obesitas 2 & sindrom metabolik

28
Obesitas Tipe 2 dengan Sindrom Metabolik Wendy Yudija Limbong Allo 102012312 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana [email protected] Pendahuluan Semua manusia yang ada pasti membutuhkan energi dalam beraktivitas, energi yang dibutuhkan adalah terutama karbohidrat, protein, dan lemak serta komponen-komponen lain yang berperan serta. Bila energi yang masuk tidak seimbang dengan yang dikeluarkan dalam tubuh, maka energi tersebut terakumulasi dan akan menjadi suatu lemak yang menumpuk di tubuh, yang biasa akan menumpuk pada abdomen pada laki-laki atau panggul pada wanita. Penumpukan lemak ini disebut juga obesitas. Terdapat juga obesitas yang disertai peningkatan gula darah (resistensi insulin), tekanan darah yang tinggi, LDL yang tinggi, HDL yang rendah dan trigliserida yang tinggi (dislipidemia), yang disebut sebagai sindroma metabolik. Etiologi dari sindroma metabolik ini sendiri bermacam-macam diantaranya adalah pola hidup yang tidak sehat dan juga dari genetik dari orang tua. Sindroma metabolik atau juga disebut sindroma X ini juga bertanggung jawab atas peningkatan kematian akibat penyakit-penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukan intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat dan intensif. 1 | Page

Upload: paul-wendy-dasilva

Post on 06-Dec-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

blok 27

TRANSCRIPT

Obesitas Tipe 2 dengan Sindrom Metabolik

Wendy Yudija Limbong Allo102012312

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida [email protected]

Pendahuluan

Semua manusia yang ada pasti membutuhkan energi dalam beraktivitas, energi yang

dibutuhkan adalah terutama karbohidrat, protein, dan lemak serta komponen-komponen lain

yang berperan serta. Bila energi yang masuk tidak seimbang dengan yang dikeluarkan dalam

tubuh, maka energi tersebut terakumulasi dan akan menjadi suatu lemak yang menumpuk di

tubuh, yang biasa akan menumpuk pada abdomen pada laki-laki atau panggul pada wanita.

Penumpukan lemak ini disebut juga obesitas.

Terdapat juga obesitas yang disertai peningkatan gula darah (resistensi insulin), tekanan

darah yang tinggi, LDL yang tinggi, HDL yang rendah dan trigliserida yang tinggi (dislipidemia),

yang disebut sebagai sindroma metabolik. Etiologi dari sindroma metabolik ini sendiri

bermacam-macam diantaranya adalah pola hidup yang tidak sehat dan juga dari genetik dari

orang tua. Sindroma metabolik atau juga disebut sindroma X ini juga bertanggung jawab atas

peningkatan kematian akibat penyakit-penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukan intervensi

modifikasi gaya hidup yang ketat dan intensif.

Modifikasi gaya hidup ini pun meliputi aktivitas fisik yang teratur, pola makan yang sehat

serta terjaga, dan juga terdapat obat-obatan yang dipakai pada obesitas yang berat.

Anamnesis

Berdasarkan kasus, pasien adalah Laki-laki 45 tahun bekerja sebagai guru yang datang

dengan maksud untuk menurunkan berat badannya. Berdasarkan dari anamnesis yang perlu

ditanyakan diantaranya:

Apakah ada anggota keluarga lain yang overweight?

Apakah ada riwayat keluarga dengan diabetes?

1 | P a g e

Apakah pasien memiliki penyakit diabetes?

Apakah pasien memiliki tekanan darah tinggi?

Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat hormone tiroid?

Apakah ada kenaikan 20 kg sejak berusia 20 tahun?

Apakah pasien olahraga teratur?

Apakah pasien memiliki penyakit batu pankreas?

Apakah sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu?

Apakah sekarang sedang stress atau banyak tekanan?

Dari pertanyaan diatas sudah bisa mengarahkan perkembangan obesitas dari pasien, apa yang

telah terjadi pada pasien, dan bagaimana keberhasilan dan kegagalan usaha mereka. Riwayat

keluarga penting untuk mengidentifikasi tipe dari obesitas dan kemungkinan ditemukannya

kelainan genetic yang langka. Untuk informasi kenaikan berat badan berguna untuk menetukan

resiko komplikasi kedepannya.1,2

Pemeriksaan Fisik

Untuk pemeriksaan fisik, ada beberapa pemeriksaan yang penting dalam menetukan derajat

keparahan maupun menetukan resiko-resiko obesitas kedepannya.

1. Tanda-tanda vital

Para perawat dan dokter seharusnya dapat memeriksa tanda-tanda vital, dalam hal ini

diantaranya tekanan darah, denyut nadi, pernapasan dan suhu.1

2. Antropometri

Pemeriksaan antropometri meliputi; tinggi badan, berat badan, lingkar perut, lingkar

pinggang dan lingkar panggul

3. Indeks Massa Tubuh (IMT) / Body Mass Index (BMI)

IMT dihitung dengan pembagian berat badan (kg) oleh tinggi badan (m) pangkat dua.

Kini IMT banyak digunakan di rumah sakit untuk mengukur status gizi pasien karena

IMT dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang sekalipun hanya estimasi tetapi

lebih akurat daripada pengukuran berat badan saja. Di samping itu, pengukuran IMT

lebih banyak dilakukan saat ini karena orang yang kelebihan berat badan atau yang

gemuk lebih berisiko untuk menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke,

hipertensi, osteoarthritis dan beberapa bentuk penyakit kanker. Namun, The National

2 | P a g e

Institute of Diabetes and Digestive and kidney Diseases mengingkatkan bahwa orang

yang berotot dan bertulang besar dapat memiliki IMT yang tinggi tetapi tetap sehat.

