laporan praktek logi bab 1 okeokeokeokeoke.docx

58
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada praktek farmakologi dilakukan terhadap hewan hidup seperti tikus, mencit dan kelinci. Karena itu hewan coba harus diperlakukan dengan penuh kemanusiaan. Perlakuan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat menimbulkan hasil pengamatan yang menyimpang. Hewan percobaan sangat besar jasanya dalam merintis pengetahuan dan usaha –usaha untuk memperbaiki kesehatan manusia. Sampai saat ini hewan coba berperan paada kemajuan dunia kesehatan. Dalam praktek farmakologi kita harus mengetahui karakteristik hewan coba, senyawa yang digunakan dalam percobaan, cara - -cara pemberian obat, dosis yang akan diberikan dan faktor – faktor lingkungan yang mempengaruhi hasil – hasil praktek percobaan. 1.2. TUJUAN 1. Untuk mengetahui cara – cara pemberian obat 2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dosis obat 3. Untuk mengetahui efek lokal obat 4. Untuk mengetahui obat – obat yang bekerja terhadap sistem saraf pusat Laporan Praktek Farmakologi 1

Upload: vena-melinda

Post on 10-Dec-2015

86 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pada praktek farmakologi dilakukan terhadap hewan hidup seperti tikus, mencit dan

kelinci. Karena itu hewan coba harus diperlakukan dengan penuh kemanusiaan. Perlakuan

yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat menimbulkan hasil pengamatan yang

menyimpang. Hewan percobaan sangat besar jasanya dalam merintis pengetahuan dan usaha

–usaha untuk memperbaiki kesehatan manusia. Sampai saat ini hewan coba berperan paada

kemajuan dunia kesehatan.

Dalam praktek farmakologi kita harus mengetahui karakteristik hewan coba, senyawa

yang digunakan dalam percobaan, cara - -cara pemberian obat, dosis yang akan diberikan dan

faktor – faktor lingkungan yang mempengaruhi hasil – hasil praktek percobaan.

1.2. TUJUAN

1. Untuk mengetahui cara – cara pemberian obat

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dosis obat

3. Untuk mengetahui efek lokal obat

4. Untuk mengetahui obat – obat yang bekerja terhadap sistem saraf pusat

5. Untuk mengetahui obat – obat yang bekerja terhadap sistem neuroefektor

6. Untuk mengetahui efek obat pada saluran cerna

1.3. METODE

Mengumpulkan data melalui buku dan melalui internet.

Laporan Praktek Farmakologi 1

Page 2: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

BAB II

EKSPERIMEN DASAR

II.1 TUJUAN

a. Untuk mengetahui cara – cara pemberian obat

II.2 TINJAUAN PUSTAKA

Mencit ( Mus musculus ) merupakan hewan laboratorium yang paling luas dan paling

banyak digunakan untuk praktikum. Mencit merupakan anggota dari Muridae ( tikus-tikusan)

yang berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal sebagai hewan

pengganggu karena kebiasaannya menggigiti mebel dan barang-barang kecil lainnya, serta

bersarang di sudut-sudut lemari. Hewan ini diduga sebagaimamalia terbanyak kedua di dunia,

setelah manusia. Mencit sangat mudah menyesuaikan diri dengan perubahan yang dibuat oleh

manusia, bahkan jumlahnya yang hidup liar di hutan barangkali lebih sedikit daripada yang

tinggal di perkotaan. Mencit percobaan (laboratorium) dikembangkan dari mencit, melalui

proses seleksi. Sekarang mencit juga dikembangkan sebagai hewan peliharaan  (Amori, 1996).

Pemberian obat pada hewan uji dapat diberikan secara per oral, subkutan, intramuscular,

intravena,dan intraperitonial. ‘Secara per oral dapat dilakukan dengan mencampurkan dengan

makanan, bisa juga dengan menggunakan jarum khusus berukuran khusus 20 dan panjang 5 cm

untuk memasukkan obat langsung pada bagian esophagus hewan uji. jarum ini ujungnya bult dan

berlubang ke samping. Rute sebkutan paling mudah dilakukan pada mencit. Obat-obat dapat

diberikan kepda mencit dengan jarum yang panjangnya 0,5-1,0 cm dan ukuran 22-24 gauge.

Obat bisa disuntikkan di bawah kulit di daerah punggung atau di daerah perut. Kekurangan rute

ini adalah obat harus dapat larut dalam cairan hingga dapat disuntikkan. Rute pemberian obat

secara intramuscular lebih sulit dikarenakan  otot mencit sangat kecil, obat bisa disuntikkan ke

otot paha bagian belakang dengan jarum panjang 0,5-1,0 cm dan ukuran 24 gauge. Suntikan

tidak boleh terlalu dalam agar tidak terkena pembuluh darah. Cara interperitonial hampir sama

dengan cara intramuscular, yaitusuntikan dilakukan di daerah abdomen di antara cartilage

xiphoidea dan symphisis pubis (Siswandono, 1995)

Laporan Praktek Farmakologi 2

Page 3: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Factor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan adalah faktor internal

dan faktor eksternal. Adapun faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan meliputi

variasi biologic (usia dan jenis kelamin) pada usia hewan semakin muda maka semakin cepat

reaksi yang ditimbulkan, ras dan sifat genetik, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh dan luas

permukaan tubuh. Factor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan meliputi suplai

oksigen, pemeliharaan lingkungan fisologik (keadaan kandang,suasana asing atau baru,

pengalaman hewan dalam pemberian obat, keadaan rangan tempat hidup seperti sush,

kelembaban, ventilasi, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan), pemeliharaan keutuhan

struktur ketika menyiapkan jaringan  atau organ untuk percobaan (Adnan, 2013).

II.3 CARA-CARA PEMBERIAN OBAT

Setelah menyelesaikan eksperimen ini mahasiswa eksperimen ini mahasiswa akan :

1. Mengenai tahap–tahap manisfestasi anestesi dan tahap–tahap pemulihan dari anestesi.

2. Sanggup mengaitkan tahap–tahap manifestai anestasi yang diamatidengan struktur fungsi

tertentu di sistem saraf yang dipengaruhi pada tahap tersebut

3. Mampu menganalisa landasan perbedaan anestesi oleh berbagai zat anasetetika.

4. Dapat mengutarakan aplikasi–aplikasi praktis dari berbagai tahap / tingkat manifestasi

anestesi.

5. Dapat mengutarakan berbagai impilikasi praktis dari pra- medikasi.

Rute pemberian obat merupakan salah satu factor yang mempengaruhi efek obat, karena

karateristik lingkungan fisiologis, anatomi dan biokimiawi yang berbeda pada daerah kontak

mula obat dan tubuh. Karateristika ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda, struktur

anatomi dari lingkungan kontak obat tubuh yang berbeda, enzim-enzimdan getah-getah fisiologis

yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan jumlah obat yang dapat

mencapai kerjanya dalam jangka waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian

obat.

Meskipun rute pemberian obat secara oral merupakan cara yang paling lazim, seringkali

rute ini tidak digunakan mengingat hal-hal yang dikemukakan, mengingat kondisi penerimanna

obat, dan didasarkan juga oleh sifat-sifat obat itu sendiri.

Laporan Praktek Farmakologi 3

Page 4: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Rute oral

Prosedur

Tikus dipegang pada tengkuknya, jarum oral yang telah dipasang pada alat suntik berisi obat,

diselipkan dekat langi – langit tikus dan diluncurkan masuk ke esofagus. Larutan diberikan

dengan menekan spuit pendorong sambil badan spuit ditahan agar ujung jarum oral tidak

melukai esofagus. Volume maksimum yang dapat diberikan adalah 5ml/100 gram bobot badan

(bb).

Rute subkutan (Sk)

Hewan percobaan, obat yang diberikan; dosis obat; konsentrasi, seperti pada pemberian rute oral.

alat yang diperlukan : alat suntik 1ml; jarum suntik No. 26,3/4-1 inch

Prosedur

Penyuntikan biasanya dilakukan di bawah kulit tengkuk atau abdomen; seluruh jarum ditusukkan

langsung kebawah kulit dan larutan obat didesak keluar dari alat suntuk.

Rute intravena (IV)

Hewan percobaan, obat yang diberikan, dosis obat, konsentrasi obat, seperti pada pemberian rute

oral.

Prosedur

Tikus dimasukkan kedalam alat khusus yang memungkinkan ekornya keluar sebelum

disuntikkan. Sebaliknya pembukuh balik vena pada ekor didilatasi dengan penghangatan atau

pengolesan memakai pelarut organik seperti aseton atau eter; Bila jarum suntuk tidak masuk ke

vena, terasa ada tahanan, jaringan ikat daerah sekitar penyuntikan terlihat memutih dan bila

Laporan Praktek Farmakologi 4

Hewan percobaan : tikus putih, jantanobat diberikan : Pentotal Na, dosis 35 mg/kg bb, konsentrasi 3,5%

: Ketalaralat diperlukan : Alat suntik 1ml, jarum obat.

