laporan kasus obsgyn

45
BAB I PENDAHULUAN Seksio sesarea sering dikerjakan terutama di negara- negara maju, dengan alasan yang bervariasi. Alasan berbeda di antara institusi pendidikan dan populasi umum, namun secara nasional angka seksio sesarea makin meningkat. Beberapa faktor peningkatan itu adalah terlambat mendapat keturunan, jumlah anak yang diinginkan makin kecil, dan meningkatnya usia ibu saat hamil. Permintaan ibu juga berkontribusi untuk peningkatan angka seksio sesarea. 1 Mengacu pada WHO, Indonesia mempunyai kriteria angka seksio sesarea standar antara 15 - 20% untuk RS rujukan. Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari empat persalinan diakhiri dengan seksio sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio sesaria di Rumah Sakit Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun 1980 sebesar 3,2% - 14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. 1

Upload: awanda-herman

Post on 31-Jan-2016

42 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

cxcx

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Obsgyn

BAB I

PENDAHULUAN

Seksio sesarea sering dikerjakan terutama di negara-negara maju, dengan

alasan yang bervariasi. Alasan berbeda di antara institusi pendidikan dan populasi

umum, namun secara nasional angka seksio sesarea makin meningkat. Beberapa

faktor peningkatan itu adalah terlambat mendapat keturunan, jumlah anak yang

diinginkan makin kecil, dan meningkatnya usia ibu saat hamil. Permintaan ibu juga

berkontribusi untuk peningkatan angka seksio sesarea.1

Mengacu pada WHO, Indonesia mempunyai kriteria angka seksio sesarea

standar antara 15 - 20% untuk RS rujukan. Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari

empat persalinan diakhiri dengan seksio sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio

sesaria di Rumah Sakit Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada

tahun 1980 sebesar 3,2% - 14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari

tahun 1965 sampai 1988, angka persalinan sesarea di Amerika Serikat meningkat

progresif dari hanya 4,5% menjadi 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi

sekitar tahun 1970-an dan tahun 1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002

mencapai 26,1%, angka tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat.1,2

Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah Sakit

Pendidikan berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka persalinan

dengan seksio sesarea yang cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang

pilihan tindakan pada persalinan berikutnya. Baik tindakan seksio sesarea lagi atau

1

Page 2: Laporan Kasus Obsgyn

partus pervaginam pada pasien dengan riwayat operasi seksio sesarea tidak bebas dari

risiko. Keputusan tersebut ditentukan oleh dokter dan pasien. Angka keberhasilan

partus pervaginam sekitar 50 – 85 %, dengan komplikasi yang dapat terjadi adalah

ruptura uteri sekitar 0,5 – 1 %, histerektomi, cedera operasi, dan infeksi sehingga

dapat menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian ibu dan janin.

Dengan adanya pilihan untuk persalinan pervaginam pada pasien dengan riwayat

seksio sesarea ini menurunkan angka kelahiran dengan seksio sesarea 20,7% pada

tahun 1996. 2,3,4

BAB II

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. W

Usia : 23 tahun

Pendidikan : SMP

2

Page 3: Laporan Kasus Obsgyn

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Agama : protestan

Alamat : sukajadi pekanbaru

No. MR : 77 51 74

ANAMNESIS

Pasien datang ke RSUD Arifin Achmad melalui VK IGD, pada tanggal 25

Agustus 2013 pada pukul 09.05 WIB dengan

Keluhan Utama: nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 8 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT : tidak ingat TP : -/-/-. Nyeri pinggang

yang menjalar ke ari-ari (+), keluar lendir bercampur darah dari kemaluan (-), keluar

air-air yang banyak dari kemaluan (-), gerakan janin dirasakan aktif sejak usia

kehamilan 4 bulan.

Riwayat Hamil Muda

Mual (+), muntah (+) namun tidak menganggu aktivitas, perdarahan (-)

Riwayat Hamil Tua

Mual (-), muntah (-), perdarahan (-)

Riwayat ANC

Pasien mengaku kontrol ke bidan tiap bulan,. Selama kontrol kebidan dikatakan bayi

dalam kondisi baik.

Pasien mengaku pernah di USG, USG terakhir janin baik dan hamil 8 bulan.

Riwayat Makan Obat : vitamin dan obat penambah darah (+)

3

Page 4: Laporan Kasus Obsgyn

Riwayat Haid

Menarche usia 14 tahun, teratur, selama 5-7 hari, siklus 28 hari, ganti pembalut 2-

3x/hari.

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), asma (-), jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), asma (-), jantung (-)

Riwayat Perkawinan :

Pernikahan 1x, pernikahan saat usia 21 tahun

Riwayat Hamil/Keguguran/Persalinan: 2/0/1

Hamil 1 : melahirkan tahun 2012, laki-laki, BBL 2800 gr, SC a/i letak bokong, di

RSUD AA

Hamil 2 : hamil sekarang

Riwayat Kontrasepsi : (-)

Riwayat Operasi Sebelumnya : Seksio cesarea bulan Juli tahun 2012

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : baik

Kesadaran : komposmentis

Vital Sign

Tekanan darah : 120/80mmHg

Nadi : 80x/menit

Frekuensi napas : 21x/menit

Suhu : afebris

Gizi :

4

Page 5: Laporan Kasus Obsgyn

Kepala : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Abdomen : Status obstetrikus

Genitalia : Status obstetrikus

Ekstremitas : edema tungkai (-/-), kelemahan anggota gerak atas dan

bawah (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2”

Status Obstetri

Muka : kloasma gravidarum (-)

Mamae : papilla mammae menonjol, hiperpigmentasi areola

(+/+)

Abdomen :

Inspeksi : Perut tampak membuncit, linea nigra (+), striae gravidarum (+), scar (+)

Palpasi : supel, NT (-)

L1: TFU 4 jari dibawah proc. xyphoideus, teraba massa bulat lunak tidak melenting

