penapisan (skrinning) fitokimia

33
UNIT III PENAPISAN (SKRINING) FITOKIMIA A. Tujuan Setelah melakukan praktikum, praktikan mampu mengidentifikasi: 1. Senyawa golongan flavonoida 2. Senyawa golongan antrakinon 3. Senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid) 4. Senyawa golongan alkaloida 5. Senyawa golongan fenolik dan polifenolik B. Dasar Teori Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji), terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif yaitu alkaloida, antrakinon, flavanoida, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan hiterpenoid), tannin (polifenolat), minyak atsiri (terpenoid), iridoid, dan sebagainya. Adapun tujuan utama pendekatan skrining fitokimia adalah untuk mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan (Robinson, 1995). Pada proses skrinning fitokimia,dilakukan sortasi basah artinya adalah pemisahan kotorankotoran atau bahanbahan asing lainnya yang terdapat pada simplisia.Contohnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, biasanya seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang sudah rusakdan pengotor lainnya harus dibuang(Agoes,2007). Senyawa antrakinon yang berupa kristal yang memiliki titik leleh yang tinggi yang larut dalam pelarut organik.Senyawa ini berwarna kuning sampai coklat.Banyaknya antrakinon yang terdapatsebagai glikosida dengan bagian gula terikat pada salah satu gugus hidroksil fenolik (Trevor,1995). Peneliti bahan alam yang bertujuan untuk mencari tumbuhan atau senyawa kandungan melakukan 2 macam pendekatan, yaitu : 1. Pendekatan fitofarmakologi 2. Pendekatan penapisan (skrining) fitokimia Pendekatan fitofarmakologi meliputi uji berbagai efek farmakologi terhadap hewan percobaan dengan ekstrak tumbuhan atau bagian tumbuhan. Percobaan

Upload: bryan-gerald-hukom

Post on 05-Aug-2015

1.634 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Praktikum FF Unit III Penapisan (Skrinning) Fitokimia

TRANSCRIPT

Page 1: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

UNIT III

PENAPISAN (SKRINING) FITOKIMIA

A. Tujuan

Setelah melakukan praktikum, praktikan mampu mengidentifikasi:

1. Senyawa golongan flavonoida

2. Senyawa golongan antrakinon

3. Senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid)

4. Senyawa golongan alkaloida

5. Senyawa golongan fenolik dan polifenolik

B. Dasar Teori

Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dalam

tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji), terutama

kandungan metabolit sekunder yang bioaktif yaitu alkaloida, antrakinon, flavanoida,

glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan hiterpenoid), tannin (polifenolat), minyak

atsiri (terpenoid), iridoid, dan sebagainya. Adapun tujuan utama pendekatan skrining

fitokimia adalah untuk mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau

kandungan yang berguna untuk pengobatan (Robinson, 1995).

Pada proses skrinning fitokimia,dilakukan sortasi basah artinya adalah pemisahan

kotoran–kotoran atau bahan–bahan asing lainnya yang terdapat pada simplisia.Contohnya

pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, biasanya seperti tanah, kerikil,

rumput, batang, daun, akar yang sudah rusakdan pengotor lainnya harus

dibuang(Agoes,2007).

Senyawa antrakinon yang berupa kristal yang memiliki titik leleh yang tinggi

yang larut dalam pelarut organik.Senyawa ini berwarna kuning sampai coklat.Banyaknya

antrakinon yang terdapatsebagai glikosida dengan bagian gula terikat pada salah satu

gugus hidroksil fenolik (Trevor,1995).

Peneliti bahan alam yang bertujuan untuk mencari tumbuhan atau senyawa

kandungan melakukan 2 macam pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan fitofarmakologi

2. Pendekatan penapisan (skrining) fitokimia

Pendekatan fitofarmakologi meliputi uji berbagai efek farmakologi terhadap

hewan percobaan dengan ekstrak tumbuhan atau bagian tumbuhan. Percobaan

Page 2: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

farmakologi dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro. Adapun aktivitas yang diujikan

antara lain antineoplastik, antiviral, antimikrobial, anti malaria, insektisida, hipoglikemik,

kardiotonik, estrogenik, maupun androgenik (Mursyidi, 1990).

Metode yang digunakan atau dipilih untuk melakukan skrining fitokimia harus

memenuhi beberapa persyaratan antara lain :

1. Sederhana

2. Cepat

3. Dapat dilakukan dengan peralatan minimal

4. Selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari

5. Bersifat semikuantitatif, yaitu memiliki batas kepekaan untuk senyawa yang

dipelajari

6. Dapat memberikan keterangan tambahan ada/tidaknya senyawa tertentu dari

golongan senyawa yang dipelajari (Robinson, 1995).

Pada identifikasi suatu kandungan tumbuhan, setelah kandungan itu diisolasi dan

dimurnikan, pertama-tama harus ditentukan dahulu golongannya, kemudian barulah

ditentukan jenis senyawa dalam golongan tersebut. Identifikasi lengkap dalam golongan

senyawa dan pada pengukuran sifat/ciri lain yang kemudian dibandingkan dengan data

dalam pustaka. Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan

dengan menggunakan salah satu dari 4 teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut.

Keempat teknik tersebut adalah Kromatografi Kertas (KKT), Kromatografi Lapis Tipis

(KLT), Kromatografi Gas Cair (KGC), dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan dan

keatsirian senyawa yang akan dipisah (Harbone, 1987).

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar. Fase

diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang

didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik. Semakin kecil ukuran

rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin

baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya. Fase gerak yang dikenal

sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler

pada pengembangan secara menaik atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan

secara menurun (Gandjar, 2009).

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya

maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Faktor-faktor yang berpengaruh

adalah: bahan baku simplisia, proses pembuatan dan cara penyimpanannya. Pada

Page 3: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

umumnya tahapnya sebagai berikut: pengumpulan bahan baku, sortasi basah,pencucian,

perajangan, sortasi kering, penyimpanan dan pemeriksaan mutu. Berbagai senyawa,

secara tradisional tidak dikelompokkan menjadi satu, tetapi biasanya dikelompokkan ke

dalam minyak atsiri, steroid, alkaloida, pigmen, glikosida, dan lain-lain (Robinson,

1995).

Kromatografi, adalah metode fisika untuk pemisahan, dimana komponen yang

akan dipisahkan didistribusikan antar adua fase, salah satunya adalah lapisan stasioner dan

fase yang lain berupa zat alir yang mengalir lambat menembus sepanjang fase stasioner.

Pada kromatografi lapis tipis, fase cair berupa lapisan tipis yan terdiri atas bahan padat

yang dilapiskan ke permukaan penyangga dasar yang biasanya terbuat dari kaca, tapi

dapat pula terbuat dari pelat polimer atau logam (Agoes, 2007).

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schaiber pada

tahun 1938. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam pada

permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat alumunium atau plat

plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk

terbuka dari kromatografi kolom (Harbone, 1987).