Hewan percobaan, obat yang diberikan; dosis obat; konsentrasi, seperti pada pemberian rute oral.alat yang diperlukan : alat suntik 1ml; jarum suntik No. 26,3/4-1 inch

Hewan percobaan, obat yang diberikan, dosis obat, konsentrasi obat, seperti pada pemberian rute oral.Alat yang diperlukan : alat suntik 1ml; jarum suntik N0.27,3/4-1 inch

Page 5: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

piston alat suntik ditarik, tidak ada darah yang mengalir masuk kedalamnya. Dalam keadaan

dimana harus dilakukan peyuntikan berulang, penyuntikan dimulai dari bagian distal ekor

Rute intraperitoneal (IP)

Hewan percobaan, obat yang diberikan, dosis obat, konsentrasi obat, seperti pada pemberian rute

oral.

Alat yang diperlukan : alat suntik 1ml; jarum suntik N0.27,3/4-1 inch

Prosedur

Tikus dipegang pada tengkuknya sedemikian sehingga posisi abdomen lebih tinggi dari kepala.

Larutan obat disuntikkan ke dalam abdomen bawah dari tikus disebelah garis midsagital.

Rute intramuskular (IM)

Prosedur

Larutan obat disuntikkan ke dalam otot sekitar gluteuus maximus atau ke dalam otot paha lain

dari kaki belakang. Selalu perlu diperiksa apakah jarum tidak masuk ke dalam vena, dengan

menarik kembali piston alat suntik.

Rute rektal

Laporan Praktek Farmakologi 5

Hewan percobaan, obat yang diberikan, dosis obat, konsentrasi obat, seperti pada pemberian rute oral.Alat yang diperlukan : Alat suntik 1ml; jarum suntik N0.27,3/4-1 inch

Hewan percobaan, obat yang diberikan, dosis obat, konsentrasi obat, seperti pada pemberian rute oral.Alat yang diperlukan : Alat suntik 1ml; jarum suntik N0.26,1/2 inch

Hewan percobaan, obat yang diberikan, dosis obat, konsentrasi obat, seperti pada pemberian rute oral.Alat yang diperlukan : Keteter logam / silikon, alat suntik 1ml

Page 6: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Prosedur

Keteter di basahi lebih dahulu dengan parafin atau gliserin, setelah itu masukkan keteter dalam

rektum tikus, sejauh kira – kira 4 cm dan larutan obat di desak ke luar sehingga masuk ke

rektum.

II.4 ALAT DAN BAHAN

Hewan percobaan : tikus jantan dengan berat badan ± 200 gram

Alat percobaan : spuit 1 cc, jarum suntik, timbangan hewan

Obat yang digunakan : Phenobarbital 50 mg / 1 ml dan Phenobarbital 35 mg / 1 ml (untuk

intravena)

II.5 PERHITUNGAN DOSIS

Oral

Faktor konversi manusia ke tikus : 200 gram = 0,018 mg

0,018 mg x 50 mg = 0,9 mg

Tikus I, berat badan = 220 gram

220 gram / 200 gram x 0,9 mg = 0,99 mg

Volume obat yang disuntikkan = 0,99 mg / 50 mg x 1 ml = 0,0198 ml = 0,02 ml

Tikus II, berat badan = 230 gram

230 gram / 200 gram x 0,9 mg = 1,035 mg

Volume obat yang disuntukkan = 1,035 mg / 50 mg x 1 ml = 0,0207 ml = 0,02 ml

Subcutan

Factor konversi manusia ke tikus = 200 gram = 0,018 mg

0,018 mg x 50 mg = 0,9 mg

Tikus I, berat badan = 200 gram

200 gram / 200 gram x 0,9 mg = 0,9 mg

Volume obat yang disuntikkan = 0,9 mg / 50 mg x 1 ml = 0,018 ml = 0,02 ml

Tikus II, berat badan = 210 gram

210 gram / 200 gram x 0,9 mg = 0,945 mg

Volume yang disuntikkan = 0,945 mg / 50 mg x 1 ml = 0,0189 ml = 0,02 ml

Laporan Praktek Farmakologi 6

Page 7: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Intravena

Phenobarbital 35 mg / 1 ml

Factor konversi manusia ke tikus = 200 gram = 0,018 mg

0,018 mg x 35 mg = 0,63 mg

Tikus I, berat badan = 210 gram

210 g / 200 g x 0,63 mg = 0,662 mg

Volume yang disuntikkan = 0,622 mg / 50 mg x 1 ml = 0,0132 ml = 0,01 ml

Tikus II, berat badan = 230 gram

230 gram / 200 gram x 0,63 mg = 0,724 mg

Volume yang disuntikkan = 0,724 mg / 50 mg x 1 ml = 0,01448 ml = 0,01 ml

II.6 PENGAMATAN

1. Untuk masing – masing rute pemberian obat, catat waktu pemberiannya, catat waktu

pemberiannya, saat timbul dan hilangnya efek masing – masing rute pemberiannya.

2. Efek yang di amati, yaitu berbagai tingkat depresi, seperti di antaranya :

a. Aktifitas spontan dari respon terhadap stimulus pada keadaan normal.

b. Perubahan aktifitas, spontan atau dengan stimulasi ( gerakan tidak terkoordinasi)

c. Tidak ada respon lokomotorik kalau di stimulasi, tetapi righting reflex, masih ada

d. Usaha untuk menegakkan diri tidak berhasil.

e. Diam, tidak bergerak. Usaha untuk menegakkan diri tidak lagi dicoba

3. Buatkan tabel yang memuat hasil – hasil pengamatan saudara. Dari tabel ini dapat dilihat

secara lengkap, apa yang saudara kerjakan dan hasil – hasil percobaan yang di amati.

Laporan Praktek Farmakologi 7

Page 8: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Hewan Obat CP Dosis

Pengamatan ( waktu timbul efek )

Perubahan

aktifitas

RR+ Sedasi Hipnotip Anestesi N

Tikus Phenobarbital Oral I 0,02 ml ± 26 menit - ± 36 menit ± 55' 22" - -

Oral II 0,02 ml ± 14 menit - ± 20 menit ± 1 jam 27' - -

Tikus Phenobarbital SC I 0,02 ml ± 36' 15" - ± 57 menit ± 1 jam 2' - -

SC II 0,02 ml ± 30 menit - ± 45 menit ± 58' 47" - -

Tikus Phenobarbital IV I 0,01 ml ± 22 detik - ± 10 menit ± 15' 10" - -

IV II 0,01 ml ± 25 detik - ± 5 menit ± 10' 20" - -

Tikus Phenobarbital IM I 0,03 ml ± 56menit - ± 45 menit ± 60 menit - -

IM II 0,02 ml ± 5 menit - ± 50 menit ± 1 jam 15' - -

Tikus Phenobarbital Rektal I 0,02 ml ± 10 menit - ± 20 menit ± 25 menit - -

Rektal

II

0,03 ml ± 10 menit - ± 15 menit ± 20 menit - -

Tikus Phenobarbital IP I 0,02 ml ± 5 menit - ± 10 menit ± 20 menit - -

IP II 0,02 ml ± 7 menit - ± 15 menit ± 22 menit - -

IP III 0,02 ml ± 5 menit - ± 10 menit ± 20 menit - -

Laporan Praktek Farmakologi 8

Page 9: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

II.7 PEMBAHASAN

1. Cara memegang hewan percobaan sehingga siap diberi sediaan uji

Pada praktikum pemberiaan obat pada hewan uji, pertama kali yang dilakukan

adalah memegang mencit dengan benar. Adapun cara memengang menccit yang benar yaitu itu

dengan mengangkat ujung ekor mencit dengan tangan dan mengeluarkannya dari kandang

kemudian meletakkannya  di tempat yang permukaannya kasar (misalnya pada rang kawat pada

penutup kandang), kemudian menjinakkannya dengan cara mengelus-elus bagian tekuk mencit

menggunakan jarin telunjuk. Stress pada mencit ditandai dengan mekarnya rambut pada tubuh

mencit lalu tubuhnya bergetar, mencitpun jadi liar.Kemudian setelah mencit tenang kita menarik

kulit pada bagian tengkuk mencit dengan jari tengah dan ibu jari tangan kiri, dan tangan kanan

memegang ekornya lalu membalikkan tubuh mencit sehingga menghadap ke atas dan menjepit

ekor dengan kelingking dan jari manis tangan kiri. Pada percobaan yang kami lalukan sebanyak

3 dari 4 mencit yang coba kami jinakkan terlihat stress sehingga bertindak liar.

