gambaran histologis dan tinggi vili usus halus bagian ... · sampel usus diambil pada akhir...
TRANSCRIPT
i
GAMBARAN HISTOLOGIS DAN TINGGI VILI USUS HALUS BAGIANILEUM AYAM RAS PEDAGING YANG DI BERI TEPUNG DAUN
KELOR (Moringa oleifera) DALAM RANSUM
SKRIPSI
Oleh:
YESSY ANATALIA SIAGIANI 111 12 905
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
ii
GAMBARAN HISTOLOGIS DAN TINGGI VILI USUS HALUSBAGIAN ILEUM AYAM RAS PEDAGING YANG DI BERI TEPUNG
DAUN KELOR (Moringa oleifera) DALAM RANSUM
SKRIPSI
Oleh:
YESSY ANATALIA SIAGIANI 111 12 905
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana FakultasPeternakan Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan
yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang selalu melimpah kepada umat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga penyusunan tugas
akhir yang berjudul “Gambaran Histologis dan Tinggi Vili Usus Halus bagian
Ileum Ayam Ras Pedaging yang diberi Tepung Daun Kelor (Moringa
oleifera) dalam Ransum” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Tak lupa pula penulis
mengucapkan syukur kepada Ibunda Maria yang senantiasa memberi
perlindungan dan hantaran doa kepada anak-Nya Yesus Kristus atas segala
kesehatan dan berkat selama penyusunan tugas akhir ini hingga selesai.
Penulis mengakui banyak hambatan dan kesulitan yang dialami dalam
menyelesaikan tugas akhir ini. Tetapi berkat kerja keras, semangat, dorongan,
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.
Tibalah saat yang paling dinantikan sekaligus mengharukan bagi penulis,
yaitu menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus, seindah, dan sebanyak
mungkin kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini,
antara lain kepada:
1. Ibu drh. Hj. Farida Nur Yuliati selaku pembimbing utama dan Bapak Ir.
Mustakim Mattau, MS selaku pembimbing anggota yang telah banyak
vi
meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan serta
nasehat dari awal penelitian hingga selesainya penulisan tugas akhir ini.
2. Bapak Dr. Muhammad Ihsan Andi Dagong, S.Pt., M.Si., Ibu Prof. Dr. drh.
Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc., dan Bapak Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira
Rahardja, M.Sc. sebagai pembahas yang telah memberikan masukan dalam
proses perbaikan tugas akhir ini.
3. Bapak Ir.Mustakim Mattau, MS selaku Pembimbing Akademik, Bapak Dr. Ir.
Wempie Pakiding, M.Sc selaku pembimbing Seminar Pustaka dan Ibu Dr.
Nahariah, S.Pt., M.P. selaku pembimbing Praktek Kerja Lapangan terima
kasih atas bimbingan dan masukan selama ini.
4. Dekan, Pembantu Dekan I, II dan III dan seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas
Peternakan yang telah melimpahkan ilmunya kepada penulis selama berada
dibangku perkuliahan, serta Bapak/Ibu Staf Pegawai Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin yang telah membantu dalam proses akademik.
5. Bapak Dr. Ir.Wempie Pakiding. M.Sc Kepala Laboratorium Ilmu Ternak
Unggas dan Ibu drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si selaku Kepala
Laboratorium Mikrobiologi Ternak.
6. Bapak Muhammad Yunus, Nuraeni, S.Pt dan Tri Astuti, S.Pt selaku teman
penelitian yang telah banyak mengajarkan arti kerjasama, kebersamaan dan
pengertian selama proses penelitian.
7. Kanda Rachman Hakim S.Pt., M.P., Azhar S.Pt, Urfiana Sara S.Pt, Rajma
Fastawa S.Pt, Yusri S.Pt, Trianta Tahir S.Pt, Sem S.Pt, Ridwan S.Pt, Sulkifli,
vii
Nasrun, Auliya S.Pt, Takim dan Makmur yang telah banyak membantu di
laboratorium Ilmu Ternak Unggas hingga penelitian selesai.
8. Teman berbagi cerita selama dibangku perkuliahan Tika, Rita, Fatma, Reski,
Nis dan Mela sukses selalu dan tetap menjadi diri sendiri.
9. Team Kunyit: Jihad, Kandi dan Rahim, team umbi : Nesma, Wahyu dan
Rahmat Burhan, serta team bahan pakan: Fatma, Mela, Dita dan Nis yang
telah banyak membantu dan memotivasi penulis selama ini.
10. Widy Wing Tandililing selaku teman dekat, teman berbagi cerita, teman
mengadu, teman pelampiasan kemarahan dan kesedihan yang selalu
memberikan semangat, dukungan serta doa bagi penulis dari awal hingga
semua tahap bisa terlewati. Mengenalmu yang cukup lama menjadi kesan
tersendiri bagi penulis, semangat mengerjakan tugas akhirnya dan cepat
nyusul yah!!!!
11. Partner PKL (Mega dan Hasrah) di Teaching Industry Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin yang telah mengajarkan arti kebersamaan dan
kerjasama selama PKL berlangsung.
12. Teman-teman KKN gel. 90 UNHAS khususnya Posko Kalosi Alau Kec. Dua
Pitue Kab. Sidrap yaitu Khaerani, Anti, Kak Lenny, Mail dan Kak Erwin
yang pernah tinggal seatap kurang lebih 2 bulan lamanya, meski berbeda
agama, suku dan ras tetapi sudah dianggap seperti keluarga sendiri yang telah
membantu, memberikan semangat , kerjasama yang tinggi. Kompak terus dan
sukses selalu buat kalian
viii
13. Teman-Teman yang telah banyak membantu selama dikampus : Wendy
Natalia, Kasmita, Tenri, Incess Appe, Ica, Imu, Kanzul, Aswar Raden, Erick,
Akbar, Zuhal, Kartina desember, Cica , Rismawati, Isnawati, Bambang serta
teman- teman semua yang tidak sempat disebutkan satu per satu terima kasih
dan sukses selalu.
