referat akalasia esofagus otto

27
BAB I PENDAHULUAN Secara klinis, akalasia mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672. Mula-mula diduga penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal sehingga dia melakukan dilatasi dengan tulang ikan paus dan mendorong makanan masuk ke lambung. Pada tahun 1908, Henry Plummer melakukan dilatasi dengan kateter balon. Pada tahun 1913, Heller melakukan pembedahan dengan cara kardiomiotomi, cara yang terus dianut sampai sekarang (Sjamsuhidajat dkk, 2007). Arti dari istilah achalasia adalah “kegagalan untuk relaksasi,” yang mana dikatakan beberapa sphincter yang tersisa dalam tonus yang konstan dengan periode relaksasi. Sangat baik dimengerti sebagai gangguan motolitas esofagus. Insiden 6/100.000 orang/tahun dan terlihat pada wanita muda dan pria paruh baya dan begitu juga wanita. Patogenesisnya diduga idiopatik atau degenerasi neurogenik yang infeksius. Beberapa stres emosional, trauma, penurunan berat badan yang drastis, dan penyakit Chagas (infeksi parasit dengan Trypanosoma cruzi) telah terjadi. Tanpa memandang penyebab, otot dari esofagus dan LES terkena. Teori yang paling berlaku mendukung model bahwa destruksi saraf terhadap LES adalah patologi primer dan bahwa degenerasi sekunder dari fungsi neuromuskular dari 1

Upload: isa-bagus

Post on 29-Nov-2015

145 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Akalasia Esofagus OTTO

BAB I

PENDAHULUAN

Secara klinis, akalasia mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun

1672. Mula-mula diduga penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal

sehingga dia melakukan dilatasi dengan tulang ikan paus dan mendorong

makanan masuk ke lambung. Pada tahun 1908, Henry Plummer

melakukan dilatasi dengan kateter balon. Pada tahun 1913, Heller

melakukan pembedahan dengan cara kardiomiotomi, cara yang terus

dianut sampai sekarang (Sjamsuhidajat dkk, 2007).

Arti dari istilah achalasia adalah “kegagalan untuk relaksasi,” yang

mana dikatakan beberapa sphincter yang tersisa dalam tonus yang

konstan dengan periode relaksasi. Sangat baik dimengerti sebagai

gangguan motolitas esofagus. Insiden 6/100.000 orang/tahun dan terlihat

pada wanita muda dan pria paruh baya dan begitu juga wanita.

Patogenesisnya diduga idiopatik atau degenerasi neurogenik yang

infeksius. Beberapa stres emosional, trauma, penurunan berat badan

yang drastis, dan penyakit Chagas (infeksi parasit dengan Trypanosoma

cruzi) telah terjadi. Tanpa memandang penyebab, otot dari esofagus dan

LES terkena. Teori yang paling berlaku mendukung model bahwa

destruksi saraf terhadap LES adalah patologi primer dan bahwa

degenerasi sekunder dari fungsi neuromuskular dari corpus esofagus.

Degenerasi ini mengakibatkan hipertensi dari LES dan kegagalan LES

untuk relax pada penelanan faring, sebaik tekanan dari esofagus,

pelebaran esofagus, dan kehilangan resultan dari peristalsis yang

preogresif (Townsend et al, 2012).

Semua terapi akalasia bersifat paliatif karena proses peristalsis

tidak dapat kembali. Tujuan utama penatalaksanaannya adalah

menurunkan tahanan sfingter esofagus bagian bawah, sehingga bolus

makanan dapat turun ke dalam lambung karena gravitasi. Penurunan

tahanan sfingter dapat dicapai dengan dilatasi balon dan bedah

esofagotomi (Sjamsuhidajat dkk, 2007).

1

Page 2: Referat Akalasia Esofagus OTTO

BAB II

ANATOMI ESOFAGUS

Esofagus merupakan tabung muskular, kurang lebih 25 cm

panjangnya dengan rata-rata diameter 2 cm, yang memanjang dari faring

sampai lambung. Esofagus:

Mengikuti kecembungan dari kolumna vertebra sebagaimana

esofagus turun melalui leher dan mediastinum.

Melewati hiatus esofagus eliptikal dalam otot krus kanan diafragma,

hanya ke sebelah kiri dari bidang median pada tingkat vertebra

thorakalis T10.

