sindrom cushing

Upload: elistiatripuspita

Post on 15-Oct-2015

209 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Sindrom CushingEtiologiPenyebab sindrom cushing dapat disebabkan oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik atau ( iatrogen) yang berakibat pembentukan kortisol berlebihan(sindrom cushing iatrogenic), sindrom cushing juga bisa disebabkan oleh sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguanaksis hipotalamus-hipofisis-adrenal, adenoma(jinak) ataupun karsinoma(ganas) pada kelenjar korteksadrenal yang dapat menyebabkan produksi kortisol berlebih(sindrom cushing spontan).Sindrom cushing iatrogenic terjadi pada penderita arthritis rheumatoid, asma, limfoma, dan gangguan kulit umumyang memakai glukokortikoid sebagai anti inflamasi.Sindrom cushing juga dibagi menjadi; dependent ACTH dan independent ACTH, dependent ACTH inibias disebabkan adanya tumor pada hipofisis, karsinoma bronkus yg menyebakan ACTH ektopik (jarang),sedangkan yang tipe independent ACTH dapat disebabkan adanya tumor pada bagian korteks adrenal.EpidemiologiSindrom cushing iatrogenicterjadi pada penderita arthritis rheumatoid, asma, limfoma, dan gangguan kulit umum yang memakai glukokortikoid sebagai anti inflamasi.Sindrom cushing spontan dialami oleh hiperfungsi korteks adrenal terjadi sebagai akibat rangsangan ACTH berlebih, maupun sebagai akibat patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal.Gambaran KlinisGejala sindrom Cushing antara lain: berat badan naik, terutama di sekitar perut dan punggung bagian atas; kelelahan yang berlebihan; otot terasa lemah, terutama pada daerah di sekitar bahu dan pinggul, gejala ini disebut miopati proksimal;[7] muka membundar (moon face); edema (pembengkakan) kaki; tanda merah/pink pada kulit bagian paha, pantat, dan perut; depresi; periode menstruasi pada wanita yang tidak teratur;

-Pletorik moon Face-Obesitas sentral-Gangguan toleransi glukosa atau diabetes-Hipertensi-Ketidakteraturaan menstruasi (wanita), disfungsi ereksi pada pria-Osteoporosis-Striae ungu ( pemecahan jaringan ikat subkutan) ,terutama pada abdomen, dan mudah memar-Miopati proksima-Hirsutisme dan alopesia frontal ( menandakan kelebihan androgen)-Edema pada pergelangan kaki-Bantalan lemak interskapula-Akne-Nyeri musculoskeletal-Depresi-Penyambuhan luka tidak baik-Kifosis sekunder akibat osteoporosis-Polisitemia

PatofisiologiSindrom cushing di akibatkan sekresi kelebihan hormone adrenokortikoid, adrenokortikoidmensekresikan hormone glukokortikoid, mineralokortikoid, dan adrenoandrogen. Contohglukokortikoid adalah kortisol, kortisol yang disekresikan oleh bagian korteks adrenal inimempunyai fungsi :1.pada jaringan hati : merangsang glukoneogenesis dan menghambat pengambilanglukosa dalam perifer (sehingga bila kelebihan kortisol maka tubuh akan melakukanglukoneogenesis berlebih dan menghambat pengambilan glukosa ke dalam sel periferyang mengakibatkan hiperglikemia yang dapat berlanjut ke Diabetes melitus )2.di dalam hati hormone glukokortikoid ini juga merangsang pembentukan plasma3.kortisol berfungsi meningkatkan pembentukan eritrosit, trombosit, dan granulositneutrofil, (sehingga jika kelebihan kortisol maka akan terjadi polisitemia akibatterbentuknya eritrosit yang berlebihan dan juga akan mengalami trombositosis akibatpembentukan berlebihan dari trombosit)4.kortisol berfungsi menurunkan jumlah granulosit eusinofil, granulosit basofil, limfosit,dan monosit, hormone ini juga, melalui pembentukan protein lipokortin dan vasokortinmmenekan pelepasan histamine, interleukin, dan limfokin, menghambat pembentukanantibody (sehingga bila kelebihan kortisol maka system imun kita akan turun)5.kortisol menekan inflamasi dengan menghambat proliferasi jaringan, dan jugamenghambta sintesis perbaikan jaringan(sehingga gambaran penyakit cushing syndromebila terjadi luka, maka lukanya susah untuk sembuh)6.kortisol menyebabkan penurunan kadar kalsium dan fosfat di dalam plasma dengan menghambat kalsitriol( sehingga pada penderita cushing syndrome bisa terjadi osteoporosis)7.kortisol merangsang sensitisasi katekolaminpada pembuluh darah dan jantung yg dapatmenyebabkantekanan darah meningkat, dan juga dalam kadar tinggi kortisol dapatberperan sebagai mineralokortikoid yang dapat menyebabkan tekanan darah meningkatkelebihan mineralokortikoid pada cushing syndrome terutama aldosteron meningkatkan retensiNa+ dan air di ginjal, dan memfasilitasi peningkatan tekanan darah merangsang pengeluaran K+,mg2+, dan H+kelebihan androgen dapat menyebabkan maskulinisasi dan amenore pada wanita, sertapercepatan onset karakteristik seks pada anak laki2

