perforasi ileum

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akut abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna. Infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. 1 Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif. 1 Ileus lebih 1

Upload: anggablogger

Post on 28-Nov-2015

601 views

Category:

Documents


54 download

DESCRIPTION

perforasi ileum

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akut abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat

kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai

keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa

tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga

perut maupun saluran cerna. Infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat

menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi

saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. 1

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi

usus akut yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus obstruksi

paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering

disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif. 1 Ileus lebih

sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya memiliki cara

penanganan yang agak berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus

halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu

iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus

lebih ditujukan pada dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah

kematian. 2

Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif,

maka hal ini sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan

1

oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai, skills, dan kemampuan ekonomi

pasien. Hal-hal yang dapat berpengaruh pada faktor-faktor tersebut juga akan

mempengaruhi pola manajemen pasien ileus yang akhirnya berpengaruh pada

mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga berpengaruh dengan sangat berbeda dari

satu daerah terhadap daerah lainnya sehingga menarik untuk diteliti mortalitas ileus

pada pasien yang mengalami operasi dengan pasien yang ditangani secara konservatif.

Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan perforasi

ileus. Perforasi ileus juga akan menyebabkan terjadinya peritonitis. Peritonitis adalah

radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel – sel, dan pus, biasanya disertai

dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah, dan

demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perforasi Ileus

a. Definisi

Perforasi ileus merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari dinding

usus halus akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari

usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri dalam

rongga perut ( keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis).

b. Patofisiologi

Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa

memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau

fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat

dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,

kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. 3

Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas

(70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan

pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan

diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari3, tidak adanya absorpsi dapat

mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus

setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan

elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang

mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi

3

jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan

lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam

usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan

permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga

peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. 3

Pada perforasi ileus, maka feses cair dan kuman-kuman segera

mengkontaminir peritoneum dan setelah melewati masa inkubasi (rata-rata 6-8 jam)

baru menimbulkan gejala peritonitis. Tetapi ileus sebenarnya memiliki sifat

”protective mechanism” yaitu sifat bila suatu segemen ileus mengalami perforasi

maka akan segera segemen tadi kaan berkontraksi sedemikian rupa sehingga menutup

lubang perforasi.

Sifat ini berlangsung selama 1-4 jam tergantung keadaan umum dan juga

keadaan usus itu sendiri. Misalkan penderita dengan keadaan umum jelek (KP,

kakeksia) maka sifat ini berlangsung 1 jam atau kurang bahakan tak ada sama sekali.

Juga pada usus yang sakit misalkan pada tifus abdominalis maka mekanisme ini juga

akan berkurang.

Secara ringkas disimpulkan bila ileus mengalami perforasi maka gejala

peritonitis timbul sesudah 8-12 jam kemudian. Penderita harus diobservasi ketat

selama minimal 24 jam pertama pada kasus trauma tumpul abdomen.

Gambar 1. Patofisiologi Obstruksi Usus 2

4

c. Diagnosis

1. Subyektif -Anamnesis

Gejala Utama: 4

a. Nyeri-Kolik

o Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilikus

o Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.

b. Muntah

o Stenosis Pilorus : Encer dan asam

o Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan

o Obstruksi kolon : onset muntah lama.

5

c. Perut Kembung (distensi)

d. Konstipasi

o Tidak ada defekasi

o Tidak ada flatus

Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali

menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang

air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui

riwayat nyeri perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat

menjurus pada adanya adhesi usus.2 Onset keluhan yang berlangsung cepat dapat

dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus

letak rendah.2 3

2. Obyektif-Pemeriksaan Fisik

A. Strangulasi

Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti: 4

§ Takikardia

§ Pireksia (demam)

§ Lokal tenderness dan guarding

§ Rebound tenderness

§ Nyeri lokal

§ Hilangnya suara usus lokal

Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi. 4

B. Obstruksi

a. Inspeksi

6

Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal,

femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat

terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas

luka operasi sebelumnya.2 3

b. Auskultasi

Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus

dan peristaltik melemah sampai hilang.3 5

c. Perkusi

Hipertimpani

d. Palpasi

Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.

e.  Rectal Toucher

- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease

- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

- Feses yang mengeras : skibala

- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi

- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi

- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis 2 3

f.  Radiologi

Foto Polos:

Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-

fluid level. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis.

7

Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada

kecurigaan volvulus.

C. Paralitik

Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen

berupa silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos

abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar tanpaair-fluid level. 5

B. Peritonitis

a. Definisi

Peritonitis merupakan keradangan akut maupun kronis pada peritoneum

parietale, dapat terjadi secara lokal (localized peritonitis) ataupun menyeluruh

(general peritonitis).

Peritoneum sebenarnya tahan terhadap infeksi, bila kedalam rongga

peritoneum disuntikkan kuman maka dalam waktu yang cepat akan diceranakan oleh

fagosit dan akan segera dibuang. Juga bila disuntikkan sejumlah bakteri subkutan atau

retroperitoneal maka akan terjadi pembentukan abses ataupun selulitis.