Tanaman kakao mengandung komponen seperti alanin, alkaloid, alpha-sitosterol,

amilase, arginin, asam askorbat, asam askorbat oksidase, aspariginase, beta-karoten,

kalsium, dopamin, fruktosa, glukosa, asam glutamat, leusin, asam linoleat. Lipase, lisin,

niasin, peroksidase, asam fenil asetat, fenilalanin, phosphorus, riboflavin, rutin, tanin,

teobromin, tiamin dan masih banyak lagi (Pangkalan Ide, 2008)

C. Alat dan Bahan

Alat:

Tabung reaksi

Waterbath

Pipet Pasteur

Pipet tetes

Corong

Corong pisah

Kertas saring

Pipa kapiler

Penangas air

Pengaduk

Gelas ukur

Beaker glass

Page 4: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Bahan:

ᴥ Aquadest

ᴥ Serbuk rimpang lempuyang

(Zingiber zerumbet)

ᴥ Larutan hidroksida

ᴥ Asam klorida

ᴥ Pereaksi dragendorff

ᴥ Pereaksi mayer

ᴥ Serbuk natrium karbonat

ᴥ Kloroform

ᴥ Asam cuka

ᴥ Larutan hidrogen peroksida

ᴥ Asam asetat glacial

ᴥ Toluene

ᴥ Kalium hidroksida 0,5 N

ᴥ Pereaksi besi (III) klorida

ᴥ Larutan natrium klorida

ᴥ Larutan gelatin

ᴥ Asam 3,5-dinitro benzoate

ᴥ Kalium hidroksida 1 N

dalam metanol

ᴥ Eter

ᴥ Petroleum eter

ᴥ Methanol

ᴥ Silica gel

ᴥ Silica gel GF

ᴥ Etil asetat

ᴥ Benzene

ᴥ FeCl3

ᴥ Garam fast blue B

ᴥ Vanilin asam sulfat

ᴥ n butanon

ᴥ Asam formiat

ᴥ Alumunium klorida

ᴥ Sitroborat

ᴥ KOH etanolis

ᴥ Selulosa

ᴥ Butanol

ᴥ Larutan rutin

ᴥ Rhei Radix

ᴥ Sapindus rarak

ᴥ Etanol 75 %

ᴥ Rutae Herba

ᴥ Larutan asam tanat

ᴥ Larutan digoksin lanatosida

ᴥ Larutan alkaloida

ᴥ HCl

ᴥ NaHCO3

ᴥ Sikloheksana

ᴥ Dietilamina

ᴥ Tertier butanol

ᴥ Pereaksi Dragendorff KLT

LP

Page 5: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

D. Cara Kerja

1) Pembuatan serbuk simpleks (jamak: simplisia)

Pengumpulan bahan simpleks (seluruh tumbuhan atau bagian tumbuhan)

dilakukan dari daerah tertentu, bulan tertentu, berasal dari tumbuhan tertentu yang

berada pada masa tertentu

Bahan dilakukan sortasi basah dan dicuci dengan air mengalir

Dikeringkan dengan cepat (diangin-anginkan, dipanaskan dalam almari pemanas

yang dilengkapi dengan kipas angin, dijemur di bawah sinar matahari langsung

atau ditutupi kain hitam)

Setelah simpleks cukup kering (mudah dihancurkan), digiling atau dihaluskan

dengan cara tertentu

Diayak, hingga diperoleh serbuk simpleks yang kering

2) Uji pendahuluan

Serbuk tumbuhan (2 g) ditambah air (10 ml), dipanaskan selama 30 menit diatas air

mendidih

Larutan disaring melalui kapas. Suatu larutan berwarna kuning sampai merah,

menunjukkan adanya senyawa yang mengandung kromoform (flavonoida, antrakinon,

dsb), dengan gugus hidrofilik (gula, asam, fenolat, dsb)

Pada penambahan larutan kalium hidroksida (beberapa tetes), warna larutan menjadi

lebih intensif

3) Uji Alkaloida

Serbuk tumbuhan 2 g ditambahkan air 10 ml, dipanaskan dalam tabung reaksi besar

dengan asam klorida 1% (10 ml) selama 30 menit dalam penangas air mendidih

Suspensi disaring dengan kapas ke dalam tabung reaksi A dan tabung reaksi B sama

banyak

Page 6: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Larutan A dibagi 2 sama banyak, lalu ke dalam larutan A-1 ditambah pereaksi

Dragendorff (3 tetes) dan larutan A-2 ditambah pereaksi Mayer (3 tetes)

Terbentuknya endapan dengan kedua pereaksi tersebut menunjukkan adanya alkaloida

Keberadaan alkaloida dari basa tertier atau kuarterner dapat ditunjukkan dengan

penambahan serbuk natrium karbonat sampai pH 8-9, kemudian dicampurdengan

kloroform (4 ml), dan diaduk pelan-pelan

Setelah kloroform memisah, diambil dengan pipet Pasteur dan tambahkan asam cuka

5% sampai pH 5, diaduk lalu dipisahkan lapisan atas dengan pipet

Kemudian ditambahkan pereaksi Dragendorff (5 tetes) untuk lapisan atas.

Terbentuknya endapan menunjukkan adanya alkaloida dari basa kuarterner

Kemudian lapisan bawah ditambah asam klorida 1 % ( 10 tetes) diaduk, akan

terbentuk 2 lapisan

Lapisan atas diambil serta ditambahkan pereaksi Dragendorff ( 2 tetes), terbentuknya

endapan menunjukkan alkaloida dari basa tertier.

4) Uji Antrakinon

Serbuk simpleks (300 mg) ditambahkan kalium hidroksida 0,5 N (10 ml) dan larutan

hidrogen peroksida (1ml), dan dididihkan selama 2 menit

Setelah dingin suspensi disaring melalui kapas

Filtrat (5ml) ditambah asam asetat glasial (10 tetes) sampai pH 5, lalu ditambahkan

toluena (10 ml)

Page 7: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Lapisan atas (5 ml) dipisahkan dengan dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung

reaksi, kemudian ditambah 0,5-1 ml kalium hidroksida 0,5 N

Warna merah yang terjadi pada lapisan air (basa) menunjukkan adanya senyawa

antrakinon.

5) Uji Polifenol

Serbuk simpleks (2 g) ditambah 10 ml air dan dipanaskan selama 10 menit dalam

penangas air mendidih

Dilakukan juga terhadap 2 g serbuk bahan lagi dengan penyari etanol 80% 10 ml

Keduanya disaring panas-panas, setelah dingin ditambah 3 tetes pereaksi besi (III)

klorida

Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya polifenolat.

6) Uji Tanin

Serbuk simpleks (2 g) ditambah 10 ml, dan dipanaskan selama 30 menit dalam

penangas air mendidih

Disaring, filtrat (5 ml) ditambah larutan natrium klorida 2% (1 ml), bila terjadi

suspensi atau endapan disaring melalui kertas saring, kemudian filtrat ditambah

larutan gelatin 1% (5ml)

Terbentuknya endapan menunjukkan adanya tanin.

