lapkas bedah fraktur
DESCRIPTION
SurgeryTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah
tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, jatuh bertumpu pada tangan
yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.1
Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu bersendi dengan
asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini menjulur medial ke lutut dan
membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa tulang pipa dan mempunyai sebuah batang dan
dua ujung yaitu ujung atas, batang femur dan ujung bawah.2
Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan
oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis. Batang femur dapat mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran,
atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas2
Insiden patah tulang femur dilaporkan 1- 1,33 patah tulang per 10.000 penduduk
pertahun, yakni pada individu yang lebih muda dengan kisaran umur 25 tahun dan mereka yang
lebih tua dengan kisaran umur 65 tahun. Tingkat patah tulang femoralis adalah 3/10.000
penduduk pertahun. Cedera ini paling umum pada pria yang lebih muda dengan umur 30 tahun,
penyebabnya yaitu kecelakaan kenderaan atau luka tembak. 80% pasien dengan umur 35 tahun
atau lebih dengan fraktur femur akibat trauma moderat terbukti sebelum terjadinya osteopenia
umum atau kondisi yang memungkinkan terjadinya osteopenia lokal.3
Pada patah tulang diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup luas dan besar
sehingga dapat menimbulkan syok, secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja
karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi
keluar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat perdarahan
kedalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup, dan
normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.1
Berikut ini akan dibahas laporan kasus seorang laki-laki dengan fraktur femur dextra
terbuka grade III A dengan bone lost.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang fraktur. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.4 definisi lain mengemukakan bahwa
fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/ atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.2 disamping itu batasan fraktur menurut para ahli
lain menyebutkan bahwa fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. fraktur adalah patah
tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.5
Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang.2
Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan
oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-
kondisi tertentu seperti degenari tulang/ osteoporosis.
2.2 ETIOLOGI
Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang dalam
menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang menyebabkan
fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal,
tekanan sepanjang aksis tulang yang menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur
dislokasi, kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya pada
badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak.2
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak,
dan bahkan kontraksi otot ekstrem5. Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat
tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur
terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau
luka yang disebabkan oleh kecelakaan kenderaan bermotor.
2
Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan
hormone pada menopause.2
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepituis, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.5 gejala umum fraktur adalah
rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.1
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk badai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerak antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normal. Ektremitas tak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
otot.
c. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 – 5 cm (1-2 inchi).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cedera.2
2.4 KLASIFIKASI
2.4.1 Klasifikasi Fraktur secara umum
Fraktur diklasifikasikan dalam beberapa keadaan berikut :
1. Fraktur traumatik, terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi
patah.
3
2. Fraktur patologis, terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis didalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah tulang yang
menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang sering kali
menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur
semacam ini adlah tumor, baik tumor primer maupun metastasis.
3. Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat
tertentu.1, 2
Gambar 2.1 Gambaran skematis secara klinis dari fraktur.
Klasifikasi jenis sangat umum digunakan dalam konsep fraktur pada beberapa sumber.
Jenis-jenis fraktur tersebut adalah simple fracture (fraktur tertutup), compound fracture
(fraktur terbuka), transverse fracture (fraktur transversal/sepanjang garis tengah tulang),
spiral fracture (fraktur yang memuntir seputar batang tulang), impact fracture (fragmen
tulang terdorong ke fragmen tulang lain), greenstick fracture (salah satu tulang patah,
sedangkan sisi lainnya membengkok), comminuted fracture (tulang pecah menjadi beberapa
fragmen).1,2
4
Gambar 2.2 Gambaran Radiologik Konfigurasi fraktur
Secara umum, keadaan fraktur secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen
tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan
/ tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (compound fracture ) fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana
terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi
bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. Luka pada kulit dapat berupa
tusukan yang tajam keluar menembus kulit (from within) atau dari luar oleh karena
tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung (from without).
Fraktur terbuka merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan
yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga
diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa
hal yang penting untuk dilakukan dalam penaggulangan fraktur terbuka yaitu operasi
yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridement yang berulang-ulang,
stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian
antibiotik yang adekuat.
Secara klinis patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yaitu :
Derajat 1 terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini di dapat dari tusukan
fragmen-fragmen tulang dari dalam.
Derajat II luka lebih besar disertai dengan rusaknya kulit subkutis. Kadang-
kadang ditemukan adanya benda-benda asing disekitar luka.