Terminasi pada esophagogastric junction, dimana benda-benda

yang tercerna memasuki orificium kardia dari lambung terletak

pada sebelah kiri dari garis tengah pada tingkaty kartilago kosta kiri

yang ke-7 dan vertebra thorakalis T11; esofagus adalah

retroperitoneal selama gambaran abdominalnya yang pendek.

Esofagus sirkular dan lapisan longitudinal ekterna otot. Pada

superior ke-3, lapisan eksternal terdiri atas otot striata volunter,

inferior ke-3 tersusun atas otot halus, dan sepertiga tengah

terbentuk dari kedua tipe otot (Moore et al, 2007).

Esophagogastric junction ditandai secara internal oleh peralihan

tiba-tiba dari esofagus ke mukosa gaster, yang disebut sebagai Z-line

secara klinis. Superior terhadap hubungan ini, otot diafragma yang

membentuk hiatus esofagus berfungsi sebagai sphincter esofagus inferior

fisiologis yang berkontraksi dan berelaksasi. Studi radiologis menunjukkan

bahwa makanan atau cairan mungkin dihentikan disini pada saat tertentu

dan bahwa mekanisme sphincter secara normal efisien dalam mencegah

refluks dari isi gaster ke dalam esofagus (Moore et al, 2007).

2

Page 3: Referat Akalasia Esofagus OTTO

Bagian abdomen dari esofagus memiliki:

Suplai arteri dari arteri gastrica sinistra, cabang dari trunkus

celiaca, dan arteri frenikus inferior sinistra.

Drainase vena secara primer pada sistem vena portal melalui vena

gastrica sinistra, sementra bagian thoracic proximal dari esofagus

mendrainase utamanya kepada sistem vena sistemik melalui vena

esofagus yang melewati vena azygos. Meskipun demikian, vena

dari dua bagian esofagus berhubungan dan memberikan sebuah

anastomosis sistemik portal yang penting secara klinis.

Drainase limfatik ke dalam nodul limfatikus gastrica sinistra, yang

mana berbalik mendrainase utamanya ke nodus limfatikus celiacus.

Inervasi dari trunkus vagal (menjadi anterior dan nervus gastricus

posterior), trunkus simpatikus thoracica via nervus splanchnicus

mayor (abdominopelvis), dan plexus periarterial disekitar arteri

gastrica sinistra dan arteri frenikus inferior sinistra (Moore et al,

2007).

3

Page 4: Referat Akalasia Esofagus OTTO

Gambar 1 : Anatomi Esofagus

4

Page 5: Referat Akalasia Esofagus OTTO

BAB III

FISIOLOGI ESOFAGUS

Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan secara

cepat dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk

fungsi tersebut. Normalnya, esofagus memperlihatkan dua tipe gerakan

peristaltik: peristaltik primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik primer

hanya merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltik yang dimulai di

faring dan menyebar ke esofagus selama tahap faringeal dari proses

menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung dalam waktu

sekitar 8 sampai 10 detik. Makanan yang ditelan seseorang pada posisi

tegak biasanya dihantarkan ke ujung bawah esofagus bahkan lebih cepat

daripada gelombang persitaltik itu sendiri, sekitar 5 sampai 8 detik, akibat

adanya efek gravitasi tambahan yang menarik makanan ke bawah

(Guyton, 2008).

Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua

makanan yang telah masuk esofagus ke dalam lambung, terjadi

gelombang peristaltik sekunder yang dihasilkan dari peregangan esofagus

oleh makanan yang tertahan, gelombang ini terus berlanjut sampai semua

makanan dikosongkan ke dalam lambung. Gelombang peristaltik

sekunder ini sebagian dimulai oleh sirkuit saraf intrinsik dalam sistem

saraf mienterikus dan sebagian oleh refleks-refleks yang dimulai pada

faring lalu dihantarkan ke atas melalui serabut-serabut aferen vagus ke

medula dan kembali lagi ke esofagus melalui serabut-serabut saraf eferen

glosofaringeal dan vagus (Guyton, 2008).

Susunan otot dinding faring dan sepertiga bagian atas esofagus

adalah otot lurik. Karena itu, gelombang peristaltik di daerah ini diatur oleh

sinyal saraf rangka dari saraf glosofaringeal dan saraf vagus. Pada dua

pertiga bagian bawah esofagus, susunan ototnya merupakan otot polos,

namun bagian esofagus ini juga secara kuat diatur oleh saraf vagus yang

bekerja melalui perhubungan dengan sistem saraf mienterikus esofageal.