Begitu pula orang berusia lanjut, orang dengan massa otot yang rendah dan pasien

malnutrisi bisa memiliki IMT yang normal tetapi tidak tepat. Berikut ini adalah rumus

untuk menghitung IMT.3 Penghitungan IMT dapat dicari melalui rumus, berikut adalah

rumusnya: IMT = Berat badan (Kg)/ (Tinggi badan)2

Ini adalah tahap pertama dalam mentukan resiko-resiko yang akan dihadapi oleh

pasien. Nilai IMT ini mempunyai curva relasi terhadap resiko-resiko tertentu, dan

beberapa level dari resiko tersebut dapat diindentifikasi menggunakan IMT tersebut.1,2

4. Rasio Pinggang : Panggul / Waist to Hip Ratio (WHR)

Rasio pi-pa diukur dengan mula-mula mengukur lingkar pinggang (perut) pada lingkaran

terkecil di atas panggul. Kemudian, lingkaran panggul diukur lewat tonjolan gluteus yang

paling maksimal. Hasil kedua pengukuran ini kemudian digambar pada nomogram dan

letakkan hasil pengukuran lingkaran pinggang pada skala di sebelah kiri, sementara

hasil pengukuran lingkaran panggul pada skala di sebelah kanan. Hubungkan kedua

hasil pada skala tersebut dengan garis lurus yang akan memotong garis AGR/ WHR

(abdominal-gluteal ratio atau waist to hip ratio) yang terletak di antara kedua skala.

Rasio pi-pa (WHR) yang sebesar 1,0 atau kurang bagi laki-laki dan 0,8 atau kurang bagi

wanita merupakan nilai normal.3

Pengukuran lingkar perut (waist circumference) kini menjadi metode paling populer

kedua (sesudah IMT) untuk menentukan status gizi. Cara pengukuran lingkaran perut ini

dapat dapat membedakan obesitas menjadi jenis abdominal (obesitas tipe android) dan

perifer (obesitas tipe ginoid). Pasien dengan obesitas abdominal yang merupakan faktor

risiko untuk berbagai penyakit metabolik, vaskuler dan degeneratif memiliki lingkaran

perut yang lebih besar dari normal. Untuk diagnosis obesitas abdominal, lingkaran perut

bagi wanita Asia adalah ≥ 80 cm dan bagi pria Asia adalah ≥ 90 cm.3

Dan pada pemeriksaan fisik secara umum, hasil yang didapati adalah sebagai berikut;

TD:130/90mmHg, TB 150cm, BB 80kg, Lpe 95cm, Lpa 105cm.

Pemeriksaan Penunjang

Berdasarkan kriteria sindrom metabolik, maka pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan

antara lain:

3 | P a g e

Resistensi Insulin

Glukosa darah puasa (normal < 110 mg/ dl)

Mikroalbuminuria (rasio albumin / kreatinin)

Profil Lipid :

Kolesterol total (normal <270 mg/ dl)

Kolesterol HDL (normal > 45 mg/ dl)

Kolesterol LDL (normal < 100 mg/ dl)

Trigliserida (normal < 150 mg/ dl)

Pemeriksaan lain juga bisa dilakukan seperti pemeriksaan TSH, PSA, mamografi, USG pada

kandung empedu.1

Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 12%, GDP 100 mg/dL, kolesterol 130 mg/dL, trigliserid 180

mg/dL, HDL 30 mg/dL, LDL 100 mg/dL.

Sindrom Metabolik

Sindrom metabolik (sering juga disebut syndrome X atau insulin resistance syndrome)

merupakan istilah yang digunakan ketika seorang pengidap obesitas telah memiliki 3 dari 5

faktor risiko. Kelima faktor risiko ini dapat dilihat pada Tabel 5 Kriteria sindrom metabolik.7

Meskipun banyak faktor diyakini terlibat, penyebab sindrom metabolik belum

sepenuhnya terkuak. Fakotr-faktor yang terbukti berpengaruh pada resistensi insulin ini,

meliputi (1) faktor genetik, (2) penggunaan karbohidrat dan gula secara berlebihan, (3)

penggunaan asam lemak jenuh yang berlebihan, sementara asam lemak esensial terlalu

sedikit, (4) ketidakseimbangan antara kalsium dan magnesium, (5) penggunaan stimulant dan

obat tertentu, serta (6) stres.5

Bukti campur tangan komponen genetik diperoleh berdasarkan hasil kajian keluarga

yang menunjukkan bahwa komponen sindrom metabolik sangat mungkin dimiliki seorang

pengidap obesitas jika orang tuanya merupakan penyandang diabetes, hipertensi, atau

keduanya. Prevalensi kembar monozigot dalam menampakkan komponen sindrom ini lebih

tinggi ketimbang kembar dizigot.

Karbohidrat adalah penyumbang kelimpahan insulin, terutama akibat penggunaan

refined sugar secara berlebihan dalam jangka panjang. Kelimpahan asam lemak jenuh,

khususnya ketakselarasan perbandingan antara asam-asam lemak bebas (omega 3 dan omega

4 | P a g e

6), mengakibatkan kelainan membrane sel yang pada akhirnya menghambat masuknya molekul

glukosa ke dalam sel.

Magnesium ialah mineral yang banyak berperan dalam berbagai kegiatan metabolik,

seperti relaksasi otot dan saraf, pencernaan lemak, aktivitas normal kelenjar tiroid, penurunan

kadar kolesterol, dan lain-lain. Terkikisnya magnesium langsung memicu konstriksi pembuluh

darah, mengakibatkan peninggian tekanan darah serta perangsangan sistem saraf secara

berlebihan. Magnesium juga merupakan komponen penting dalam pembentukan insulin, di

samping insulin itu sendiri berperan aktif dalam proses ambilan (uptake) mineral ini ke dalam

sel. Resistensi insulin mengurangi penyerapan magnesium yang ikut memicu hiperaktivitas sel

yang pada gilirannya kelak akan menambah beban resistensi insulin. Kelebihan glukosa dalam

darah menyebabkan pertambahan ambilan kalsium ke dalam sel. Pertambahan ambilan

kalsium yang dibarengi pengurangan ambilan magnesium akan mengganggu keseimbangan

kalsium-magnesium. Dampak dari dominasi ion kalsium ialah perangsangan sel secara

berlebihan oleh kalsium, mengakibatkan hipersentivitas sel.

Stimulan, seperti kopi, teh, minuman ringan, alkohol, dan rokok, mampu meningkatkan

kadar gula darah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Alkohol memang mengandung

gula sehingga konsumsi minuman ini akan cepat sekali meningkatkan kadar gula darah.

