perforasi ileus.docx
DESCRIPTION
ileus perforasi : ileus pecahTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akut abdomen atau gawat perut menggambarkan keadaan klinis akibat kegawatan di
rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan
ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada
obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna. Infeksi,
obstruksi atau strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. 1
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus obstruksi paling sering
disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik sering disebabkan oleh
peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif. 1 Ileus lebih sering terjadi pada
obstruksi usus halus daripada usus besar. Keduanya memiliki cara penanganan yang agak
berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat
menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan
kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan
menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian. 2
Obstruksi kolon sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan anatomic seperti
volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan obstruksi kolon lebih
kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali operasi saja. Terkadang cukup
sulit untuk menentukan jenis operasi kolon karena diperlukan diagnosis yang tepat tentang
penyebab dan letak anatominya. Pada kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya
berhenti setelah operasi kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut.
Hal ini yang menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada
obstruksi usus halus. 3
Mengingat penanganan ileus dibedakan menjadi operatif dan konservatif, maka hal ini
sangat berpengaruh pada mortalitas ileus. Operasi juga sangat ditentukan oleh ketersediaan
sarana dan prasarana yang sesuai, skills, dan kemampuan ekonomi pasien. Hal-hal yang dapat
berpengaruh pada faktor-faktor tersebut juga akan mempengaruhi pola manajemen pasien
ileus yang akhirnya berpengaruh pada mortalitas ileus. Faktor-faktor tersebut juga
berpengaruh dengan sangat berbeda dari satu daerah terhadap daerah lainnya sehingga
1
menarik untuk diteliti mortalitas ileus pada pasien yang mengalami operasi dengan pasien
yang ditangani secara konservatif.
Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan perforasi ileus..
Perforasi ileus juga akan menyebabkan terjadinya peritonitis. Peritonitis adalah radang
peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel – sel, dan pus, biasanya disertai dengan gejala
nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah, dan demam peradangan
yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Abdomen
DINDING PERUT
Dinding perut mengandung struktur
muskulo-aponeurosis yang kompleks.Dibagian
belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan di bagian
bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke
dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan facies superfisial
( facies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus abdominis eksterna, m.
obliquus abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium
dan peritonium, yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian
depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis
tengah dipisahkan oleh linea alba. 1,2
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut.Integritas
lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadilah hernia
bawaan, dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot dinding perut adalah pada pernafasan
juga pada proses berkemih dan buang air besar dengan meninggikan tekanan intra
abdominal.2
Gambar 1.1(a) Tampak anterior otot dinding abdomen (b) Penampang melintang otot
abd.
3
Peritoneum
Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesotial di atas dasar fibroelastik. Terbagi
menjadi visceral, menutupi usus dan mesenterium, dan bagian parietal yang melapisi dinding
abdomen dan berhubungan dengan fascia muscular. Pasokan darah datang dari struktur di
bawahnya. Persarafan lebih spesifik , hanya berespons terhadap traksi atau regangan.
Peritoneum parietale mempunyai komponen somatik dan visceral dan memungkinkan
lokalisasi stimulus yang berbahaya dan menimbulkan defans muscular dan nyeri lepas 1,2
Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap yang
juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal. Lapisan membran yang
membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang
meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale.2
Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang membatasi dan
menyangga organ, menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta membawa pembuluh
darah, pembuluh limfe, dan saraf.Bagian-bagian peritoneum sekitar masing-masing organ
diberi nama-nama khusus.3,5
Gambar 1.2 Struktur dari peritoneum
Luas peritoneum kira-kira 1,8 meter2, sama dengan luas permukaan kulit orang
dewasa. Fungsi peritoneum adalah setengah bagiannya memiliki membran basal
semipermiabel yang berguna untuk difusi air, elektrolit, makro, maupum mikro sel. Oleh
karena itu peritoneum punya kemampuan untuk digunakan sebagai media cuci darah yaitu
4
peritoneal dialisis dan menyerap cairan otak pada operasi ventrikulo peritoneal shunting
dalam kasus hidrochepalus.3,4
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1.Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
2.Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3.Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri
saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura.Dengan
demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura.Duplikatura ini
menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal perut dan dapat dipandang
sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut mesenterium.Mesenterium dibedakan
menjadi mesenterium ventrale dan mesenterium dorsale.1-3
Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas,
pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat
pada usus halus.Di antara dua lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat
pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya yang memasok usus.Bagian mesenterium di
sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak,
menggantung seperti celemek di sebelah atas depan usus bernama omentum majus. Bangunan
ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan
kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum.Ada juga membran yang lebih
kecil bernama omentum minus yang terentang antara lambung dan liver.2,3
Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale mendekati
peritoneum dorsale, terjadi perlekatan.Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan.Akibat
perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat penggantung lagi, dan
terletak sekarang dorsal peritonium sehingga disebut retroperitoneal.Bagian-bagian yang
masih mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh
peritoneum parietale, disebut terletak intraperitoneal.
