sindrom metabolik
DESCRIPTION
endokrin metabolismeTRANSCRIPT
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 4
BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISME
“MUDAH LELAH ”
Tutor :
dr. Doddy Novrial
Kelompok 4
1. Lucky Mariam G1A009005
2. Muarif G1A009013
3. Rostikawaty Azizah G1A009022
4. Windy Nofiatri R. G1A009035
5. Wily Gustafianto G1A009058
6. Karina Adzani Herma G1A009059
7. Rahma Dewi A. G1A009081
8. Maulana Rizqi Yuniar G1A009089
9. Fawzia Merdhiana G1A009098
10. Nurul Arsy M G1A009120
11. Gesa Gestana A G1A009124
12. Angga Mintarsa G1A006077
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada pelaksanaan problem based learning yang keempat di blok
endokrin dan metabolisme ini, kami akan membahas tentang obesitas disertai
syndrome metabolik. Obesitas adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat
badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas
adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada
bagian-bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu
apabila ditemukan total lemak tubuh >25% pada pria dan >33% pada wanita
Faktor-faktor penyebab obesitas masih terus diteliti. Baik faktor
lingkungan maupun genetik berperan dalam terjadinya obesitas. Faktor
lingkungan antara lain pengaruh psikologi dan budaya. Dahulu status sosial dan
ekonomi juga dikaitkan dengan obesitas. Individu yang berasal dari keluarga
sosial ekonomi rendah biasanya mengalami malnutrisi. Sebaliknya, individu dari
keluarga dengan status sosial ekonomi lebih tinggi biasanya menderita obesitas.
Kini diketahui bahwa sejak tiga dekade terakhir, hubungan antara status sosial
ekonomi dengan obesitas melemah karena prevalensi obesitas meningkat secara
dramatis pada setiap kelompok status sosial ekonomi. Meningkatnya obesitas tak
lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti menurunnya aktivitas fisik, dan
kebiasaan menonton televisi berjam-jam.
Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan berat badan
normal melalui pengaruh hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga
menentukan banyak dan ukuran sel adiposa serta distribusi regional lemak tubuh.
Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas menurut
pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh bagian atas
(upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah (lower body obesity).
Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominansi penimbunan lemak tubuh di
truncal . Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada truncal, yaitu
truncal subcutaneus yang merupakan kompartemen paling umum, intraperitoneal
(abdominal), dan retroperitoneal. Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak
didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini lebih dikenal sebagai
“android obesity”. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes,
hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian bawah
Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya akumulasi
lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih banyak terjadi pada
wanita sehingga sering disebut “gynoid obesity”. Tipe obesitas ini berhubungan
erat dengan gangguan menstruasi pada wanita sedangkan sindroma metabolic
merupakan kumpulan kondisi ukuran tubuh yang tidak sehat dan ketidaknormalan
hasil laboratorium yang menyebabkan individu memiliki risiko yang tinggi
terhadap penyakit kardiovaskular. Modifikasi gaya hidup yang agresif dan
menggunakan obat-obatan untuk mengatasi kondisi yang menjadikan Sindroma
Metabolik akan mengurangi peluangnya berlanjut pada penyakit jantung dan
stroke. Sindroma metabolik juga dikenal dengan Sindroma X atau Sindroma
Resistensi Insulin.
B. KASUS
INFORMASI 1
Ny. OS, seorang ibu rumah tangga berusia 42 tahun datang dengan
keluhan mudah lelah. Lelah sudah dirasakan walaupun ia hanya beraktivitas
ringan saja. Ia juga merasakan nyeri pada persendian yang menopang tubuh
seperti lutut, paha dan punggung. Ia seorang wanita yang gemar memasak dan
tidak pernah mengatur pola makannya. Ny. OS menderita hipertensi sejak + 3
tahun yang lalu, rutin berobat dan terkontrol dengan diuretik. Sejak 3 tahun ini
pula, setiap tahun ia memeriksakan gula darah puasa dengan hasil normal.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan hasil :
KU : baik, Compos Mentis
TB : 158 cm
BB : 96 kg
TD : 140/90 mmHg
HR : 96 x/menit
RR : 22x/menit
Status internus dbN
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEJELASAN ISTILAH DAN KONSEP
Diuresis
Adalah jenis obat yang menurunkan tekanan darah dan merangsang diseresin
atau yang menyebabkan pengeluaran urine.
