pabrik lem

19
Paparan Solvent pada Industri Sepatu Felix Winata 102012156 / E3 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021- 56942061 Fax. 021-5631731 [email protected] PENDAHULUAN Penyakit akibat kerja (PAK) timbul akibat terpajan faktor fisik, kimiawi, biologis, atau psikososial di tempat kerja. PAK sebagian besar disebabkan oleh pajanan zat kimia beracun sebagai hasil pengolahan bahan mentah, produk proses industri, ataupun limbah industri. Diagnosis penyakit akibat kerja umumnya sangat sulit karena pekerja dapat terpajan oleh lebih dari satu zat kimia beracun di lingkungan kerja. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang maksimal dalam diagnosis, dokter perusahaan wajib mengevaluasi baik data pekerja itu sendiri, maupun data pajanan bahaya kerja di lingkungan tempat kerja mereka sendiri. 1 Dalam makalah ini akan dibahas mengenai penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh pajanan zat kimia pelarut (solvent) dalam sebuah industri sepatu. PEMBAHASAN Penyakit Akibat Kerja 1

Upload: felixwinata

Post on 02-Feb-2016

53 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

okupasi kerja 29

TRANSCRIPT

Page 1: Pabrik Lem

Paparan Solvent pada Industri Sepatu

Felix Winata

102012156 / E3

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

[email protected]

PENDAHULUAN

Penyakit akibat kerja (PAK) timbul akibat terpajan faktor fisik, kimiawi, biologis,

atau psikososial di tempat kerja. PAK sebagian besar disebabkan oleh pajanan zat kimia

beracun sebagai hasil pengolahan bahan mentah, produk proses industri, ataupun limbah

industri. Diagnosis penyakit akibat kerja umumnya sangat sulit karena pekerja dapat

terpajan oleh lebih dari satu zat kimia beracun di lingkungan kerja. Oleh karena itu, untuk

mencapai hasil yang maksimal dalam diagnosis, dokter perusahaan wajib mengevaluasi

baik data pekerja itu sendiri, maupun data pajanan bahaya kerja di lingkungan tempat

kerja mereka sendiri.1

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai penyakit akibat kerja yang disebabkan

oleh pajanan zat kimia pelarut (solvent) dalam sebuah industri sepatu.

PEMBAHASAN

Penyakit Akibat Kerja

Merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.

Penyakit akibat kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang berasal dari tempat

kerja, yaitu:2

1. Faktor fisik:

a. Suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja.

b. Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain

penyakit susunan darah dan kelainan kulit. Radiasi sinar infra merah dapat

mengakibatkan katarak (cataract) kepada lensa mata, sedangkan sinar ultra violet

menjadi sebab konjungtivitis fotoelektrika.

1

Page 2: Pabrik Lem

c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke (pukulan panas), kejang panas

(heat cramps) atau hiperpireksia. Sedangkan suhu terlalu rendah dapat

menyebabkan frostbite.

d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison.

e. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indra

penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.

2. Faktor kimiawi:

a. Debu yang menyebabkan pnemokoniosis , di antaranya silikosis, abestosis dan

lainnya.

b. Uap yang di antaranya dihasilkan oleh larutan zat kimia yang menguap pada

suhu ruangan dan bersifat toksis bila terhirup dalam jangka waktu tertentu yang

terjadi pada kasus ini. Contoh pelarut yang digunakan seperti toluene, carbon

disulfide, metil asetat , benzene dan masih banyak lagi.

c. Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lainnya.

d. Larutan zat kimia yang dapat menyebabkan iritasi kepada kulit.

e. Asap atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan

lainnya yang menimbulkan keracunan.

3. Faktor biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brusella (brucella) yang

menyebabkan penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.

4. Faktor fisiologis/ergonomis, antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap badan

yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuaannya

menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat

terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan dan dapat mengarah pada stress.

5. Faktor mental-psikologis yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau hubungan

industrial yang tidak baik, dengan akibat timbulnya misalnya depresi atau penyakit

psikosomatis.

