laporan kasus mata - pterygium - marleen
DESCRIPTION
dddTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
PTERYGIUM
Pembimbing:
dr. Agah Gadjali, SpM
dr. Gartati Ismail, SpM
dr. Henry A. W, SpM
dr. Hermansyah, SpM
dr. Mustafa K. Shahab, SpM
Disusun oleh:
Marleen
07120110032
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. 1 RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 17 AGUSTUS 2015 – 19 SEPTEMBER 2015
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
1 Nama : Tn. M A
2 Umur : 33 tahun
3 Jenis kelamin : Pria
4 Tanggal lahir : 18-03-1982
5 Agama : Islam
6 Kebangsaan/ suku : Indonesia/ Jawa
7 Pendidikan : SMA
8 Perkerjaan : Buruh pabrik
9 Alamat : KP Malaka Tegal Kunir Kidul Maur, Tangerang
10 Status : Menikah
11 Tanggal pemeriksaan : 27 agustus 2015
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 Agustus 2015.
Keluhan utama : Adanya selaput kemerahan pada mata kanan pasien yang
semakin hari semakin mendekati bagian hitam mata pasien sejak 2 tahun lalu.
Keluhan tambahan : Adanya rasa mengganjal pada mata kanan dan kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Polri Sukanto dengan keluhan
muncul selaput berwarna putih kemerahan pada mata kanan dan kiri sejak 2 tahun
yang lalu. Selaput ini berbentuk segitiga. Pada awalnya, pasien mengatakan
munculnya selaput ini hanya berada di mata kanan dan kiri dekat hidung (tidak
mengenai bagian hitam mata) sejak 2 tahun yang lalu. Lalu, selaput yang tumbuh
ini semakin menjalar mendekati bagian hitam mata pasien. Pasien juga mengeluh
ada rasa mengganjal pada mata kanan dan kiri sejak 2 tahun terakhir. Keluhan
mata merah dan terasa kering terdapat sejak 1 tahun lalu hilang timbul dengan
sendirinya. Pasien belum menggunakan obat untuk mengatasi keluhannya.
Keluhan mata gatal dan keluarnya kotoran mata yang banyak disangkal. Rasa
nyeri dan bengkak disangkal. Gangguan pada penglihatan juga disangkal oleh
pasien. Keluhan pandangan menjadi kabur, berbayang ataupun berkabut
disangkal.
Riwayat trauma pada mata disangkal. Riwayat mata terkena bahan kimia
disangkal. Penggunaan kacamata ataupun kontak lens disangkal. Riwayat penyakit
mata sebelum muncul selaput disangkal. Pasien mengaku belum pernah
mengalami hal yang serupa.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal pernah mengalami riwayat trauma pada mata.
Pasien menyangkal menggunakan kacamata sebelumnya.
Pasien menyangkal memiliki riwayat penggunaan lensa kontak sebelumnya.
Riwayat diabetes mellitus: disangkal
Riwayat hipertensi: disangkal
Riwayat alergi makanan atau obat: disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Anggota keluarga denga sakit yang sama disangkal.
Riwayat diabetes mellitus: disangkal.
Riwayat hipertensi: disangkal.
Riwayat Kebiasaan:
Pasien mengaku sering terpapar sinar matahari dan matanya sering terkena
debu akibat bekerja di pabrik benang. Pasien tidak menggunakan topi ataupun
kacamata. Pasien juga merupakan pengguna kendaraan bermotor, yang biasanya
menggunakan helm tanpa kaca pelindung mata. Pasien mengaku tinggal di daerah
yang panas.
III. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah: 120/80
Nadi : 84 kali/menit
Respirasi : 18 kali/menit
Suhu : 36.6 °C
Status Oftalmologi
OD OS
Visus 5/5 E 5/5 E
Kedudukan bola mata Ortoforia
Gerakan bola mata
Tekanan intraokular N/palpasi N/palpasi
Palpebra superior Hiperemis (-) ; edema (-) ;
nyeri tekan (-) ;benjolan (-)
Hiperemis (-) ; edema (-) ;
nyeri tekan (-) ; benjolan
(-)
Palpebra inferior Hiperemis (-) ; edema (-) ;
nyeri tekan (-) ;benjolan (-)
Hiperemis (-) ; edema (-) ;
nyeri tekan (-) ; benjolan
(-)
Konjungtiva tarsalis superior Hiperemis (-) ; papil (-) ;
folikel (-) ; sikatriks (-) ;
sekret (-)
Hiperemis (-) ; papil (-) ;
folikel (-) ; sikatriks (-) ;
sekret (-)
Konjungtiva tarsalis inferior Hiperemis (-) ; papil (-) ;
folikel (-) ; sikatriks (-) ;
sekret (-)
Hiperemis (-) ; papil (-) ;
folikel (-) ; sikatriks (-) ;
sekret (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (-) ; Injeksi konjungtiva (-) ;
injeksi siliar (-) ;
perdarahan (-)
injeksi siliar (-) ;
perdarahan (-) ;
Kornea Infiltrat (-) ; ulkus (-) ;
sikatriks (-)
Terdapat selaput berbentuk
segitiga di bagian nasal
yang sudah melewati
limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati
kornea
Infiltrat (-) ; ulkus (-) ;
sikatriks (-)
Terdapat selaput
berbentuk segitiga di
bagian nasal yang sudah
melewati limbus kornea
tetapi tidak lebih dari 2
mm melewati kornea
Bilik mata depan Dalam, jernih Dalam, jernih
Iris Berwarna coklat, kripte (+),
sinekia anterior (-), sinekia
posterior (-)
Berwarna coklat, kripte
(+), sinekia anterior (-),
sinekia posterior (-)
Pupil Bulat, isokor, berada di
sentral, refleks cahaya (+),
diameter 3mm
Bulat, isokor, berada di
sentral, refleks cahaya (+),
diameter 3mm
Lensa Jernih, shadow test (-) Jernih, shadow test (-)
Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
IV. Resume
Seorang pria, 33 tahun, datang dengan keluhan utama munculnya selaput
berwarna kemerahan pada mata kanan dan kiri yang semakin hari semakin
mendekati bagian hitam mata sejak 2 tahun yang lalu. Selaput berbentuk
triangular dibagian nasal dengan bagian sentral terletak dipinggir kornea. Pasien
juga mengeluhkan adanya rasa mengganjal pada mata kanan dan kiri. Keluhan
mata merah dan mata kering terdapat serta hilang timbul dengan sendirinya
Pasien sering terpapar sinar matahari dan debu pabrik serta sering
beraktivitas diluar ruangan tanpa menggunakan topi atau kacamata. Pasien
mengaku belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Pasien mengaku
tidak menggunakan kacamata.
Pada pemeriksaan oftalmologis, pemeriksaan kornea pada oculi dextra
dan sinistra ditemukan adanya selaput berbentuk segitiga dibagian nasal yang
sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.
Pemeriksaan visus:
Visus OD : 5/5 E
Visus OS : 5/5 E
V. Diagnosis Kerja
Pterygium ODS derajat II
VI. Diagnosis Banding
Pseudopterygium
Pinguekula
VII. Penatalaksanaan
Diagnostik :
Pemeriksaan fisik :
Slit Lamp : untuk melihat jaringan fibrovaskular pada permukaan
konjungtiva
Terapi
Non medikamentosa
Anjuran untuk mengurangi aktivitas diluar ruangan.
Anjuran untuk memakai topi dan kacamata saat beraktivitas diluar ruangan
atau sewaktu bekerja.
Medikamentosa
Steroid topical : CendoXitrol® (Polimyxin B, Neomycin, Dexamethason)
tetes mata 3 kali 1 tetes selama 5 – 7 hari pada oculi dextra
Air mata artifisial (1 tetes 4 kali sehari) ; Cendo lyteers
Tindakan bedah
Pro eksisi pterygium dengan teknik conjunctival autograft dengan pemberian
mytomicin C intraoperatif.
Monitoring :
Gejala : Selaput tumbuh semakin mendekati pupil atau sama saja, rasa perih
dan mengganjal sama saja atau semakin memburuk.
Edukasi :
Edukasi mengenai penyakit pasien
Komplikasi : gangguan penglihatan, iritasi berulang.
Edukasi mengenai terapi pterigium
Guna obat: untuk meredakan keluhan tapi tidak menghilangkan
selaput dan bahwa terapi definitive adalah pembedahan.
Edukasi pasien untuk control setelah operasi
Komplikasi post-op : infeksi konjungtiva, reaksi material jahitan,
terbentuknya granuloma, rekuren.
VIII. Prognosis
Quo ad vitam :Bonam
Quo ad fungsionam :Dubia ad bonam
Quo ad sanationam :Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sclera dan kelopak bagian
belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin
bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian,
yaitu :
- Konjungtiva tarsal yang menutupi
tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
- Konjungtiva bulbi menutupi
sclera dan mudah digerakkan dari
sclera dibawahnya.
- Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehinga bola mata mudah bergerak.
1. Kornea
2. Lensa
3. Fornix
4. Marginal Konjungtiva
5. Palpebral portion of lacrimal gland
6. Tarsal konjungtiva
Pterigium
1. Definisi
Pterigium berasal dari bahasa latin pterigeon yang artinya adalah sayap. Pterigium
merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degenerative
dan invasif. Merupakan pertumbuhan tidak ganas dan lambat. Pertumbuhan berasal
dari jaringan subkonjungtiva dan dapat mencapai kornea, karenanya dapat
mengganggu penglihatan.
Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal
konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium berbentuk segitiga dengan
puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila
terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna merah. Pterigium dapat
mengenai kedua mata.
2. Epidemiologi
Pterigium tersebar luas di seluruh dunia. Lebih umum pada daerah beriklim panas
dan kering. Berhubungan erat dengan sinar UV langsung. Umumnya laki-laki lebih
sering terkena dibandingkan perempuan. Pada umur 20-40 tahun, biasanya lebih
mudah terkena, namun prevalensi nya lebih tinggi pada umur 40 tahun.
3. Etiologi
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan
udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas, dan diduga merupakan
suatu neoplasma, radang, dan degenerasi. Hubungan antara sinar UV dengan
pertumbuhan pterigium sangat erat. Orang yang lebih sering bekerja diluar ruangan
lebih mudah terkena. Pterigium juga berhubungan erat dengan basal cell carcinoma,
polymorphous light eruption, porphyria cutanea tarda, dan xeroderma pigmentosa.
4. Patogenesis
Patogenesis terbentuknya pterigium belum begitu jelas, namun ada
beberapa hipotesa terbentuknya pterigium. Hipotesa yang pertama adalah
berdasarkan factor angiogenesis, seringnya terpapar sinar UV membuat
perubahan biologi pada membran bowman. Protein yang berubah pada
membrane bowman tersebut membentuk factor angiogenik atau pteriogenik.
Sinar UV dapat memicu pertumbuhan hiperplasi pada sel di bagian
limbal. Sel tersebut dapat menginvasi kornea dan limbus yang pertumbuhan
nya secara sentripetal terhadap kornea dan limbus. Hal ini menjelaskan
bentuk segitiga atau sayap pada pterigium.
Selain itu dalam pembentukan pterigium, sekalipun sangat berhubungan
erat dengan sinar UV, namun tidak lepas dengan adanya mikrotrauma. Hal ini
menjelaskan mengapa debu adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan
pterigium. Ketika sinar UV masuk ke mata bersamaan dengan adanya
mikrotrauma, maka akan terjadi perubahan yang akhirnya membuat
hilangnya kolagenase dan mata menjadi kering. Hal ini menginduksi
extracellular matrix untuk berakumulasi. Lalu terjadi reaksi fibroblastic yang
akhirnya menyebabkan pterigium.
Sinar UV membuat penipisan pada sel langerhan di bagian limbus
(stocker’s line).
5. Klasifikasi
Grade 1 . Jika pterigium hanya sebatas limbus kornea
Grade 2 . Jika pterigium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil, tidak
lebih dari 2mm melewati limbus.
Grade 3 . Jika pterigium sudah melebihi grade 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil
mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil 3mm)
Grade 4 : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.
6. Tipe klinis pterigium
Progresif:
• Tebal
• Kemerahan
• Terlihat adanya pembuluh darah
• Pada puncaknya terlihat bagian opak yang disebut sebagai cap yang dikenal
sebagai Stocker’s line
Athropic / stationary:
• Tipis
• Vaskularisasi tidak terlihat
• Tidak memiliki cap
7. Tipe lain dari pterigium
Double Pterygium
Pterigium berulang
Pterigium malignan
8. Manifestasi klinik
Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata
iritatif, merah dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan memberikan keluhan
gangguan penglihatan. Pterigium dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen
(penipisan kornea akibat kering), dan garis besi (iron line dari stocker) yang terletak
di ujung pterigium.
Kadang pterigium dapat menimbulkan rasa perih, dan rasa mengganjal saat berkedip.
Pasien dengan pterigium mungkin juga datang dengan keluhan gatal pada mata.
