karsinoma tonsil
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Karsinoma TonsilTRANSCRIPT
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
1/31
1
BAB I
PENDAHULUAN
Karsinoma tonsil adalah keganasan kepala dan leher kedua yang sering dijumpai setelah
karsinoma laring di Amerika Serikat. Secara histopatologi 90-95% dari lesi ini adalah
karsinoma sel skuamosa, sedangkan 10% berasal dari limfoma. Banyak pasien dengan
karsinoma tonsil muncul dengan penyakit lanjut karena lesi awal umumnya tanpa gejala
ketika tumor masih kecil, gejala berkurang pada sekitar 67-77% dari pasien dengan tumor
lebih besar dari 2 cm. dan sering dijumpai metastasis nodus regional. Dengan presentase
gejala klinik di leher, sekitar 45% dari lesi arcus tonsil anterior dan 76% dari lesi fosa tonsil.
Kanker tonsil dapat mengenai berbagai macam populasi. Utamanya pasien dengan kanker
tonsil memiliki riwayat pajanan rokok dan alcohol untuk waktu lama. Data menunjukkan
bahwa ditemukan infeksi HPV (human papilloma virus) pada tumor primer orofaring dan
pada karsinoma tonsillar, menunjukkan bahwa orofaring dan cincin Waldeyer tonsil
merupakan tempat predileksi onkogenesis yang berhubungan dengan infeksi HPV.
Limfoma maligna merupakan suatu penyakit keganasan primer dari jaringan limfoid dan
jaringan pendukungnya. Penyakit ini dibagi dalam dua golongan besar yaitu Limfoma
Hodgkin dan Limfoma non Hodgkin. Non-Hodgkin lymphoma pada cincin Waldeyer relative
jarang terjadi, dan tonsil palatine merupakan daerah yang paling sering terkena. Etiologi
sebenarnya masih belum dapat dipastikan, namun sejumlah factor predisposisi sudah dapat
ditentukan, diantaranya termasuk infeksi HIV (human immunodeficiency virus) dan EBV
(Epstein-Barr virus).
Non-Hodgkin lymphoma (NHL) pada rongga mulut dan orofaring mengisi 13% dari
semua NHL ekstranodal primer, dengan sekitar 70% diantaranya terjadi pada tonsil. Tonsil
palatine merupakan tempat yang paling sering terkena, diikuti degan palatum, gingiva, dan
lidah. Sebagian besar limfoma yang ditemukan pada tonsil palatine merupakan tipe sel B, dan
diffuse large B cell lymphoma (DLBCL) merupakan jenis yang oaling sering terjadi,
sebanyak 80% dari kasus.
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
2/31
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi1. Anatomi Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus didalamnya.
Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil
lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil
palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas
tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang
kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.
Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di kedua
sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsil palatina
lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh
kapsul tipis dan di permukaan medial terdapat kripta. Kripta tonsil berbentuk saluran
tidak sama panjang dan masuk ke bagian dalam jaringan tonsil. Umumnya berjumlah 8-20 buah dan kebanyakan terjadi penyatuan beberapa kripta. Permukaan kripta ditutupi
oleh epitel yang sama dengan epitel permukaan medial tonsil. Saluran kripta ke arah luar
biasanya bertambah luas; hal ini membuktikan asalnya dari sisa perkembangan kantong
brakial II. Secara klinik kripta dapat merupakan sumber infeksi, baik lokal maupun
umum karena dapat terisi sisa makanan, epitel yang terlepas, kuman. Permukaan lateral
tonsil yang tersembunyi ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat disebut kapsul;
walaupun para ahli anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para pakar klinikmenyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil.
Plika triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis merupakan strukturn
normal yang telah ada sejak masa embrio. Plika triangularis terletak di antara pangkal
lidah dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang berasal
dari oto palatofaringeus. Fossa tonsil atau sinus tonsil yang di dalamnya terletak tonsil
palatina, dibatasi oleh otot-otot orofaring:
1) Batas anterior adalah otot palatoglossus, disebut plika anterior,
2) Batas posterior adalah otot palatofaringeus, disebut plika posterior,
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
3/31
3
3) Batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior.
Plika anterior berbentuk seperti kipas di rongga mulut, mulai dari palatum mole dan
berakhir di sisi lateral lidah. Plika posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai
palatum mole, tuba Eustachius dan dasar tengkorak. ke arah bawah meluas hingga
dinding lateral esofagus.
Gambar 1.Anatomi dari region tonsil
Plika anterior dan plika posterior ini bersatu di atas di palatum mole. Ke arah bawah
berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Di bagian
atas fossa tonsil terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi
karena tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil. Tonsil mendapat vaskularisasi dari
cabang-cabang a.karotis eksterna yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang
mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden, a.maksilaris interna dengan
cabangnya yaitu a. palatine desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis
dorsal, dan a. faringeal asenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar
m.konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri
palatina asenden, mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior
menuju tonsil.
Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.
konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim
cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatine desenden atau a.
palatina posterior atau lesser palatine artery memberi vaskularisasi tonsil dan palatum
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
4/31
4
mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari
tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran getah
bening dari daerah tonsil menuju ke rangkaian getah bening servikal profunda (deep
jugular node) bagian superior di bawah m. sternokleidomastoideus. Selanjutnya ke
kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktuli torasikus. Infeksi dapat menuju ke semua
bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah bening. Inervasi tonsil bagian atas berasal
dari serabut saraf V melalui ganglion sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf
glossofaringeus (N. IX).
2. Anatomi Kelenjar Getah Bening LeherSistim aliran limfe leher penting untuk dipelajari, karena hampir semua bentuk
radang atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke kelenjar
limfe regional. Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang
tersebar di seluruh tubuh. Mempunyai fungsi penting berupa barier atau filter terhadap
kumankuman / bakteribakteri yang masuk kedalam badan dan barierpula untuk sel
sel tumor ganas ( kanker ). Disamping itu bertugas pula untuk membentuk sel sel
limfosit darah tepi. Ukuran normal dari kelenjar getah bening adalah < 1cm.
Berdasarkan letaknya kelenjar limfa dileher terdiri atas kelenjar preaurikuler,
retroaurikuler, submandibula, submental, juguler atas, juguler tengah, juguler bawah,
segitiga leher dorsal, dan supraklavikula.
Sekitar 75 buah kelenjar limfe terdapat pada setiap sisi leher, kebanyakan pada
rangkaian jugularis interna dan spinalis asesorius. Kelenjar limfe yang selalau terlibat
dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfe pada rangkaian juguler interna, yang
terbentang antara klavikula sampai dasar tengkorak. Rangkaian juguler interna ini dibagi
dalam kelompok superior, media dan inferior. Kelompok kelenjar limfe yang lain adalah
submental, submandibula, servikalis superfisial, retrofaring, paratrakela, spinal asesorius,
sklaneus anterior dan supraklavikula.