Sewaktu saraf vagus yang menuju esofagus dipotong, setelah beberapa

5

Page 6: Referat Akalasia Esofagus OTTO

hari pleksus saraf mienterikus esofagus menjadi cukup terangsang untuk

menimbulkan gelombang peristaltik sekunder yang kuat bahkan tanpa

bantuan dari refleks vagal. Karena itu, bahkan sesudah paralisis refleks

penelanan batang otak, makanan yang dimasukkan melalui selang atau

dengan cara lain ke dalam esofagus tetap siap memasuki lambung

(Guyton, 2008).

Bila gelombang peristaltik esofagus mendekat ke arah lambung,

timbul suatu gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron

penghambat mienterikus, mendahului persitaltik. Selanjutnya, seluruh

lambung dan, dalam jumlah yan glebih sedikit, bahkan duodenum menjadi

terelaksasi sewaktu gelombang ini mencapai bagian akhir esofagus dan

dengan demikian mempersiapkan lebih awal untuk menerima makanan

yang didorong ke esofagus selama proses menelan (Guyton, 2008).

Pada ujung bawah esofagus, meluas ke atas sekitar tiga sentimeter

di atas perbatasan dengan lambung, otot sirkular esofagus berfungsi

sebagai sfingter esofagus bawah yang lebar, atau disebut juga sfingter

gastroesofageal. Normalnya, sfingter ini tetap berkonstriksi secara tonik

dengan tekanan intraluminal pada titik ini di esofagus sekitar 30 mmHg,

berbeda dengan bagian tengah esofagus yang normalnya tetap

berelaksasi. Sewaktu gelombang peristaltik penelanan melewati esofagus,

terdapat relaksasi reseptif dari sfingter esofagus bagian bawah yang

mendahului gelombang peristaltik, yang mempermudah pendorongan

makanan yang ditelan ke dalam lambung. Kadang sfingter tidak

berelaksasi dengan baik, sehingga mengakibatkan keadaan yang disebut

akalasia (Guyton, 2008).

Sekresi lambung bersifat sangat asam dan mengandung banyak

enzim proteolitik. Mukosa esofagus, kecuali pada seperdelapan bagian

bawah esofagus, tidak mampu berlama-lama menahan kerja percernaan

dari sekresi lambung. Untungnya, konstriksi tonik dari sfingter esofagus

bagian bawah akan membantu untuk mencegah refluks yang bermakna

dari isi lambung ke dalam esofagus kecuali pada keadaan sangat

abnormal (Guyton, 2008).

6

Page 7: Referat Akalasia Esofagus OTTO

BAB IV

AKALASIA ESOFAGUS

4.1 Definisi

Akalasia adalah gangguan motilitas berupa hilangnya peristalis

esofagus dan gagalnya sfingter esofagokardia berelaksasi sehingga

makanan tertahan di esofagus. Akibatnya, terjadi hambatan masuknya

makanan ke dalam lambung sehingga esofagus berdilatasi membentuk

megaesofagus (Sjamsuhidajat dkk, 2007).

Achalasia yang kuat (vigorous achalasia) terlihat pada pasien yang

memperlihatkan disfagia. Pada pasien ini, LES adalah hipertensif dan

gagal untuk relax,sebagaimana terlihat dalam achalasia. Terlebih lagi,

kontraksi corpus esofagus berlanjut untuk menjadi simultan dan non-

peristaltik. Meskipun demikian, amplitudo dari kontraksi dalam respon

menelan adalah normal atau tinggi, yang mana inkonsisten dengan

achalasia klasik. Hal tersebut dinyatakan bahawa pasien pada

perkembangan awal achalasia mungkin tidak memiliki kelainan dalan

corpus esofagus yang terlihat pada tahap selanjutnya dari penyakit.

Pasien yang memperlihatkan vigorous achalasia dapat berada pada fase

awal dan akan berlanjut untuk mengembangkan kontraksi corpus

esofagus (Townsend et al, 2012).

Achalasia juga diketahui menjadi kondisi yang premalignant dari

esofagus. Lebih dari priode 20 tahun, seorang pasien akan memiliki

sampai 8% peluang untuk berkembangnya carcinoma. Squamous cell

carcinoma adalah tipe yang umum teridentifikasi paling banyak dan

dipikirkan menjadi akibat dari long-standing air fluid levels dalam corpus

esofagus, yang menyebabkan iritasi mukosa dan menginduksi metaplasia.