Suatu peritonitis dapat terjadi oleh karena kontaminasi yang terus menerus

oleh kuman, kontaminasi dari kuman dengan strain yang ganas, adanya benda asing

ataupun cairan bebas seperti cairan ascites akan mengurangi daya tahan peritoneum

terhadap bakteri. Omentum juga merupakan jaringan yang penting dalam

penmgontrolan infeksi dalam rongga perut.

b. Patofisiologi

Reaksi awal keradangan peritoneum adalah keluarnya eksudat fibrinosa diikuti

terbentuknya nanah dan perlekatan-perlekatan fibrinosa untuk melokalisisr infeksi.

8

Bila infeksi mereda, perlekata akan menghilang, tetapi bila proses akan berlanjut terus

maka pita-pita perlengketan peritoneum akan sampai ke bagian lengkung usus ataupu

organ-organ. Eksudasi cairan dapat berlebihan hingga menyebabkan dehidrasi yang

terjadi penumpiukan cairan di rongga peritoneal.

Cairan dan elektrolit tadi akan masuk kedalam lumen usus dan menyebabkan

terbentuknya sekuestrasi. Dengan disertai perlekatan-perlekatan usus, maka dinding

usus menjadi atonia. Atonia dinding usus menyebabkan permeabilitas dinding usus

terganggu mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, oliguri. Sedangkan

perlekatan-perlekatan menyebabkan ileus paralitik atau obstruksi. Ileus menyebabkan

kembung, nausea, vomitting, sedangkan reaksi inflamasi menyebabkan febris.

c. Etiologi Dan Klasifikasi

Peritonitis dapat digolongkan menjadi 2 kelompok berdasarkan dari

penyebabnya:

1. Peritonitis Primer (Spontaneus)

Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari

rongga peritoneum. Banyak terjadi pada penderita :

- sirosis hepatis dengan asites

- nefrosis

- SLE

- bronkopnemonia dan TBC paru

- pyelonefritis

- benda asing dari luar

2. Peritonitis Sekunder

9

Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti :

1) Iritasi kimiawi

Perforasi gaster, pankreas, kandung empedu, hepar, lien, kehamilan extra

tuba yang pecah.

2) Iritasi bakteriil

Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista ovarii pecah, ruptur buli dan

ginjal.

3. Peritonitis Tersier

Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman, dan akibat

tindakan operasi sebelumnya

d. Gejala

Pada gejala akan didapatkan berupa nyeri perut hebat (nyeri akan menyeluruh

pada seluruh lapangan abdomen bila terjadi peritonitis generalisata), mual muntah,

dan demam. Namun gejala yang timbul pada setiap orang dapat sangat bervariasi.

Pada gejala lanjutan, maka perut menjadi kembung, terdapat tanda-tanda ileus

sampai dengan syok. Serta hipotensi.

e. Pemeriksaan Fisik

Secara sistematis maka pemeriksaan fisik abdomen akan menampakkan :

Inspeksi :

Pernapasan perut tertinggal atau tak bergerak karena rasa nyeri.

Palpasi :

Defans muskuler, nyeri tekan seluruh otot perut

Perkusi :

10

Nyeri ketok seluruh perut, pekak hati menghilang

Auskultasi :

Bising usus menurun sampai hilang

f. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Akan didapatkan leukositosis, hemokonsentrasi, metabolik asidosis, alkalosis

respiratorik.

2. Radiologis

Pada pemeriksaan BOF akan menunjukkan diustensi usus besar dan usus halus

dengan permukaan cairan. Pada diafragma foto akan ditemukan air sickle cell

dibawah diafragma kanan (30% false negatif).

3. Pemeriksaan Khusus

Dialisis Peritoneal Lavage

Sangat berguna untuk mengetahui perdarahan intraperitoneal atau peritonitis

akibat rudapaksa (tapi tak menembus peritoneum).

g.  Penanganan Ileus

1. Konservatif

Penderita dirawat di rumah sakit.

Penderita dipuasakan

Kontrol status airway, breathing and circulation.

Dekompresi dengan nasogastric tube.

Intravenous fluids and electrolyte

Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

11

Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.

2. Farmakologis 4

Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

Analgesik apabila nyeri.

3. Operatif 6

Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan

peritonitis.

Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan

jenis obstruksi kolon.

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk

mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.

Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah

yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

o Lisis pita untuk band

o Herniorepair untuk hernia inkarserata

o Pintas usus : ileostomi, kolostomi.

o Reseksi usus dengan anastomosis

o Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

h.  Komplikasi 2 3

Sepsis

Syok-dehidrasi

Abses

Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi

12

Pneumonia aspirasi dari proses muntah

Gangguan elektrolit

Meninggal

i. Prognosis

Saat operasi, prognosis tergantung kondisi klinik pasien sebelumnya.

Setelah pembedahan dekompresi, prognosisnya tergantung dari penyakit yang

mendasarinya.2 3

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta :

EGC. 2011.

2. Schwartz, Shires, Spencer. Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam Intisari

Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC. 2000. Hal 489 – 493

3. Schrock. T. R.. Peritonitis dan Massa abdominal dalam IlmuBedah, Ed.7,

alih bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta. 2000.

4. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam

Kapita Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius

FKUI, Jakarta.

5. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu

Bedah; 221-239, EGC, Jakarta. 1997

6. Philips Thorek, Surgical Diagnosis,Toronto University of Illnois College of

Medicine,third edition,1997, Toronto.

14

LAMPIRAN LAPORAN KASUS

PERITONITIS ET CAUSA PERFORASI ILEUS

A. Anamnesa pribadi

Nama : Bobi darmawan

Umur : 31 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Wiraswasta

Bangsa/Suku/Agama : Indonesia/ Melayu/ Islam

Status Pernikahan : Belum Menikah

Tanggal Masuk : 19/11/2013

Ruangan : ICU

No. RM : 207478

B. Anamnesa Penyakit

Keluhan Utama : Nyeri di Seluruh Lapang Perut

Telaah : Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh

lapang perut sejak ± 7 hari sebelum masuk

rumah sakit. Nyeri yang dirasakan terus menerus

dan paling hebat terasa di bagian perut kanan

bawah. Keluhan diawali dengan demam sejak ±

9 hari yang lalu, demam dirasakan naik turun.

Setelah itu pasien mengeluhkan nyeri ulu hati

15

yang semakin lama semakin bertambah dan nyeri

menjalar ke perut kanan bawah yang nyerinya

dirasakan semakin bertambah berat dan terus-

menerus sehingga menyebabkan pasien tidak

bisa beraktifitas dan sulit untuk tidur. Selain

nyeri os juga mengeluhkan perut tegang seperti

papan. Os juga mengalami penurunan nafsu

makan. Mual (-) muntah (-), BAB (+) padat,

BAK (+) lancar. Pasien ada riwayat minum jamu

dan diurut-urut (+)

C. Riwayat Penyakit Terdahulu :

- Pasien mempunyai penyakit Gastritis

- Pasien mempunyai penyakit TB Paru

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien menyangkal keluarganya mempunyai penyakit yang sama

E. Pemeriksaan Fisik

Status Present

Sensorium : Compos mentis

TD : 120/80 Mmhg

RR : 24 x/i

HR : 108 x/i

Temp. : 39oC

16

Status Generalisata

Kepala : Tidak dilakukan pemeriksaan

Thorax : Tidak dilakukan pemeriksaan

Abdomen : Lihat Status Lokalis

Ekstremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Lokalis

Regio Abdomen

Inspeksi :

- Perut Distensi (+)

- Gerakan Pernafasan Abdomen (-)

- Darm Countour (-), Darm steifung (-), Sikatrik bekas operasi (-)

Auskultasi :

- Bising Usus (+)

- Borborigmi (+)

Palpasi :

- Defans Muskular (+)

- Nyeri tekan di seluruh lapang abdomen (+)

- Nyeri tekan lepas / reboun tenderness (+)

- Teraba massa di perut kanan bawah

Perkusi

- Hipertympani di seluruh lapang abdomen

- Pekak hati menghilang

- Pekak beralih (-)

17

F. Pemeriksaan Penunjang

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin : 7,1 g/Dl

Hitung eritrosit : 4,8 10^6/µL

Hitung leukosit : 4100 /µL

Hematokrit : 25,0 %

Hitung trombosit : 321.000 /µL

Index Eritrosit

MCV : 52,0 fL

MCH : 14,7 pg

MCHC : 28,4 %

Hitung Jenis Leukosit

Laju Endap Darah : 16 mm/jam

Kimia klinik

Glukosa Darah

Glukosa darah Sewaktu 119 mg/dl

Fungsi Hati

Bilirubin Total 0,60 mg/dl

Bilirubin Direk 0,33 mg/dl

Alkali Phospat 103 U/l

Protein Total 7,33 g/dl

Fungsi Ginjal

18

Ureum 27 mg/dl

Kreatinin 0,52 mg/dl

Elektrolit

Natrium (Na) 134 mEq/L

Kalium (K) 4,0 mEq/L

Chlorida (Cl) 102 mEq/L

1. Radiologi

(20/11/2013)

Sinus costoprenicus normal. Diafragma normal.

Jantung : Besar dan bentuk dalam batas normal

Paru : Tampak fibro infiltrate di lapangan atas, tengah paru kanan.

Kesan : TB paru

Radiologi Abdomen

Terlihat udara bebas sub diapragma.

Tak tampak dilatasi usus-usus

Rectum terisi udara

Kesan : Ileus perforasi

G. Diagnosa Banding

Perforasi Ileus

Perforasi Gaster

H. Diagnosa Kerja

Peritonitis et causa ileus Perforasi

19

I. Penatalaksanaan

Laparotomi

J. Terapi

1) Terapi Non Farmakologis

- Bed Rest

- Awasi keadaan umum per 24 jam

- Diet MB

2) Terapi Farmakologis

- Infus RL 20 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1 amp/12 jam

- Inj. Metronidazole 1 amp/8 jam

- Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam

- Inj. Ditranex 1 amp/ 8 jam

- Inj. Alinamat f. 1 amp/ 8 jam

- Inj. Ranitidine 1 amp/ 8 jam

K. Prognosis

Dubia ad Bonam/Baik

20