L2: tahanan terbesar disebelah kiri

L3: teraba massa bulat keras dan melenting

L4: bagian terbawah janin sudah masuk PAP

His : 2 x 10 x30”

TFU: 34 cm TBJ: 3410 gram DJJ : 152 dpm

Genitalia

Vulva uretra : perdarahan (-), lendir (-)

VT : Portio konsistensi : lunak

Arah sumbu : posterior

Penipisan : 25 %

Pembukaan : 1 cm

Ketuban : utuh

Terbawah : kepala

Penurunan : kepala hodge I

Penunjuk : tidak bisa dinilai

5

Page 6: Laporan Kasus Obsgyn

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (25/10/2013) pukul 9.30 WIB

Darah lengkap

Hb: 10,5 g/dl

Ht: 31,4 vol%

Leukosit: 9800/µl

Trombossit: 228.000/µl

Laboratorium (25/10/2013) pukul 22.00 WIB

Darah lengkap

Hb: 9,6 g/dl

Ht: 29 vol%

Leukosit: 16200/µl

Trombossit: 256.000/µl

VBAC score :

VBAC score berdasarkan Flamm-Geiger :

- Usia kurang dari 40 tahun : 2

- Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya : 0

- Alasan seksio sesarea sebelumnya : 1

- Penipisan ketika tiba di RS : 1

- Dilatasi serviks : 0 +

4 (angka keberhasilan 64-67%)

VBAC score berdasarkan Weinstein :

- Bishop score > 4 : 0

- Indikasi SC sebelumnya : 6 +

6 (angka keberhasilan 67%)

DIAGNOSIS KERJA

6

Page 7: Laporan Kasus Obsgyn

G2P1A0H1 gravid aterm belum inpartu kala 1 fase laten bekas SC 1x a/i letak

bokong + Janin hidup tunggal intrauteri letak memanjang persentasi kepala

Rencana Penatalaksanaan:

- Observasi ku, ttv, his, djj/ jam

- Rencana terminasi pervaginam advice konsulen jaga

- Evaluasi kemajuan persalinan per 4 jam

- Rawat Camar 2

25/10/2013 pukul 13.00

S : nyeri menjalar ke ari ari semakin sering , keluar air-air (-), lendir bercampur

darah (-), gerak janin aktif

O : Ku : baik Kes: Composmentis

TD : 120/90 mmHg

HR : 84 x/menit

RR : 20 x/menit

Status generalis : dalam batas normal

Status obstetric :

his : 3 x 10 x 30”

Djj : 140 dpm

VT : portio lunak, posterior, dilatasi 3 cm, ketuban (+), eff 75 %, kepala HI

A : G2P1A0H1 gravid aterm inpartu kala 1 fase laten + bekas sc 1x a/i letak

bokong + Janin hidup tunggal intrauteri + letak memanjang + persentasi

kepala

P :

- Observasi tanda-tanda vital, his, djj

- Observasi tanda ruptur uteri

- Rencana terminasi pervaginam (VBAC)

- Nilai ulang kemajuan persalinan per 4 jam

7

Page 8: Laporan Kasus Obsgyn

25/10/2013 pukul 13.00

S : nyeri menjalar ke ari ari semakin sering , keluar air-air (-), lendir bercampur

darah (+), gerak janin aktif

O : Ku : baik Kes: Composmentis

TD : 120/90 mmHg

HR : 84 x/menit

RR : 20 x/menit

Status generalis : dalam batas normal

Status obstetric : his : 3 x 10 x 30”

Djj : 142 dpm

VT : portio lunak, posterior, dilatasi 3 cm, ketuban (+), eff 75 %, kepala HI

A : G2P1A0H1 gravid aterm inpartu kala 1 fase laten + bekas sc 1x a/i letak

bokong + Janin hidup tunggal intrauteri + letak memanjang + persentasi

kepala

P :

- Observasi tanda-tanda vital, his, djj

- Observasi tanda ruptur uteri

- Rencana terminasi pervaginam (VBAC)

- Nilai ulang kemajuan persalinan per 4 jam

25/10/2013 pukul 17.00

S : nyeri menjalar ke ari ari semakin sering , keluar air-air (+), lendir bercampur

darah (+), gerak janin aktif

O : Ku : baik Kes: Composmentis

TD : 120/80 mmHg

HR : 84 x/menit

RR : 18 x/menit

T : 36,50C

Status generalis : dalam batas normal

8

Page 9: Laporan Kasus Obsgyn

Status obstetric :

his : 3x10x35”

Djj : 142 dpm

VT : portio lunak, axial, dilatasi 6 cm, ketuban (-), sisa jernih kepala HII, sutura

melintang

A : G2P1A0H1 gravid aterm inpartu kala 1 fase aktif + bekas sc 1x a/i letak bokong +

Janin hidup tunggal intrauteri + letak memanjang + persentasi kepala

P :

- Observasi tanda-tanda vital, his, djj

- Observasi tanda ruptur uteri, infeksi intra uterin, kompresi tali pusat

- Rencana terminasi pervaginam (VBAC)

- Nilai ulang kemajuan persalinan per 4 jam

25/10/2013 pukul 20.00

S : ibu ingin meneran

O : Ku : baik Kes: Composmentis

TD : 120/80 mmHg

HR : 82 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36,30C

Status generalis : dalam batas normal

Status obstetric :

his : 4x10x40”

Djj : 135 dpm

VT : portio tidak teraba, pembukaan lengkap, ketuban (-), sisa jernih kepala

HIII-IV, ubun-ubun anterior

A : G2P1A0H1 gravid aterm inpartu kala 2 + bekas sc 1x a/i letak bokong + Janin

hidup tunggal intrauteri + letak memanjang + persentasi kepala

P :

- percepat kala 2 dengan vacum

9

Page 10: Laporan Kasus Obsgyn

- observasi tanda-tanda vital, his, djj / 5 menit

- Observasi tanda ruptur uteri

25/10/2013 pukul 20.25

LAPORAN TINDAKAN

- Dilakukan episiotomi

- Dipasang cup vacum sejajar sutura sagitalis sedekat mungkin dengan ubun ubun

kecil

- Tekanan dinaikkan 0,2 kg/ cm2 dan dipertahankan selama 2 menit sampai

terbentuk caput

- Tekanan dinaikkan sampai 0,6 kg/cm2 dan dilakukan tarikan sesuai dengan

datangnya his

- Setelah kepala lahir, bahu dilahirkan dengan bantuan manuver mc.roberts

25/10/2013 pukul 21.00

- Lahir bayi perempuan, BBL 3900 gr , PB 52 cm, Apgar score 5/8, ketuban

jernih, jumlah cukup.