2. Cara memberikan obat pada hewan percobaan

a. Oral

Pemberian obat secara oral pada tikus dilakukan dengan alat suntik yang dilengkapi

jarum berujung tumpul sonde oral, dengan cairan obat sebanyak (aquades) 1

ml. Kita menarik kulit pada bagian tengkuk tikus dengan jari tengah dan ibu jari tangan kiri, dan

tangan kanan memegang ekornya lalu membalikkan tubuh tikus sehingga menghadap ke kita dan

menjepit ekor dengan kelingking dan jari manis tangan kiri. Dimana posisi kepala tikus

menengadah dan mulutnya sedikit terbuka, sonde oral (jarum tumpul) ditempatkan pada langit

langit mulut atas tikus kemudian memasukkan perlahan sampai ke esophagus dan cairan obat

dimasukkan. Lakukan percobaan secara duplo.

b. Subkutan

Pemberian obat secara Subkutan yaitu dengan melakukan penyuntikan di bawah kulit

pada daerah tengkuk, dengan terlebih dahulu tengkuk dicubit dengan jempol dan telunjuk.

kemudian bersihkan area kulit yang akan disuntik dengan alcohol 70%. Masukkan cairan obat

sebanyak 0,02 ml dengan menggunakan alat suntik 1 ml secara horisontal dari arah depan

Laporan Praktek Farmakologi 9

Page 10: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

menembus kulit. Penyuntikan ini dilakukan dengan cepat untuk menghindari pendarahan yang

terjadi dengan kepala tikus. Lakukan percobaan secara duplo.

c. Intramuscular

         Pemberian cairan obat disuntikkan pada paha posterior. Tikus dipegang dengan

cara menyamping. Dimana ibu jari dan telunjuk memegang kepala tikus dengan tangan kiri

kemudian kelingking dan jari manis memegang paha dan perut bagian kiri tikus. Bersihkan area

kulit yang akan disuntik dengan alcohol 70%. Masukkan obat dengan menggunakan alat suntik 1

ml sebanyak 0,03 ml. Dan lakukan percobaan kedua dengan dosis 0,02 ml.

d. Intraperitoneal

         Pemberian obat secara intraperitoneal yaitu dengan cara tikus dipegang dan diposisikan

telentang, pada penyuntikan posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum disuntikkan dari

abdomen yaitu, pada daerah yang menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak terkena

kandung kemih dan tidak terlalu tinggi supaya tidak terkena penyuntikan pada hati. Masukkan

obat dengan menggunakan alat suntik 1 ml sebanyak 0,02 ml. Lakukan percobaan sebanyak 3x.

e. Intravena

Pemberian obat secara intravena yaitu dengan cara memasukkan tikus kedalam wadah

penahan tikus dengan ekornya menjulur ke luar. Basuh ekor dengan alcohol 70% lalu suntikkan

obat ke dalam vena (berwarna biru) dengan cara suntik lalu tarik sedikit, jika keluar darah berarti

sudah benar, baru suntikkan seluruh obat dengan dosis 0,01 ml. Lakukan percobaan secara

duplo.

f. Rectal

Pemberian obat melalui rectal dengan cara tikus dipegang erat, lalu angkat ekornya dan

masukkan obat dengan jarum suntik seperti pada penggunaan sonde. Masukkan obat dengan

dosis 0,02 ml dan untuk percobaan kedua 0,03 ml.

Laporan Praktek Farmakologi 10

Page 11: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

II.8 KESIMPULAN

Pemberian suatu obat dapat dilakukan dengan berbagai macam, yaitu: oral, IV, IM, IP, subkutan dan rektal.

Pemberian Phenobarbital secara oral memberikan mula kerja cepat, tetapi mempunyai lama kerja yang singkat.

Cara pemberian IM mengalami mula kerja yang paling cepat. Sedangkan seharusnya adalah IV.

Adapun cara pemberian obat terhadap hewan uji dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu:  

a. Cara oral yaitu memasukkan obat melalui mulut hingga mencapai esophagus.

b. Cara intramuscular yaitu  menyuntikkan obat pada bagian posterior paha.

c. Cara intraperitoneal yaitu menyuntikkan obat pada bagian abdomen.

d. Cara subkutan yaitu menyuntikkan obat pada bagian bawah kulit pada daerah tengkuk

Laporan Praktek Farmakologi 11

Page 12: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

BAB III

VARIASI BIOLOGIS

III.1 TUJUAN

Untuk mengetahui pengaruh variasi biologis terhadap dosis obat yang diberikan kepada

hewan percobaan

III.2 TINJAUAN PUSTAKA

Obat biasanya diberikan dalam dosis biasa atau dosis rata-rata yang cocok untuk sebagian

besar pasien. Untuk pasien lainnya, dosis biasa ini bisa terlalu besar sehingga menimbulkan efek

toksik atau terlalu kecil sehingga tidak efektif. Tanpa adanya kesalahan medikasi,kepatuhan

pasien menentukan jumlah obat yang diminum. Pada pembberian per oral, jumlah obat yang

diserap ditentukan oleh bioavailabilitas obat tersebut,dan bioavailabilitas ditentukan dengan

mutu obat tersebut. Faktor-faktor farmakokinetik menentukan berapa dari jumlah obat yang

diminum dapat mencapai tempat kerja obat untuk bereaksi dengan reseptornya. Faktor-faktor

farmakodinamik menentukan intensitas efek farmakologi yang ditimbulkan oleh kadar obat

disekitar tempat reseptor tersebut.

Untuk kebanyakan obat, keragaman respon pasien terhadap obat terutama disebabkan

oleh adanya perbedaan individual yang besar dalam faktor-faktor farmakokinetik,kecepatan

biotransformasi suatu obat menunjukan variasi yang terbesar. Untuk beberapa obat, perubahan

dalam faktor-faktor farmakodinamik merupakan sebab utama yang menimbulkan keragaman

respon pasien. Variasi dalam berbagai faktor farmakokinetik dan farmakodinamik ini berasal dari

perbedaan individual dalam fisiologi,kondisi,patologi,faktor genetic, interaksi obat dan toleransi.

Ada 4 hal yang dilihat dalam menentukan hewan coba pada variasi biologic, yaitu :

Umur

Bayi atau hewan yang baru lahir memiliki respon yang berbeda dengan hewan yang telah

dewasa. Disebabkan oleh pendewasaan organism. Misalkan tikus, hamster, dan mencit. Hewan

Laporan Praktek Farmakologi 12

Page 13: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

tersebut terlahir dengan sawar otak yang secara fungsional tidak matang dan kadar amino tak

lebih rendah dari hewan dewasanya. Indikasi lain untuk membedakan hewan yang lebih muda

dan lebih tua dengan memberikan reserpin pada bayi tikus dan terjadi pengosongan katekolamin

otak, hal tersebut disebabkan oleh dosis reserpin jauh lebih intensif pada hewan muda

dibandingkan dengan hewan yang lebih tua.

Spesies

Pemilihan spesies akan sangat berpengaruh pada tingkat keberhasilan penelitian.

Percobaan dilakukan ada yang menggunakan spesies yang relative kecil dan ada juga spesies

yang karakteristik yang unit yang memberikan keuntungan bagi peneliti obat spesifik. Sebagai

contoh monyet memiliki sistem respirasi dan thoraks yang sama dengan manusia. Setiap hewan

berbeda-beda responnya,disebabkan oleh injeksi SC. Sebagai contoh respon obat pada kelinci

dan tikus. Pada kelinci darahnya yang membuat relative resistensi terhadap blockade atropine

sedangkan pada tikus terjadi reflex muntah.

Strain

Strain hewan yang memiliki aplikasi spesifik didalam peneliti analog penyakit manusia,

termasuk mencit yang gemuk secara genetis yang kurang peka terhadap ambilan diafragmatik

strain mencit secara konsisten lebih rendah dari pada mencit jantan dan setiap strain yang

diwariskan.

Jenis Kelamin

Penelitian untuk menetukan perbedaan aktivitas biologis antara hewan jantan dan betina.

Betina memiliki siklus yang berhubungan dengan ovulasi misalnya siklus estrus begitu juga

dengan sebaliknya , sebagai contoh tikus dianastesi dengan disuntikan oksitoksin. Selama fase

diestrus dan anestrus bersifat vasodilator. Namun pada fase estrusoksitoksin menyebabkan

vasokontriksi dan menyebabkan kenaikan tekanan darah. Pada tikus jantan diketahui memilki

aktivitas enzim yang lebih besar , seperti enzim aminopirin N- demitilasi dan disaat berumur 7

minggu mengalami ulkus lambung yang diinduksi oleh respire lebih nyata dibandingkan dengan

tikus betina pada umur yang sama.

Laporan Praktek Farmakologi 13

Page 14: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Fenobarbital

Fenobarbital merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan

antikonvulsi. Kerjanya , membatasi penjalaran aktivitas rangsang dan menaikkan ambang

rangsang. Indikasi penggunaan fenobarbital ialah terhadap green mal atau berbagai serangan

kortikal lainnya , juga terhadap status epileptikus serta konvulsi fe-bril. Sekalipun khasiatnya

terbatas, karena sifat antikonvulsi berspektrum lebar dan aman, fenobarbital sering cocok untuk

terapi awal seranagan absence , sapsmomioklonik, dan epilepsy akinetik, apalagi mengingat

kemungkinan komplikasi serangan tonik-klonik umum pada ke 3 jenis epilepsi tersebut.