B. MENETAPKAN DEFINISI DAN BATASAN PERMASALAHAN
YANG TEPAT
1. Mengidentifikasi masalah yang didapatkan dari informasi 1.
Identitas pasien
1. Usia : 42 tahun
2. Jenis kelamin : wanita
3. Status : Ibu Rumah Tangga
Keluhan Utama : mudah lelah walau beraktivitas ringan
Riwayat Penyakit Sekarang
1. Onset : -
Frekuensi : -
2. Lokasi : -
3. Kualitas : -
4. Kuantitas / keparahan : -
5. Kronologis : seorang ibu rumah tangga yang mudah lelah
walaupun melakukan aktivitas ringan dia
merasakan nyeri pada sendi terutama lutut,
paha dan punggung. Menderita hipertensi
sejak 3 tahun lalu rutin berobat dan terkontrol
dengan diuretic sejak 3 tahun yang lalu pula.
Gula darah puasa dalam keadaan normal.
6. Faktor memperburuk : -
Faktor memperingan : -
7. Manifestasi : mudah lelah dan merasakan nyeri di
persendian
Riwayat Penyakit Dahulu : -
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Riwayat Sosial dan Pribadi : ibu rumah tangga yang gemar memasak dan
tidak pernah mengatur pola makannya
Pemeriksaan fisik
KU : baik, compos mentis
Tinggi badan : 158 cm
Berat badan : 96 kg
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Denyut nadi : 96x/menit
Frekuensi napas: 22/menit
2. Hipotesa penegakan diagnosis dengan pembandingnya, hipotesa yang kami
ajukan untuk kasus diatas adalah sebagai berikut
a. Obesitas
Karena BMI dari pasien adalah diatas normal yaitu > 38. Hal itu
mengindikasikan obesitas tingkat 2.
b. obesitas disertai dislipidemia
dikatakan dislpidemia adalah karena kadar kolestrol dalam darah
tinggi. Diasumsikan melalui anamnesis bahwa pasien mempunyai pola
makan yang tidak terkontrol dan jarang melakukan latihan jasmani.
c. Hipertensi
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa tekanan darah pasien adalah
140/90 mmHg. Merupakan pertanda hipertensi ringan.
d. sindroma metabolic
mengapa mengajukan diagnosis sindroma metabolik adalah karena
pasien mempunyai gejala-gejala yang mirip dengan penyakit sindroma
metabolik, antara lain :
i. Hipertensi
ii. Obesitas central
iii. Dislipidemia
3. Menentukan pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan dan
interpretasinya.
Untuk lebih menegakan diagnosis dari hipotesis yang di ajukan. Maka
diperlukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang tepat
untuk kasus ini adalah mengukur kadar gula darah sewaktu dan mengukur
kadar kolesterol yaitu HDL dan LDL serta perlu juga dilakukan
pengukuran kadar trigliserid dalam darah. Untuk nilai normal dari masing-
masing pemeriksaan penunjang adalah sebagai berikut,
GDS : <200 mg/dl
TG : <200 mg/dl
HDL : <50 mg/dl (berbeda-beda menurut berbagai
sumber, dari buku Ilmu penyakit dalam dikatakan
menurut penelitian dari ATP III untuk adalah untuk
pria < 40mg/dl dan untuk wanita < 50 mg/dl)
LDL : <200 mg/dl
C. MENYUSUN BERBAGAI PENJELASAN MENGENAI
PERMASALAHAN
INFORMASI 2
Dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan :
GDS : 165 mg/dl
TG : 255 mg/dl
HDL : 42 mg/dl
LDL : 212 mg/dl
Dari informasi 2 diketahui bahwa kadar Gula Darah Sewaktunya
(GDS) adalah normal, trigliseridnya (Tg) meningkat, High density
Lipoprotein (HDL) menurun, Low Density Lipoprotein (LDL)
meningkat.
hal tersebut dapat membantu untuk dapat ditegakannya diagnosis yang
mengerucut. Pada hipotesis diatas dapat dikenali bahwa pasien menderita
obesitas. Melalui pengukuran BMI pasien yang dapat diketahui dengan
data berat badan dan tinggi badan.
Untuk hipotesis sindroma metabolik tetap dipertahankan karena pasien
mengalami atau memiliki kumpulan sindroma gangguan.