- Dilakukan pengecekan bayi kedua (tidak ada)

- Injeksi oksitosin 10 IU secara IV

- Dilakukan PTT

25/10/2013 pukul 21.00

- lahir plasenta dan selaput ketuban lengkap

- dilakukan eksplorasi uterus, tidak ditemukan ruptur

- eksplorasi jalan lahir, luka episiotomi dilakukan perineoraphy, edem periuretra

(+),

- perdarahan kala III dan IV ±250 cc

A : P2A0H2 post vakum ekstraksi a/i VBAC + post perineoraphy

P :

- Observasi tanda-tanda vital, kontraksi, perdarahan / 15 menit 1 jam pertama

10

Page 11: Laporan Kasus Obsgyn

- Observasi tanda-tanda vital, kontraksi, perdarahan/ 30 menit 1 jam kedua

- Amoxicilin 3 x 500 mg

- Paracetamol 3 x 500 mg

- SF tab 1 x1

- Mobilisasi dini

- Motivasi ASI dan KB

- Higiene vulva perineum

- diet TKTP

- rawat camar 1

observasi kala IV

Pukul Tekanan

darah

Nadi TFU Kontraksi Perdarahan

21.20 110/80 95 2 jari dibawah pusat Baik Minimal

21.35 110/70 88 2 jari dibawah pusat Baik Minimal

21.50 110/80 86 2 jari dibawah pusat Baik Minimal

22.05 110/70 90 2 jari dibawah pusat Baik Minimal

22.35 110/80 86 2 jari dibawah pusat Baik Minimal

23.05 110/80 88 2 jari dibawah pusat Baik Minimal

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

11

Page 12: Laporan Kasus Obsgyn

VBAC (Vaginal Birth After C-Section) ialah proses persalinan per vaginam

yang dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami seksio sesaria pada

kehamilan sebelumnya atau pernah mengalami operasi pada dinding rahim (misalnya

satu ataupun lebih miomektomi intramural). Seksio sesaria adalah suatu cara

melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan

perut.5

3.2 Patofisiologi parut uterus

Persalinan pervaginam pada pasien hamil pasca bedah caesar telah banyak

dilakukan, dan memberikan konsekuensi pada keadaan dinding perut dan rahim

akibat pembedahan caesar sebelumnya. Masalah utama setelah pembedahan adalah

mengenai penyembuhan luka. Sehingga harus pula kita perhatikan berbagai faktor

yang mempengaruhi proses penyembuhan luka.6

Uterus sembuh dengan regenerasi serabut-serabut otot, tidak dengan

pembentukan jaringan parut. Hal ini didasarkan hasil pemeriksaan histologik pada

tempat insisi dan 2 pengamatan penting. Pertama, bahwa pada pemeriksaan pandang

sebelum uterus dibuka pada saat bedah caesar ulang biasanya tidak ditemukan bekas

irisan pertama, atau paling banyak hanya dijumpai suatu parut berbentuk garis yang

hampir tak terlihat. Kedua, bila uterus diangkat setelah melakukan fiksasi seringkali

tak dijumpai parut atau hanya terlihat suatu cekungan dangkal vertikal pada

permukaan dalam dan luar dinding depan uterus tanpa adanya jaringan parut

diantaranya. Penyembuhan luka pada uterus hamil terjadi dengan cara pembentukan

jaringan ikat. Proses ini berjalan sebagai berikut yaitu setelah dilakukan sayatan maka

antara kedua sisi luka timbul eksudat, pembentukan dan deposit fibrin, proliferasi dan

infilrasi fibroblast, kemudian terbentuklah jaringan parut. Jaringan parut kemudian

menarik kedua sisi otot sehingga hampir tidak tampak lagi jaringan parutnya.6,7

Penyembuhan luka pada uterus adalah unik. Sayatan yang dilakukan adalah

sayatan pada suatu dinding organ yang terdiri dari otot halus. Atau ada pula sayatan

pada tempat yang sebagian besar terdiri atas jaringan ikat. Di sini ada faktor mekanik

12

Page 13: Laporan Kasus Obsgyn

berupa kontraksi dan retraksi yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Badan

uterus akan mengecil 1/4- 1/5 dari ukuran semula. Suatu sayatan longitudinal

sepanjang 10 cm akan cepat mengecil membentuk parut sepanjang 2 cm. Sayatan

pada segmen bawah rahim akan mengecil lebih lambat. Pada kehamilan berikutnya

serabut-serabut otot mengalami pemanjangan dan perubahan konsistensi. Daerah

jaringan parut relatif statis, konsistensi jaringan parut mengalami perubahan menjadi

lebih lunak mirip dengan perubahan yang dialami jaringan fibromuskular servik

dikala awal persalinan. Perubahan tampak nyata pada miometrium tidak pada

jaringan fibrous parut.4,5

Perlu diperhatikan juga resiko terjadinya perlengketan. Ini tampak lebih nyata

pada pasien yang dilakukan pengirisan dinding perut secara membujur dari pada yang