PengobatanPengobatan sindrom cushing berdasarkan dari penyebabnya itu sendiri,. Pengobatan sindrom cusingdependent ACTH bergantung pada sumber ACTH apakah hipofisis atau ektopik,1.jika dijumpai tumor pada hipofisis, sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal2.jika tidak dijumpai tumor namun terdapat hiperfungsi hipofisis dapat digunakan terapi kobaltpada kelenjar hipofisisobat2an kimia yang mampu menyekat terbentuknya kortisol : ketokonazole, aminoglutetimidobat2an yang mampu merusak sel2 korteks adrenal : mitotane3.jika dijumpai tumor pada adrenal, dapat dilakukan adrenalektomi total yang selanjutnya pasiendiberikan pemberian kortisol dalam dosis fisiologik.Remisi manifestasi klinis jika pengobatan berjalan efektif akan timbul setelah 6 bulan sampai 12 bulansetelah dimulainya terapi.

Patogenesis DM PendahuluanDiabetes melitus merupakan sekumpulan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemi, yang terjadi akibat kerusakan pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. WHO sebelumnya telah merumuskan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat, tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapatkan defesiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Penyakit diabetes melitus saat ini dianggap sebagai ancaman terbesar dalam kesehatan di abad ke-21, dimana dalam dua dekade terakhir telah terjadi ledakan peningkatan jumlah penderita diabetes melitus di seluruh dunia. Diperkirakan jumlah penderita diabetes melitus di seluruh dunia akan meningkat dari 150 juta di tahun 2000, menjadi 220 juta di tahun 2010, dan mencapai 300 juta di tahun 2025. Menurut WHO (2004) di Indonesia pada tahun 2004, ada 8,4 juta penderita diabetes melitus, diperkirakan pada tahun 2030 akan meningkat menjadi 21,2 juta penderita. Peningkatan jumlah penderita diabetes ini, akan diikuti oleh makin meningkatnya komplikasi yang terjadi, akan menurunkan hidup penderitanya, dan akan semakin meningkatkan biaya untuk menjaga kesehatan penderitanya. Diabetes merupakan penyakit yang secara teori dapat dicegah,dalam makalah ini akan dibahas terutama mengenai patogenesis diabetes melitus sehingga diharapkan dengan memahami patogenesis diabetes melitus tipe 1, tipe 2 maupun tipe lain kita akan dapat mencegah terjadinya penyakit ini lebih lanjut maupun dapat mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin akan terjadi.

KLASIFIKASI ETIOLOGIS DIABETES MELITUS (ADA 2005)

1. Diabetes melitus tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defesiensi insulin absolut)A. Melalui proses imunologikB. Idiopatik

2. Diabetes Melitus Tipe 2(bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defesiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)

3. Diabetes Melitus Tipe LainA.Defek genetik fungsi sel beta :- kromosom 12, HNF-1a (dahulu MODY 3)- kromosom 7, Glukokinase (dahulu MODY 2)- kromosom 20, HNF-4a (dahulu MODY 1)- kromosom 13, insulin promoter-factor 1 (IPF-1, dahulu MODY 4)- kromosom 17, HNF-1b (dahulu MODY 5)- kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)- DNA mitochondria- lainnya

B. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, Leprechaunism, Sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatropik, lainnya

C. Penyakit Eksokrin Pancreas : pancreatitis, trauma/pancreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pancreatopati fibrokalkulus, lainnya.

D. Endokrinopati : akromegali, sindroma cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya

E. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonisadrenergik, tiazid, dilantin, interferon alfa, lainnya.

F. Infeksi : Rubella congenital, CMV, lainnya.

G. Imunologi (jarang) : sindroma Stiff-man, antibodi antireseptor insulin, lainnya.

H. Sindroma genetik lain : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindroma Turner, sindroma Wolframs, ataxia Friedreichs, chorea Huntington, sindroma Laurence-Moon-Bield, distrofi miotonik, porfiria, sindroma Prader Willi, lainnya.

PATOGENESIS

PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 1 Patogenesis diabetes tipe 1 adalah hasil interaksi dari genetik, lingkungan dan faktor imunologi yang menyebabkan kerusakan dari sel beta pankreas dan kekurangan insulin. Individu yang mempunyai sifat mudah terserang kelainan genetik mempunyai massa sel beta yang normal pada saat lahir dan mulai kehilangan massa sel beta secara sekunder karena adanya proses autoimun yang terjadi dalam hitungan bulan sampai tahun. Proses autoimun ini dipicu oleh adanya infeksi atau stimulus lingkungan dan terjadi spesifik pada molekul sel beta. Gambaran diabetes belum terjadi sampai mayoritas sel beta rusak sekitar 80%.

PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE 2 Patogenesis DM tipe 2 adalah kompleks dan melibatkan interaksi genetik dan faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan menunjukkan peranan penting dalam perkembangan DM tipe 2 khususnya intake kalori yang berlebihan yang mengakibatkan kegemukan dan gaya hidup modern. Dari patofisiologinya pasien dengan DM tipe 2 akan memberikan 3 kelainan cardinal yaitu :- resisten dari aksi insulin pada jaringan perifer khususnya pada otot dan lemak juga hati.- defek sel beta sehingga sekresi insulin berkurang, khususnya respon terhadap stimulasi glukosa.- Peningkatan produksi glukosa oleh hati.

Walaupun interaksi dari faktor genetik, lingkungan yang mengakibatkan onset klinis DM tipe 2 belum dapat diketahui pasti, tapi proses ini berjalan bertahap dan meningkat. Kelainan genetik dari DM tipe 2 adalah bentuk poligenik dan disebabkan oleh kombinasi dari resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal. Tahap dari patogenesis DM tipe 2 adalah adanya gen predisposisi dari obesitas dan kapasitas sel beta maka terjadi resistensi insulin dan dipengaruhi lingkungan seperti tidak ada aktivitas fisik dan intake makanan yang berlebihan, adanya resistensi insulin akan menyebabkan keadaan hiperglikemia ringan-hiperinsulinemia dan terjadi dekompensasi sel beta dan akhirnya terjadi diabetes melitus terjadi hiperglikemia berat dan hipoinsulinemia.

Disfungsi sel pada diabetes tipe 2 :Disfungsi kualitatif : kehilangan insulin pulsatile normal, pola naik turun sekresi insulin dan peningkatan fase pertama dari sekresi insulinDisfungsi kuantitatif : pengurangan massa sel-sel , degenerasi islet dan deposisi amyloid islet

Mekanisme disfungsi sel Beta pada diabetes melitus tipe 2 : 1. Toksisitas Glukosa Hiperglikemi kronis menyebabkan perubahan fungsi sel, dengan berbagai mekanisme, diantaranya : - penyimpanan glukosa yang berlebihan - Kegagalan transport glukosa ke dalam sel- Kegagalan aktivitas gliserol phosphat atau karboksilase pyruvat - Defek aktivitas jalur ATP-sensitive - Menurunnya ekspresi jalur voltage-dependent calcium - Defek dari hidroksilasi membran phospholipid inositol - Perubahan glukosa 6 phosphat kembali ke glukosa melalui peningkatan aktivitas glukosa 6 phosphatase - Perubahan aktivitas Na+K+ATP-ase dengan menurunkan ambilan mioinositol - Kehilangan diferensiasi sel b.

2. Kelelahan sel

3. Kegagalan biosintesa proinsulinKadar glukosa yang tinggi menyebabkan berkurangnya aktivasi transkripsi proinsulin, hal ini terjadi karena rendahnya ekspresi/ikatan aktivator PDX-1 (pancreatic duodenum homeobox factor-1 dan islet duodenum homeobox-1).

4. Lipotoxicity Disfungsi sel b karena tingginya kadar trigliserida dan asam lemak bebas.

PATOGENESIS DIABETES MELITUS TIPE LAIN a. Defek genetik fungsi selPancreas Bentuk diabetes lain yaitu bentuk monogenik dimana terjadi mutasi dari gen tunggal dalam suatu keluarga yang disebut maturity onset diabetes of the young. Maturity onset diabetes of the young adalah bentuk diabetes melitus yang mempunyai karakteristik diturunkan autosoma dominan dan terjadi pada usia kurang dari 25 tahun dan sering terjadi pada anak dan remaja.Walaupun prevalensi MODY tidak diketahui dengan tepat, diperkirakan terjadi 1%-5% kasus diabetes di US dan negara industri lainnya. Beberapa karakteristik klinis dapat membedakan pasien dengan MODY atau pasien dengan DM tipe 2. Pasien dengan MODY sering salah didiagnosa sebagai DM tipe 1 terutama yang dengan mutasi HNF-1 dan HNF-4, dan sebagian sering salah didiagnosa sebagai DM tipe2.

b. Defek genetik aksi insulinDefek genetik aksi insulin kasusnya sangat jarang, disebabkan mutasi reseptor insulin (resistensi insulin tipe A) atau abnormalitas postreseptor dari aksi insulin. Gangguan metabolik yang terjadi dari hiperinsulinemia dan hiperglikemi ringan sampai diabetes berat. Sindrom Leprechaunism dan Rabson-Mendenhall adalah dua kelainan pada anak yang jarang, diakibatkan karena resistensi insulin yang diakibatkan oleh adanya mutasi pada dua alel reseptor.