Kandungan gula dalam minuman ringan akan segera meningkatkan sekresi insulin. Kopi dan

rokok akan merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan adrenalinyang selanjutnya tentu

saja meningkatkan tekanan darah.

Selain itu masih ada obat lain yang mampu memperberat aresistensi insulin. Preparat

yang dimaksud adalah NSAID (nonsteroid anti-inflamation drug), steroid, diuretik, dan β-blocker.

NSAID mengacaukan keseimbangan prostaglandin dalam tubuh sehingga mengganggu

permeabilitas sel. Steroid mengganggu keseimbangan hormon-hormon alami tubuh dan

membuat orang menjadi agresif, si samping menggiatkan sistem saraf simpatis. β-blocker

meningkatkan defisiensi magnesium yang telah ada karena obat ini akan meningkatkan

ekskresi magnesium. Sementara itu, diuretik memperparah keadaan karena perangainya, yaitu

memicu ekskresi banyak mineral, salah satunya ialah magnesium, ketidakseimbangan kalsium-

magnesium merupakan salah satu dampak yang selalu dicemaskan.

Respon tubuh terhadap stres juga berupa peningkatan tekanan darh dengan begitu

cepat, respons ini sesungguhnya mempunyai tujuan yang sangat alami, yaitu berupa fight atau

5 | P a g e

flight. Jika stres berlangsung kronis, tekanan darah yang telah tinggi itu pun akan terus

bertahan tinggi selama stres tersebut belum teratasi.

Peran obesitas sentral dalam menumbuhkan sindrom metabolic tercantum pada kriteria

yang dipatok oleh NCEP/ ATP III maupun WHO. Meskipun nilai BMI subjek belum terekam

pada kriteria obesitas, ketidaknormalan ukuran lingkar pinggang telah terbukti kaitannya dengan

risiko hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan sindrom metabolik. Lokasi jaringan lemak

menjadi faktor penentu prekembangan resistensi insulin. Massa lemak intraperitoneal

berkorelasi paling kuat dengan resistensi insulin, kadar VLDL dan apolipoprotein B, serta

produksi VLDL oleh hati.5,8

Meskipun obesitas bukanlah penyebab resistensi insulin (obesitas hanyalah salah satu

contributor bagi resistensi insulin), penanganan sindrom metabolik diarahkan pada penurunan

berat badan. Beberapa zat suplementer (vitamin dan mineral) terbukti berkhasiat memekakan

insulin, yaitu vitamin E, biotin, kalsium, kalium, kromium, magnesium, vanadium, dan seng. Di

samping itu, ada pula lemak tertentu yang dapat memperbaiki permeabilitas membran sel

terhadap insulin serta zat-zat gizi yang mengoptimalkan metabolisme glukoas, asam amino lain

yang masih terkait ialah glutathione dan L-arginin.5,8

Konsep penanganan sindrom metabolik adalah eliminasi faktor yang menyebabkan atau

melatarbelakangi sindrom ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian,

tahapan penanganan sindrom metabolik boleh diterjemahkan ke dalam lima tahap pereduksian

pengaruh resistensi insulin: (1) mengurangi asupan karbohidrat dan gula, (2) metabolic typing,

(3) mengembalikan keseimbangan asam lemak esensial, (4) mereduksi stress, dan (5) mulai

menggunakan suplemen.5

Pengurangan asupan gula berarti menyantap gula olahan (refined sugar), alkohol,

minuman ringan, stimulan, dan karbohidrat berindeks glikemis tinggi. Seluruh bahan berbasis

karbohidrat hendaknya diganti dengan sayur dan buah berindeks glikemik rendah.diet yang

mengandung 50-60% kalori dari karbohidrat merupakan anjuran baku bagi diabetes tipe 2 dan

pengidap sindrom metabolik. Penyeimbangan asam lemak esensial terbukti meningkatkan

asupan omega 3 secara bermakna, sementara metabolic typing berguna untuk menakar

kemampuan genetik diabetes dalam memproses glukosa. Pemberian suplemen berguan untuk

menggenapkan kekurangan elemen kelumit utamanya, berperan dalam pemekaan insulin.5

6 | P a g e

Dosis suplementasi kalsium ditakar sebanyak 600 mg/hari, kromium dibatasi sekitar

400-800 ug/hari, magnesium ditetapkan sebesar 200-400 mg/hari, vanadium hanya 5 mg/hari,

dan seng cukup 30 mg/hari. Sementara itu, suplementasi asam eikosapentanoat

(eicosapentanoic acid, EPA) dianjurkan sebanyak 3-6 g/hari dalam dosis terbagi, konjugat asam

linoleat sebesar 2 g tiga kali sehari yang diminum saat makan, asam lipoat 300-1200 mg/hari

dalam dosis terbagi, koenzim Q10 100 mg/hari, L-karnitin dan taurin masing-masing 500 mg 2

kali sehari. Vanadil sulfat juga merupakan elemen kelumit yang terkait dengan pengaturan gula

darah.5

Kejadian di US, peningkatan obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom

metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia

50 tahun sebesar 45%. Pandemic sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan

peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi

yang dilakukan di Depok (2001) menunjukan prevalensi sindrom metabolik menggunakan

kriteria National Cholesterol EducationProgram Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III)

dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat 25,7% pria dan 25% wanita. Prevalensi sindroma

metabolik sebesar 13,3% dan menunjukan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >

25 kg/m2 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta pada

tahun 2006 melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan depok

yaitu dengan 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (59,4%).5

NCEP/ATP III WHO

Tiga dari kriteria berikut Disglisemia [DM tipe 2, gula darah puasa

terganggu, TGT (toleransi glukosa

ternganggu), atau resistensi insulin] + 2 kriteria

berikut

Lingkar perut > 88 cm (perempuan) dan > 102

cm (laki-laki)

BMI > 30 dan/ atau rasio pi-pa > 0,9 (laki-laki)

dan > 0,85 (perempuan)

Trigliserida ≥ 150 mg/dL Trigliserida ≥ 150 mg/dL

HDL <40 mg/dL (L), <50 mg/dL (P) HDL <35 mg/dL (L), <39 mg/dL (P)

Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

Gula darah puasa ≥ 110 mg/dL Mikroalbuminuria (ekskresi albumin urin >20

7 | P a g e

ug/menit) dan rasio albumin /kreantinin ≥30

mg/g

Etiologi

Sindroma metabolik terdiri dari resistensi insulin/ hiperinsulinemia, intoleransi glukosa/

diabetes mellitus, dislipidemia, hiperurisemia, gangguan fibrinolisis, hiper-fibrinogenemia dan

hipertensi. Pada kebanyakan orang didapatkan sindroma metabolik terjadi akibat obesitas,

gangguan profil lipid (dislipidemia) dan hipertensi dengan meningkatkan faktor risiko untuk

kelainan kardiovaskular.6 Faktor lain pencetus sindrom metabolik yaitu:

1. Diet yang salah

Pada sindrom metabolik yang menjadi perhatian adalah bukan berapa banyak makanan

yang dimakan, tapi apa jenis makanan yang dimakan. Konsumsi makanan dengan tinggi

karbohidrat yang mengandung gula putih dan tepung terigu menyababkan terjadinya

sindrom metabolik dalam masyarakat modern sekarang ini.

2. Kelebihan berat badan

Sindrom metabolic lebih banyak ditemui pada orang dengan kelebihan berat badan,

dengan penimbunan lemak pada tubuh bagian atas. Jadi sindrom metabolic banyak

ditemui pada orang dengan bentuk tubuh seperti apel. Timbunan lemak pada daerah

aras tubuh mempermudah produksi hormone pria seperti androstenedione. Bila kadar

hormone tersebut meningkat maka dapat menyebabkan resistensi insulin.

3. Sindrom ovarium polikistik

Sindrom ini merupakan bentuk gangguan hormonal yang sering ditemui pada wanita,

diderita oleh 6-10% wanita premenopause. Pada keadaan ini produksi hormone wanita

meningkat, sehingga ovulasi dihambat. Karena ovulasi tidak terjadi, maka produksi

hormone wanita progesterone menjadi terhambat, menyebabkan gangguan menstruasi

dan infertilitas. Wanita dengan sindrom ovarium polikistik mempunyai tendensi

8 | P a g e

mengalami sindrom metabolic lebih besar, dan tujuh kali lebih sering mengalami

diabetes mellitus tipe 2, terutama jika ,mereka juga mengalami kelebihan berat badan.

4. Faktor Genetic

Bila diantara anggota keluarga mempunyai riwayat obesitas, diabetes mellitus tipe 2,

hipertensi, sindrom ovarium polikistik atau penyakit jantung, maka resiko untuk

mengalami sindrom metaboolik meningkat.

5. Fitness dan Exercise

Resistensi insulin lebih umum ditemui pada orang yang biasa hidup dengan cara

sedentary lifestyle dan tidak melakukan olahraga secara teratur. Kekurangan latihan

olahraga akan meningkatkan resiko sindrom metabolic sebanyak 20-25%. Meskipun

latihan olahraga teratur akan menurunkan resistensi insulin, manfaatnya akan hilang bila

latihan olahraga tersebut dihentikan. Merokok dapat sedikit meningkatkan resistensi

insulin, sedangkan minuman beralkohol 1-2 gelas/hari tidak meningkatkan tendensi

sindrom metabolic. 7,8\

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom

metabolic. Prevalensi sindrom metabolic pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan pada

usia > 50 tahun sebesar 45%. Pandemik sindrom metabolik berkembang seiring dengan

prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia. Penelitian Soegondo (2004) menunjukkan

bahwa kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m2 lebih cocok untuk diterapkan

pada orang Indonesia, dan pada penelitiannya didapatkan prevalensi sindrom metabolik adalah

13,13%. Penelitian lain yang dilakukan menunjukkan prevalensi sindrom metabolik

menggunakan kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III

(NCEP-ATP III) dengan modifikasi Asia, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita.

Penelitian Sugondo (2004) melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13 % dan

menunjukkan bahwa kriteria Indeks Masa Tubuh (IMT) obesitas > 25 kg/m2 lebih cocok untuk

diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta tahun 2006 melaporkan prevalensi

sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan Depok yaitu 26,3% dengan obesitas sentral

merupakan komponen terbanyak (59,4%). 6

Karbohidrat

9 | P a g e

Karbohdirat adalah sakarida yang tergabung dalam berbagai tingkat kompleksitas untuk

membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar seperti oligosakarida dan polisakarida.

Fungsi utamanya adalah sebagai sumber energi dalam bentuk glukosa. Beberapa karbohidrat

tidak dapat dicerna (disebut non-glikemik) dan terdiri atas polisakarida nonpati yang merupakan

bagian dari serat makanan dan berperan dalam fungsi usus.9,10

Jika energi yang dibutuhkan sangat tinggi, sedangkan intake ataupun cadangan

karbohidrat berkurang, maka mekanisme tubuh adalah mengubah sumber-sumber

nonkarbohidrat seperti lemak menjadi glukosa. Kebutuhan tubuh terhadap karbohidrat sekitar

55-65% total kalori/ hari. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.9,10

Lemak

Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan

trigliserida atau triasilgliserol (TAG). Produk turunannya, seperti fosfolipid dan sterol (yang

paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini. TAG dipecah untuk

menghasilkan energi dan menyusun cadangan energi utama bagi tubuh dalam jaringan

adiposa. Asam lemak spesifik yang terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi

membrane sel, dan harus diperoleh dari diet. Asam lemak ini disebut asam lemak esensial.9,10

Fungsi lemak adalah sebagai sumber cadangan energi, komponen dari membrane sel,

insulator suhu tubuh, pelarut vitamin A, D, E, dan K. kebutuhan lemak oleh tubuh sekitar 20-

30% total kalori/ hari. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori.9