9. Diagnosis
Anamnesis :
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata
merah, munculnya selaput yang progresif, tidak ada penurunan penglihatan.
Selain itu perlu juga dinyatakan adanya riwayat banyak bekerja di luar
ruangan pada daerah dengan pajanan sinar matahari yang tinggi atau berdebu
Pemeriksaan fisik :
Diagnosa Pterigium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik
menggunakan slit lamp.
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan pada pterigium terutama
apabila pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan. Pemeriksaan berupa
topografi kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa
astigmatisme ireguler yang disebabkan oleh pterigium.
10. Diagnosis banding
Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga
konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva
yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya.
Untuk membandingkan antara pterigium dengan pseudopterigium, dapat dilihat dari
riwayat pasien. Pseudipterigium merupakan hasil dari inflamasi kornea yang
diakibatkan oleh iritasi bahan kimia, perforasi kornea, atau ulkus kornea yang lama,
dimana memicu pertumbuhan konjungtiva ke kornea.
Dibedakan dengan pterigium dengan adanya riwayat inflamasi sebelumnya, selain itu
pseudopterigium umumnya hanya ada pada satu mata, bentuk pseudopterigium tidak
berbentuk “wing” atau sayap, dan tidak progresif. Selain itu beda pterigium dengan
pseudopterigium dapat dilihat dari letaknya, pseudopterigium tidak harus pada celah
kelopak atau fisura palpelbra juga pada pseudopterigium ini dapat diselipkan sonde
dibawahnya.
Pinguekula
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang
tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari, debu, dan
angin panas. Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama di bagian nasal.
Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pembuluh
darah tidak masuk ke dalam pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi iritasi,
maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh darah yang melebar.
Pinguekula dibedakan dengan pterigium menggunakan slit lamp. Pinguekula hanya
sebatas limbus dan konjungtiva. Pinguekula tidak mencapai kornea.
11. Penatalaksanan
a. Non-farmakologi
Pada pasien dengan Pterigium, tatalaksana non farmakologi dapat dilakukan dengan
melindungi mata pasien dari sinar UV atau sinar matahari. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi resiko pterigium bertambah parah. Selain itu pasien diharapkan untuk
menghindari debu, udara panas, dan juga aktivitas diluar ruangan.
b. Farmakologi
Terapi farmakologi diberikan tergantung pada keluhan pasien, apabila pasien
mengeluhkan mata kering, maka di berikan pengganti air mata. Apabila terjadi iritasi
dan radang, diberikan steroid topical.
c. Pembedahan
Pembedahan pada pasien dengan pterigium dilakukan apabila,
- pertumbuhan pterigium sudah mengganggu penglihatan,
- Inflamasi berulang
- Pterigium yang walaupun hanya di periferal namun mengganggu penglihatan
dengan membuat adanya astigma tinggi.
- Gangguan pergerakan bola mata dengan diplopia.
- Alasan kosmetik, untuk alasan ini harus dijelaskan pada pasien bahwa
pterigium dapat berulang.
Pembedahan yang dapat dilakukan pada pasien pterigium adalah pro eksisi dengan
teknik conjunctival autograft.
12. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat pterigium adalah gangguan penglihatan.
Gangguan penglihatan karena pterigium dapat terjadi karena pterigium yang sudah
tumbuh melewati pupil, atau dapat karena mengganggu visual axis. Selain itu
pterigium dapat menyebabkan iritasi pada mata
13. Pencegahan
Pencegahan pterigium dapat dilakukan dengan menghindari paparan langsung
terhadap sinar matahari, udara panas, dan debu. Apabila seseorang harus berhadapan
dengan aktivitas luar ruangan, maka disarankan untuk menggunakan kaca mata
hitam.
14. Prognosis
Prognosis pterigium adalah baik karena tidak selalu mengganggu atau memberikan
simtom. Pterigium dapat kembali lagi atau muncul kembali terutama pada pasien
dengan umur dibawah 40 tahun.
BAB 3
PEMBAHASAN KASUS
Pada anamnesis, seorang pria 33 tahun ditemukan gejala yang khas
pada pterygium yaitu munculnya selaput pada bagian putih mata dekat
hidung berbentuk segitiga dengan bagian tengah di pinggir bagian hitam bola
mata, serta adanya rasa mengganjal. terdapat keluhan mata merah dan mata
kering dirasakan hilang timbul dengan sendirinya. Pasien tidak memiliki
keluhan gangguan penglihatan, sekret, gatal, bengkak dan nyeri. Hal ini dapat
menyingkirkan diagnosa mata merah dengan visus turun bersamaan dengan
menyingkirkan diagnosa mata merah dengan belek.