c. Diabetes yang diakibatkan oleh penyakit di luar PancreasSetiap proses yang menyebabkan kerusakan difus atau paling tidak 2/3 dari pancreas akan menyebabkan diabetes. Misalnya pancreatitis, trauma, infeksi, carcinoma pancreas dan pancreatektomi. Hemokromatosis dan fibrosis kista dapat juga mengganggu fungsi sel b dan dapat menyebabkan defesiensi sekresi insulin.

d. EndokrinopatiProduksi hormon-hormon tertentu yang berlebihan (hormon pertumbuhan pada acromegaly, glukokortikoid pada sindrom / penyakit cushing, cathekolamin pada pheokromositoma, hormon tiroid pada tirotoksikosis, glukagon pada glukagonoma, atau somatostatin pancreatic pada somatostatinoma) dapat menyebabkan diabetes dengan berbagai mekanisme. Akan terjadi kegagalan respon perifer terhadap insulin, diikuti oleh berkurangnya sekresi insulin dari sel.

e. Diabetes yang disebabkan oleh obat-obatan maupun zat kimiaBeberapa obat mempengaruhi pelepasan insulin dari seldiantaranya thiazid, fenitoin, beberapa menginduksi resistensi insulin (glukokortikoid, pil kontrasepsi oral), dan beberapa menyebabkan destruksi sel b seperti vacor (sajenis racun tikus).

f. Infeksi Beberapa virus menyebabkan destruksi selpancreas secara langsung, diantaranya rubella, coxsackievirus B, cytomegalovirus, adenovirus, dan mumps.

PENGOBATAN Patogenesis yang berbeda untuk setiap tipe diabetes melitus sangat menentukan jenis terapi yang akan diberikan.Pada diabetes melitus tipe 1 karena terjadi defesiensi insulin absolut maka insulin mutlak diberikan. Sedangkan pada diabetes melitus tipe 2 langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan pengendalian non farmakologis, yaitu berupa perencanaan makanan/terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bagi yang berat badannya lebih. Bila dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemi.

DAFTAR PUSTAKA 1. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus. Diabetes care 2004; 27:S5-S10

2. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta, 2006 : 1855-1857

3. Zimmet P, Shaw J, Alberti KGMM. Preventing type 2 diabetes and the dismetabolic syndrome in the real world: a realistic view. Diabetic medicine 2003;20;693-702

4. King H, Aubert RE, Herman WH, Global burden of diabetes, 1995-2025:prevalence, numerical estimates and projection. Diabetes care 1998; 21:1414-1431

5. PB PERKENI. Konsensus pengelolan diabetes melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta 2006.

6. Powers AC .Diabetes Melitus . In : Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo Eds., Harrisons principles of Internal Medicine 17th ed. New York : Mc Graw-Hill; 2008, p. 2275-2310

7. Buse J B, Polonsky KS, Burant, CF. Type 2 Diabetes Melitus In : Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR,Eds. Williams Textbook of Endocrinology 11Th ed. Philadelphia : Saunders ; 2008, P 1329-1372

8. Leahy J L. b-cell disfunction in type 2 diabetes. In Kahn C R, Wein G C, King G L, Jacobson A M, Moses A C, Smith R J,Eds. Joslins Diabetes Melitus 14th ed. Philadelphia : Lippincoth williams & Wilkins; 2005, p 451-457

9. Hattersley AT. Maturity onset diabetes of the young. In: Kahn CR, King GL, Moses AC, Weir GC, Jacobson AM, Smith RJ. Joslins diabetes mellitus 14thed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins ; 2005, 463-476

10. Maharani U, German MS. Pancreatic Hormones & diabetes melitus . Greenspans Basic and Clinical Endocrinology . Gardner DG, Shoback D Eds, 8th ed. 2007, McGraw Hill Companies, USA p. 667-743