14. Teman angkatan Flock Mentality 012 terlebih khusus kelas D salam kompak
selalu, Larva 013, solandeven 011, Lion 010, Merpati 09, Bakteri 08 dan
Rumput 07.
15. Lembaga Tercinta Himaprotek_UH, Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin yang telah banyak memberi wadah terhadap penulis
untuk berproses dan belajar.
16. Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) Unhas sebagai sarana dalam menjalin
keakraban dan tempat menumbuhkan iman persaudaraan kepada sesama
mahasiswa katolik lainnya khususnya buat kalian : Advin, Jabet, Marlin,
Okta, Johan, Gedo, Kak Pius, Kak Vian, Kak Didi, Kak Vivi dan teman-
teman KMK Unhas yang tak dapat disebukan satu per satu.
17. Tempat kediaman selama penulis menimba ilmu di kota daeng “ Kost Oma at
Kampung Rama Lor.5, Perm. Puri Yuhan Permai, Ramsis Unhas Putri dan
Rumah BTP Blok B/252 terima kasih karena sudah menjadi tempat yang
mengajarkan arti hidup mandiri.
18. Green Office Bawakaraeng (Kantor Oriflame) dan Jaringan Drelin.biz yang
telah memberikan peluang bagi penulis untuk mengejar impian dan bisa
menghasilkan secara materiil.
ix
19. Semua keluarga besar khususnya buat Oma Emming, Opa Miner, Oma
Theresia, Om Teo, Om deon, Tante Puji, Tante Rian, Tante Iin, Bunda
Kristin, Tante Ike yang telah banyak mendoakan dan mensupport penulis
selama ini.
Skripsi ini kupersembahkan kepada kedua malaikat yang menjadi titipan
Tuhan yakni kedua orang tua yang tercinta, Ayahanda Antonius Sanda Rupa dan
Ibunda Damaris Bumbungan. Terima kasih atas setiap tetasan keringat, air mata,
canda tawa, suka duka, semangat dan doa setiap hari yang tak henti-hentinya
kalian panjatkan kepada Tuhan yang selalu menjadi kekuatan dalam diri penulis
sehingga penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Papa dan
Mama gelar ini kupersembahkan untuk kalian orang terhebatku, dan kepada
saudara-saudariku: Adris, Liga, Hedwig, Monica, Ella dan si bungsu (Edo)
serta kedua sepupu Indriani dan Novi yang sudah dianggap seperti saudara
sendiri terima kasih atas doa dan support yang berlimpah yang diberikan hingga
penulis mampu menyelesaikan studi ini
Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat
diharapkan adanya oleh penulis demi perkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan nantinya, terlebih khusus di bidang peternakan. Semoga makalah
skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca terutama bagi saya sendiri.
Makassar, November 2016
Penulis
x
ABSTRAK
YESSY ANATALIA SIAGIAN. I111 12 905. Gambaran Histologis dan TinggiVili Usus Halus Bagian Ileum Ayam Ras Pedaging yang Diberi Tepung DaunKelor (Moringa oleifera) dalam Ransum. Di bawah bimbingan: Farida NurYuliati dan Mustakim Mattau.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui atau mengevaluasi pengaruhpemberian tepung daun kelor dalam ransum terhadap gambaran histologis usushalus bagian ileum. Sebanyak 72 ekor ayam ras pedaging umur 15 hari strainLohmann dipelihara secara intensif sampai umur 35 hari berdasarkan RancanganAcak Lengkap yang terdiri dari 3 perlakuan dengan 3 ulangan dan 8 ekor sebagaisub ulangan. Perlakuan berupa penambahan tepung daun kelor dalam pakan basaldengan level yang berbeda (masing-masing 0, 2%, dan 4 %). Sampel usus diambilpada akhir penelitian untuk menganalisis parameter histologis. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa gambaran histologis pada usus halus bagian ileum denganpemberian tepung daun kelor dengan level 2% dan 4% dalam ransum mengalamikerusakan sel yaitu hiperplasia epitel, nektrotik epitel, peradangan danpendarahan. Semakin tinggi level pemberian tepung daun kelor dalam pakansemakin pendek vili usus halus bagian ileum.
Kata kunci: Ayam Pedaging, Histologis, Vili, Ileum, Tepung Daun Kelor
xi
ABSTRACT
YESSY ANATALIA SIAGIAN. I111 12 905. Histological and height villiileum in small intestine of broilers fed dietary of Moringa oleifera Leaf Meal(MOLM). Supervised by: Nur Farida Yuliati and Mustakim Mattau.