7) Uji Kardenolida

Filtrat (2 ml) dari hasil pemanasan serbuk tumbuhan (2 g) dengan air (10 ml) selama

30 menit di atas tangas air tadi dan ditambah asam 3,5-dinitro benzoat (0,4 ml) dan

kalium hidroksida 1 N (0,6 ml) dalam methanol

Terjadinya warna biru-ungu menunjukkan adanya kardenolida (glikosida jantung)

Page 8: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Untuk penegasan lebih lanjut, filtrat yang lain (2ml) dicampur dengan kloroform (2

ml)

Lapisan atas diambil dengan pipet, lapisan bawah ditambah asam 3,5-dinitro benzoate

(0,5 ml)

Terjadinya warna biru ungu menunjukkan adanya kardenolida

8) Uji Saponin

Ditambahkan air (10 ml) ke dalam tabung reaksi yang berisi serbuk tumbuhan (300

mg), ditutup dan dikocok kuat-kuat selama 30 detik

Tabung dibiarkan dalam posisi tegak selama 30 menit

Apabila terbentuk buih setinggi ≥ 3 cm dari permukaan cairan, maka menunjukkan

adanya saponin

Uji lain dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler (diameter 1 mm, panjang 12,5

cm)

Larutan hasil pemanasan serbuk tumbuhan (2 g) dengan air (10 ml) selama 30 menit di

atas tangas air (point 6), setelah disaring, filtrat dimasukkan ke dalam pipa kapiler

penuh-penuh

Kapiler diletakkan dalam posisi tegak (vertikal), kemudian cairan dibiarkan mengalir

bebas

Sebagai pembanding, dikerjakan hal serupa untuk air suling

Tinggi cairan tertinggal dibandingkan dengan tinggi air suling (pembanding)

Bila tinggi cairan yang diuji setengah atau kurang dari tinggi air suling, maka adanya

saponin akan diperhitungkan.

Page 9: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

9) Uji Minyak Atsiri

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah 20 ml eter, dikocok, dan disaring. Filtrat

dikeringuapkan

Bila sedikit berbau aromatik, dilarutkan dalam residu dengan sedikit etanol,dan

diuapkan lagi sampai kering. Bila terjadi bau aromatik spesifik, menunjukkan adanya

minyak atsiri.

Uji kualitatif secara KLT untuk Glikosida

Skema pembuatan larutan percobaan untuk KLT

Serbuk simpleks (2-3 gram)

Disari dengan petroleum eter 10ml,

50ºC selama 5 menit

Sisa fraksi petroleum eter (disingkirkan)

Disari dengan kloroform-asam asetat (99:1),

10 ml, 50ºC selama 5 menit

Sisa fraksi CHCl3-HOAc (larutan I)

Disari dengan metanol-kloroform-asam asetat

(49,5:49,5:1), 10 ml, 50ºC selama 5 menit

Sisa fraksi MeOH-CHCl3-HOAc (larutan II)

Disari dengan metanol-air (1:1), 10 ml, 50ºC selama 5 menit

Sisa fraksi metanol-air (larutan III)

(dibuang)

Page 10: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Kemungkinan golongan senyawa yang tersari:

1. Larutan I : antrakinon, fenolat, flavonoida, kumarin, steroida

2. Larutan II : glikosida antrakinon, glikosida kumarin, saponin, tannin

3. Larutan III : kardenolida, saponin, glikosida antrakinon, glikosida flavonoida

Sistem KLT yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Larutan I

Fase diam : silica gel GF254

Fase gerak : etil asetat- benzene (9:1), atau etil asetat-toluena (9:1)

Pembanding : antrakinon, flavonoida, kumarin, steroid

Deteksi : FeCl3, garam fast blue B atau vanilin asam sulfat (panaskan 120ºC 1-2

menit)

2. Larutan II

Fase diam : a. silika gel GF 254

b. silika gel GF 254

c. selulosa

Fase gerak : a. n-butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v fase atas

b. etil asetat-asam formiat-asam asetat-air (100:11:11:27) v/v

c. etil asetat-metanol-air (100:13,5:10) v/v

Pembanding : a. Tanin

b. kumarin

c. antrakinon

Deteksi : a. besi (III) klorida, alumunium klorida

b. sitroborat

c. KOH etanolis

3. Larutan III

Fase diam : a. silica gel GF 254

b. silica gel GF 254

c. selulosa

Fase gerak : a. butanon-asam asetat-air (5:1:4) v/v fase atas

b. kloroform-metanol-air (64:50:10) v/v

c. t-butanol-asam asetat-air (4:1:5) v/v fase atas

Pembanding : a. Saponin, kardenolida

Page 11: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

b. Saponin, kardenolida, antrakinon

c. glikosida, flavonoid

Deteksi : a. Liebermann-Burchard

b. vanilin asam sulfat

c. uap ammonia, UV 365 nm, alumunium klorida

Larutan pembanding yang digunakan :

a. Glikosida flavonoida : larutan rutin 0,05 % dalam metanol

b. Flavonoida : larutan kuersetin 0,1% dalam metanol

c. Antrakinon : larutan Rhei Radix (0,5 g) dipanaskan 5 menit dalam methanol

( 5 ml ), saring, filtat diuapkan sampai 0,5 ml. Totolkan 20

µL

d. Saponin : larutan daging buah Sapindus rarak (2 g), direfluks dengan

etanol 75 % (10 ml) selama 10 menit

e. Kumarin : larutan Rutae Herba (0,5 g) dipanaskan dalammetanol (5 ml)

sambil diaduk selama 30 menit, saring, filtrate diuapkan

sampai 0,5 ml. Totolkan 20 uL. Rutae Herba berasal dari

tanaman Ruta graveolens.

f. Tanin : larutan asam tanat 0,05 %dalam etanol 70 % (10 (1)

g. Kardenolida : larutan digoksin lanatosida C 5 mg dalam 2 ml methanol pada

60° C

h. Alkaloida : Larutan alkaloida 1% dalam etanol. Totolkan 10 µL. Alkaloida

digunakan tergantung dari suku tumbuhan tersebut.