Kelenjar limfe jugularis interna superior menerima aliran limfe yang berasal dari
palatum mole tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus piriformis dan supraglotik
laring. Juga menerima aliran limfe yang berasal dari kelenjar limfe retro faring, spinal
asesorius, parotis, servikalis superfisial dan kelenjar limfe submandibula.
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
5/31
5
Gambar 2. Kelenjar getah bening leher
Kelenjar jugularis interna media menerima aliran limfe yang berasal langsung dari
subglotik laring, sinus piriformis bagian inferior dan daerah krikoid posterior. Juga
menerima aliran limfe yang berasal dari kelenjar limfe jugularis interna superior dan
kelenjar limfe retrofaring bagian bawah.
Kelenjar jugularis interna inferior menerima aliran limfe yang berasal langsung dari
glandula tiroid, trakea, esofagus, baguan servikal,. Juga menerima aliran limfe yang
berasal dari kelenjar limfe jugularis interna superior dan media dan kelenjar limfe
paratrakeal.
Kelenjar limfe submental, terletak pada segitiga submental diantara platisma dan
m.omohioid di dalam jaringan lunak. Pembuluh aferen menerima aliran limfe yang
berasal dari dagu, bibir bawah bagian tengah, pipi, gusi, dasar mulut bagian depan dan
1/3 bagian bawah lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa
submandibula sisi homolateral atau kontralateral, kadang-kadang dapat langsung ke
rangkaian kelenjar limfa jugularis interna.
Kelenjar limfa submandibula, terletak disekitar kelenjar liur submandibula dan
didalam kelenjar ludahnya sendiri. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal
kelenjar liur submandibula, bibir atas, bagian lateral bibir bawah, rongga hidung, bagian
anterior rongga mulut, bagian medial kelopak mata, palatum mole dan 2/3 depan lidah.
Pembuluh eferenmengalirkan limfa kekelenjar jugularis interna superior.
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
6/31
6
Gambar 3. Regio kelenjar getah bening leher
Kelenjar limfa servikalis superfisial, terletak disepanjang vena jugularis eksterna,
menerima aliran limfa yang berasal dari kulit muka, sekitar kelenjar parotis, daerah
retroaurikula, kelenjar parotis dan kelenjar limfa oksipital. Pembuluh eferenmengalirkan
limfa ke kelenjar limfa jugularis interna superior.
Kelenjar limfa retrofaring, terletak diantara faring dan fasia prevertebra, mulai dari
dasar tengkorak sampai ke perbatasan leher dan toraks. Pembuluh aferen menerima
aliran limfe dari nasofaring, hipofaring, telinga tengah dan tuba eustachius. Pembuluh
eferenmengalirkan limfa ke limfa jugularis interna dan kelenjar limfa spinal asesorius
bagian superior.
Kelenjar limfa paratrakeal menerima aliran limfa yang berasal dari laring bagian
bawah, hipofaring, esofagus bagian servikal, trakea bagian atas dan tiroid. Pembuluh
eferenmengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna inferior atau kelenjar limfa
mediastinum superior.
Kelenjar limfa spinal asesorius, terletak disepanjang saraf spinal asesorius, menerima
aliran limfa yang berasal dari kulit kepala bagian parietal, dan bagian belakang leher.
Kelenjar limfa parafaring menerima aliran limfa dari nasofaring, orofaring, dan sinus
paranasal. Pembuluh eferenmengalirkan limfa ke kelenjar limfa supraklavikula.
Rangkaian kelenjar limfa jugularis interna mengalirkan limfa ke trunktus jugularis dan
selanjutnya masuk keduktus torasikus untuk sisi sebelah kiri, dan untuk sisi sebelah
kanan masuk ke duktus limfatikus kanan atau langsung kesistim vena pada pertemuan
vena jugularis interna dan vena subklavia. Juga duktus torasikus dan duktus limfatikus
kanan menerima aliran limfe dari kelenjar limfa supraklavikula.
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
7/31
7
Gambar 4. Kelenjar getah bening leher dan insidensi metastasis
Pembesaran kelenjar getah bening dengan konsistensi keras seperti batu mengarah
kepada keganasan, padat seperti karet mengarah kepada limfoma, lunak megarah kepada
proses infeksi, fluktuatif mengarah telah terjadi abses. Pembesaran kelenjar getah bening
leher bagian posterior terdapat pada infeksi rubel dan mononukleosis. Supraklavikula
atau kelenjar getah bening leher bagian belakang memiliki resiko keganasan lebih besar
dari pada pembesaran kelenjar getah bening bagian anterior.
Pada pembesaran kelenjar getah bening oleh infeksi virus, KGB umumnya bilateral,
lunak dan dapat digerakkan. Bila infeksi oleh bakteri kelenjar biasanya nyeri pada
penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya
kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya
fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan oleh keganasan
maka tanda-tanda peradangan tidak ada, konsistensi keras dan tidak dapat digerakkan.
B. InsidensiInsidensi penyakit Hodgkin (morbus Hodgkin; MH) kira-kira 3 per 100.000 penderita
per tahun. Pada pria insidensinya sedikit lebih tinggi daripada wanita. Perbandingan pria
dan wanita adalah 3 : 2. Pada morbus Hodgkin distribusi menurut umur berbentuk
bimodal yaitu terdapat dua puncak dalam distribusi frekuensi. Puncak pertama terjadi
pada orang dewasa muda antara umur 1835 tahun dan puncak kedua terjadi pada orang
diatas umur 50 tahun. Selama dekade terakhir terdapat kenaikan berangsur-angsur
kejadian morbus Hodgkin, terutama bentuk nodular sklerotik pada golongan umur lebih
muda.
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
8/31
8
Insiden Limfoma Non Hodgkin 8 kali lipat Limfoma Hodgkin, insiden baru tahun
2004 di amerika serikat 50.000 kasus lebih, di China di perkirakan lebih dari 40.000
kasus. Insiden NHL meningkat sangat pesat. Ras orang kulit putih memiliki risiko lebih
tinggi daripada orang kulit hitam di Amerika dan Asia. Jenis kelamin rasio laki dan
perempuan sekitar 1.4:1, tetapi rasio dapat bervariasi tergantung pada subtipe NHL,
karena menyebar pada mediastinum primer besar misalnya B-sel limfoma terjadi lebih
sering pada wanita dibandingkan pada pria. Usia untuk semua subtipe NHL lebih dari 60
tahun, kecuali untuk pasien dengan grade tinggi limfoma noncleaved lymphoblastic dan
kecil, yang merupakan jenis yang paling umum NHL diamati pada anak-anak dan
dewasa muda. pada pasien berusia 35-64 tahun hanya 16% kasus pada pasien lebih muda
dari 35 tahun.