Dari anamnesis, pada riwayat kebiasaan didapatkan pasien sering beraktivitas
diluar ruangan, tanpa memakai topi ataupun kacamata pelindung sehingga sering
terkena paparan UV serta pasien juga mengaku bekerja sebagai buruh pabrik benang
sehingga sering terpapar debu. Hal ini mendukung diagnosis pterygium karena sering
terpapar dengan sinar UV serta benda asing seperti debu merupakan salah satu faktor
resiko dari pterygium.
Dari pemeriksaan fisik, pada oculi dextra dan sinistra ditemukan selaput berbentuk
triangular dari bagian nasal yang melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2
mm melewati kornea. Berdasarkan kriteria derajat klinis menurut Youngson,
makaditegakkan diagnosis pterygium oculi dextra dan sinistra derajat II. Untuk
membedakan pterigium dengan diagnose banding lain adalah posisi pterigium itu
sendiri. Pada pseudopterigium, jaringan muncul tidak harus dari bagian nasal atau
temporal, namun bisa dari mana saja. Selain itu dari anamnesa dapat ditemukan
riwayat sakit mata sebelumnya. Pterigium juga dapat dibedakan dengan pinguekula
dari lokasinya. Pada pinguekula, benjolan hanya ada di batas limbus dan
konjungtiva. Pinguekula tidak pernah mengganggu kornea. Dari pemeriksaan fisik
pasien ini, dilihat bahwa jaringan segitiga tersebut melewati batas limbus.
Pada tatalaksana non medikamentosa, dianjurkan kepada pasien untuk
mengurangi aktivitas di luar ruangan dan memakai topi dan kacamata jika berada di
luar ruangan atau sedang bekerja di pabrik. Hal ini dimaksudkan untuk
meminimalisir paparan UV sehingga kemungkinan terjadinya progresivitas penyakit
berkurang serta meminimalisir debu yang dapat mengiritasi mata.
Padatatalaksanamedikamentosa, diberikan obat tetes mata
CendoXitrol® (Polimyxin B, Neomycin, Dexamethason) 3 kali 1 tetes pada
mata kanan dan kiri. Diharapkan kortikosteroid dalam kombinasi ini dapat
meredakan gejala iritasi yang terjadi.
Terapisurgikal yang dianjurkan kepada pasien adalah eksisi pterygium
dengan teknik conjunctival autograft dengan pemberian mytomycin C
intraoperatif. Teknik conjunctival autograft dipilih karena tingkat
kekambuhannya yang rendah. Pemberian mytomycin C intraoperatif
dipertimbangkan pada kasus ini karena kasus tingkat kekambuhan pterygium
diharapkan menurun dengan pemberian mytomycin C karena MMC
menghambat sintesis fibroblas sehingga dapat mencegah rekurensi penyakit
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. 2008. Classification and
Management of Conjunctival Disorders. Singapore: Lifelong Education
Ophthalmologist. pp 165-167.
2. Bandyopadhyay, Ranjana. Ijpmolnline. 2010.
http://www.ijpmonline.org/article.asp?issn=0377-
4929;year=2010;volume=53;issue=4;spage=692;epage=695;aulast=Bandyop
adhyay.
3. Ilyas,Sidharta. 2005. Kelopak Mata. Dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata.
3rd edisi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hlm : 58-60
4. lusby, Franklyn W. Medine Plus. 2008.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001011.htm (accessed
2015).
5. Sebastian, Roberto. Diagnostic Pathology. 2013.
http://www.diagnosticpathology.org/content/8/1/32.
6. Subramaniam, Dr Ramya. Ejournal Ophtalmology. 2011.
http://www.ejournalofophthalmology.com/ejo/ejo40.html.
7. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2000. Palpebra dan Aparatus Lakrimalis.
Dalam Oftamologi umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika. Hal 81-82
8. Vision, Mission for. Anatomy of the human eye. 2005.
http://www.images.missionforvisionusa.org/anatomy/2005/11/conjunctiva-
answers.html.
9. Web MD. 2014. http://www.webmd.boots.com/eye-health/guide/pterygium.
10. Youngson, Liutenant Colonel R.M. Ramcjournal. 1970.
http://www.ramcjournal.com/content/116/3/126.full.pdf.