kasbes radio
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS RADIODIAGNOSTIK
SEORANG PRIA 55 TAHUN DENGAN PNEUMOTHORAKS
Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan senior Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
Adi Satria Widjanarko 22010111200017
Aditya Hans Suwignjo 22010111200018
Afriliana Mulyani 22010111200019
Agustinus Salim 22010111200020
Ahmad Andi Sameggu 22010111200021
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus besar dengan :
Judul : Seorang Pria 55 Tahun Dengan Pneumothoraks
Bagian : Radiologi
Pembimbing : dr. Lydia Purna W, Sp. Rad
dr. Any Yuliastuti
Diajukan : Maret 2013
Semarang, Maret 2013
Dosen Pembimbing, Residen Pembimbing,
dr. Lydia Purna W, Sp. Rad dr. Any Yuliastuti
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan................................................................................................. 1
Bab II Tinjauan Pustaka......................................................................................... 3
2.1 Anatomi Thoraks.............................................................................................. 3
2.2 Definisi Pneumothoraks................................................................................... 4
2.3 Klasifikasi Pneumothoraks............................................................................... 4
2.4 Patofisiologi .................................................................................................... 5
2.5 Diagnosis.......................................................................................................... 6
2.6 Pemeriksaan Radiologi..................................................................................... 7
2.7 Gambaran Radiologi........................................................................................ 7
2.8 Pengelolaan......................................................................................................
................................................................................................................................
10
2.9 Komplikasi.......................................................................................................
................................................................................................................................
11
3.0 Prognosis..........................................................................................................
................................................................................................................................
11
Bab III Laporan Kasus...........................................................................................
................................................................................................................................
12
Bab IV Pembahasan...............................................................................................
................................................................................................................................
19
Bab V Kesimpulan.................................................................................................
................................................................................................................................
21
iii
Daftar Pustaka........................................................................................................
................................................................................................................................
22
Lampiran................................................................................................................
................................................................................................................................
23
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumothoraks adalah pengumpulan udara atau gas dalam rongga pleura,
yang berada antara paru-paru dan thoraks. Pneumothoraks dapat terjadi secara
spontan pada orang tanpa kondisi penyakit paru yang mana merupakan
pneumothoraks primer dan orang dengan penyakit paru yang mana merupakan
pneumothoraks sekunder. Selain itu, banyak juga ditemui kasus pneumothoraks
yang disebabkan trauma fisik pada dada, cedera akibat ledakan atau komplikasi
dari berbagai tindakan.1
Insiden pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Angka kejadian pneumotoraks pada pria lebih tinggi dibandingkan
wanita. Pada pasien-pasien pneumotoraks di Amerika Serikat didapatkan angka
kejadian pneumotoraks spontan primer terjadi pada 7,4 kasus per 100.000 orang
pertahun untuk pria dan 1,2 kasus per 100.000 orang pertahun pada wanita
sedangkan insiden pneumothoraks spontan sekunder 6,3 kasus per 100.000 kasus
pertahun pada pria dan 2,0 kasus per 100.000 kasus pada wanita. 2
Penelitian epidemiologi pada 15.204 orang di kota Stockholm, Swedia
didapatkan insidens pneumotoraks spontan sebesar 18 kasus per 100.000 orang
untuk pria dan 6 kasus per 100.000 orang untuk wanita. Dilaporkan juga adanya
pneumotoraks spontan familial dalam suatu keluarga, 23 anggota keluarga, 6
diantaranya mengalami serangan pneumotoraks dan ternyata insiden tersebut
berhubungan dengan dijumpainya HLA haplotype A2, B40 dan alpha-I-
antitrypsin phenotype M1M2. Pneumotoraks familial sering menimbulkan
pneumotoraks spontan dan terbanyak didapatkan justru pada wanita daripada pria.
