenum, pilorus, dan prepilorus. Beberapa ulkus dapat terjadi di daerah kurvatura mayor, namun sangat jarang insidennya, yakni kurang dari 5% dari semua ulkus.10

Tabel 1 : Klasifikasi ulkus gaster10Tipe Lokasi Level asam

IKurvatura minor dekat insisuraRendah

IICorpus gaster bersama ulkus duodenalTinggi

IIIPrepyloric Tinggi

IVKurvatura minor daerah tinggi dekat gastroesofageal junctionNormal

VDi mana sajaNormal, NSAID induced

Salah satu dari komplikasi penyakit ulkus peptik adalah perforasi gaster. Perforasi gaster selain disebabkan oleh ulkus juga dapat disebabkan oleh trauma, neoplasma, benda asing, ingesti bahan korosif, dan iatrogenik (tabel 2).11

Tabel 2 : Penyebab perforasi gastroduodenal11Non traumatikTraumatik

Ulkus gasterIatrogenik

Ulkus duodenalBenda asing

Obstruksi Kekerasan

Iskemia

keganasan

Trauma gaster dan duodenum yang menimbulkan perforasi adalah jarang, hanya mencakup 5.3% dari semua trauma tumpul viskus berongga, namun disertai angka komplikasi 27%-28%. Perforasi karena neoplasma dapat disebabkan oleh obstruksi dan peningkatan tekanan luminal atau akibat hasil dari kemoterapi. Benda asing baik yang ditelan dengan sengaja maupun tidak sengaja dapat menimbulkan perforasi baik melalui cedera langsung maupun obstruksi luminal. Cedera iatrogenik yang menyebabkan perforasi gastroduodenal terus bertambah. peningkatan penggunaan esophagoduodenoskopi meningkatkan perforasi akibat prosedur medik. perforasi gastroduodenal juga terjadi pada prosedur abdomen lain seperti pemasangan filter vena cava inferior, ERCP, dan stent bilier.11

Gejala klinik9Gejala yang paling sering dari ulkus gaster adalah nyeri epigastrik yang terlokalisasi dengan baik, di mana nyeri ini membaik dengan makanan. Nyeri bersifat hilang timbul dengan salah satu pencetus timbulnya nyeri adalah stress emosional. Nyeri yang bersifat lebih konstan menunjukkan penetrasi ulkus yang lebih dalam. Umumnya gejala dapat ditoleransi dan pasien cenderung membiarkan penyakit ini berlangsung bertahun-tahun. Sekelompok pasien datang dengan kondisi ekstrem di mana terjadi perdarahan atau perforasi dari ulkus peptik. Perforasi ulkus gaster ditandai oleh rasa nyeri difus yang hebat dan mendadak pada seluruh abdomen akibat iritasi chemical dari peritoneum yang memburuk dengan regangan peritoneum (pergerakan, batuk, dsb). Kadang nyeri menjalar ke scapula kanan akibat akumulasi isi lambung pada subphrenic kanan. Perforasi umumnya disertai demam derajat rendah, bising usus yang menurun sampai hilang, dan rigiditas dari dinding abdomen. Pada perdarahan ulkus gaster, ditemukan adanya melena akibat darah yang bercampur asam lambung, anemis, dan hemodinamik tidak stabil bila perdarahan profus. Umumnya, semakin tua usia pasien, semakin besar resiko perdarahan dan perforasi ulkus dan semakin berat morbiditas dan mortalitasnya.10

Diagnosis10,11Anamnesa riwayat penyakit ulkus peptik memegang peranan penting dalam diagnosis sebab temuan pemeriksaan fisik tidak spesifik dan tidak banyak membantu. Riwayat nyeri yang berulang pada epigastrik yang membaik dengan makanan khas untuk suatu ulkus peptik. Pemeriksaan fisik mungkin hanya ditemukan adanya nyeri tekan epigastrik. Hanya ada dua pemeriksaan yang mampu mengkonfirmasi adanya ulkus yakni radiografi upper GI dengan kontras atau endoskopi.10Radiografi upper GI dengan kontras relatif murah jika dibandingkan dengan endoskopi dan memiliki sensitivitas hampir 90% (gambar 1). Kerugian dari radiografi upper GI dengan kontras ialah potensi reaksi alergi kontras dan adanya peluang cukup besar untuk misinterpretasi ulkus ganas dinilai sebagai ulkus jinak. Endoskopi fibreoptic merupakan tindakan modalitas diagnostik paling akurat untuk ulkus peptik disertai keuntungan tambahan yakni dapat dilakukannya biopsi lesi. Hal ini sangat membantu dalam diferensiasi ulkus jinak dari ulkus ganas.10 Gambar 1 : Ulkus gaster pada kurvatura minor (panah putih)10