2

Page 3: Pabrik Lem

DIAGNOSIS OKUPASI

Untuk menentukan suatu kejadian dikatakan penyakit akibat kerja atau bukan

digunakan 7 langkah diagnosa okupasi seperti berikut :

1. Menentukan diagnosa klinis

Anamnesis

Seperti pada biasanya anamnesis memiliki peran penting untuk mengetahui

diagnosa klinis pada pasien dengan gejala tertentu, pada kasus okupasi anamnesis seputar

pekerjaan pasien perlu lebih ditekankan. Untuk memperoleh anamnesis pekerjaan yang

terarah maka pertanyaan harus difokuskan pada hal-hal yang penting secara sistematik ,

dengan langkah-langkah sebagai berikut.1

1. Memastikan kemunculan gejala dalam hubungannya dengan pekerjaan

a. Apakah gejala yang timbul membaik pada saat istirahat atau liburan?

b. Apakah terdapat pekerja lain yang menderita gejala yang sama di

lingkungan kerja?

c. Apakah terjadi pajanan debu, uap atau partikel-partikel zat kimia yang

beracun di lingkungan kerja?

2. Pertanyaan kronologis tentang pekerjaan terdahulu sampai yang sekarang ,

mengenai:

a. Deskripsi lingkungan tempat kerja

b. Informasi tentnag bahan mentah yang dipakai, proses kerja, produk yang

dihasilkan serta tata cara penanganan limbah industri.

c. Lama bekerja di masing-masing tempat kerja

d. Deskripsi tugas dan jadawal waktu kerja/shift

e. Jumlah hari absen dan alasannya

f. Penggunaaan alat pelindung diri

g. Prosedur pemeriksaan fisik sebelum masuk kerja

h. Adanya pekerjaan lain disamping pekerjaan utama (misalnya kerja malam

hari)

3. Pertanyaan spesifik yang ada hubungannya dengan pajanan penyakit akibat kerja

3

Page 4: Pabrik Lem

a. Pernah bekerja dengan di tempat kerja yang bising/terlalu panas atau

menggunakan produk asbes / sinar radioaktif / zat kimia / alat yang

menimbulkan vibrasi?

b. Faktor stress di tempat kerja (Jemu, konflik dengan atasan /bawahan/

teman kerja dan lain-lain)

c. Hobi (olahraga , berkebun, melukis , pekerjaan rumah tangga/ pertukangan

/ las)

4. Riwayat reproduksi (Riwayat abortus ,jumlah anak, lahir mati, riwayat kehamilan

terdahulu, kesukaran pada saat melahirkan bayi, perubahan libido dan siklus

menstruasi)

5. Riwayat kesehatan pribadi dan keluarga

6. Informasi mengenai industri lain di sekeliling tempat kerja (tingkat polusi

lingkungan, pajanan limbah industri/ percikan zat beracun dari tempat lain).

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilaksanakan seperti pada penyakit umum lainnya, yaitu

pemeriksaan fisik secara umum dengan menitikberatkan pada pemeriksaan sistem organ

yang diperkirakan terpengaruh akibat pajanan zat zat kimia yang diduga menjadi etiologi

penyakit akibat kerja, misalnya garis timah hitam pada intoksikasi timah hitam,

pembesaran hati akibat pajanan toluena, dan pembesaran limpa karena intoksikasi

bensin.1-3

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan jika memang diperlukan untuk

menunjang diagnosis klinis. Pada kasus ini seseorang yang bekerja pada pabrik lem akan

sangat erat kaitanny dengan inhalasi zat kimia pelarut, yang paling sering umum

digunakan dalam industri lem salah satunya adalah toluene. Maka pemeriksaan

laboratorium pada kasus ini dapat meliputi :

1. Analisa Gas Darah (AGD) akan menunjukkan acidosis, hypoxemia dan

hypercabia.

4

Page 5: Pabrik Lem

2. Menilai konsentrasi elektrolit dan glukosa dan darah :

a. Pemaparan terhadap toluene akan mengakibatkan hipokalemia,

hyperchloremia, metabolic acidosis, hipokalemia dan hypophosphatemia.

b. Hipoglikemi harus dieliminasi sebagai penyebab penunrunan tahap

kesadaran.

3. Blood Urea Nitrogen (BUN) dan konsentrasi kreatinin diperlukan untuk

memantau fungsi ginjal karena kelebihan zat toluene bisa mengakibatkan gagal

ginjal.