Struktur di perut diklasifikasikan sebagai intraperitoneal, retroperitoneal atauinfraperitoneal
tergantung pada apakah mereka ditutupi dengan peritoneum visceral danapakah mereka
dilengkapi dengan polip (mensentery, mesokolon).
Struktur yang Intraperitoneal umumnya bergerak, sementara mereka yang retroperitoneal
relatif tetap dilokasi mereka. 1-3
5
Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu
intraperitoneum; gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileus, jejenum, kolon transversum, kolon
sigmoid, sekum, dan appendix (
retroperitoneum : pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter 1-4
Gambar 1.3 Organ Intraabdomen
Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf
autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan.Dengan demikian sayatan atau
penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan
tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang
menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang seperti apendisitis, maka akan timbul
nyeri. Pasien yang merasaka nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak
nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk daerah
yang nyeri. 4,5
Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena
adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti
seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi nyeri.
Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh perdarahan
dari cabang aa. Intercostalis VI – XII dan a. epigastrika superior. Dari kaudal terdapat a.
iliaca a. sircumfleksa superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika inferior.Kekayaan
6
vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa
menimbulkan gangguan perdarahan.1-3
Persarafan dinding perut dipersyarafi secara segmental oleh n.thorakalis VI – XII dan n.
lumbalis I. 2
Peritoneum adalah selaput dinding dalam rongga abdomen dan membungkus sebagian
organ tertentu, mulai diafragma, dinding perut, rongga pelvis, dan membentuk rongga
peritoneum. Bagian yang melekat pada dinding perut disebut peritoneum parietale, dan yang
membungkus organ disebut viscerale. Peritoneum berasal dari sel-sel mesotelial dengan
membran basal yang ditunjang jaringan ikat longgar dan kaya pembuluh darah.
Luas peritoneum kira-kira 1,8 meter kuadrat, sama dengan luas permukaan kulit orang
dewasa. Fungsi peritoneum adalah setengah bagiannya memiliki mmembran basal
semipermiabel yang berguna untuk difusi air, elektrolit, makro, maupum mikro sel. Oleh
karena itu peritoneum punya kemampuan untuk digunakan sebagai media cuci darah yaitu
peritoneal dialisis dan menyerap cairan otak pada operasi ventrikulo peritoneal shunting
dalam kasus hidrochepalus.
2.2 Perforasi Ileus
2.2.1 Definisi
Perforasi ileusPerforasi ileus merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek
dari dinding usus halusakibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut.
Perforasi dari usus mengakibatkansecara potensial untuk terjadinya kontaminasi
bakteri dalam rongga perut ( keadaan inidikenal dengan istilah peritonitis).
2.2.2 Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang. 12
7
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus dapat dilihat pada Gambar-2.1.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas
yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari10, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan
intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai
merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini
adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan
curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang
terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan
sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam
rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. 12
Pada perforasi ileus, maka feses cair dan kuman-kuman segera mengkontaminir
peritoneum dan setelah melewati masa inkubasi (rata-rata 6-8 jam) baru menimbulkan gejala
peritonitis. Tetapi ileus sebenarnya memiliki sifat ”protective mechanism” yaitu sifat bila
suatu segemen ileus mengalami perforasi maka akan segera segemen tadi kaan berkontraksi
sedemikian rupa sehingga menutup lubang perforasi.
