referat tonsil
DESCRIPTION
ddTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Penyakit-penyakit infeksi secara terus-menerus lahir sebagai permasalahan
kesehatan akut dan yang paling sering terjadi adalah di negara-negara sedang berkembang
termasuk Indonesia.1
Salah satu penyakit infeksi yang dimaksud adalah tonsilitis (peradagangan pada
tonsil atau radang amandel), yaitu suatu infeksi yang terjadi akibat adanya invasi
mikroorganisme ke jaringan tonsil. Tonsil berfungsi melindungi seseorang dari infeksi
kuman yang masuk melalui mulut, hidung, dan tenggorokan.
Tonsillitis atau radang tonsil biasanya terdapat pada anak-anak, terutama bila daya
tahan tubuh melemah. Tonsillitis akut disebabkan oleh bakterialis supuralis akut yang
paling sering sebagai akibat adanya bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A, seperti
Pneumococcus, Staphilococcus, Haemalphilus influenza dan kadang-kadang streptococcus
non hemoliticus atau streptococcus viridens.1
Pada anak tonsilitis sering menimbulkan komplikasi otitis media akut. Pada tonsilitis
juga bisa terjadi hipertrofi tonsil yang akan menyebabkan pasien bernafas melalui mulut,
tidur mendengkur, gangguan tidur karena terjadinya sleep apnue yang dikenal sebagai
obstructive sleep apneu syndrome (OSAS).1
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas Tonsilitis akut
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tentang Tonsilitis akut
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk pada berbagai
literatur.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tonsil
2.1.1 Anatomi Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan
ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid),
tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut
cincin waldeyer.1
Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Tonsil
palatina terletak di fosa tonsilar, diantara kolumna anterior dan posterior. Adenoid terletak
pada dinding posterior nasofaring dan tonsil lingual terletak di pangkal lidah. Fungsi cincin
waldeyer adalah sebagai pertahanan pada saluran pencernaan dan saluran pernafasan
terhadap bakteri-bakteri, selain itu dapat menghasilkan antibodi dan limfosit.2,3
Gambar 1. Gambaran Tonsil dalam Cincin Waldeyer
Tonsil palatina merupakan suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa
tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan
pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm,
2
masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil.
Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal
sebagai fossa supratonsil. 4
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah : 1
1. Anterior : arcus palatoglossus
2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan
areolar longgar. A. carotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsila.
Gambar 2. Anatomi Tonsil
Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa
kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.
Permukaan medial bentuknya bervariasi dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Di
dalam kriptus ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, sisa makanan. Permukaan
lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering disebut kapsul tonsil, yang tidak
melekat erat pada otot faring.1
2.1.2. Vaskularisasi
Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a.
maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina
asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina desenden, a. lingualis
dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden. a. tonsilaris berjalan
ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan
3
palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor
posterior menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil
melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah
dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina
desenden atau a. palatina posterior atau lesser palatina artery member vaskularisasi tonsil
dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. vena-
vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. 1,5
Gambar 3. Pendarahan tonsil
2.1.3 Imunologi dan Fungsi Tonsil6
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-
kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel
plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD),
komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsil. Sel limfoid yang
immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle
zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel limfoid Tonsil merupakan organ limfatik
sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi.
4
Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu :
1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif
2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik
2.2 Tonsilitis Akut
2.2.1 Definisi
Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara, tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua
umur terutama pada anak.1
2.2.2 Etiologi
1. Virus : Paling sering virus Eipsten barr, dapat juga disebabkan oleh hemofilus
influenzae, virus coskchakie. Pada permukaan tampak tonsil membengkak dan
hiperemis.
Gambar 4 :Tonsilitis akut yang disebabkan Eipstern Bar Virus. Terdapat pembesaran
tonsil yang ditutupi eksudat putih keabu-abuan.
5
Gambar 5: Tonsilitis Virus Coxshackie. Pada permukaan tonsil, faring posterior dan
palatum tampak vesikel ulseratif yang sangat nyeri. Biasanya terjadi pada usia di bawah 16
tahun.
2. Bakteri : streptokokus β hemolitikus grup A, pneumokokus, streptokokus viridan dan
streptokokus piogens
Gambar 6 :Tonsilitis Folikularis. Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaan diliputi
eksudat berbentuk bercak putih yang mengisi kripta tonsil yang disebut detritus.
Gambar 7 : Tonsilitis Lakunaris. Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi
lakuna (lekukan) pada permukaan tonsil.
6
2.2.3. Patofisiologi
Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang
berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini
merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis
detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Perbedaan strain atau
virulensi dari penyebab tonsilitis dapat menimbulkan variasi dalam fase patologi sebagai
berikut:
1. Peradangan biasa pada area tonsil saja
2. Pembentukan eksudat
3. Selulitis pada tonsil dan daerah sekitarnya
4. Pembentukan abses peritonsilar
5. Nekrosis jaringan
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis, bila
bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur maka akan terjadi tonsillitis
lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membrane semu
(pseudomembran) yang menutupi tonsil.
2.2.4 Manifestasi Klinis
Pada tonsilotis viral gejala lebih menyerupai common cold yang disertai nyeri
tenggorok. Pada tonsilitis bakterial keluhan awal berupa rasa kering ditenggorok.