Keganasan tonsil jarang ditemukan, dan hanya ditemukan pada kurang dari 0,5%
kasus keganasan baru di Amerika tiap tahunnya. Karsinoma sel skuamosa tonsil lebih
sering ditemui pada pria dibanding wanita sebanyak 3-4x, dan sebagian besar tumor baru
terjadi pada usia decade kelima atau selanjutnya.
Limfoma pada tonsil merupakan keganasan tonsil paling sering kedua pada keganasan
di bidan otolaringologi. Keganasan lainnya antara lain tumor pada kelenjar saliva, danlesi metastasis.
C. EtiologiPenyebab yang pasti dari limfoma maligna masih belum diketahui dengan jelas.
Walaupun demikian bukti-bukti epidemiologi, serologi dan histologi menyatakan bahwa
faktor infeksi terutama infeksi virus diduga memegang peranan penting sebagai etiologi.
Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya NHL,
bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus RNA, HTLV-1 berkaitan
dengan leukemia sel T dewasa; virus imunodefisiensi humanus (HIV) menyebabkan
AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B
keganasan tinggi; virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B
indolen. Gen dari virus DNA, virus Ebstein Barr (EBV) telah ditemukan terdapat di
dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika; infeksi kronis Helicobacter pylori berkaitan
jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi eliminasi H. pylori dapat menghasilkan
remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. Defek imunitas regulasi-menurun
imunitas berkaitan dengan timbulnya NHL, termasuk AIDS, reseptor cangkok organ,
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
9/31
9
sindrom defek imunitas kronis, penyakit autoimun. Obat seperti fenitoin dan radiasi
dapat menimbulkan setiap fase penyakit dari penyakit limfoproliferatif hingga limfoma.
Penyebab keganasan dari daerah tonsil mirip dengan tumor lain saluran atas
aerodigestive. Secara umum, tembakau dan alkohol telah diidentifikasi sebagai faktor
etiologi utama. Karena sebagian besar tumor orofaring ditemukan pada pasien dengan
kebiasaan minum alkohol dan perokok berat, kegiatan ini tampaknya memiliki efek
sinergis. Kurang dari 4% dari seluruh karsinoma orofaringeal muncul di non-perokok
dan non-peminum. Faktor lain etiologi penting adalah paparan iradiasi sebelumnya.
Menurut National Cancer Institute, didapatkan faktor risiko karsinoma sel skuamosa
termasuk merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru-baru ini, beberapa indikasi
menunjukkan bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Walaupun virus Epstein-
Barr (EBV) adalah pertimbangan utama dalam karsinoma nasofaring, papilloma virus
(HPV) telah ditunjukkan sebagai lebih dari ancaman di daerah ini. Beberapa studi telah
mengidentifikasi indikasi adanya HPV pada sekitar 60% dari karsinoma tonsil.
HPV adalah virus DNA double-strain yang menginfeksi sel-sel epitel basal dan dapat
ditemukan pada 36% dari karsinoma sel skuamosa dari oropharing. Meskipun lebih dari
100 strain telah diisolasi, HPV tipe 16 dan 18 yang paling sering terkait dengan kanker.
Kode genom virus untuk oncoproteins E6, dan E7 yang mana meningkatan aktivitas pada
strain yang sangat onkogenik. menyebabkan degradasi p53 penekan tumor, mencegah
kematian sel yang terprogram. Hasil onkoprotein E7 dalam hilangnya retinoblastoma
(Rb) supresor tumor. Kehilangan PRB menyebabkan akumulasi p16, yang biasanya akan
menghambat perkembangan siklus sel melalui cyclin D1 dan CDK4/CDK6 acara
dimediasi. Namun, pemeriksaan E7 tidak sesuai siklus sel normal, dengan cepatnya pada
siklus sel dari G1 ke fase S. Karena akumulasi ini, p16 dapat digunakan sebagai penanda
kegiatan HPV.
D. KlasifikasiUntuk menentukan prognosis dan respons terhadap pengobatan penderita limfoma
maligna selain menentukan stadium klinis juga harus ditentukan klasifikasi
histopatologinya.
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
10/31
10
Tabel 1. Klasifikasi Limfoma
IWF Raport Lukes & collins
*Low Grade Lymphoma
- small lymphocyte
- Folliculer, small cleaved cell- Folliculer, mixed small cleaved
- Folliculer, mixed small cleaved and
large cell
DLWD
NLPDNML
SL
SC-FCCSC-FCC; Lg C-Fcc
*Intermediate Grade Lymphoma
-Folliculer, large cell
-Diffuse, small cleaved cell
-Diffuse, mixed (small and large cell)
-Difuse, large cell
NH
DLPD
DM
DH
Lg C; Lg NC-FCC
SC-FCC-D
SC-D; Lg C-D
LgC-Fcc-D; LgNC-Fcc-D
*High Grade
-Immunoblastik (large cell)-Lymphoblastic
-Small non cleaved cell
LymphoblasticBurkit Lb1 sarcomaConvulated T cell
SNC-FCC
Keterangan:
DLWD =Diffuse Lymphocyte Well Differentiated
NLPD = Noduler Lymphocytic poorly Differentiated
DLPD = Diffuse Lymphocytic poorly Differentiated
DML = Diffuse Mixed Lymphoma
DHL = Diffuse Hitiocytic Lymphoma
DUL = diffuse Undifferentiated lymphoma
NML = Noduler mixed lymphomaNH = Noduler Histiocytic
NC = Non cleaved
FCC = Folliculer centre cell
Lbl = Lymphoblastic
C = Cleaved
S = Small
Lg = Large
D = Diffuse
Diagnosis morbus Hodgkin berdasarkan pemeriksaan histologik, yang dalam hal ini
adanya sel Reed-Sternberg (kadang-kadang sel Hodgkin varian mononuklear) dengan
gambaran dasar yang cocok merupakan hal yang menentukan sistem klasifikasi
histologic. Dibedakan empat bentuk utama. Bentuk nodular sklerotik (HB-NS) terciri
oleh adanya varian sel Hodgkin, sel lakunar, dalam latar belakang limfosit, granulosit, sel
eosinofil, dan histiositik. Sel Reed-Sternberg tidak sangat sering. Kelenjar limfe sering
mempunyai susunan nodular, dengan di dalamnya terlihat pita-pita jaringan ikat yang
sedikit atau kurang luas yang sklerotik.
