manajemen kasus obsgyn 1

54
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN DEPARTEMEN ILMU OBSGIN STATUS PASIEN UNTUK UJIAN Untuk Dokter Muda Nama Dokter Muda Muhammad Syafiq Riski Tanda Tangan NIM 09711034 Tanggal Presentasi Rumah sakit RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Gelombang Periode 26 Mei – 9 Agustus 2014 A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. S Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 35 tahun Alamat : Desa Sumampir 10/01, Rembang, Kab Purbalingga Agama : Islam Mondok di bangsal : VK Pekerjaan : Wiraswasta Tanggal masuk : 30 Mei 2014 Nomor CM : 567902 Nama Suami : Tn. S 1

Upload: birman

Post on 28-Jan-2016

256 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gkjgkgk

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Kasus Obsgyn 1

UNIVERSITAS ISLAM

INDONESIA

FAKULTAS KEDOKTERAN

DEPARTEMEN ILMU OBSGIN

STATUS PASIEN UNTUK UJIAN

Untuk Dokter Muda

Nama Dokter Muda Muhammad Syafiq Riski Tanda Tangan

NIM 09711034

Tanggal Presentasi

Rumah sakit RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

Gelombang Periode 26 Mei – 9 Agustus 2014

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 35 tahun

Alamat : Desa Sumampir 10/01, Rembang, Kab Purbalingga

Agama : Islam

Mondok di bangsal : VK

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal masuk : 30 Mei 2014

Nomor CM : 567902

Nama Suami : Tn. S

B. ANAMNESIS

Diberikan oleh :

Pasien, di VK, 30 Mei 2014

Keluhan Utama :

Nyeri kepala.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Rumah Sakit Goeteng dengan surat rujukan dari bidan karena nyeri

kepala sejak 1 hari yang lalu dan tekanan darah tinggi. Hasil cek laboratorium di

1

Page 2: Manajemen Kasus Obsgyn 1

puskesmas menyatakan proteinuria (+). Pasien G2P1A0 dengan usia kehamilan 34+2

minggu. Selain itu pasien juga mengeluhkan kakinya membengkak kurang lebih satu

minggu ini. Pasien merasa kaki dan jari tangan bengkak baru akhir-akhir ini, kurang

lebih seminggu. Pasien memiliki riwayat kejang saat kehamilan sebelumnya. Pasien

belum pernah usg pada kehamilan sekarang.

Riwayat Perkawinan

Kawin : 2x

Umur waktu kawin : 33 tahun

Umur suami waktu kawin : 32 tahun

Lama perkawinan : 2 tahun (dengan suami sekarang)

Riwayat Menstruasi

Menarche : 15 tahun

Menstruasi : 23 hari

Jumlah darah menstruasi : Banyak

Rasa sakit saat menstruasi : Nyeri/sakit

Perdarahan di luar siklus : -

Riwayat Fertilitas

Anak I : perempuan, 2700 gr

Riwayat Kehamilan Sekarang

HPM : 11 Oktober 2013

HPL : 18 Juli 2014

Mual-muntah : Ada saat trimester pertama

Sesak napas : -

Gangguan BAK/BAB : -

Hipertensi : (+)

Kejang : (-)

Riwayat Keluarga Berencana

-

C. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

2

Page 3: Manajemen Kasus Obsgyn 1

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)

Vital Sign : Tekanan Darah : 180/100 mmHg

Nadi : 74 x/menit

Respirasi : 24 x/menit

Suhu : 36,4˚C (aksial)

Kepala : Simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mukosa

bibir tidak kering, sianosis (-), deviasi septum hidung (-)

Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfonodi

(-), deviasi trakea (-).

Thorax :

• Inspeksi : Dinding dada simetris, ictus cordis tidak tampak , retraksi di

sela iga (-), bekas luka (-), dinding dada lebih rendah dari

perut.

• Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat, tidak teraba thrill di area

trikuspidalis, septal, pulmonal maupun aorta,

• Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru.

• Auskultasi : Vesikuler (+/+), SI-SII reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen :

• Inspeksi : Cembung gravida (+), lebih tinggi dari dinding dada (+),

jaringan parut (-)

• Auskultasi : Pemeriksaan DJJ 152 x/menit

• Palpasi : Pemeriksaan Leopold

• Perkusi : -

Ekstremitas : Gangguan gerak (-), deformitas (-), edema (+).

STATUS OBSTETRI

Inspeksi : Abdomen cembung (+), striae gravida (+)

Palpasi

Leopold I : TFU 27 cm, teraba bagian lembut (bokong)

Leopold II : Punggung kiri

Leopold III : Teraba kepala

3

Page 4: Manajemen Kasus Obsgyn 1

Leopold IV : Floating

Auskultasi : DJJ 152 x/menit

Vaginal Toucher : ø (-), portio di belakang

Lain-lain : His (-), PPV (-)

Kesimpulan ANC

Periksa I

Umur Kehamilan (minggu) 34+2 minggu

TFU (cm) 27 cm

Presentasi Kepala

Letak anak dan turunnya bagian bawah Floating

Punggung Kiri

DJJ 152 x/menit

Edema +

Tekanan Darah (mmHg) 180/100 mmHg

Berat Badan (Kg) -

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laborat Darah

- Hb 13,6

- Leukosit 9600/µl

- Hematokrit 39%

- Eritrosit 45000000/µl

- Trombosit 150000/µl

- Gol. Darah O

- CT/BT 4.30/4.0 menit

- HbsAg (-)

Urinalisis

- Proteinuria (+++)

4

Page 5: Manajemen Kasus Obsgyn 1

E. DIAGNOSIS

G2P1A0 dengan usia kehamilan 34+2 minggu, janin tunggal intra uteri letak kepala

puki dengan preeklampsia berat.

F. PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam

Ad sanam : Dubia et bonam

Ad fungsionam : Dubia et bonam

Ad cosmeticam : Dubia et bonam

5

Page 6: Manajemen Kasus Obsgyn 1

TINJAUAN PUSTAKA

PRE-EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

I. Pendahuluan

Gangguan hipertensi pada Kehamilan diklasifikasikan menjadi tiga (El-Mowafi,

2008), yaitu:

1. Hipertensi yang sudah ada sebelumnya (kronis):

Hipertensi yang ada sebelum kehamilan, terdeteksi pada awal kehamilan (sebelum 20

minggu dalam ketiadaan mol vesikular) dan postpartum. Contoh: hipertensi esensial,

sekunder untuk gangguan ginjal kronis misalnya pielonefritis dan stenosis arteri

ginjal, koarktasio aorta, lupus eritematosus sistemik dan pheochromocytoma.

2. Pregnancy-induced hypertension (PIH):

a. Hipertensi Transient: Hipertensi onset akhir, tanpa proteinuria atau edema

patologis

b. Pre-eklampsia: Hipertensi dengan proteinuria dan / atau edema setelah 20 minggu

kehamilan, tetapi mungkin awal mol vesikular.

c. Eklampsia: Pre-eklampsia + kejang.

3. Superimposed pre-eklampsia atau eklampsia:

Pengembangan pre-eklampsia atau eklampsia pada hipertensi yang sudah ada

terdeteksi oleh peningkatan lebih lanjut dari 30 mmHg atau lebih pada tekanan darah

sistolik atau 15 mmHg atau lebih pada tekanan darah diastolik.

Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yang langsung

disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal itu terjadi. Eklampsia

merupakan peningkatan yang lebih berat dan berbahaya dari pre-eklampsia, dengan

tambahan gejala-gejala tertentu.Di Indonesia, eklampsia masih merupakan sebab utama

kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini

pre-eklampsia, yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya

perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu

ditekankan bahwa sindroma pre-eklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan

proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan,

6

Page 7: Manajemen Kasus Obsgyn 1

sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre-eklampsia berat, bahkan

eklampsia. (Muardi, 2008)

Pre-eklampsia sering juga disebut toxemia atau keracunan, yaitu kondisi ibu hamil

yang ditandai dengan tekanan darah yang tiba-tiba meningkat disertai kadar protein tinggi

didalam urinnya. Terjadi pembengkakan akibat timbunan cairan pada kaki, tungkai dan

tangannya yang sulit hilang , wajahnya sembab. Penyebabnya yang tepat belum diketahui

secara jelas. Namun hal ini dapat mengancam nyawa ibu dan bayinya. Eklampsia adalah

puncak dari kondisi pre-eklampsia yang berlanjut akibat terlambatnya penanganan ketika

wanita hamil masih dalam kondisi pre-eklampsia. Selain tanda-tanda yang sudah

disebutkan sebagai gejala pre-eklampsia, maka pada fase eklampsia jika terlambat

ditangani akan menyebabkan ibu dalam kondisi koma dan meninggal, yang bisa terjadi

pada sebelum kelahiran, saat proses kelahiran ataupun pasca persalinan. (Anonim, 2013)

Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester

ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.

(Muardi, 2008)

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat

kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia

adalah preeklampsia yang disertai kejang dan / atau koma yang timbul bukan akibat

kelainan neurologi. (Shafa, 2010)

II. Etiologi

Penyebab preeklampsia dan eklampsia belum diketahui dengan pasti dan berbagai

teori telah dikemukakan tentang penyebab preeklampsia, akan tetapi sampai saat ini

belum ada yang dapat menerangkan terjadinya segala aspek dari penyakit ini beserta

kaitannya satu sama lain. Zweifel (1916) menamakannya sebagai “the disease of

theories”. (Shafa, 2010)

Kejadian preeklampsia dilaporkan sekitar 2-8 % pada kehamilan, bagaimanpun

keadaan geografi, sosial ekonomi dan ras berpengaruh terhadap angka kejadian ini.

Angka kejadian preeklampsia tertinggi terjadi di negara Zimbabwe, 7,1 % dan angka

kejadian eklampsia tertinggi di negara Kolombia, 0,81 % (WHO, 1990-2002). Sedangkan

di Indonesia angka kejadian preeklampsia 4,8 % (SKRT, 1992). (Shafa, 2010)

7

Page 8: Manajemen Kasus Obsgyn 1

Shafa, 2010, menuliskan bahwa terdapat karakteristik individual dan lingkungan

yang berperanan terhadap resiko preeklampsia – eklampsia, yaitu antara lain:

A. Karakteristik individual

1. Paritas

Primigravida berada dalam resiko terbesar terhadap preeklampsia – eklampsia.

Hinselman (1924) mendapatkan eklampsia 74 % pada primigravida. Mauriceau

(1964) memperlihatkan primigravida lebih mudah terjadi eklampsia daripada

multipara.

2. Umur

Ibu yang berusia muda mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi eklampsia.

Chesley (1985) mendapatkan eklampsia terbanyak pada umur 20-25 tahun.

Kejadian akan meningkat pada umur 15 tahun dan 35 tahun.  Pada wanita yang

berusia muda ini secara psikis belum siap menerima kehamilan, sehingga malu

untuk keluar rumah dan juga enggan untuk memeriksakan kehamilannya. Pada

ibu yang berusia lanjut mempunyai hubungan erat dengan hipertensi essensial.

3. Riwayat keluarga

Kejadian preeklampsia eklampsia meningkat pada wanita yang mempunyai

riwayat preeklampsia eklampsia dalam keluarga.

4. Berat badan

Wanita yang mempunyai berat badan yang berlebihan dibandingkan tinggi

badannya mempunyai kecenderungan untuk menderita preeklampsia.

5. Penyakit yang diderita

Wanita dengan penyakit tertentu seperti penyakit ginjal, diabetes, atau hipertensi

laten mempunyai resiko untuk menderita preeklampsia-eklampsia. Demikian pula

pada kehamilan kembar dan mola hidatidosa. 

8

Page 9: Manajemen Kasus Obsgyn 1

B. Karakteristik lingkungan

1. Kemiskinan

Mempunyai hubungan erat dengan preeklampsia-eklampsia. Sebagian diantaranya

dapat dihubungkan dengan kehamilan yang terjadi pada usia lanjut dan kurangnya

pemeliharaan kesehatan. Clemendor et al (1969) melaporkan kejadian yang tinggi

pada orang Negro akibat kemiskinan di daerah selatan Amerika Serikat. Chesley

(1985) mengatakan tingginya kematian ibu akibat eklampsia pada daerah yang

miskin.

2. Gizi

Banyak penelitian melaporkan hubungan nutrisi dengan kejadian preeklampsia-

eklampsia. Kumar dan Nath (1940) mendapatkan kejadian eklampsia yang tinggi

karena miskinnya kadar nutrisi.

3. Kebudayaan

Diperkirakan adanya hubungan antara corak kebudayaan dengan kehamilan

pertama dan multipara pada usia lanjut. Dalam hal ini mungkin mempunyai

pengaruh ialah tabu yang menyangkut gizi. 

Di samping dua karakteristik di atas, pemeriksaan antenatal memegang peranan

penting di dalam terjadinya eklampsia ini. Kejadian eklampsia sangat tinggi pada  kasus

yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal atau pada kasus yang tidak terdaftar seperti

yang dilaporkan oleh Baens et al (1957) di filipina dan Harbert et al (1968) di Amerika

Serikat. (Shafa, 2010)

III. Patofisiologi

Seperti yang telah dijelaskan diatas, karena etiologi pasti masih belum bisa

diketahui jelas, maka patofisiologi juga masih belum jelas. Pada saat ini hipotesis utama

yang dapat diterima untuk menerangkan terjadinya preeklampsia adalah : faktor

imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah dan keadaan dimana jumlah trophoblast

yang berlebihan dan dapat mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap

arteri spiralis pada awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri

spiralis tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran

darah di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas,

9

Page 10: Manajemen Kasus Obsgyn 1

disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat terjadi diberbagai

organ. (Putra, 2011)

Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab pre-eklampsia ialah

iskemia plasenta. Akan tetapi dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang

bertalian dengan penyakit itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor

yang menyebabkan pre-eklampsia dan eklampsia. Di antara faktor-faktor yang ditemukan

sering kali sukar ditentukan mana yang sebab mana yang akibat. (Muardi, 2008)

Anonim, 2013, menuliskan hipotesis seputar penyebab preeklampsia, yaitu:

Ilmuwan AS sedang mempelajari hipotesis bahwa preeklampsia disebabkan oleh

kerusakan plasenta. Melalui faktor genetik dan imunologi, serta kurangnya adaptasi

dari pembuluh darah di plasenta. Faktor tersebut mengganggu sirkulasi antara ibu dan

janin. Gangguan ini, pada gilirannya dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.