Sifat ini berlangsung selama 1-4 jam tergantung keadaan umum dan juga keadaan
usus itu sendiri. Misalkan penderita dengan keadaan umum jelek (KP, kakeksia) maka sifat
ini berlangsung 1 jam atau kurang bahakan tak ada sama sekali. Juga pada usus yang sakit
misalkan pada tifus abdominalis maka mekanisme ini juga akan berkurang.
Secara ringkas disimpulkan bila ileus mengalami perforasi maka gejala peritonitis
timbul sesudah 8-12 jam kemudian. Penderita harus diobservasi ketat selama minimal 24 jam
pertama pada kasus trauma tumpul abdomen.
8
Gambar-2.1. Patofisiologi Obstruksi Usus 12
2.2.3 Diagnosis
1. Subyektif -Anamnesis
Gejala Utama: 13
a. Nyeri-Kolik
o Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilikus
o Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
b. Muntah
o Stenosis Pilorus : Encer dan asam
9
o Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
o Obstruksi kolon : onset muntah lama.
c. Perut Kembung (distensi)
d. Konstipasi
o Tidak ada defekasi
o Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan
adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar berupa
lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat nyeri perut kanan
bawah yang menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi
usus.2 Onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan
onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.2 3
2. Obyektif-Pemeriksaan Fisik
A. Strangulasi
Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti: 13
§ Takikardia
§ Pireksia (demam)
§ Lokal tenderness dan guarding
§ Rebound tenderness
§ Nyeri lokal
§ Hilangnya suara usus lokal
Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi. 4
B. Obstruksi
a. Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral
dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa
abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi
sebelumnya.2 3 7 8
b. Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan
peristaltik melemah sampai hilang.13 15
c. Perkusi
10
Hipertimpani
d. Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
e. Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis 2 3
f. Radiologi
Foto Polos:
Pelebaran udara usus halus atau usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level.
Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema
diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.
C. Paralitik
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu
bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus
halus atau besar tanpaair-fluid level. 5
Tabel-2.1. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.15
Macam ileus Nyeri Usus Distensi Muntah borborigmi
Bising usus Ketegangan abdomen
Obstruksi simple tinggi
++(kolik)
+ +++ Meningkat -
Obstruksi simple rendah
+++(Kolik)
+++ +Lambat, fekal
Meningkat -
Obstruksi strangulasi
++++(terus-menerus, terlokalisir)
++ +++ Tak tentubiasanya meningkat
+
Paralitik + ++++ + Menurun -Oklusi vaskuler
+++++ +++ +++ Menurun +
11
2.3 Peritonitis
2.3.1 Definisi
Peritonitis merupakan keradangan akut maupun kronis pada peritoneum parietale,
dapat terjadi secara lokal (localized peritonitis) ataupun menyeluruh (general peritonitis).
Peritoneum sebenarnya tahan terhadap infeksi, bila kedalam rongga peritoneum
disuntikkan kuman maka dalam waktu yang cepat akan diceranakan oleh fagosit dan akan
segera dibuang. Juga bila disuntikkan sejumlah bakteri subkutan atau retroperitoneal maka
akan terjadi pembentukan abses ataupun selulitis.
Suatu peritonitis dapat terjadi oleh karena kontaminasi yang terus menerus oleh
kuman, kontaminasi dari kuman dengan strain yang ganas, adanya benda asing ataupun
cairan bebas seperti cairan ascites akan mengurangi daya tahan peritoneum terhadap bakteri.
Omentum juga merupakan jaringan yang penting dalam penmgontrolan infeksi dalam rongga
perut.
2.2.2 Patogenesis
Reaksi awal keradangan peritoneum adalah keluarnya eksudat fibrinosa diikuti
terbentuknya nanah dan perlekatan-perlekatan fibrinosa untuk melokalisisr infeksi. Bila
infeksi mereda, perlekata akan menghilang, tetapi bila proses akan berlanjut terus maka pita-
pita perlengketan peritoneum akan sampai ke bagian lengkung usus ataupu organ-organ.
Eksudasi cairan dapat berlebihan hingga menyebabkan dehidrasi yang terjadi penumpiukan
cairan di rongga peritoneal.
Cairan dan elektrolit tadi akan masuk kedalam lumen usus dan menyebabkan
terbentuknya sekuestrasi. Dengan disertai perlekatan-perlekatan usus, maka dinding usus
menjadi atonia. Atonia dinding usus menyebabkan permeabilitas dinding usus terganggu
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, oliguri. Sedangkan perlekatan-perlekatan
menyebabkan ileus paralitik atau obstruksi. Ileus menyebabkan kembung, nausea, vomitting,
sedangkan reaksi inflamasi menyebabkan febris.