5
Derajat III luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada derajat II. Kerusakan
lebih hebat karena sampai mengenai tendon dan otot-otot saraf tepi.1,2
Tabel 1. Klasifikasi yang dianut menurut gustilo, Merkow dan Templeman.2
Derajat Fraktur
1 - Luka < 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal
2 - Luka > 1cm
- Kerusakan jaringan lunak tidak luas, flap/avulse
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
3 - Kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi stuktur kulit, otot, dan,
neurovascular, serta kontaminasi derajat tinggi
a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur adekuat, meskipun laserasi luas/
flap/ avulsi
b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur yang terkontaminasi masif
c. Luka pada pembuluh arteri/ saraf perifer yang harus diperbaiki, tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
2.4.2. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
Fraktur proximal Femur
Intracapsular fraktur termasuk femoral head dan leher femur
Capital : uncommon
Subcapital : common
Transcervical : uncommon
Basicervical : uncommon
Eksracapsular fraktur termasuk trochanters
Intertrochanteric
Subtrochanteric
6
Fraktur Leher Femur
Tingkat kejadian yang tinggi karena faktor usia yang merupakan akibat dari
berkurangnya kepadatan tulang
Fraktur leher femur dibagi atas intra- (rusaknya suplai darah ke head femur) dan extra-
(suplai darah intak) capsular. Diklasifikasikan berdasarkan anatominya. Intracapsular
dibagi kedalam subcapital, transcervical dan basicervical. Extracapsular tergantung dari
fraktur pertrochanteric
Biasanya pada wanita dewasa; dibawah usia 60 tahun, laki-laki lebih sering terkena
(biasanya extra kapsular fraktur)
Sering ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi berbagai macam obat seperti
corticosteroids, thyroxine, phenytoin and furosemide
Kebanyakan hanya berkaitan dengan trauma kecil
Fraktur Intracapsular diklasifikasikan
o Grade I : Incomplete, korteks inferior tidak sepenuhnya rusak
o Grade II : Complete, korteks inferior rusak, tapi trabekulum tidak
angulasi
o Grade III : Slightly displaced, pola trabekular angulasi
o Grade IV : Fully displaced, grade terberat, sering kali tidak ada
kontinuitas tulang
Fraktur pada poros/batang femur
Pada patah tulang diafisis femur biasanya pendarahan dalam cukup luas dan besar
sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja
karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah
terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat
pendarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan
secara tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.
7
Fraktur distal femur
Supracondylar
Non displaced
Displaced
Impacted
Continuited
Condylar
Intercondylar
2.5 PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan. tapi apabila tekanan eksternal yang dating lebih besar dari yang dapat diserap tulang,
maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Ini merupakan dasar penyembuhan tulang. 4
2.6 KOMPLIKASI
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,
sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut
komplikasi lanjut.
1. Pada tulang
a. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
b. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau
bahkan non union. Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa arthritis
supuratif yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang
melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir
dengan degenerasi.
2. Pada Jaringan lunak
8
a. Lepuh, kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superficial karena
edema. Terapinya adalah dngan menutup kasa steril kering dan melakukan
pemasangan elastik.
b. Dekubitus, terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh
karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang
menonjol.
3. Pada otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut
yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit
dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush atau thrombus.2
4. Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.
Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami
retraksi dan perdarahan berhenti spontan. Pada jaringan distal dari lesi akan
mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu
melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah
sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut
terlepas dan terjadi thrombus pada kompresi arteri yang lama seperti
pemasangan tourniquet dapat terjadi syndrome crush. Pembuluh vena yang
putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.2
5. Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis
(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi
nervus.2
b. Komplikasi Lanjut
Pada tulang dapat berupa mal union, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaan terlihat deormitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjang.
1. Delayed Union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung
fraktur, terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan osteotomi. Lebih
20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)
2. Non union
9
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. Tipe I
(hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan
diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrous yang masih mempunyai
potensi untuk unionj dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting. Tipe
II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoarthrosis) terdapat
jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga synovial yang berisi
cairan, rosesunion tidak akan dicapai walaupun dilakukan imbobilisasi lama.
3. Mall Union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbulkan deformitas.
Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.
4. Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non
union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami
osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan
atropi otot.
5. Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi
lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,
perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek
waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi.
Pembebasan perlengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita
dengan kekakuan sendi menetap.1,2
2.7 FAKTOR PENYEMBUHAN TULANG
Faktor-faktor yang menentukan lama penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut :
a. Usia Penderita. Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat daripada
orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktif.
Apabila usia bertambah proses tersebut semakin berkurang.
b. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur. Lokalisasi fraktur memegang peranan penting.
Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat daripada fraktur diafisis. Disamping itu,
konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya
dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.
10
c. Pergeseran awal fraktur. Pada fraktur iyang periosteumnya tidak bergeser,
penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan dengan fraktur yang bergeser.
d. Vaskularisasi pada kedua fragmen. Apabila kedua fragmen mempunyai
vaskularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi
fraktur memiliki vaskularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian,
pembentukan union akan terhambat atau mungkin terjadi nonunion.
e. Reduksi serta imobilisasi. Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk
vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna
akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang mengganggu
penyembuhan fraktur.
f. Waktu imobilisasi. Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan
sebelum terjadi union, kemungkinan terjadinya non union sangat besar.
g. Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi jaringan, baik berupa periosteum
maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya akan menghambat vaskularisasi kedua
ujung fraktur.
h. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal.
i. Cairan synovial. Cairan synovial yang terdapat pada persendian merupakan
hambatan dalam penyembuhan fraktur.
j. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak. Gerakan aktif dan pasif pada anggota
gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang
dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu
vaskularisasi.2
Penyembuhan fraktur berkisar antara tiga minggu sampai empat bulan. Secara
kasar, waktu penyembuhan pada anak ½ waktu penyembuhan orang dewasa. Factor
lain yang mempercepat adalah penyembuhan fraktur adalah nutrisi yang baik,
hormone-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, dan steroid anabolic,
seperti kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)
11
2.8 DIAGNOSIS
2.8.1 Anamnesis
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan
terjadinya, dimana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi
pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk
meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada,
dan perut.1,2
2.8.2 Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel, fraktur
pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami
infeksi.1,2
2.8.3 pemeriksaan fisik
pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur adalah :
1. Look (Inspeksi ) ; bengkak, deformitas, kelainan bentuk.
2. Feel (Palpasi) ; nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur
3. Movement (gerakan) ; gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi.
2.8.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah ”pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan
dan kedudukan tulang, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi yaitu antero
posterior (AP) atau AP lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) atau indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari, karena adanya
superposisi. Untuk fraktur baru indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan
kedudukan fraktur dan karenannya perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung
persendian).