INFORMASI 3
Lingkar Pinggang : 88 cm
Informasi mengenai berat badan pasien semakin memperkuat hipotesis
bahwa pasien menderita obesitas. Disebabkan karena untuk lingkar
pinggang wanita dewasa normal adalah < 80 cm. Lingkar pinggang 88
cm berarti sudah dapat dipastikan pasien menderita obesitas.
Namun dari gejala-gejala yang muncul dalam informasi ke dua mengenai
kadar kolesterol darah yang abnormal, yang didiagnosis sebagai suatu
kelainan penyakit dislipidemia. Tetap menjadikan sindroma metabolik
adalah hipotesis dari kasus ini.
Oleh karena itu pada kasus ini, untuk diagnosis yang kami ajukan adalah
Obesitas disertai dengan Sindroma Metabolik.
D. MERUMUSKAN TUJUAN BELAJAR
1. Menjelaskan obesitas disertai sindroma metabolic
2. Menyebutkan gejala klinis dari obesitas disertai sindroma metabolik
3. Menjelaskan patogenesis terjadinya obesitas disertai sindroma metabolik
4. Menjelaskan patofisiologi tanda dan gejala yang muncul
5. Menjelaskan prognosis dan komplikasi pada obesitas disertai sindroma
metabolik
6. Menjelaskan penatalaksanaan obesitas diserta sindroma metabolik
E. BELAJAR MANDIRI SECARA INDIVIDUAL ATAU KELOMPOK
Mencari sumber referensi yang terkait dengan sasaran belajar yang sudah
direncanakan yaitu berupa materi dari textbook atau jurnal terbaru. Sudah
dilaksanakan.
F. MENARIK ATAU MENGAMBIL SISTEM INFORMASI YANG
DIBUTUHKAN DARI INFORMASI YANG ADA
1. obesitas dan sindroma metabolic
Definisi
Sindrom Metabolik atau Sindrom X merupakan kumpulan dari faktor2
risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular yang ditemukan pada
seorang individu. Faktor-faktor risiko tersebut meliputi dislipidemi,
hipertensi, gangguan toleransi glukosa dan obesitas
abdominal/sentral. The National Cholesterol Education Program-Adult
Treatment Panel III (NCEP-ATP III) mendapatkan bahwa sindrom
metabolik merupakan indikasi untuk dilakukan intervensi terhadap gaya
hidup yang ketat, meliputi diet, latihan fisik dan intervensi farmakologik.
(Vega GL,2001)
Epidemiologi/ Prevalensi
Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang
digunakan dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third
National Health and Nutrition Examination Survey (1988 sampai 1994),
prevalensi sindrom metabolik (dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP
III) bervariasi dari 16% pada laki2 kulit hitam sampai 37% pada wanita
Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya
usia dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika yang berusia
lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh mempunyai berat badan
lebih atau gemuk , diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokok
sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindrom
metabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2
dikemudian hari. .(Ford S,2002)
Etiologi :
Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Suatu
hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik
adalah resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan
timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar
pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan
penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif
yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan
vaskular dan pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa
terjadi perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas
abdominal. Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang
mengalami peningkatan kadar kortisol didalam serum (yang disebabkan
oleh stres kronik) mengalami obesitas abdominal, resistensi insulin dan
dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan
aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi akibat stres akan
menyebabkan terbentuknya hubungan antara gangguan psikososial dan
infark miokard.(Ford S,2002)
Komponen Kriteria diagnosis WHO :
Resistensi insulin plus :
Kriteria diagnosis ATP
III :
3 komponen dibawah ini
Obesitas
abdominal/ sentral
Waist to hip ratio :
Laki2 : > 0.90;
Wanita : > 0.85, atau
IMB > 30 kg/m2
Lingkar pinggang :
Laki2 : > 102 cm (40 inchi)
Wanita : > 88 cm (35 inchi)
Hipertrigliseridemia 150 mg/dl ( 1.7
mmol/L)
150 mg/dl ( 1.7 mmol/L)
HDL Cholesterol
♂ < 35 mg/dl (< 0.9
mmol/L)
♀ < 39 mg/dl (< 1.0
mmol/L
♂ < 40 mg/dl (< 1.036
mmol/L)
♀ < 50 mg/dl (< 1.295
mmol/L)
Hipertensi
TD 140/90 mmHg atau
riwayat terapi anti
hipertensif
TD 130/85 mmHg atau
riwayat terapi anti hipertensif
Kadar glukosa
darah tinggi
Toleransi glukosa
terganggu, glukosa puasa
terganggu, resistensi insulin
110 mg/dl atau 6.1
mmol/L
atau DM
Mikroalbuminuri Ratio albumin urin dan
kreatinin 30 mg/g
Sedangakan obesitas merupakan keadaan penumpukan lemak yang
berlebihan di jaringan adiposa. Keadaan ini timbul akibat pengaturan makan
yang tidak baik, gaya hidup kurang gerak, dan faktor keturunan (genetik).