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGCushing syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh hiperadrenokortisisme akibat neoplasma korteks adrenal atau adenohipofisis, atau asupan glukokortikoid yang berlebihan. Bila terdapat sekresi sekunder hormon adrenokortikoid yang berlebihan akibat adenoma hipofisis dikenal sebagai Cushing Disease (Dorland, 2002).Gejala klinis yang timbul pada pasien disertai dengan hasil pemeriksaan fisik serta laboratorium dapat mengarah ke suatu kesimpulan diagnosis penyakit. Hal ini harus didasarkan pada mekanisme patogenesis dan patofisiologi penyakit tersebut, sehingga selanjutnya dapat ditentukan penatalaksanaan yang paling tepat untuk pasien dalam kasus.Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 3:Seorang wanita umur 32 tahun, dirawat di ruang rawat inap penyakit dalam rumah sakit Dr Moewardi Surakarta dengan keluhan sering pusing.Riwayat penyakit sekarang :5 bulan yang lalu penderita merasakan bahwa pusing kumat-kumatan, badannya kelihatan makin membesar dan lemah. 1 bulan sebelum masuk rumah sakit pusingnya bertambah berat dan badan semakin melemah dan diperiksakan ke dokter dikatakan gejala Cushings syndrome.Riwayat penyakit dahulu:Penderita sudah tidak menstruasi sejak 4 bulan (amenorhoe) dan tidak hamil. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum lemah, gizi obeis, kesadaran compos mentis. Tekanan darah Hipotensi (90 / 60 mm Hg). Muka moon face, tumbuh rambut banyak di dada, striae di abdomen dan kulit seluruh badan hiperpigmentasi.Pemeriksaan penunjang : Kadar natrium serum 130 mg/dl, kadar gula darah puasa 70 mg/dl. Two-day low-dose dexamethason test masih menunggu hasil. Penderita telah dilakukan pemeriksaan CT scan doubel kontras kepala ditemukan tumor di hipofise.B. RUMUSAN MASALAH1. Bagaimana mekanisme kerja dan regulasi hormon adrenokortikal?2. Bagaimanakah patogenesis dan patofisiologi Cushing Syndrome?3. Apakah dasar kriteria diagnosis Cushing Syndrome?4. Bagaimanakah penatalaksanaan Cushing Syndrome?C. TUJUAN PENULISAN1. Mengetahui mekanisme kerja dan regulasi hormon adrenokortikal.2. Mengetahui patogenesis dan patofisiologi Cushing Syndrome.3. Mengetahui dasar kriteria diagnosis Cushing Syndrome.4. Mengetahui penatalaksanaan Cushing Syndrome.D. MANFAAT PENULISAN Mahasiswa mengetahui dasar teori endokrinologi dan aplikasinya dalam pemecahan kasus dalam skenario.F. HIPOTESISPasien dalam kasus memderita Cushing Syndrome akibat konsekuensi berlebihnya sekresi glukokortikoid yang mempengaruhi sebagian besar proses metabolisme, sehingga laporan ini akan lebih fokus membahas fisiologi kortisol sebagai glukokortikoid utama.BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Hormon AdrenokortikalKelenjar adrenal terletak di kutub superior kedua ginjal. Setiap kelenjar terdiri dari dua bagian yang berbeda, yaitu korteks dan medula, dengan korteks sebagai bagian terbesar. Medula adrenal mensekresikan hormon epinefrin dan norepinefrin yang berkaitan dengan sistem saraf simpatis, sedangkan korteks adrenal mensekresikan hormon kortikosteroid. Korteks adrenal mempunyai 3 zona:1. Zona glomerulosa: sekresi mineralokortikoid-aldosteron. Sekresi aldostern diatur oleh konsentrasi angiotensin II dan kalium ekstrasel.2. Zona fasikulata: lapisan tengah dan terlebar, sekresi glukokortikoid-kortisol, kortikosteron, dan sejumlah kecil androgen dan esterogen adrenal. Sekresi diatur oleh sumbu hipotalamus-hipofisis oleh hormon adrenokortikotropik (ACTH).3. Zona retikularis: sekresi androgen adrenal dehidroepiandrosteron (DHEA) dan androstenedion, dan sejumlah kecil esterogen dan glukokortikoid. Sekresi diatur oleh ACTH, dan faktor lain seperti hormon perangsang-androgen korteks yang disekresi oleh hipofisis.Dari korteks adrenal dikenali lebih dari 30 jenis hormon steroid, namun hanya dua jenis yang jelas fungsional, yaitu aldosteron sebagai mineralokortikoid utama dan kortisol sebagai glukokortikoid utama. Aktivitas mineralokortikoid mempengaruhi elektrolit (mineral) cairan ekstrasel, terutama natrium dan kalium. Sedangkan glukokortikoid meningkatkan glukosa darah, serta efek tambahan pada metabolisme protein dan lemak seperti pada metabolisme karbohidrat (Guyton and Hall, 2007).B. Hormon GlukokortikoidSedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari sekresi adrenokortikal merupakan hasil dari sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortisol. Namun, sejumlah kecil aktivitas glukokortikoid yang cukup penting diatur oleh kortikosteron.Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah sebagai berikut: 1) perangsangan glukoneogenesis dengan cara meningkatkan enzim terkait dan pengangkutan asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot; 2) penurunan pemakaian glukosa oleh sel dengan menekan proses oksidasi NADH untuk membentuk NAD+; dan 3) peningkatan kadar glukosa darah dan Diabetes Adrenal dengan menurunkan sensitivitas jaringan terhadap insulin.Efek kortisol terhadap metabolisme protein adalah sebagai berikut: 1) pengurangan protein sel; 2) kortisol meningkatkan protein hati dan protein plasma; dan 3) peningkatan kadar asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke sel-sel ekstrahepatik, dan peningkatan pengangkutan asam amino ke sel-sel hati. Jadi, mungkin sebagian besar efek kortisol terhadap metabolisme tubuh terutama berasal dari kemampuan kortisol untuk memobilisasi asam amino dari jaringan perifer, sementara pada waktu yang sama meningkatkan enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek hepatik.Efek kortisol terhadap metabolisme lemak adalah sebagai berikut: 1) mobilisasi asam lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel lemak sehingga menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan; dan 2) obesitas akibat kortisol berlebihan karena penumpukan lemak yang berlebihan di daerah dada dan kepala, sehingga badan bulat dan wajah moon face, disebabkan oleh perangsangan asupan bahan makanan secara berlebihan