2.9 PRINSIP DAN METODE PENGOBATAN FRAKTUR
1. Prinsip penanganan fraktur
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi
serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.5 reduksi fraktur berarti mengembalikan
12
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai
reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode
yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Ada kebanyakan kasus, reproduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi
dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek
reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah,
fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, skrup, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang solid terjadi.
Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi dan
mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan eksterna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan
teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan dengan
mempertahankan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovascular, latihan
isometric, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian
fungi dan harga diri.
2. Prinsip – prinsip pengobatan fraktur
a. Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan defenitif pada satu fraktur maka diperlukan :
a. Pertolongan pertama
Pada penderita fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan
napas, menutup luka dengan verban bersih dan imobilisasi fraktur pada
anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi
nyeri sebelum diangkut dengan ambulans.
b. Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah
luka itu tembus tulang, adakah trauma pmbuluh darah/saraf ataukah trauma
alat-alat dalam yang lain.
c. Resusitasi
Kebanyakan penderita fraktur multipel tiba dirumah sakit dengan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya
13
sendiri berupa pemberian transfuse darah dan cairan lainnya serta obat-obat
anti nyeri.
b. Prinsip umum pengobatan fraktur :
Ada enam prinsip pengobatan fraktur :
a. Jangan membuat keadaan lebih jelek
Beberapa komplikasi fraktur terjadi akibat trauma yang antara lain disebabkan
karena pengobatan yang diberikan disebut sebagai iatrogenic. Hal ini perlu
diperhatikan oleh karena banyak kasus terjadi akibat penanganan dokter yang
menimbulkan komplikasi atau memperburuk keadaan fraktur yang ada
sehingga merupakan kasus malpraktek yang dapat menjadi kasus
dipengadilan. Beberapa komplikasi yang bersifat iatrogenic, dapat dihindarkan
apabila kita dapat mencegahnya dengan melakukan tindakan yang memadai
seperti mencegah kerusakan jaringan lunak pada saat transportasi penderita,
serta luka terbuka dengan perawatan yang tepat.
b. Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat.
Dengan melakukan diagnosis yang tepat pada fraktur, kita dapat menentukan
prognosis trauma yang dialami sehingga dapat dipilih metode pengobatan
yang tepat. Factor-faktor yang penting dalam penyembuhan fraktur yaitu umur
penderita, lokalisasi dan konfigurasi, pergeseran awal serta vaskularisasi dari
fragmen fraktur. Perlu ditetapkan apakah fraktur ini memerlukan reduksi dan
apabila perlu apakah bersifat tertutup atau terbuka.
c. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus.
1. Menghilangkan nyeri
Nyeri timbul karena trauma pada jaringan lunak termasuk periosteum dan
endosteum. Nyeri bertambah bila ada gerakan pada daerah fraktur disertai
spasme otot serta pembengkakan yang progresif dalam ruang yang
tertutup. Nyeri dapat diatasi dengan imobilisasi fraktur dan pemberian
analgetik.
2. Memperoleh posisi yang baik dari fragmen
Beberapa fraktur tanpa pergeseran fragmen tulang atau dengan pergeseran
yang sedikit saja sehingga tidak diperlukan reduksi. Reduksi tidak perlu
akurat secara radiologi oleh karena kita mengobati penderita dan tidak
mengobati gambaran radiologi.
3. Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang
14
Umumnya fraktur yang telah ditangani, dalam waktu singkat dapat terjadi
proses penyembuhan. Pada fraktur tertentu, bila terjadi kerusakan yang
hebat pada periosteum/jaringan lunak sekitarnya, kemungkinan diperlukan
usaha agar terjadi union misalnya dengan bone graft.
4. Mengembalikan fungsi secara optimal
Penyembuhan fraktur dengan imobilisasi harus dipikirkan pencegahan
atrofi pada anggota gerak, sehingga perlu diberikan latihan yang bersifat
aktif dinamik (isotonik). Dengan latihan dapat pula dipertahankan
kekuatan otot serta sirkulasi darah.
5. Bersifat realistic dan praktis dalam memilih jenis pengobatan
dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang
realistik dan praktis.
6. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual.
Setiap fraktur memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu
dengan mempertimbangkan factor umur, jenis fraktur, komplikasi yang
terjadi dan perlu pula dipertimbangkan keadaan sosial ekonomi penderita
secara individual.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitive,
prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu :
1. Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan:
a. Lokalisasi fraktur
b. Bentuk fraktur
c. Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan.
d. Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
2. Reduction ; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang
dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis
dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis
dikemudian hari.
15
a. Alignment yang sempurna.
b. Posisi yang sempurna.
Fraktur seperti fraktur klavikula, iga dan fraktur impaksi dari
humerus tidak memerlukan reduksi angulasi <5° pada tulang
panjang anggota gerak bawah dan lengan atas dan angulasi
sampai 10° pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak
sekurang-kurangnya 50%, dan over riding tidak melebihi 0,5 inchi
pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun
lokalisasi fraktur.