Protein

Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung membentuk

beraneka ragam protein. Saat dicerna, masing-masing asam amino digunakan untuk sintesis

asam amino serta protein lainnya yang diperlukan oleh tubuh, dengan melibatkan cukup banyak

daur ulang dari komponen-komponen tersebut.9

Ada delapan asam amino esensial (untuk anak, ada lebih dari delapan) yang harus

diperoleh dari diet. Selain itu, beberapa asam amino mungkin menjadi esensial karena keadaan

(conditionally essential) dalam kondisi stres fisiologis tertentu. Jika aasam amino tidak

dibutuhkan lebih lanjut, barulah asam amino tersebut dipecah dan digunakan sebagai energy

dan bagian nitrogennya terekskresi sebagai urea. Konsumsi protein oleh tubuh kita sekitar 15-

20% total kalori/ hari. Satu gram protein menghasilkan 4 kalori.9,10

10 | P a g e

Penatalaksanaan Obesitas

Penderita obesitas berat memerlukan terapi untuk memperbaiki prognosis, bentuk

tubuh, dan meminimalisasi gejala/ keluhan, terutama yang berasal dari masalah fisik.

Penanganan pasien obesitas diawali dengan penilaian derajat obesitas, distribusi berat badan,

penentuan faktor risiko, evaluasi kesiapan pasien, dan ketersediaan sumber/ peralatan untuk

menurunkan berat badan. Tujuan pengobatan penderita obesitas ialah mengembalikan fungsi

normal proses metabolik dan organ tubuh. Rasionalisasi tetapi bukan semata didasari oleh

pengingkatan angka kematian terkait-obesitas, tetapi telah terbukti pula bahwa penurunan berat

badan terbukti berhasil menurunkan tekanan darah pengidap obesitas, memperbaiki profil lipid,

memperbaiki toleransi glukosa dan kadar gula darah puasa.5

Secara umum, pengobatan obesitas terbagi atas modifikasi gaya hidup, pemberian obat,

dan intervensi bedah. Perubahan gaya hidup mencakup perubahan komposisi pangan,

modifikasi kegiatan fisik, dan pengobatan perilaku. Perubahan gaya hidup jelas sangat

bermanfaat. Inti pengobatan perilaku adalah perbaikan kebiasaan makan. Metode pengobatan

perilaku ini setidaknya mencakup 6 langkah, yaitu (1) pemantauan mandiri, (2) pengawasan

rangsangan, (3) penekanan pada perbaikan gizi, (4) restrukturisasi kognitif, (5) pembelajaran

hubungan antarpribadi, dan (6) pencegahan kemungkinan kambuh. Pasien juga diajarkan untuk

tidak terpengaruh iklan pemangkasan berat badan secara instan.5,10

Pemantauan mandiri meliputi pencatatan asupan makanan dan situasi ketika bersantap.

Pengawasan rangsangan berupa pembatasan diri untuk tidak kontak dengan lingkungan yang

memungkinkan makan berlebihan. Pasien dianjurkan agar semata-mata bersantap, tidak

digabung dengan kegiatan lain (misalnya sambil membaca koran atau menonton televisi).

Restrukturisasi kognitif merupakan upaya untuk menentukan serta mengubah pikiran dan sikap

negatif tentang pengaturan berat badan. Pembelajaran hubungan antar-pribadi diarahkan pada

pengembangan kemampuan pasien dalam menghadapi pemicu yang khas menimbulkan nafsu

makan berlebihan. Pencegahan kemungkinan kambuh, langkah yang terakhir ialah upaya

berkelanjutan yang dirancang untuk memantapkan keberlangsungan proses pengurangan berat

badan.10

Target penurunan berat badan, berpatokan pada BMI, sangat bergantung pada nilai BMI

ketika upaya pengurangan berat badan itu tengah dirancang. Jika BMI masih dibawah 30 dan

11 | P a g e

orang yang bersangkutan dalam keadaan sehat serta berminat mengikuti program

pengurangan berat badan, target BMI boleh dipatok pada angka 20-27. Sementara itu, jika BMI

≥ 30 dan obesitas telah berlangsung lama, target nilai BMI ditetapkan tidak lebih dari minus 2

dari BMI semula.5

Pengobatan gizi medis (PGM)

Edukasi gizi dan kebiasaan makan yang baik untuk pengendalian berat badan pasien

obesitas merupakan inti strategi penanganan. Intervensi ini dimaksudkan untuk menormalkan

kadar lemak, menstabilkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah, serta mengurangi

atau memelihara berat badan. Pengobatan gizi medis untuk pasien obesitas yang didasarkan

pada pengurangan asupan kalori, setidaknya terbagi ke dalam empat pilihan, yaitu5.

1. Diet kalori sangat rendah (DKSR)

DKSR (< 800 kkal/hari) ditujukan bagi pasien dengan nilai BMI ≥ 30 tanpa faktor

komorbid dan atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai BMI ≥ 27 dengan

faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Diet jenis ini diterapkan secara eksklusif

selama 12-16 minggu yang kemudian dilanjutkan dengan diet kalori rendah (800-1200

kkal) selama 24 minggu hingga 5 tahun.

2. Diet kalori rendah (DKR)

Diet ini (800-1200 kkal/hari) dianjurkan pada pasien obes denga nilai BMI ≥ 27

tanpa faktor kormobid dan/ atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai BMI ≥ 25

dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Dalam kurun waktu 6-12 bulan.

3. Diet kalori sedang dengan kandungan lemak rendah/ diet rendah lemak (DRL)

Jumlah kalori yang dipatok untuk DRL berkisar antara 1200-2300 kkal/hari.

Kontribusi lemak antara 20-30%.

4. Diet perorangan

Jumlah asupan energi yang dtakar berdasarkan kebutuhan gizi yang khas untuk

setiap pasien obesitas. Dalam hal ini, jumlah asupan energy per hari tentunya

diupayakan jangan kurang dari 1200 kkal. Dari sini, disusun daftar menu yang bergizi,

beragam, serta berimbang (B3), untuk selanjutnya diterjemahkan ke dalam daftar bahan

penukar.