An experiment was carried out evaluate the effects of broilers fed dietaryMoringa oleifera Leaf Meal (MOLM) on the histological ileum of small intestine.A total of 72 Lohmann strain of broilers chickens 15 days reared intensively up to35 days rondomly divided into 3 treatments with 3 replication of 8 broilers. Thetreatments were he addition of Moringa leaf powder in the basal feed withdifferent levels (respectively 0, 2%, and 4%). Intestinal samples taken at the endof the study to analyze the parameters histological. The results showed that feddietary Moringa oleifera Leaf Meal (MOLM) 2% dan 4% damaged cells in ileumof small intestine like as hyperplasia epithel, necrotic epithel, inflamation, andbleed. The higher the level of Moringa oleifera Leaf Meal (MOLM) in fed gettingshorter villi of small intestine in ileum
Key words: Broilers, histological, villi, ileum, Moringa oleifera Leaf Meal(MOLM)
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL...................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN........................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iv
KATA PENGANTAR....................................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... x
ABSTRACT....................................................................................................... xi
DAFTAR ISI...................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi
PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Tanaman Kelor (Moringa oleifera) ............................. 5
Penggunaan Daun Kelor sebagai Bahan Pakan Unggas............................ 9
Sistem Pencernaan pada Unggas ............................................................... 11
Usus Halus........................................................................................ 12
Histologis Usus Halus (Vili) ............................................................ 13
Gambaran Histopatologi ............................................................................ 14
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat..................................................................................... 16
Materi Penelitian........................................................................................ 16
xiii
Rancangan Penelitian................................................................................. 17
Pemeliharaan.............................................................................................. 18
Preparasi Sampel Histologi ....................................................................... 21
Paramater yang Diukur .............................................................................. 21
Analisis Data.............................................................................................. 21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Histologis Usus Halus bagian Ileum........................................ 23
Histologis Usus Halus bagian Ileum (Tinggi Villi) Ayam Pedaging ........ 28
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 32
LAMPIRAN....................................................................................................... 36
DOKUMENTASI .............................................................................................. 42
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 44
xiv
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Komposisi Kimia dan Nutrisi Daun Kelor ................................................ 7
2. Komposisi Senyawa Anti-Nutrisi Daun Kelor .......................................... 8
3. Komposisi Ransum Finisher (Umur 15-35 Hari) ...................................... 17
4. Komposisi Nutrisi Tepung Daun Kelor..................................................... 18
5. Komposis Nutrisi Pakan Komersil Starter (Umur 1-14 hari) Ayam Pedaging
................................................................................................................... 19
6. Komposisi Nutrisi Pakan Basal Finisher (15-35 hari) ............................. 20
7. Konsumsi Pakan, Tepung Daun Kelor dan Air Minum Umur 15-35 Hari
.................................................................................................................. 20
8. Tinggi Vili Usus Halus bagian Ileum Ayam Ras Pedaging yang diberi
Tepung Daun Kelor dalam Ransum ......................................................... 28
xv
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Gambaran Histologis Usus Halus tanpa perlakuan (Kontrol) ................... 23
2. Gambaran Histologis Usus Halus sdengan Penambahan Tepung Daun Kelor
2% dalam ransum ...................................................................................... 24
3. Gambaran Histologis Usus Halus dengan Penamabahan Tepung Daun Kelor
4% dalam ransum ...................................................................................... 25
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Prosedur Preparasi Sampel Histologis....................................................... 36
2. Istilah-Istilah Kesehatan ............................................................................ 41
1
PENDAHULUAN
Ayam ras pedaging adalah salah satu ternak yang berkembang di Indonesia
yang dipelihara dengan tujuan pemenuhan protein hewani. Peningkatan jumlah
penduduk dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan bernilai gizi
tinggi, menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan dan kebutuhan protein
hewani. Salah satu cara alternatif dalam memenuhi permintaan mayarakat akan
kebutuhan protein adalah pengembangan usaha peternakan ayam ras pedaging
secara kontinu.
Pengembangan usaha peternakan ayam ras pedaging sering mengalami
berbagi kendala seperti rendahnya produktifitas dikarenakan lambatnya
pertumbuhan. Pertumbuhan ayam dapat dipengaruhi oleh efisiensi pakan. Ayam
yang memiliki pertumbuhan cepat efisiensi pakannya akan lebih baik daripada
ternak yang pertumbuhannya lambat (Nursjamsiah, 1994 ; Rahmanto 2012). Hal
ini dipengaruhi oleh proses pencernaan pakan, yang berkaitan dengan kondisi
histologis dan kemungkinan terjadi perbedaan kondisi pada setiap organ
pencernaan.
Salah satu organ pencernaan yang berfungsi dalam proses penyerapan
nutrisi adalah usus halus. Usus halus merupakan organ utama tempat
berlangsungnya pencernaan dan absorbsi produk pencernaan dan mempunyai
peranan penting dalam transfer nutrisi (Suprijatna, et al., 2008). Usus halus
terletak antara lambung dan usus besar yang merupakan tempat utama terjadinya
pencernaan secara kimia dan penyerapan nutrisi. Secara anatomis, usus halus
2
dibagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Ileum yang
merupakan bagian paling ujung dari usus halus berfungsi dalam proses
penyerapan nutrisi dikarenakan penyerapan nutrisi terbesar terjadi dalam ileum.
Ileum memiliki peranan mengabsorbsi nutrisi seperti asam amino, vitamin, dan
monosakarida.
Setiap bagian usus halus terdiri dari empat selaput atau lapisan yaitu
mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan adventisia atau serosa. Pada lapisan
mukosa usus halus terdapat suatu bentuk khusus berupa vili-vili. Vili berfungsi
untuk memperluas permukaan area lumen serta mengefisienkan proses absorbsi.
Pertambahan bobot badan setiap ternak dipengaruhi oleh seberapa besarnya
penyerapan (absorbsi) zat-zat makanan dalam saluran cerna. Kemampuan usus
dalam memanfaatkan nutrisi ditentukan oleh perkembangan organ saluran
pencernaan. Salah satu tanaman herba yang dapat digunakan sebagai pakan ternak
adalah tanaman kelor yang dapat memberikan konstribusi dalam meningkatkan
kinerja saluran pencernaan ayam pedaging.
Kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu tumbuhan perdu yang
ketersediaannya di Indonesia cukup banyak dan kemungkinkan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pakan. Suplementasi kelor dalam pakan selain
meningkatkan performa, juga memperbaiki karakteristik kimia darah, dan
meningkatkan respon imun tubuh terutama dalam menurunkan kandungan asam
urat, trigliserida, dan rasio albumin/globulin pada serum ayam pedaging (Du et
al., 2007). Selain itu, pemberian kelor juga meningkatkan performa ayam melalui
pengaruhnya terhadap kondisi usus halus.