Page 12: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Uji kualitatif secara KLT untuk Antrakinon

Skema penyarian alkalioda

Serbuk simplisia 2-3 gram

Disari dengan petroleum eter

10 ml selama 5 menit

Sisa fraksi petroleum eter (dibuang)

Disari dengan HCl 1% 10 ml

50ºC selama 5 menit

Sisa (dibuang) fraksi asam klorida

Diuji dengan Dragendorff, bila positif +

NaHCO3 1 M sampai pH 8-9, disari

dengan kloroform 10 ml

lapisan atas lapisan bawah

dinetralkan dengan disari dengan HCl 1% (10ml)

asam asetat

larutan I lapisan bawah lapisan atas (laruatan II)

(dibuang)

Larutan I : untuk uji alkaloida tertier

Larutan II : untuk uji alkaloida kuartener

Sistem KLT yang digunakan :

Fase diam : silika gel GF 254

Fase gerak : sikloheksana-dietilamina (9:1) v/v atau tertier butanol-kloroform-dietil amina

(2:7:1) v/v

Deteksi : pereaksi Dragendorff KLT LP, setelah kering dapat disemprot dengan

larutan NaNO2 5%

Page 13: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

E. Data Pengamatan

Uji Kualitatif Secara Kimiawi

1. Uji Pendahuluan

Berat kertas = 0,44 gram

Berat kertas + zat = 2,45 gram

Berat kertas + sisa zat = 0,44 gram

Barat zat = 2,01 gram

Setelah ditambah KOH menjadi lebih tua warna ungu,

merah-keorangen, hasil (+). Gambar 1. Uji Pendahuluan

2. Uji Alkaloida

Berat kertas = 0,43 gram

Berat kertas + zat = 2,45 gram

Berat kertas + sisa zat = 0,44 gram

Berat zat = 2,01 gram

Gambar 2. Uji Alkaloida

Serbuk simpleks (2 g)

Ditambahkan HCl 1% 10 ml dan

dipanaskan selama 30 menit

Larutan A Larutan B

A-1 A-2

Natrium karbonat pH 8-9

Kloroform 4 ml, diaduk pelan-pelan

Setelah kloroform memisah, ditambah HCl 5% pH 5

Kemudian diaduk

Ditambah Dragendorff 5 tetes

Terbentuk endapan alkaloid basa

kuartener

Lapisan bawah ditambah HCl 1% (10 tetes)

Terbentuk 2 lapisan

Ditambah 2 tetes Dragendorff

Ditambah 3

tetes

Dragendorff

Ditambah 3

tetes Mayer

Page 14: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

3. Uji Antrakinon

Berat kertas = 0,42 gram

Berat kertas + zat = 0,73 gram

Berat kertas + sisa zat = 0,43 gram

Berat zat = 0,3 gram

Hasil negatif (-), tidak terbentuk warna merah pada

lapisan air.

Gambar 3. Uji Antrakinon

4. Uji Polifenol

Air

Berat kertas = 0,45 gram

Berat kertas + zat = 2,45 gram

Berat kertas + sisa zat = 0,45 gram

Berat zat = 2,00 gram

Hasil positif (+), terbentuk warna hijau tua

Gambar 4. Uji Polifenol Air

Etanol

Berat kertas = 0,42 gram

Berat kertas + zat = 2,44 gram

Berat kertas + sisa zat = 0,43 gram

Berat zat = 2,01 gram

Hasil positif (+), terbentuk warna hijau tua

Gambar 5. Uji Polifenol Etanol

5. Uji tanin (zat zamak)

Berat kertas = 0,44 gram

Berat kertas + zat = 2,45 gram

Berat kertas + sisa zat = 0,44 gram

Berat zat = 2,01 gram

Hasil negatif (-), tidak terbentuk endapan.

Gambar 6. Uji Tanin

Page 15: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

6. Uji kardenolida

Berat kertas = 0,43 gram

Berat kertas + zat = 2,45 gram

Berat kertas + sisa zat = 0,44 gram

Berat zat = 2,01 gram

Hasil negatif (-) , terbentuk warna coklat kehitaman Gambar 7. Uji Kardenolida

7. Uji saponin

a. Penimbangan

Berat kertas = 0,45 gram

Berat kertas + zat = 0,75 gram

Berat kertas + sisa zat = 0,45 gram

Berat zat = 0,30 gram

Hasil negatif (-)

b. Pipa kapiler zat uji Gambar 8. Uji Saponin

2,5 cm

c. Pipa kapiler air

1,1 cm

8. Uji minyak atsiri

Berat kertas = 0,46 gram

Berat kertas + zat =10,47 gram

Berat kertas + sisa zat = 0,46 gram

Berat zat =10,01 gram

Page 16: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Uji Kualitatif Secara KLT

1. Larutan 1

Larutan I Quonsetin

Panjang 10 cm

Jarak elusi sampel= 8,5 cm

Jarak elusi pembanding= 5,8 cm

Rk sampel=

= 0,85 HRF= 0,85 X 100%

= 85%

HRF pembanding = 0,58 % X 100%

= 58 %

8,5 cm

5,8 cm

Quasetin Sampel 2 cm

Fase diam = silika gel GK 254

Fase gerak = etil asetat-toluena (9:1)

Larutan I Antrakinon

Panjang 10 cm

Jarak elusi sampel= 8,2 cm

Rk sampel=

= 0,82 HRF= 0,82 X 100%

= 82 %

Page 17: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

HRF pembanding = 0,58 % X 100%

= 58 %

8,2 cm

Antrakinon Sampel 2 cm

Fase diam = silika gel GK 254

Fase gerak = etil asetat-toluena (9:1)

2. Larutan 2

Berat kertas = 0,88 gram

Berat kertas + zat = 3,02 gram

Berat kertas + sisa zat = 0,90 gram

Berat zat = 2,12 gram

Berat kertas saring = 0,97 gram

KLT larutan II

Fase diam = silika gel GF 254

Fase gerak : a. n-butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v fase atas

b. etil asetat-metanol-air (100:13,5:10) v/v

Pembanding : a. Tanin

Page 18: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

b. antrakinon

Deteksi : a. besi (III) klorida, alumunium klorida

b. KOH etanolis

7,7 cm

6,6 cm

Standar antrakinon Standar tanin

3. Larutan III

ᴥ Saponin dan sampel

Tailing

4,6 cm

2,8 cm

Page 19: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Fase diam = Silika Gel GF 254

Fase gerak = Butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v fase atas

Pembanding = saponin

Deteksi = Liebermann-Burchard

Sampel

Rf1 =

= 0,28 HRF= 0,28 X 100%

= 28 %

Rf 2 =

= 0,46 HRF= 0,46 X 100%

= 46 %

ᴥ Kardenolida dan sampel

9,6 cm

9,8 cm

Standar Sampel

Fase diam = Silika Gel GF 254

Fase gerak = Klorofom-metanol-air (64 : 50 : 10) v/v

Pembanding = Kardenolida

Deteksi = Vanilin asam sulfat

Jarak elusi sampel= 9,8 cm

Page 20: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Rf sampel =

= 0,98 HRF= 0,98 X 100%

= 98 %

Rf standar =

= 0,96 HRF= 0,96 X 100%

= 96 %

Selulosa

7,5 cm 8,1 cm

Jarak elusi sampel= 8,2 cm

Rf sampel=

= 0,81 HRF= 0,81 X 100%

= 81 %

Rf standar =

= 0,75 HRF= 0,75 X 100%

= 75 %

Page 21: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Uji Kualitatif Secara KLT Untuk Alkaloida