12 | P a g e

Olahraga

Olahraga bukan hanya berkhasiat menurunkan berat badan, tetapi juga meningkatkan

kepekaan insulin, terutama pada mereka yang terlahir dari rahim pengidap diabetes, di samping

meningkatkan ambilan oksigen, membugarkan sistem kardiorespirasi, serta menyegarkan

pikiran.10

Di awal pengobatan, pasien dimotivasi untuk menjalankan kegiatan fisik selama 30-45

menit sebanyak 3-5 hari seminggu. Bagi sebagian besar pasien obesitas, olahraga harus

dimulai perlahan-lahan denga penambahan intensitas secara bertahap. Pasien jangan dipaksa

berolahraga, melainkan sekadar dibujuk agar bersedia mengubah pola, sekaligus meragamkan,

kegiatan fisik (misalnya memarkir kendaraan beberapa ratus meter dari tempat tujuan,

menggunakan tangga ketimbang lift atau escalator dan menggunakan sapu konvensional

ketimbang vacuum cleaner). Seiring berjalannya waktu, terlebih jika pasien telat merasakan

kenikmatan dan manfaat dari berkurangnya berat badan, intensitas kegiatan dapat

ditingkatkan.4,5

Upaya mempertahankan berat badan yang telah susut, setelah pasien menjalani PGM,

tidak akan berhasil tanpa disertai olehraga (atau sekadar melakukan kegiatan fisik). Sementara

itu, untuk memperoleh keberhasilan jangka panjang, gaya hidup harus pula diubah. Meskipun

tengah menjalani diet, nafsu makan pasien obesitas kadang kala tidak dapat dicegah. Jika

memang demikian, para pengidap obesitas hendaknya diajari cara “membakar” kalori makanan

yang sudah terlanjur mengonsumsi kue pie apel. Jika pasien menginginkan kalori yang

terkandung dalam kue itu tidak mengendap dalam tubuhnya, maka pasien harus berjalan kaki

selama 77 menit atau bersepeda 49 menit, atau berenang 36 menit, atau berlari 21 menit.

Demikian pula jika seseorang hendak menenggak, sebut saja segelas bir, dia harus

memusnahkan kalori yang terkandung dalam bir tersebut dengan berjalan kaki selama 22

menit.5

Farmakoterapi

Karena obesitas merupakan suatu kondisi kronis, penggunaan obat jelas akan

berlangsung lama. Sama seperti obat antihipertensi, penghentian mendadak dapat

mengakibatkan efek putus-obat (withdrawal effect), yaitu berat badan dapat tiba-tiba melonjak.

13 | P a g e

Oleh karena itu, National Institute of Helath menganjurkan agar penggunaan farmako terapi

diarahkan pada pasien obesitas yang gagal diobati melalui perubahan gaya hidup. Upaya

farmako terapi juga ditempuh sebagai pendamping modifikasi gaya hidup jika pasien memenuhi

kriteria BMI ≥ 30 tanpa keadaan kormobid atau BMI ≥ 27 de ngan minimal satu keadaan

komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Faktor risiko yang dimaksud ialah hipertensi, dislipidemia,

penyakit jantung koroner, diabetes mellitus tipe 2, serta sleep apnea.5

Obat penurun berat badan yang kini disetujui oleh Food and Drugs Administration (FDA)

terbagi dalam dua kelompok, yaitu obat penurun asupan pangan dan obat yang berfungsi

sebagai pengurang serapan zat gizi.5,11

1. Obat nonadrenergik

Obat-obat nonadrenergik yang tersedia saat ini, antara lain fentermin, dietlipropion,

fendimetrazin, dan benzofetamin. Amfetamin tidak lagi dianjurkan karena cenderung

dislahgunakan, begitu pula dua obat terakhir (fendimetrazin, dan benzofetamin). Obat-

obat golongan ini dianjurkan dan disetujui FDA hanya untuk penggunaan jangka

pendek, beberapa minggu saja (kurang dari 12 minggu). Beberapa penelitian memang

membuktikan bahwa obat-obat ini aman digunakan hingga 6 minggu atau lebih

(maksimal 3 bulan). Berat badan akan terkikis sebanyak 4,8 kg, jika digunakan dosis 10

mg, atau sebanyak 6,1 kg dengan takaran dosis 15 mg.

Efek samping obat golongan ini berupa insomnia, mulit ,kering, sembelit/ konstipasi,

euforia, sakit kepala, palpitasi, serta hipertensi. Kontraindikasi relatif penggunaan obat

golongan ini meliputi penyakit jantung koroner, aritmia, gagal jantung kongestif, dan

stroke.

2. Obat serotonergik

Obat serotonergik bekerja dengan cara meningkatkan pengeluaran serotonin dan

menghambat ambilan-kembali (re-uptake), atau keduanya. Dua obat, fenfluramin

(Redux) dan dexflenfuramin (Pondimin), yang merangsang pengeluaran serotonin

sembari menghambat ambilan-kembali, telah ditarik dari peredaran karena

keterkaitannya dengan kelainan katup jantung dan hipertensi pulmonal. Kedua obat ini,

masih dalam penelitian memepunyai kemanfaatan yang serupa dengan obat-obat

nonadrenergik.

Obat-obat serotonergik kini diindikasikan pada keadaan yang tidak terkait dengan

obesitas, seperti depresi dan obsesi-kompulsi. Beberapa penghambat ambilan-kembali

14 | P a g e

serotonin, seperti fluoksetin (Prozac), hanya dapat menurunkan berat selama 6 bulan

dengan dosis 60 mg. meskipun obat tetap diberikan, berat badan ternyata kembali

seperti semula dalam enam bulan berikutnya. Hal ini juga ditemukan pada penggunaan

sertralin (Zoloft), yang terbukti tidak memiliki kemanfaatan jangka panjang.

3. Obat campuran nonadrenergik-serotonergik

Sibutramin (Merida) salah satu penghambat ambilan-kembali norepinefrin dan serotonin,

juga telah disetujui FDA sebagai obat penurun dan pemelihara berat badan. Namun,

penggunaannya harus dipadukan dengan diet rendah kalori. Preparat ini diindikasikan

bagi pengidap dengan BMI ≥ 30 tanpa faktor komorbid atau dapat juga diberikan pada

mereka dengan BMI ≥ 27 dengan faktor risiko lain, semisal diabetes mellitus tipe 2 atau

hiperkolesterolemia. Penggunaan obat ini tidak dianjurkan pada anak/ remaja di bawah

18 tahun dan lansi di atas 65 tahun.