4. Konsentrasi kreatinin dalam darah dan urin dan mioglobin diperlukan untuk

memeriksa apakah terjadinya rhabdomyolysis akibat.

5. Kosentrasi toluene bisa didapati melalui pemeriksaan laboratorium yang spesifik

tetapi hasilnya tidak dapat didapati dengan segera untuk membantu dalam

pelaksanaan terapi :

a. Konsentrasi toluene dalam darah yang mencapai 2.5mg/L mengindikasi

toksiksitas.

b. Konsentrasi toluene dalam darah yang mencapai 50mg/L bisa

mengakibatkan maut.

6. Pemeriksaan enzim hati dan konsentrasi bilirubin diperlukan untuk memantau

efek hepatotoksiksitas yang mungkin bisa mengakibatkan jaundice, hepatitis dan

gagal hati.

7. Pemeriksaan darah lengkap dan darah rutin akan mendeteksi pelbagai efek

hematologik, misalnya anemia, leukositosis dan kelainan komponen darah.

8. Pemeriksaan radiologi serta MRI/ CT-Scan dan ECG juga dapat dianjurkan bila

didapati tanda-tanda seperti atrofi otak, kelainan paru akut, aritmia ataupun

ventricular fibrillation yang dapat mengakibatkan kematian pada konsentrasi

toluene yang sangat tinggi didalam darah.4

Pemeriksaan Tempat Kerja

Pemeriksaan tempat dan ruang kerja yang dimaksudkan untuk memastikan adanya faktor

penyebab penyakit di tempat atau ruang kerja serta mengukur kadarnya. Hasil

5

Page 6: Pabrik Lem

pengukuran kuantitatif di tempat atau ruang kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian

dan mengambil kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat kerja

cukup dosisnya atau tidak untuk menyebab sakit. Meliputi faktor lingkungan kerja yang

dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (faktor fisik, kimiawi, biologis, psikososial),

faktor cara kerja yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (peralatan kerja, proses

produksi, ergonomi), waktu paparan nyata (per hari, perminggu) dan alat pelindung diri

(APD).2

2. Menetukan pajanan yang dialami

Suatu PAK, seringkali tidak hanya disebabkan oleh pajanan yang dialami di pekerjaan

yang saat ini dilakukan, tetapi dapat disebabkan oleh pajanan-pajanan pada pekerjaan

yang terdahulu. Selain itu, beberapa pajanan bisa saja menyebabkan satu penyakit,

sehingga dokter harus mendapatkan informasi mengenai semua pajanan yang dialami dan

pernah dialami oleh pasiennya. Untuk memperoleh informasi ini perlu dilakukan

anamnesis pekerjaan yang lengkap, yang mencakup:

a. Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis

b. Periode waktu melakukan masing-masing pekerjaan

c. Apa yang diproduksi

d. Bahan yang digunakan

e. Cara bekerja

3. Menentukan hubungan antara pajanan dengan penyakit

Melakukan identifikasi pajanan mana saja yang berhubungan dengan penyakit yang

dialami. Hubungan ini harus berdasarkan hasil-hasil penelitian epidemiologis yang

pernah dilakukan (evidence based). Identifikasi ada tidaknya hubungan antara pajanan

dan penyakit dapat dilakukan dengan mengkaji literatur atau referensi. Hubungan antara

pajanan dengan penyakit juga perlu dilihat dari waktu timbulnya gejala dan penyakit,

misalnya orang tersebut terpajan oleh bahan tertentu terlebih dahulu, sebelum mulai

timbul gejala/penyakit.

4. Menetukan apakah pajanan yang dialami cukup besar

6

Page 7: Pabrik Lem

Untuk dapat menilai apakah suatu pajanan cukup besar untuk dapat menyebabkan

penyakit tertentu, perlu dimengerti patofisiologi dari penyakit tersebvut dan bukti

epidemiologis. Cukup besarnya suatu pajanan dapat dinilai secara kulaitatif, yaitu dengan

menanyakan kepada pasien cara kerja, proses kerja, dan bagaimana lingkungan kerja.