3. Retention ; imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation ; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin.
c. Metode-metode pengobatan fraktur
1. Fraktur tertutup
Metode pengobatan fraktur pada umumnya dibagi dalam :
a. Konservatif
1. Proteksi semata-mata, proteksi fraktur terutama untuk mencegah
trauma lebih lanjut misalnya dengan cara memberikan sling pada
anggota gerak atas dan tongkat pada anggota gerak bawah.
2. Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi), imobilisasi pada
fraktur dengan bidai eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi,
biasanya mempergunakan plester of paris(gips) atau dengan
bermacam-macam bidai dari plastic atau metal.
3. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi posisinya dalam
proses penyembuhan.
4. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi.
Reduksi tertutup pada fraktur yang diikuti dengan traksi berlanjut
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu traksi kulit dan traksi
tulang.
5. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi, dengan
mempergunakan alat-alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai brown
bohler, bidai Thomas dengan pearson knee flexion attachment.
Ada empat metode traksi kontinu yang digunakan :
a. traksi kulit
b. traksi menetap
16
c. traksi tulang
d. traksi berimbang dan traksi sliding
Gambar 2.3 Jenis-Jenis Traksi
b. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi kutaneus.
c. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang.
Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan dilakukan oleh ahli
bedah serta asistennya yang berpengalaman dalam ruangan aseptic.
Operasi harus dilakukan secepatnya (dalam 1 minggu) kecuali ada
halangan. Alat-alat yang dipergunakan dalam operasi yaitu kawat bedah,
kawat Kirschner, Screw dan plate, pin Trephine, Plate and screw smith
Peterson, pin palte telekospik, pin jewett dan protesis.
17
Gambar 2.4 Beberapa macam penggunaan implant pada tindakan operasi
Selain alat-alat metal, tulang mati ataupun hidup dapat pula digunakan
bone graft baik autograft/allograft, untuk mengisi defek tulang atau pada
fraktur yang nonunion. Operasi dilakukan dengan cara membuka daerah
fraktur dan fragment direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung.
a. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna
Indikasi :
- Fraktur intra-artikuler misalnya fraktur maleolus,
kondilus, olekranon, patella.
- Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan misalnya
fraktur radius dan ulna disertai malposisi yang hebat
atau fraktur yang tidak stabil.
- Bila terdapat interposisi jaringan di antara kedua
fragmen.
- Bila diperlukan fiksasi rigid misalnya pada fraktur
leher femur
- Bila terjadi fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi
secara baik dengan reduksi tertutup misalnya fraktur
monteggia dan fraktur Bennett.
- Fraktur terbuka.
- Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna
sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat, misalnya
fraktur pada orang tua.
- Eksisi fragmen yang kecil.
- Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami
nekrosis avaskuler misalnya fraktur leher femur pada
orang tua.
- Fraktur evulsi misalnya pada kondilus humeri.
- Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV pada
anak-anak.
- Fraktur multipel
- Untuk mempermudah perawatan penderita misalnya
fraktur vertebra tulang belakang yang disertai
paraplegia.
18
b.reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna
Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksterna dengan mempergunakan
kanselosa screw dengan metilmetakrilat atau fiksasi eksterna dengan
jenis-jenis lain.
Indikasi :
- Fraktur terbuka grade II dan grade III
- Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang
yang hebat.
- Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis.
- Fraktur yang miskin jaringan ikat.
- Kadang-kadang pada fraktur tungkai bawah penderita
diabetes mellitus.
Komplikasi reduksi terbuka :
1. Infeksi
2. Kerusakan pembuluh darah dan saraf
3. Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal
4. Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi
delayed union atau nonunion.
d. Eksisi fragmen tulang dan penggantian proses.
Pada fraktur leher femur dan sendi siku orang tua, biasanya terjadi
nekrosis avaskuler dari fragmen atau nonunion, oleh karena itu dilakukan
pemasangan protesis yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk
menggantikan bagian yang nekrosis.
2. Fraktur terbuka
Pada luka derajat I biasanya tidak mengalami kerusakan kulit, sehingga penutupan kulit
dapat ditutup secara primer. Namun pada derajat II, luka lebih besar dan bila
dipaksakan menutup luka secara primer akan terjadi tegangan kulit. Hal ini akan
mengganggu sirkulasi bagian distal. Sebaiknya luka dibiarkan terbuka dan luka ditutup
setelah 5-6 hari. Salah satu tindakan untuk fraktur terbuka yaitu dilakukan debridemen.
Debridement bertujuan untuk membuat keadaan luka yang kotor menjadi bersih,
sehingga secara teoritis fraktur tersebut dapat dianggap fraktur tertutup, namun secara
19
praktis, hal tersebut tidak pernah tercapai. Tindakan debridement dilakukan dalam
anastesi umum dan harus disertai dengan pencucian luka dengan ir yang steril/NaCl
yang mengalir. Pencucian ini memegang peranan penting untuk membersihkan kotoran-
kotoran yang menempel pada tulang.
Untuk menentukan batasan jaringan yang vital dan nekrotik. Didaerah luka dicukur
rambutnya, dicuci dengan detergen yang lunak (physohek), sabun biasa dengan lamanya
10 menit, dan dicuci dengan air mengalir. Dengan siraman air mengalir diharapkan
kotoran-kotoran dapat terangkat mengikuti aliran air.