3
Penelitian Aderinola dkk., (2013) melaporkan bahwa pemberian daun kelor
sebagai pakan tambahan pada level rendah (0-2%) pada ayam pedaging fase
starter dan finisher (ad libitum) menunjukkan adanya penurunan nilai pada
beberapa parameter hematologis, menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol
serum, dan menurunkan kadar lemak pada daging. Berbeda dengan Aderinola et
al. (2013), Banjo (2012) dan Teteh dkk., (2013) melaporkan bahwa pemberian
tepung daun kelor hingga 2% dan 3% dalam pakan selama 4 minggu, tidak
menunjukkan dampak negatif pada ayam pedaging. Berdasarkan pada kedua
penelitian tersebut, maka penelitian ini direkomendasikan pemberian tepung daun
kelor 2% dalam pakan untuk meningkatkan pertumbuhan ayam pedaging sebagai
pengganti penggunaan antibiotik yang berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan.
Performa dari usus halus berkolerasi dengan morfologi dari vili-vili usus
yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis bahan pakan, zat kimia
pakan, dan feed additif serta gangguan pertumbuhan villi usus halus yang
kemungkinan bisa terjadi yang digambarkan melalui perbedaan gambaran
histopatologi. Tetapi efisiensi penggunaan tepung daun kelor dalam ransum belum
memberikan informasi yang cukup mengenai sejauh mana pengaruh yang
diberikan terhadap performa ayam pedaging khususnya dalam proses penyerapan
nutrisi. Oleh karena itu, perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai gambaran
histopatologi dan tinggi vili usus bagian ileum ayam pedaging yang diberi tepung
daun kelor dalam ransum.
Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang dapat diidentifikasi
pada penelitian ini ialah tepung daun kelor (Moringa oleifera) diketahui
4
mengandung zat aktif yang mampu mencegah atau meminimalkan kerusakan
jaringan pada saluran cerna dan meningkatkan kinerja usus dalam proses absorbsi
zat-zat nutrisi. Sehingga melalui pengamatan gambaran histologis dari usus halus
bagian ileum ayam pedaging daun kelor dapat berpengaruh baik terhadap
peningkatan metabolisme dan penyerapan nutrisi dalam tubuh ternak.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui atau mengevaluasi
pengaruh pemberian tepung daun kelor dalam ransum terhadap gambaran
histologis usus halus bagian ileum
5
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Tanaman Kelor (Moringa oleifera)
Tumbuhan kelor (Moringa oleifera) merupakan merupakan salah satu
spesies tumbuhan dalam family Moringaceae yang tahan tumbuh di daerah kering
dan tropis. Spesies ini merupakan salah satu tanaman di dunia yang sangat
bermanfaat, karena semua bagian dari tanaman seperti daun, bunga dan akar dapat
dimanfaatkan untuk berbagai tujuan baik di bidang medis maupun industri
(Sjofjan, 2008). Tumbuhan ini juga sering kali dikonsumsi oleh masyarakat
dengan cara diolah menjadi sayur, tanaman ini selain bernilai nutrisi tinggi juga
memiliki citarasa yang enak serta dapat digunakan sebagai obat-obatan untuk
pemanfaatan komposisi kimia yang terdapat didalamnya.
Kelor awalnya banyak tumbuh di India, namun kini kelor banyak ditemukan
di daerah beriklim tropis (Grubben, 2004). Moringa oleifera merupakan
tumbuhan asli sub-Himalaya di India, Pakistan, Banglades, dan Afganistan,
termasuk pohon yang mudah tumbuh dan telah digunakan oleh penduduk asli
Roma, Yunani, dan Mesir. Tanaman kelor (Moringa oleifera) merupakan
tumbuhan penting di India, Etiopia, Filipina, dan Sudan serta tumbuh di bagian
barat, timur, dan selatan Afrika, Asia tropis, Amerika Latin Karibia, Florida, dan
Pulau Pasifik (Fahey, 2005).
Tanaman kelor ini memiliki banyak manfaat mulai dari bagian daun,
bunga, akar yang dapat digunakan sebagai bahan makanan, bahan industri dan
6
dapat pula digunakan dalam dunia medis seperti obat-obatan. Adapun Klasifikasi
tanaman kelor menurut Cwayita (2014) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Order : Brassicales
Family : Moringaceae
Genus : Moringa
Species : Moringa oleifera, Lam
Upaya pemberian tepung daun kelor dalam ransum ternak harus
diperhatikan dosis penggunaannya, hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu
kesehatan ternak jika diberikan dengan dosis yang berlebih, sebab selain
mengandung zat-zat nutrisi tinggi yang bermanfaat bagi tubuh ternak, tepung
daun kelor juga mengandung zat-zat anti nutrisi baik itu secara alami ada dalam
tanaman maupun diperoleh dari pestisida ataupun pupuk yang diberikan pada
tanaman.