5. Menentukan peranan faktor individu

Setiap penyakit selain disebabkan oleh faktor lingkungan dan /atau faktor pekerjaan ,

pasti juga ada faktor individu yang berperan. Perlu dinilai seberapa besar faktor individu

itu berperan, sehingga dimengerti mengapa yang terkena adalah individu tersebut dan

bukan seluruh pekerjadi tempat yang sama. Faktor individu yang berperan adalah riwayat

atopi/alergi, riwayat dalam keluarga, hygene perorangan (kebiasaan memakai alat

pelindung yang baik.

6. Menentukan faktor lain diluar pekerjaan

Faktor lain di luar pekerjaan adalah pajanan lain yang juga dapat menyebabkan penyakit

yang sama, namun bukan merupakan faktor pekerjaan, misal merokok, pajanan yang

dialami dirumah, hobi, dsb.

7. Menentukan diagnosis penyakit akibat kerja

Kaji seluruh informasi yang telah dikumpulkan dari langkah-langkah terdahulu.

Berdasarkan bukti-bukti dan referensi yang ada, buat keputusan apakah penyakit yang

diderita adalah penyakit akibat kerja atau tidak. Diagnosis sebagai PAK dapat dibuat

bvila langkah-langkah di atas dapat disimpulkan, bahwa memang ada hubungan sebab

akibat antara pajanan yang dialami dengan penyakit dan faktor pekerjaan merupakan

faktor yang bermakna terhadap terjadinya penyakit dan tidak dapat diabaikan.6,7

WORKING DIAGNOSIS

Vertigo et causa Intoksikasi Toluene

Dalam dunia industri, penggunaan zat kimia hampir tidak dapat dihindarkan. Seperti pada

kasus ini seseorang yang mengeluh sering pusing yang diduga akibat dari paparan zat

7

Page 8: Pabrik Lem

kimia yang digunakan di tempat kerjanya yakni pabrik sepatu pada bagian pengeleman.

Pada lem ataupun cat terdapat pelarut yang digunakan atau dikenal dengan istilah solven.

Solven ini sendiri terdapat banyak ragam seperti benzene, metil asetat, etil asetat dan

yang umum digunakan terutama sebagai pelarut lem adalah toluene. Toluene merupakan

zat kimiawi hidrokarbon aromatik yang sering diguna sebagai industri pelarut dalam

memproduksi cat warna, bahan kimiawi, obat – obatan, getah dan sebagainya. Pada suhu

kamar, toluene adalah tidak berwarna, berbau manis dan mudah menguap. Tahap

konsentrasi toluene yang dibenarkan di tempat kerja yaitu 200ppm. Tahap konsentrasi

toluene yang melebihi 500ppm dianggap akan mengancam kesehatan tenaga kerja.

GEJALA KLINIS

Sistem Saraf Pusat

Keracunan akut dari inhalasi toluene yang akut ditandai oleh gejala Sistem Saraf Pusat

awal yang termasuk euforia, halusinasi, delusi, pusing, kebingungan, sakit kepala,

vertigo, kejang, ataksia, pingsan, koma dan lain – lain. Gejala Sistem Saraf Pusat yang

kronis termasuk neuropsychosis, degenerasi otak dengan cerebellar ataksia, kejang,

choreoathetosis, neuropati optik dan perifer, penurunan kemampuan kognitif, anosmia,

atrofi optik, buta, dan tuli.

Cardiopulmonary

Toluene memiliki efek yang negatif terhadap otomatisitas dan konduksi jantung sehingga

bisa mengakibatkan aritmia jantung. Efek paru termasuk bronkospasme, asfiksia, luka

paru akut, dan pneumonitis aspirasi dan ventricular fibrillation yang dapat berakibat pada

kematian.

Gastrointestinal

Gejala Gastrointestinal akibat dari inhalasi antaranya adalah sakit perut, mual, muntah,

dan hematemesis. Hepatotoksisitas akan bermanifestasi dengan asites, ikterus,

8

Page 9: Pabrik Lem

hepatomegali, dan gagal hati. Hepatic reticuloendothelial failure telah dilaporkan akibat

dari pemaparan yang berlebihan terhadap toluene.

Renal dan metabolik

Gejala renal toksisitas akibat dari pendedahan terhadap toluene antaranya adalah renal

tubular acidosis, hipokalemia, hipophosphatemia, hiperchloremia, azotemia, pyuria,

hematuria dan proteinuria.