Peneliti Eropa memiliki lebih banyak bukti yang menunjukkan bahwa masalahnya

adalah dilapisan dalam pembuluh darah, yang akan memiliki konsekuensi yang sama

seperti teori Amerika. Apa yang dapat menyebabkan masalah ini, masih belum jelas.

Saat ini hipotesis mengarah pada kemungkinan diet yang buruk sebagai kemungkinan

penyebab preeklampsia. Ini bisa menyebabkan penebalan darah dan menyebabkan

gejala. Juga, kurangnya adaptasi untuk kehamilan. Sebagai contoh, sebuah

peningkatan kecil dalam jumlah timbal dalam darah dapat menyebabkan retensi air

dan penyempitan pembuluh darah.

Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut : (1) sebab

bertambahnya frekuensi kejadian pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion,

dan mola hidatidosa; (2) sebab bertambahnya frekuensi kejadian dengan makin tuanya

kehamilan; (3) sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian

janin dalam uterus; (4) sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan

berikutnya; dan (5) sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.

(Muardi, 2008)

Teori lain yang dituliskan El-Mowafi, 2008, antara lain:

Uteroplasental bed:

Pada awal kehamilan, sitotrofoblas menyerang arteri desidua membuat otot mereka

lebih lembek dan melebar. Selama trimester kedua kehamilan normal, gelombang

10

Page 11: Manajemen Kasus Obsgyn 1

kedua invasi terjadi ke dalam segmen miometrium arteri spiral. Jika invasi kedua

tidak terjadi pre-eklampsia berkembang.

Faktor imunologi:

Stimulasi sistem kekebalan tubuh ibu dengan konsepsi awal sangat penting untuk

produksi faktor blocking yang mencegah penolakan janin dan plasenta. Hasil respon

Hypoimmune kerusakan plasenta dan selanjutnya pre-eklampsia.

Bukti-bukti adalah pre-eklampsia jarang terjadi pada kondisi imunitas yang

sebelumnya pernah dirangsang seperti dalam: pernah hamil, pernah transfusi darah

sebelumnya, pernikahan antar kerabat, peningkatan antibodi maternal anti-HLA

(antigen leukosit manusia).

Faktor genetik:

Sebuah gen resesif autosomal ibu atau komponen genetik janin bisa bertanggung

jawab. Peningkatan HLA-DR4 (subtipe dari human leucocyte antigen) telah dicatat

pada wanita pre-eklampsia, bayi mereka dan saudara mereka yang mengembangkan

PIH.

Renin-angiotensin system:

Ditemukan bahwa sensitivitas vaskular menjadi angiotensin II berkurang pada

kehamilan normal sementara itu meningkat di PIH.

Angiotensin II-situs mengikat pada trombosit meningkat pada wanita dengan PIH

dibandingkan dengan kehamilan normal. Hal ini dapat mengidentifikasi perempuan

dalam risiko mengembangkan PIH dan karenanya profilaksis terhadap itu dapat

dicapai dengan anti-platelet seperti aspirin.

Peptida natriuretik atrium (ANP):

Ini rilis dirangsang oleh ekspansi volume dan peningkatan tekanan atrium. Hal ini

meningkat pada kehamilan normal untuk memperbaiki efek dari peningkatan

angiotensin II. Sebenarnya, tidak ada bukti bahwa ada penurunan ANP di PIH, tetapi

sebaliknya, hal itu dapat ditingkatkan sebagai respon terhadap peningkatan tekanan

darah.

11

Page 12: Manajemen Kasus Obsgyn 1

Prostaglandin:

Prostasiklin merupakan vasodilator dan inhibitor trombosit agregasi sementara

tromboksan merupakan vasokonstriktor dan trombosit aggregator. Di PIH, ada

ketidakseimbangan terhadap peningkatan produksi tromboksan.

Neutrofil:

Aktivasi neutrofil menyebabkan kerusakan dan disfungsi endotel pembuluh darah

yang mengarah ke agregasi platelet, aktivasi koagulasi, hipertensi dan proteinuria.

Pada penyelidikan akhir-akhir-ini dengan biopsi hati dan ginjal, didapatkan bahwa

ternyata perubahan-perubahan anatomi-patologik pada organ tersebut pada pre-eklampsia

yang tidak banyak berbeda daripada yang ditemukan pada eklampsia. Tidak terdapat

perubahan histopatologik yang khas pada pre-eklampsia dan eklampsia. Perdarahan,

infark, nekrosis, dan trombosis pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan

dalam berbagai organ tubuh. Perubahan tersebut mungkin sekali diakibatkan oleh

vasospasmus arteriola. Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah juga merupakan faktor

penting dalam patogenesis kelainan-kelainan tersebut. (Muardi, 2008)

Perubahan anatomi-patologik yang ditemukan antara lain:

Plasenta.

Pada pre-eklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua dengan akibat

menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai akibat

tuanya kehamilan, serta menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah

dalam villi karena fibrosis, dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik,

dipercepat prosesnya pada pre-eklampsia dan hipertensi. Pada pre-eklampsia yang

jelas ialah atrofi sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama

perubahan pada pembuluh darah dan stroma. Arteria spiralis mengalami konstriksi

dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing arteriophaty. (Muardi,

2008)

Ginjal.

Alat ini biasanya normal atau sedikit membengkak. Pada simpai ginjal dan pada

pemotongan mungkin ditemukan perdarahan-perdarahan kecil.Penyelidikan biopsi

pada gimjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968) menunjukkan bahwa pada pre-

12

Page 13: Manajemen Kasus Obsgyn 1

eklampsia kelainan yang terjadi berupa : (1) kelainan glomerulus; (2) hiperplasia sel-

sel juksta glomeruler; (3) kelainan pada tubulus-tubulus Henle; dan (4) spasmus

pembuluh darah ke glomerulus. (Muardi, 2008)

Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan sebagai

berikut: a) sel-sel di antara kapiler bertambah; b) tampak dengan mikroskop biasa

bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi

ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop elektron terlihat disebabkan oleh

bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel kapiler membengkak dan lumen

menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan

dalam kapsul Bowman. (Muardi, 2008)

Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah dengan pembengkakan

sitoplasma sel dan bervakuolisasi. (Muardi, 2008)

Epitel tubulus-tubulus Henle berdeskuamasi hebat; tampak jelas fragmen inti sel

terpecah-pecah. Pembengkakan sitoploasma dan vakuolisasi nyata sekali. Pada

tempat lain tampak regenerasi. Perubahan-perubahan tersebutlah yang tampaknya

menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam

dan air. Sesudah persalinan berakhir, sebagian besar perubahan yang digambarkan

menghilang, hanya kadang-kadang ditemukan sisa-sisa penambahan matriks

mesangial. (Muardi, 2008)

Hati.

Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak tempat-tempat

perdarahan yang tidak teratur. Pada pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan

perdarahan dan nekrosis pada tepi lobulus, disertai trombosis pada pembuluh darah

kecil, terutama di sekitar vena porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal,

namun perubahan tersebut dapat ditemukan di tempat-tempat lain. Dalam pada itu,

rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dengan luas perubahan

pada hati. (Muardi, 2008)

13

Page 14: Manajemen Kasus Obsgyn 1

El-Mowafi, 2008 menyebutkan perubahan patologis lainnya yaitu:

Vasospasme

Perubahan vaskular dan hipoksia lokal dari jaringan sekitarnya menyebabkan

perdarahan, nekrosis dan perubahan patologis lainnya.