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
11/31
11
Pada bentuk sel campuran (HD-MC) latar belakang juga terdiri dari granulosit,
eosinofil, sel plasma, dan histiosit, tetapi disini banyak terlihat sel Reed-Sternberg.
Diagnosis bentuk miskin limfosit (HD-LD) di negara industri sudah jarang dibuat.
Gambaran ini ternyata sering berdasar atas (sub) tipe morbus Hodgkin atau limfoma non-
Hodgkin. Bentuk kaya limfosit (HD-LP) terciri oleh varian sel Hodgkin yang lain, sel L
dan H dengan latar belakang limfosit kecil dan histiosit reaktif.
Tabel 2. (Klasifikasi Lukes-Butler dan Rye, 1966)
Tipe utama Sub-tipe Frekuensi
Bentuk lymphocyte predominance (LP) Nodular
Difus
}5%
Bentuk nodular sclerosis (NS) 70-80%
Bentuk Mixed Cellulating (MC) 10-20%
Bentuk Lymphocyte Depletion (LD) Reticular
Fibrosis difus
}1%
(a)
(b)
Gambar 5.(a) Bentuk histopatologik limfoma hodgkin; (b) Sel Reed Sternberg
http://doctorology.net/wp-content/uploads/2010/01/bentuk-histopatologi-limfoma-hodgkin.jpghttp://doctorology.net/wp-content/uploads/2010/01/bentuk-histopatologi-limfoma-hodgkin.jpg -
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
12/31
12
1. StagingPenentuan stadium kasrsinoma tonsil dibuat berdasarkan AJCC Cancer Staging
Manual edisi ke-6. Informasi klinis didapatkan dari berbagai macam sumber, termasuk
pemeriksaan fisik dan pencitraan yang tersedia.Penetuan stadium karsinoma tonsil menurut AJCC tumor staging adalah sebagai
berikut:
Tx: Tumor primer tidak dapat diperiksa T0: Tidak ada tanda tumor primer Tis: Carcinoma in situ T1: Tumor 2cm pada dimensi terbesar T2: tumor > 2cm, namun < 4cm pada dimensi terbesar T3: Tumor > 4cm pada dimensi terbesar T4a: Tumor menginfasi laring, otot ekstrinsik lidah dalam, otot medial pterygoid,
palatum durum, atau mandibular
T4b: Tumor menginfasi otot lateral pterygoid, pterygoid plates, lateralnasopharynx, dasar tengkorak, atau menyelubungi arteri carotid
Kategori AJCC nodal (kecuali untuk karsinoma tiroid dan nasofaring) adalah sebagai
berikut:
Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat diperiksa N0: Tidak ada metastasis nodus limfa regional N1: Metastasis pada nodus limfa ipsilateral tunggal, diameter 3cm atau kurang N2: Metastasis pada nodus limfa ipsilateral tunggal, diameter > 3cm namun tidak
lebih dari 6cm pada dimensi terbesar yang ditemukan; nodus limfa ipsilateral
multiple, tidak lebih besar dari 6cm; nodus limfa bilateral atau kontralateral, tidak
lebih besar dari 6cm.
N2a: metastasis pada nodus limfa ipsilateral tunggal lebih besar dari 3cm, tapikurang dari 6cm
N2b: Metastasis pada nodus limfa ipsilateral multiple, tidak ada yang lebih besardari 6 cm
N2c: metastasis pada nodus limfa bilateral atau kontra lateral, tidak ada yang lebihbesar dari 6cm
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
13/31
13
N3: metastasis pada nodus limfa lebih besar dari 6cmMetastasis pada tempat yang terletak jauh (distant metastasis)
Mx: Metastasis pada tempat yang jauh tidak dapat dinilai M0: Tidak ada metastasis pada tempat yang jauh M1: Terdapat metastasis pada tempat yang jauh
Dengan menggabungkan tumor primer, status nodus limfe, dan keberadaan metastasis ke
tempat yang jauh, dapat ditentukan stadium karsinoma tonsil yang diderita pasien menurut
guideline AJCC:
Stadium I: T1 N0 M0 Stadium II: T2 N0 M0 Stadium III: T3 N0 M0 / T1 N1 M0 / T2 N1 M0 / T3 N1 M0 Stadium IVa: T4a N0 M0 / T4a N1 M0 / T1 N2 M0 / T2 N2 M0 / T3 N2 M0 /
T4a N2 M0
Stadium IVb: T1-4b N3 M0 / T4b N1-3 M0 Stadium IVc: T1-4b N1-3 M1
E. Manifestasi klinisGejala klinis meliputi keluhan keluhan penderita dan gejala sistemik, pembesaran
kelenjar dan penyebaran ektra nodal. Pembesaran kelenjar getah bening merupakan
keluhan utama sebagian besar penderita limfoma maligna yaitu 56,1%. Urutan kelenjar
getah bening yang paling sering terkena adalah kelenjar servikal (78,1%), kelenjar
inguinal (65,6%), kelenjar aksiler (46,6%), kelenjar mediastinal (21,8%), kelenjar
mesenterial (6,2%). Penyebaran extra nodal yang paling sering dijumpai adalah ke hepar,
pleura, paru-paru dan sum-sum tulang. Penyebaran yang jarang tapi pernah dilaporkan
adalah ke kulit, kelenjar prostat, mammae, ginjal, kandung kencing, ovarium, testis,
medula spinalis serta traktus digestivus.
Pembesaran seringkali asimetri, konsistensi padat atau kenyal, tidak nyeri, pada
stadium dini tidak melekat, dapat menimbulkan tanda invasi dan kompresi setempat.
Splenomegali umunya banyak ditemukan pada LH. Hepatomegali dan gangguan fungsi
hati, terjadi pada stadium lanjut. Kelainan tulang rangka sekitar 0-15%, berupa nyeri
tulang dan fraktur patologis. Kelainan pada kulit, dapat berupa massa, nodul, ulkus,
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
14/31
14
pruritus. Dapat juga ditemukan kelainan neural berupa paralisis. Gejala sistemik yang
khas yang berupa demam, keringat malam dan penurunan berat badan 10%.
Tabel 3. Perbedaan karakteristik klinis Limfoma Hodgkin (HL) dan Limfoma nonHodgkin
(NHL)
Limfoma Hodgkin (HL) Limfoma nonHodgkin (NHL)
Keluhan pertama berupa limfadenopati
superficial terutama pada leher
Sekitar 40% timbul pertama di jaringan
limfatik ekstranodi
Pembesaran 1 kelompok kelenjar limfe, dapat
dalam jangka waktu sangat panjang tetap
stabil atau kadang membesar dan kadang
mengecil
Perkembangannya tidak beraturan
Limfadenopati lebih lunak, lebih mobile Berderajat keganasan tinggi. Sering
menginvasi kulit (merah, udem, nyeri),
membentuk satu massa relatif keras terfiksir.