Pemeriksaan tambahan lain berupa pemeriksaan darah lengkap, fungsi liver, fungsi ginjal, serum elektrolit dan serum amilase. Pemeriksaan adanya Helicobacter Pylori seharusnya dilakukan pada semua pasien dengan kecurigaan ulkus peptik. Deteksi Helicobacter Pylori terbaik adalah melalui biopsi. Namun, jika tidak tersedia fasilitas biopsi atau dinilai terlalu invasif, deteksi Helicobacter Pylori dengan ELISA maupun Urea Breath Test cukup sensitif dan spesifik. ELISA memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 90%, namun titer antibodi anti Helicobacter Pylori dapat terus tinggi selama 1 tahun atau lebih sehingga tidak cocok digunakan untuk monitor eradikasi Helicobacter Pylori. Urea Breath Test memiliki sensitivitas dan spesifisitas 95% dan cocok digunakan untuk dokumentasi eradikasi Helicobacter Pylori.10Diagnosis yang cepat dari perforasi gastroduodenal memerlukan indeks kecurigaan yang tinggi berdasarkan riwayat dan pemeriksaan klinis. riwayat nyeri abdomen intermiten dan reflux gastroesofageal sering ditemukan. selain itu, penyakit ulkus peptik yang telah diketahui dan tidak diterapi secara adekuat, atau dengan gejala, atau dengan kekambuhan nyeri yang mendadak patut dicurigai adanya perforasi. riwayat trauma atau instrumentasi diikuti dengan timbulnya nyeri perut dan nyeri tekan seharusnya membuat klinisi waspada terhadap kemungkinan injury. pasien dengan perforasi gastroduodenal biasanya datang dengan nyeri perut dan iritasi peritoneal akibat kebocoran dari isi lambung yang asam. namun, hasil pemeriksaan fisik kadang-kadang tidak kuat untuk menegakkan diagnosis, peritonitis mungkin minimal atau absen. Pada sisi lain, pasien dapat datang dengan perubahan status mental yang semakin menganggu pemeriksaan fisik yang akurat. pemeriksaan lab tidak berguna pada kondisi akut sebab mereka cenderung tidak spesifik, namun leukositosis, asidosis metabolik, dan peningkatan amilase serum mungkin berhubungan dengan perforasi.11Udara bebas di bawah diafragma pada foto X-ray dada tegak menandakan adanya perforasi organ berongga dan mengharuskan evaluasi dan eksplorasi lebih lanjut. Jika ditemukan pneumoperitoneum disertai riwayat dan pemeriksaan fisik yang sesuai, maka temuan ini sudah cukup untuk melakukan eksplorasi. Jika tidak ditemukan pneumoperitoneum, pemeriksaan CT scan dengan oral kontras perlu dilakukan.11Temuan mencurigakan pada CT scan antara lain cairan intraperitoneal yang tidak normal, pneumoperitoneum, penebalan dinding usus, streaking dari lemak mesentery, hematoma mesentery, dan ekstravasasi kontras. Penggunaan CT scan telah sangat membantu deteksi perforasi. namun pada 12% kasus perforasi traumatik, hasil CT scan adalah normal. Penambahan kontras oral dan melakukan CT scan triple kontras dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas. Pada setting trauma, diagnostic peritoneal lavage (DPL) pada dasarnya telah digantikan oleh FAST, di mana FAST kurang spesifik untuk perforasi organ berongga.11Di Saverio dkk menyarankan pengunaan methylene blue intraoperatif melalui NG tube untuk lokalisasi yang akurat dari perforasi mikroskopik11