Beberapa senyawa nutrisi yang terkandung dalam tanaman kelor diduga
mampu memperbaiki kondisi produktivitas ternak itu sendiri dalam proses
perbaikan manajemen pakan khususnya pada ternak unggas. Namun dalam
penggunaannya sebagai tambahan nutrisi dalam bentuk pakan perlu
memperhatikan dosis penggunaan berdasarkan setiap kandungan nutrisi yang
terdapat dalam daun kelor. Beberapa senyawa yang terkandung di dalam daun
7
kelor baik itu yang bersifat nutrisi maupun antinutrisi disajikan pada Tabel 1 dan
Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi Kimia dan Nutrisi Daun KelorParameter Nilai Sumber
Komposisi Kimia (% BK)Protein kasar 25,1 – 30,29 Moyo et al., 2011; Aderinola et
al.,2013 ; Fuglie, 2001NDF 11,40 – 21,9 Moyo et al., 2011ADF 8,49 – 11,4 Moyo et al., 2011Energy (Kkal/100 kg) 1440,11 Ogbe et al., 2012Kadar lemak 2,11 - 5,9 Ogbe et al., 2012; Aderinola et
al., 2013
Profil asam amino (% BK)Lysine 1,1 – 1,64 Moyo et al., 2011Histidine 0,6 – 0,72 Moyo et al., 2011Trheonine 0,8 – 1,36 Moyo et al., 2011Arginine 1,2 – 1,78 Moyo et al., 2011; Aderinola et
al., 2013 ; Fuglie, 2001
Methionine 0,3 Moyo et al., 2011MineralCa (%) 1,91 – 3,65 Ogbe et al., 2012; Cwayita, 2013Mg (%) 0,38 – 0,50 Ogbe et al., 2012; Cwayita, 2013K(%) 0,97 – 1,50 Ogbe et al., 2012; Cwayita, 2013Na (%) 192,95 Ogbe et al., 2012Fe (ppm) 107,48 Ogbe et al., 2012Zn (ppm) 60,06 Ogbe et al., 2012P (ppm) 30,15 Ogbe et al., 2012Mn (ppm 81,65 Ogbe et al., 2012Cu (ppm) 6,1 Ogbe et al., 2012
8
Tabel 2. Komposisi Senyawa Anti-Nutrisi Daun Kelor
Senyawa Anti-nutrisi Nilai (%) Sumber
Phytate 2,59 Ogbe et al., 2012Oxalate 0,45 Ogbe et al., 2012Saponin 1,6 Ogbe et al., 2012Tannin 21,19 Ogbe et al., 2012
Tripsin Inhibitor 3 Ogbe et al., 2012Hydrogen Cyanida 0,1 Ogbe et al., 2012
Total Fenolik 2,02-2,74 Moyo et al., 2011
Tanaman secara umum selain mengandung nutrisi yang bermanfaat bagi
tubuh manusia atau ternak, juga mengandung senyawa anti-nutrisi yang diperoleh
dari pupuk dan pestisida atau terdapat dalam bagian tanaman secara alami
(Makkar dan Becker, 1997). Beberapa senyawa kimia anti-nutrisi tersebut dikenal
pula dengan senyawa “metabolit sekunder” yang menunjukkan aktivitas biologis
tinggi. Zat anti- nutrisi yang umum dijumpai pada tanaman antara lain: saponin,
tannin, flavonoid, alkaloid, tripsin (protease) ihibitor, oxalate, phytate,
haemaglutinin (lectin), cyanogenik glikosida, cardiac glikosida, coumarin, dan
gossypol (Soetan dan Oyewole. 2009). Beberapa senyawa ini menunjukkan
dampak negatif terhadap kesehatan dan juga dampak positif apabla dikonsumsi
dalam jumlah tertentu (Chivapat et al., 2011; Chivapat et al., 2012).
Senyawa anti-nutirisi ialah senyawa-senyawa yang dihasilkan secara alami
bahan makanan/pakan melalui metabolisme normal oleh suatu spesies (Chivapat
et al., 2011). Mekanisme kerja dari zat anti-nutrisi ini berbeda-beda tergantung
pada jenis senyawa dan asal tanaman yang menghasilkan seyawa tersebut,
misalnya inaktivasi beberapa jenis nutrisi, menghambat proses cerna, atau
penggunaan nutrisi tertentu dalam metabolisme (Kumar, 1992). Dikemukakan
9
pula bahwa suatu senyawa anti-nutrisi bukanlah merupakan karakteristik intrinsik
dari senyawa tersebut, melainkan tergantung pada kondisi saluran pencernaan
ternak/manusia yang mengkonsumsi senyawa tersebut. Sebagai contoh, tripsin
inhibitor, yang diketahui sebagai senyawa anti-nutrisi pada ternak monogastrik,
tidak menunjukkan dampak negatif pada ternak ruminansia karena senyawa ini
akan terdegradasi dalam rumen (Kakengi dkk., 2005).
Penggunaan Daun Kelor sebagai Bahan Pakan Unggas
Salah satu solusi praktis untuk beberapa masalah di bidang perunggasan di
daerah tropis adalah memperhatikan kebutuhan gizi unggas dan komposisi nutrisi
dari pakan yang tersedia dalam pemeliharaan untuk kebutuhan produksi. Salah
satu langkah yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah kekurangan
pasokan bahan baku pakan dengan upaya mengarahkan peternak untuk
memanfaatkan tanaman dan produk olahan limbah untuk dijadikan bahan pakan
unggas (Banjo, 2012).
Tanaman kelor telah lama dikenal sebagai tanaman sayuran oleh masyarakat
Indonesia. Kandungan nutrisi daun kelor yang cukup tinggi, juga mengandung
berbagai bahan aktif dengan aktivitas biologis yang beragam menjadikan daun
kelor berpotensi sebagai pakan ternak (Cwayita, 2013). Pengetahuan mengenai
karakteristik senyawa bahan aktif, dan mekanisme kerjanya dalam tubuh ternak
unggas menjadi aspek penting yang perlu dikaji sehubungan dengan penggunaan
daun kelor sebagai bahan pakan atau pakan tambahan pada ternak unggas.