Acdenocarcinoma cenderung untuk muncul dalam sepertiga tengah dari

esofagus, dibawah air-fluid level dimana iritasi mukosa adalah yang paling

besar. Tidak ada program pengawasan yang spesifik telah dimulai pada

pasien dengan achalasia yang terobati (Townsend et al, 2012).

7

Page 8: Referat Akalasia Esofagus OTTO

4.2 Etiologi

Dasar penyebab akalasia adalah tidak efektifnya peristalsis

esofagus bagian distal serta gagalnya relaksasi sfingter bawah. Penelitian

menunjukkan adanya kelainan persarafan parasimpatis berupa hilangnya

sel ganglion di dalam plexus Auerbach, yang disebut juga pleksus

mienterikus, yang diduga terjadi akibat proses autoimun atau infeksi kronis

(Sjamsuhidajat dkk, 2007).

4.3 Patogenesis

Segmen esofagus bagian bawah yang panjangnya berkisar antara

2–8 cm menyempit dantidak mampu berelaksasi. Esofagus bagian

proksimal dari penyempitan tersebut mengalami dilatasi dan pemanjangan

sehingga akhirnya menjadi megaesofagusyang berkelok-kelok. Bentuk

esofagus ini sangat bergantung pada lamanya proses, dapat berbentuk

botol, fusiform, sampai berbentuk sigmoid dengan hipertrofi jaringan otot

sirkuler dan longitudinal. Mukosa mungkin mengalami peradangan akibat

rangsangan retensi makanan (Sjamsuhidajat dkk, 2007).

Akalasia adalah salah satu faktor risiko terjadinya karsinoma

epidermoid. Karsinoma dapat terjadi pada 5% pasien yang tidak

mendapat terapi, rata-rata 20 tahun dari saat terdiagnosis. Jika sudah

terjadi karsinoma, prognosisnya lebih buruk dibandingkan dengan

karsinoma esofagus yang bukan berasal dari akalasia. Hal ini diduga

karena gejalanya sangat mirip dengan akalasia sehingga menimbulkan

keterlambatan diagnosis (Sjamsuhidajat dkk, 2007).

Patogenesis dari akalasia diduga terjadi degenerasi neurogenik,

yang mana idiopatik atau karena infeksi. Pada binatang eksperimen,

penyakit ini telah direproduksi oleh destruksi nucleus ambiguus dan

nucleus motor dorsalis dari nervus vagus. Pada pasien dengan penyakit

ini, perubahan degeneratif telah ditunjukkan oleh nervus vagus dan pada

ganglia dalam pleksus mienterikus dari esofagus itu sendiri. Degenerasi

ini mengakibatkan hipertensi dari LES (lower esophageal sphincter),

8

Page 9: Referat Akalasia Esofagus OTTO

sebuah kegagalan sfingter untuk merelaksasikan penelanan, peningkatan

dari tekanan esofagus intraluminal, dilatasi esofagus, dan kehilangan

berikutnya dari peristalsis yang progresif pada corpus esofagus. Dilatasi

esofagus mengakibatkan kombinasi dari sfingter yang tidak berelaksasi,

yang mana menyebabkan perubahan anatomis yang terlihat pada studi

radiografis, seperti sebagai sebuah esofagus yang terdilatasi dengan

bentukan lonjong/lancip, penyempitan seperti “bird’s beak” pada akhir

distal. Ada tingkat air fluid level pada esofagus dari makanan dan saliva

yang terentensi, ketinggian yang mana merefleksikan derajat resistensi

yang dipaksakan oleh sfingter yang tidak relaksasi. Sebagai progres dari

penyakit, esofagus menjadi terdilatasi dan berkelok-kelok secara masif

(Brunicardi et al, 2010).

4.4 Gambaran Klinis

Akalasia biasanya dimulai pada dewasa muda walaupun ada juga

yang ditemukan pada bayi dan sangat jarang pada usia lanjut. Gejala

utama akalasia adalah disfagia, regurgitasi, rasa nyeri atau tidak enak di

belakang sternum dan berat badan menurun. Lama timbulnya gejala

sangat bervariasi, dari beberapa hari sampai bertahun-tahun, dan gejala

lambat laun semakin berat (Sjamsuhidajat dkk, 2007).