Kelebihan energi makanan yang kita konsumsi secara kumulatif akan
ditimbun sebagai cadangan energi berupa lemak tubuh. Ketidak-seimbangan
antara energi yang masuk dan yang digunakan tubuh membuat berat badan
bertambah. Peranan genetik dalam kejadian obesitas terbukti dari adanya
risiko obesitas sekitar 2 -3 kali lebih tinggi pada individu dengan riwayat
keluarga obesitas Untuk mengukur obesitas digunakan ukuran indeks massa
tubuh (IMT). IMT dihitung dari: Berat badan (Kg) dibagi Tinggi badan
kuadrat (M2)
Berat-badan (Kg)
Tinggi-badan2 (M2)
Kisaran normal IMT Asia-Pasifik 18,5-22,9 kg/m².Lebih dari itu masuk
kelompok berisiko, dan bila IMT di atas 25 kg/m² disebut sebagai obesitas.
Contoh: Bila tinggi badan 160 cm dan berat badan 70 kg. Maka IMT=
IMT 27,4 berarti dalam keadaan obesitas dan dianjurkan menurunkan berat
badan dalam kisaran 49 - 60 kg agar mencapai IMT 18,5 – 22,9
IMT tidak mencerminkan distribusi timbunan lemak di dalam tubuh. Untuk
menilai timbunan lemak perut dapat digunakan rasio lingkar pinggang dan
pinggul (RLPP) atau mengukur lingkar pinggang (LP) saja karena lebih
70 kg = 70 kg = 27,4 kg/m2
(1,6 X 1,6) m2 2,56 m2
praktis. Cara ini mudah, dengan menggunakan pita meteran (seperti yang
digunakan oleh penjahit) diukur bagian-bagian tubuh untuk mengetahui
banyaknya lemak tubuh. Gemuk pada pria umumnya seperti apel (android),
lemak banyak disimpan di pinggang dan rongga perut. Sedangkan wanita
menyerupai pir (gynecoid), penumpukan lemak terjadi di bagian bawah,
seperti pinggul, pantat dan paha. Gemuk bentuk ‘apel’ lebih berbahaya
dibandingkan gemuk bentuk ‘pir’. Yang berbahaya adalah timbunan lemak di
dalam rongga perut, yang disebut sebagai obesitas sentral. Mengingat
obesitas sentral sering dihubungkan dengan komplikasi metabolik dan
pembuluh darah (kardiovaskuler), tampaknya pengukuran LP lebih memberi
arti dibandingkan IMT. Adanya timbunan lemak di perut tercermin dari
meningkatnya LP. Sebagai patokan, pinggang berukuran ≥ 90 cm
merupakan tanda bahaya bagi pria, sedangkan untuk wanita risiko tersebut
meningkat bila lingkar pinggang berukuran ≥ 80 cm.
Obesitas ( LP wanita > 80 cm, pria > 90 cm) ditambah 2 dari 4 Faktor berikut
ini :
1. Trigliserida ≥ 150 mg/dl
2. Kolesterol HDL < 40 mg/dl (pria), < 50 mg/dl (wanita)
3. Hipertensi
Tekanan darah sistolik ≥130 mmHg
Tekanan darah diastolik ≥ 85 mmHg
Glukosa darah puasa ≥ 100 mg/l
2. Menyebutkan gejala klinis dari obesitas dan sindroma metabolic
a. obesitas abdominal adalah bentuk dari obesitas yang paling kuat
berhubungan dengan sindroma metabolik. Hal ini dapat terlihat secara
klinis dengan meningkatnya lingkar perut.
b. dislipidemia atherogenik bermanifestasi dengan penurunan kadar HDL-
C, peningkatan kadar trigliserid, dan small dense LDL.
c. peningkatan tekanan darah berhubungan dengan obesitas dan biasanya
terjadi pada resistensi insulin.
d. resistensi insulin/intoleransi glukosa terjadi pada sebagian populasi
dengan sindroma metabolik. Hal ini berhubungan erat dengan komponen
sindroma metabolik lainnya dan berbanding lurus dengan risiko PKV
(penyakit kardiovaskuler).
e. keadaan proinflamasi meningkatkan kadar hsCRP sebagai akibat
dilepaskannya sitokin proinflamasi merupakan pertanda risiko terjadinya
infark myocard.
f. keadaan prototombik memiliki karakteristik peningkatan plasminogen
activator inhibitor (PAI-1), fibrinogen, dan faktor VII.