Terhadap epilepsy psikomotor manfaatnya terbatas dan penerapan hams berhati-hati , oleh

karena kemungkinan terjadinya eksaserbasi patit mal. Hal ini terutama hams diingat oleh mereka

yang menggunakan fenobarbital sebagai obat terpilih pada setiap kelainan dengan konvulsi.

III.3 PROSEDUR

Seperti pada pemberian rute intraperitoneal, setelah masing-masing tikus diamati selama

10 menit untuk menilai kelakuan normalnya.

III.4 PENGAMATAN

Setelah penyuntikan obat, masing-masing tikus ditempatkan dalam kadang dan amati

efeknya setelah 45 menit, catat waktu timbul setiap efek.

Sesuai dengan efek yang diamati, masing-masing tikus dikelompokkan sebagai berikut :

- Sangat resisten : tidak ada efek.

- Resisten : tikus tidak tidur, tetapi mengalami ataksia.

- Efek sesuai : tidak tidur, tetapi tegak kalau diberi rangsangan nyeri.

- Peka : tidur, tidak tegak meskipun diberi rangsang nyeri.

- Sangat peka : mati.

Hewan : tikus putih, jantan, usia dua bulan ,bobot badan berkisar 150-155 gram, tiga ekor

Obat yang diberikan : Fenobarbital (35 mg/kg BB)

Pengamatan ( waktu timbul efek )

Laporan Praktek Farmakologi 14

Page 15: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Hewan Obat CP DosisPerubahan

aktifitas

RR+ Sedasi Hipnotip Anestesi N

Tikus Phenobarbital IP I 0,02 ml ± 5 menit - ± 10 menit ± 20 menit - -

IP II 0,02 ml ± 7 menit - ± 15 menit ± 22 menit - -

IP III 0,02 ml ± 5 menit - ± 10 menit ± 20 menit - -

III.5 PEMBAHASAN

Pada percobaan variasi biologic, dilakukan menggunakan tikus jantan kira-kira berusia

dua bulan. Obat yang digunakan adalah Fenobarbital dengan dosis 35 mg/kg BB melalui rute

inteperitonial. Fenobarbital merupakan golongan obat hipnotik sedative yang mempengaruhi

syaraf pusat.

Berdasarkan hasil percobaan, terdapat perbedaan efek farmakologi pada beberapa tikus

yang diberikan obat dengan dosis yang sama. Pada tikus I memberikan efek yang sesuai karena

tikus yang sebelum diberi obat aktif tetapi setelah 5 menit pemberian obat terjadi perubahan

aktivitas. Pada tikus II memberikan efek sedative pada menit ke 15. Dan efek hipnotik pada

ketiga tikus terjadi rata-rata pada menit ke 20.

Variasi biologi menyatakan perbedaan besarnya respon diantara individu berbeda dalam

suatu populasi yang diberi obat dengan dosis sama. Efek obat pada individu yang berlainan tidak

pernah sama, demikian juga efek obat yang diberikan pada individu yang sama pada waktu yang

berlainan. Variasi biologi juga menunjukan bahwa untuk mendapatkan suatu intensitas efek yang

sama pada individu-individu yang berlainan , diperlukan dosis obat yang berbeda-beda.

Variasi biologi akan memberikan efek farmakologi yang berbeda kepada dua atau lebih

individu berbeda dengan usia , jenis kelamin , dan bobot badan yang sama akan berbeda dari satu

individu dengan individu lainnya. Hal ini karena setiap individu memiliki karakteristik yang

berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan ini pula yang menyebabkan perbedaan pada respon

Laporan Praktek Farmakologi 15

Page 16: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

terhadap suatu obat dengan dosis tertentu. Perbedaan tersebut disebabkan karena metabolisme

obat, jumlah reseptor obat yang ada pada tubuh pengguna, jumlah enzim yang dimiliki pengguna

,keadaan emosi , dan perbedaan jenis makanan yang dikonsumsi serta banyak hal lainnya

berbeda pada setiap individu.

III.6 KESIMPULAN

Terdapat perbedaan efek farmakologi yang dipengaruhi oleh variasi biologi terhadap

dosis obat dengan jumlah sama yang diberikan kepada beberapa tikus.

Tikus jantan mengalami efek kerja obat lebih cepat disbanding tikus betina , tetapi efek

lebih hebat ditunjukan pada tikus betina.

BAB IV

Laporan Praktek Farmakologi 16

Page 17: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

TOLERANSI YANG DIPEROLEH

IV.1 TUJUAN

Adapun tujuan kami membahas toleransi untuk mengetahui pengertian toleransi, jenis-

jenis toleransi, mekanisme toleransi dan jenis obat yang dapat menimbulkan toleransi.

IV.2 TINJAUAN PUSTAKA

Toleransi obat adalah pemberian ulang suatu obat untuk memperoleh efek yang sama, dosis

harus ditingkatkan karena terjadinya penurunan perangkat reseptor, dimana dosis obat harus

menerus untuk mencapai efek terapeutik yang sama. Toleransi dapat menyebabkan efek obat

dalam tubuh berkurang dan untuk mendapatkan efek yang seragam, maka hal ini akan berbahaya

bagi tubuh. Hal ini dikarenakan semakin lama dosis obat akan mendekati dosis toksiknya yang

dapat membahayakan dan menyebabkan kematian.

Jenis-jenis Toleransi

Macam-macam toleransi obat:

1. Toleransi primer (bawaan), terdapat pada sebagian orang dan binatang tertentu, misalnya

kelinci sangat toleran untuk antropin.

2. Toleransi sekunder, yang bisa timbul setelah menggunakan suatu obat selama beberapa

waktu.

3. Toleransi silang. Toleransi terhadap obat tertentu yang disebabkan pemberian obat lain

yang berbeda, tetapi miri[ struktur dan efek farmakologinya. Dapat terjadi antara zat-zat

dengan struktur kimia serupa (fenobarbital dan butobarbital) atau kadang-kadang antara

zat-zat yang berlainan misalnya alcohol dan barbital.

4. Toleransi farmakodinamik. Toleransi yang terjadi dengan adaptasi tubuh terhadap obat

yang diberikan secara terus menerus. Misalnya pada pemberian fenilbutazon secara rutin,

tubuh memproduksi enzim lebih banyak sehingga biotransformasi fenilbutazon pada

pemberian berikutnya lebih cepat.

Laporan Praktek Farmakologi 17

Page 18: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

5. Toleransi akut, terjadi dalam waktu yang singkat. Misalnya penggunaan morfin yang

berulang pada waktu singkat akan cepat menyebabkan toleransi.

6. Toleransi berlawanan. Tipe toleransi yang malah meningkatkan efek obat pada

pemberian berulang. Misalnya efek amfetamin pada peningkatan aktivitas motorik.

7. Toleransi alami. Toleransi yang terjadi pada pertama kali pemberian obat.

Mekanisme Toleransi

1. Fenilbutazon: dapat menyebabkan toleransi karena dapat menginduksi enzim

biotransformasinya.

2. Fenobarbital: sama seperti fenilbutazon, tetapi efek toleransinya lebih lambat untuk

muncul.

3. Morfin: kasus ketergantungan morfin sering muncul karena pemakaian terus-menerus.

Selain karena induksi enzim, toleransi morfin juga dapat disebabkan karena efek

psikologis yang menuntut tubuh untuk mengonsumsi morfin dalam jumlah yang lebih

besar.

Obat Yang Dapat Menimbulkan Toleransi

Fenilbutazon dan fenobarbital natrium

IV.3 PROSEDUR

Tikus pertama disuntik sekali sehari dengan phenobarbital sebanyak 0,02 ml. Amati

selama 15 menit.

Tikus kedua disuntik sekali sehari dengan phenobarbital sebanyak 0,02 ml. Amati selama

15 menit.

Tikus ketiga disuntik dengan Nacl sebanyak 0,02 ml. Amati selama 15 menit.

Dilakukan selama 3 hari.