Pneumothoraks traumatik lebih sering terjadi dibandingkan pneumothoraks
spontan dengan laju yang semakin meningkat. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Thoraks
Rongga thoraks berisi paru kanan dan paru kiri yang diselubungi oleh pleura
dan dipisahkan oleh mediastinum, jantung, oesophagus, dan trakea yang berlanjut
menjadi bronkus.1,2
Paru dibentuk oleh kantong-kantong udara yang berdinding sangat tipis dan
terdiri atas lapisan sel tunggal yang disebut alveoli. Alveoli merupakan lanjutan
dari bronkhiolus dimana bronkhiolus merupakan cabang bronkhi. Di dalam
alveoli selalu terdapat sejumlah udara. Paru-paru juga berisi arteri, vena, sistem
saraf, pembuluh limfe, dan jaringan ikat yang membuat alat pernapasan bersifat
elastis.2
v
Mediastinum adalah rongga di dalam cavum thoraks yang terletak di antara
pleura kanan dan kiri, di antara sternum dan tulang vertebra, dan dibatasi
diaphragma di sebelah inferior. Mediastinum adalah bangunan central pada cavum
thoraks yang berisi jantung, arcus aorta, vena cava superior, oesophagus, trachea,
thymus, dan pembuluh limfe.3
Gambar 1. Anatomi Thoraks
Paru-paru dibungkus oleh suatu kantong serous yang tertutup yang disebut
pleura. Pleura terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura parietalis yang berbatasan
langsung dengan dinding thoraks dan pleura visceralis yang melekat pada paru. Di
antar kedua pleura tersebut terdapat rongga yang disebut cavum pleura. Pada
keadaan normal, cavum pleura merupakan ruang potensial yang permukaannya
dilapisi mesothelial yang menghasilkan cairan serous untuk melicinkan
permukaan. pada akhir ekspirasi, tekanan dalam rongga pleura lebih rendah
daripada tekanan atmosfir. Hal ini disebabkan karena adanya keseimbangan antara
daya recoil paru yang cenderung mengecilkan paru. Tekanan negatif inilah yang
mempertahankan pengembangan paru ibarat sebuah balon yang akan tetap
mengembang dalam lingkungan yang vakum.2
Gambar 2. Cavum pleura
2.2 Definisi Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
atau cavum pleura yaang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena. Pada
keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, sehingga paru leluasa
mengembang terhadap rongga dada.1,2,3.
Gambar 3. Ilustrasi Pneumothoraks
2.3 Klasifikasi Pneumothoraks
Klasifikasi dari pneumothoraks 3:
1. Pneumothoraks spontan adalah pneumothoraks yang terjadi tanpa
adanya trauma pada thoraks sebelumnya.
a. Pneumothoraks spontan primer merupakan pneumothoraks yang
terjadi karena tidak ada penyebab penyakit paru yang mendasarinya.
b. Pneumothoraks spontan sekunder merupakan pneumothoraks yang
terjadi karena adanya penyakit paru yang mendasarinya, misalnya
penyakit paru obstruktif kronis, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis,
batuk rejan.
vii
2. Pneumothoraks traumatik adalah pneumothoraks yang terjadi karena
akibat dari trauma benda tumpul (non – penetrating) atau penetrating
trauma yang mengganggu paru
a. Iatrogenic pneumothorax terjadi akibat konsekuensi dari tindakan
medis misalnya karena akibat torakosentesis, pemasangan kateter
vena sentral, pembedahan , pemasangan ventilasi mekanik.
b. Non-iatrogenic pneumothorax terjadi akibat adanya trauma didada,
baik bersifat menembus (luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan
pada kecelakaan kendaraan bermotor).
2.4 Patofisiologi
Pneumothoraks terjadi saat udara masuk kedalam rongga pleura akibat
robekan pleura parietal atau visceral; paru kemudian mengalami relaksasi dan
retraksi yang luasnya bervariasi kearah hilus.
Open pneumothorax terjadi akibat ada hubungan langsung antara cavum
thoraks ( cavum pleura ) dengan dunia luar akibat berlubangnya dinding dada.