Trias klasik dari gejala-gejala yang tampak terdiri atas disfagia,

regurgitasi, dan penurunan berat badan. Meskipun demikian, heartburn,

tersedak setelah makan (postprandial choking), dan batuk nokturnal

adalah umum terlihat. Disfagia yang pasien alami mulai dengan cairan

dan berlanjut ke padat. Kebanyakan pasien menggambarkan makan

sebagai sebuah proses yang membutuhkan banyak tenaga. Mereka

makan secara perlahan dan menggunakan volume air yang besar untuk

membantu menghempaskan makanan ke bawah dalam lambung. Saat air

memperkuat tekanan, nyeri dada retrosternal dialami dan dapat memberat

sampai LES terbuka, yang mana memberika rasa lega yang cepat.

Regurgutasi makanan-makanan yang tak tercerna, dan berbau busuk

9

Page 10: Referat Akalasia Esofagus OTTO

adalah umum dan dengan progresifnya penyakit, aspirasi dapat menjadi

mengancam jiwa. Pneumonia, abscess paru, dan bronchiectasis sering

merupakan hasil dari long standing achalasia. Disfagia berlanjut secara

perlahan bertahun-tahun dan pasien beradaptasi pada pola hidupnya

untuk mengakomodasi ketidaknyamanan yang menyertai penyakit ini.

Pasien sering tidak mencari perhatian medis sampai gejala-gejala mereka

berlanjut dan akan hadir dengan peregangan yang nyata dari esofagus.

(Townsend et al, 2012).

Disfagia adalah gejala utama yang mula-mula dirasakan sebagai

rasa penuh atau rasa mengganjal di daerah esofagus distal, hilang timbul,

dan semakin lama semakin berat. Pasien akan makan secara perlahan-

lahan dan selalu disertai minum yang banyak. Regurgitasi terjadi bila

penyakit sudah lanjut dan sudah terjadi dilatasi esofagus bagian

proksimal. Regurgitasi biasanya dirasakan pada waktu malam sehingga

pasien terbangun dari tidurnya. Makanan yang mengalir balik belum

dicerna, tidak asam,l dan baunya manis karena pengaruh ludah. Keadaan

ini berbahaya karena dapat menimbulkan pneumonia aspirasi. Keluhan

nyeri umumnya tidak dominan. Mula-mula keadaan gizi baik dan baru

menurun pada tahap lanjut (Sjamsuhidajat dkk, 2007).

4.5 Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan yang berarti.

Dengan anamnesis sebetulnya sudah dapat diduga adanya akalasia,

walaupun demikian tetap harus dipikirkan diagnosis banding penyakit

keganasan, stenosis, atau benda asing esofagus (Sjamsuhidajat dkk,

2007).

Pada esofagografi terdapat penyempitan daerah batas

esofagogaster dan dilatasi bagian proksimalnya. Jika proses akalasia

sudah lama, bentuk esofagus berubah menjadi berkelok dan akhirnya

berbentuk huruf S. Dengan pemeriksaan esofagoskopi dapat disingkirkan

kelainan penyempitan karena striktur atau keganasan. Pada akalasia,

10

Page 11: Referat Akalasia Esofagus OTTO

terdapat gangguan kontraksi dinding esofagus sehingga pengukuran

tekanan di dalam lumen esofagus dengan manometri sangat menentukan

diagnosis. Tekanan di dalam sfingter esofagogaster meninggi dan tekanan

di dalam lumen esofagus lebih tinggi daripada tekanan di dalam lambung

(Sjamsuhidajat dkk, 2007).