Peningkatan faktor risiko metabolik selalu berhubungan dengan tingginya
akumulasi jaringan adiposa abdominal, terutama jaringan lemak visceral
Salah satu karakteristik obesitas abdominal/lemak visceral adalah
terjadinya pembesaran sel-sel lemak, sehingga sel-sel lemak tersebut akan
mensekresi produk-produk metabolik, diantaranya sitokin proinflamasi,
prokoagulan, peptida inflamasi, dan angiotensinogen. Produk-produk dari
sel lemak dan peningkatan asam lemak bebas dalam plasma bertanggung
jawab terhadap berbagai penyakit metabolik seperti diabetes, penyakit
jantung, hiperlipidemia, gout, dan hipertensi
3. Menjelaskan patogenesis
4. Menjelaskan patofisiologi tanda dan gejala yang muncul
1. Patofisiologi Sindrom Metabolik
a) Obesitas
Obesitas yang digambarkan dengan IMT tidak begitu
sensitif dalam menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan
metabolic yang terjadi. Studi menunjukkan bahwa obesitas sentral
yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off yang berbeda
antara jenis kelamin lebih sensitive dalam memprediksi gangguan
metabolic dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut
menggambarkan baik jaringan adipose subkutan dan visceral.
Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang menjadi
resistensi insulin dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan
pada individu tanpa obes (lean subjects). Interaksi faktor genetic
dan lingkungan akan memodifikasi tampilan metabolic dari suatu
resistensi insulin maupun obesitas.
Jaringan adipose merupakan sebuah organ endokrin yang
aktif mensekresi berbagai faktor pro dan anti inflamasi seperti
leptin, adiponektin, Tumor Nekrosis Faktor α (TNF-α), Interleukin-
6 (IL-6), dan resistin. Konsentrasi adiponektin plasma menurun
pada kondisi DM tipe 2 dan obesitas. Senyawa ini dipercaya
memiliki efek antiaterogenik pada hewan coba dan manusia.
Sebaliknya, konsentrasi leptin meningkat pada kondisi resistensi
insulin dan obesitas dan berhubungan dengan risiko kejadian
kardiovaskular tidak tergantung dari faktor risiko tradisional
kardiovaskulat, IMT, dan konsentrasi CRP. Sejauh ini belum
diketahui apakah pengukuran-pengukuran marker hormonal dari
jaringan adipose lebih baik daripada pengukuran secara anatomi
dalam memprediksi risiko kejadian kardiovaskular dan kelainan
metabolic yang terkait.
b) Dislipidemia
Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolic ditandai dengan
peningkatan trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol
LDL biasanya normal, namun mengalami perubahan struktur
berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan konsentrasi
trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam
lemak bebas ke hati sehingga terjadi peningkatan produksi
trigliserida. Namun, studi pada manusia dan hewan menunjukkan
bahwa peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan
tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak
bebas ke hati.
Peningkatan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida
sehingga terjadi transfer trigliserida ke HDL. Namun, pada sukjek
dengan resistensi insulin dan konsentrasi trigliserida normal dapat
ditemukan penurunan kolesterol HDL.
2. Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat
akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu
kesehatan.
5. Menentukan komplikasi dan prognosis obesitas disertai sindroma
metabolic
KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang muncul akibat sindroma metabolic
antara lain serangan stroke, serangan jantung, kebutaan dan gagal ginjal.
Komplikasi ini muncul akibat gangguan pembuluh darah yang
mengakibatkan gangguan aliran darah, padahal darah sendiri membawa
makanan yang harus didistribusikan ke setiap sel tubuh kita. Maka
tergantung sel mana yang ‘kelaparan’ dulu, kalau sel-sel ginjal maka
muncul gagal ginjal, kalau sel-sel jantung bisa muncul serangan jantung,
begitu juga sel-sel organ yang lain.