Keadaan ini dapat terjadi akibat tusukan, terkena ledakan. Pada keadaan open
pneumothorax, udara dapat keluar masuk caum pleura sehingga tekanannya tidak
lagi negatif dan paru dapat kolaps. Jika lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3
diameter trakea maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding
lewat traktus respiratorius yang seharusnya. Masuknya udara terutama saat
inspirasi. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun( semakin
negatif ), sehingga udara dari luar masuk kecavum pleura lewat lubang tadi. Saat
ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara keluar melalui lubang
tersebut. Keluarnya udara ini akan menimbulkan bunyi seperti peluit/siulan yang
disebut sucking chest wound.
Pada kondisi tertentu dimana dinding paru ( pleura visceralis juga ikut
berlubang) maka penutupan ini dapat membahayakan. Pada keadaan seperti ini
pada saat inspirasi, udara dari dalam paru akan bocor kerongga pleura. Pada saat
ekspirasi, udari dari cavum pleura memang bisa masuk lagi ke paru tetapi tidak
sempurna, apalagi jika lubangnya bersifat katub ( ventile ). Akibatnya setiap kali
menarik nafas, udara dalam cavum pleura semakin bertambah banyak sehingga
tekanan semakin meningkat, sementara ketika ekspirasi, udara dalam cavum
pleura tidak dapat keluar. Inilah yang disebut pneumothoraks tension.
Pengumpulan udara tersebut akan berlangsung terus sampai sisi yang sakit akan
kolaps secara total. Pada tahap ini, tekanannya belum tinggi. Bila paru telah
kolaps sedangkan udara masih terus masuk kecavum pleura, lama-kelamaan
tekanan disitu akan meningkat. Peningkatan tekanan ini mendesak mediastinum
kesisi yang sehat. 1,2,3
Pergeseran ini dapat mengancam jiwa karena 2 :
a. Di mediastinum banyak terdapat organ penting seperti jantung dan
pericardium, aorta, syaraf, vena cava superior dan inferior. Diantara organ
tadi yang paling terganggu fungsinya bila mediastinum bergeser adalah
vena cava karena dindingnya tipis, sehingga mudah tergencet bahkan bisa
mengempes. Akibatnya aliran darah balik kejantung terganggu, jumlah
darah yang kembali kejantung ( venous return ) berkurang dan berlanjut
dengan penurunan cardiac output. Cardiac output yang turun dapat
menyebabkan syok non hemoragik, yang sering mematikan. Jadi salah
satu tanda tension pneumothoraks adalah syok
b. Mediastinum yang terdesak kearah paru yang sehat mengakibatkan
ventilasi pada paru yang sehat terganggu dan ini akan memperburuk
hipoksia korban. Pada pasien tampak mekanisme kompensasi berupa
peningkatan frekuensi nafas ( hiperventilasi )
2.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan tanda-tanda: nyeri dada yang bertambah saat
inspirasi dalam atau batuk, napas pendek, sesak napas, cepat lelah, denyut
jantung yang meningkat, kulit kebiruan karena kekurangan oksigen. Atau
dapat juga asimptomatik.2
ix
Perlu ditanyakan apakah pernah menderita penyakit paru, riwayat batuk
lama dan adanya riwayat trauma pada dinding dada. Perlu juga ditanyakan
apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit paru. Serta pekerjaan
penderita.
2. Pemerikasaan fisik
Pada pasien dengan pneumothorak keadaan umumnya dapat dijumpai
sesak napas, lemah, sianosis, gelisah, atau kesakitan hebat. Pada pemeriksaan
tanda vital didapatkan laju pernapasan meningkat, takikardi, dan hipotensi.
Pada pemeriksaan fisik dada didapatkan:1,2
Inspeksi : adanya asimetri dada, dada yang terkena lebih cembung
dibanding yang sehat, pada waktu inspirasi bagian yang sakit
gerakannya tertinggal, trakea dan jantung terdorong kesisi yang sehat
Palpasi : pada sisi yang sakit sela iga dapat normal atau melebar, stem
fremitus paru yang terkena lebih lemah, didapatkan ictus cordis yang
bergeser ke kontralateral
Perkusi : paru yang terkena akan terdengar hipersonor, tanda-tanda
pergeseran mediastinum ke arah kontralateral
Auskultasi : suara pernapasan akan terdengar melemah sampai
menghilang di atas bagian paru yang kolaps.