10
Hasil penelitian Aderinola et al. (2013), memberikan rekomendasi bahwa
apabila tujuan utama pemeliharaan ayam pedaging untuk perbaikan kondisi
perlemakan, bukan pertumbuhan yang menjadi perhatian utama, maka daun kelor
dapat diberikan sejak ayam berumur satu hari walaupun dengan level yang tidak
terlalu tinggi (2%). Berbeda dengan Banjo (2012) dan Teteh dkk., (2013)
melaporkan bahwa pemberian tepung daun kelor hingga 2% dan 3% dalam pakan
selama 4 minggu, tidak menunjukkan dampak negatif pada ayam pedaging. Pada
kedua penelitian tersebut, direkomendasikan pemberian tepung daun kelor 2%
dalam pakan untuk meningkatkan pertumbuhan ayam pedaging sebagai pengganti
penggunaan antibiotik yang berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan karkas.
Suplementasi kelor, selain meningkatkan performa, juga memperbaiki
karakteristik kimia darah, dan meningkatkan respon imun tubuh terutama dengan
menurunkan kandungan asam urat, trigliserida, dan rasio albumin/globulin pada
serum ayam pedaging (Du et al., 2007). Selain itu, pemberian kelor juga
meningkatkan performa ayam melalui pengaruhnya terhadap kondisi usus halus.
Yang et al (2006) melaporkan bahwa pemberian daun kelor dalam pakan dapat
memperbaiki kondisi duodenum, meningkatkan jumlah populasi Lactobacillus
dalam ileum dan mengurangi koloni E.coli, sehingga dapat meningkatkan status
imun tubuh pada ayam pedaging yang diamati.
Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak kelor dalam waktu lama dengan dosis tinggi (Chivapat et al., 2011). Pada
penelitian tersebut, sebanyak 80 ekor tikus percobaan diberikan 4 jenis perlakuan
masing-masing kontrol (hanya diberi air aquades), dan kelompok yang diberi
11
ekstrak daun kelor dalam air minum dengan dosis masing-masing 10, 100, dan
1000 mg/kg/hari selama 6 bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak daun kelor melalui air minum tidak memberikan dampak
negatif terhadap tikus percobaan walaupun dengan dosis tinggi (1000 mg/kg/hari).
Beberapa parameter kimia darah yang diamati tidak berbeda dengan kelompok
kontrol, demikian pula pada pengamatan histopatologis tidak ditemukan adanya
lesi pada beberaa organ yang diamati. Hasil kajian ini membuktikan bahwa proses
ektraksi dan pemberian tepung daun kelor melalui air minum tidak berdampak
negatif terhadap tikus percobaan.
Sistem Pencernaan pada Unggas
Sistem pencernaan merupakan sistem yang terdiri dari saluran pencernaan
dan organ-organ pelengkap yang berperan dalam proses perombakan bahan
makanan, baik secara fisik, maupun kimia menjadi zat-zat makanan yang siap
diserap oleh dinding saluran pencernaan. Pada ternak unggas khususnya ayam ras
pedaging mempunyai saluran pencernaan yang sederhana, karena unggas
merupakan hewan monogastrik (berlambung tunggal). Saluran-saluran
pencernaan pada ayam broiler terdiri dari mulut, esophagus, proventriculus, usus
halus, sekum, usus besar, dan kloaka (Abun dalam Hamzah, 2013).
Doeschate et a1. (1993) menyatakan bahwa dalam usus terjadi penyerapan
zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh. Kemampuan adaptasi saluran
pencernaan berdasarkan atas fungsi fisiologis tergantung pada pasokan nutrisi
yang diberikan pada periode perkembangan awal setelah menetas. Status nutrisi
12
dan pola pemberian pakan dapat memodifikasi fungsi saluran pencernaan (Zhou et
al., 1990; Suthama dan Ardiningsasi, 2012).
Usus Halus
Menurut Suprijatna dkk., (2008) usus halus merupakan organ utama tempat
berlangsungnya pencernaan dan absorbsi produk pencernaan. Berbagai enzim
yang masuk ke dalam saluran ini berfungsi mempercepat dan mengefisiensikan
pemecahan karbohidrat, protein, dan lemak untuk mempermudah proses absorbsi.
Pada ayam dewasa, panjang usus halus sekitar 62 inci atau 1,5 meter.
Sebagian besar pencernaan terjadi di dalam usus halus, disini terjadi
pemecahan zat-zat pakan menjadi bentuk yang sederhana, dan hasil
pemecahannya disalurkan ke dalam aliran darah melalui gerakan peristaltik di
dalam usus halus. Di dalam saluran pencernaan, khususnya pada usus halus,
patogen yang sering menyebabkan gangguan adalah Escherichia coli. Sudah
banyak dilaporkan bahwa mikroorganisme patogen, seperti Escherichia coli yang
terdapat dalam saluran pencernaan, dapat merusak mukosa saluran pencernaan
secara potensial (Wresdiyati dkk., 2013).
Secara anatomis, usus halus dibagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum,
jejunum, dan ileum. Ileum yang merupakan bagian paling ujung dari usus halus
berfungsi dalam proses penyerapan nutrisi dikarenakan penyerapan nutrisi
terbesar terjadi dalam ileum. Ileum memiliki peranan mengabsorbsi nutrisi, asam
amino, vitamin, dan monosakarida.
13
Histologis Usus Halus (Vili)
Kemampuan pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan dapat
dipengaruhi oleh luas permukaan epithel usus, jumlah lipatan-lipatannya, dan
banyaknya villi dan mikrovilli yang memperluas bidang penyerapan (Austic dan
Nesheim, 1990 ; Ibrahim 2008) dan dipengaruhi juga oleh tinggi dan luas
permukaan villi, duodenum, jejunum, dan ileum (Sugito, et al., 2007 ; Ibrahim
2008).