Hematologik

Efek hematologik akibat dari inhalasi toluene antaranya termasuk lymphocytosis,

macrocytosis, eosinophilia, hipochromia, basophilic stippling, dan anemia aplastik di

kasus yang berat.

Dermatologik

Kontak cutaneous dengan kulit akan mengakibat dermatitis , Huffer’s Rash ataupun

Huffer’s eczema, luka bakar akibat dari bahan kimiawi, nekrosis jaringan dan sebagainya.

Muskuloskeletal

Toluene bisa mengakibatkan rhabdomyolisis dan mioglobinemia. Hipokalemia akibat

dari renal tubular acidosis bisa mengakibatkan kelemahan otot yang menyerupai

Guillain-Barre syndrome. 8,9

PATOFISIOLOGI

Kebanyakan gejala yang ditimbulkan solven adalah depresan Susunan Syaraf Pusat

seperti yang terjadi pada pasien pada kasus ini yang mengalami vertigo. Zat toksik ini

terakumulasi di dalam material lemak pada dinding syaraf dan menghambat transmisi

impuls. Pada permulaan seseorang terpapar, maka fikiran dan tubuhnya akan melemah.

Pada konsentrasi yang sudah cukup tinggi, akan menyebabkan orang tidak sadarkan diri.

Toluene merupakan zat kimiawi yang bersifat lipofilik. Akibatnya toluene mampu

menyeberangi blood brain barrier dan mengakibatkan berlakunya inhibisi transmisi

9

Page 10: Pabrik Lem

neuronal. Walau bagaimanapun mekanisme pasti bagaimana toluene bisa mengakibatkan

toksisitas masih tidak jelas. 8-10

PENATALAKSANAAN

Pengobatan penyakit akibat kerja mengikuti prinsip pengobatan penyakit umum, maka

pencegahan atau penghentian pajanan bahaya kerja dapat menjadi salah satu

pertimbangan khusus untuk penatalaksanaan penyakit ini. Penatalaksanaan penyakit

akibat kerja tidak semata-mata dilakukan dengan mengatasi kesembuhan penyakit

penderita, tetapi juga harus dapat menjamin pekerja dapat kembali bekerja secepatnya,

pada kasus ini pasien mengeluh sakit kepala yang berputar dan didagnosis vertigo, maka

pengobatan disesuaikan untuk mengobati vertigonya ,seperti pemberian Flunarizin 10 mg

,Proklorperazin 5 mg ataupun Betahistin 3 mg. Dapat juga dilakukan beberapa manuver

seperti Brandt-Darrof dan Eppley manouver untuk meringankan gejala vertigo.

Pada beberapa keadaan akut, toluene maupun zat kimia lainnya dapat mengakibatkan

keracunan akut. Penanggulangan keracunan perlu dilakukan untuk kasus akut maupun

kronis. Kasus akut lebih mudah dikenal sedangkan kasus kronis lebih sulit dikenal. Pada

kasus kecacunan akut, diagnosis klinis perlu segera dibuat. Ini berarti mengelompokkan

gejala-gejala yang diobservasi dan menghubungkan dengan golongan xenobiotik yang

memberi tanda-tanda keracunan tersebut. Hal ini tentu membutuhkan pengetahuan luas

tentang suatu toksis semua zat kimia. Tindakan dini dapat dilakukan sebelum penyebab

pasti dari kasus diketahui, karena sebagian besar keracunan dapat diobati secara

simtomatis menurut kelompok kimianya.

- Bila zat kimia terkena kulit, cucilah segera (sebelum dibawa kerumah sakit)

dengan sabun dan air yang banyak. Begitu pula bila kena mata (air saja). Jangan

menggunakan zat pembersih lain selain air.

- Bila penderita tidak benafas dan badan masih hangat, lakukan pernafasan buatan

sampai dapat bernafas sendiri, sambil dibawa ke rumah sakit terdekat. Bila

tanda-tanda bahwa insektisida merupakan penyebab, tidak dibenarkan meniup

ke dalam mulut penderita.

10

Page 11: Pabrik Lem

- Bila racun tertelan dalam batas 4 jam, cobalah memuntahkan penderita bila

sadar. Memuntahkan dapat dengan merogoh tenggorokan (jangan sampai

melukai !).