- Sistem saraf pusat: iskemia, perdarahan dan edema.

- Hati: subcapsular perdarahan, nekrosis periportal dan infark.

- Kelenjar endokrin: nekrosis dan perdarahan di hipofisis, pankreas dan kelenjar

adrenal.

- Jantung dan paru-paru: perdarahan miokard dan endokard dan nekrosis. Paru-paru

menunjukkan perdarahan dan bronkopneumonia sekunder.

- Ginjal: penurunan aliran darah ginjal → kerusakan glomerulus (glomerular

endotheliosis) mengarah ke penurunan laju filtrasi glomerulus sekitar 50%,

hilangnya protein dalam urin (albuminuria), kadar serum asam urat, urea dan

kreatinin. Kadar asam urat serum diagnostik dan prognostik untuk berat pre-

eklampsia.

- Plasenta: Berkurangnya aliran darah utero-plasenta menyebabkan retardasi

pertumbuhan intrauterin (IUGR) dan bahkan kematian. Bisa muncul trombosis

plasenta, infark dan solusio plasenta.

- Retina: kejang Vascular, perdarahan, eksudat dan detasemen jarang retina pada

kasus yang berat.

Status Koagulasi

- Produksi fibrin meningkat.

- Aktivitas fibrinolitik menurun.

- Faktor VII, faktor VIII terkait antigen dan fibrin / fibrinogen produk degradasi

(FDP) konsentrasi dalam plasma semua meningkat.

- Fibrin dan deposisi platelet meningkat terutama di arteri plasenta.

- Trombositopenia.

- Trombosit diaktifkan dalam mikrosirkulasi plasenta, ginjal dan hati, merilis

produk mereka sebagai 5-hydroxytryptamine dan kembali masuk ke sirkulasi

dalam keadaan kelelahan, tidak dapat merespon secara normal untuk

14

Page 15: Manajemen Kasus Obsgyn 1

menggabungkan agen dan memiliki tingkat yang lebih rendah dari 5-

hydroxytryptamine.

Hasil akhir dari perubahan ini adalah hiperkoagulabilitas dan disseminated

intravascular coagulation (DIC) dalam berat pre-eklampsia dan eklampsia.

Retensi natrium dan air

Ada haemokonsentrasi dengan pergeseran cairan dari intravaskular ke ekstravaskular

kompartemen.

IV. Gambaran Klinis

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk

menegakkan diagnosis pre-eklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau

lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan

diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg atau lebih, maka

diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali

dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. (Muardi, 2008)

Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan

tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki,

jari tangan, dan muka. Edema pre-tibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan

biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklampsia.

Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap

normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan

kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklampsia. (Muardi, 2008)

Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter

dalam kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau 2 + atau 1 g/liter

atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau mainstream yang

timbul minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih

lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan; karena itu harus dianggap sebagai

tanda yang cukup serius. (Muardi, 2008)

Seluruh kejang eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia

digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung saat

15

Page 16: Manajemen Kasus Obsgyn 1

kejadiannya. Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya

dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat

kemudian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini

dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka

dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot –

otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan relaksasi secara

bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang – kadang begitu hebatnya

sehingga dapat mengakibatkan penderita terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga.

Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot – otot rahang. Fase ini dapat

berlangsung sampai 1 menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi semakin

lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tidak bergerak. (Putra, 2011)

Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti. Selama beberapa

detik penderita sepertinya meninggal karena henti nafas, namun kemudian penderita

bernafas panjang, dalam dan selanjutnya pernafasan kembali normal. Apabila tidak

ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang – kejang berikutnya

yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut

status epileptikus. (Putra, 2011)

Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa saat.

Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang,

penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun pada kasus –

kasus yang berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami

kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi

hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian. (Putra,

2011)

Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat

mencapai 50 kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis laktat,

tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat ditemukan sianosis. Demam

tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka

penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf pusat. (Putra, 2011)

16

Page 17: Manajemen Kasus Obsgyn 1

 Ada 3 tingkatan keparahan pre-eklampsia

1. Pre-eklampsia ringan dengan ciri meningkatnya tekanan darah sedikit diatas

140/100, disertai urin mengandung proteinuria ( protein serum).

2. Pre-eklampsia tingkat sedang dengan tensi darah diatas 140/100 disertai

pembengkakan di jari tangan, jari kaki dan wajah.

3. Pada kasus pre-eklampsia berat, dengan sakit kepala hebat, tensi darahpun diatas

160/110. Penglihatan kabur dan sulit buang air kecil. Jika tidak ditangani segera akan

mengarah menjadi eklampsia. (Anonim, 2013)

Pre-eklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan

berat jika satu atau lebih dari gejala/tanda di bawah ini ditemukan :

1) tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih;

2) proteinuria 5g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif;

3) oligouria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam;

4) keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium;

5) edema paru-paru atau sianosis. (Muardi, 2008)

Sedangkan menurut El-Mowafi, 2008, preeklampsia terbagi menjadi pre-

eklampsia ringan: tekanan darah 140/90 mmHg ± edema, dan pre-eklampsia berat:

tekanan darah> 140/90 mmHg + proteinuria ± edema, atau tekanan darah diastolik> 110

mmHg atau terdapat gangguan otak atau penglihatan.

Selain jenis pre-eklampsia yang diatas, perlu diketahui juga mengenai eklampsia

imminent atau impending, yaitu keadaan di mana pasien akan mengembangkan

eklampsia. Gejalanya adalah tekanan darah lebih tinggi dari 160/110 mmHg, proteinuria

berat, hiperreflexia, sakit kepala terus menerus parah, mengaburkan visi, nyeri

epigastrium. Selain itu ada juga istilah fulminan pre-eklampsia, yaitu pre-eklampsia yang

memburuk dengan cepat menjadi imminent eklampsia. (El-Mowafi, 2008)

17

Page 18: Manajemen Kasus Obsgyn 1

Konvulsi Eklampsia dibagi atas 4 tingkat :

1) Tingkat awal atau aura: Berlangsung 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat,

kelopak mata dan tangan bergetar.

2) Tingkat kejang klonik: Berlangsung kurang 30 detik, seluruh otot kaku, wajah kaku,

tangan menggenggam dan kaki bengkok kedalam. Pernafasan berhenti, muka

sianotik, lidah dapat tergigit.

3) Tingkat kejang tonik: Kejang antara 1-2 menit, spasmus tonik menghilang. Semua

otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo cepat. Kejang berhenti dan

penderita menarik nafas secara mendengkur.

4) Tingkat Koma

V. Diagnosa

1) Anamnesa

Selain edema yang mungkin bisa muncul, perlu ditanyakan juga jika ada

keluhan berikut:

Sakit kepala: biasanya frontal tetapi mungkin oksipital. Hal ini karena

edema serebral dan hipertensi.

Gangguan visual: mengaburkan visi, kilatan cahaya atau kebutaan.

Epigastrium atau kanan atas nyeri kuadran: akibat pembesaran dan

subcapsular perdarahan dari hati.

Mual dan muntah: karena kongesti mukosa lambung dan / atau edema

serebral.