2.6 Pemeriksaan dan Gambaran Radiologi
A. Foto Rontgen Thoraks
Foto rontgen thoraks merupakan pemeriksaan terpenting untuk
menegakkan diagnosis pneumothoraks. Pada umumnya diambil dengan
posisi posteroanterior dan lateral decubitus dengan sisi yang terkena
disebelah atas. Foto rontgen thoraks juga berguna untuk evaluasi terhadap
tindakan yang telah dilakukan.
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen thoraks kasus
pneumotoraks antara lain :
1. Tampak gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang
mengalami pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru
yang mengalami pneumothoraks dan paru yang kolaps memberikan
gambaran relatif radiopak. Bila kolapsnya lengkap, pneumothoraks
ini menekan pulmo sampai sekecil-kecilnya sehingga merupakan
gambaran suatu bulatan opaque kecil didaerah hilus.
Gambar 4 Pneumothorax, tampak bayangan radiolusen seluruh hemithoraks kanan tanpa struktur vaskuler paru dan jaringan paru yang kolaps dibagian sentral1
2. Bagian paru yang kolaps dan yang mengalami pneumotoraks
dipisahkan oleh batas paru kolaps berupa garis radioopak tipis yang
berasal dari pleura visceralis, yang biasa dikenal sebagai pleural white
line.
xi
Gambar 5. Pleural white line
3. Pada posisi supine, tampak gambaran deep sulcus sign yang mana
sudut kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih
jauh ke bawah atau lebih dalam pada foto dada.
Gambar 6 . Deep sulcus sign pada pneumothorak
4. Tampak pergeseran mediastinum kearah kontralateral dari sisi
pneumothoraks pada tension pneumothoraks
Gambar 7 Tension pneumothoraks total kiri dengan cairan ( hidropneumothoraks ) mendorong jantung, trakea kekontralateral
B. CT scan
CT- scan tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin, tetapi dapat
membantu untuk:
o Membedakan antara bulla yang besar dengan pneumothoraks.
o Mendeteksi adanya emphysema atau emphysema like changes.
o Memperkirakan ukuran pneumothoraks yang sebenarnya, terutama
bila sangat kecil.
2.7 Pengelolaan
1. Konservatif
Digunakan terutama pada pneumothoraks primer yang kecil dan
pneumothoraks iatrogenik tanpa gejala atau dengan gangguan pernapasan
minimal dikelola secara konservatif dengan pengawasan yang ketat terhadap
adanya tanda-tanda penurunan keadaan umum.
xiii
Pemberian oksigen akan membantu mempercepat absorbsi, tapi hindari
pemakaian oksigen 100%, karena ada bahaya retronal floroplasia atau
intoksikasi oksigen. Cukup diberikan oksigen 40% atau 3L/menit.
2. Aspirasi jarum
Digunakan terutama pada pneumothoraks primer dan sekunder yang kecil
atau sedang dengan gejala tanpa adanya kebocoran yang menetap. Pemakaian
aspirasi jarum ini sangat menolong pada pneumothoraks spontan yang
menjadi tension pneumothoraks.
Aspirasi jarum pada pneumothoraks dilakukan melalui ruang intercostal II
atau III pada linea medioclavicularis, menggunakan spuit 20 cc dan three way
stopcock. Kemudian dilakukan evaluasi foto thorak, untuk melihat
pengembangan paru-paru.
3. Water Seal Drainage
Digunakan terutama pada semua pneumothoraks atau hematothoraks,
terutama pada pneumothoraks traumatik dan tension pneumothoraks.
WSD terdiri dari komponen pipa drainage, botol penampung, botol
pengatur tekanan negatif dengan atau tanpa alat penghisap.