6. Menentukan penatalaksanaan gangguan Obesitas diserta Sindroma
Metabolik
PENCEGAHAN SINDROM METABOLIK
1. Mengatur komposisi makanan
2. Mengatur waktu makan
3. Penurunan berat badan secara bermakna dapat memperbaiki semua
aspek dari sindrom metabolik. Demikian pula peningkatan aktifitas
fisik dan pengurangan asupan kalori akan memperbaiki abnormalitas
sindrom metabolik. Perubahan diet spesifik ditujukan terhadap
aspek2 tertentu dari sindrom metabolik seperti :
Mengurangi asupan lemak jenuh untuk menurunkan resistensi
insulin
Mengurangi asupan garam untuk menurunkan tekanan darah
Mengurangi asupan karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi untuk
menurunkan kadar glukosa darah dan trigliserida
4. Diet yang banyak mengandung buah-buahan, sayur-sayuran, biji-
bijian, lemak tak jenuh dan produk2 susu rendah lemak bermanfaat
pada sebagian besar pasien dengan sindrom metabolik. Dokter
keluarga efektif dalam membantu pasien merubah gaya hidupnya
melalui pendekatan individual untuk menilai adanya faktor2 risiko
spesifik, intervensi terhadap faktor2 risiko tersebut serta membantu
pasien dalam mengidentifikasi hambatan2 yang dialami dalam upaya
merubah perilaku.
Saat ini belum ada studi acak terkontrol yang khusus tentang
penatalaksanaan Sindrom Metabolik. Berdasarkan studi klinis,
penatalaksanaan agresif terhadap komponen2 Sindrom Metabolik
dapat mencegah atau memperlambat onset diabetes, hipertensi
dan penyakit kardiovaskular. Semua pasien yang didiagnosis
dengan Sindrom Metabolik hendaklah dimotivasi untuk merubah
kebiasaan makan dan latihan fisiknya sebagai pendekatan terapi
utama. Penurunan berat badan dapat memperbaiki semua aspek
Sindrom Metabolik, mengurangi semua penyebab dan mortalitas
penyakit kardiovaskular. Namun kebanyakan pasien mengalami
kesulitan dalam mencapai penurunan berat badan. Latihan fisik
dan perubahan pola makan dapat menurunkan tekanan darah dan
memperbaiki kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi
insulin.13)
Latihan Fisik :
Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap
insulin didalam tubuh, dan merupakan target utama terjadinya
resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat menurunkan kadar lipid
dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik
terhadap sensitivitas insulin terjadi dalam 24 – 48 jam dan hilang
dalam 3 sampai 4 hari. Jadi aktivitas fisik teratur hendaklah
merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki resistensi insulin.
Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
derajat aktifitas fisiknya. Manfaat paling besar dapat diperoleh bila
pasien menjalani latihan fisik sedang secara teratur dalam jangka
panjang. Kombinasi latihan fisik aerobik dan latihan fisik
menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Dengan menggunakan
dumbbell ringan dan elastic exercise band merupakan pilihan terbaik
untuk latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging
selama 1 jam perhari juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral
secara bermakna pada laki2 tanpa mengurangi jumlah kalori yang
dibutuhkan.11,12)
Diet
Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus.
Review dari Cochrane Database mendukung peranan intervensi diet
dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Bukti-bukti dari
suatu studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat
membantu mempertahankan penurunkan tekanan darah. Hasil2 dari
studi klinis diet rendah lemak selama lebih dari 2 tahun menunjukkan
penurunan bermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan
menurunkan angka kematian total.
The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7) merekomendasikan tekanan darah sistolik antara 120
– 139 mmHg atau diastolik 80 – 89 mmHg sebagai stadium pre
hipertensi, sehingga modifikasi gaya hidup sudah mulai ditekankan
pada stadium ini untuk mencegah penyakit kardiovaskular.
Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches to Stop Hypertension
(DASH), pasien yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan
tinggi karbohidrat terbukti mengalami penurunan tekanan darah yang
berarti walaupun tanpa disertai penurunan berat badan.
Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah
lebih lanjut atau mencegah kenaikan tekanan darah yang menyertai
proses menua. Studi dari the Coronary Artery Risk Development in
Young Adults mendapatkan bahwa konsumsi produk2 rendah lemak
dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang
bermakna. Diet rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan
kadar trigliserida dan menurunkan kadar HDL kolesterol, sehingga
memperberat dislipidemia. . Suatu studi menunjukkan adanya korelasi
antara penyakit kardiovaskular dan asupan biji-bijian dan kentang.