Diagnosis dari achalasia biasanya dibuat dari esofagogram dan

studi motilitas. Penemuan tersebut dapat beraneka ragam, tergantung

pada sifat alami yang berkelanjutan dari penyakit. Esofagogram akan

menunjukkan esofagus yang berdilatasi dengan penyempitan distal yang

disebut sebagai gambaran “paruh burung klasik” (classic bird’s beak) dari

esofagus yang terisi barium (Townsend et al, 2012). Pemeriksaan

esofagografi menggunakan kontras pada kurang lebih 90% pasien yang

dicurigai menderita akalasia menunjukkan adanya pelebaran esofagus

dan bentuk klasik gambaran paruh burung. Tetapi pada pasien yang

menjalani pemeriksaan ini, hanya 50-58% pasien menunjukkan adanya

gambaran radiologis yang mendukung diagnosis akalasia, sementara

sisanya perlu menjalani pemeriksaan manometri untuk menegakkan

diagnosis. Jadi, esofagografi dengan kontras kurang sensitif sebagai

pemeriksaan penunjang tunggal untuk kasus akalasia (Sjamsuhidajat dkk,

2007). Spasme sfingter dan pengosongan yang tertunda melalui LES,

sebaik dilatasi dari corpus esofagus diobservasi. Kurangnya gelombang

peristaltik pada corpus dan kegagalan relaksasi dari LES harus

diperhatikan. Kurangnya gelembung udara lambung merupakan

penemuan yang umum bagian yang tegak lurus dari esofagogram dan

merupakan hasil dari LES yang erat yang tidak mengijinkan udara untuk

melewati dengan mudah ke dalam lambung. Pada tahap yang lebih lanjut

dari penyakit, dilatasi esofagus yang masif, kelokan, dan esofagus

sigmoidal (megaesophagus) terlihat (Townsend et al, 2012).

11

Page 12: Referat Akalasia Esofagus OTTO

Gambar 2 : Penelanan Barium yang Menunjukkan Gambaran Khusus

(Bird’s Beak) pada Akalasia Esofagus

Foto Roentgen dada memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang

rendah dalam menegakkan diagnosis akalasia, sehingga perlu dilakukan

konfirmasi tes radiografik lainnya seperti fluoroskopi kontras barium,

endoskopi, dan manometri. Beberapa penyakit dapat memberikan

gambaran menyerupai akalasia pada foto Roentgen dada maupun barium

12

Page 13: Referat Akalasia Esofagus OTTO

kontras, seperti adenokarsinoma, keganasan esofagus, keganasan

lambung, keganasan paru non-sel kecil, skleroderma, amiloidosis,

penyakit kolagen vaskular, dan limfoma (Sjamsuhidajat dkk, 2007).

Endoskopi konvensional, manometri, dan foto kontras esofagus

dapat membedakan akalasia dari pseudoakalasia. Penggunaan

ultrasonografi memiliki kehandalan yang baik, yakni sekitar 82-100%

dalam membedakan antara akalasia murni dan psudoakalasia

(Sjamsuhidajat dkk, 2007).

Manometri merupakan uji baku emas (gold standard) untuk

diagnosis dan akan membantu mengeliminasi gangguan motilitas

esofagus yang potensial lainnya. Dalam akalasia tipikal, penelusuran

manometri menunjukkan lima penemuan klasik, dua kelainan dari LES,

dan tiga dari corpus esofagus. LES akan menjadi hipertensif, dengan

tekanan yang biasanya lebih tinggi dari 35 mmHg tetapi, lebih penting lagi,

akan gagal untuk relaksasi dengan deglutisi (menelan). Corpus esofagus

akan memiliki tekanan diatas dasar (penekanan pada esofagus) dari

evakuasi undara yang tidak sempurna, simultaneous mirrored contraction

dengan tidak ada bukti dari peristalsis yang progresif, dan bentuk

gelombang beramplitudo rendah mengindikasikan kurangnya tonus otot.

Lima penemuan ini memberikan diagnosis akalasia. Endoskopi dilakukan

untuk mengevaluasi mukosa sebagai bukti dari esofagus atau kanker. Jika

tidak endoskopi akan berkontribusi kecil pada diagnosis akalasia

(Townsend et al, 2012).

4.6 Penatalaksanaan

Ada pilihan pengobatan bedah dan nonbedah untuk pasien dengan

akalasia; semua diarahkan pada penurunan obstruksi yang disebabkan

oleh LES. Karena tidak dari mereka menyatakan hasil dari penurunan

motilitas pada corpus esofagus, mereka seluruhnya merupakan

pengobatan paliatif (Townsend et al, 2012).

13

Page 14: Referat Akalasia Esofagus OTTO

Diet dan obat-obatan untuk menghilangkan atau mengurangi

kontraksi sfingter esofagus dan otot polos dinding esofagus dianjurkan

pada tahap awal penyakit. Tindakan ini biasanya disertai dengan dilatasi

yang bertujuan membuat sfingter esofagus bagian bawah terbuka

sehingga otot-ototnya rusak (Sjamsuhidajat dkk, 2007). Pilihan

pengobatan nonbedah meliputi obat-obatan dan intervensi endoskopi

tetapi biasanya hanya merupakan solusi jangka pendek untuk sebuah

masalah yang abadi. Pada tahap awal dari penyakit, pengobatan medis

dengan nitrogliserin sublingual, nitrat, atau calcium channel blockers

(CCB) dapat menawarkan berjam-jam pengurangan tekanan dada

sebelum atau setelah makan. Bougie dilation sampai 54 Fr dapat

menawarkan beberapa bulan sebagai pereda tetapi memerlukan dilatasi

berulang untuk dapat bertahan (Townsend et al, 2012).