Oliguria atau anuria: karena patologi ginjal. (El-Mowafi, 2008)

2) Pemeriksaan Fisik

- Hipertensi: Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih atau meningkat 30

mmHg di mmHg sistolik dan / atau 15 tekanan darah diastolik di atas tingkat

pra-kehamilan atau awal.

- Edema: Kenaikan berat badan lebih dari 1 kg dalam satu minggu atau 2,25

kg dalam satu bulan. Edema klinis hadir dalam sekitar dua pertiga pasien

dengan PIH. Namun, dua-pertiga dari wanita hamil dengan edema klinis

tidak mengembangkan hipertensi.

18

Page 19: Manajemen Kasus Obsgyn 1

- Refleks bisa meningkat.

- Gangguan penglihatan.

- Nyeri epigastrium

- Pembesaran hepar

3) Pemeriksaan Penunjang

Menurut Shafa, 2010, pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah:

- Urin : protein, reduksi, bilirubin, sedimen urin.

- Darah : trombosit, ureum, kreatinin, SGOT, LDH, dan bilirubin.

- USG

Sedangkan menurut El-Mowafi, 2008, pemeriksaan yang perlu dilakukan

adalah:

Pemeriksaan urin lengkap: untuk proteinuria, sel nanah, sel darah merah, gips,

berat jenis, kultur dan sensitivitas.

Tes fungsi ginjal: serum asam urat> 6 mg% tidak normal selama kehamilan.

Hal ini lebih spesifik untuk pre-eklampsia dibandingkan kreatinin.

Status koagulasi: hitung trombosit, fibrinogen dan FDP.

Pemeriksaan fundus mata.

Pengujian kesehatan janin: USG, menghitung gerakan janin sehari-hari, Non-

stress test, dan uji oksitosin (jika diperlukan).

Proteinuria (albuminuria):

Protein urin lebih besar dari 0.3gm / L dalam 24 jam atau lebih besar dari 1gm

/ L dalam dua sampel acak yang diperoleh setidaknya dari rentang waktu 6

jam yang terpisah.

Ini menunjukkan kerusakan glomerulus dan hampir selalu terjadi setelah

hipertensi.

Proteinuria biasanya di kisaran 1-3 gm/hari, yang 50-60% adalah albumin

tetapi dalam kasus yang parah mungkin melebihi 15gm.

VI. Komplikasi

Pre-eklampsia mengakibatkan plasenta tidak cukup menerima pasokan darah yang

dapat berdampak bayi dilahirkan dengan berat badan rendah. Ini juga yang menjadi sebab

19

Page 20: Manajemen Kasus Obsgyn 1

bayi lahir prematur, bahkan dapat mengakibatkan penyakit lain yang diderita bayi kelak

pada pasca kelahirannya seperti epilepsi, Cerebral palsy, kesulitan belajar, bermasalah

pada pendengaran dan penglihatannya. (Anonim, 2013)

Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi

uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas. (Shafa, 2010)

Komplikasi pada preeklampsia antara lain: eklampsia, sindrom HELLP

(hemolysis, elevated liver enzymes and low platelet), perdarahan otak (Stroke), gangguan

fungsi sistem kardiovaskuler, gangguan fungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, solutio

plasenta, DIC, IUGR dan IUFD (Anonim, 2010)

Sedangkan komplikasi pada eklampsia, Shafa, 2010, menuliskan anatara lain:

solusio plasenta, hipofibrinogenemia, hemolisis, perdarahan otak (penyebab utama

kematian maternal), kelainan mata, edem paru, nekrosis hati, sindroma HELLP, kelainan

ginjal, prematuritas, dismaturitas dan kematian janin. Penyebab kematian ibu yang paling

sering adalah perdarahan otak, dekompensasi kordis dan edema paru. Penyebab kematian

janin terutama karena hipoksia intra uterin dan prematuritas.

Menurut Shafa, 2010, komplikasi yang muncul tergantung derajat preeklampsia

atau eklampsianya, yaitu atonia uterus (uterus Couvelaire), sindrom HELLP (hemolysis,

elevated liver enzymes, low platelet count), ablasio retina, KID (koagulasi intravaskular

diseminata), gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan

kematian. (Shafa, 2010)

VII. Terapi

Tujuan penanganan :

1. Mencegah timbulnya preeklampsia berat dan eklampsia.

2. Lahirkan janin hidup.

3. Lahirkan janin dengan trauma yang sekecil-kecilnya pada ibu dan anak. (Shafa,

2010)

(Shafa, 2010) Pada dasarnya penanganan preeklampsia terdiri atas pengobatan

medik dan penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi

pada saat optimal. Penilaian kondisi janin pada preeklampsia meliputi :

1. Penilaian pertumbuhan janin

20

Page 21: Manajemen Kasus Obsgyn 1

Pemantauan pertumbuhan tinggi fundus uteri

Pemeriksaan USG

2. Penilaian ancaman gawat janin

Pemantauan gerakan janin

Non Stress test and Contraction stress test

Profil biofisik janin

- reaksi denyut jantung janin terhadap gerakan janin

- volume air ketuban

- gerakan janin

- gerakan pernafasan janin

- tonus janin

Pemeriksaan surfaktan dalam cairan ketuban

pemeriksaan perfusi plasenta

Penanganan Pre-eklampsia

A. Preeklampsia Ringan

Shafa, 2010, menuliskan penanganan preeklampsia ringan, yaitu:

a. Jika kehamilan < 37 minggu, lakukan penilaian 2 x seminggu secara rawat jalan:

Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin.

Lebih banyak istirahat

Diet biasa

Tak perlu obat-obatan

Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit;

b. Jika kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan untuk terminasi :

Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500 cc RL

Jika serviks belum matang lakukan SC

B. Preeklampsia Berat/Eklampsia

Sedangkan untuk penanganan preeklampsia berat/eklampsia dapat aktif atau

konservatif. Aktif berarti kehamilan diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian

pengobatan medisinal. Konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan

dengan pemberian pengobatan medisinal. (Shafa, 2010)

21

Page 22: Manajemen Kasus Obsgyn 1

a. Penanganan Aktif

Penderita harus segera dirawat dan sebaiknya dirawat diruangan khusus di daerah

kamar bersalin. Tidak perlu ruangan yang gelap, tetapi ruangan denagn penerangan

cukup. Penderita ditangani secara aktif bila didapatkan satu/ lebih keadaan dibawah

ini : ibu dengan kehamilan 35 minggu atau lebih, adanya tanda-tanda impending

eklampsia, adanya sindrom HELLP, atau kegagalan penanganan konservatif. Atau

pada janin ditemukan tanda-tanda gawat janin atau adanya tanda-tanda IUGR.

b. Pengobatan Medikamentosa

Pengobatan medikamentosa untuk mencegah timbulnya kejang dapat diberikan

magnesium sulfat. Magnesium sulfat diberikan dengan dosis awal 4 gram dalam 250

cc dekstrose 10 %. Dosis pemeliharaan dilanjutkan sebanyak 2 gram/jam. Syarat

pemberian magnesium sulfat : refleks patella (+), frekuensi nafas > 16 x/menit, tidak

ada tanda-tanda distress pernapasaan, dan diuresis > 100 cc/ 4jam.