Luas permukaan usus halus seperti tinggi villi menggambarkan area untuk
penyerapan zat-zat nutrisi. Vili merupakan tonjolan kecil mirip jari atau daun
yang terdapat pada membran mukosa, panjangnya 0,5 sampai 1,5 mm dan hanya
terdapat pada usus halus. Vili pada ileum bentuknya mirip jari dan lebih pendek
dibandingkan dengan vili yang terdapat pada duodenum dan jejejnum. Salah satu
parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas pertumbuhan adalah struktur
morfologi usus (Wang et al., 2008).
Vili berfungsi untuk memperluas permukaan usus halus yang berpengaruh
terhadap proses penyerapan makanan (Alfiansyah. 2011). Perkembangan vili-vili
usus pada ayam broiler berkaitan dengan fungsi dari usus dan pertumbuhan dari
ayam tersebut (Sun, 2004). Semakin lebar vili semakin banyak zat-zat makanan
yang akan diserap pada akhirnya dapat berdampak pada pertumbuhan organ-organ
tubuh dan karkas yang meningkat (Asmawati, 2013). Awad et al., (2008)
melaporkan bahwa peningkatan tinggi vili pada usus halus ayam pedaging
berkaitan erat dengan peningkatan fungsi pencernaan dan fungsi penyerapan
14
karena meluasnya area absorpsi serta merupakan suatu ekspresi lancarnya sistem
transportasi nutrisi keseluruh tubuh.
Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas
pertumbuhan adalah struktur morfologis usus (Wang et al., 2008 ; Ningtias 2013).
Tinggi vili pada setiap bagian usus halus secara umum meningkat seiring
dengan bertambahnya umur ayam (Wang et al., 2008)
Gambaran Histopatologi
Histopatologi berasal dari dua kata yaitu histo yang berarti jaringan dan
patologi yang berarti ilmu yang mempelajari tentang penyakit. Menurut Spector
(1993), histopatologi merupakan ilmu yang mempelajari kerusakan jaringan
secara mikroskopis. Menurut Gosh dan Singh (1994), pemeriksaan histopatologi
pada vili usus memperlihatkan kematian sel (nekrosa), pendarahan dan peluruhan
(deskuamasi).
Histopatologi adalah ilmu yang mempelajari kerusakan jaringan yang
diperiksa secara mikroskopis. Bahan yang akan dipelajari diperoleh dengan
memproses potongan jaringan mati yang telah difiksasi secara kimiawi yang pada
akhirnya akan diperoleh “irisan jaringan yang sangat tipis” (slide/preparat)
sehingga dapat dipelajari strukturnya dengan menggunakan mikroskop cahaya.
Untuk mempermudah pemeriksaannya, irisan tipis ini dapat diwarnai dengan
berbagai zat warna guna meningkatkan kekontrasan dari berbagai komponen yang
ada dalam slide tersebut.
Pemeriksaan histopatologis merupakan salah satu pemeriksaan berdasarkan
perubahan morfologi jaringan atau sel terinfeksi agen penyakit. Perubahan
15
morfologi jaringan atau sel dapat diamati setelah pewarnaan Hematoxylin dan
Eosin (HE) dari preparat jaringan terinfeksi.
16
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai dengan Januari
2016, bertempat di Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Jurusan Produksi
Ternak Universitas Hasanuddin, Makassar sebagai tempat pemeliharaan dan
pengolahan data dilaksanakan pada akhir pemeliharaan yang bertempat di:
- Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Nutrisi dan Makanan
Ternak Universitas Hasanuddin untuk analisis bahan pakan ternak.
- Laboratorium Patologi Balai Besar Veteriner (Maros) sebagai tempat
interprestasi gambaran mikroskopis usus.
Materi Penelitian
Materi yang digunakan antara lain: ayam ras pedaging strain Lohmann MB
202, pakan starter komersil (butiran), pakan finisher, air minum, vaksin dan
tepung daun kelor (Moringa oleifera Lam). Bahan-bahan pendukung antara lain;
formaldehyde 37 %w/w (analar), chloroform (analar), xylene (analar), toluen,
ethanol, sodium bicarbonate (analar), magnesium sulphate (analar), paraffin wax
(paraplast plain/MEDOS), Mayers Hematoxylin dan Eosin (lih.Apendiks 1.1dan
Apendiks 1.2).
Alat yang digunakan antara lain: kandang, chick guard, gasolek, koran, alat
analisa proksimat, litter, timbangan pakan, wadah penyimpanan, scalpel, pinset,
gunting, tempat pemotongan jaringan basah, keranjang tissue, proseccor,
embedding center, mikrotom putar, pisau mikrotom, pengasah pisau mikrotom,
17
alat penulis pada gelas, floatation bath, dishwarmer, slide staining racks, staining
jars with lids, dan miroskop.
Rancangan Penelitian
Penelitian dirancang berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (3 x 3)
dengan menggunakan ayam ras pedaging strain Lohmann MB 202 dengan berat
awal ±40 g, berumur satu hari (Day Old Chicks) berkelamin jantan (sexed)
sebanyak 72 ekor, dibagi secara acak berdasarkan perlakuan sebagai berikut:
1. Pakan komersil finisher tanpa tepung daun kelor (P0)
2. Pakan komersil finisher+ 2 % tepung daun kelor (P1)
3. Pakan komersil finisher+ 4 % tepung daun kelor (P2)
Tabel 3. Komposisi Ransum Finisher (Umur 15-35 Hari)Uraian Komposisi (%)
Konsentrat 40
Jagung 60
Uraian P0 P1 P2Komposisi (%)
Pakan Komersilfinisher 100 98 96Tepung daun kelor 0 2 4
Total 100 100 100
Jumlah perlakuan pada penelitian ini sebanyak 3 dan masing-masing
perlakuan terdiri atas 3 kali ulangan sehingga terdapat 9 unit percobaan yang
masing-masing diisi dengan 8 ekor ayam. Perlakuan pemberian tepung daun kelor
dilakukan melalui pakan dimulai setelah pertumbuhan usus halus telah maksimal
sebagaimana rekomendasi Gadzirayi dan Mupangwa (2014) yaitu pada umur 15
hari hingga akhir periode pemeliharaan (35 hari) dengan level penambahan sesuai
18
perlakuan.