melintang (pfanenstiel).4,5

Beberapa faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah kebutuhan

oksigen jaringan, suhu, adanya proses infeksi, kerusakan jaringan, antiseptik,

sirkulasi darah dan limfe, tempat yang bergerak. Tindakan aseptik bukanlah jaminan

untuk mencegah timbulnya infeksi, tetapi lebih dari itu persiapan tindakan bedah

yang baik, keadaan umum dan imunitas penderita, pencegahan perdarahan dan syok,

serta seleksi penderita yang memadai turut memengaruhi keberhasilan.4-6

3.3 Ruptur uterus pada persalinan pasca bedah sesar

Secara anatomis, ruptura uteri dibedakan menjadi ruptura uteri komplit

(symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptur uteri

komplit terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa

uterus dan membran khorioamnion. Sedangkan dehisens terjadi robekan jaringan

parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus dan tidak terjadi perdarahan. Ruptur

uterus mengacu kepada pemisahan insisi uterus lama disertai ruptur membran janin

sehingga rongga uterus dan rongga peritoneum berhubungan. Seluruh atau sebagian

dari janin atau plasenta menonjol ke dalam rongga peritoneum. Pada dehisens uterus,

membran janin utuh dan janin atau plasenta, atau keduanya, tidak keluar ke dalam

13

Page 14: Laporan Kasus Obsgyn

rongga peritoneum ibu.6-8

Ruptur uterus umumnya bermanifestasi sebagai deselerasi memanjang denyut

jantung janin, bradikardi, atau dapat hilang sama sekali. Kurang dari 10 % wanita

yang mengalami ruptur uterus mengalami nyeri dan perdarahan sebagai temuan

utama. Temuan klinis lain yang berkaitan dengan ruptur uterus adalah iritasi

diafragma akibat hemoperitoneum dan tidak diketahuinya tinggi janin yang terdeteksi

sewaktu pemeriksaan dalam. Beberapa wanita mengalami penghentian kontraksi

setelah ruptur. Penatalaksanaan ruptur uterus antara lain adalah sesar darurat atas

indikasi gawat janian, terapi pendarahan ibu, dan perbaikan defek uterus atau

histerektomi jika perbaikan dianggap tidak mungkin.5,7,10

Angka ruptur uterus pada wanita dengan riwayat insisi vertikal yang tidak

meluas hingga ke fundus masih diperdebatkan. American College of Obstetricians

and Gynecologists (1999) menyimpulkan bahwa bukti ilmah masih inkonsisten atau

terbatas, wanita dengan insisi vertikal di segmen bawah uterus yang tidak meluas ke

fundus dapat menjadi kandidat untuk VBAC. Sebaliknya, riwayat insisi uterus klasik

atau berbentuk T dianggap kontraindikasi untuk VBAC. Namun, berdasarkan indikasi

insisi vertical saat ini, hanya sedikit insisi yang tidak meluas hingga ke segmen aktif.

Dalam mempersiapkan laporan operasi setelah insisi uterus vertical jenis apapun,

perlu didokumentasikan secara pasti luas jaringan parut dengan suatu cara yang tidak

dapat disalahartikan oleh dokter berikutnya.5,7,11

Tabel 2.1 Angka ruptur uterus berdasarkan jenis dan lokasi insisi uterus

sebelumnya6

14

Page 15: Laporan Kasus Obsgyn

American College of Obstetricians and Gynecologists : Vaginal birth after

previous caesarean delivery.

Secara umum, angka terendah kejadian ruptur dilaporkan untuk insisi

tranversal rendah dan tertinggi untuk insisi yang meluas hingga ke fundus-insisi

klasik. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang

menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan

baik, sehingga parut lebih kuat. Angka ruptur uterus juga dilaporkan tinggi (sekitar

8%) pada wanita dengan riwayat sesar dan malformasi uterus unikornuata,

bikornuata, didelfis, dan septata.7,8

Wanita yang pernah mangalami ruptur uterus lebih besar kemungkinannya

mengalami kekambuhan. Mereka yang rupturnya tebatas di segmen bawah memiliki

resiko kekambuhan sekitar 6% pada persalinan selanjutnya, sedangkan mereka yang

rupturnya mencakup uterus atas memiliki resiko kekambuhan sekitar 1 dalam 3.

Ruptur uteri pada luka bekas seksio sering sukar sekali didiagnosis. Tidak ada gejala-

gejala yang khas seperti ruptura pada rahim yang utuh. Mungkin hanya ada

perdarahan yang lebih dari perdarahan pembukaan atau ada perasaan nyeri pada

daerah bekas luka. Oleh karena itu, ruptura semacam ini disebut “silent rupture”

(ruptura yang tenang atau tidak terjadi robekan secara mendadak).7-9

Gambaran klinis silent rupture sangat berbeda dengan gambaran klinis

ruptura uteri pada uterus yang utuh. Hal ini disebabkan oleh ruptura yang biasanya

pada luka bekas seksio terjadi sedikit demi sedikit penipisan jaringan di sekitar bekas

15

Tipe insisi uterus Perkiraan ruptur (%)

Klasik 4-9

Bentuk T 4-9

Vertikal rendah 1-7

Tranversal rendah 0.2-0.5

Page 16: Laporan Kasus Obsgyn

luka untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri, lagi pula

perdarahan pada ruptur bekas luka seksio sesarea profunda terjadi retroperitoneal

hingga tidak menyebabkan gejala perangsangan peritoneum.7-9

Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada VBAC,

meskipun kejadiannya kecil, tapi dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas bagi

ibu dan janin. Untuk menghindari terjadinya komplikasi ini, kita harus dapat

mengenali faktor risiko yang terdapat pada pasien sebelum dilakukannya VBAC.