Tindakan pembedahan berupa eksisi pinggir luka, kulit subkutis, fasia, dan pada otot-
otot nekrosis yang kotor. Fragmen tulang yang kecil dan tidak mempengaruhi stabilitas
tulang dibuang. Fragmen yang cukup besar tetap dipertahankan.
2.10 Prognosis
Penderita fraktur femur setelah oeprasi pemasangan fiksasi internal dengan plate and screw bila
tanpa komplikasi dan mendapat pelayanan fisioterapi yang cepat, tepat dan adekuat diharapkan
kapasitas fisik dan kemampuan fungsionalnya, baik quo ad vitam, quo ad sanam, quo ad
fungsionam, ataupun quo ad cosmeticam baik.
20
Bab III
Laporan Kasus
A. IDENTITAS
Nama : Tn.A.M
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Buan Dusun III
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Petani
No. CM : 34. 95.93
MRS : 27 Desember 2012
B. PRIMER SURVEI
A : Clear
B : 22 x /menit + O2 4-6 L/m
C : 86 x/menit, reguler, isi cukup, akral hangat
D : Alert
E : Didapatkan deformitas pada tungkai kanan atas
C. SEKUNDER SURVEI
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Luka dan nyeri pada tungkai kanan atas akibat kecelakaan lalu lintas dialami penderita sejak ± 2
jam SMRS. Awalnya penderita sedang mengendarai motor, tiba-tiba dari arah berlawananan ada
mobil yang mengambil jalan penderita sehingga terjadi tabrakan. Penderita kehilangan
keseimbangan dan jatuh dengan tubuh bagian kanan terlebih dahulu. Penderita tidak
menggunakan helm ketika kejadian. Kejadian selanjutnya tidak diketahui. Riwayat pingsan
diketahui, mual tidak ada, muntah satu kali berisi makanan dan cairan. riwayat meminum
21
alkohol disangkal. riwayat menggunakan obat-obatan disangkal. Penderita di bawa ke RSUP
datukbinangkang kotamobagu dan dirujuk ke RSUP Prof. Kandou.
A : tidak ada riwayat alergi
M : IVFD RL
P : tidak ada riwayat penyakit sebelumnya
L : 2 jam SMRS
E : jalan berbatu dan berpasir.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma tidak ada
Riwayat operasi tidak ada
Riwayat alergi tidak ada
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah petani. Biaya pengobatan ditanggung oleh JAMKESMAS.
Kesan : sosial ekonomi cukup
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Pasien tampak lemah
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : T: 130/80 mmHg
N: 86 x/menit
RR: 22x/menit
Suhu: 36,5oC (Axilla)
Status Generalis :
Kepala : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax : Tidak ada kelainan
Abdomen : Tidak ada kelainan
Ekstrimitas superior inferior
Oedema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
22
Gerak +/+ Sulit dinilai/+
Kekuatan 5/5 Sulit dinilai/5
Tonus N/N N/N
Status Lokalis
Regio FemorisDextra
Look : Luka terbuka ukuran 8 cm, bone expose, perdarahan aktif (-), pemendekan (+),
bengkak (+), deformitas (+) .
Feel : nyeri spontan (+), nyeri tekan setempat (+), nyeri sirkuler (+), nyeri pada
penarikan sumbu tulang (+), akral teraba hangat.
Movement : Nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+), ROM (Range of movement)
sulit dinilai
Status distalis :
- Pulsasi arteri dorsalis pedis kiri=kanan
- Cappilary refill time < 2’
- Sensibilitas kiri=kanan
Gambar 3.1 Pemeriksaan Rontgen Regio Femur Dextra AP Lateral (Tgl 25 -12-2012)
23
Kesan :Fraktur os femur dekstra 1/3 distal (bone lose)
ResumePasien laki-laki umur 28 tahun MRS dengan keluhan utama nyeri di tungkai kanan atas akibat KLL ± 2 jam SMRS. Awalnya penderita sedang mengendarai sepeda motor, tiba-tiba dari arah berlawanan ada mobil yang menabrak penderita. Penderita kehilangan keseimbangan dan jatuh dengan bagian tubuh sebelah kanan terlebih dahulu ke aspal. Pasien sempat pingsan (+), muntah (+). Status lokalis regio femoris dextra luka terbuka ukuran 8 cm , bone expose, bengkak, pemendekan (+), deformitas (+) ,nyeri spontan (+), nyeri tekan (+), nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+), ROM terbatas karena nyeri. Dari hasil foto rontgen region femur dekstra AP lateral kesan : fraktur os femur dekstra 1/3 distal + bone lost.
D. DIAGNOSIS
Fraktur femur dekstra terbuka grade IIIa + bone lost
E. SIKAP
- O2 4-6 L/menit
- IVFD RL 20 gtt/menit
- Ceftriaxone vial 2 x 1 iv
- Ranitidine amp 2 x 1 iv
- Ketorolac 3 x 1 iv
- ATS profilaksis
- X-photo pelvis AP/Lateral
- X-photo Femur AP/Lateral
- X- photo cervical AP/ Lateral
- X-Photo Thorax AP/ Lateral
- Periksa laboratorium darah lengkap
- Imobilisasi dengan spalk
- Pro debridemen + GA
24
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 25 Desember 2012
Darah rutin Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
9.100
4,36
12,7
35,2
196
/mm3
106/ uL
g/ dL
%
103/ ul
4.000-12.000
4.25-5.40
12.8 – 16.8
35 – 47
150 – 450
G. LAPORAN OPERASI DEBRIDEMEN
Laporan :
1. Penderita tidur terlentang dengan GA
2. Dilakukan antiseptik lapangan operasi
3. Aff Hecting situasi, lalu dilakukan debridement dengan menggunakan NaCl 0,9 %
+ H2O2 + betadine ±3 liter. Pada regio femur dekstra 1/3 distal terdapat luka robek
ukuran 8x1 cm, bone expose (+), tepi tidak rata, perdarahan aktif (-) dengan
kontaminasi ringan.