- Bila sadar, penderita dapat diberi norit yang digerus sebanyak 40 tablet, diaduk

dengan air secukupnya.

- Semua keracunan harus dianggap berbahaya sampai terbukti bahwa kasusnya

tidak berbahaya.

- Simpanlah muntahan dan urin (bila dapat ditampung) untuk diserahkan kepada

rumah sakit yang merawatnya.11,12

PENCEGAHAN

Dalam lingkungan industri, pencegahan merupakan tindakan yang lebih baik dari pada

membiarkan terjadi keracunan. Antisipasi dan tindakan keamanan harus merupakan

upaya pertama. Prinsip kerja secara aman adalah penting, namun sering dianggap

berlebihan karena mengeluarkan biaya lebih banyak dan tidak menghasilkan nilai tambah

yang nyata pada produk. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah PAK adalah

sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan latihan kesehatan dan keselamatan kerja bagi semua tenaga

kerja. Pada latihan ini perlu dijelaskan tentang bahaya lingkungan kerja yang

mungkin timbul di tempat kerja. Manfaat pemakaian alat pelindung diri serta

cara-cara pemakaian pemeliharaannya dan pengenalan MSDS.

2. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan berkala.

3. Substitusi bahan kimia yang berbahaya dengan yang kurang berbahaya.

4. Eliminasi bahan kimia yang berbahaya jika memungkinkan.

5. Rekayasa teknik seperti pemasangan exhaust fan agar terjadi pertukaran udara

yang baik.

6. Pengaturan waktu pemaparan (admisnistrative control). Yaitu penyesuaian waktu

pemaparan dengan konsestrasi zat

7. Pemakaian alat pelindung diri. Dipilih APD yang tepat dan sesuai

8. Pengadaan fasilitas sanitizer untuk cuci dan mandi dan fasilitas untuk pertolongan

pertama pada kecelakaan

11

Page 12: Pabrik Lem

9. Penyelenggaraan ventilasi tempat kerja yang baik

10. Pemeliharaan higiene perorangan yang baik (personal higiene).12

KESIMPULAN

Zat pelarut atau solven sangat bermanfaat bagi manusia terutama bagi bidang industri.

Namun disisi lain zat kimia tersebut juga mempunyai dampak buruk terhadap manusia.

Maka dari itu peran dari management perusahaan beserta dokter untuk mengontrol

kesehatan dan keselamatan kerja para pekerjanya sangatlah penting. Pencegahan mulai

dari penyuluhan hingga menggunakan APD juga sangat dianjurkan demi kesehatan dan

kesejahteraan pekerjanya dimana yang akan berdampak positif pada perusahaan itu

sendiri.

12

Page 13: Pabrik Lem

DAFTAR PUSTAKA

1. Harrianto R. Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC ;2008. h. 2,16-7..

2. Harrington JM, Gill FS. Buku Saku Kesehatan Kerja. Edisi ke-3. Jakarta :

EGC;2005.h. 214-44.

3. Kusnoputranto, H. (1995). Toksikologi Lingkungan. Universitas Indonesia.

Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan

Lingkungan, Jakarta.

4. Manahan, Stanley E. (1994). Environmental Chemistry. sixth edition. Lewis

Publishers. Boca Raton, Ann Arbor, London, Tokyo

5. Scott, Ronald McLean. (1989). Chemical Hazard in the Workplace. Lewis

Publishers, Inc. 121 South Main Street, Chelsea, Michigan 48118

6. Ladou J,editor. Current occupational and environmental medicine. 4 th ed. New

York: The McGraw Hill companies; 2007.p.719-24.

7. Gill FS, Harrington JM. Buku saku kesehatan kerja. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;

2005.h.120-1.

8. Mc Graw Hill Lange. Poisoning & Drug Overdose. Kent R. Olson fifth edition,

by the Faculty, Staff, and Associateds of the California Poison Control System

9. Abbas, Fausto, Kumar. Robbins & Cotran dasar patologis penyakit. Edisi ke-7.

Jakarta: EGC; 2009.h.446-7.

10. Mitchell, Kumar, Abbas. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2006.h 255-8.

11. Wiria M S. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Badan penerbit FKUI;

2011.h 843-4.

12. Suma’mur DR. Higine perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta:

Sagung Seto; 2009.h.73-115, 332-5.

13