Para peneliti merekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian,
buah-buahan dan sayuran untuk menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular. Efek jangka panjang dari diet rendah karbohidrat
belum diteliti secara adekuat, namun dalam jangka pendek, terbukti
dapat menurunkan kadar trigliserida, meningkatkan kadar HDL-
cholesterol dan menurunkan berat badan.
Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan
mengganti makanan yang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan
indeks glikemik rendah yang banyak mengandung serat. Makanan
dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar glukosa post
prandial dan insulin. 12)
Modifikasi gaya hidup melalui penurunan berat badan, olah raga
teratur, berhenti merokok dan mengurangi makanan berlemak. Dengan
mengurangi 10% dari kelebihan berat badan secara otomatis dapat
menurunkan tekanan darah dan memperbaiki gangguan resistensi insulin.
Sebagian orang mampu menurunkan tekanan darah dan hiperglikemianya
hanya dengan merubah gaya hidup. Namun, sebagian besar orang
memerlukan bantuan obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah,
menurunkan trigliserida dan meningkatkan HDL.
Karena semua permasalahan ini saling terkait, maka penanganan pada
satu unsur dari sindrom ini dapat memperbaiki unsur yang lain.
Contohnya, melalui olah raga yang teratur, akan membantu anda
menurunkan berat badan, mengurangi gula darah serta memperbaiki
kondisi hiperglikemia dan resistensi insulin. Kombinasi antara makanan
yang sehat dengan olah raga yang teratur dapat mengobati kondisi
sindroma metabolik sehingga mencegah risiko penyakit jantung, sroke,
diabetes dan masalah medis lai Terapi pada orang obesitas
1. Terapi diet
Dengan cara mengurangi asupan lemak, karbohidrat,dan gula.
2. Aktivitas fisik
Misalnya dengan melakukan olahraga (berjalan) selama 30 menit secara
rutin 3x seminggu lalu ditingkatkan menjadi 5 kali seminggu selama 45
menit. Hal ini terbukti dapat membakar 100-200 kalori/hari
3. Terapi perilaku
Pengawasan : kebiasaan makan, aaktivitas fisik, managemen stress
Stimulus control
Pemecahan masalah
Dukungan
4. Farmako terapi
obat
Sibutramide
Kontra indikasi untuk penderita hipertensi, penyakit jantung koroner,
dan stroke
Orlistat :bekerja dengan menghambat absorbsi lemak 30%
5. Tindakan bedah
Jika BMI lebih dari sama dengan 40 atau 35 dan gagal dalam terapi
menggunakan obat, dilakukan bedah gastro.
Menurunkan resiko penyakit kardiovaskular atherosclerosis dan
diabetes mellitus tipe 2 pada pasien yang belum diabetes.
1. Penatalaksanaan ada 2 pilar :
a. Tatalaksana penyebab
Berat badan lebih/obesitas & aktifitas fisik
b. Tatalaksana factor lipid dan non lipid
2. Penurunan berat badan :
a. Pengaturan penurunan berat badan merupakan dasar, baik dalam
obesitas maupun sindrom metabolic.
b. Penurunan berat badan 5-10% sudah dapat memberikan
perbaikan profil metabolic
c. Penanganannya :
- Diet
- Aktifitas fisik >> olahraga
- Perubahan perilaku >> yang terpenting
- Obat-obatan >> penurunan berat badan (sibutramin dan
orlistat)
Cara kerja sibutramin :
Cara kerjanya sentral
Efek mengurangi asupan energy melalui efek mempercepat
rasa kenyang dan mempertahankan pengeluaran energy
(efek nya menurunkan berat badan dan mempertahankan
berat badan yang sudah turun)
Efek metabolic >> penurunan berat badan dengan
pemberian sibutramin setelah 24 minggu disertai dengan
diet dan aktifitas fisik >> memperbaiki kadar trigliserida
dan kolesterol HDL
3. Toleransi glukosa merupakan salah satu manifesti sindrom metabolic
yang dapat menjadi awal suatu diabetes mellitus. Penelitian
menunjukan adanya hubungan yang kuat antara toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan risiko kardiovaskular pada sindrom metabolic
dan diabetes.
a. Perubahan gaya hidup
b. Aktifitas fisik yang teratur >> efektif menurunkan berat badan
dan TGT
c. Modifikasi diet secara bermakna memperbaiki glukosa 2 jam
pasca prandial dan kadar insulin.