Adapun faktor risikonya adalah :

1. Riwayat Persalinan

a. Jenis parut (tipe insisi operasi sebelumnya)

Gambar 2.1 Jenis parut (tipe insisi operasi sebelumnya)

Insisi transversal rendah risikonya, 0,2-1,5% , insisi vertikal rendah resikonya

1-7% dapat dipertimbangkan untuk VBAC, sedangkan insisi klasik (vertikal tinggi)

16

Page 17: Laporan Kasus Obsgyn

resikonya sebesa 4-9% dan tidak direkomendasikan untuk VBAC, T-shaped

resikonya 4-8% tidak direkomendasikan untuk VBAC.9,10

b. Cara penjahitan uterus pada operasi sebelumnya

Gambar 2.1 Cara penjahitan uterus

Memang masih menjadi kontroversi tersendiri, beberapa penelitian

mengatakan tidak ada perbedaan risiko ruptur uteri pada penjahitan secara single atau

double layer, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa penjahitan single layer berisiko

4 kali lipat mengalami ruptur uteri pada kehamilan berikutnya dibandingkan double

layer.6,9

c. Jumlah SC sebelumnya

Risiko ruptur uterus meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya.

Secara spesifik, terjadi peningkatan sekitar tiga kali lipat resiko ruptur uterus pada

wanita yang mencoba melahirkan per vaginam dengan riwayat dua kali sesar

dibandingkan dengan riwayat satu kali sesar. American College of Obstetricians and

Gynecologists mengambil posisi bahwa wanita dengan riwayat dua kali sesar

transversal-rendah dapat dijadikan kandidat untuk VBAC.5,6

d. Riwayat persalinan pervaginam

Suatu penelitian yang sangat besar menunjukkan efek protektif yang

signifikan dari riwayat persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea satu kali,

dan mungkin merupakan faktor protektif juga pada bekas seksio sesarea dua kali.

17

Page 18: Laporan Kasus Obsgyn

Penelitian kohort yang besar oleh Zelop dkk. menemukan bahwa riwayat persalinan

pervaginam pada bekas seksio sesarea menurunkan resiko terjadinya ruptur uterus.

Ruptur 1,1% terjadi pada wanita tanpa riwayat persalinan pervaginam dan hanya

0,2% pada wanita yang pernah mengalami persalinan pervaginam setelah seksio

sesarea.5,6

e. Interval persalinan

Shipp dkk. menyatakan bahwa waktu yang pendek antara seksio sesarea dan

percobaan persalinan pervaginam berikutnya dapat meningkatkan resiko terjadinya

ruptur uterus karena tidak tersedia waktu yang adekuat untuk penyembuhan luka.

Wanita dengan interval persalinan kurang dari 18 bulan, mempunyai resiko 2,3%

dibandingkan dengan yang intervalnya lebih dari 18 bulan yaitu 1%.5,6

f. Demam post partum setelah SC

Demam post partum SC merupakan suatu predisposisi penyembuhan luka

yang jelek dan pada beberapa tempat hal ini merupakan kontraindikasi untuk

dilakukannya VBAC.15,6

g. Indikasi Sesar Sebelumnya

Angka keberhasilan untuk percobaan persalinan sedikit banyak bergantung

pada indikasi sesar sebelumnya. Angka keberhasilan agak meningkat jika sesar

sebelumnya dilakukan atas indikasi presentasi bokong atau distress janin

dibandingkan jika indikasinya adalah distosia. Faktor prognostik yang paling

mendukung adalah riwayat pelahiran pervaginam.5,6

h. Sterilisasi Elektif

Keinginan untuk sterilisasi permanen pada seorang wanita dengan riwayat

sesar bukan m erupakan indikasi untuk mengulang sesar karena morbiditas akibat

persalinan pervaginam dan ligasi tuba pascapartum jauh lebih kecil daripada

morbiditas akibat sesar berulang.5,6

2. Faktor Ibu5,6

18

Page 19: Laporan Kasus Obsgyn

a. Umur

Suatu studi oleh Shipp dkk menyatakan bahwa usia diatas 30 tahun mungkin

berhubungan dengan kejadian ruptur yang lebih tinggi.

b. Anomali uterus

Terdapat kejadian ruptur yang lebih tinggi pada wanita dengan anomali uterus.

3. Karakteristik kehamilan saat ini5,6

a. Makrosomia

Risiko ruptura uteri akan meningkat dengan meningkatnya berat badan janin

karena terjadinya distensi uterus.

b. Kehamilan ganda

Hanya satu penelitian mengenai hal ini dan ternyata dari 92 wanita, tidak terjadi

ruptura uteri.

c. Ketebalan segmen bawah uterus (SBU)

Ketebalan SBU dapat diperiksa dengan USG. Risiko terjadinya ruptur 0% bila

ketebalan SBU > 4,5 mm; 0,6% bila 2,6-3,5 mm dan 9,8% bila tebalnya < 2,5 mm

d. Malpresentasi

Flamm dkk. melaporkan tidak terjadi ruptur pada 56 pasien yang dilakukan versi

luar pada presentasi bokong saat hamil aterm, namun karena tidak ada data yang

definitif, prosedur ini mungkin bisa berhubungan dengan terjadinya ruptur uterus.

3.4 Keberhasilan VBAC

Angka keberhasilan partus pervaginam sekitar 60 – 80 %, dengan komplikasi

yang dapat terjadi adalah ruptura uteri (rahim robek) sekitar 0,5 – 1,5 %, histerektomi

(operasi pengangkatan rahim), cedera operasi, dan infeksi sehingga dapat

menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian ibu dan janin. Angka

keberhasilan VBAC bergantung pada indikasi seksio sesarea sebelumnya. Jika

19

Page 20: Laporan Kasus Obsgyn

indikasi operasi sebelumnya karena faktor menetap seperti panggul sempit, jelas tidak

boleh melakukan VBAC. Tetapi VBAC sering berhasil jika indikasi operasi

sebelumnya adalah presentasi bokong, fetal distress, partus tak maju atau partus

macet. Pada partus tak maju, VBAC akan mempunyai keberhasilan lebih tinggi jika

operasi sebelumnya dilakukan pada pembukaan lebih dari 5 cm.5,8

Hoskins dan Gomez (1997) menganalisis angka kejadian VBAC pada 1917

wanita dalam kaitannya dengan besar pembukaan serviks yang dicapai sebelum

dilakukan seksio sesarea sebelumnya atas indikasi distosia. Angka keberhasilan

VBAC adalah 67% untuk yang seksio sesarea pada pembukaan servik 5 cm atau

kurang, dan 73% untuk pembukaan 6-9 cm. Angka keberhasilan VBAC turun

menjadi 13% apabila distosia didiagnosis pada kala dua persalinan. 5,8

Untuk menentukan keberhasilan persalinan pervaginam setelah seksio sesaria

(VBAC) dalam suatu penelitian observasional yang melibatkan 5022 pasien, Bruce L.