Penanganan9,10,11,121. Penanganan ulkus peptik tanpa komplikasi9,10Terapi medikamentosa merupakan standar untuk penanganan ulkus peptik tanpa komplikasi. Obat anti ulkus dapat dibagi menjadi 3 kategori besar yaitu obat untuk memberantas Helicobacter Pylori, obat yang mengurangi keasaman lambung baik dengan mengurangi sekresi maupun menetralkan asam lambung, dan obat yang memproteksi mukosa lambung.9Antasid merupakan obat ulkus paling tua yang pernah ada. Antasid merupakan basa lemah yang ketika berikatan dengan asam lambung membentuk garam. Antasid bervariasi dari rasa, daya buffer, dan efek sampingnya. Antasid magnesium memberi efek samping diare, sementara antasid alumunium memberi efek samping konstipasi. Antasid paling efektif bekerja pada 1 jam setelah makan. Pemberian sebelum makan hanya memberi efek netralisasi asam yang singkat.10Antagonis reseptor H2 merupakan obat-obat yang memblok secara selektif reseptor histamin 2 di lambung. Cimetidin adalah antagonis dengan potensi terlemah sedangkan famotidin merupakan antagonis dengan potensi tertinggi dan half life yang panjang. Semua obat golongan ini dimetabolisme oleh liver dan diekskresi ginjal. Angka kesembuhan ulkus dengan antagonis H2 adalah 70-80% setelah 4 minggu dan 80-90% setelah 8 minggu.10Proton pump inhibitor (PPI) merupakan obat paling poten untuk menekan sekresi asam lambung. Obat ini menghalangi semua jalur untuk sekresi asam lambung. Angka kesembuhan ulkus dengan PPI adalah 85% setelah 4 minggu dan 96% setelah 8 minggu.10Sukralfat merupakan mukosa protektor yang mirip secara kimia dengan heparin namun tidak memiliki efek antikoagulasi. Sukralfat merupakan kompleks sukrosa sulfat dengan alumunium. Sukralfat berikatan dengan protein pada dasar ulkus dan membentuk suatu lapisan pelindung pada permukaan ulkus. Kombinasi sukralfat dengan obat anti sekresi asam memberi hasil penyembuhan ulkus yang lebih baik dibandingkan placebo.10Infeksi Helicobacter Pylori bersifat persisten jika tidak diterapi secara aktif. Angka penyembuhan ulkus secara spontan jika bakteri ini tidak dieradikasi adalah sangat rendah, yakni kurang dari 0.5% per tahun. Saat ini terapi Helicobacter Pylori menggunakan kombinasi antibiotik dengan PPI yang disebut triple therapy. Omeprazol biasanya dikombinasi dengan clarithromycin dan metronidazol atau amoxicillin. Triple therapy ini diberikan selama 7-14 hari dengan angka resistensi antibiotik yang rendah, efek samping minimal, dan kepatuhan pasien yang cukup. Angka eradikasi Helicobacter Pylori mencapai 90% dengan terapi ini.10Pembedahan untuk ulkus tanpa komplikasi saat ini sudah banyak ditinggalkan dan frekuensinya terus menurun. Pada era sebelumnya, dilakukan pembedahan untuk ulkus tanpa komplikasi dengan prosedur trunkal vagotomi dengan drainase (gambar 2), trunkal vagotomi dengan antrektomi (gambar 3), dan proksimal gastric vagotomi (gambar 2).9