Berat kertas = 0,4388 gram

Berat kertas + zat = 3,4426 gram

Berat kertas + sisa zat = 0,4388 gram

Berat zat = 3,0038 gram

Hasil pengamatan:

Larutan I= uji alkaloida tersier (-)

Larutan I= uji alkaloida kuartener (-)

Page 22: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

F. PEMBAHASAN

Tujuan dilakukan pendekatan skrining fitokimia yaitu untuk melakukan survei

tumbuhan yang mengandung senyawa bioaktif atau kandungan yang berguna untuk

pengobatan.Setelah melakukan praktikum,mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi

:

1. Senyawa halogen flavanoida

2. Senyawa golongan antrakinon

3. Senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid)

4. Senyawa golongan alkaloida

5. Senyawa golongan fenolik dan polifenolik.

Skrining fitokimia merupakan suatu analisa kualitatif kandungan kimia

tumbuhan atau bagian tumbuhan. Metode yang digunakan dalam melakukan skrining

fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu sederhana,cepat,dapat dilakukan

dengan peralatan yang minimal, selektif terhadap golongan suatu senyawa, bersifat

semikumulatif,dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu

dari suatu senyawa. Tanaman yang dilakukan uji kualitatif dalam percobaan ini adalah

tanaman kakao.

Tingkat taksonomi tanaman klakao adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Clas : Dicotyledoneae

Subklas : Dialypetalae

Ordo : Malvaes

Famili : Sterculiaceae

Genus :Theobroma

Spesies : Theobroma cacao(Siregar, dkk.,2010).

Page 23: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Dalam melakukan uji kualitatif terhadap tanaman kakao, ada beberapa langkah

yang dilakukan, yaitu:

1. Uji Kualitatif Secara Kimiawi

a. Pembuatan serbuk simpleks

Pembuatan serbuk simpleks bertujuan untuk menghancurkan dinding sel yang

sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam

vakuola mudah diambil. Bahan–bahan yang akan digunakan harus dari tanaman yang

sejenis dan dari asal yang sama, karena kandungan disetiap daerah bisa berbeda

meskipun tanamannya sama.Daun sebelum digunakan dilakukan pencucian dengan air

mengalir untuk memisahkan daun dengan pengotor–pengotor yang menempel pada

daun. Apabila daun tidak bersih, ditakutkan akan membahayakan pengguna simplisia

tersebut. Setelah itu diangin-anginkandan dimasukkan dalam almari

pemanas.Simpleks yang kering ditandai dengan kerapuhan daun tersebut (mudah

dihancurkan),kemudian digiling dan diayak.

b. Uji Pendahuluan

Tujuan dilakukan uji pendahuluanadalah untuk mengetahui kandungan suatu senyawa

apakah memiliki senyawa kromofor dan gugus hidrofilik.Serbuk ditimbang 2 g

ditambah air 10 ml dipanaskan selama 30 menit diatas air yang mendidih. Pemanasan

bertujuan untuk memisahkan senyawa yang mengandung kromofor dan gugus

hidrofilik dari simpleks yang diuji. Setelah itu larutan disaring dengan kapas atau

kertas saring,tujuannya untuk memisahkan larutan dan serbuk. Apabila larutan

berwarna kuning sampai merah menandakan adanya kromofor (flavonoida,

antrakinon,dsb) dengan gugus hodrofilik (gula, asam, fenolat, dan sebagainya).

Dilakukan penambahan KOH LP supaya warna akan lebih jelas. Dari percobaan ini,

praktikan mendapatkan hasil positif (+), warna larutan menjadi lebih jelas warnanya

lebih tua warna ungu,merah-keorangen,

c. Uji Alkaloida

Serbuk ditimbang 2 g dimasukkan dalam tabung reaksi ditambah dengan asam

klorida 1% (10ml). Fungsi penambahan asam klorida untuk menarik kandungan

alkaloid didalam simplisia dan dipanaskan selama 30 menit. Pemanasan dilakukan

bertujuan untuk memecah ikatan antara alkaloid dengan asam klorida sehingga

diperoleh alkaloid.Suspensi disaring dengan kapas ke dalam tabung reaksi A dan B

Page 24: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

sama banyak untuk memisahkan sampel dengan pengotornya. Kemudian larutan A

dibagi lagi menjadi A-1 dan A-2, larutan A-1 ditetesi dengan pereaksi Dragendorff

yang berfungsi sebagai pembanding apakah senyawa yang terkandung merupakan

alkaloid atau tidak, karena alkaloid tidak memberikan endapan dengan reagen

Dragendorff. Larutan A-2 ditetesi dengan pereaksi Mayer, yang fungsinya untuk

mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan

koordinasi antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi Mayer sehingga menghasilkan

senyawa kompleks merkuri yang non polar mengendap berwana putih.Reaksi pada uji

alkaloid ini dengan pereaksi Meyer adalah N + KHgI4 Hg-N putih. Atom N

menyumbangkan pasangan elektron bebas dan atom Hg sehingga membentuk senyawa

kompleks yang mengandung atom N sebagai ligannya. Berdasakan hasil percobaan

yang dilakukan, praktikan memperoleh hasil bahwa setelah larutan A-1 ditambahkan 3

tetes Dragendorff menghasilkan warna coklat tua menunjukkan adanya alkaloid

primer hasil positif (+). Sedangkan, pada larutan A-2 ditambahkan pereaksi Mayer

terbentuknya warna orange kecoklatan, hasil negatif (-).

Ditambahkan serbuk natrium karbonat untuk menjadikan sampel dalam suasana

basa sampai pH 8-9 lalu dicampur dengan kloroform dan diaduk perlahan-lahan,

kloroform bertujuan untuk memutuskan ikatan antara asam tannin dan alkaloid yang

terikat secara ionik dimana atom N dari alkaloid berikatan saling stabil dengan gugus

hidroksil genolik dari asam tannin. Dengan terputusnya ikatan ini, alkaloid akan bebas

sedangkan asam tannin akan terikat oleh kloroform. Pengadukan secara perlahan

bertujuan untuk memperbanyak kontak yang terjadi antara kloroform dengan senyawa,

sehingga memungkinkan alkaloid bebas semakin banyak yang terekstrasi.Setelah

kloroformmemisah diambil dengan pipet pasteur ditambah asam cuka untuk mencapai

pH asam yaitu 5.Penambahan asam cuka ini berfungsi untuk mengikat kembali

alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi dengan pereaksi-pereaksi logam

berat yaitu spesifik untuk alkaloid yang menghasilkan kompleks garam anorganik

yang tidak larut sehingga terpisah dengan metabolit sekundernya. Penambahan asam

cuka mengakibatkan larutan terbentuk menjadi dua fase karena adanya perbedaan

tingkat kepolaran antara fase aqueous yang polar dan kloroform yang relative kurang

polar. Garam alkaloid akan larut pada lapisan atas, sedangkan lapisan kloroform

berada pada lapisan paling bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar, dan

dipisahkan dengan pipet. Ditambah dengan pereaksi Dragendorff 5 tetes untuk lapisan

Page 25: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

atas. Pereaksi Dragendorff ini untuk menguji keberadaan alkaloid. Dengan

terbentuknya endapan adanya alkaloida dari basa kuarterner. Kemudian lapisan bawah

ditambah dengan asam klorida 1% 10 tetes, diaduk bertujuan untuk melarutkan

senyawa-senyawa pada tiap-tiap lapisan secara tepat dan sempurna.