Kadar terapeutik MgSO4 .7H2O USP adalah 4,8 –8,4 mg/dl. Efek utama adalah

blokade perifer dari neuromuscular jnction, efek hipotensi ringan dan tokolisis pada

persalinan premature.

Sulfat magnesikus dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi atau 24 jam pasca

persalinan atau setelah 6 jam pasca persalinan terdapat perbaikan yang nyata.

Untuk anti dotum magnesium sulfat perlu disediakan kalsium glukonas 10% (1 gr

dalam 10cc diberikan i.v dalam 3 menit).

1. Diazepam 20 mg IM

2. klorpromazin 50 mg IM

Obat-obatan antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau

tekanan diastolic > 110 mmHg. Obat yang dipakai adalah nifedipin dengan dosis 3-4

x 10 mg oral. Bila dalam 2 jam tidak terdapat penurunan tekanan darah dapat

diberikan 10 mg lagi.

Obat hipertensi lain yang dapat digunakan adalah klonidin (catapres). Pemberian

klonidin apa bila tekanan darah systole > 180 mmHg atau diastole > 120 mmHg. Cara

pemberiannya adalah 150 ngr catapres diencerkan dengan 10cc dekstrose 5 %, 75

nmgr diberikan pelan-pelan iv selama 5 menit dan diperiksa tekanan darah setelah

22

Page 23: Manajemen Kasus Obsgyn 1

pemberian. Bila tak ada penurunan tekanan darah, klonidin sisa 75 ngr tadi dapat

diberikan.

c. Pengobatan Obstetrik

Cara Terminasi Kehamilan

Bila penderita belum inpartu maka lakukan induksi persalinan dengan amniotomi,

oksitosin drip, kateter foley, prostaglandin E2. Pertimbangkan SC bila syarat oksitosin

drip tak terpenuhi atau adanya kontra indikasi untuk oksitosin drip.

Kala II : dibantu dengan forseps ekstraksi dalam narkose.

Penanganan Konservatif

Pada kehamilan < 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan

keadaan janin baik dilakukan penanganan secara konservatif .

Penanganan Medikamentosa : sama perawatan medicinal pada cara aktif.

Pengobatan Obstetrik : selama perawatan konservatif observasi dan evaluasi sama

seperti perawatan aktif hanya disini tidak ada terminasi.

Sulphat magnesikus, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila dalam 24 jam

tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan

medicinal dan harus diterminasi.

Sedangkan menurut El-Mowafi, 2008, penanganan pre-eklampsia tebagi menjadi

profilaksis, kuratif, dan tindakan obstetrik.

A. Profilaksis

Perawatan antenatal:

- Untuk mendeteksi pasien risiko tinggi yang dapat mengembangkan

Pregnancy Induced Hypertension (PIH) melalui tes skrining.

- Deteksi dini kasus yang sudah dikembangkan PIH dan memeriksa lebih

sering.

Aspirin dosis rendah:

- Menghambat produksi tromboksan dari platelet dan situs mengikat AII

pada trombosit.

- Dosis rendah (60 mg sehari) secara selektif menghambat tromboksan

karena konsentrasi yang lebih tinggi seperti dosis rendah dalam sirkulasi

portal daripada sistemik mempengaruhi trombosit ketika melewati sirkulasi

23

Page 24: Manajemen Kasus Obsgyn 1

portal. Produksi prostasiklin bentuk pembuluh sistemik tidak akan

terpengaruh.

B. Kuratif

Pelahiran janin dan plasenta merupakan satu-satunya pengobatan yang nyata pre-

eklampsia. Seperti kondisi tidak selalu cocok untuk ini, pengobatan bertujuan untuk

mencegah atau meminimalkan komplikasi ibu dan janin (lihat sebelumnya) sampai

pematangan wajar janin.

Langkah-langkah umum:

Rawat Inap: dengan istirahat total lebih di kiri posisi lateral untuk mencegah

kompresi vena cava inferior. Hal ini akan menurunkan tekanan darah,

menginduksi diuresis, mengurangi edema dan meningkatkan ginjal dan aliran

darah plasenta.

Protein tinggi, diet rendah sodium.

Pengamatan:

Untuk Ibu: mengukur tekanan darah dua kali sehari, mengukur volume urin dan

proteinuria setiap hari, memeriksa edema harian, mengecek berat badan dua kali

seminggu, mengecek fundus oculi sekali seminggu, mengecek gambaran darah

termasuk jumlah trombosit, hati dan fungsi ginjal asam urat terutama serum pada

masuk.

Untuk janin: menghitung gerakan janin sehari-hari, sonografi serial, non-stres dan

stress test jika diperlukan.

Untuk penanganan medika mentosa antara lain:

Sedatif: diazepam 2-5 mg setiap 8-12 jam.

Antihipertensi: untuk mengurangi komplikasi otak dan jantung ibu tetapi tidak

mempengaruhi janin.

- Alpha-methyl-dopa (Aldomet):

Mengurangi drive simpatik pusat.

Dosis: 250-500 mg tiap 6-8 jam sampai dosis maksimum 4 gram /

hari. Efeknya muncul setelah 48 jam.

Dosis tunggal 2 gm dapat bereaksi dalam waktu 1-2 jam.

Efek samping: sakit kepala, Athenia dan mimpi buruk.

24

Page 25: Manajemen Kasus Obsgyn 1

- Hydralazine (Apresoline):

Ini adalah vasodilator, meningkatkan ginjal dan aliran darah

uteroplasenta.

Dosis: 20 mg IV perlahan-lahan pada awalnya diikuti oleh 5mg

setiap 20 menit. sampai tekanan darah diastolik adalah 100-110 mmHg.

Regimen ini digunakan untuk hipertensi berat dan akut. Hydralazine oral

dapat digunakan dalam situasi kronis sebagai pengobatan lini kedua dalam

dosis 25-75 mg / 6 jam.

Efek samping: takikardia, sakit kepala, flushing, mual dan muntah.

- Calcium channel blockers (Nifedipine):

Ini adalah vasodilator bertindak dengan menghalangi masuknya Ca

ke dalam sel otot polos.

Dapat diberikan sublingually (tindakan dalam waktu 10 menit)

atau secara oral (tindakan dalam waktu 30 menit) dalam dosis 10-20 mg 2-

3 kali sehari.

Semakin tinggi tekanan darah mulai semakin besar efek hipotensi.

Efek samping: sakit kepala dan pembilasan.

- Blockers Adreno-reseptor:

Contoh: Labetalol, atenolol, oxprenolol dan propranolol.

Efek samping: dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan, depresi

pernafasan neonatal dan hipoglikemia.

Labetalol adalah α dan β blocker, menyebabkan vasodilatasi dan

diberikan dalam dosis 100-200 mg tiga kali sehari (tds).

- Angiotensin converting enzyme inhibitor:

Contoh: Captopril.

Menghambat pembentukan angiotensin II dari angiotensin I.

Efek samping: gagal ginjal janin dan hipotensi neonatal.

Hal ini digunakan dalam pengobatan hipertensi postpartum.

- Diazoxide (Hyperstat):

Ini adalah vasodilator kuat.

25

Page 26: Manajemen Kasus Obsgyn 1

Dosis: 15-30 mg IV setiap menit dan dititrasi terhadap tekanan

darah.

Efek samping: hipotensi dan hiperglikemia.

Diuretik:

- Contoh:

"Loop" diuretik:

Furosemide (Lasix): 20-40 mg IV diulang pada interval 2-4

jam.