Selanjutnya penderita merasa nyeri waktu menelan yang makin lama makin hebat,
sehingga karena sakitnya penderita jadi tidak mau makan. Nyeri hebat ini dapat menjalar
ketelinga yang disebut referred pain melalui n.glosofaringeus. demam dengan suhu tubuh
yang tinggi, lesu, rasa nyeri di sendi-sendi dan nafsu makan berkurang. Suara penderita
terdengar seperti orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas. Keadaan ini disebut
plummy voice. Mulut berbau busuk (foeterex ore) dan ludah menumpuk.1
2.2.5 Pemeriksaan fisik
Pada tonsilitis bakterialis pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis
dan terdapat detritus membentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu.
Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan. Kalaui tonsilitis akibat virus
coxshakie maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada
palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.1
Ukuran pembesaran tonsil :
7
Gambar 8. Pembesaran tonsil
T0 : Post tonsilektomi
T1 : Tonsil masih terbatas dalam fossa tonsilaris
T2 : Sudah melewati pilar anterior, tapi belum melewati garis paramedian (pilar
posterior)
T3 : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median
T4 : Sudah melewati garis median
2.2.6 Tatalaksana
1. Terapi Medikamentosa
Pada tonsilitis viral cukup dengan isirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus
diberikan jika gejala berat. Untuk tonsilitis bakterialis diberikan antibiotik spektrum luas
penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.1
2. Tindakan Operatif
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus
dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan
pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims
(1757).
a) Indikasi Tonsilektomi1
8
• Indikasi absolut
– Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas, disfagia
berat, gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal.
– Abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan
drainase, kecuali jika dilakukan fase akut.
– Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
– Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi
• Indikasi relatif
– Terjadi 7 episode atau lebih infeksi tonsil pada tahun sebelumnya, atau 5
episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 2 tahun sebelumnya atau 3
episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 3 tahun sebelumnya dengan
terapi antibiotik adekuat.
– Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan
medik.
– Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap β-
laktamase.
b) Komplikasi Tonsilektomi4
Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal
maupun umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan
komplikasi tindakan bedah dan anestesi.
1. Komplikasi anestesi
Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien.
Komplikasi yang dapat ditemukan berupa :
• Laringospasme
• Gelisah pasca operasi
• Mual muntah
• Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi
• Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti
jantung
9
• Hipersensitif terhadap obat anestesi.
2. Komplikasi Bedah
a. Perdarahan
Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus).
Perdarahan dapat terjadi selama operasi,segera sesudah operasi atau dirumah.
Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien. sebanyak 1 dari
100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah yang sama
membutuhkan transfusi darah.
b. Nyeri
Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf
glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang
menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali
oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi.
c. Komplikasi lain
Demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara (1:10.000),
aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis
faring, lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia.
c) Kontraindikasi
Infeksi akut berat
Gangguan pendarahan
Risiko anestesi yang besar/penyalkit kronik
Anemia
2.2.7 Komplikasi
Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut. Komplikasi tonsilitis
akut lainnya adalah abses peritonsil, abses parafaring, sepsis, bronkitis, nefritis akut,
miokarditis serta atritis. Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernafas melalui
mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karena terjadinya sleep apnue yang dikenal
sebagai obstructive sleep apneu syndrome (OSAS)1
10
BAB 3
KESIMPULAN
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa
tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan
pilar posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain: fosa tonsil, kapsul tonsil,
plika triangularis.
Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya.
Bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan
timbul tonsilitis.Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang
disebabkan oleh virus ataupun bakteri.
11
Pada tonsilotis viral gejala lebih menyerupai common cold yang disertai nyeri
tenggorok. Pada tonsilitis bakterial keluhan awal berupa rasa kering ditenggorok.
Selanjutnya penderita merasa nyeri waktu menelan yang makin lama makin hebat.
Tatalaksana pada tonsilitis viral cukup dengan isirahat, minum cukup, analgetika
dan antivirus diberikan jika gejala berat. Untuk tonsilitis bakterialis diberikan antibiotik
spektrum luas penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur yang mengandung
desinfektan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono,efiaty AS. Faringitis,Tonsilitis,dan Hipertrofi Adenoid. Dalam;
Soepardi EA,iskandar NH(eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2007. Hal 214-225
2. Lukmanti Petrus, Maulany R.F, Tambajong Jan. Rongga Mulut dan Faring. Buku
Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Balai penerit EGC;1995
3. Herawati Sri, Lukmini Sri. Ilmu penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta:
Balai penerbit EGC;2007
12
4. Brodsy L. Poje C. Tonsilitis, Tonsilectomy and Adeneidectomy. In: Bailey BJ.
Johnson JT. Head and Neck Surgery. Otolaryngology. 4rd Edition. Philadelphia:
Lippinscott Williams Wilkins Publishers. 2006. p1183-1208
5. George LA. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam:Adams, Boies,
Higler(eds).buku ajar penyakit THT edisi 6. Jakarta:EGC;1997.hal 327-337
6. Health Technology Assessment (HTA) Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2004. Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa. Jakarta
13