referat anxietas
DESCRIPTION
referat jiwaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Sensasi anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut
ditandai oleh ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh
gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya.
Anxietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan
satu fungsi emosi. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan
cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak sama. Anxietas yang patologik biasanya
merupakan kondisi yang melampaui batas normal terhadap satu ancaman yang
sungguh-sungguh dan maladaptif. 1,2
Anxietas sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada gangguan
psikiatrik, dapat sebagai sindroma pada neurosis cemas dan dapat juga sebagai
kondisi normal. Anxietas normal sebenarnya suatu hal yang sehat karena merupakan
tanda bahaya tentang keadaan jiwa dan tubuh manusia supaya dapat mempertahankan
diri dan anxietas juga dapat bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan
menghadapi ujian, merasa cemas, maka ia akan belajar secara giat supaya
kecemasannya dapat berkurang.2
Gangguan anxietas memiliki beberapa bentuk, antara lain gangguan anxietas
fobik, gangguan panik, gangguan anxietas menyeluruh, gangguan campuran anxietas
dan depresi, gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan stress pasca trauma. Angka
prevalensi untuk gangguan anxietas menyeluruh 3-8% dan rasio antara perempuan
dan laki-laki sekitar 2:1. Pasien gangguan anxietas menyeluruh sering mengalami
komorbiditas dengan gangguan mental lainnya seperti Gangguan Panik, Gangguan
Obsesif Kompulsif, Gangguan Stres Pasca Trauma, dan Gangguan Depresi Berat.1
1
Dalam referat ini, akan dibahas lebih mendetail mengenai gangguan anxietas
menyeluruh, yakni mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, gambaran klinis,
diagnosis,diagnosis banding, penatalaksanaan, serta prognosis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Gangguan Anxietas Menyeluruh
Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)
merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran
yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai
peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari,
berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit
untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan
otot, iritabilitas, kesulitan tidur dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan
yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.3
GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan
tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang jelas untuk
khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan
timbulnya stres dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan
sosial.3
Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut
dengan ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang berlebihan, dan selalu dalam
keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi.3
B. EPIDEMIOLOGI
Angka prevalensi untuk gangguan anxietas menyeluruh 3-8% , dengan prevalensi
pada wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1.
Onset penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan
3
insidens yang cukup tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD merupakan gangguan
kecemasan yang paling sering ditemukan pada usia tua.4,5
C. ETIOLOGI
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan
terjadinya gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara lain :
1. Teori Biologi
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya GAD adalah lobus oksipitalis
yang mempunyai reseptor benzodiazepine tertinggi di otak. Basal ganglia, sistem
limbik, dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada etiologi timbulnya GAD.
Pada pasien GAD juga ditemukan sistem serotonergik yang abnormal.
Neurotransmiter yang berkaitan dengan GAD adalah GABA, serotonin, norepinefrin,
glutamate, dan kolesistokinin. Pemeriksaan PET (Positron Emision Tomography)
pada pasien GAD ditemukan penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa
putih otak. 3,6
2. Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD dan
gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat
pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian
pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15%
pada kembar dizigotik. 3,6
3. Teori Psikoanalitik
Teori ini menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala dari konflik bawah
sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif, anxietas
dihubungkan dengan perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang lebih matang
lagi, anxietas dihubungkan dengan kehilangan cinta dari objek yang penting. Anxietas
4
kastrasi berhubungan dengan fase oedipal, sedangkan anxietas superego merupakan
ketakutan seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya sendiri
(merupakan anxietas yang paling matang).3,6
4. Teori kognitif-perilaku
Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,
disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negative pada
lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat
negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.3,6
D. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik.
1. Gejala somatic, antara lain :3,6
a) Gemetar
b) Nyeri punggung dan nyeri kepala
c) Ketegangan otot
d) Napas pendek, hiperventilasi
e) Mudah lelah, sering kaget
f) Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi, tangan
rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing)
g) Parestesia
h) Sulit menelan
2. Gejala psikologik, antara lain: 3,6
a) Rasa takut yang berlebihan dan sulit untuk dikontrol
b) Sulit konsentrasi
c) Insomnia
d) Libido menurun
5
e) Rasa mual di perut
f) Hipervigilance (siaga berlebih)
Gangguan anxietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah.