Tiazid: lebih baik harus dihindari pada kehamilan.

Diuretik osmotik: sebagai manitol atau glukosa 25% IV / 8 jam

yang juga mengurangi edema otak, pasokan energi dan mendukung hati.

- Indikasi: Gagal jantung dan edema paru.

- Efek samping: memperburuk haemoconcentration karena kehilangan

garam dan air sehingga lebih baik untuk dihindari.

Obat lain:

- Deksametason: efektif dalam mengurangi edema serebral tetapi

penggunaan rutin tidak dianjurkan.

- Heparin: dapat digunakan dalam pengobatan DIC jika tidak ada

perdarahan saat ini.

- Albumin bebas garam atau fraksi protein plasma (PPF): diindikasikan

pada pasien edema dengan rendah osmolalitas plasma dan mengurangi

tekanan vena sentral (CVP).

- Antibiotik: untuk profilaksis atau pengobatan infeksi terutama

bronkopneumonia.

- Terapi antikonvulsan: misalnya magnesium sulfat (lihat di bawah) dapat

dimulai dalam kasus eklampsia dekat.

- Digitalisasi: untuk menjaga terhadap atau mengobati gagal jantung dan

edema paru jika pulsa persisten> 120/min. Digoxin 0,5 mg IV, diikuti dengan

0,25-0,5 mg sehari.

26

Page 27: Manajemen Kasus Obsgyn 1

C. Tindakan obstetri

Waktu kelahiran:

Pre-eklampsia berat biasanya dirawat secara konservatif sampai akhir minggu ke-

36 untuk memastikan pematangan yang cukup pada janin. Indikasi terminasi

sebelum minggu ke-36 meliputi:

- Janin: penurunan fungsi plasenta sebagaimana dinilai oleh:

hambatan pertumbuhan dalam kandungan,

oligohidramnion,

gerakan janin berkurang,

pola jantung janin abnormal, atau

hasil biokimia gagal.

- Ibu: memburuknya kondisi ibu yang dinilai oleh:

tekanan darah berkelanjutan atau melebihi 180/110 mmHg,

proteinuria urin> 5 gm/24 jam,

oliguria,

bukti DIC, atau

imminent eklampsia atau sudah berkembang menjadi

eklampsia.

Metode Kelahiran:

- Persalinan pervaginam dapat dimulai dengan:

amniotomi + oksitosin jika serviks menguntungkan.

prostaglandin tablet vagina (PGE2) jika serviks tidak

menguntungkan.

- Operasi caesar diindikasikan pada:

Distress janin.

Akhir deselerasi terjadi dengan uji oksitosin

Kegagalan induksi persalinan.

Indikasi lain seperti panggul berkontraksi, dan malpresentations.

Perawatan intrapartum:

- Pemantauan ketat janin.

27

Page 28: Manajemen Kasus Obsgyn 1

- Sedasi yang tepat dan analgesia pada ibu. Hipotensif dapat diberikan jika

diperlukan.

- 2 tahap persalinan dapat dipersingkat dengan forceps.

Perawatan Postpartum:

- Methergin lebih baik dihindari karena dapat meningkatkan tekanan darah.

- Lanjutkan pengamatan ibu selama 48 jam.

- Obat penenang dan obat hipotensi yang terus dalam dosis menurun selama

48 jam.

28

Page 29: Manajemen Kasus Obsgyn 1

Penanganan Eklampsia

Putra, 2011, mengutip pedoman pengelolaan eklampsia dari Himpunan

Kedokteran Fetomaternal POGI yang terdapat dalam Pedoman Pengelolaan Hipertensi

Dalam Kehamilan di Indonesia, sebagai berikut:

A. Penatalaksaan Medis

1. MgSO4 :

Initial dose :

- Loading dose : 4 gr MgSO4 20% IV (4-5 menit)

Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurang -

kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah diberikan dosis

tambahan masih tetap kejang dapat diberikan Sodium Amobarbital 3-5 mg/ kg

BB IV perlahan-lahan.

- Maintenace dose : MgSO4 1 g / jam intra vena

2. Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg. Dapat

diberikan nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih

tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan

interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah tidak

boleh terlalu agresif. Tekanan darah diastolik jangan kurang dari 90 mmHg,

penurunan tekanan darah maksimal 30%. Penggunaan nifedipine sangat

dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat dan mudah pengaturan

dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.

3. Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000

ml, berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan CVP .

4. Perawatan pada serangan kejang :

Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang. Masukkan sudip lidah ( tong spatel )

kedalam mulut penderita. Kepala direndahkan , lendir diisap dari daerah

orofarynx. Fiksasi badan pada tempat tidur harus aman namun cukup longgar

guna menghindari fraktur. Pemberian oksigen. Dipasang kateter menetap ( foley

kateter ).

5. Perawatan pada penderita koma : Monitoring kesadaran dan dalamnya koma

memakai “Glasgow–Pittsburg Coma Scale“. Perlu diperhatikan pencegahan

29

Page 30: Manajemen Kasus Obsgyn 1

dekubitus dan makanan penderita. Pada koma yang lama ( > 24 jam ), makanan

melalui hidung ( NGT = Naso Gastric Tube : Neus Sonde Voeding ).\

6. Diuretikum, tidak diberikan kecuali jika ada :

- Edema paru

- Gagal jantung kongestif

- Edema anasarka

7. Kardiotonikum (cedilanid) jika ada indikasi.

8. Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif, pertimbangkan seksio sesarea.

Syarat pemberian Magnesium Sulfat:

Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium Glukonas 10%,

diberikan iv secara perlahan, apabila terdapat tanda – tanda intoksikasi MgSO4.

Refleks patella (+)

Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.

Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam ).

Pemberian Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu mempertimbangkan

diurese (Putra, 2011)

B. Penatalaksanaan Obstetrik :

1. Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur

kehamilan dan keadaan janin.

2. Terminasi kehamilan

Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan metabolisme

ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah ini :

Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.

Setelah kejang terakhir.

Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.

Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).

3. Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah Cesar. (Putra, 2011)

Perawatan Pasca Persalinan

Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan

sebagaimana lazimnya.

Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam persalinan.

30

Page 31: Manajemen Kasus Obsgyn 1

Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24 - 48 jam pasca persalinan. (Putra,

2011)

Penanganan eklampsia bertujuan menghentikan dan mencegah kejang, mencegah

dan mengatasi timbulnya penyulit khususnya krisis hipertensi. Sebagai penunjang untuk

stabilisasi keadaan seoptimal mungkin. (Shafa, 2010)

Sikap Obstetrik: Mengakhiri kehamilan dengan trauma seminimal mungkin.

Pengobatan medikamentosa :

Sama dengan preeklampsia berat.

Dosis tambahan magnesium sulfat : bila timbul kejang – kejang lagi maka dapat

diberikan tambahan magnesium sulfat 2 gr iv, diberikan sekurang-kurangnya 20

menit setelah pemberian akhir.

Dosis tambahan 2 gram diberikan 1 kali saja, bila setelah pemberian dosis tambahan

masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/kg bb /iv pelan-pelan.

Perawatan pada serangan  kejang

Dirawat di kamar isolasi cukup terang, masukkan sudip lidah kedalam mulut

penderita, daerah orofaring dihisap. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup

kendur guna menghindari fraktur.