disertai pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang berlangsung lebih cepat daripada mobilisasi dan oksidasinya.Selain efek dan fungsi yang terkait metabolisme, kortisol penting dalam mengatasi stres dan peradangan karena dapat menekan proses inflamasi bila diberikan dalam kadar tinggi, dengan mekanisme menstabilkan membran lisosom, menurunkan permeabilitas kapiler, menurunkan migrasi leukosit ke daerah inflamasi dan fagositosis sel yang rusak, menekan sistem imun sehingga menekan produksi limfosit, serta menurunkan demam terutama karena kortisol mengurangi pelepasan interleukin-1 dari sel darah putih. Kortisol juga dapat mengurangi dan mempercepat proses inflamasi, menghambat respons inflamasi pada reaksi alergi, mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit darah, serta meningkatkan produksi eritrosit, walaupun mekanismenya yang belum jelas.Hormon glukokortikoid mempunyai mekanisme kerja seluler sebagai berikut: 1) hormon masuk ke dalam sel melalui membran sel; 2) hormon berikatan dengan reseptor protein di dalam sitoplasma; 3) kompleks hormon-reseptor kemudian berinteraksi dengna urutan DNA pengatur spesifik, yang disebut elemen respons glukokortikoid, untuk membangkitkan atau menekan transkripsi gen; dan 4) glukokortikoid akan meningkatkan atau menurunkan transkripsi banyak gen untuk mempengaruhi sintesis mRNA utnuk protein yang memperantarai berbagai pengaruh fisiologis.Regulasi kortisol dipengaruhi oleh hormon ACTH yang disekresi oleh hipofisis. ACTH ini merangsang sekresi kortisol. Sedangkan sekresi ACTH sendiri diatur oleh CRF/CRH (Corticotropin Releasing Factor/Hormone) dari hipotalamus. ACTH ini mengaktifkan sel adrenokortikal untuk memproduksi steroid melalui peningkatan siklik adenosin monofosfat (cAMP). Kortisol ini apabila berlebih mempunyai umpan balik negatif terhadap sekresi ACTH dan CRF yang masing-masing mengarah pada hipofisis dan hipotalamus agar sekresi CRF, ACTH, dan kortisol kembali menjadi normal (Guyton and Hall, 2007).Berlawanan dengan aldosteron, kortisol pada keadaan tertentu dapat menyebabkan retensi Na+ dan meningkatkan ekskresi K+, tetapi efek ini jauh lebih kecil daripada aldosteron. Hal ini disebabkan karena kortisol dapat menambah kecepatan filtrasi glomeruli; selain itu kortisol juga dapat meningkatkan sekresi tubuli ginjal (Gunawan et.al, 2007).1. C. Adenoma HipofisisTumor hipofisis merupakan 10-15% dari seluruh neoplasma intrakranial. Dari pemeriksaan histopatologi diketahui bahwa 85-90% tumor hipofisis merupakan tumor functioning yang terdiri dari prolaktinoma (60%), tumor yang memproduksi GH dan ACTH masing-masing 20% dan 10%, sementara tumor dengan hipersekresi TSH dan gonadotropik sangat jarang. Sedangkan tumor hipofisis yang non-functioning hanya 10%.Tumor dapat diklasifikasikan menjadi mikroadenoma dan makroadenoma berdasarkan ukurannya. Morbiditas akibat mikroadenoma disebabkan oleh sekresi hormon yang berlebih, sedangkan morbiditas makroadenoma disebabkan oleh efek massa tumor, ketidakseimbangan hormonal (karena defisiensi hormon karena kompresi sel normal, atau produksi hormon yang berlebih oleh tumor), dan komorbiditas pasien.Gangguan pada hipofisis dapat memiliki gambaran klinis yang bervariasi, berupa: 1) defisiensi satu atau lebih hormon hipofisis; 2) kelebihan hormon; 3) efek massa tumor; dan 4) ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan CT scan atau MRI (Soedoyo et.al, 2006).1. D. Cushing SyndromeGejala khusus penyakit Cushing adalah adanya mobilisasi lemak dari bagian bawah tubuh, wajah membengkak, dan potensi androgenik dapat menimbulkan timbulnya jerawat dan hirsutisme (penumbuhan bulu wajah yang berlebihan). Gambaran wajah tersebut sering digambarkan seperti moon face. Kira-kira 80% pasien juga mengalami hipertensi ringan akibat efek mineralokortikoid ringan dari kortisol. Selain itu juga terjadi kenaikan kadar gula darah, lemahnya otot, dan timbulnya striae. Mungkin pasien juga mengalami osteoporosis akibat berkurangnya endapan protein pada tulang (Guyton and Hall, 2007). 1. E. Penatalaksanaan Cushing SyndromePengobatan Cushing syndrome terdiri atas pengangkatan tumor adrenal atau mengurangi sekresi ACTH bila dimungkinkan. Tumor hipofisis kadang dapat diangkat dengan tindakan operasi atau dapat dirusak dengan cara radiasi. Obat yang dapat menghambat steroidogenesis seperti metirapon, ketokonazol, dan aminoglutemid, atau yang menghambat sekresi ACTH seperti anatagonis serotonin dan inhibitor transaminase-GABA dapat pula dilakukan bila pembedahan tidak dapat dilakukan (Guyton and Hall, 2007).BAB IIIPEMBAHASANHormon adrenokortikal diatur oleh hipotalamus yang mensekresi CRF, kemudian CRF merangsang hipofisis mensekresi ACTH. ACTH kemudian merangsang korteks adrenal untuk mensekresi hormon-hormon adrenokortikal, terutama glukokortikoid berupa kortisol, karena regulasi aldosteron didasarkan pada kadar angiotensin II dan kalium. Kortisol ini kemudian apabila berlebih dapat menimbulkan mekanisme umpan balik negatif terhadap hipotalamus dan hipofisis.Dari gejala-gejala yang telah dialami pasien, hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat efek yang berlebih dari kortisol. Selain gejala klinis, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti CT scan. Sedangkan pemeriksaan dexamethason berfungsi untuk membedakan antara Cushing Syndrome-ACTH dependent dan ACTH independent.Berdasarkan hasil CT scan, didapatkan adanya tumor hipofisis. Efek massa tumor pada sella tursika terhadap struktur sekitarnya inilah yang dapat menyebabkan penderita merasa sering sakit kepala atau pusing. Tubuh penderita bertambah besar diakibatkan adanya penumpukan lemak pada dada dan kepala khas gejala klinis Cushing Syndrome, yang disertai wajah moon face. Mobilisasi protein terutama dari otot sebagai bahan glukoneogenesis selanjutnya menjadi penyebab pasien lemah karena protein yang diambil berasal dari jaringan ekstrahepatik terutama otot dan jaringan limfoid, sehingga fungsi