Ada dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung
(cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan
merangsang respon hormonal dari hipotalamus yang akan mengsekresi CRF
(Cortisocoprin- Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi hormon-hormon
hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno- Corticotropin
Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi
kortisol kedalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan
mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan
pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Selain itu hipotalamus juga berfungsi sebagi pusat dari system saraf otonom. Sistem
ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem parasimpatis. Pada anxietas terjadi sekresi
adrenalin berlebihan yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada
anxietas yang sangat berat dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen
parasimpatis sehingga akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi
denyut jantung. Pada kecemasan yang kronis, kadar adrenalin terus meninggi,
sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan
darah meninggi.Pada gangguan anxietas menyeluruh yang terutama berperan adalah
neurotransmiter serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin,
yaitu : 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 . Menurut Kabo reseptor 5-HT1 bersifat sebagai
inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat sebagai eksitator.
Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi kecemasan sedangkan
aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah.7
6
E. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik gangguan anxietas menyeluruh menurut DSM IV-TR :8
a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari,
sepanjang hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas
atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)
b. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
c. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini
(dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak
terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan
pada anak :
1. Kegelisahan
2. Merasa mudah lelah
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan tidak
memuaskan)
d. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I,
misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu
serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum
(seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif
kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan
anxietas perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa),
menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau
7
menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan
kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.
e. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lain.
f. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu
zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya
hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood,
gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.
Penegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai
berikut : 9
a. Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya
“free floating” atau “mengambang”)
b. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi, dan sebagainya);
2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan
3. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-
debar, seska napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan
sebagainya).
c. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
(reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol.
8
d. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas
Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau
gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).
F. DIAGNOSIS BANDING
Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi
medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat.
Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes
fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan
stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan
anxiolitik.3
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada
gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan
anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga dapat
didiagnosis banding dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis,
gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma.3
a. Fobia
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu sehingga pasien
berusaha untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak terdapat objek tertentu
yang menimbulkan kecemasan.3
b. Gangguan obsesif kompulsif
Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang
(kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya, sedangkan pada GAD, pasien sulit
untuk menghilangkan kecemasannya, kecuali pada saat tidur.3
9
c. Hipokondriasis
Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit
serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan berusaha
datang ke dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien merasakan
gejala-gejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang
dirasakannya.3
d. Gangguan stres pasca trauma
Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan sutau
peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada
GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.3
G. PENATALAKSANAAN
a. Farmakoterapi
1. Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis
terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi. Pengguanaan sediaan
dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek
yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan
masa tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek
anti-anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif.
Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain :10
a) Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg 9im/iv),
broadspectrum
b) Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum
10
c) Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien
dengan kelainan hati dan ginjal
d) Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, psychomotor
performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang
masih ingin tetap aktif
e) Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.
f) Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe
antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti-
depresi
2. Non-benzodoazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam
memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik. Tidak menyebabkan
withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya
baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah
menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan
Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin dengan
Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek
terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.10
b. Psikoterapi
1. Terapi kognitif perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran
manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana proses
11
kognisi akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir,
merasa dan bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi
berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa,
memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus
pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif
menjadi positif. Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien
menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang
bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan
kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan
perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan
pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.5,10
2. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada
dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam
fungsi sosial dan pekerjaannya.5
3. Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah
sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman
akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh
mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita
memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.5
H. PROGNOSIS
Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin
berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset, durasi gejala dan
perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Karena tingginya insidensi
12
gangguan mental komorbid pada pasien dengan gangguan kecemasan menyeluruh,
perjalanan klinis dan prognosis gangguan cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan.
Namun demikian, beberapa data menyatakan bahwa peristiwa kehidupan
berhubungan dengan onset gangguan kecemasan umum. Terjadinya beberapa
peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan
terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut definisinya, gangguan kecemasan
umum adalah suatu keadaan kronis yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25%
penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan
depresi mayor.3
Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat
bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung dengan dinamika
terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks. Keadaan penderita,
lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam
menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh.11
Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah
menunjukkan kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam interaksi
sosialnya, maka prognosisnya lebih baik daripada penderita yang sebelumnya banyak
menemui kesulitan dalam pergaulan, kurang percaya diri, dan mempunyai sifat
tergantung pada orang lain. Kematangan kepribadian juga dapat dilihat dari
kemampuan seseorang dalam menanggapi kenyataan-kenyataan, keseimbangan dalam
memadukan keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutan-tuntutan masyarakat,
integrasi perasaan dengan perbuatan, kemampuan menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan lain sebagainya. Semakin matang kepribadian premorbidnya, maka
prognosis gangguan cemas menyeluruh juga semakin baik.11
13
Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada
gangguan kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian
pula dengan situasi tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman dan cocok
dengan situasinya, maka hasilnya akan lebih baik dan akan mempengaruhi
prognosisnya. Pengobatan sebaiknya dilakukan sebelum gejala-gejala menjadi alat
untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan sampingan misalnya untuk mendapatkan
simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung jawabnya. Jika gejala-gejala
sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tersebut, maka
kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis akan menjadi lebih jelek.11
Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh.
Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas menyeluruh relatif
ringan, maka prognosis akan lebih baik karena penderita akan lebih mampu
mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan hidup penderita, sikap orang-orang di
sekitarnya juga berpengaruh terhadap prognosis. Sikap yang mengejek akan
memperberat penyakitnya, sedangkan sikap yang membangun akan meringankan
penderita. Demikian juga peristiwa atau masalah yang menimpa penderita misalnya
kehilangan orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran finansial yang
besar akan memperjelek prognosisnya.11
14
BAB III
RANGKUMAN
1. Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan
kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang
berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai
peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari,
berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit
untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti
ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga
menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi
sosial dan pekerjaan.
2. Penyebab terjadinya GAD dapat dijelaskan melalui beberapa teori, antara lain
teori biologi, teori genetik, teori psikoanalitik dan teori kognitif-perilaku.
3. Gambaran klinis yang dapat muncul antara lain anxietas berlebihan, ketegangan
motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan, dan sakit kepala,
hiperaktivitas otonom timbul dalam bentuk napas pendek, berkeringat, palpitasi,
dan disertai gejala pencernaan.
4. Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah
gangguan panik, fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan
somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.
5. Penatalaksanaan GAD meliputi farmakoterapi, golongan Benzodiazepin
merupakan drug of choice sebab mempunyai efek anti-anxietas, spesifitas, potensi
dan keamanan yang paling baik. Selain itu, pasien juga diberikan psikoterapi,
15
berupa terapi kognitif-perilaku (CBT), terapi suportif dan psikoterapi berorientasi
tilikan.
6. Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin
berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami
gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.
7. Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat
bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung dengan
dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks.
Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut
mengambil peran dalam menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh.
8. Hal lain yang juga memegang peranan penting dalam menentukan baik tidaknya
prognosis gangguan cemas menyeluruh antara lain kepribadian premorbid pasien,
efektifitas terapi, faktor stres, serta dukungan lingkungan dan orang-orang sekitar
pasien.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan Kecemasan. In : Wiguna M, editor. Sinopsis
Psikiatri. Edisi ketujuh Jilid Satu : Phyladelphia. Hal. 1-8.
2. Hutagalung, Evalina Asnawi. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi Gangguan
Anxietas. [Internet] 2014 [cited 2014 mei 31]. Available from :
http://gangguan_anxietas.html.
3. Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan Kecemasan. In : Wiguna M, editor. Sinopsis
Psikiatri. Edisi ketujuh Jilid Dua : Phyladelphia. Hal. 60-66.
4. American Psychological Association. Generalized Anxiety Disorder. [Internet].
[cited 2014, May 31]. Available from : http://www.Helpguide.org
5. Shear, Katherine M. Anxiety Disorders “Generalized Anxiety Disorder” in : Dale
DC, Federman DD, editors. ACP Medicine. 3rd Edition. Washington: WebMD
Inc. : 2007.
6. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Generalized Anxiety Disorder
in : Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins: 2007. p.
623-7
7. Idrus, Faisal. Pola Tekanan Darah pada Gangguan Cemas Menyeluruh. [Internet].
[cited 2014, mei 31]. Available from :
http://www.artikelkedokteran.com/304/pola-tekanan-darah-pada-gangguan-
cemas-menyeluruh.html.
8. Stevens V. Anxiety Disorders. In : Goljan EF, editor. Behavioral Science. Elsevier
Science. Page 114-117.
9. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-
III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: 2003. Hal. 70-5
17
10. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi
Ketiga. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: 2007. Hal.
23-41.
11. Kurnen I. Neurosa cemas. Majalah Kesehatan Jiwa. Vol V No. I. Yayasan
Kesehatan Jiwa Aditama. 1979 : 31-45.
18