4. Dilakukan pencucuian ulang dengan NaCl 0,9 %
5. Luka operasi dijahit lalu ditutup dengan gaas sterile
6. Operasi selesai
Instruksi Post OP :
1. Infus RL : D5% = 2:1 = 14 tetes
2. Ceftriaksone vial 2 x 1 iv.
3. Metronidazole inj 3 x 500 iv
4. Ketorolac amp 3x1 iv
5. Ranitidn amp 2 x 1 iv
25
H. FOLLOW UP
27/12/12 S : nyeri pada luka OP (+)
O : T: 110/70 mmHg N: 86x/m R : 22x/m S: 36,8⁰C
Extremitas inferior : Regio femur Dextra
Look : Luka terawat Pus (-) perdarahan aktif (-)
Feel : NT (+)
Move : terpasang back slab
Status distalis : A. Dorsalis pedis dbn kiri=kanan, CRT <2 “, sensorik
motorik dbn
A : Post debridement ec Fr. Femur 1/3 Distal dextra terbuka grade IIIa + bone
lost
P : IVFD RL : 20 tts/menit
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Metronidazole inj 3 x 500 iv
Ranitidin amp 2 x 1 iv
Ketorolac amp 3 x 1 iv
Diet bebas
Rawat luka
Pro ORIF
28/12/12 S : nyeri pada luka OP (+) berkurang
O : T: 120/80 mmHg N: 80x/m R : 22x/m S: 36,7⁰C
Extremitas inferior : Regio femur Dextra
Look : Luka terawat Pus (-) perdarahan aktif (-)
Feel : NT (+)
Move : terpasang back slab
Status distalis : A. Dorsalis pedis dbn kiri=kanan, CRT <2 “, sensorik motorik
dbn
A : Post debridement ec Fr. Femur 1/3 Distal dextra terbuka grade IIIa + bone
lost
P : terapi dilanjutkan
Rawat luka
Pro ORIF
26
29/12/12 S : nyeri (+) berkurang
O : T: 110/70 mmHg N: 84x/m R : 24x/m S: 36,5⁰C
Extremitas inferior : Regio femur Dextra, terpasang skin traksi Luka terawat
Pus (-) perdarahan aktif (-)
A : Post debridement ec Fr. Femur 1/3 Distal dextra terbuka grade IIIa + bone
lost
P : IVFD RL : 20 tts/menit
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Ranitidin amp 2 x 1 iv
Ketorolac amp 3 x 1 iv
Rawat luka
Cek DL, Na, K,Cl, Ur, Cr,SGOT,SGPT, CT, BT
EKG
Pro ORIF
30/12/12 S : nyeri (+) berkurang
O : T: 120/70 mmHg N: 84x/m R : 22x/m S: 36,3⁰C
Extremitas inferior : Regio femur Dextra, terpasang skin traksi Luka terawat
Pus (-) perdarahan aktif (-)
A : Post debridement ec Fr. Femur 1/3 Distal dextra terbuka grade IIIa + bone
lost
P : IVFD RL : 20 tts/menit
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Ranitidin amp 2 x 1 iv
Ketorolac amp 3 x 1 iv
Rawat luka
Pro ORIF
31/12/12 S : nyeri (+) berkurang
O : T: 110/70 mmHg N: 88x/m R : 24x/m S: 36,5⁰C
Extremitas inferior :
- Regio femur Dextra, terpasang skin traksi Luka terawat Pus (-)
perdarahan aktif (-)
- Regio Cruris Dextra, luka kemerahan uk. 7x 5 cm, LLB 1 %
27
A : Fraktur femur 1/3 distal dextra terbuka post debridement dengan GA +
bone lost + luka bakar R. cruris dextra ec panus dengan LLB 1 %
P : IVFD RL
Ceftriaksone inj 2 x 1 iv
Ketorolac amp 3 x 1 iv
Ranitidin amp 2 x 1 iv
Rawat Luka
Pro ORIF
1/1/13 S : nyeri (+) berkurang
O : T: 120/70 mmHg N: 84x/m R : 22x/m S: 36,6⁰C
Extremitas inferior :
- Regio femur Dextra, terpasang skin traksi Luka terawat Pus (-)
perdarahan aktif (-)
- Regio Cruris Dextra, luka kemerahan uk. 7x 5 cm, LLB 1 %
A : Fraktur femur 1/3 distal dextra terbuka post debridement dengan GA +
bone lost + luka bakar R. cruris dextra ec panus dengan LLB 1 %
P : Terapi diteruskan
Rawat Luka
Pro ORIF
2/1/13 S : nyeri (+) berkurang
O : T: 120/70 mmHg N: 84x/m R : 22x/m S: 36,6⁰C
Extremitas inferior :
- Regio femur Dextra, terpasang skin traksi Luka terawat Pus (-)
perdarahan aktif (-)
- Regio Cruris Dextra, luka kemerahan uk. 7x 5 cm, LLB 1 %