Injeksi botulinum toxin (Botox) secara langsung ke dalam LES

mengeblok pelepasan asetilkolin, mencegah kontraksi otot halus, dan

secara efektif merelaksasikan LES. Dengan pengobatan berulang, Botox

dapat menawarkan pereda gejala selama bertahun-tahun, tetapi gejala-

gejala timbul lagi lebih dari 50% dalam waktu enam bulan (Townsend et

al, 2012). Toksin botulinum yang disuntikkan dengan bantuan endoskop

adalah toksin yang bekerja menghambat pengeluaran asetilkolin di

prasinaps pada serabut syaraf sehingga dapat menurunkan tonus sfingter

esofagus. Meskipun demikian, terapi ini hanya berhasil pada dua pertiga

pasien. Selain itu pula, boyulinum hanya efektif untuk jangka pendek

sehingga harus dilakukan penyuntikan ulang (Sjamsuhidajat dkk, 2007).

Dilatasi dengan Gruntzig-type balloon (volume terbatas, kontrol

tekanan) adalah efektif pada 60% pasien dan memiliki sebuah risiko

perforasi kurang dari 4%; meskipun demikian, perforasi mengancam jiwa

dan harus dititikberatkan secara hati-hati pada pasien yang tidak sehat

(Townsend et al, 2012). Dilatasi yang dilakukan dengan dilator yang terdiri

atas sonde dengan balon yang dapat diisi dengan udara atau air

bertekanan tinggi sehingga otot sirkuler teregang dan robek. Dilatasi ini

harus diulang sewaktu timbul gejala kembali. Angka keberhasilan cara

14

Page 15: Referat Akalasia Esofagus OTTO

dilatasi 70% dengan komplikasi perforasi 1.4% dan kematian 0.3%.

massalah yang sering timbul adalah refluks, yang terjadi pada 22% kasus

(Sjamsuhidajat dkk, 2007).

Bedah esofagotomi terdiri atas memotong otot esofagus pada arah

sumbu esofagus sepanjang sfingter bawah, di luar mukosa. Tindakan ini

dapat dikerjakan secara terbuka (torakotomi atau laparotomi),

torakoskopik, atau laparoskopik. Hasil operasi ini cukup memuaskan.

Tingkat keberhasilannya dikatakan mencapai 80-90%, bergantung pada

keterampilan operator. Bukti penelitian yang kuat menyimpulkan bahwa

indikasi esofagomiotomi adalah pasien yang (1) masih berusia muda, (2)

mengalami kegagalan terapi farmakologis atau dilatasi balon, (3) berisiko

tinggi mengalami perforasi pada teknik dilatasi, yaitu pasien dengan

esofagus yang berkelok-kelok atau divertikula, atau telah menjalani

pembedahan untuk kelainan lain sebelumnya, dan (4) ingin menghindari

prosedur terapi berulang. Esofagomiotomi memberikan hasil yang

memuaskan pada 95% kasus, dengan lama perawatan rumah sakit hanya

tiga hari bila dikerjakan secara laparoskopik (Sjamsuhidajat dkk, 2007).

Bedah esofagotomi menawarkan hasil yang superior dan kurang

membuat trauma daripada dilatasi balon. Teknik saat ini merupakan

modifikasi dari Heller myotomy yang digambarkan secara original oleh

sebuah laparotomi pada 1913. Perubahan yang bervariasi telah dibuat

untuk prosedur tersebut tetapi modified laparoscopic Heller myotomy

merupakan pilihan operasi saat ini. Hal tersebut dikerjakan atau dengan

video atau bantuan robot. Keputusan untuk melakukan sebuah prosedur

antirefluks menyisakan kontroversi. Kebanyakan pasien yang telah

menjalani sebuah myotomi akan mengalami beberapa gejala-gejala

refluks. Tambahan prosedur antirefluks parsial, seperti Toupet atau Dor

fundoplication, akan mengembalikan perlindungan terhadap refluks dan

menurunkan gejala-gejala postoperatif. Ini khususnya nyata pada pasien

yang bersihan esofagusnya (esophageal clearance) dirusak dengan

hebat (Townsend et al, 2012).