Amati ketiga tikus tersebut setelah hari ketiga, apakah toleransi terhadap phenobarbital

atau tidak

Laporan Praktek Farmakologi 18

Page 19: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

IV.4 PERHITUNGAN DOSIS

Faktor konversi manusia ke tikus : 200 gram = 0,018 mg

0,018 mg x 50 mg = 0,9 mg

Tikus I, berat badan = 230 gram

230 gram / 200 gram x 0,9 mg = 1,035 mg

Volume obat yang disuntikkan = 1,035 mg / 50 mg x 1 ml = 0,0209 ml = 0,02 ml

Tikus II, berat badan = 210 gram

210 gram / 200 gram x 0,9 mg = 0,945 mg

Volume obat yang disuntukkan = 0,945 mg / 50 mg x 1 ml = 0,0189 ml = 0,02 ml

Tikus II, berat badan = 206 gram

206 gram / 200 gram x 0,9 mg = 0,9 mg

Volume obat yang disuntukkan = 0,9 mg / 50 mg x 1 ml = 0,018 ml = 0,02 ml

IV.4 PENGAMATAN

Hari 1

Hewan Obat CP Dosis

Pengamatan ( waktu timbul efek )

Parubahan

aktifitas

RR+ Sedasi Hipnotip Anestesi N

Tikus I Phenobarbital IM 0,02 ml ± 15 menit - ± 65 menit - - -

Tikus II Phenobarbital IM 0,02 ml ± 15 menit - ± 55 menit - - -

Tikus III NaCL IM 0,02 ml ± 15 menit - - - - -

Laporan Praktek Farmakologi 19

Page 20: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Hari 2

Hewan Obat CP Dosis

Pengamatan ( waktu timbul efek )

Parubahan

aktifitas

RR+ Sedasi Hipnotip Anestesi N

Tikus I Phenobarbital IM 0,02 ml ± 15 menit - ± 65 menit - - -

Tikus II Phenobarbital IM 0,02 ml ± 15 menit - ± 55 menit - - -

Tikus III NaCL IM 0,02 ml ± 15 menit - - - - -

Hari 3

Hewan Obat CP Dosis

Pengamatan ( waktu timbul efek )

Parubahan

aktifitas

RR+ Sedasi Hipnotip Anestesi N

Tikus I Phenobarbital IM 0,02 ml ± 10 menit - ± 43 menit - - -

Tikus II Phenobarbital IM 0,02 ml ± 5 menit - ± 42 menit - - -

Tikus III NaCL IM 0,02 ml - - - - - -

Hari 1-3

Tikus 1 diberikan phenobarbital dengan dosis 0,02 ml dari larutan stok 1mg/ml

Tikus 2 diberikan phenobarbital dengan dosis yang sama seperti pada tikus 1

Tikus 3 dijadikan blanko yang diberikan NaCl

Penentuan aktivitas tikus dilakukan dengan meletakkan tikus di meja dan dilihat perilaku

serta tingkat keingintahuan dari tikus

Laporan Praktek Farmakologi 20

Page 21: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

IV.5 PEMBAHASAN

Efek suatu obat terhadap individu tertentu ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya

faktor usia, status fungsional dan struktural individu, jenis kelamin, bobot tubuh, luas permukaan

tubuh, status kejiwaan dan kondisi saluran pencernaan. Pada kebanyakan kasus, meskipun

faktor-faktor internal antara individu cukup mirip, tetapi efek obat yang dihasilkan masih bisa

berbeda secara kuantitatif. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor eksternal seperti

adanya variasi bologik, toleransi, dan antagonisme obat. Pada percobaan ini, diamati toleransi

tikus terhadap obat yang bersifat sedative.

Toleransi merupakan suatu keadaan dimana seseorang akan merasakan efek yang terus

berkurang pada dosis yang sama dan untuk mempertahankan efek yang diinginkan, diperlukan

peningkatan dosis. Beberapa teori mekanisme toleransi diantaranya adalah adanya adaptasi

lingkungan biologis pada tempat kerja obat. Toleransi dapat diatasi dengan modifikasi dosis

yaitu menurunkan dosis secara bertahap agar efek penurunan dosisnya tidak begitu terasa.

Dari percobaan yang dilakukan, terlihat terjadi penurunan efek sedasi yang ditimbulkan

oleh obat setelah pemberian obat secara rutin dalam tiga hari. Hal ini disebabkan karena dalam

tubuh tikus telah tejadi mekanisme yang dapat menyebabkan toleransi ini. Untuk obat

fenobarbital dan NaCl, terjadi induksi enzim pada saat obat diberikan secara rutin setiap hari

sehingga dengan induksi enzim ini, pada pemberian berikutnya obat akan lebih cepat

termetabolisme menjadi bentuk tidak aktif karena jumlah enzim lebih banyak setelah pemberian

sebelumnya.

Tikus 1 mengalami toleransi terhadap obat tersebut pada hari ketiga, tikus tidak

mengalami efek, dimana sebelum diberikan Phenobarbital tikus bertindak aktif, dan setelah

pemberian Phenobarbital tetap aktif. Tikus 2 mengalami toleransi terhadap obat pada hari ketiga,

tikus tidak mengalami efek, dimana sebelum diberikan Phenobarbital tikus bertindak aktif dan

setelah pemberian Phenobarbital tetap aktif. Terjadi perbedaan antara tikus 1 dan 2, sedangkan

dosis yang disuntikan sama. Ini karena adanya faktor internal yang menyebabkan efek yang

timbul dari tiap tikus itu berbeda. Tikus 3 berfungsi sebagai blanko untuk mengetahui efek apa

yang dapat disebabkan lingkungan terhadap tikus yang berhubungan dengan pengaruh tingkah

lakunya.

Laporan Praktek Farmakologi 21

Page 22: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

IV.6 KESIMPULAN

Implikasi klinik dari toleransi:

Toleransi dapat menyebabkan efek obat dalam tubuh berkurang ,dan untuk mendapatkan efek

yang sama, dosis obat harus ditingkatkan.

Dengan terus meningkatnya dosis untuk mendapatkan efek yang seragam, maka hal ini akan

berbahaya bagi tubuh. Hal ini dikarenakan semakin lama dosis obat akan mendekati dosis

toksiknya yang dapat membahaya kan dan menyebabkan kematian.

Percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari toleransi obat tersebut,

Phenobarbital dapat menyebabkan toleransi

Tikus 1 dan 2 mengalami toleransi pada hari ke tiga

Tikus 2 mengalami toleransi lebih cepat dari tikus 1

Tikus 3 hanya sebagai blanko atau pembanding

Pemberian Phenobarbital pada hewan uji dapat menyebabkan hewan uji tersebut tidur, bangun

dan tidur kembali. Hal ini Phenobarbital memiliki efek redistribusi.

Dari percobaan yang dilakukan, terlihat terjadi penurunan efek sedasi yang ditimbulkan oleh

obat setelah pemberian obat secara rutin dalam tiga hari. Hal ini disebabkan karena dalam tubuh

tikus telah tejadi mekanisme yang dapat menyebabkan toleransi ini.

Untuk obat fenobarbital dan NaCl, terjadi induksi enzim pada saat obat diberikan secara rutin

setiap hari sehingga dengan induksi enzim ini, pada pemberian berikutnya obat akan lebih cepat

termetabolisme menjadi bentuk tidak aktif karena jumlah enzim lebih banyak setelah pemberian

sebelumnya.

Laporan Praktek Farmakologi 22

Page 23: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

BAB V

VARIASI KELAMIN

IV.1 TUJUAN

Untuk mengetahui pengaruh variasi jenis kelamin terhadap dosis obat yang diberikan

kepada hewan percobaan.

IV.2 TINJAUAN PUSTAKA

Kepekaan yang meningkat terhadap aktivitas farmakologi dan toksisitas obat-obat telah

dilaporkan pada penderita yang sangat muda dan yang tua sekalidibandingkan dengan penderita

yang dewasa muda. Walaupun ini mencerminkan adanya perbedaan dalam absorpsi obat,

distribusi dan eliminasi obat ,perbedaan-perbedaan dalam metabolisme obat tidak bisa

disingkirkan, suatu kemungkinan yang didukung oleh studi-studi pada manusia yang

menunjukkan bahwa obat-obat metabolisme dengan lebih lambat bisa disebabkan oleh

kurangnya metabolic atau kurangnya persediaan kofaktor endogen yang diperlukan.

Kecenderungan yang serupa telah dilihat pada manusia, tetapi bukti-bukti yang pasti harus

didapatkan .

Variasi- variasi metabolisme obat yang tergantung pada jenis kelamin telah dikenal baik

pada hewan tikus tetapi tidak ditemukan pada binatang pengerat lainnya. Tikus –tikus jantan

muda dewasa menunjukan metabolisme obat yang jauh lebih cepat daripada tikus-tikus betina

muda dewasa atau tikus jantan pubertas.

Perbedaan ini disebabkan oleh hormon androgenik.

Jenis kelamin dan persentase lemak tubuh pada wanita cenderung memiliki persentase

dari lemak tubuh yang lebih tinggi dan memiliki persentase cairan tubuh yang lebih rendah dari

pada pria pada berat badan yang sama. Konsekuensinya , wanita cenderung merasakan efek obat

yang lebih hebat dibandingkan pria karena obat akan terlarut dalam jumlah volume cairan tubuh

yang relative kecil.

Wanita juga memiliki kandungan lemak yang lebih banyak daripada pria. Obat-obat yang

larut dalam lemak akan secara lebih luas terdistribusi dan dapat menghasilkan durasi kerja yang

Laporan Praktek Farmakologi 23

Page 24: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

lebih lama. Konsep yang sama ini juga dapat diaplikasikan pada perbedaan komposisi lemak

tubuh antara anggota yang memiliki jenis kelaminyang sama.

Wanita lebih sensitif terhadap obat-obat tertentu dibandingkan pria dan dalam beberapa

hal perbedaan ini dianggap cukup memerlukan pengurangan dosis obat. Selama kehamilan perlu

berhati-hati dalam menggunakan obat-obatan yang mungkin mempengaruhi janin seperti obat-

obat narkotika,analgetik atau alcohol.

IV.3 PROSEDUR

Sebelum disuntik , masing-masing mencit diamati selama 10 menit kelakuan normalnya.