A : Fraktur femur 1/3 distal dextra terbuka post debridement dengan GA +
bone lost + luka bakar R. cruris dextra ec panus dengan LLB 1 %
P : Terapi diteruskan
Rawat Luka
Pro ORIF
28
3/1/13 S : nyeri (+) berkurang
O : T: 120/70 mmHg N: 84x/m R : 22x/m S: 36,6⁰C
Extremitas inferior :
- Regio femur Dextra, terpasang skin traksi Luka terawat Pus (-)
perdarahan aktif (-)
- Regio Cruris Dextra, luka kemerahan uk. 7x 5 cm, LLB 1 %
A : Fraktur femur 1/3 distal dextra terbuka post debridement dengan GA +
bone lost + luka bakar R. cruris dextra ec panus dengan LLB 1 %
P : Terapi diteruskan
Rawat Luka
Pro ORIF
4/1/13 S : nyeri (+) berkurang
O : T: 120/70 mmHg N: 84x/m R : 22x/m S: 36,6⁰C
Extremitas inferior :
- Regio femur Dextra, terpasang skin traksi Luka terawat Pus (-)
perdarahan aktif (-)
- Regio Cruris Dextra, luka kemerahan uk. 7x 5 cm, LLB 1 %
A : Fraktur femur 1/3 distal dextra terbuka post debridement dengan GA +
bone lost + luka bakar R. cruris dextra ec panus dengan LLB 1 %
P : Terapi diteruskan
Rawat Luka
5/1/13 S : nyeri (+) berkurang
O : T: 120/70 mmHg N: 84x/m R : 22x/m S: 36,6⁰C
Extremitas inferior :
- Regio femur Dextra, luka terawatt, perdarahan aktif (-), drain ± 200cc/12
jam
- Regio Cruris Dextra, luka terawat
A : Post ORIF + reposisi intraartikular + bone graft ec fraktur femur 1/3 distal
dextra terbuka grade IIIa + bone lost
P : IVFD RL 20 gtt
Ceftriaksone 2 x 1 gr iv
Ranitidin amp 2 x 1 iv
Ketorolac amp 3 x 1 iv - foto kontrol
29
6/1/13 S : nyeri (+) berkurang
O : T: 120/80 mmHg N: 88x/m R : 24x/m S: 36,7⁰C
Extremitas inferior :
- Regio femur Dextra, luka terawatt, perdarahan aktif (-), drain minimal
- Regio Cruris Dextra, luka terawatt, pus (-)
A : Post ORIF + reposisi intraartikular + bone graft ec fraktur femur 1/3 distal
dextra terbuka grade IIIa + bone lost
P : IVFD RL 20 gtt
Ceftriaksone 2 x 1 gr iv
Ranitidin amp 2 x 1 iv
Ketorolac amp 3 x 1 iv
7/1/13 S : nyeri (+) berkurang
O : T: 110/80 mmHg N: 84x/m R : 24x/m S: 36,7⁰C
Extremitas inferior :
- Regio femur Dextra, luka terawatt, perdarahan aktif (-), drain minimal
- Regio Cruris Dextra, luka terawatt, pus (-)
A : Post ORIF + reposisi intraartikular + bone graft ec fraktur femur 1/3 distal
dextra terbuka grade IIIa + bone lost
P : IVFD RL 20 gtt
Ceftriaksone 2 x 1 gr iv
Ranitidin amp 2 x 1 iv
Ketorolac amp 3 x 1 iv
8/1/13 S : nyeri (+) berkurang
O : T: 120/80 mmHg N: 88x/m R : 24x/m S: 36,7⁰C
Extremitas inferior :
- Regio femur Dextra, luka terawatt, perdarahan aktif (-), drain minimal
- Regio Cruris Dextra, luka terawatt, pus (-)
A : Post ORIF + reposisi intraartikular + bone graft ec fraktur femur 1/3 distal
dextra terbuka grade IIIa + bone lost
P : IVFD RL 20 gtt
Ceftriaksone 2 x 1 gr iv
30
Ranitidin amp 2 x 1 iv
Ketorolac amp 3 x 1 iv
9/1/13 S : nyeri (+) berkurang
O : T: 110/70 mmHg N: 76x/m R : 24x/m S: 36,0⁰C
Extremitas inferior :
- Regio femur Dextra, luka terawat, perdarahan aktif (-).
- Regio Cruris Dextra, luka terawat, pus (-)
A : Post ORIF + reposisi intraartikular + bone graft ec fraktur femur 1/3 distal
dextra terbuka grade IIIa + bone lost
P : IVFD RL 20 gtt
Ceftriaksone 2 x 1 gr iv
Ranitidin amp 2 x 1 iv
Ketorolac amp 3 x 1 iv
10/1/13 S : nyeri (+) berkurang
O : T: 120/80 mmHg N: 84x/m R : 24x/m S: 36,5⁰C
Extremitas inferior :
- Regio femur Dextra, luka terawatt, perdarahan aktif (-).
- Regio Cruris Dextra, luka terawatt, pus (-)
A : Post ORIF + reposisi intraartikular + bone graft ec fraktur femur 1/3 distal
dextra terbuka grade IIIa + bone lost
P : IVFD RL 20 gtt
Ceftriaksone 2 x 1 gr iv
Ranitidin amp 2 x 1 iv
Ketorolac amp 3 x 1 iv
31
I. LAPORAN OPERASI ORIF + REPOSISI INTRAARTIKULER + BONE GRAFT
Laporan :
1. Penderita tidur terlentang dengan GA
2. Dilakukan antiseptik lapangan operasi
3. Tempat luka dijahit regio condilus lateral femur dextra, jahitan dibuka diperluas
kearah cruris lateral
4. Tempat fragmen tulang condilus intraartikuler dari bagian proximal.
5. Fragmen tulang difiksasi dengan wearing + bone graft
6. Fragmen bagian distal dipegang dengan bone tang
7. Dilakukan bone graft dari os fibula
8. Dilakukan fiksasi dengan plat butterfly 12 hole dan dipasang drain
9. Kontrol perdarahan
10. Luka dicuci sampai bersih dengan Nacl 0,9 %
11. Luka dijahit lapis demi lapis
12. Operasi selesai.
Instruksi Post OP :
1. Infus RL 28 gtt
2. Ceftriaksone vial 2 x 1 iv.
3. Ketorolac amp 3x1 iv
4. Ranitidn amp 2 x 1 iv
5. Pemeriksaan DL post OP
6. Observasi vital sign
Gambar 3.2 foto rontgen pemasangan ORIF + bone graft
32
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini didapatkan data Tn.A.S 28 tahun mengalami nyeri di bagian paha kanan
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Saat itu penderita sedang mengendarai sepeda motor,
tiba-tiba sebuah mobil dari arah berlawanan menabrak motor penderita dan bagian tubuh
sebelah kanan jatuh terlebih dahulu ke aspal.
Dari anamnesis didapatkan pasien sempat pingsan (+), sakit kepala (-), muntah (+) namun
penderita langsung dibawa ke rumah sakit setempat untuk mendapatkan penanganan dan di
rujuk di RS Prof Kandou Manado. Pasien mengeluh nyeri pada paha sebelah kanan dan tidak
dapat digerakkan. Hal ini dikarenakan daerah tersebut terdapat kerusakan jaringan karena terjadi
diskontinuitas pada tulang sehingga menimbulkan nyeri.
Dari pemeriksaan fisik pada regio femur dekstra didapatkan luka terbuka ukuran 8x1 cm,
bone expose (+), pemendekan (+), bengkak (+), deformitas (+) angulasi ke lateral, nyeri tekan
(+), pulsasi distal (+), sensibilitas (+), nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+), nyeri pada
anggota gerak badan ketika di tarik (+) Dari pemeriksaan ini sudah dapat disimpulkan adanya
fraktur.karena berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur meliputi Look
(Inspeksi ) ; bengkak, deformitas, kelainan bentuk. Feel (Palpasi) ; nyeri tekan, lokal pada
tempat fraktur dan Movement (gerakan); gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi.2
Namun untuk memastikan frakturnya maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
foto rontgen.2 Dari pemeriksaan foto rontgen didapatkan fraktur os femur dekstra 1/3 distal +
bone lost. Pada fraktur femur 1/3 distal sering dtemukan displacemen cum contractione karena
tarikan otot paha yang insersinya di tibia disertai displacemen ad aksim karena tarikan otot
gastroknemius yang kuat memfleksikan pecahan femur distal. Hal ini perlu diperhatikan apabila
dalam penangananya nanti dipertimbangkan untuk traksi skeletal.
Pada pasien ini dilakukan debridement dengan general anastesi karena Salah satu
tindakan untuk fraktur terbuka yaitu dilakukan debridemen. Debridement bertujuan untuk
membuat keadaan luka yang kotor menjadi bersih, sehingga secara teoritis fraktur tersebut dapat
dianggap fraktur tertutup, namun secara praktis, hal tersebut tidak pernah tercapai. Tindakan
debridement dilakukan dalam anastesi umum dan harus disertai dengan pencucian luka dengan
air yang steril/NaCl yang mengalir. Pencucian ini memegang peranan penting untuk
membersihkan kotoran-kotoran yang menempel pada tulang. Dan kemudian direncanakan untuk
dilakukan ORIF (open Reduction Internal Fiksation ) dengan Tujuan Rehabilitasi untuk
mengembalikan fungsi tulang semaksimal mungkin. Karena berdasarkan salah satu indikasi
penggunaan reduksi terbuka fiksasi interna adalah fraktur terbuka.2 selain itu bone graft juga
33
turut direncanakan untuk pasien ini karena tulang mati ataupun hidup dapat pula digunakan bone
graft baik autograft/allograft, untuk mengisi defek tulang atau pada fraktur yang nonunion.2
Gambar 4.1 Pemasangan Bone graft
Gambar 4.2 Pemasangan ORIF (Open Reduction Internal Fiksasi)
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R. Wim De Jong. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah : patah tulang dan
dislokasi. Jakarta : EGC. hlm 840-874.
2. Jergesen F. H., Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery), Editor :
Theodore R.
3. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik, Edisi II, IwanEkayuda (editor).
Jakarta
4. Rasjad C., Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Bintang Lamumpatue, Ujung
Pandang, 1992
5. Apley, DalamBuku Ajar Ortopedi dan fraktur Sistem Apley, Edisi 7, Editor : Edi Nugroho 1999.
35