Penanganan Obstetrik

Sikap dasar terhadap kehamilan : semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri

tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.

- Bila diakhiri : kehamilan diakhiri bila telah tercapai “stabilisasi”  (pemulihan)

hemodinamika dan metabolisme ibu. Stabilisasi dicapai dalam waktu 4-6 jam.

- Stabilisasi yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah ini:

Setelah kejang berakhir

Setelah pemberian anti kejang

Setelah pemberian anti hipertensi berakhir

Penderita mulai sadar (responsive dan orientasi)

Untuk yang koma, perlu dibuat skor tanda vital (STV)

STV > 10 : boleh diterminasi.

STV < 9 : tunda 6 jam, kalau tak ada perubahan, terminasi.

31

Page 32: Manajemen Kasus Obsgyn 1

Poin untuk penilaian STV adalah tekanan darah, nadi, suhu rektal, nafas, GCS

(Glasgow coma score).

Untuk prognosis dari PEB dibuat kriteria EDEN. Bila kriteria Eden ≥ 1,

prognosis jelek. Kriterianya terdiri dari :

1)     Kejang > 10 kali

2)     Tekanan darah sistolik > 200 mmHg

3)     Nadi > 140 kali/menit

4)     Nafas > 40 kali / menit

5)     Suhu > 39 °C

6)     Edema (+)

7)     Protein urin > (+4)

Cara Terminasi : sama dengan PEB

Perawatan Pasca Persalinan

Bila persalinan terjadi pervaginam monitoring tanda-tanda vital dilakukan

sebagaiman lazimnya. (Shafa, 2010)

Sedangkan pengelolaan eklampsia menurut El-Mowafi, 2008, langkah-langkah

umumnya antara lain:

Rawat Inap adalah wajib.

Keperawatan efisien di tempat yang tenang ruang semi-gelap tunggal untuk

mencegah rangsangan pendengaran atau visual.

Setelah sedasi, kateter Foley diri-dipertahankan diterapkan. Output per jam urin

dipetakan. Proteinuria, hematuria dan berat jenis adalah melihat.

Perawatan untuk sistem pernapasan dengan cara:

- kepala-down tilt untuk membantu drainase sekresi bronkial,

- sering berubah posisi pasien,

- menjaga saluran pernapasan bagian atas yang jelas dengan aspirasi lendir

melalui saluran udara plastik,

- antibiotik profilaksis dan

- oksigen diberikan selama dan setelah cocok.

Lidah dilindungi dari menggigit oleh pengukur mulut plastik.

32

Page 33: Manajemen Kasus Obsgyn 1

Observasi untuk Ibu berupa nadi, suhu, tekanan darah, tingkat pernapasan, refleks

tendon, urin , jumlah fits dan durasi koma, serta kontraksi uterus, dan untuk janin

berupa FHS.

A. Tindakan medis

Sedasi:

- Morfin 10-20 mg IM atau,

- Diazepam satu ampul (10mg) IV lebih dari 4 min. kemudian

mempertahankan oleh IV infus 40 mg dalam 500 ml glukosa 5% lebih 12-24

jam. Diazepam digunakan sebagai antikonvulsan juga.

Antihipertensi:

Obat yang kuat dan bereaksi cepat digunakan bila diperlukan. Contohnya adalah:

Hydralazine IV dan Diazoxide IV.

Terapi antikonvulsan:

- Magnesium sulfat:

Tindakan: menghambat transmisi neuromuskular, sedasi,

vasodilatasi perifer, diuresis.

Dosis: A dosis muatan 4 gm dari 20% larutan diberikan IV selama

tidak kurang dari 3 menit, diikuti oleh 1gm/hour. Dosis total 24 gm/24 jam

tidak boleh melebihi dan terapi terus selama 24 jam postpartum.

Tujuannya adalah untuk menjaga tingkat plasma pada 6-8 mEq / L. Pada

tingkat ini refleks tendon masih ada. Mereka menghilang di> 10 mEq / L

dan efek toksik termasuk kegagalan pernafasan muncul di 15 mEq / L.

Sebelum setiap pemeliharaan dosis kriteria berikut harus

diperiksa: refleks patela harus ada, tingkat pernapasan tidak kurang dari

16/min. dan output urine tidak kurang dari 30 ml / jam.

Magnesium sulfat dapat diberikan melalui suntikan IM dari 50%

larutan. Dosis loading 6-10 gm dibagi pada kedua pantat kemudian 4-5 gm

/ 6 jam. Rejimen ini tidak disukai karena kontrol sakit dari tingkat darah

dari MgSO4 selain rasa sakit dan peradangan pada tempat suntikan.

Penawarnya: 10 ml dari 10% kalsium glukonat diberikan perlahan-

lahan IV.

33

Page 34: Manajemen Kasus Obsgyn 1

- Phenytoin:

Sebuah obat anti-epilepsi yang dapat digunakan untuk mencegah terulangnya

cocok bukan untuk diputus karena bertindak setelah sekitar 20 menit. Dosis:

18 gm / kg berat badan perlahan-lahan IV.

- Sodium thiopentone (Intraval):

Anestesi umum berekasi pendek. Digunakan dalam keadaan darurat seperti

sering kejang-kejang. Dosis: 25 mg IV bertahap sampai kejang dikendalikan.

- Relaksan otot:

Biasanya digunakan sebelum prosedur yang mungkin memicu kejang sebagai

intubasi endotrakeal.

Diuretik

Obat lain

B. Tindakan Kebidanan

Kebijakannya adalah bahwa tidak ada pengobatan konservatif di eklampsia dan

pasien harus melahirkan tetapi kejang harus dikontrol terlebih dahulu.

Persalinan spontan biasanya dimulai dalam waktu 6 jam. Jika tidak menginduksi

persalinan dengan oksitosin selama tidak ada indikasi lain untuk operasi caesar

dan persalinan pervaginam diantisipasi dalam waktu 8-12 jam. Jika tidak, operasi

caesar diindikasikan tetapi jangan pernah memberikan anestesi umum sebelum

mengontrol kejang atau jika pasien dalam keadaan koma.

Intra-dan perawatan pasca persalinan: seperti pada pre-eklampsia.

34

Page 35: Manajemen Kasus Obsgyn 1

Daftar Pustaka

1. Anonim, 2010. Catatan Coass Obsgyn.

http://karikaturijo.blogspot.com/2010/04/catatan-coass-obsgyn.html

2. Anonim, 2013. Hipertensi dalam Kehamilan/ Pre-eklampsia dan eklampsia.

http://rsudkapal.badungkab.go.id/?p=516

3. EI-Mowafi, D. M., 2008. Hypertensive Disorders in Pregnancy.

http://www.gfmer.ch/Obstetrics_simplified/Hypertensive_disorders_in_pregnancy.htm

4. Muardi, 2008. Pre-eklampsia dan Eklampsia.

http://irkoas.blogspot.com/2008/02/pre-eklampsia-dan-eklampsia-ir-obgyn.html

5. Putra, K., 2011. Kejang Saat Hamil (Eklampsia).

http://residenobgyn.blogspot.com/2011/11/kejang-saat-hamil-e-k-l-m-p-s-i.html

6. Shafa, 2010. Pre-eklampsia dan Eklampsia.

http://dokterie.wordpress.com/2010/11/16/pre-eklamsia-dan-eklamsia/

35