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pneumothoraks :
1. Hemopneumothoraks
Merupakan komplikasi yang sering menyertai pneumothoraks. Pada
pneumothoraks spontan dapat dijumpai sejumlah kecil cairan serous atau
darah tetapi hanya 2% yang berkembang menjadi hematothoraks.5
2. Tension Pneumothorax
Pada pernapasan normal tekanan didalam rongga pleura lebih kecil
dibandingkan tekanan di atmosfer. Pada akhir inspirasi tekanan didalam
rongga pleura paling rendah dibandingkan saat akhir respirasi. Bila terjadi
pneumothorax maka tekanan didalam rongga pleura meningkat
menjaditekanan positif, sehingga paru-paru tidak dapat berkembang dan bisa
menakibatkan kolapsnya paru. Tension pneumotorak ditandai dengan depresi
diafragma ipsilateral, dan pergeseran mediastinum kesisi kontralateral.5
3. Pyopneumothorax
Komplikasi yang tidak biasa ini biasanya mengikuti pneumonia
necrotizing atau perforasi esofagus.5
4. Adhesi
Adhesi memberikan gambaran bayangan pita sepanjang batas paru sampai
dinding dada.5
5. Faktor penghambat pengembangan paru kembali
Yang termasuk disini adalah adhesi, pengembangan pleura viseral,
malposisi katup pleura dan obstruksi saluran udara.5
6. Oedem
Kadang komplikasi ini terjadi mengikuti terapi yang diberikan untuk
pengembangan paru setelah kolaps untuk beberapa waktu.5
7. Pneumomediastinum.
8. Pneumothoraks rekurensi.
3.0 Prognosis
Tergantung penyebab yang mendasari. Pada kasus tanpa komplikasi biasanya
berprognosis baik. Pneumothoraks spontan yang kecil dapat di resorbsi sendiri.1,2
xv
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. P
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat :Plamongansari RT04/RW12, Kec. Pedurungan, Semarang
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai
No. CM : C406745
Tangal Masuk : 9 Maret 2013
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan anak penderita dan catatan medik pada tanggal 13
Maret 2013 di bangsal A1 Bedah Saraf RSUP dr.Kariadi Semarang
a. Keluhan Utama : penurunan kesadaran
b. Riwayat Penyakit Sekarang
+ 3 jam sebelum masuk RS, saat pasien sedang berjalan kaki, tiba-tiba
ditabrak motor dari belakang, penderita terpental hingga 1 meter, kepala
terbentur aspal dan punggung menghantam aspal lebih dahulu. Pasien
langsung tidak sadar, mual (+), muntah (+). Kemudian dibawa ke RS Pelita
Anugrah, dipasang infus, endotrakeal tube, urine kateter, lalu dirujuk ke
RSUP dr.Kariadi Semarang.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Baru pertama kali menderita sakit seperti ini
Riwayat patah tulang sebelumnya disangkal
Riwaya menderita sakit paru sebelumnya disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
e. Riwayat.Sosial Ekonomi :
Penderita seorang pegawai. Istri tidak bekerja. Penderita sudah menikah dan
mempunyai 3 orang anak yang sudah mandiri. Biaya pengobatan ditanggung
pribadi .Kesan sosial ekonomi : cukup
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 13 Maret 2013 pukul 08.00 WIB
Keadaan umum : tampak sakit berat, sesak, terpasang collar neck,
ETT dengan ambu bag, NGT, WSD di dada kanan,
infus RL di lengan kanan
Kesadaran : koma, GCS E1M5Vet
Tanda vital : Tensi: 180/100 mmHg; Nadi : 99x/mnt i/t cukup;
RR: 28 x/mnt irreguler; Suhu: 37°C;
Kepala : mesosefal, jejas (+) hematom pada occipital sinistra
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), pupil anisokor
Ø 4/3mm, reflek kornea (+/+)
Mulut : Bibir sianosis (-)
Telinga : Otorhagi -/+
Leher : Deviasi trachea (-), JVP tidak meningkat
Dada
Pulmo : Inspeksi : jejas (+) pada dorsal hemitorak sinistra
berupa ekskoriasi 20 x 20 cm. Hemitorak
dextra lebih cembung, dan tidak ikut gerak
Palpasi : krepitasi udara pada hemotoraks dextra;
nyeri tekan sulit dinilai. Stem Fremitus
kanan < kiri
Perkusi : Kiri sonor seluruh lapangan paru
Kanan hipersonor seluruh paru
Auskultasi : SD vesikuler (-/+) ,ST (-/-)
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : IC teraba di SIC V 2cm medial LMCS
Perkusi : konfigurasi jantung d. b. n.