Efek samping sibutramin berupa peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi, mulut

kering, sakit kepala, insomnia, dan sembelit. Selain berat badan berkurang, faktor risiko

lain pun dapat diperbaiki. FDA tidak menganjurkan penggunaan preparat sibutramine

pada pasien dengan hipertensi tak-terkendali, penyakit jantung koroner, gagal jantung

kongestif, aritmia jantung, dan penyakit serebrovaskuler, hipertiroidisme, hipertrofi

prostat, feokromositoma, glaukoma sudut tertutup, wanita hamil dan menyusui, mereka

yang memiliki riwayat sebagai pecandu alkohol atau penyalahgunaan obat, gangguan

jiwa, serta stroke. Oleh sebab itu, pemantauan yang ketat harus diterapkan selama

pemberian obat.

Besaran dosis dipatok pada kisaran 10-15 mg/hari. Pemberian awal cukup 10 mg

sehari, yang ditingkatkan menjadi 15 mg jika penyusutan berat badan kurang dari 2 kg

setelah 4 minggu pemakaian. Apabila penurunan berat badan dengan dosis maksimal

ini tidak sampai 2 kg selama 4 minggu, obat tidak boleh digunakan lagi. Lama

penggunaan tidak boleh lebih dari 1 tahun. Obat harus dihentikan jika pengurangan

berat setelah 3 bulan kirang dari 5% berat badan awal. Pengobatan boleh diperpanjang

hingga lebih dari 6 bulan jika susutan berat badan lebih dari 10%. Berat badan pengidap

obesitas yang diberi obat ini selama 6 bulan, dipadukan dengan diet rendah kalori,

terbukti berkurang sebanyak 5-8%.

Berlainan dengan fenfluramin dan dexfenfluramine, sibutramin tidak mengimbas

pelepasan serotonin sehingga tidak menyebabkan gangguan katup jantung. Efek

samping yang tersering berupa konstipasi, anoreksia, mulut kering, dan insomnia. Efek

15 | P a g e

samping lain yang kadang-kadang terjadi adalah nausea, takikardia, palpitasi,

hipertensi, vasodilatasi, sakit kepala, parestesia, kecemasan, produksi keringat

berlebihan, gangguan pengecapan, dan pandangan kabur (jarang sekali terjadi).

4. Obat pengurang serapan zat gizi

Obat pengurang serapan zat gizi yang disetujui FDA hanyalah orlistat (Xenical) yang

merupakan penghambat lipase pankreas dan hati. Obat ini bekerja dengan jalan

berikatan dengan enzim lipase pada lumen saluran cerna guna mencegah hidrolisis

lemak dari makanan menjadi asam lemak bebas yang dapat diserap. Pasien yang

mengonsumsi orlistat sebanyak 120 mg akan mengeluarkan sekitar sepertiga (30%)

lemak yang tersantap sekitar 1 jam setelah makan.

Preparat ini diindikasikan bagi pendidap obesitas yang memiliki BMI ≥ 30 atau BMI ≥ 28

dengan faktor risiko lain. Dosis mulai dari 120 mg, yang dianjurkan ditelan sebelum,

sewaktu, atau paling lama 1 jam setelah makan. Dosis boleh ditingkatkan hingga 360

mg sehari dengan penggunaan maksimal 2 tahun. Jika makanan tidak mengandung

lemak, preparat ini sebaiknya tidak dikonsumsi. Perlu diingat bahwa penggunaan

preparat ini tidak dianjurkan pada anak-anak berusia luring dari 2 tahun, bahkan

dikontraindikasikan bagi wanita hamil dan menyusui, penyandang sindrom malabsorpsi,

serta pengidap kolestatis.

Efek samping orlistat berupa tinja cair berlemak, defekasi, flatus, nyeri perut dan rectum,

sakit kepala, ketidakteraturan haid, kecemasan, kelelahan ekstrem, dan hepatitis (jarang

sekali). Penggunaan orlistat bersamaan dengan pereduksian asupan lemak yang akan

mengakibatkan defisiensi vitamin larut-lemak. Oleh sebab itu, suplementasi vitamin

ADEK perlu dilakukan.

5. Suplemen/ preparat herbal

Kesulitan dalam menaati diet serta kemalasan melakukan olahraga yang disertai

dengan dampak negative (fisik maupun psikis) dari obesitas itu sendiri, menyebabkan

banyak pasien memilih jalan pintas dan beralih ke terapi herbal/ suplemen. Suplemen

atau preparat herbal, abik yang dijual bebas di took maupun yang disebar melalui bisnis

MLM (multilevel marketing) banyak diminati karena menawarkan penurunan berat badan

tanpa harus bersusah-payah mengatur diet dan memeras keringat untuk berolahraga.5

Efedra (Ephedra sinica) merupakan perangsang SSP. Jika dipadukan dengan kafein,

preparat ini mampu memangkas berat badan, tetapi gagal menyusutkan berat badan

16 | P a g e

jika diberikan sendiri-sendiri. Namun, paduan ini tidak dapat digunakan lama karena

berpotensi menimbulkan efek samping yang berbahaya.11

Kekurangan kromium berhubungan dengan keadaan hiperglisemia, hiperinsulinemia,

hipertrigliseridemia, serta rendahnya kadar kolesterol HDL, karena elemen kelumit ini

berperan penting dalam pemekaan reseptor insulin. Namun, tidak ada kajian yang

membuktikan pengaruhnya sebagai pengikis berat badan.11

Guar gum, glucomannan, dan psyllium merupakan sumber serat yang larut dalam air.

Secara teoritis, serat ini akan menyerap banyak air dalam usus sehingga menimbulkan

efek rasa kenyang, di samping berperan dalam mengendalikan gula darah pasien DM

dan keadaan hiperlipidemia. Sayang sekali, efek rasa kenyang yang berlanjut sebagai

penekan nafsu makan tidak serta merta berdaya guna menurunkan berat badan.

Sebagai penurun berat badan, guar gum tidak terbukti lebih baik disbanding plasebo.

Kemanfaatan psyllium sudah terbukti dalam memperbaiki profil lemak dan gula darah

secara bermakna pada penyandang DM tipe 2, tetapi tidak tebrukti mampu menurunkan

berat badan.5,11

Konjugat asam linoleat (conjugated linoleic acid, CLA) berkhasiat mereduksi timbunan

lemak pada tikus percobaan yang obesitas melalui peningkatan oksidasi dan penurunan

ambilan trigliserida dalam jaringan lemak. Sayangnya hasil penelitian ini tidak dapat

diekstrapolasi ke manusia karena tidak ada data penelitian yang mendukung

keberhasilan CLA dlaam penurunan berat badan.5

Penelitian Dullo et al membuktikan bahwa teh hijau mampu meningkatkan oksidasi

lemak dan termogenesis, tetapi tidak ada laporan tentang kemanfaatannya dalam

pengikisan berat badan. Meskipun tidak dapat mengurangi nilai BMI, licorice dapat

mengurangi lemak, preparat herbal ini terbukti pula membuahkan efek samping berupa

pseudo-aldosteronisme, hipertensi, dan hipokalemia.5

Chitosan diolah dari chitin yang terkandung pada kulit Crustacea (salah satu kelas

Arthropoda) merupakan polimer bermuatan listrik positif yang dianggap mampu

mencegah penyerapan lemak karena sel-sel lemak dalam saluran cerna bermuatan

listrik negatif. Pengaruh penurunan berat badan ini tidak bermakna ketimbang efek yang

ditimbulkan oleh plasebo. Peneliti lain bahkan tidak dapat membuktikan perbedaan

tersebut dan cenderung melaporkan hasil penelitian yang berseberangan. Preparat ini

sebaiknya tidak dimakan bersamaan dengan vitamin yang larut dalam lemak.5,11

Dua jenis preparat herbal, dandelion dan cascara, terbukti mampu menyusutkan berat

badan dengan cara mengeluarkan cairan tubuh. Dandelion berkhasiat diuretik,

17 | P a g e

sementara cascara bertindak sebagai pencahar. Keduanya menyebabkan efek samping

berupa dehidrasi dan ketidaknormalan elektrolit.11

Suplemen atau preparat herbal yang boleh direkomendasikan sebagai obat seharusnya

memenuhi tiga kriteria, yaitu quality (mutu), safety (keamanan), dan efficacy

(kemanfaatan). Jika ketiga criteria ini terpenuhi, sebuah suplemen boleh dikonsumsi

dengan melakukan pengawasan terhadap penggunanya (pasien). Jika tidak, suplemen

tersebut jangan digunakan.5

Pembedahan

Tujuan pembedahan pada pasien obesitas ialah menginduksi pengurangan berat badan

dan mempertahankannya, melalui tindakan operasi secara aman, serta memperbaiki atau

melenyapkan berbagai kondisi komorbid. Dengan begitu, mutu kehidupan dapat ditingkatkan

dan usia pasien dapat diperpanjang.10

Tindakan bedah baru boleh dipertimbangkan jika BMI pasien ≥ 40 atau BMI ≥ 35 dengan

faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Intervensi bedah terbatas untuk pasien berusia

antara 18 hingga 50 tahun. Keberhasilan tindakan operasi dalam memangkas berat badan,

yang dinilai pada tahun kelima, jauh melampaui (90%) kesuksesan pengobatan dengan obat

(21%). Meski demikian, tindakan bedah pada obesitas morbid sesungguhnya bukan pilihan

utama, melainkan sebagai pendamping bagi terapi diet. Pada prinsipnya, terapi bedah

didasarkan pada dua hal, yaitu rancangan malabsropsi pada usus halus dan restriksi pada

lambung. Rancangan malabsorpsi pada usus halus bertujuan memendekkan usus halus atau

mengurangi kemampuan mukosanya dalam menyerap zat gizi. Operasi restriktif pada lambung

merupakan upaya manipulatif melalui pembuatan kantong dan saluran keluar baru (neogastric

pouch), dengan begitu diharapkan asupan makanan akan berkurang.10

Kesimpulan

Sindroma metabolik adalah sekumpulan faktor risiko metabolik yang secara bersama-sama

ataupun sendiri-sendiri akan meningkatkan risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular

aterosklerotik, stroke, diabetes, dan berbagai penyakit metabolik lainnya.

Pada umumnya menjaga factor resiko sesuai dengan etiologi dari sindrom metabolic, serta

menjaga untuk mendapatkan berat badan ideal pada pasien obesitas dan selalu memeriksa

profil lipid pada pasien yang mempunyai resiko terkena penyakit tersebut. Diet serta aktivitas

fisik untuk mencegah kegemukan.

18 | P a g e

Daftar Pustaka

1. Bray GA, Bouchard C. Handbook of obesity: clinical applications. Edisi ke-2. Penington

Biomedical Research Center Lousiana State University; Bato Rouge, Lousiana, U.S.A:

2004. h.15-9

2. Bickley LS. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke-5.

Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta: 2012. h. 45-7

3. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2006.h.93-7,107-

8,173-5.

4. Asmadi. Teknik prosedural konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta:

Salemba Medika; 2008.h.68-70,83-5.

5. Arisman. Obesitas, diabetes mellitus, & dislipidemia: konsep, teori, dan penanganan

aplikatif. Jakarta: EGC; 2010.h.1-42.

6. Sudoyo AW, et all. S. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima jilid III. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 1865-72.

7. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan Pelayanan Medik.

Jakarta: Pusat Penerbit FKUI, 2006.

8. Kurnia, Y. sindrom X dan Obesitas. Dalam Majalah Kedokteran Fakultas Kedokteran

UKRIDA Meditek. Agustus-Desember 2003; vol.11:12-27.

9. Barasi ME. At a glance ilmu gizi. Jakarta: Erlangga; 2007.h.26,106-10.

10. Davet P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2004.h.54-5.

11. Arif A, Bahry B, Estuningtyas A, Muchtar HA, Setiawati A. Farmakologi dan terapi. Edisi

ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.h.139-60.

19 | P a g e