Flamm, MD dan Ann M. Geiger, PhD membuat Admission Scoring System berikut:10

No. Kriteria Nilai

1 Usia dibawah 40 tahun 2

2 Riwayat persalinan pervaginam:

- sebelum dan setelah seksio sesarea 4

- setelah seksio sesarea pertama 2

- sebelum seksio pertama 1

- Belum pernah 0

20

Page 21: Laporan Kasus Obsgyn

3Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan kemajuan persalinan

1

4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit

-  > 75% 2

-  25 – 75 % 1

-  < 25% 0

5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit ≥ 4 cm 1

Interpretasi: 

Nilai 0 – 2  : 49%            kemungkinan persalinan pervaginam

Nilai 3 – 8  : 50 – 94%    kemungkinan persalinan pervaginam

Nilai 8 – 10: 95%            kemungkinan persalinan pervaginam.

(Dikutip dari: Klein GH. Commentary and review: vaginal birth after cesarean

delivery: an admission scoring system).

3.5 Indikasi dan kontrindikasi

VBAC

Rekomendasi American College of Obstetricians and Gynecologists (1999)

untuk Pemilihan Kandidat Persalinan per Vaginam Setelah Sesar (VBAC).5

Kriteria seleksi5

1. Riwayat satu atau dua seksio sesarea dengan insisi transversal rendah

2. Panggul secara klinis lapang

3. Tidak ada jaringan parut uterus lain atau riwayat ruptur

4. Tersedia dokter selama persalinan aktif yang mampu memantau persalinan

dan melakukan sesar darurat (dalam waktu 30 menit)

5. Ketersediaan anestesi dan petugasnya untuk sesar darurat

21

Page 22: Laporan Kasus Obsgyn

Beberapa persyaratan lainnya antara lain :5

1. Tidak ada indikasi seksio sesarea pada kehamilan saat ini seperti janin

lintang, sungsang, bayi besar, plasenta previa.

2. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat seksio sesarea

sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama perawatan).

3. Pasien sesegera mungkin untuk dirawat di RS setelah terdapat tanda-tanda

persalinan.

4. Tersedia darah untuk transfusi.

5. Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya

6. Usia kehamilan cukup bulan ( 37 minggu – 41 minggu ).

7. Presentasi belakang kepala ( verteks ) dan tunggal

8. Ketuban masih utuh atau sudah pecah tak lebih dari enam jam

9. Tidak ada tanda-tanda infeksi

10. Janin dalam keadaan sejahtera dengan pemeriksaan Doppler atau NST.

Kontraindikasi Mutlak5,8

1. Seksio sesarea terdahulu adalah seksio korporal ( klasik ).

2. Adanya APB ( Ante Partum Bleeding ) oleh sebab apapun.

3. Terbukti bahwa seksio sebelumnya adalah karena CPD ( Cephalo Pelvic

Dysproportion).

4. Malpresentasi atau malposisi.

5. Bayi besar ( makrosomia ).

6. Seksio sesaria lebih dari satu kali dengan insisi tranversal di SBR.

7. Kehamilan post term ( > 42 minggu ) dengan pelvic score rendah.

8. Terdapat tanda-tanda hipoksia intrauterin ( dari frekuensi bunyi jantung

janin, NST ataupun CST ).

9. Luka parut pada otot rahim di luar SBR.

10. Riwayat ruptur uterus.

22

Page 23: Laporan Kasus Obsgyn

Kontraindikasi Relatif5

1. Kehamilan kembar / gemeli

2. Hipertensi dalam kehamilan, termasuk preeklamsia.

3. Seksio terdahulu pasien dirawat lebih dari kewajaran ( > 7 hari )

4. Terdahulu adalah operasi miomektomi multipel.

3.6 Manfaat VBAC5,11

1. Menghindari bekas luka lain pada rahim, mengingat jika ibu ingin hamil

lagi maka resiko masalah pada kehamilan berikutnya lebih sedikit.

2. Lebih sedikit kehilangan darah dan lebih sedikit memerlukan tranfusi

darah.

3. Resiko infeksi pada ibu dan bayi lebih kecil.

4. Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit sedikit.

5. Waktu pemulihan pasca melahirkan lebih cepat pada ibu.

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari uraian kasus di atas didapatkan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah penatalaksanaan awal praktek Bidan dan sistem rujukan yang dilakukan

sudah tepat (sistem pasien datang)?

23

Page 24: Laporan Kasus Obsgyn

2. Sudah tepatkah diagnosis pada pasien ini?

3. Apakah sudah tepat dilakukan partus pervaginan (VBAC) padahal IDT 15 bulan?

4. Sudah tepatkah tindakan episiotomi dan ekstraksi vakum pada pasien ini?

1. Apakah penatalaksanaan awal di praktek Bidan dan sistem rujukan yang

dilakukan sudah tepat (mekanisme pasien datang)?