Berkembang relatif lebih lambat, perjalanan
penyakit lebih panjang, reaksi terapi lebih
baik
Progresi lebih cepat, perjalanan penyakit
lebih pendek, mudah kambuh, prognosis
lebih buruk
1. Stadium Klinis Limfoma MalignaUntuk menentukan stadium penyakit atau menentukan luasnya penyebaran
penyakit digunakan staging menurut simposium penyakit Hodgkin di Ann Arbor
yaitu Rye staging yang disempurnakan oleh kelompok dari Stanford University yang
ditetapkan pada simposium tersebut.
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
15/31
15
Tabel 4. Stadium klinik dari limfoma maligna menurut ANN Arbor
Stadium Kelenjarorgan yang terserang
I
II
III
IV
I
IEII
IIE
IIS
IIES
III
IIIE
IIIS
IIIES
IV
Tumor terbatas pada kelenjar getah bening di satu regio
Bila mengenai satu organ ekstralimfatik/ektranodalTumor mengenai dua kelenjar getah bening di satu sisi
diafragma
Satu organ ekstra limfatik disertai kelenjar getah bening di dua
sisi diafragma
Limpa disertai kelenjar getah bening di satu diafragma
Keduanya
Tumor mengenai kelenjar getah bening di dua sisi diafragma
Satu organ ekstralimfatik disertai kelenjar getah bening di dua
sisi diafragma
Limpa disertai kelenjar getah bening di dua sisi diafragma
Keduanya
Penyebaran luas pada kelenjar getah bening dan organ
ekstralimfatik
Masing-masing stadium masih dibagi lagi menjadi dua subklasifikasi A dan B
A. Bila tanpa keluhanB. Bila terdapat keluhan sistemik sebagi berikut:
- Panas badan yang tidak jelas sebabnya, kumat-kumatan dengan suhu diatas 38oC- Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan- Keringat malam dan gatal-gatal
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
16/31
16
Gambar 6.Stadium morbus Hodgkin berdasarkan klasifikasi Ann Arbor
F. Diagnosis1. Stadium Klinis
Pemeriksaan-pemeriksaan yang diperlukan untuk menentukan stadium klinik adalah:
a. Anamnesa mengenai keluhan pembesaran kelenjar dan keluhan sistemik berupademam, penurunan berat badan, keringat malam dan gatal-gatal. Penderita tanpa
keluhan masuk dalam subklasifikasi A, sedangkan bila disertai keluhan sistemikmasuk dalam subklasifikasi B dari Ann Arbor.
b. Pemeriksaan fisik dengan mencari adanya pembesaran kelenjar getah beningdiseluruh tubuh, cincin waldeyer, pembesaran organ ekstra limfatik yang sering
terjadi pada limfoma non hodgkin
c. Biopsi kelenjar getah bening untuk menentukan apakah penderita LH atau LNH.d. Pemeriksaan radiologi meliputi foto dada PA/ lateral, tomografi mediastinum,
limfografi kedua tungkai bawah.
e. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes faal hatitermasuk alkali fosfatase dan elektroforese protein, tes faal ginjal termasuk urin
lengkap, BUN, serum kreatinin, asam urat dan elektrolit namun semuanya
pemeriksaan ini tidak spesifik
2. Stadium patologiUntuk menentukan stadium patologi diperlukan pemeriksaan antara lain
http://doctorology.net/wp-content/uploads/2010/01/klasifikasi-ann-arbor.gif -
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
17/31
17
a. Pemeriksaan aspirasi biopsi sum-sum tulang daerah kristailiaka dengan jarumjamshidi
b. Pemeriksaan laparaskopi dengan indikasi pada staging klinis IB, IIB, IIIA danIIIB
c. Pemeriksaan laparatomi dengan indikasi pada staging klinik I-II (A dan B) danIIIA
d. Pemeriksaan cairan effusi secara sitomorfologi.Disamping pemeriksaan tersebut untuk penentuan stadium klinis dan patologi,
masih terdapat banyak pemeriksaan yang hanya dilakukan pada pusat kedokteran
tertentu dalam rangka penelitian lanjutan untuk penderita limfoma, antara lain:
a. Pemeriksaan Whole body scintigramdengan Galium-67 dan selenium 75b. Whole body computed tomographyc. Ultrasonografi hati dan abdomend. Berbagai pemeriksaan immunologi guna menentukan status imunologi penderitae. Penentuan serum ion, total iron capacity, ceruloplasmin, zinc, hepatoglobin,
fibrinogen, hydroxyprolin dalam urin, leucocyte alkali phospatase, hitung limfosit
absolut, antibodi pada virus epstein barr serta HLA
Untuk menilai apakah limpa atau hati terserang terdapat kriteria sebagai berikut:
a. Limpa :terdapat pembesaran limpa yang ditopang dengan pemeriksaanradiologik atau terdapat filling defek pada pemeriksaan sidikan dengan isotop.
Penderita dengan limpa yang membesar 50% tidak terdapat kelainan histologik
sedangkan penderita tanpa pembesaran limpa 50% terdapat kelainan histologik.
b. Hati : pembesaran hati disertai dengan peningkatan alkali fosfatase dan duates faal hati yang lain abnormal atau pemeriksaan sidikan hati dengan isotop
abnormal disertai suatu kelainan faal hati.
3. Diagnosis bandingLimfadenopati harus dibedakan dan infeksi nonspesifik kelenjar limfe atau infeksi
virus, metastasis, mononukleosis infeksiosa dll. Setiap pembesaran kelenjar limfe ber-
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
18/31
18
diameter >1 cm, diobservasi 6 minggu lebih tetap tidak mengecil, maka dilakukan
biopsi.
Massa mediastinum dan hilus pulmonal tanpa limfadenopati superfisial, sering kali
perlu dibedakan dari karsinoma paru, tuberkulosis, dll. Pada umumnya, massa
limfoma dapat lebih besar, progresi lebih cepat, kadang kala timbul multipel atau
bilateral, sindrom kompresi vena kava superior sering kali tidak semenonjol
karsinoma paru tipe sentral, pemeriksaan bronkoskopi dan tomografi hilus pulmonal
area mediastinum membantu membedakan antara keduanya.
Kasus tanpa limfadenopati superfisial, dengan gejala demam, diagnosis lebih sulit,
bila dicurigai limfoma malignum, dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan CT
abdomen untuk menemukan lesi retroperitoneal, ada kalanya dapat dipertimbangkan
untuk laparotomi eksploratif. Pembesaran kelenjar getah bening akibat infeksi akut,
menyebabkan hiperplasia kelenjar tersebut hingga secara klinis teraba membesar.