xvii
Auskultasi : Suara jantung I-II murni,Bising (-)
Abdomen: Inspeksi : datar, jejas (+) pada epigastrium berupa ekskoriasi
Palpasi : Supel,Hepar/Lien tak teraba, nyeri tekan sulit
dinilai
Perkusi : Timpani (+), Pekak sisi (+) N, Pekak alih (-),
Pekak hepar (+)
Auskultasi : Bising Usus (+) N
Pelvis : Jejas (-), kesan stabil
Genitalia : Laki-laki
Ekstremitas :Superior Inferior
Motorik 5/5 5/5
Sensorik N N
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Capp.Refill <2”/ <2” <2”/ <2”
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah hematologi paket dan kimia klinik serial
9-03-2013 12-03-2013 Normal Satuan
Hb 11,50 9,80 13 – 16 gr%
Ht 35,2 29,3 40 – 54 %
Eritrosit 4,10 3,25 4,5 – 6,5 juta/mmk
MCH 28,00 30,10 27 – 32 pq
MCV 85,80 90,10 76 – 96 fL
MCHC 32,60 33,40 29 – 36 g/dl
Leukosit 17,60 23,00 4 – 11 ribu/mmk
Trombosit 325,0 245,0 150 – 400 ribu/mmk
GDS 229 --- 80 – 120 mg/dl
Ureum 54 --- 15 – 39 mg/dl
Creatinin 1,36 --- 0,6 – 1,3 mg/dl
Natrium 140 150 136 – 145 mmol/l
Kalium 3,5 5,7 3,5 – 5,1 mmol/l
Chlorida 106 110 98 – 107 mmol/l
Kalsium 2,28 --- 2,12 – 2,25 mmol/l
Pemeriksaan Analisa Gas Darah
9-03-2013 10-03-
2013
Nilai normal Satuan
Temperature 39,5 37,5 OC
Hb 9,80 11,50 g/dl
FiO2 40,00 60,00 %
pH (37OC) 7,060 7,360
PCO2 (37OC) 105,0 38,0 mmHg
PO2 (37OC) 92,0 282,0 mmHg
pH (corrected) 7,030 7,350 7,350-7,450
pCO2
(corrected)
115,0 39,0 35 – 45
pO2 (corrected) 108,0 284,0 83 – 108 mmHg
HCO3 29,7 21,5 18 – 23 mmol/l
TCO2 32,90 22,70
Base execss -3,1 -3,6 -2,0 – 3,0 mmol/l
BE effective -0,60 -3,9
SRC 22,4 100 %
O2 Saturasi 95 95 %
xix
Pemeriksaan X-Foto Thoraks AP (9 Maret 2013)
Tampak terpasang ETT dengan ujung distal setinggi V.Th 2-3
Cor : Apeks jantung bergeser ke laterokaudal
Pulmo : Corakan vaskuler meningkat
Tampak bercak pada parakardial dan perihiler kanan kiri
Hemithoraks kanan tampak lebih suram dari kiri
Hemidiafragma kanan setinggi kosta 9 posterior
Sinus kostrofrenikus kanan kiri lancip
Tampak multiple lusensi pada soft tissue regio lateral hemithoraks kanan
sampai regio colli kanan kiri
Tampak lusensi linier pada os costa 5 posterior
Kesan :
Kardiomegali
Gambaran contusio pulmonum
Curiga efusi pleura
Emphysema subcutis
Suspek fraktur os costa 5 posterior kanan
Pemeriksaan X-Foto Thorax AP (9 Maret 2013) dibandingkan
Masih tampak terpasang ETT dengan ujung distal setinggi V.Th 3-4
Tampak terpasang WSD dengan ujung distal pada paravertebra kanan
setinggi V.Th 3
Konfigurasi jantung relatif sama
Masih tampak emphysema subkutis pada regio lateral hemithorak kanan
kiri sampai ke regio colli kanan yang dibandingkan sebelumnya relatif
sama
Corakan vaskuler masih tampak meningkat yang dibandingkan
sebelumnya relatif sama
Masih tampak contusio pulmonum kanan kiri, yang dibandingkan
sebelumnya relatif sama