Jawaban : tidak tepat

Berdasarkan konsep/program Internasional dalam pelayanan kebidanan yaitu safe

motherhood initiative dimana mencakup 4 pilar yaitu keluarga berencana, pelayanan

antenatal, persalinan aman, pelayanan obstetri neonatal esensial/emergensi. Pada pilar

keluarga berencana dijelaskan bahwa setiap individu dan pasangannya mendapatakan

informasi dan pelayanan untuk merencanakan saat, jumlah dan jarak kehamilan. Pada

pasien ini memiliki riwayat partus perabdominan (sectio cessaria) dengan IDT 15

bulan. Seharusnya setiap pasien yang dilakukan sectio cessaria sudah mendapatkan

penjelasan mengenai jarak kehamilan berikutnya dan resiko pada kehamilan

selanjutnya. Masalah jarak kehamilan pada pasien ini adalah faktor dari pasien

sendiri.

Pada sistem rujukan pada pasien ini tidak ada rujukan dari bidan ataupun

pelayanan kesehatan. Pasien ini mengaku selalu melakukan kontrol kehamilannya ke

bidan tiap bulan. Seharusnya bidan telah menjelaskan resiko yang bisa terjadi pada

pasien ini serta merujuk pasien ini ke fasilitas kesehatan yang cukup untuk

mendapatkan konseling dan perencanaan persalinan. Pada pasien ini tidak ada

rujukan dari bidan ataupun fasilitas kesehatan primer lainnya. Pasien datang sendiri

ke IGD, hal ini menandakan bahwa tidak tercapainya pendekatan risiko pada

Pelayanan Kesehatan Dasar. Berdasarkan literatur pasien ini dikelompokkan pada

kelompok faktor risiko I berdasarkan kapan ditemukan, cara pengenalan dan sifat

24

Page 25: Laporan Kasus Obsgyn

risikonya. Kelompok faktor risiko I yaitu Ada-Potensi-Gawat-Obstetri (APGO)

dengan 7 Terlalu dan 3 Pernah. Pasien ini pernah operasi sectio cessaria atas indikasi

letak sungsang. Berdasarkan literatur sistem rujukan pasien ini adalah rujukan

terencana yaitu menyiapkan dan merencanakan rujukan ke rumah sakit jauh-jauh hari

bagi ibu risiko tinggi dan sejak awal kehamilan pasien ini diberi KIE. Namun pada

pasien ini tidak terjadi rujukan sebagaimana mestinya. Seharusnya dalam merujuk

pasien ini perlu diperhatikan hal-hal penting dalam mempersiapkan rujukan dengan

istilah yang digunakan BAKSOKU.12

B (bidan) : pastikan bahwa ibu dan/atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong

persalinan yang kompeten untuk menatalaksana gawat darurat obstetri

dan bayi baru lahir untuk dibawa ke fasilitas rujukan.

A (alat) : bawa perlengkapan dan bahan – bahan untuk asuhan persalinan, masa

nifas dan bayi baru lahir (tabung suntik, selang IV, alat resusitasi, dan

lain- lain) bersama ibu ke tempat rujukan.

K (keluarga) : beritahu ibu dan keluarga mengetahui kondisi terakhir ibu dan/atau

bayi dan mengapa perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan

tujuan merujuk ke tempat rujukan tersebut.

S (surat) : berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan

identifikasi mengenai ibu dan/atau bayi baru lahir, cantumkan alasan

rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obat yang telah

diberikan, serta juga partograf yang dipakai untuk membuat keputusan

klinis.

O (obat) : bawa obat – obat esensial pada saat mengantar ibu ke fasilitas rujukan.

K (kendaraan) : siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk dan

kondisi yang cukup nyaman. Selain itu pastikan kondisinya baik.

25

Page 26: Laporan Kasus Obsgyn

U (uang) : ingatkan pada keluarga untuk mempersiapkan uang yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan selama ibu dan/atau

bayi tinggal di fasilitas rujukan.

2. Sudah tepatkah diagnosis pada pasien ini?

Diagnosis pasien di VK IGD G2P1A0H1 gravid aterm belum inpartu kala 1

fase laten bekas SC 1x a/i letak bokong + Janin hidup tunggal intrauteri letak

memanjang persentasi kepala. Diagnosis pada pasien ini sudah sesuai dengan kaidah

penulisan diagnosis obstetri yaitu penulisan diagnosis ibu yang diikuti dengan

diagnosis janin. Diagnosis G2P1A0H1 pada pasien ini karena kehamilan ini

merupakan kehamilan kedua, telah melahirkan satu kali dengan anak hidup. Usia

kehamilan pada pasien ini tidak dapat diketahui secara pasti karena pasien tidak

mengingat HPHT. Berdasarkan tinggi fundus uteri, yaitu 34 cm dab TBJ 3410,

disimpulkan bahwa usia kehamilan aterm. Diagnosis bekas SC 1 kali pada pasien

didapatkan dari anamnesis, pasien menjalani SC atas indikasi letak bokong pada

bulan juli tahun 2012 di RSUD AA. Jenis sayatan yang dilakukan adalah pfanensteal.

Interdelivery time (IDT) pada pasien ini adalah 15 bulan.

Diagnosis inpartu kala I fase laten + janin hidup tunggal intrauterin + letak

memanjang presentasi kepala ditegakkan dari pemeriksaan Leopold, DJJ (+), dan

pemeriksaan dalam (bukaan 1 cm, presentasi kepala).