Secara klinis akan ditemukan : lesi Primer sumber infeksi dan pembesaran kelenjar
getah bening regioner, yang disertai tanda tanda umum peradangan berupa dolor,
robor, kolor, tumor dan funsio laesa. Misalnya, ada sakit gigi atau karies dentis atau
infeksi stomatitis sering diikuti pembesaran kelenjar getah bening submandibuler
(limfadenitis submandibuler), apabila lesi infeksi primer sudah diobati, maka
limfadenitis akut ini akan sembuh secara berangsur. Limfadenitis Kronis disebabkan
oleh infeksi kronis. Infeksi kronis nonspesifik misalnya pada keadaan seseorang
dengan faringitis kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher
(limfadenitis). Pembesaran di sini ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan
tidak nyeri. Pembesaran kronis yang spesifik dan masih banyak di Indonesia adalah
akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar
getah benng, padat / keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain.
G. TerapiSesudah diagnosis patologi dan stagingnya ditentukan maka mulailah dipikirkan
tentang pengobatannya.
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
19/31
19
Tabel 5. Pengobatan penderita LNH menurut klasifikasi rapport
Patologi Definisi Stadium Pengobatan
Unfavourable
histologi
Favourable
histologi
Semua limfoma difus
kecuali DLWD
(DLPD, DH, DM,
DU, NH)
Semua limfoma
noduler kecuali
noduler histiocytic
I, II
III, IV
I
II,III,IV
Radiasi dari kelenjar yang terserang
disertai pemberian kemoterapi ajuvant C-
MOPP, BACOP, CVP atau ABP
Kemoterapi CVP, C-MOPP, BACOP,
CHOP, BCM, ABP
Radiasi pada daerah yang terserang atau
sedikit meluas
Kemoterapi menggunakan chlorambucil
atau kombinasi CVP. Radioterapi
diperlukan untuk tumor besar disatu
tempat
Keterangan:
C-MOPP : Cyclophosphamide, Vincristine, procarbazine, prednisolone
CVP : Cyclophosphamide, Vincristine, prednisolone
BACOP : Bleomycine, adriamycine, Cyclophospamide, vincristine, prednisolone
CHOP : Adriamycine, Bleomycine, prednisolone
Tabel 6. Pengobatan penderita dengan LNH menurut klasifikasi IWF
Gradasi Lokal Lanjut
Rendah
Sedang
Tinggi
Radiasi bagian yang
terserang
Kemoterapi (CHOP) di sertai
radiasi bagian yang terserang
Kemoterapi intensif radiasi
Kemoterapi (Chlorambucil atau CVP)
Kemoterapi (minimal CHOP atau kombinasi
kemoterapi generasi baru)
Kemoterapi intensif radiasi
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
20/31
20
Formula kemoterapi terhadap limfoma non-Hodgkin
1. Formula CHOPCTX 750mg/m2 iv, dl
ADR 50mg/m2 iv, dl
VCR 1,4mg/m2 iv (dosis maks. 2mg), dl
Pred. 60mg/m2 po, d1-5
Diulangi setiap 21 hari.
2. Formula M-BACODMTX 3000mg/m2 iv, d8, d15 (berikut salvasi CF)
CF 100mg/m2 po, q6h x8 (mulai 24jam pasca MTX)
BLM 4U/m2 iv, dl
ADR 45mg/m2 iv, dl
CTX 600mg/m2 iv, dl
VCR 1,4mg/m2 iv, dl
DXM 6mg/m2 d1-5
Diulangi setiap 21 hari.
3. Formula CHOP-RituximabCTX 750 mg/m2 iv, d3
ADR 50 mg/m2 iv, d3
VCR 1,4 mg/m2 iv (dosis max.2 mg), d3
Pred. 100 mg/m2 po, d3-7
Rituximab 375 mg/m2 iv, dl
Diulangi setiap 21 hari.
4. Formula FMD.FDR 25mg/m2 iv, d1-5
MIT 10mg/m2 iv, dl
DXM 20mg/m2 iv, d1-5
Diulangi setiap 21 hari.
5. Formula CODOX-M/IVAC. CODOX-MCTX 800 mg/m2 iv, dl
CTX 200 mg/m2 iv, d2-5
ADR 40 mg/m2 iv, dl
VCR 1,5 mg/m2 iv (dosis max. 2mg), d1,8
MTX 6,7 g/m2 iv drip kontinu 24jam, d10
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
21/31
21
CF 192 mg/m2 iv , 12j am pasca MTX, lalu im, 12mg/m2,
q6h, hingga kadar MTX darah
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
22/31
22
d. Infeksi ini biasanya berjalan berat dan berahkir dengan sepsis2. Multiple organ failure seperti paru-paru, ginjal, gastrointestinal dan meningen
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
23/31
23
BAB III
PENYAJIAN KASUS
I. ANAMNESISIdentitas
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 27 tahun
Alamat : Jl. Gajah Mada BTN, Ketapang
Pekerjaan : Polisi
Nomor RM : 683230
Tanggal Masuk RS : 18 Maret 2014
Anamnesis dilakukan pada tanggal 19 Maret 2014
Keluhan Utama
Nyeri menelan sejak 2 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Soedarso dengan keluhan nyeri saat menelan sejak 2 minggu lalu
disertai dengan nyeri tenggorokan. Nyeri dirasakan menetap dan tidak mengalami
perubahan. Pada pemeriksaan didapati pembesaran tonsil. Pada pengamatan tonsil didapati
pembesaran tonsil asimetris dengan ukuran T4/T3, permukaan tonsil hiperemis dan tidak
rata. Pembengkakan tonsil mengakibatkan pasien tidur mengorok, dan sering terbangun
tiba-tiba saat tidur. Pasien mengaku pembesaran tonsil ini tidak menghalangi aktivitas
sehari-hari. Pasien juga mengeluhkan benjolan pada kedua sisi leher. Benjolan mulai terjadi
lebih dari 2 minggu lalu, ukuran benjolan dirasakan semakin bertambah besar. Pada
pemeriksaan didapati massa pada kedua sisi leher dengan batas tegas, konsistensi kenyal,
teraba hangat, dengan ukuran 5 x 9 cm. Tidak ada nyeri tekan pada benjolan. Selain itu
pasien juga mengeluhkan adanya benjolan-benjolan pada sisi supraklavikula kanan dan kiri.
Pada pemeriksaan didapati nodul-nodul supraklavikula dextra dan sinistra, nodul memiliki
batas tegas, konsistensi kenyal dan mobil. Pasien mengaku mengalami penurunan berat
badan sebanyak 5 kg selama 2 minggu ini.
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
24/31
24
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah keluhan yang serupa dengan yang dirasakan saat ini sebelumnya.