Tampak luscent avaskuler pada basal paru kanan dengan pleural line
suspek pneumotoraks
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior
E. DIAGNOSIS
Cedera Kepala Berat (ICH, SAH, EDH)
Fraktur basis cranii fossa media
xxi
Pneumotoraks dekstra post WSD
Trauma tumpul abdomen
Hipertensi grade II
F. INITIAL PLAN
IPDx : --
IPRx : O2 kanul 8L/menit
Infus RL 20 tetes/menit
Inj. Ceftriakson 2 gr /24jam
Inj. Ketorolac 30 mg /2jam
Inj. Ranitidin 50 mg /8jam
Inj. Paracetamol 2 gr /6jam
Inj. Manitol 125 cc /2jam
IPMx : KU, GCS, Tanda Vital, evalusi WSD, NGT
IPEx : - menjelaskan kepada penderita dan kelurga penderita bahwa
penderita mengalami cedera kepala berat, pneumotoraks dan
trauma tumpul abdomen dan pengelolaan yang akan dilakukan
- Menjelaskan tentang perlunya pemasangan WSD dengan cara
membuat lubang di dinding dada kanan kemudian dimasukkan
selang ke WSD untuk mengatasi sesak pada pasien serta
komplikasi yang mungkin terjadi.
- Menjelaskan tentang perlunya foto rontgen untuk melihat letak
fraktur secara pasti, garis fraktur dan hubungan antara fragmen
fraktur.
- Menjelaskan mengenai komplikasi yang mungkin terjadi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang rujukan dari RS Pelita Anugrah dengan penurunan
kesadaran. 3 jam sebelum masuk RS, saat pasien sedang berjalan kaki, tiba-tiba
ditabrak motor dari belakang, penderita terpental hingga 1 meter, kepala terbentur
aspal dan dada serta punggung menghantam aspal lebih dahulu. Pasien langsung
tidak sadar, mual (+), muntah (+). Kemudian dibawa ke RS Pelita Anugrah,
dipasang infus, endotrakeal tube, urine kateter, lalu dirujuk ke RSUP dr.Kariadi
Semarang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat,
sesak, terpasang collar neck, ETT dengan ambu bag, NGT, WSD di dada kanan,
infus RL di lengan kanan, kesadaran koma, GCS E1M5Vet. Tanda vital terdapat
peningkatan tekanan darah dan tanda vital lain dalam batas normal.
Pada pemeriksaan toraks tidak didapatkan kelainan jantung. Inspeksi dada
ditemukan jejas (+) pada dorsal hemitorak dekstra dan hemitorak dextra lebih
cembung, dan tidak ikut gerak. Palpasi didapatkan krepitasi udara pada
hemotoraks dextra, stem fremitus kanan < kiri. Perkusi paru pada hemitotaks
kanan hipersonor, sonor pada hemithoraks kiri. Auskultasi paru kanan tidak
didapatkan suara dasar vesikuler, sedangkan yang kiri masih terdapat suara dasar
veskuler. Pemeriksaan abdomen dalam batas normal.
Diagnosis pneumothoraks dekstra ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat
kecelakaan lalu lintas yang berupa trauma tumpul pada dada kanan posterior.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya jejas pada dada kanan, hemithoraks
kanan lebih cembung, stem fremitus kanan < kiri, suara dasar paru kanan
menghilang, dan paru kanan lebih hipersonor.