Setelah obat disuntikkan , masing-masing mencit ditempatkan kembali ke dalam toples-toples

kaca untuk pengamatan.

IV.4 PENGAMATAN

1) Untuk tiap tikus dicatat saat pemberian obat, saat mula muncul berbagai efek,tipe-tipe

efek yang muncul ,lama berlangsung efek.

2) Buatkan table dari hasil-hasil eksperimen , sehingga jelas apa yang dikerjakan dan

hasilnya.

Hewan Obat CP Dosis

Pengamatan ( waktu timbul efek )

Parubahan

aktifitas

RR+ Sedasi Hipnotip Anestesi N

Tikus

Jantan I

Phenobarbital IM 0,2 ml ± 12 menit - ± 17 menit ± 30 menit - -

Tikus

Jantan II

Phenobarbital IM 0,2 ml ± 6 menit - ± 15 menit ± 30 menit - -

Tikus

Jantan III

Phenobarbital IM 0,3 ml ± 5 menit - ± 10 menit ± 30 menit - -

Laporan Praktek Farmakologi 24

Page 25: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Tikus

Betina I

Phenobarbital IM 0,1 ml ± 10 menit - ± 15 menit ± 30 menit - -

Tikus

Betina II

Phenobarbital IM 0,1 ml ± 15 menit - ± 20 menit ± 30 menit - -

Tikus

Betina III

Phenobarbital IM 0,3 ml ± 9 menit - ± 16 menit ± 30 menit - -

IV.5 PEMBAHASAN

Pada percobaan variasi kelamin ,menggunakan 6 tikus, 3 tikus jantan dan 3 tikus betina.

Tikus-tikus tersebut diberi obat Phenobarbital dengan dosis berbeda-beda (tergantung berat

badan tikus) melalui rute IP . Phenobarbital merupakan obat golongan obat hipnotik/sedatif yang

mempengaruhi syaraf pusat.

Perbedaan efek farmakologi pada tikus jantan dan betina dipengaruhi oleh variasi-variasi

metabolisme. Tkus-tikus jantan muda dewasa menunjukan metabolisme obat yang jauh lebih

cepat dibandingkan daripada tikus-tikus betina muda dewasa atau jantan pubertas. Perbedaan ini

disebabkan oleh hormon androgenik.

Berdasarkan percobaan , diperoleh tikus jantan cenderung mengalami efek obat lebih awal

dibandingkan tikus betina. Efek hipnotip hampir semua tikus jantan dan betina mengalaminya

pada menit ke 30.

IV.6 KESIMPULAN

Menurut literature , pada mencit betina atau wanita cenderung memilki persentase lemak

tubuh yang lebih tinggi dan memilki persentase cairan tubuh yang lebih rendah daripada mencit

jantan atau pria pada berat badan yang sama.

Oleh karena itu , mencit betina cenderung merasakan efek obat yang lebih hebat dibandingkan

mencit jantan , mencit betina juga memilki kandungan lemak lebih banyak dari mencit jantan.

Obat-obat yang larut dalam lemak akan secara lebih luas terdistribusi dan dapat menghasilkan

durasi kerja yang lebih lama.

Laporan Praktek Farmakologi 25

Page 26: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Konsepnya yang sama ini juga dapat diaplikasikan pada perbedaan komposisi lemak tubuh

antara anggota yang memilki jenis kelamin yang sama.

Jenis kelamin dapat mengakibatkan perbedaan – perbedaan efek farmakologi obat yang

ditimbulkan. Pada percobaan kali ini pemberian obat pada tikus jantan dan betina, lebih cepat

mengalami efek sedasinya adalah tikus jantan.

Hal ini karena struktur dan kimia tikus jantan dan betina berbeda. Selain itu juga dikarenakan

perbedaan dosis pemberian obat pada tikus jantan dan tikus betina memungkinkan terjadinya

perbedaan efek kerja obat.

Laporan Praktek Farmakologi 26

Page 27: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

BAB VI

DOSIS DAN RESPON OBAT

VI.1 TUJUAN

  Memperoleh gambaran bagaimana rancangan eksperimen untuk memperoleh DE50 dan DL50

VI.2 PRINSIP

Jika dosis meningkat maka intensitas efek obat pada makhluk hidup  juga meningkat. Jika

dosis berlebih maka akan menyebabkan over dosis bahkan kematian karena rentang indeks

terapinya terlalu rendah sehingga menimbulkan efek toksik. Jika dosis kurang maka tidak akan

menimbulkan efek teurapeutik.

VI.3 TINJAUAN PUSTAKA

Dasar-dasar Kerja Obat

               Dalam farmakologi, dasar-dasar kerja obat diuraikan dalam dua fase yaitu fase

farmakokinetik dan fase farmakodinamik. Dalam terapi obat, obat yang masuk dalam tubuh

melalui berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk

sampai ke tempat kerja (reseptor) dan menimbulkan efek , kemudian dengan atau tanpa

biotransformasi (metabolisme) lalu di ekskresi kan dari tubuh. proses tersebut dinyatakan sebagai

proses farmakokinetik. Farmakodinamik, menguraikan mengenai interaksi obat dengan reseptor

obat; fase ini berperan dalam efek biologik obat pada tubuh .

Absorpsi

               Jumlah obat yang dapat diabsorbsi oleh tubuh, dinyatakan dengan bioavailalabilitas

obat. Tingginya nilai bioavailabilitas obat tergantung pada banyak factor, yang menentu -kan

bagaimana molekul obat melewati barier saluran gastrointestinal dan berhasil memasuki

pembuluh darah dan diangkut sampai ke reseptornya.

Faktor-faktor tersebut antara lain :

1. cara preparasi dan bentuk sediaan

2. ukuran molekul

Laporan Praktek Farmakologi 27

Page 28: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

3. kelarutan molekul dalam lipid : yang lebih mudah larut dalam lipid, bioavailabilitasnya

lebih tinggi

4. kelarutan dalam air dan lipid : yang larut dalam keduanya, bioavailabilitasnya sangat

baik; yang larut hanya dalam air, bioavailabilitasnya rendah karena molekul mudah

terdisosiasi.

5. transport aktif

6. interaksi dengan makanan

7. stabilitas di dalam usus

8. pengosongan lambung

9. adanya metabolisme dalam usus dan di dalam hati

10. factor individu pasien itu sendiri dan faktor keadaan patologik dari pasien

Beberapa faktor yang penting dibahas dibawah ini :

1. Obat harus menembus sawar (barrier) sel di berbagai jaringan (transport lintas membran ,

dan sebagian kecil ada yang melewati celah antar sel atau melintasi endotel kapiler)

2. Membran sel

3. Cara transport obat melintasi membran ( semipermiabel ), dapat melalui:

a. Difusi pasif ( dari sisi yang kadarnya tinggi ke sisi yang kadarnya rendah

b. Transport aktif ( Bersifat selektif , melibatkan energi dan komponen-komponen

membrane sel)

c. Pinositosis yaitu cara transport dengan membentuk vesikel, misalnya makromolekul

protein

d. Difusi terfasilitasi

Cara Pemberian Obat

a. Cara pemberian obat per oral :

         Cara ini paling umum dilakukan karena mudah, aman dan murah. Namun untuk obat yang

diberikan melalui oral, ada tiga faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas:

1. Faktor obatnya sendiri (larut dalam lipid, air atau keduanya.

2. Faktor penderita ( keadaan patologik organ-organ pencernaan dan metabolisme )

Laporan Praktek Farmakologi 28

Page 29: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

3. Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna. (interksi dengan makanan) sebagai tugas

mandiri

b. Cara pemberian obat melalui suntikan :

         Keuntungan pemberian obat secara parenteral dibandingkan per oral, yaitu :

1. Efeknya timbul lebih cepat dan teratur

2. Dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar atau muntah-muntah.

3. Sangat berguna dalam keadaan darurat

         Kelemahan cara pemberian obat melalui suntikan :

1. Dibutuhkan cara aseptis

2. Menyebabkan rasa nyeri

3. Kemungkinan terjadi penularan penyakit lewat suntikan

4. Tidak bisa dilakukan sendiri oleh penderita

5. Tidak ekonomis

c. Pemberian Obat Melalui Paru-paru :

         Cara ini disebut cara inhalasi, hanya dilakukan untuk obat yang berbentuk gas atau cairan

yang mudah menguap, misalnya anestetik umum dan obat dalam bentuk aerosol. Absorpsi

melalui epitel paru dan mukosa saluran napas .

Distribusi

Distribusi obat terjadi melalui dua fase berdasarkan penyebaran-nya, yaitu:

1. Distribusi fase pertama : yaitu ke organ-organ yang perfusinya sangat baik ( jantung, hati,

ginjal dan otak ), terjadi segera setelah penyerapan, selanjutnya.