Riwayat malaria (+), Riwayat typhus (+)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang mengalami keluhan serupa di keluarga.
II. PEMERIKSAAN FISIKDilakukan pada tanggal 19 Maret 2014
Keadaan umum : Baik
Tandatanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 98 kali / menit
Frekuensi napas : 20 kali / menit
Suhu : 37 oC
Status Lokalis
Kepala dan Leher
Kepala : Normosefali
Wajah : Simetris
Leher anterior : KGB teraba membesar
Lehet posterior : KGB tidak teraba membesar
Telinga
Inspeksi, Palpasi :
Telinga kanan Telinga kiri
Aurikula Edema (-), hiperemis (-),
massa (-).
Edema (-), hiperemis (-),
massa (-).
Preaurikula Edema (-), hiperemis (-),
massa (-), fistula (-), abses (-).
Edema (-), hiperemis (-),
massa (-), fistula (-), abses (-).
Retroaurikula Edema (-), hiperemis (-),
massa (-), fistula (-), abses (-).
Edema (-), hiperemis (-),
massa (-), fistula (-), abses (-).
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
25/31
25
Palpasi Nyeri pergerakan aurikula (-),
nyeri tekan tragus (-).
Nyeri pergerakan aurikula (-),
nyeri tekan tragus (-).
Otoskopi :Telinga kanan Telinga kiri
MAE Edema (-), hiperemis (-),
serumen (+), furunkel (-).
Edema (-), hiperemis (-),
serumen (+), furunkel (-).
Membran
timpani
Intak, berwarna putih, refleks
cahaya (+).
Intak, berwarna putih, refleks
cahaya (+).
Fungsional (Tes Pendengaran / Garpu Tala) :
Tes Telinga kanan Telinga kiri
Rinne Positif Positif.
Weber Tidak ada lateralisasi
Hidung dan Sinus Paranasal
Inspeksi, Palpasi :
- Deviasi tulang hidung (-), bengkak daerah hidung dan sinus paranasal (-)- Krepitasi tulang hidung (-), nyeri tekan hidung dan sinus paranasal (-)
Rinoskopi Anterior :
Rinoskopi anterior Cavum nasi dextra Cavum nasi sinistra
Mukosa hidung Edema (-), Hiperemis (-),
sekret (-), massa (-),
atrofi (-).
Edema (-), Hiperemis (-),
sekret (-), massa (-),
atrofi (-).
Septum Deviasi (-), dislokasi (-). Deviasi (-), dislokasi (-).
Konka inferior dan
media
Hipertrofi (-). tampak licin
dan basah, hiperemis (-)
Hipertrofi (-). tampak licin
dan basah, hiperemis (-)
Meatus inferior dan
media
Sekret (-), polip (-). Sekret (-), polip (-).
Rinoskopi Posterior : tidak dilakukan pemeriksaan
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
26/31
26
Mulut & Tenggorokan
Faring
Dinding faring : hiperemis (+), post nasal drip (-)
Arcus : hiperemis (+)
Tonsil : T4-T3, hiperemis (+), permukaan tidak rata
Uvula : uvula bergeser ke arah kiri, hiperemis (+)
Gigi : dalam batas normal
Laring
Laringoskopi Indirek : tidak dilakukan pemeriksaan
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIUSULKAN Pemeriksaan radiologi : CT-Scan pada daerah leher, dada, abdomen, dan pelvis Pemeriksaan laringoskopi direk Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan FNAB :
o Hasil pemeriksaan FNAB pada massa di leher dextra dan sinistra (19 Maret2014):
Kesimpulan : Kesan Non-Hodgkins Lymphoma Maligna, Large B cell,High grade
IV. RESUMEPasien datang ke RS dengan keluhan nyeri menelan dan nyeri tenggorokan sejak 2 minggu
yang lalu. Pada pemeriksaan didapati pembesaran tonsil, pembesaran tonsil ini
mengakibatkan pasien tidur mengorok dan sering terbangun saat malam. Selain itu, pasien
juga mengeluhkan benjolan pada kedua sisi leher yang dirasakan selama lebih dari 2
minggu, dan benjolan-benjolan kecil pada daerah supraklavikula kanan dan kiri. Pasien
mengalami penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam 2 minggu.
Pada pemeriksaan faring didapatkan pembesaran tonsil asimetris T4-T3 dengan permukaan
yang tidak rata dan hiperemis, dinding dan arkus faring tampak hiperemis, dan uvula
bergeser ke arah kiri.
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
27/31
27
Pada pemeriksaan benjolan pada kedua sisi leher diapati massa pada daerah leher anterior
dextra dan sinistra dengan batas tegas, konsistensi kenyal, teraba hangat. Tidak ada nyeri
tekan pada benjolan. Pada pemeriksaan benjolan pada daerah supraklavikula didapati nodul-
nodul pada daerah supraklavikula dextra dan sinistra dengan batas tegas, konsistensi kenyal
dan mobil.
Hasil FNAB pada massa di leher sisi kanan dan kiri didapati kesan Non-Hodgkins
Lymphoma Maligna, Large B cell, Highgrade
V. DIAGNOSISDiagnosis kerja : karsinoma tonsil ec diffuse non-Hodgkin large B-cell lymphomas
VI. TATALAKSANANon Medikamentosa :
Membatasi aktifitas fisik agar tidak menimbulkan trauma Menjaga pola makan
Medikamentosa :
R+CHOP (Rituximab + Cyclophosphamide, doxorubicin (Adriamycin), vincristine,and prednisone): Terapi kombinasi dengan rituximab 375 mg/m2IV pada hari ke-1 +
cyclophosphamide 750 mg/m2IV pada hari ke-1 atau ke-3 + doxorubicin 50 mg/m2
IV pada hari ke-1 atau ke-3 + vincristine 1,4 mg/m2 (dosis maksimum 2 mg) IV
pada hari ke-1 atau ke-3 + prednisolone 40 mg/m2PO pada hari ke-1 s/d ke-5 atau
hari ke-3 s/d ke-8; setiap 21 hari selama 3 siklus
Involved-field radiation therapy (IFRT)
VII. PROGNOSISAd vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad malam
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
28/31
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien ini didapat keluhan dengan keluhan nyeri menelan dan nyeri tenggorokan
sejak 2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan didapati pembesaran tonsil, pembesaran tonsil
ini mengakibatkan pasien tidur mengorok dan sering terbangun saat malam. Selain itu, pasien
juga mengeluhkan benjolan pada kedua sisi leher yang dirasakan selama lebih dari 2 minggu,
dan benjolan-benjolan kecil pada daerah supraklavikula kanan dan kiri.