4. Hipertensi :
a. Tiazolidindion >> pengaruh ringan tetapi persisten terhadap
penurunan tekanan darah systole dan diastole
b. Tiazolidindion dan methformin >> menurunkan kadar asam
lemak vevas
c. Pada diabetes prevention program >> methformin mengurangi
progresi diabetes sebesar 31% dan efektif pada pasien muda dan
obesitas.
5. Terapi untuk dislipidemia :
a. Perubahan gaya hidup dengan medikasi
b. Perubahan diet dan aktifitas fisik >> tidak cukup >> disarankan
dengan obat”an
c. Terapi obat gembrifozil >> memperbaiki profil lipid dan
menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler.
d. Fenobibrat:
- khusus menurunkan kadar trigliserida
- meningkatkan kolesterol HDL
- menurunkan kadar fibrinogen
e. kombinasi fenofibrat dan statin :
- memperbaiki kadar trigliserida
- memperbaiki kolesterol HDL
- memperbaiki LDL
6. Tindakan bedah
Jika BMI lebih dari sama dengan 40 atau 35 dan gagal dalam
terapi menggunakan obat, dilakukan bedah gastro.
BAB III
KESIMPULAN
Pada kasus ini, diagnosis yang berhasil ditegakan adalah Obesitas disertai
dengan Sindroma Metabolik.
Obesitas merupakan keadaan dimana berat badan lebih dari normal,
sesuai dengan interpretasi yang telah kita sampaikan diatas. Kelebihan berat badan
atau lemak bisa menyebabkan terjadinya dislipidemia, dislipidemia merupakan
keadaan dimana kadar lemak tidak dtabil, dengan ciri LDL meningkat, Trigliserid
meningkat, dan HDL menurun.
Sindroma metabolic merupakan kumpulan dari faktor resiko penyakit
kardiovaskular. Contoh dari sindrom-sindrom tersebut adalah hiperetensi, obesitas
sentral, dislipidemia dan resistensi insulin. Jika ketiga sindrom tersebut telah
muncul. Maka sudah dapat dipastikan bahwa pasien menderita Sindrom
Metabolik.
DAFTAR PUSTAKA
Widjaya. 2004. Obesitas dan sindroma metabolik. Forum Diagnosticum. 4:1-16.
Tjokroprawiro A. 2005. The Mets: One of The Major Threat to Human Health.
Plennery Lecture Surabaya Metabolic Syndrome Update-1 (SUMETSU-1).
Surabaya: 19-20 Februari.
Semiardji. 2004. The Significant of Visceral Fat in Metabolic Syndrome. Jakarta:
Diabetes Meeting 9-10 Oktober.
Grundy S.M. 2006. Metabolic syndrome: connecting and reconceiling
cardiovaskuler and diabetes world. J Am Coll Cardiol. 47:1093-1110.
M. Wahba. 2007. Obesity and obesity inisiated metabolic syndrome: mechanistic
link to chronic kidney disease. Clin J Am Soc Nephrol. 2:550-562.
Hayes, Peter C., Walter, Ronald S.Mac. 2009. Buku Saku pemeriksaan Klinik.
Tangerang: Binarupa Aksara Publisher
Lawrelee, Sherwood. 2006. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC
Nuswantari, Dyah., Kumala, Poppy. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland.
Jakarta: EGC.
Pierce, Sylvia. 2007. Patofisioogi dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine W. 2005. Patofisiologi, konsep klinis proses-
proses penyakit. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
Shahab, Alwi. SINDROM METABOLIK. Palembang : Subbagian Endokrinologi
Metabolisme Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unsri.
Sudoyo, Aru W., setiyohadi, Bambang., alwi, Idrus., simadibrata, Marcellus.,
Setiadi, Siti. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: pusat
penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI.
Soegondo, Sidartawan. 2006 Sindrom Metabolik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi 4. Jakarta: Interna Publishing: 1849-1850.
Vega GL. Obesity, the metabolic syndrome, and cardiovascular disease. Am Heart
J 2001;142:1108-16.
Deen D. Metabolic Syndrome : Time of Action. Am Fam Physician
2004;69: 2875-82.
Ford ES, Giles WH, Dietz WH. Prevalence of the metabolic syndrome among
U.S. adults: findings from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey. JAMA 2002;287:356-9.