15

Page 16: Referat Akalasia Esofagus OTTO

Esofagotomi dipertimbangkan dalam beberapa pasien simptomatis

dengan esofagus yang berkelok-kelok (megaesofagus), esofagus sigmoid,

kegagalan lebih dari satu myotomi, atau sebuah striktur refluks yang tidak

dapat berdilatasi. Lebih sedikit dari 60% pasien yang menjalani

keunggulan myotomi berulang dari operasi, dan fundoplikasi untuk

pengobatan striktur refluks bahkan memiliki hasil yang lebih buruk.

Terlebih lagi untuk mengobati secara tepat akalasia tahap akhir, reseksi

esofagus juga mengeliminasi risiko untuk karsinoma. Sebuah transhiatal

esophagotomy dengan atau tanpa pemeliharaan nervus vagus

menawarkan hasil jangka panjang yang baik (Townsend et al, 2012).

16

Page 17: Referat Akalasia Esofagus OTTO

BAB V

KESIMPULAN

Akalasia adalah gangguan motilitas berupa hilangnya peristalis

esofagus dan gagalnya sfingter esofagokardia berelaksasi sehingga

makanan tertahan di esofagus. Dasar penyebab akalasia adalah tidak

efektifnya peristalsis esofagus bagian distal serta gagalnya relaksasi

sfingter bawah. Penelitian menunjukkan adanya kelainan persarafan

parasimpatis berupa hilangnya sel ganglion di dalam plexus Auerbach,

yang disebut juga pleksus mienterikus, yang diduga terjadi akibat proses

autoimun atau infeksi kronis. Patogenesis dari akalasia diduga terjadi

degenerasi neurogenik, yang mana idiopatik atau karena infeksi.

Degenerasi ini mengakibatkan hipertensi dari LES (lower esophageal

sphincter), sebuah kegagalan sfingter untuk merelaksasikan penelanan,

peningkatan dari tekanan esofagus intraluminal, dilatasi esofagus, dan

kehilangan berikutnya dari peristalsis yang progresif pada corpus

esofagus. Dilatasi esofagus mengakibatkan kombinasi dari sfingter yang

tidak berelaksasi, yang mana menyebabkan perubahan anatomis yang

terlihat pada studi radiografis, seperti sebagai sebuah esofagus yang

terdilatasi dengan bentukan lonjong/lancip, penyempitan seperti “bird’s

beak” pada akhir distal.

Trias klasik dari gejala-gejala yang tampak terdiri atas disfagia,

regurgitasi, dan penurunan berat badan. Meskipun demikian, heartburn,

tersedak setelah makan (postprandial choking), dan batuk nokturnal

adalah umum terlihat. Pada esofagografi terdapat penyempitan daerah

batas esofagogaster dan dilatasi bagian proksimalnya. Esofagogram akan

menunjukkan esofagus yang berdilatasi dengan penyempitan distal yang

disebut sebagai gambaran “paruh burung klasik” (classic bird’s beak) dari

esofagus yang terisi barium. Endoskopi konvensional, manometri, dan foto

kontras esofagus dapat membedakan akalasia dari pseudoakalasia.

Penggunaan ultrasonografi memiliki kehandalan yang baik, yakni sekitar

82-100% dalam membedakan antara akalasia murni dan psudoakalasia.

17

Page 18: Referat Akalasia Esofagus OTTO

Manometri merupakan uji baku emas (gold standard) untuk diagnosis dan

akan membantu mengeliminasi gangguan motilitas esofagus yang

potensial lainnya.

Semua terapi akalasia bersifat paliatif karena proses peristalsis

tidak dapat kembali. Tujuan utama penatalaksanaannya adalah

menurunkan tahanan sfingter esofagus bagian bawah, sehingga bolus

makanan dapat turun ke dalam lambung karena gravitasi. Penurunan

tahanan sfingter dapat dicapai dengan dilatasi balon dan bedah

esofagotomi.

18

Page 19: Referat Akalasia Esofagus OTTO

DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,

Matthews JB, Pollock RE. Schwartz’s principles of surgery, 9th ed. USA:

The McGraw-Hill Companies, Inc. 2010.

Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology, 11th ed. Singapore:

Elsevier. 2008.

Moore KL, Agur AMR. Essential clinical anatomy, 3rd ed. Ontario:

Lippincott Williams & Wilkins. 2007.

Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R.

Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat – De Jong, Ed 3. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC. 2007.

Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston

textbook of surgery: the biological basis of modern surgical practice 19th

ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2012.

19