Pada pemeriksaan faring didapatkan pembesaran tonsil asimetris T4-T3 dengan
permukaan yang tidak rata dan hiperemis, dinding dan arkus faring tampak hiperemis, danuvula bergeser ke arah kiri. Pada pemeriksaan benjolan pada kedua sisi leher diapati massa
pada daerah leher anterior dextra dan sinistra dengan batas tegas, konsistensi kenyal, teraba
hangat. Tidak ada nyeri tekan pada benjolan. Pada pemeriksaan benjolan pada daerah
supraklavikula didapati nodul-nodul pada daerah supraklavikula dextra dan sinistra dengan
batas tegas, konsistensi kenyal dan mobil.
Hasil FNAB pada massa di leher sisi kanan dan kiri didapati kesan Non-Hodgkins
Lymphoma Maligna, Large B cell, Highgrade.Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan biopsy, ditegakkan diagnosis karsinoma
tonsil dengan histopatologi limfoma maligna non-Hodgkin sel B. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan kelenjar limfe pada leher yang mengalami pembengkakan, dan dari
hasil biopsy yang memberikan kesan Non-Hodgkins Lymphoma Maligna, Large B cell,
Highgrade.
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan untuk mengetahui luas penyebaran
metastasis, atau adanya keterlibatan organ atau jaringan lainnya berupa pemeriksaan
radiologi CT-Scan pada daerah leher, dada, abdomen, dan pelvis, dan pemeriksaan
laringoskopi untuk menilai laring. Pemeriksaan darah lengkap dapat dilakukan untuk menilai
adanya kelainan pada darah seperti anemia, neutropenia, dan seterusnya.
Terapi yang direncanakan adalah kombinasi kemoterapi dan radioterapi berupa R+CHOP
(Rituximab + Cyclophosphamide, doxorubicin (Adriamycin), vincristine, and prednisone)
disertai dengan Involved-field radiation therapy (IFRT).
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
29/31
29
BAB V
KESIMPULAN
Tonsil menjadi lokasi yang paling umum untuk terjadinya keganasan dari orofaring.
Karsinoma tonsil adalah keganasan kepala dan leher kedua yang paling banyak setelah
karsinoma laring di Amerika Serikat. Pada pemeriksaan histopatologi 90-95% dari lesi ini
adalah karsinoma sel skuamosa. Secara umum, tembakau (rokok), alkohol, dan virus (HPV)
telah diidentifikasi sebagai faktor etiologi utama. Kebanyakan pasien karsinoma tonsil datang
sudah dalam keadaan stadium lanjut karena lesi awal biasanya tanpa gejala. Keganasantersebut meliputi karsinoma sel skuamosa tonsil dan limfoma maligna. Pada limfoma tonsil,
histopatologi yang paling sering ditemui adalah Limfoma non-Hodgkin sel B besar difus.
Limfoma non hodgkin merupakan keganasan yang terjadi pada jaringan limfatik. Secara
epidemiologi penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia dan berbagai suku bangsa. Pada
penyakit ini etiologi masih idiopatik, meskipun penelitian-penelitian yang berkaitan sudah
memiliki beberapa hipotesis yang mendukung.
Guna membantu diagnosis dan terapi karsinoma tonsil karena Limfoma non hodgkin telah
dirumuskan beberapa klasifikasi diantaranya klasifikasi Ann arbor dan International working
formula. Deteksi yang lebih awal dan terjadi pada usia yang lebih muda akan memperbaiki
prognosis.
Pada pasien ini didapat keluhan dengan keluhan nyeri menelan dan nyeri tenggorokan
sejak 2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan didapati pembesaran tonsil, pembesaran tonsil
ini mengakibatkan pasien tidur mengorok dan sering terbangun saat malam. Selain itu, pasien
juga mengeluhkan benjolan pada kedua sisi leher yang dirasakan selama lebih dari 2 minggu,
dan benjolan-benjolan kecil pada daerah supraklavikula kanan dan kiri.
Pada pemeriksaan faring didapatkan pembesaran tonsil asimetris T4-T3 dengan
permukaan yang tidak rata dan hiperemis, dinding dan arkus faring tampak hiperemis, dan
uvula bergeser ke arah kiri. Pada pemeriksaan benjolan pada kedua sisi leher diapati massa
pada daerah leher anterior dextra dan sinistra dengan batas tegas, konsistensi kenyal, teraba
hangat. Tidak ada nyeri tekan pada benjolan. Pada pemeriksaan benjolan pada daerah
supraklavikula didapati nodul-nodul pada daerah supraklavikula dextra dan sinistra denganbatas tegas, konsistensi kenyal dan mobil.
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
30/31
30
Hasil FNAB pada massa di leher sisi kanan dan kiri didapati kesan Non-Hodgkins
Lymphoma Maligna, Large B cell, Highgrade
-
5/28/2018 Karsinoma Tonsil
31/31
31
DAFTAR PUSTAKA
American Joint Cancer Comitee. 2012. Comparison Guide Cancer Staging Manual. AJCC:
Chicago. www.cancerstaging.com
Boediwarsono., Soebandiri., sugianto., Armi. A., Sedana. M.P., Ugroseno., 2007. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. FK UNAIR: Surabaya
Kumar. V., Cotran. R.S., Robbins. S.L., 2007.Buku ajar Patologi. EGC: Jakarta
Harrison. 2012.Harrisons Manual of Medicine 18th Edition. McGraw-Hill: New York
Balai Penerbit FKUI.BukuAjar Onkologi Klinis Ed. 2. 2008. Jakarta: FKUI; Hal 547- 563
Hoppe RT, Advani RH, Ambinder RF, et al. Hodgkin disease/lymphoma.J Natl Compr Canc
Netw. Jul 2008;6(6):594-622.Jaffe ES, Harris NL, Stein H, Vardiman JW, eds. World Health Organization Classification
of Tumours: Pathology and Genetics of Tumours of Haematopoietic and Lymphoid
Tissues. Lyon, France: IARC Press; 2001.
Molina A, Pezner RD. Non-Hodgkin's lymphoma. In: Pazdur R, Coia LR, Hoskins WJ,
Wagman LD, eds. Cancer Management: A Multidisciplinary Approach. 5th
ed. Melville, NY: PRR, Inc; 2000:583-618.
Thomas RK, Re D, Wolf J, Diehl V. Part I: Hodgkin's lymphoma--molecular biology of
Hodgkin and Reed-Sternberg cells.Lancet Oncol. Jan 2004;5(1):11-8.
Vose JM. Current approaches to the management of non-Hodgkin''s lymphoma. Semin
Oncol. Aug 1998;25(4):483-91.
Zhang QY, Foucar K. Bone marrow involvement by Hodgkin and non-Hodgkin
lymphomas.Hematol Oncol Clin North Am. Aug 2009;23(4):873-902.