2. Distribusi fase kedua : yaitu ke organ-organ yang perfusinya tidak begitu baik ( otot,

visera, kulit, dan jaringan lemak )

Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membrane sel dan terdistribusi ke

dalam sel, obat yang tidak larut dalam lemak sulit menembus membrane sel sehingga

distribusinya terbatas terutama di cairan ekstrasel. Distribusi terbatasi oleh ikatan obat pada

Laporan Praktek Farmakologi 29

Page 30: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

protein plasma dan hanya obat bebas yang dapat berdifusi kedalam sel dan mencapai

keseimbangan.

Farmakodinamik

Cabang ilmu yang mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme

kerjanya disebut farmakodinamik.

Mekanisme kerja obat yaitu :

1. Obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal ( fisiologi ) tubuh

2. Obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah

ada ( ini tidak berlaku bagi terapi gen )

Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk :

1. Meneliti efek utama obat

2. mengetahui interaksi obat dengan sel

3. Mengetahui respon khas yang terjadi

Interaksi Obat Dengan Biopolimer

         Semua molekul obat yang masuk dalam tubuh, kemungkinan besar berikatan dengan

konstituen jaringan atau biopolimer seperti protein, lemak, asan nukleat, mukopolisakarida,

enzim biotransformasi dan reseptor. Pengikatan obat oleh biopolimer dipengaruhi oleh bentuk

konformasi molekul obat dan pengaturan ruang dari gugus-gugus fungsional senyawa obat.

Interaksi obat dapat berupa:

(1) Interaksi tidak khas dan ;

(2) Interaksi khas.

Interaksi tidak khas adalah interaksi yang hasilnya tidak menghasilkan efek yang

berlangsung lama dan tidak menyebabkan perubahan struktur molekul obat maupun biopolimer.

Interaksi ini bersifat reversibel (terpulihkan) dan tidak menghasilkan respons biologis.

Contohnya : Interaksi obat yang hanya merubah lingkungan fisika-kimia dari struktur badan

(protein jaringan, asam nukleat, mukopolisakarida, air dan lemak), misalnya : anestetik umum

merubah struktur air didalam otak; diuretik osmotik merubah tekanan osmotik dalam ginjal.

Laporan Praktek Farmakologi 30

Page 31: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Interaksi khas adalah interaksi yang menyebabkan perubahan struktur makromolekul

reseptor sehingga timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis normal yang dapat diamati

sebagai respons biologis. Interaksi dengan reseptor dan interaksi dengan enzim biotransformasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aksi obat : berat badan, umur, jenis kelamin, kondisi patologik

pasien, genetik ( Idiosinkrasi)

Cara pemberian obat :

a. Yang memberikan efek sistemik : oral; sublingual; bukal; parenteral; implantasi

subkutan; rektal;

b. Yang memberikan efek lokal : inhalasi; topikal ( pada kulit ) : salep, krim , lotion ; obat-

obat pada mukosa : tetes mata, tetes telinga

VI.4 BAHAN DAN ALAT

Hewan percobaan : mencit jantan, bobot badan rata – rata 18 – 22 gram

Alat yang digunakan : alat suntik 1ml ; jarum suntik ; timbang hewan

Obat yang digunakan : Phenobarbital 50 mg / 1 ml

VI.5 PROSEDUR

Pada percobaan ini dipakai 6 mencit. Tandai masing – masing mencit hingga mudah dikenali.

Dosis yang digunakan lazimnya meningkat dengan factor perkalian 2 (untuk obat tertentu dapat

dengan factor perkalian yang berbeda). Dosis yang diberikan sebagai berikut.

HEWAN DOSIS (mg/kg)

Mencit I 0,01 ml

Mencit II 0,03 ml

Mencit III 0,05 ml

Mencit IV 0,1 ml

Mencit V 0,2 ml

Mencit VI 0,2 ml

Laporan Praktek Farmakologi 31

Page 32: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

VI.6 HASIL PENGAMATAN

Hewan Obat CP Dosis

Pengamatan ( waktu timbul efek )

Parubahan

aktifitas

RR+ Sedasi Hipnotip Anestesi N

Mencit I Phenobarbital IM 0,01 ml ± 11 menit - ± 16 menit - - -

Mencit II Phenobarbital IM 0,03 ml ± 10 menit - ± 15 menit - - -

Mencit III Phenobarbital IM 0,05 ml ± 7 menit - ± 19 menit - - -

Mencit IV Phenobarbital IM 0,1 ml ± 12 menit - ± 18 menit - - -

Mnecit V Phenobarbital IM 0,2 ml ± 9 menit - ± 17 menit - - -

Mencit VI Phenobarbital IM 0,2 ml ±9 menit - ± 15 menit - - -

VI.7 PEMBAHASAN

Dilakukan pemberian secara intraperitorial yaitu obat yang diinjeksikan melaui rongga

perut. Dengan pemberian secara intraperitorial ini diharapkan efek yang cukup cepat, kerena

dalam rongga perut terdapat banyak pembuluh darah, sehingga obat yang diinjeksikan akan

menembus membrane pembuluh darah dan masuk ke pembuluh darah. Hewan uji diamati apakah

timbul efek atau tidak. Timbulnya efek ditandai dengan hilangnya reflek balik badan. Dipilih

obat phenobarbital karena bersifat sedative sehingga efek dapat diamati.

Pada mencit 3, timbul efek dengan waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan hewan

uji lainnya, bukan karena dosis tetapi berat badan hewan uji pun berpengaruh . Dan karena

jumlah obat melebihi jumlah reseptor sehingga kadar obat yang tidak berikatan dengan reseptor/

kadar obat bebas di darah meningkat sehingga menimbulkan toksis. Pada dosis kecil sangat lama

untuk menimbulkan efek karena  jumlah reseptor yang ada lebih banyak dari jumlah obat

sehingga efek tidak timbul. Dari data pengamatan yang tidur atau menerima efek di semua

mencit  berbeda. Hal ini disebabkan karena kadar biologis dan ketahanan mencit berbeda- beda

Laporan Praktek Farmakologi 32

Page 33: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

terhadap obat dengan dosis pemberian yang sama. Pada percobaan phenobarbital yang diberikan

tidak mengalami induksi enzim karena hanya sekali diberikan atau tidak  berulang- ulang.

VI.8 KESIMPULAN

Pada praktek dosis dan respon obat dilakukan dengan cara pemberian intraperitorial yaitu

diinjeksi melalui rongga perut sehingga diharapkan efek yang cukup cepat, kerena dalam

rongga perut terdapat banyak pembuluh darah, sehingga obat yang diinjeksikan akan

menembus membrane pembuluh darah dan masuk ke pembuluh darah.

Pemberian dosis yang berbeda dapat memberikan efek yang berbeda dan waktu mencapai

efek pada mencit berbeda.

Laporan Praktek Farmakologi 33

Page 34: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

PERTANYAAN

RUTE PEMBERIAN OBAT

PERTANYAAN

1. Cobalah jelaskan secara lebih spesifik dengan contoh – contoh mengenai karakteristika

lingkungan fisiologis, anatomis dan biokimiawi yang berada pada daerah kontak obat dan

tubuh.

o Hubungan kecepatan efek timbul pada berbagai CP dengan jumlah dan kecepatan

suplai darah, lokasi pemberian ( struktur anatomi ), adanya enzim – enzim dan

getah – getah fisiologis yang mempengaruhi obat ?

Jawab: Hubungkan kecepatan efek timbul pada berbagai CP dengan jumlah

kecepatan suplai darah, lokasi pemberian (struktur anatomi), adanya enzim – enzim

dan getah – getah fisiologis yang mempengaruhi obat?

o Jelaskan lebih terperinci pengaruh kondisi – kondisi pasien sehubungan dengan

pemilihan rute pemerian obat ?

Jawab

Jumlah suplai darah yang berbeda

Dengan adanya suplai darah yang berbeda maka mengakibatkan perbedaan kecepatan

distribusi. Semakin banyak suplai darah dalam individu maka semakin banyak obat yang

didistribusikan.

Struktur anatomi yang berbeda

Contoh : absorpsi obat diusus halus lebih cepat daripada dilambung karena permukaan

epitel usus halus jauh lebih luas dibandingkkan dnegan epitel lambung.

Akibatnya : efek obat lebih cepat bila bat diabsorpsi di usus halus daripada obat yang

diabsorpsi di lambung.

Enzim – enzim dan getah – getah fisiologis yang berbeda

Laporan Praktek Farmakologi 34

Page 35: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Contoh : enzim – enzim dari saluran cerna dan enzim – enzim dalam hati

Akibatnya : semakin baik fungsi enzim maka jumlah obat yang mencapai sirkulasi

sistemik semakin banyak.

Lain – lain

Contoh : pada pH saluran cerna , fungsi empedu

Akibatnya : semakin baik fungsi empedu maka kecepatan disintegrasi dan disolusi obat

semakin cepat.

2. Berikan beberapa contoh dimana sifat dan bentuk fisika kimia obat menentukan cara

pemberiannya ?

Jawab :

Pada penderita yang tidak sadar atau muntah – muntah diberikan obat secara

suntikan (i.v, i.p, i.m, sc)

Pada ppenderita setengah sadar / pingsan diberikan obat secara oral

Pada penderita yang kondisinya sadar diberikan obat secara oral

Untuk memperoleh efek local diberikan obat secara topical.