2.2.3 Etiologi Dan Klasifikasi
Peritonitis dapat digolongkan menjadi 2 kelompok berdasarkan dari penyebabnya:
1. Peritonitis Primer (Spontaneus)
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari rongga
peritoneum. Banyak terjadi pada penderita :
- sirosis hepatis dengan asites
12
- nefrosis
- SLE
- bronkopnemonia dan TBC paru
- pyelonefritis
- benda asing dari luar
2. Peritonitis Sekunder
Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti :
1) Iritasi kimiawi
Perforasi gaster, pankreas, kandung empedu, hepar, lien, kehamilan extra tuba
yang pecah.
2) Iritasi bakteriil
Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista ovarii pecah, ruptur buli dan ginjal.
3. Peritonitis Tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman, dan akibat
tindakan operasi sebelumnya
2.2.4 Gejala
Pada gejala akan didapatkan berupa nyeri perut hebat (nyeri akan menyeluruh pada
seluruh lapangan abdomen bila terjadi peritonitis generalisata), mual muntah, dan demam.
Namun gejala yang timbul pada setiap orang dapat sangat bervariasi.
Pada gejala lanjutan, maka perut menjadi kembung, terdapat tanda-tanda ileus sampai
dengan syok. Serta hipotensi.
2.2.5 Pemeriksaan Fisik
Secara sistematis maka pemeriksaan fisik abdomen akan menampakkan :
Inspeksi :
Pernapasan perut tertinggal atau tak bergerak karena rasa nyeri.
Palpasi :
Defans muskuler, nyeri tekan seluruh otot perut
Perkusi :
Nyeri ketok seluruh perut, pekak hati menghilang
Auskultasi :
Bising usus menurun sampai hilang
13
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Akan didapatkan leukositosis, hemokonsentrasi, metabolik asidosis, alkalosis
respiratorik.
2. Radiologis
Pada pemeriksaan BOF akan menunjukkan diustensi usus besar dan usus halus
dengan permukaan cairan. Pada diafragma foto akan ditemukan air sickle cell dibawah
diafragma kanan (30% false negatif).
3. Pemeriksaan Khusus
Dialisis Peritoneal Lavage
Sangat berguna untuk mengetahui perdarahan intraperitoneal atau peritonitis akibat
rudapaksa (tapi tak menembus peritoneum).
2.4. . Penanganan Ileus
1. Konservatif
§ Penderita dirawat di rumah sakit.
§ Penderita dipuasakan
§ Kontrol status airway, breathing and circulation.
§ Dekompresi dengan nasogastric tube.
§ Intravenous fluids and electrolyte
§ Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
§ Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
2. Farmakologis 4
§ Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
§ Analgesik apabila nyeri.
3. Operatif 10 14
§ Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.
§ Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan jenis obstruksi
kolon.
14
§ Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis
sekunder atau rupture usus.
§ Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
o Lisis pita untuk band
o Herniorepair untuk hernia inkarserata
o Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
o Reseksi usus dengan anastomosis
o Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.
2.5 Komplikasi 2 3
§ Sepsis
§ Syok-dehidrasi
§ Abses
§ Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
§ Pneumonia aspirasi dari proses muntah
§ Gangguan elektrolit
§ Meninggal
2.6 Prognosis
§ Saat operasi, prognosis tergantung kondisi klinik pasien sebelumnya.
§ Setelah pembedahan dekompresi, prognosisnya tergantung dari penyakit yang
mendasarinya.2 3
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2011.
2. Schwartz, Shires, Spencer. Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam Intisari Prinsip
– Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC. 2000. Hal 489 – 493
3. Schrock. T. R.. Peritonitis dan Massa abdominal dalam IlmuBedah, Ed.7, alih bahasa
dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta. 2000.
4. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita
Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
5. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu Bedah;
221-239, EGC, Jakarta. 1997
6. Philips Thorek, Surgical Diagnosis,Toronto University of Illnois College of
Medicine,third edition,1997, Toronto.
7. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I. Abdomen Akut, dalam Radiologi Diagnostik,
Hal 256-257, Gaya Baru, Jakarta. 1999
16