Pada pemeriksaan X-Foto Thoraks pertama pasien ini awalnya didapatkan
Tampak terpasang ETT dengan ujung distal setinggi V.Th 2-3, apeks jantung
bergeser ke laterokaudal, corakan vaskuler meningkat, tampak bercak pada
parakardial dan perihiler kanan kiri, hemithoraks kanan tampak lebih suram dari
xxiii
kiri, hemidiafragma kanan setinggi kosta 9 posterior, sinus kostrofrenikus kanan
kiri lancip, tampak multiple lusensi pada soft tissue regio lateral hemithoraks
kanan sampai regio colli kanan kiri, tampak lusensi linier pada os costa 5
posterior, kemudian dilakukan pemasangan WSD lalu dilakukan pemeriksaan
X-Foto Thoraks ulang didapatkan hasil foto perbandingan yaitu masih tampak
terpasang ETT dengan ujung distal setinggi V.Th 3-4. Tampak terpasang WSD
dengan ujung distal pada paravertebra kanan setinggi V.Th 3. Konfigurasi
jantung relatif sama. Masih tampak emphysema subkutis pada regio lateral
hemithorak kanan kiri sampai ke regio colli kanan yang dibandingkan
sebelumnya relatif sama. Corakan vaskuler masih tampak meningkat yang
dibandingkan sebelumnya relatif sama. Masih tampak contusio pulmonum
kanan kiri, yang dibandingkan sebelumnya relatif sama. Tampak luscent
avaskuler pada basal paru kanan dengan pleural line sehingga suspek
pneumotoraks. Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior.
Diambil kesimpulan bahwa pneumothoraks yang terjadi pada pasien ini
kemungkinan akibat setelah pemasangan WSD, dimana pada X-Foto thoraks
yang kedua tampak bayangan lucen avaskuler pada basal paru kanan dengan
pleural line yang mengarah kearah pneumothorax yang mana tidak terdapat pada
X-Foto Thoraks pertama sebelum pemasangan WSD.
BAB V
KESIMPULAN
1. Pneumothorax adalah suatu keadaan dimana kavum pleura terisi oleh
udara.
2. Salah satu penyebab pneumothorax adalah akibat tindakan medis
traumatik atau Iatrogenik
3. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (antara lain dengan X-Foto Thoraks).
4. Pemeriksaan penunjang berupa X-foto Thoraks pada pasien
pneumothoraks memberikan gambaran hiperlusen avaskuler dengan white
pleural line
5. Pneumothorax adalah kegawatdaruratan yang harus segera ditangani.
Untuk itu diperlukan langkah penegakan diagnosis dan penanganan awal
secara cepat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiyati S (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit
xxv
FKUI, 2006.
2. Selby, Colin D. Pneumothorax. An Illustrated Colour Text Respiratory
Medicine. Churchill Livingstone. London. 2002.
3. Gibson, G. John, dkk. Pneumothorax and Bronchopleural Fistula.
Respiratory Medicine. Third Edition. Saunders. London. 2003
4. Light, Richard W., Y.C. Gary Lee. Pneumothorax, Chylothorax,
Hemothorax, and Fibrothorax. Murray and Nadel’s Textbook of
Respiratory Medicine. Edisi keempat. Elsevier Saunders. Philadelphia.
2005.
5. Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi keempat. Caroline Wijaya. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 1995
6. Rasad Sjahriar, Kartoleksono Sukonto, Ekayuda Iwan. Radiologi
Diagnostik. Ed. II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
7. Malueka, Rusdy Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press Yogyakarta;2008.
8. Fishman P. A., Elias J. A., Fishman J. A., Grippi M. A., Senior R. M.,
Pack A.I. Fishman’s Pulmonary Disease and Disorder 4th edition. United
States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2008.
9. Grainger RG, Allison DJ, Adam A, Dixon K.. Diagnostic Radiology.
London:Churcill Livingstone.2002