3. Sebutkan implikasi praktis pada rute pemberian obat seperti menentukan dosis obat jika

dipilih rute pemberian tertentu?

Jawab:

Pemberian secara oral adalah obat – obatan yang tidak rusak oleh asam lambung

atau empedu

Pemberian secara subcutan jika diinginkan efeknya bertahan lama.

TOLERANSI YANG DIPEROLEH

Laporan Praktek Farmakologi 35

Page 36: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

PERTANYAAN

1. Kemukakan tiga contoh obat yang menimbulkan toleransi untuk pemberian berulangnya dan

berikan mekanisme terjadinya toleransi masing-masing obat tersebut.

2. Jenis toleransi apalagi yang dikenal dan bagaimana mekanismenya? Sebutkan juga contoh-

contohnya.

3. Bagaimana implikasi klinik dari toleransi yang diperoleh?

JAWABAN:

1. Fenilbutazon: dapat menyebabkan toleransi karena dapat menginduksi enzim

biotransformasinya.

Fenobarbital: sama seperti fenilbutazon, tetapi efek toleransinya lebih lambat untuk

muncul.

Morfin: kasus ketergantungan morfin sering muncul karena pemakaian terus-menerus.

Selain karena induksi enzim, toleransi morfin juga dapat disebabkan karena efek psikologis

yang menuntut tubuh untuk mengonsumsi morfin dalam jumlah yang lebih besar.

2. Toleransi primer (bawaan), terdapat pada sebagian orang dan binatang tertentu, misalnya

kelinci sangat toleran untuk antropin

Toleransi berlawanan. Tipe toleransi yang malah meningkatkan efek obat pada pemberian

berulang. Misalnya efek amfetamin pada peningkatan aktivitas motorik

Toleransi sekunder, yang bisa timbul setelah menggunakan suatu obat selama beberapa

waktu

3. Toleransi dapat menyebabkan efek obatdalam tubuh berkurang dan untuk mendapatkan efek

yang sama,dosis obat harus di tingkatkan. Dengan terus meningkatnya dosis untuk

mmendapatkan efek yang seragam, maka hal ini akan berbahaya bagi tubuh. Hal ini

dikarenakan semakin lama dosis obat akan mendekatidosis toksisnya yang dapat

membahayakan dan menyebabkan kematian.

VARIASI BIOLOGIS

1. Bagaimanakah dalam praktek pengobatan variasi biologik ini turut diperhatikan?

Laporan Praktek Farmakologi 36

Page 37: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Jawab: respon individu – individu terhadap suatu obat bisa sangat bervariasi, seorang

individu dapat memberikan respon yang sangat berlainan terhadap obat yang sama pada

waktu yang berbeda selama proses pengobatan. Dalam pengobatan variasi biologic harus

diperhatikan efek farmakologi pada tikus dan besarnya respon diantara individu berbeda

populasi yang diberi obat dengan dosis yang sama.

VARIASI KELAMIN

1. Bagaiaman implikasi klinik dari toleransi yang diperoleh?

Jawab: adanya penurunan fungsi organ secara gradual yang dimulai pada awal usia

pertengahan. Proses menua bukanlah suatu urutan perubahan biologik yang sederhana.

Penuaan merupakan kehilangan; kehilangan peran sosial (pensiun), kehilangan

penghasilan, kehilangan teman dan kerabat (meninggal atau imobilitas).

Penuaan juga merupakan rasa takut; takut untuk keamanan financial dan takut

ketergantungan.

Penyakit pada warga usia lanjut umumnya sangat kompleks, yang paling penting

gangguan yang diakibatkan tidak hanya pada fisik saja, tetapi juga mempengaruhi factor

psikis, sosio – ekonomi dan secara keseluruhan mempengaruhi kemampuan fungsional.

DOSIS DAN RESPON OBAT

PERTANYAAN

1. Bagaimana menghitung indeks terapi suatu obat?

Jawab: Indeks terapi suatu obat dinyatakan dalam pernyataan berikut :

      Indeks terapi   =    TD50                atau     CD50                                     ED50                            ED50

2. Berikan diskusi konsep indeks terapi dari segi efektifitas dan keamanan pemakaian obat

Jawab: Obat ideal menimbulkan efek terapi pada semua pasien tanpa menimbulkan efek toksik

pada seorang pun pasien, oleh karena itu

      TD1        1      ED99

Laporan Praktek Farmakologi 37

Page 38: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

                     Suatu ukuran obat, obat yang memiliki indeks terapi tinggi lebih aman dari pada obat

yang memiliki indeks terapi lebih rendah

      TD50   :  Dosis yang toksik pada toksik 50% hewan yang menerima dosis tersebut, kematiaan

merupakan toksisitas terakhir.

Efek suatu senyawa obat tergantung pada jumlah pemberian dosisnya. Jika dosis

yang diberi dibawah titik ambang (subliminsal dosis), maka tidak akan didapatkan efek. Respon

tergantung pada efek alami yang diukur. Kenaikan dosis mungkin akan meningkatkan efek pada

intensitas tersebut. Seperti obat antipiretik atau hipotensi dapat ditentukan tingkat

penggunaannya, dalam arti bahwa luas (range) temperature badan dan tekanan darah dapat

diukur.

Hubungan dosis efek mungkin berbeda-beda tergantung pada sensitivitas indivdu yang

sedang menggunakan obat tersebut. Sebagai contoh untuk mendapatkan efek yang sama

kemungkina dibitihkan dosis yang berbeda pada individu yang berbeda. Variasi individu dalam

sensitifitas secara khusus mempunyai efek “semua atau tak satupun” sama.

Hubungan frekuensi dosis dihasilkan dari perbedaan sensitifitas pada individu sebagai

suatu rumusan yang ditunjukan pada suatu log distribusi normal. Jika frekuensi kumulatif (total

jumlah binatang yang memberikan respon pada dosis pemberian) diplotkan dalam logaritma

maka akan menjadi bentuk kurva sigmoid. Pembengkokan titik pada kurva berada pada keadaan

dosis satu-separuh kelompok dosis yang sudah memberikan respon. Range dosis meliputi

hubungan dosis-frekuensi memcerminkan variasi sensitivitas pada individi terhadap suatu obat.

Evaluasi hubungan dosis efek di dalam sekelompok subyek manusia dapat ditemukan

karena terdapat perbedaan sensitivitas pada individu-individu yang berbeda. Untuk menentukan

variasi biologis, pengukauran telah membawa pada suatu sampel yang representative dan

didapatkan rata-ratanya. Ini akan memungkinkan dosis terapi akan menjadi sesuai  pada

kebanyakan pasien.

 Indeks teraupetik merupakan suatu ukuran keamanan obat karena nilai yang besar

menunjukkan bahwa terdapa suatu batas yang luas / lebar diantara dosis-dosis yang toksik.

3. Diskusikan implikasi terapi suatu obat dengan kurva dosis respon yang terjal dan yang datar

Laporan Praktek Farmakologi 38

Page 39: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

Jawab:

4. Sebutkan beberapa pendekatan untuk memperbesar ketelitian eksperimen ini, khususnya

untuk DE50 dan DL50

Jawab: Untuk menyatakan toksisitas akut sesuatu obat, umumnya dipakai ukuran LD50

(medium lethal dose 50) yaitu suatu dosis yang dapat membunuh 50% dari sekelompok

binatang percobaan. Demikian juga sebagai ukuran dosis efektif (dosis terapi) yang umum

digunakan sebagai ukuran ialah ED 50 (median effective dose), yaitu dosis yang memberikan

efek tertentu pada 50% dari sekelompok binatang percobaan.

Indeks terapi adalah rasio antara dosis toksik dan dosis efektif atau menggambarkan

keamanan relatif sebuah obat pada penggunaan biasa. Diperkirakan sebagai rasio LD50

(Dosis Lethal pada 50% kosis) terhadap ED50 (Dosis efektif pada 50% kasus). Sedangkan

jendela terapeutik adalah kisaran konsentrasi plasma suatu obat yang akan menghasilkan

respon atau jarak antara MEC dan MTC. Untuk mengetahiu indeks terapi suatu obat dengan

memberikan tingkatan dosis/ dosis yang berbeda pada hewan uji.

DAFTAR PUSTAKA

Laporan Praktek Farmakologi 39

Page 40: laporan praktek logi BAB 1 okeokeokeokeoke.docx

1. Katzung E. Bertram, Farmakologi Dasar dan Klinik, Buku 1, Salemba Medika, 2001

2. Mustcher, Ernst, Med, Dr. Nat Per.1991.Dinamika Obat.ITB : Bandung

3. Mardjono, Mahar, 2007, Farmakologi dan Terapi, Jakarta; Universitas Indonesia Press.      

4.  Mycek, Mary J, 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2, Widya Medika, Jakarta.      

5. Siswandono, Soekardjo, 1995, Kimia Medisinal, Surabaya; Airlangga University Press.

Laporan Praktek Farmakologi 40