imunitas juga akan menurun pada keadaan kortisol sangat berlebih. Sedangkan amenore dan rambut yang tumbuh di dada terjadi akibat efek androgen adrenal yang berlebih. Preprohormon ACTH dan MSH (Melanocyte Stimulating Hormone) sama, yaitu POMC (proopiomelanokortin), sehingga apabila sekresi ACTH meningkat, maka sekresi MSH juga ikut meningkat. ACTH yang mengandung rangkaian MSH mempunyai efek perangsang melanosit kira-kira 1/30 dari MSH, namun karena sekresi MSH murni sangat sedikit sedangkan ACTH sangat besar, maka ACTH jauh lebih penting daripada MSH dalam menentukan jumlah melanin kulit. Karena itulah terjadi keadaan hiperpigmentasi. Sedangkan hilangnya sintesis protein dalam jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang menyebabkan ruptur serabut-serabut elastis berupa tanda regang berwarna ungu pada abdomen yang disebut striae. Pada kasus hiperkortisisme, seharusnya pasien mengalami hipertensi, akibat sifat retensi Na dari mineralokortikoid, yang walaupun efeknya sedikit tetapi juga dimiliki oleh kortisol. Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat berupa peningkatan glukoneogenesis menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah juga karena kortisol menurunkan sensitivitas jaringan terhadap insulin.Penatalaksanaan primer untuk kasus adalah operasi tumor hipofisis. Jika gagal, maka kelenjar adrenal diangkat. Kedua, dengan obat-obatan seperti ketokonazol yang menghambat sintesis kortisol, metyrapon, mifepriston, dan aminoglutemid yang menghambat perubahan kolesterol menjadi -5-pregnenolon dalam sintesis hormon.BAB IVPENUTUPA. KESIMPULAN1. Hipotalamus mensekresi CRF, yang mengatur sekresi ACTH oleh hipofisis anterior. ACTH kemudian akan merangsang korteks adrenal menghasilkan hormon adrenokortikal.2. Adanya desakan massa tumor di hipofisis dalam sella tursika mengakibatkan pasien merasa pusing. Wajah moon face diakibatkan adanya penumpukan lemak khas gejala Cushing syndrome. Striae dan lemah yang dirasakan pasien terjadi akibat mobilisasi protein dari jaringan otot. Amenore dan rambut yang tumbuh berlebih adalah konsekuensi dari berlebihnya sekresi adrenal. Hiperpigmentasi terjadi karena meningkatnya sekresi ACTH yang juga menentukan pembentukan melanin. Sifat retensi Na yang juga dimiliki oleh kortisol menyebabkan terjadinya hipertensi pada kasus hiperkostisisme.3. Diagnosis Cushing Syndrome didasarkan pada gejala-gejala klinis, hasil pemeriksaan CT scan, dan dexamethason-test.4. Penatalaksanaan primer Cushing Syndrome adalah dengan tindakan operasi tumor hipofisis atau pengangkatan kelenjar adrenal. Sedangkan pilihan kedua adalah dengan obat-obatan.B. SARAN1. Sebaiknya pasien menjalani operasi pengangkatan tumor hipofisis dahulu, kemudian mungkin juga dapat dikombinasikan dengan obat-obatan penghambat sintesis hormon adrenokortikal.DAFTAR PUSTAKADorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Elysabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.Soedoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: , diabanein, tembus atau pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari: defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya.[2] defisiensi transporter glukosa. atau keduanya.Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram,[3] leukoaraiosis, demensia,[4] hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme, dan lain-lain.Gejala umumSimptoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya: poliuria sering buang air kecil polidipsia selalu merasa haus polifagia selalu merasa lapar penurunan berat badan, seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1dan setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti: gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan, gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron,[6] gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom, foot ulcer, amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual,dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma. rentan terhadap infeksi.Kata diabetes mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan.KlasifikasiOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus berdasarkan perawatan dan simtoma:1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom resistansi insulin3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT dan gestational diabetes mellitus, GDM.dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:4. Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.5. Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari luar tubuh.6. Not insulin requiring diabetes.Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulin-dependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota klasifikasi NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM merupakan klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of Diseases pada tahun 1991 dan revisi ke-10 International Classification of Diseases pada tahun 1992.Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena, walaupun malnutrisi dapat mempengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa malnutrisi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih dianggap sebagai bentuk malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes mellitus dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD, diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous pancreatopathy yang menginduksi diabetes mellitus.Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi dianggap sebagai diabetes.Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah rasio yang ditetapkan sebagai dasar diagnosa diabetes.PenyebabKemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[7]GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa.Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo.Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL, dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.DiagnosaTabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).[6]Bukan DMBelum pasti DMDM