Terbentuk dua lapisan, lapisan atas diambil dan ditambah pereaksi Dragendorff,

terbentuknya endapan menunjukkan adanya alkaloida dari basa tertier.Berdasarkan

percobaan yang dilakukan praktikan, hasil yang diperoleh adalah tidak terbentuknya

endapan berwarna hitam, sehingga diperoleh alkaloid primer.Fungsi alkaloiddalam

bidangkesehatan tergantung dari jenis tanaman, seperti morfin sebagai anestesi lokal,

dan quinine sebagai antimalaria, dan sebagainya.

d. Uji Antrakinon

Ekstrak 300 mg ditambah dengan kalium hidroksida 1 ml.Fungsi penambahan

kalium hidroksida untuk untuk melarutkan senyawa antrakinon yang ada didalam

simpleks. Kemudian didihkan selama 2 menit, pendidihan bertujuan untuk

memisahkasn senyawa antrakinon dari simpleks yang akan diuji.Setelah dingin

suspensi disaring untuk memisahkan dari zat–zat pengotornya.Filtrat diambil 5 ml

ditambah dengan asam asetat glasial supaya bersifat asam sebanyak 10 tetes sampai

pH 5 dan ditambah toluena 10 ml,tujuanya supaya senyawa yang mengandung

antrakinon larut didalam toluena.Dilakukan pemisahan lapisan atas 5 ml dan

ditambahkan dengan kalium hidroksida 0,5 N. Kalium hidroksida berfungsi sebagai

pemberi suasana basa dan berfungsi untuk menghidrolisis glikosida dan mengoksidasi

antron atau antranol menjadi antrakinon.Warna merah yang terjadi pada lapisan air

(basa) menunjukkan adanya senyawa antrakinon. Dari hasil percobaan ini, hasil yang

diperoleh praktikan adalah tidak terbentuk warna merah pada lapisan air, sehingga

hasil negatif (-). Fungsi antrakinon dalam bidang kesehatan sebagai antiseptik.

e. Uji Polifenol

Senyawa polifenol merupakan senyawa yang berasal dari tumbuhan, dimana

salah satu cirinya adalah mengandung cincin aromatik yang tersubstitusi oleh dua atau

lebih gugus fenol. Fungsi dalam bidang farmasi sebagai anti-virus dan

antioksidan.Serbuk simpleks (2g) ditambahkan 10 ml air dan dipanaskan selama 10

menit, pemanasan bertujuan untuk melarutkan polifenol agar terpisah dari bagian

Page 26: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

tubuh tumbuhan sampel kemudian disaring, dan dibuat lagi 2 g serbuk bahan lagi

dengan penyari etanol 80% dalam 10 ml air, setelah disaring dan dingin, masing-

masing ditambah 3 tetes pereaksi FeCl3 yang berfungsi untuk memberikan warna pada

daun sampel tumbuhan yang sehingga dapat membuktikan bahwa sampel terdapat

polifenol atau tidak. Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya

polifenolat.Dari percobaan ini, hasil yang diperoleh praktikan adalah terbentuknya

warna hijau tua pada serbuk yang ditambah air, begitu pun dengan serbuk yang

ditambah etanol. Hasil yang diperoleh praktikan positif (+).Fungsi polifenol dalam

bidang kesehatan adalah sebagai antioksidan.

f. Uji tanin (zat samak)

Tanin merupakan senyawa polifenol yang berarti termasuk dalam senyawa

fenolik. Tanindapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak

larut dalam air. Tanin secara kimia merupakan ester yang dapat dihidrolisis oleh

pemanasan dengan larutan asam sampai menghasilkan senyawa fenol, biasanya

merupakan derivat atau turunan dari asam garlik dan gula. Serbuk 2 g ditambah

dengan 10 ml air dipanaskan 30 menit dalam penangas air mendidih, tujuannya untuk

memisahkan tanin dari simpleks yang akan diuji.Diambil 5 ml,tetapi dalam percobaan

hanya diambil 3 ml karena hanya menghasilkan filtrat sebanyak 3 ml. Didapatkan

hanya 3 ml, kemungkinan sampel menguap karena pemanasan. Dilakukan

penyaringan untuk memisahkan larutan dengan pengotornya. Ditambahkan natrium

klorida 2% (1 ml),apabila masih ada endapan disaring lagi dan ditambah dengan

gelatin 1% (5ml). Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya tanin. Hal tersebut

terjadi karena gelatin maupun dengan reagen garam-gelatin merupakan indikasi

adanya tanin. Prinsip untuk reaksi ini adalah terbentuknya endapan antara protein atau

gelatin dan tanin, dimana reaksi menjadi lebih sensitif dengan penambahan NaCl

untuk meningkatkan “salting out” dari kompleks protein-tanin.Pada percobaan ini,

hasil yang diperoleh praktikan adalah negatif (-) tidak ada endapan warnanya merah

tua,apabila hasilnya positif menghasilkan endapan dengan warna gelap. Tanin

berfungsi sebagai adstringent dan memiliki kemampuan untuk menyamak kulit dan

memberikan rasa kelat.

g. Uji Kardenolida

Page 27: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Pada uji ini seharusnya menggunakan filtrat pada uji tanin, tetapi pada uji tanin

hanya menghasilkan filtrat 3 ml jadi tidak cukup untuk percobaan kardenolida.

Sehingga dilakukan penimbangan kembali 2 g serbuk ditambah dengan air 10 ml

selama 30 menit diatas penangas air. Pemanasan ini bertujuan untuk memisahkan

senyawa kardenolida dengan simpleks. Setelah itu dilakukan penyaringan dan diambil

filtratnya 2 ml. Proses penyaringan ini untuk memisahkan sampel dengan

pengotornya. Kemudian ditambahkan 3,5-dinitro benzoat o,4 ml dan 0,6 ml kalium

hidroksida 1 N metanol. Apabila terbentuk warna biru–ungu menunjukkan adanya

kardenolida (glikosida jantung). Dalam percobaan ini tidak dilakukan penegasan

karena filtrat yang didapat hanya 2 ml, dikarenakan sudah menguap waktu pemanasan

dan tidak tersaring sempurna filtratnya.