Gambar 2 : Trunkal vagotomi dan proximal gastric vagotomi. A) Pada trunkal vagotomi, kedua trunkus nervus vagus dipotong pada level hiatus diafragma. B) Pada proximal gastric vagotomi, serat nervus vagus yang mensuplai fundus dipotong sedangkan serat yang mensuplai antrum dan pilorus serta divisi hepatik dan celiac dari N.vagus tetap intak.9 Gambar 3 : Trunkal vagotomi dapat dikombinasi dengan antrektomi. Bagian distal gaster (area pink pada inset) dipotong. Kemudian kontinuitas gastrointestinal dapat dikembalikan dengan rekonstruksi Billroth I gastroduodenostomi (a) atau Billroth II gastrojejunostomi (b).92.Penanganan ulkus dengan komplikasi11a.Perforasi ulkus peptik11Operatif vs non operatifCroft TJ dkk pada 1989 melakukan uji acak prospektif untuk membandingkan hasil dari penanganan non operatif dengan operatif pada pasien dengan diagnosis ulkus peptik perforasi. dari 83 pasien yang diteliti selama periode 13 bulan, 40 di antaranya ditangani secara konservatif yang terdiri atas resusitasi dengan cairan intravena, pemasangan NGT, antibiotik, dan ranitidin. 11 dari pasien ini (28%) tidak mengalami perbaikan klinis setelah 12 jam dan pada akhirnya memerlukan operasi. 2 dari 11 pasien tersebut mengalami perforasi karsinoma gaster, dan 1 mengalami perforasi karsinoma sigmoid. mortalitas antara kedua grup adalah sama (2 kematian di tiap grup, 5%) dan tidak ada perbedaan signifikan pada angka morbiditas (40% pada kelompok operatif dan 50% pada kelompok non operatif). mereka menyimpulkan bahwa pasien perforasi ulkus peptik, periode awal penanganan non operatif dengan observasi ketat dapat diperbolehkan kecuali untuk pasien usia lebih dari 70 tahun, dan periode observasi ini dapat meniadakan kebutuhan operasi emergency pada lebih dari 70% pasien.11Songne B dkk pada 2004 melakukan uji prospektif pada 82 pasien dengan diagnosis ulkus peptik perforasi. Mereka pada awalnya diterapi dengan prosedur non operatiif (suction nasogastrik, iv antagonis H2, iv proton pump inhibitor). perbaikan klinis dengan terapi non operatif ditemukan pada 54% pasien. Angka mortalitas sekitar 1%. dalam analisis univariat. Faktor prediktif kegagalan terapi non operatif antara lain ukuran pneumoperitoneum lebih dari ukuran vertebra lumbal I, detak jantung >94x/menit, meteorismus abdomen, nyeri pada colok dubur, dan umur >59 tahun. pada analisis multivariat, faktor prediktif antara lain ukuran pneumoperitoneum, detak jantung, dan meteorismus abdomen.11Faktor paling penting dari kemungkinan sukses terapi non operatif pada ulkus peptik perforasi adalah apakah ulkus telah menutup. Hal ini dapat ditunjukkan dengan studi kontras gastrografin. Jika terdapat kebocoran kontras dari ulkus maka pembedahan perlu dilakukan. sebaliknya jika ulkus telah menutup dengan sendirinya oleh omentum dan sebagainya, maka terapi non operatif dapat dilakukan jika pasien tidak mengalami peritonitis dan sepsis berat. Drainase perkutaneus dapat dilakukan kemudian.11