Kadar glukosa darah sewaktu:

Plasma vena200

Darah kapiler200

Kadar glukosa darah puasa:

Plasma vena126

Darah kapiler110

Diabetes mellitus tipe 1Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui inhaled powder.Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l).[rujukan?] Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti frequent hypoglycemic events.[rujukan?] Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.[rujukan?] Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis.[rujukan?] Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.[sunting] Diabetes mellitus tipe 2Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,[11] termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel , gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin[12] yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10[13] dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin[14] serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.[14] Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusiaPada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati, penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia[18], lipodistrofi, dan sindrom resistansi insulin.Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa.Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-anak.Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2.[19] Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.[20][21]Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria[22] pada otot lurik.[23][24] Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif,[25] sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV.[26] Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik.[27] Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.[28][29][30]Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metoda ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa.[31]Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui menyebabkan:[32] peningkatan mRNA glukokinase, peningkatan ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan peningkatan pencerap gamma proliferator peroksisom peningkatan rasio plasma hormon insulin, protein C dan leptin[33] penurunan ekspresi GLUT2 pada hati penurunan rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada hati penurunan rasio plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara lain dengan menekan 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme reductase, asil-KoA, kolesterol asiltransferase penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan aktivitas karnitina palmitoil, antara lain dengan mengurangi sintesis glukosa-6 fosfatase dehidrogenase dan fosfatidat fosfohidrolase meningkatkan laju lintasan glikolisis dan/atau menurunkan laju lintasan glukoneogenesissedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.Diabetes mellitus tipe 3Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5 diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 2050% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 25% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh menyebabkan permasalahan dengan kehamilan, termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi menimbang), janin mengalami kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak lahir. Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang kehamilan.Resiko Fetal/Neonatal yang dihubungkan dengan GDM meliputi keanehan sejak lahir seperti berhubungan dengan jantung, sistem nerves yang pusat, dan [sebagai/ketika/sebab] bentuk cacad otot. Yang ditingkatkan hormon insulin hal-hal janin boleh menghalangi sindrom kesusahan dan produksi surfactant penyebab hal-hal janin yang berhubung pernapasan. Hyperbilirubinemia boleh diakibatkan oleh pembinasaan sel darah yang merah. Di kasus yang menjengkelkan, perinatal kematian boleh terjadi, paling umum sebagai hasil kelimpahan placental yang lemah/miskin dalam kaitan dengan perusakan/pelemahan yang vaskuler. Induksi/Pelantikan mungkin ditandai dengan dikurangi placental fungsi. Bagian Cesarean mungkin dilakukan jika ditandai kesusahan hal-hal janin atau suatu ditingkatkan risiko dari luka-luka/kerugian dihubungkan dengan macrosomia, seperti bahu dystocia.KomplikasiKomplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.Ketoasidosis diabetikumPada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.HipoglikemiPenangananPasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan