kasbes mata pterygium

27
LAPORAN KASUS BESAR SEORANG WANITA 70 TAHUN DENGAN OD PTERYGIUM NASAL Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Senior Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Penguji kasus : dr. Arief Wildan, Sp.M(K) Pembimbing : dr. Satya Hutama Pragnanda Dibacakan Oleh : M Ariful Basyar Dibacakan Tanggal : 25 Februari 2015 BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015

Upload: muhammad-ariful-basyar

Post on 02-Oct-2015

281 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kasus besar mata

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS BESARSEORANG WANITA 70 TAHUN DENGAN OD PTERYGIUM NASAL

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Senior Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Penguji kasus: dr. Arief Wildan, Sp.M(K)Pembimbing: dr. Satya Hutama PragnandaDibacakan Oleh: M Ariful BasyarDibacakan Tanggal: 25 Februari 2015

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG 2015

HALAMAN PENGESAHAN

Melaporkan kasus seorang wanita 70 tahun dengan OD pterygium nasalPenguji kasus: dr. Arief Wildan, Sp.M(K)Pembimbing: dr. Satya Hutama PragnandaDibacakan Oleh: M Ariful BasyarDibacakan Tanggal: 25 Februari 2015Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Senior Di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Semarang, 25 Februari 2015Mengetahui,

Penguji KasusPembimbing

dr. Arief Wildan, Sp.M(K)dr. Satya Hutama Pragnanda

LAPORAN KASUS BESAROD PTERYGIUM NASAL

Penguji kasus: dr. Arief Wildan, Sp.M(K) Pembimbing: dr. Satya Hutama PragnandaDibacakan Oleh: M Ariful BasyarDibacakan Tanggal: 25 Februari 2015I. PENDAHULUANPterygium secara terminologi latin disebut pterygion yang berarti sayap kecil.1,2 Nama pterygium digunakan pada kondisi klinis berupa pertumbuhan jaringan fibrovaskuler yang meluas dari konjungtiva bulbi hingga kornea dan paling sering mucul dibagian nasal yang berpotensi mengganggu visus. Gejala klinis pada pasien pterygium berupa kemerahan, rasa panas pada mata, gatal, mata kering, rasa mengganjal pada mata, hingga gangguan visual.Secara histologi, pterygium mempunyai karakteristik sel-sel inflamasi, neovaskularisasi, remodeling dari matriks ekstraselular, dan perubahan pada sel epitalial limbus serta metaplasia epitel squamus, hiperplasia sel goblet, lapisan stroma yang teraktivasi, proliferasi fibroblas. Secara histologi, bentuk pterygia dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu; proliferatif, fibromatous, dan atrofi sklerotik.3 Pada evaluasi klinis dapat diukur berdasarkan ukuran, invasi pada kornea dan bentuk.4Faktor risiko terjadinya pterygium yaitu faktor keturunan, paparan ultra-violet (UV) dan peradangan kronis. Paparan sinar matahari merupakan faktor utama terjadinya pterygium dengan cara menginduksi produksi faktor pertumbuhan, atau mengakibatkan peradangan kronis, atau mengakibatkan kerusakan DNA.5Prevalensi pterygium di berbagai negara sangat beraneka ragam. Semakin jauh dari daerah tropis semakin berkurangnya faktor risiko pterygium. Di Indonesia pada tahun 2002 tercatat kasus pterygium diatas umur 21 tahun sebesar 10% sedangkan di Singapura pada tahun 2012, pterygium diatas umur 40 tahun tercatat 10,1% dan di India tengah pada tahun 2013 kasus pterygium diatas umur 30 tahun sebesar 12,91%. Penyedia layanan kesehatan harus menyadari pencegahan pterygium, terutama pada orang tua dan orang-orang di daerah tropis.6II. IDENTITAS PENDERITANama: Ny. SUmur: 70 tahunAgama: IslamAlamat: Krajan, Kaligading, BojaPekerjaan: Ibu Rumah Tangga

III. ANAMNESISAnamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 17 Ferburari 2015 pukul 12.30 WIB di Poli Mata RSUP Dr Kariadi

Keluhan Utama:Mata sebelah kanan terasa mengganjal

Riwayat Penyakit Sekarang:Sejak + 1,5 tahun sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan mata kanan ada yang mengganjal saat berkedip seperti ada daging yang tumbuh di sudut dalam mata, merah (+), mata perih (+), keluhan bertambah saat terkena sinar matahari / panas dan debu, perih dan mata merah dirasakan hilang timbul, pasien tidak mengeluh pandangan kabur, keluar kotoran mata (-), mata berair (-). Selama ini pasien hanya memberikan obat tetes insto saat mata terasa merah dan perih. Keluhan ini semakin hari memberat. Karena bertambah berat pasien memeriksakan diri ke RSUP Dr Kariadi. Penderita sebelumnya bekerja sebagai petani selama + 30 tahun terpapar sinar matahari + 8 jam/hari.

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat kencing manis disangkal Riwayat penyakit darah tinggi disangkal Riwayat menggunakan obat obatan disangkal Riwayat menggunakan kacamata disangkal Riwayat operasi mata disangkal Riwayat terpapar sinar matahari dan debu (+)Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat kencing manis disangkal Riwayat penyakit darah tinggi disangkal Riwayat menggunakan obat obatan disangkal Riwayat sakit seperti ini disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi: Pasien saat ini sebagai ibu rumah tangga sebelumnya merupakan seorang petani selama + 30 tahun, terpapar sinar matahari setiap harinya + 8 jam/hari Berpendidikan tamatan SD memiliki 1 orang suami dan 4 orang anak sudah mandiri Biaya pengobatan ditanggung sendiriKesan ekonomi cukup

IV. PEMERIKSAANPemeriksaan Fisik (17 Februari 2015)Status PraesensKeadaan Umum: BaikKesadaran: Compos Mentis, GCS 15Tanda Vital: TD: 130/80 mmHg, Suhu: 37,20C Nadi: 90x/menit, RR: 18x/menitPemeriksaan fisik: Kepala: mesosefal Thoraks: Cor : tidak ada kelainan Pulmo : tidak ada kelainan Abdomen: tidak ada kelainan Ekstremitas: tidak ada kelainan

Status OpthamologiOculi DekstraOculi Sinistra

6/30VISUS6/10

Tidak dilakukanKOREKSITidak dilakukan

Tidak dilakukanSENSUS COLORISTidak dilakukan

(-)PARASE/PARALYSE(-)

Sikatrik (-), Hiper/hipopigmentasi (-), perdarahan (-)SUPERCILIASikatrik (-), Hiper/hipopigmentasi (-), perdarahan (-)

Trichiasis (-),Dischiasis (-)CILIATrichiasis (-),Dischiasis (-)

Edema (-), Ptosis (-), lagoftalmus (-), bekas luka (-), Tumor (-), eritema (-)PALPEBRA SUPERIOREdema (-), Ptosis (-), lagoftalmus (-), bekas luka (-), Tumor (-), eritema (-)

Edema (-), bekas luka (-), Tumor (-), eritema (-)PALPEBRA INFERIOREdema (-), bekas luka (-), Tumor (-), eritema (-)

Hiperemis (-), sekret (-), kemosis (-)CONJUNGTIVA PALPEBRALISHiperemis (-), sekret (-), kemosis (-)

Hiperemis (-), sekret (-), kemosis (-)CONJUNGTIVA FORNICESHiperemis (-), sekret (-), kemosis (-)

Hiperemis (-), sekret (-), kemosis(-), Jaringan fibrovaskuler (+) nasal 4 mm dari limbus, Sondase (-)CONJUNGTIVA BULBIHiperemis (-), sekret (-), kemosis(-)

PutihSCLERAPutih

JernihCORNEAJernih

Kedalaman cukup, efek tyndall (-), hipopion (-), hifema (-)CAMERA OCULI ANTERIORKedalaman cukup, efek tyndall (-), hipopion (-), hifema (-)

Kripte (+). Sinekia (-)IRISKripte (+), Sinekia (-)

Bulat, sentral, reguler, d: 3mm, RP (+) N, RAPD (-)PUPILBulat, sentral, reguler, d: 3mm, RP (+) N, RAPD (-)

Jernih, bayangan iris (-)LENSAJernih, bayangan iris (-)

Tidak dilakukanFUNDUS REFLEKSTidak dilakukan

Tidak dilakukanCORPUS VITREUMTidak dilakukan

Tidak dilakukanTENSIO OCULITidak dilakukan

Tidak dilakukanSISTEM CANALIS LACRIMASLISTidak dilakukan

Tidak dilakukanTEST FLUORESCEINTidak dilakukan

V. RESUMESeorang wanita berumur 70 tahun datang ke Poli Mata RSUP Dr Kariadi dengan keluhan merasakan mata kanan mengganjal saat berkedip, mata merah (+), mata perih (+), keluhan bertambah saat terkena sinar matahari/panas dan debu, perih dan mata merah dirasakan hilang timbul dan semakin memberat.

Status OpthamologiODOS

6/30VISUS6/10

Hiperemis (-), sekret (-), kemosis(-), Jaringan fibrovaskuler (+) nasal 4 mm dari limbus, Sondase (-)CONJUNGTIVA BULBIHiperemis (-), sekret (-), kemosis(-)

VI. VII. DIAGNOSIS BANDINGOD Pterygium NasalisOD PseudopterygiumOD Pinguekula

VIII. DIAGNOSA KERJAOD Pterygium NasalisIX. TERAPICendo lyteers ED 4x1 gtt ODSPro: eksisi pterygiumpersiapan pre operasi (pemeriksaan lab darah rutin, PTT/PPTK, sekret mata OD)X. PROGNOSISODOS

Quo ad visamDubia ad bonamAd bonam

Quo ad sanamDubia ad bonamAd bonam

Quo ad vitamAd bonam

Quo ad comesticamAd bonam

XI. USUL-USUL Rencana tindakan operasi eksisi pterygium merupakan terapi definitif karena sudah melebar hingga 4 mm dan merupakan indikasi untuk dilakukan eksisi.XII. EDUKASI Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa rasa mengganjal pada mata pasien disebabkan oleh pterygium (selaput tumbuh) Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien akan diberikan obat tetes mata untuk mengurangi gejala iritasi, kemerahan dan rasa panas pada mata Menjelaskan kepada pasien dan keluarga agar pasien menggunakan obat tetes mata secara teratur Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk memeriksakan ke dokter spesialis mata untuk rencana operasi Menjelaskan kepada pasien dan keluarga agar menghindari paparan sinar matahari dan debu atau hal-hal lain yang dapat mengiritasi mata dengan kaca mata

XIII. DISKUSIPTERYGIUMPterygium merupakan pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Kata pterygium berasal dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap. Pterygium umumnya tumbuh pada daerah interpalbebra, lebih sering tedapat pada bagian nasal konjungtiva. Puncak segitiga disebut apeks, yaitu bagian pterygium yang tumbuh masuk ke jaringan kornea. Usia penderita pada umumnya dewasa muda (20-40 tahun) dan kejadian meningkat pada daerah tropis dan subtropis. 1,2,3,4

Faktor Risiko7Faktor risiko yang mempengaruhi pterygium antara lain faktor herediter dan faktor lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara.1. Radiasi ultravioletFaktor risiko lingkungan merupakan faktor penting dalam timbulnya pterygium, terutama paparan sinar matahari. Sinar ultraviolet yang diabsorbsi oleh kornea dan konjungtiva akan menyebabkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Banyaknya paparan sinar matahari dipengaruhi oleh letak geografis, waktu di luar rumah, penggunaan pelindung kepala / mata.

2. Faktor GenetikBeberapa laporan kasus menyatakan bahwa sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan adanya riwayat keluarga dengan pterygium. Kejadian ini kemungkinan diturunkan secara autosomal dominan.3. Faktor lainIritasi kronik atau inflamasi yang terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Wong juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan penggunaan pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga dapat menjadi penyebab dari pterygium.

Patogenesis 3,5Etiologi pterygium belum diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan sinar matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Salah satu teori menyatakan pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru. Tingginya insiden pterygium pada daerah kering, iklim panas mendukung teori ini.Ultraviolet merupakan mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem cell. Tanpa proses apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan peningkatan proses kolagenase. Sel-sel bermigrasi dan terjadi proses angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva akan mengalami degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membrana Bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis, dan kadang terjadi displasia.Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement, dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterygium menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matriks metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.

Gambaran Klinis Dan Pembagian Pterygium,1,2,5Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah. Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris. Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan yang dapat menyebabkan penglihatan kabur.Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterygium (stoker's line).Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head) dan cap. Bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya ke arah kantus disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut apeks dan ke belakang disebut cap.Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe, yaitu:- Pterygium progresif: tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala pterygium.- Pterygium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.Gejala klinis pterygium pada tahap awal biasanya ringan hanya keluhan kosmetik bahkan sering tidak ada keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain : Mata terasa kering dan seperti berpasir Mata sering berair, tampak merah, seperti rasa terbakar, dan gatal Mengganggu penglihatan Pada pterygium yang lanjut, dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga visus juga menurun Timbul astigmatisma akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterygium tersebut, biasanya astigmatisma with the rule ataupun astigmatisma irregular.Pembagian pterygium berdasarkan penyebaran ke arah kornea dan pelibatan visus yaitu :1. Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker's line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium. Lesi sering asimptomatis meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien dengan pemakaian lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.2. Tipe II : menutupi kornea sampai 4 mm, bisa primer atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.3. Tipe III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata.Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat (gradasi klinis menurut Youngson), berdasarkan bagian kornea yang tertutup pertumbuhan pterygium, yaitu :1. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 4 mm)4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

Diagnosis Banding 2,5,8Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama yaitu pinguekula dan pseudopterygium. Pinguekula bentuknya kecil, meninggi, masa kekuningan berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura interpalpebra dan kadang-kadang mengalami inflamasi. Pinguekula merupakan degenerasi hialin dari jaringan submukosa konjungtiva. Pembuluh darah tidak masuk ke pinguekula, tetapi bila terjadi peradangan atau iritasi maka sekitar bercak degenerasi akan terlhat pembuluh darah yang melebar. Pada pinguekula tidak perlu pengobatan, kecuali yang mengalami peradangan (pinguekulitis) dapat diberikan obat-obatan antiradang. Tindakan eksisi tidak diindikasikan. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur. Pinguekula sering terjadi pada iklim sedang dan iklim tropis dengan angka kejadian sama pada laki-laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko penyebab pinguekula.Pseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda dengan pterygium, pseudopterygium adalah akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak melekat pada limbus kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara head, cap dan body serta pada pseudopterygium cenderung keluar dari ruang fissura interpalpebra yang berbeda dengan true pterygium.Penatalaksanaan 1,5Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering ditangani dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti lubrikans, vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2. Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kacamata pelindung ultraviolet.Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi adanya ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan akibat pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, dan adanya gangguan pergerakan bola mata. Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata yang sesuai dengan anatomisnya. Suatu teknik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium dengan menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi pterygium ke arah limbus. Memisahkan pterygium ke arah bawah pada limbus lebih disukai, kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma jaringan sekitar otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan. Beberapa teknik operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu :1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan benang absorbable digunakan untuk melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan suatu daerah sklera yang terbuka.2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif hanya jika defek konjungtiva sangat kecil).3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva digeser untuk menutupi defek.4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren pterygium, mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru mengungkapkan menekan TGF- pada konjungtiva dan fibroblast pterygium. Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.

Terapi Pembedahan8,9Pada awal proses penyakit, dokter sering mengambil pendekatan konservatif, yaitu dengan memberikan obat tetes mata. Pasien dengan stadium awal pterygium direkomendasikan menggunakan kacamata pelindung yang tepat. Pterygium yang ukurannya lebih besar dari 3 mm dapat menyebabkan Silindris, dan diperlukan intervensi untuk memperbaiki visus. Lesi lebih besar dari 3,5 mm (lebih dari setengah ke pusat pupil di kornea) dapat menyebabkan astigmatisme lebih dari 1 D dan penglihatan buram yang tidak bisa dikoreksi. Tantangan utama pembedahan pterygium adalah kekambuhan. Banyak dokter mata lebih memilih untuk memisahkan kepala pterygium dari kornea yang mendasarinya. Keuntungannya adalah proses epitelisasi cepat, jaringan parut minimal dan menghasilkan permukaan kornea yang halus Teknik bare sclera melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium sementara memungkinkan bare scleral bed untuk reepitalisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89 persen.Teknik conjunctival autograft memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan antara 2 persen hingga setinggi 40 persen dalam beberapa studi prospektif. Prosedur ini melibatkan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar superotemporal, dan menjahit luka pada scleral bed yang terkena eksisi pterygium. Pada teknik conjunctival autograft komplikasi jarang terjadi.31 Lawrence W. Hirst, MBBS, dari Australia merekomendasikan menggunakan sayatan besar untuk eksisi pterygium dan transplantasi luas sehingga tingkat kekambuhan sangat rendah.Amniotic membran grafting juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan pterygium. Namun, tingkat kekambuhan bervariasi antara 2,6 persen dan 10,7 persen untuk pterygia primer dan setinggi 37,5 persen untuk pterygia berulang.Indikasi Bedah: astigmatisma yang diinduksi gangguan pengelihatan, gangguan yang melibatkan sumbu visual, gejala iritasi berat, cosmesis.Terapi Adjuvan10MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena kemampuannya untuk menghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan iradiasi beta. Namun, tingkat dosis yang aman dan efektif minimal belum ditentukan. MMC saat ini digunakan pada aplikasi intraoperatif, dari MMC langsung ke bare scleral bed setelah eksisi pterygium dan penggunaan pasca operasi obat tetes mata MMC topikal. Beberapa penelitian menganjurkan penggunaan MMC hanya intraoperatif untuk mengurangi toksisitas.Iradiasi beta juga telah digunakan untuk mencegah kekambuhan, karena menghambat mitosis pada sel-sel yang membelah dengan cepat dari pterygium, meskipun tidak ada data tingkat kekambuhan kembali yang jelas. Bagaimanapun, efek buruk radiasi seperti nekrosis bare scleral bed, melting, endophthalmitis dan pembentukan katarak sektoral, hal ini telah mendorong dokter mengurangi penggunaannyaBevacizumab (Avastin, Genentech, Inc, San Francisco, CA, USA) adalah antibodi monoklonal manusia sebagai VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) yang dirancang untuk pemakaian intravena (IV) dan digunakan untuk pengobatan kanker kolorektal. Berbagai uji klinis telah menunjukkan bahwa pemberian intravitreal dapat meningkatkan ketajaman visual, penurunan ketebalan retina serta penurunan kebocoran angiografi. Pemberian tunggal bevacizumab subkonjungtiva pada pterygium berefek pada penurunan iritasi dan vaskularisasi dalam jangka pendek. Hal itu mungkin berhubungan dengan bioavailabilitas terbatas obat dalam pengaturan ekspresi VEGF.8Dipyridamol (Persantin, Cardoxin) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1959 sebagai obat anti angina yang berefek pada penghambatan agregasi platelet. Dipyridamole juga menunjukkan efek potensial pengobatan terhadap pterygium. Efek dipyridamole terhadap pterygium antara lain sebagai anti-inflamasi (menghambat TNF-alfa, PMA mediated MMP9expression, NF-beta signaling, p38 MAPK activation), antineoplastik, antiviral. Pengobatan dengan diteteskan dipyridamole (1,68 10-4M dalam larutan saline) dimulai dengan 1 tetes dua kali sehari ke mata yang terkena pterygium. Laporan ini merupakan kasus pertama keberhasilan pengelolaan suatu pterygium meradang dan regresi parsial dengan pengobatan non operasi memanfaatkan dipyridamole topikal.Penggunaan fibrin glue dapat mengurangi waktu operasi dan nyeri pasca operasi dibandingkan dengan kelompok jahitan. Sensasi Benda asing dirasakan oleh sebagian besar pasien pada 1 hari pasca operasi mungkin karena keratectomy dangkal dilakukan selama operasi. Namun, pada hari-hari berikutnya pasien kelompok fibrin glue lebih merasa nyaman dibandingkan dengan kelompok jahitan. Penggunaan fibrin glue terbukti berhubungan dengan pencegahan perdarahan di bawah jaringan hasil transplantasi. Hal ini dapat disebabkan oleh aktivasi faktor pembekuan dengan menggunakan fibrin glue. Kekambuhan tercatat lebih sedikit dalam kelompok lem fibrin dibanding kelompok jahitan tetapi tidak signifikan secara statistik. Hal ini juga berkorelasi dengan penelitian lain yang membandingkan jahitan dengan fibrin glue untuk autograft konjungtiva. Fibrin glue merupakan metode yang efektif dan aman untuk autograft konjungtiva selama operasi pterygium. Penggunaan lem fibrin dapat meringankan prosedur bedah, mempersingkat waktu operasi dan menghasilkan kenyamanan lebih pasca operasi.ANALISIS KASUSPada kasus ini, pasien didiagnosis pterygium berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada diagnosis tersebut.Pada anamnesis diperoleh, pasien merasakan mata kanan mengganjal saat berkedip, mata merah (+), mata perih (+), keluhan bertambah saat terkena sinar matahari/panas dan debu, perih dan mata merah dirasakan hilang timbul, pasien tidak mengeluh pandangan kabur, keluar kotoran mata (-), mata berair (-).Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus OD 6/12, OS 6/10. OD tampak kemerahan dan pada bagian nasal tampak jaringan fibrovaskuler kurang dari 4 mm dengan sondase (-).Pasien diberikan cendo lyteers 4x1 sehari ODS untuk mencegah iritasi, rasa panas dan kemerahan dan akan dikonsulkan ke bagian mata untuk dilakukan operasi eksisi pterygium. Pasien disarankan kontrol seminggu kemudian setelah dilakukan operasi. Pasien diberitahu untuk memakai kaca mata gelap dan mengurangi paparan sinar matahari.

DAFTAR PUSTAKA1. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftamologi Umum. Ed: 14. 2000. Jakarta : Widya Medika2. James B, Chris C, Anhtony B. Lecture Note: Oftamologi. Ed: 9. 2003. Jakarta : Penerbit Erlangga3. Ellis, Harold. 2006. Clinical Students Elevent Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc.4. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia5. Chui JJY, Coroneo MT. Pterygium pathogenesis, actinic damage, and recurrence. In: Hovanesian JA, editor. Pterygium: Techniques and Technologies for Surgical Success. Thorofare, NJ: Slack Incorporated; 2012:1266. Van Setten G, Aspiotis M, Blalock TD, Grotendorst G, Schultz G. Connective tissue growth factor in pterygium: simultaneous presence with vascular endothelial growth factor-possible contributing factor to conjunctival scarring. 2003;241 (2): 135-139 7. Young CH, Lo YL, Tsai YY, Shih TS, Lee H, Cheng YW. CYP1A1 gene polymorphism as a risk factor for pterygium.2010; 16: 1054-1058 8. Stival LRS, Lago AM, Figueiredo MNFC, Bittar RHG, Machado ML, Junior JJN. Efficacy and safety of subconjunctival bevacizumab for recurrent pterygium.Arq Bras Oftamol.2014;77(1):4-79. Hirst, L. W. Ophthalmology 2008;115(10): 16631672.10. Beth HC, Carol AB, Moshe R. Pterygium: Nonsurgical Treatment Using Topical Dipyridamole-A case Report. 2014;5:98-103