Dari percobaan ini, hasil yang diperoleh praktikan adalah terbentuknya warna

coklat kehitaman, hasil negatif (-). Fungsi kardenolida dalam bidang kesehatan adalah

sebagai antioksidan.

h. Uji Saponin

Saponin atau glikosida sapogenin yang merupakan glikosida yang tersebar

dalam tanaman. Tiap saponin terdiri dari sapogenin yang merupakan molekul aglikon

(bukan gula) dan glikon (gula).Keduanya dihubungkan oleh suatu bentuk ikatan

berupa jembatan oksigen (O – glikosida, dioscin), jembatan nitrogen (N-glikosida,

adenosine), jembatan sulfur (S-glikosida, sinigrin), maupun jembatan karbon (C-

glikosida, barbaloin). Bagian gula biasa disebut glikon sedangkan bagian bukan gula

disebut sebagai aglikon atau genin. Apabila glikon dan aglikon saling terikat maka

senyawa ini disebut sebagai glikosida.Adanya saponin ditandai dengan adanya buih

jika dikocok dalam air. 300 mg serbuk diletakkan didalam tabung reaksi, ditambah 10

ml air,tutup dan kocok kuat selama 30 detik.Tabung dibiarkan pada posisi tegak

selama 30 menit,supaya mudah untuk diamati dengan jelas apabila terdapat buih.

Pendiaman ini untuk melihat ada atau tidaknya buih, jadi yang diamati itu buih karena

adanya kandungan saponin bukan karena kocokkan yang kuat yang timbul gelembung

seperti buih.Hasil dari percobaan tidak didapatkan adanya kandungan saponin dalam

sampel yang berwarna kecoklatan tetapi tidak berbentuk buih.Fungsi saponin dalam

bidang kesehatan sebagai antiseptik (zat ditambah dalam sabun dan disinfektan),

sebagai peningkatan diuretika dan merangsang kerja ginjal. Filtrat zat uji dimasukkan

dalam pipa kapiler dan dilakukan yang sama sebagai pembanding dengan air. Bila

tinggi cairan yang diuji setengah atau kurang dari tinggi air suling, maka adanya

saponin akan diperhitungkan. Hasil yang diperoleh praktikan adalah ketinggiannya

lebih tinggi larutan zat uji selisih 1,5 cm dibanding air. Hal menandakan bahwa zat uji

tidak perlu diperhitungkan lagi kandungan saponinnya, hasilnya negatif (-). i. Uji Minyak Atsiri

Page 28: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Serbuk 10 g ditambah eter 20 ml, dikocok, disaring dan dikering uapkan karena

eter sifatnya mudah menguap. Fungsi penambahan eter ini untuk melarutkan minyak

atsiri dan minyak atsiri yang terkandung dalam simpleks ikut menguap bersama

eter,sehingga baunya tercium. Dan ditambahkan dengan etanol, etanol ini sifatnya juga

mudah menguap jadi apa bila ada kandungan minyak atsiri akan tercium juga baunya.

Berdasarkan prinsip like dissolve like, minyak atsiri merupakan suatu senyawa yang

non polar dan dapat melarut dalam pelarut organik non polar, kelarutan menurun

seiring dilarutkan dengan pelarut semipolar dan polar. Filtrat yang telah disaring

kemudian dikering uapkan sesuai dengan sifat minyak atsiri yang mudah menguap

pada suhu kamar,agar dapat tercium aroma khas dari minyak atsiri. Pada percobaan

ini tidak didapatkan kandungan minyak atsiri yang tercium hanya bau daun yang khas.

Berdasarkan uji-uji yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tanaman

kakao mengandung kromoform, polifenol, dan alkaloid, tetapi tidak mengandung

tanin. Hasil ini tidak sesuai teori, sebab berdasarkan teori, tanaman kakao mengandung

komponen seperti alanin, alkaloid, alpha-sitosterol, amilase, arginin, asam askorbat,

asam askorbat oksidase, aspariginase, beta-karoten, kalsium, dopamin, fruktosa,

glukosa, asam glutamat, leusin, asam linoleat. Lipase, lisin, niasin, peroksidase, asam

fenil asetat, fenilalanin, phosphorus, riboflavin, rutin, tanin, teobromin, tiamin.

2. Uji Kualitatif Secara KLT

KLT (Kromatografi Lempeng Tipis) bertujuan untuk memisahkan senyawa dari

campuran, sedangkan prinsip dari KLT adalah memisahkan senyawa berdasarkan

kepolaran terhadap afinitasnya antara fase diam dan fase gerak. Penotolan dilakukan 3

kali dan harus dikeringkan terlebih dahulu sebelum kepenotolan berikutnya. Sebab,

jika tidak dikeringkan terlebih dahulu, maka lingkaran akan bertambah besar dan akan

mempengaruhi lingkaran lainnya.Dilakukan penotolan 3 kali untuk memperjelas fase

gerak dari sampel maupun standar.

Prosedur kerja yang dilakukan bervariasi pada perbandingan Rf dan pada

ketampakkan warna dari pergerakkan totolan standar terhadap totolan sampel. Rf

merupakan faktor retensi sampel atau standar berupa perbandingan jarak tempuh dari

sampel terhadap jarak pengembangan. Jarak pengembangan yang digunakan adalah 10

cm. Chamber adalah wadah tempat pengisi fase gerak dan kertas saring untuk

menjenuhkan atmosfer fase gerak chamber karena dalam percobaan chamber perlu

Page 29: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

ditutup. Chamber dalam keadaan jenuh agar sampel dan standar dapat terelusi

sempurna. Chamber perlu ditutup agar ruang yang ada di dalam chamber benar-benar

dipengaruhi oleh fase gerak yang ada di dalam chamber. Chamber tidak boleh

digerakkan sebab jika digerakkan fase gerak ikut bergerak sehingga naiknya akan

terpengaruh, yakni naiknya bisa miring. Deteksi mula-mula dilakukan secara fisik

yakni deteksi di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 256 nm dan 356 nm

untuk mengidentifikasi totolan yang berfosforesensi.Namun, jika hasil yang

ditampakkan kurang begitu jelas, atau nihil, maka identifikasi dilanjutkan dengan

deteksi kimia lewat penyemprotan. Fungsi dari penyemprotan kimia adalah untuk

mempertegas bercak dan mengidentifikasi kandungan-kandungan lain.

Sistem KLT termasuk fase gerak, fase diam, dan deteksi. Deteksi yang

digunakan berbeda-beda untuk tiap jenis golongan yang dipelajari. Metode yang

digunakan adalah menaikkan satu jurusan yang merupakan metode paling lazim

digunakan, dimana fase geraknya naik terhadap fase diamnya. Pelarut sampel yang

digunakan dalam analisis bersifat volatil dan sebelum digunakan dan dimasukkan

chamber perlu ditunggu kering agar pelarut tidak ikut dalam fase gerak, sebab fase

gerak adalah tertentu yang perlu great analysis. Silika Gel GF 254 dapat berfluoresensi

hijau-kuning pada panjang gelombang 254 nm sehingga bila totolan berupa senyawa

ikatan konjugasi mampu menyerap sinar UV, namun tidak terjadi fluoresensi pada

fase diam. Standar yang digunakan untuk menduga dan menyimpulkan apakah dalam

ekstrak terdapat senyawa yang sama dengan kandungan standar.Pada fase gerak

terdapat campuran karena ingin mencari senyawa tertentu yang ada dalam

sampel.Pada percobaan ini digunakan standar sebagai pembanding.

Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak

berwarna.Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi.

Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu

pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang

dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif

dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa

yang dapat berfluoresensi maka bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa tidak dapat

berfluoresensi maka bahan penyerapnya akan diberi indikator yang berfluoresensi,

dengan demikian bercak akan kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan kelihatan

berfluoresensi. Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :

Page 30: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi

secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu

sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang lempeng dipanaskan terlebih

dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak.

1. Mengamati lempeng di bawah lampu ultra violet yang dipasang panjang

gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solut sebagai bercak yang

gelap atau bercak yang berfluoresesnsi terang pada dasar yang berfluoresensi

seragam. Lempeng yang diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang

sudah diberi dengan senyawa fluorosensi yang tidak larut yang dimasukkan ke

dalam fase diam untuk memberikan dasar fluoresensi atau dapat pula dengan

menyemprot lempeng dengan reagen fluoresensi setelah dilakukan pengembangan.

2. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu

dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai

bercak hitam sampai kecoklat-kecoklatan.

3. Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.

4. Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu

instrumen yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari

permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak.

Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam

pencatat (recorder).

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika

menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin.

Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan

terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual

terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 μl. Penotolan sampel yang

tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda.

Pada KLT (Kromatografi Lapis Tipis), jarak tempuh senyawadinyatakan

sebagai nilai Rf (Retardation Factor).Nilai Rf = Jarak yang ditempuh senyawa/ Jarak

fase gerak.

Harga Rf berfungsi untuk menunjukan polaritas relatif suatu bercak pada fase

gerak dimana bisa saja fase gerak polar atau non polar atau semipolar sehingga

merupakan sifat polaritas relatif dari fase gerak.

Page 31: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

Metode KLT tergolong cepat dan tepat tetapi bersifat kualitatif tapi bisa ke arah

semikuantitatif karena bisa mengolah data dari besarnya bercak yang dihasilkan.

Dibandingkan dengan sampel bisa menyatakan kasaran kandungan kadar yang ada

dalam simplisia uji.

Kelebihan KLT dibanding teknik lainnya ialah :

1. KLT memberikan fleksibilitas yang lebih besar, dalam hal memilih fase gerak.

2. Berbagai macam teknik untuk optimasi pemisahan seperti pengembangan 2

dimensi, pengembangan bertingkat, dan pembaceman penjerap dapat dilakukan

pada KLT.

3. Proses kromatografi dapat diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan kapan saja.

4. Semua komponen dalam sampel dapat dideteksi.

Sedangkan kekurangannya adalah hanya merupakan langkah awal untuk

menentukan pelarut yang cocok dengan pada kromatografi kolom dan noda yang

terbetuk belum tentu senyawa murni.

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Rf dari KLT (KromatografiLapis Tipis):

1. Strukturkimia darisenyawayangakan dipisahkan

2. Tebal dan kerataan lapisan penyerap, ketidakrataan akanmenyebabkan aliran

pelarut menjadi tidak rata.

3. Pelarut dan kemurniannya

4. Jumlah cuplikan yang digunakan

5. Panjang lempeng migrasi

Pada percobaan ini, praktikan memperoleh hasil pada uji kualitatif secara KLT

larutan I (sampel dan Quasetin) HRF sampel yang diperoleh 85% dan HRF quasetin

(pembanding) 58%, sedangkan (sampel dan antrakinon) HRF sampel 82% dan

antrakinon (pembanding) 0%. Larutan II diperoleh (sampel dan tanin) HRF sampel

77% dan tanin (pembanding) 0% (tailing), sedangkan (sampel dan antrakinon) HRF

sampel 66% dan antrakinon (pembanding) 0% (tailing). Pada percobaan larutan III

(sampel dan saponin) terdapat 2 buah bercak pada sampel sehingga diperoleh HRF 1

(bercak 1) sampel 28% dan 2 (bercak 2) 46% dan saponin (pembanding) 0% (tailing)

sedangkan pada (sampel dan kardenolida) HRF sampel 98% dan kardenolida

(pembanding) 96%. Pada selulosa diperoleh HRF sampel 81% sedangkan HRF rutin

Page 32: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

(pembanding) 75%. Pada uji kualitatif KLT untuk alkaloida tidak diperoleh alkaloida

tersier dan kuartener. Dari hasil yang diperoleh dengan membandingkan nilai RF

sampel dengan pembanding tidak memiliki nilai yang sama sehingga dapat

disimpulkan bahwa tanaman tersebut tidak mengandung senyawa-senyawa yang diuji,

antara lain kerdenolida, saponin, rutin, quasetin, antrakinon, tanin. Hasil yang tidak

diperoleh tidak sesuai dengan teori.

G. Kesimpulan

ᴥ Tanaman kakao (Theobroma cacao) mengandung kromoform, polifenol, dan alkaloid.

ᴥ Nilai RF sampel dengan pembanding tidak memiliki nilai yang sama sehingga dapat

disimpulkan bahwa tanaman tersebut tidak mengandung senyawa-senyawa yang diuji,

antara lain kerdenolida, saponin, rutin, quasetin, antrakinon, tanin.

Page 33: Penapisan (Skrinning) Fitokimia

H. Daftar Pustaka

Agoes,G., 2007, Teknologi Bahan Alam, ITB Press, Bandung, pp. 38-39.

Gandjar, I.G., 2009, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 353,

355-359.

Harbone, 1987, Metode Fitokimia, ITB Press, Bandung, pp. 256.

Mursyidi, A., 1990, Analisis Metabolit Sekunder, Edisi I, UGM Press, Yogyakarta, pp.

23.

Pangkalan Ide, 2008, Dark Chocolate Healing : Mengungkapkan Khasiat Coklat

Terhadap Sirkulasi Darah dan Imunitas Tubuh, Elex Media Komputindo

Kelompok Gramedia, Jakarta, pp. 10.

Robinson, 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, ITB Press, Bandung, pp.

165,169.

Siregar, dkk.,2010, Budi Daya Coklat,Penebar Swadaya, Jakarta, pp. 25.

Trevor, R., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, ITB Press, Bandung, pp. 20-

22.

Yogyakarta, 16 Oktober 2012

Praktikan

Handika Immanuel (118114083) Irvan S. G. Balrianan (118114084)

Briand G. Hukom (118114085) Chatarina Danik Wijayanti (118114086)

Anisetus Ratnasari Jebarus (118114087)