Penentuan nilai keberhasilan VBAC pada pasien ini menurut Flamming-Geiger :

No. Kriteria Nilai Keterangan

1 Usia dibawah 40 tahun 2 √

26

Page 27: Laporan Kasus Obsgyn

2 Riwayat persalinan pervaginam:

- sebelum dan setelah seksio sesarea 4 -

- setelah seksio sesarea pertama 2 -

- sebelum seksio pertama 1 -

- Belum pernah 0 √

3Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan kemajuan

persalinan1

4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit

-  > 75% 2 -

-  25 – 75 % 1 √

-  < 25% 0 -

5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit ≥ 4 cm 1 -

Total 4

Nilai keberhasilan VBAC menurut Weisntein pada pasien ini :

Faktor Tidak Ya

Bishop score > 4 0 (√) 4

27

Page 28: Laporan Kasus Obsgyn

Riwayat persalinan pervaginam sebelum SC 0 (√) 2

Indikasi SC yang lalu

a. Malpresentasi, PE/E, kembar 0 6 (√)

b. HAP, PRM, persalinan prematur 0 5

c. Fetal distres, CPD, prolapsus tali pusat 0 4

d. Makrosemia, IUGR 0 3

Total : 6

3. Apakah sudah tepat dilakukan partus pervaginan (VBAC) padahal IDT 15 bulan?

Tidak tepat karena IDT pada pasien ini 15 bulan. Berdasarkan Guidelines The

American College of Obstetrician and Gynecologists (ACOG), VBAC yang

dilakukan pada interval delivery time < 18 bulan berisiko pada kegagalan VBAC dan

meningkatkan risiko rupture uteri. ACOG memberikan rekomendasi pada tahun 1999

dan 2004 untuk menyeleksi pasien yang direncanakan untuk persalinan pervaginal

pada bekas sektio sesaria.4,7 Menurut Cunningham FG (2001) kriteria seleksinya

sebagai berikut:

a. riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim

b. secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik

c. tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus

d. adanya tenaga yang mampu melaksanakan monitoring persalinan dan seksio

sesarea emergensi

e. sarana dan personil anestesi siap untuk manangani seksio sesarea darurat.

28

Page 29: Laporan Kasus Obsgyn

4. Sudah tepatkah tindakan episiotomi dan ekstraksi vakum pada pasien ini?

Jika dilakukan VBAC pada pasien yang memenuhi syarat VBAC, tindakan episiotomi dan vakum telah tepat dilakukan yang bertujuan untuk mempercepat kala II. Percepatan kala II dilakukan untuk meminimalisir resiko ruptur uteri. Selain dilakukan percepatan kala II, menurut ACOG dan RCOG, VBAC harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berpengalaman, fasilitas kesehatan yang memiliki unit emergensi (terutama fasilitas seksio sesarea) dengan dokter spesialis obstetri, spesialis anastesi, ruang operasi, dan perawat neonatus. ACOG dan RCOG juga menyarankan monitoring fetus yang berkesinambungan dan monitoring intrapartum untuk dapat dengan cepat mendeteksi jika terdapat ruptur uteri.

BAB V

KESIMPULAN DAN SASARAN

29

Page 30: Laporan Kasus Obsgyn

5.1 Kesimpulan

1. Apakah penatalaksanaan awal di praktek Bidan dan sistem rujukan yang

dilakukan sudah tepat (mekanisme pasien datang)? Penatalaksanaan awal

dan sistem dan sistem rujukan pada pasien ini tidak tepat. Hal ini terlihat

pada sistem rujukan yang tidak mengarah pada sistem rujukan

BAKSOKU, hal ini terlihat pada penatalaksanaan awal dan sistem rujukan

pada pasien ini.

2. Sudah tepatkah diagnosis pada pasien ini? Diagnosis pada pasien ini sudah

sesuai dengan kaidah penulisan diagnosis yaitu penulisan diagnosis ibu

diikuti dengan diagnosis janin.

3. Apakah sudah tepat dilakukan partus pervaginan (VBAC) padahal IDT 15

bulan? Tindakan VBAC pada pasien itu belum tepat karena IDT pada

pasien ini 15 bulan, sedangkan IDT yang disarankan untuk VBAC

menurut Guidelines The American College of Obstetrician and

Gynecologists (ACOG) adalah > 18 bulan.

4. Sudah tepatkah tindakan episiotomi dan ekstraksi vakum pada pasien ini?

Episiotomi dan ekstraksi vakum pada pasien ini sudah tepat jika pasien

memang memenuhi syarat untuk dilakukan VBAC.

5.2 Saran

1. Pasien disarankan untuk menggunakan kontrasepsi untuk menjarakkan kehamilan.

2. Pasien disarankan untuk melakukan antenatal care secara teratur di kehamilan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

30

Page 31: Laporan Kasus Obsgyn

1. Gondo HK, Sugiharta K, Operasi seksio Sesarea di SMF Obstetri & Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, Bali 2001 dan 2006. Dept. Obstetri & Ginekologi Fakultas Udayana Bali, 2006.

2. Martel, MJ et al, Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth. SOGC Clinical Practice Guidelines. No.155. February 2005.

3. Caughey, AB. Vaginal Birth After Casarean Delivery. Article available at : http://www.emedicine.medscape.com/article/2721877

4. Vaginal Birth after Previous Sesarean Delivery. ACOG Practice Bulletin. No.54, July 2004.

5. ACOG Practice Bulletin #54: vaginal birth after previous cesarean. Obstet Gynecol 2004; 104:203.

6. American College of Obstetricians and Gynecologists.1999. Vaginal birth after previous cesaean delivery. ACOG Practice Bulletin #5, American College of Obstetricians and Gynecologists, Washington DC.

7. Cunningham, Leveno, Bloom, et al.2005. Obstetry Williams. EGC : Jakarta.

8. Macones, GA, Peipert, J, Nelson, DB, et al. Maternal complications with vaginal birth after cesarean delivery: a multicenter study. Am J Obstet Gynecol 2005;193:1656.

9. Winknjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan : Ruptura Uteri pada Parut Uterus. 670-672. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.

10. Flamm BL, Geiger AM. 1997. Vaginal Birth After Cesarean Delivery : an admission scoring system. Obstet Gynecol 90 : 907-10.

11. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi dan Patologi. EGC : Jakarta.

12. Rochjati P. Pelayanan Kebidanan di Indonesia. dalam Prawirohardjo S, editor. Ilmu Kebidanan. 2009. Hal : 21-34. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

31