Bedah terbuka vs laparoskopi11Jumlah pasien yang memerlukan pembedahan untuk perforasi ulkus peptik tetap relatif tidak berubah. Mengurangi penundaan operasi sangat penting dalam penanganan perforasi ulkus peptik. Menurut Danish Clinical register of emergency surgery, dari studi kohort pada 2688 pasien, didapatkan bahwa penundaan operasi tiap 1 jam berhubungan dengan penurunan angka survival sebesar 2.4%.11Dengan adanya laparoskopi, operasi emergency ulkus peptik perforasi telah mengalami perubahan. laparoskopi mampu mengkonfirmasi diagnosis dan identifikasi posisi, lokasi, dan ukuran ulkus. laparoskopi juga mampu menutup perforasi dan melakukan toilet peritoneum adekuat tanpa memerlukan insisi abdomen yang besar. Pada kasus perforasi yang besar dengan kontaminasi hebat debris makanan yang tidak dapat dibersihkan secara adekuat dengan laparoskopi, konversi mungkin diperlukan untuk toilet peritoneal yang optimal. pada kasus demikian, perforasi mungkin ekstensif dan operasi reseksional mungkin diperlukan.11Bukti yang saat ini ada menunjukkan hasil antara penanganan laparoskopi dengan bedah terbuka secara klinis tidak ada perbedaan dan tidak ada perbedaan yang ditemukan dalam hal komplikasi septik abdominal, komplikasi pulmonal, dan koleksi abdominal. Penelitian dengan kontrol secara acak akhir-akhir ini menunjukkan operasi laparoskopi berhubungan dengan waktu operasi yang lebih pendek, berkurangnya penggunaan drain abdominal post operatif, berkurangnya kebutuhan analgesia, berkurangnya lama rawat inap, lebih cepatnya kembali ke diet normal, dan berkurangnya morbiditas. Penanganan secara laparoskopi memungkinkan pelepasan yang lebih awal drain abdomen dan NG tube serta kembalinya diet normal dan mobilisasi yang lebih cepat. Meskipun beberapa studi menunjukkan laparoskopi membutuhkan waktu operasi yang lebih panjang, namun studi terakhir menunjukkan dengan pengalaman, waktu operasi untuk mengerjakan laparoskopi dapat sama dengan bedah terbuka.11Studi sebelumnya menunjukkan angka kebocoran jahitan sebesar 7% pada laparoskopi, namun studi terakhir menunjukkan kebocoran jahitan laparoskopi dapat ditiadakan secara sempurna dan dapat lebih baik dari bedah terbuka dengan angka kebocoran 2%. Diseksi jaringan dan insisi abdomen yang lebih minimal mengurangi jumlah analgesia opiat yang diperlukan pasien. Banyak pakar yang menyimpulkan baik bedah terbuka maupun laparoskopi untuk ulkus peptik perforasi adalah sama efektifnya.11Beberapa pakar menyatakan laparoskopi lebih berbahaya pada kondisi peritonitis berkepanjangan. Hal ini didukung oleh lebih seringnya ditemukan pneumonia pada kelompok laparoskopi, walaupun durasi operasi kedua kelompok adalah sama. Penelitian eksperimental pada hewan menunjukkan peningkatan tekanan intra abdomen dengan pneumoperitoneum karbon dioksida berhubungan dengan peningkatan resiko bakteremia dan sepsis bila durasi peritonitis telah melampaui 12 jam. Pneumonia mungkin disebabkan oleh peningkatan translokasi bakteri dari rongga peritoneum ke aliran darah, namun belum ada bukti yang mendukung konsep ini.11Beberapa pusat bedah memilih untuk menggunakan bedah terbuka yang lebih familiar untuk pasien-pasien resiko tinggi. Pasien-pasien dengan resiko rendah menurut skor Boey (tabel 2) seharusnya dioperasi secara laparoskopi yang berhubungan dengan berkurangnya nyeri pemulihan, kosmetik lebih baik, adhesi dan hernia insisional minimal, dan potensi diagnostik yang lebih baik.11

Tabel 2 : Skor Boey dan outcome11Skor resikoMortalitas (OR)Morbiditas (OR)

18% (2.4)47% (2.9)

233% (3.5)75% (4.3)

338% (7.7)77% (4.90)

Faktor skor Boey penyakit medis penyerta yang berat syok preoperatif durasi perforasi > 24 jamskor : 0-3 ( setiap faktor memberi 1 poin bila positif).

Sanabria A dkk bekerjasama dengan Cochrane library menerbitkan review pada 2010. Mereka memaparkan adanya kecenderungan berkurangnya komplikasi intraabdomen septik, infeksi luka bedah, ileus postoperatif, komplikasi pulmonal, dan mortalitas dengan operasi laparoskopi dibandingkan bedah terbuka. namun tidak ada satupun di antaranya yang signifikan secara statistik.11Guadagni dkk menyarankan operasi laparoskopi untuk ulkus peptik perforasi dapat dilakukan namun perlu disertai keterampilan laparoskopi abdomen emergency yang cukup. Perforasi 1.5 cm atau lebih dan ulkus duodenum posterior harus dipertimbangkan sebagai faktor resiko utama untuk konversi.11

Primary repair vs tanpa jahitan11Repair laparoskopi tanpa jahitan memiliki keuntungan dibandingkan repair laparoskopi dengan jahitan karena jauh lebih mudah secara teknis. teknik ini dapat dilakukan oleh orang dengan pengalaman bedah laparoskopi yang terbatas. Meskipun rasionale dari penggunaan teknik tanpa jahitan adalah untuk menyederhanakan prosedur dan mengurangi waktu operasi, namun teknik ini tidak diterima secara luas karena angka kebocoran yang tinggi dibandingkan repair jahitan (16 vs 6%). selain itu, teknik tanpa jahitan memerlukan biaya tambahan seperti penggunaan lem fibrin.11Siu dkk mengajukan teknik menutup ulkus dengan satu jahitan disertai omental patch (Gambar 2) untuk perforasi kecil (