Daun kelor yang digunakan berasal dari tanaman kelor lokal yang sehat.
Daun tanaman kelor segar dikumpulkan dan dipisahkan dari tangkai tanaman.
Pengeringan pada suhu ruang dilakukan selama tiga hari tanpa sinar matahari
hingga kadar air mencapai 20%. Penggilingan hingga halus dilakukan dan
hasilnya berupa tepung ditimbang dan dicampurkan bersama dengan bahan pakan
lain sesuai dengan perlakuan.
Sampel tepung daun kelor yang digunakan dalam penyusunan ransum
Finisher pada penelitian ini dianalisis proksimat untuk mengetahui komposisi
nutrisi yang terkandung di dalamnya. Hasil analisis disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Nutrisi Tepung Daun KelorKomposisi Nutrisi * Kandungan (%)
Air 10,56Protein kasar 30,30Lemak kasar 6,13Serat kasar 12,48BETN 38,49Abu 12,60Ca 2,66P 0,95
*berdasarkan hasil analisis proksimat di Laboratorium Kimia Makanan Ternak, Universitas Hasanuddin
Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dalam sebuah kandang dengan dinding terbuka
berukuran 6 x 6 m. Pada umur 1-11 hari pemeliharaan DOC dilakukan dengan
manajemen brooding yang menggunakan gasolek sebagai pemanas pengganti
indukan, pada umur 12 hari ayam dipindahkan di kandang yang telah dibuat
berpetak-petak berukuran panjang 120 cm, lebar 100 cm, dan tinggi 50 cm agar
adaptasi ayam terhadap lingkungan kandang lebih baik sebelum diberikan
19
perlakuan penambahan tepung daun kelor (Moringa oleifera) dalam ransum
finisher pada umur 15-35 hari. Petak kandang yang dibuat ditempatkan secara
berjejer dan pengacakan dilakukan pada setiap unit percobaan untuk mengisi
masing-masing satu petak kandang, setiap petak diisi 8 ekor ayam. Sumber
cahaya berasal dari dua buah lampu neon (40 watt) yang ditempatkan pada bagian
atas kandang setinggi 2 m. Lama pencahayaan selama penelitian masing-masing
24 jam.
Pemeliharaan dilakukan selama 35 hari dengan menggunakan dua jenis
pakan yaitu pakan starter berupa pakan komersil butiran (crumble) yang diberikan
pada umur 1-14 hari, dan pakan basal finisher ( umur 15 - 35 hari) yang
diformulasikan sesuai dengan rekomendasi (NRC, 1994). Kandungan nutrisi
pakan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Pakan diberikan dua kali
sehari secara ad libitum.
Tabel 5. Komposisi Nutrisi Pakan Komersil Starter (Umur 1-14) Ayam PedagingKomposisi Nutrisi * Kandungan (%)
Protein kasar 22-23Lemak kasar 6Serat kasar 3-4BETN 50Abu 5,5Ca 1,5P 0,5-0,7
*berdasarkan hasil analisis laboratorium produsen
20
Tabel 6. Komposisi Nutrisi Pakan Basal Finisher (15-35 Hari)Uraian Komposisi (%)
Konsentrat 40Jagung 60
Kandungan Nutrisi*Kadar Air 12,86Protein 20,86Lemak Kasar 4,13Serat Kasar 7,88BETN 58,87Abu 8,27Ca 1,33P 1,21
*berdasarkan hasil analisis proksimat di Laboratorium Kimia Makanan Ternak, Universitas Hasanuddin
Selama pemeliharaan, pemberian multi-vitamin tambahan hanya dilakukan
pada umur 1-7 hari, antibiotik komersil tidak diberikan, dan vaksinasi hanya
dilakukan pada umur 4 hari untuk penyakit ND dengan menggunakan vaksin
strain H-B1 melalui tetes mata.
Tabel 7. Konsumsi Pakan, Tepung Daun Kelor dan Air Minum Umur 15-35 Hari
Perlakuan Pakan (g/ekor/hari)Tepung Daun kelor(g/ekor/hari)
Air Minum(ml/ekor/hari)
P0 122,70±5,70 0,00±0,00 308,43±26,42P1 131,09±6,48 2,62±0,13 312,67±21,43P2 129,43±14,43 5,18±0,60 319,13±45,90
Sumber: Yunus, 2016 (data belum dipublikasikan)
Pada saat ayam berumur 35 hari, sebanyak 1 ekor dari setiap unit
percobaan diambil secara acak, kemudian dilakukan pemotongan dan pemisahan
setiap bagian usus halus. Setelah itu, mengambil bagian ileum ±2-3 cm dan
dimasukkan kedalam botol yang berisi larutan alkohol 10% +aquades lalu dibawa
ke Laboratorium Patologi BB-Vet Maros untuk prosedur selanjutnya.
21
Preparasi sampel histologi
Pembuatan preparat histologi dilakuakan dengan membuat preparat
Hematoxylin Eosin (HE) dengan penginterprestasian data yang dilakukan
bekerjasama dengan Balai Besar Veteriner (BB-Vet) Maros (Lampiran 1).
Parameter yang Diukur
1. Gambaran Histotologis Usus halus bagian Ileum
Preparat yang telah diwarnai dengan Hematoxylin Eosin (HE) (Lampiran
1) kemudian melakukan interprestasi gambar menggunakan camera optilab untuk
membandingkan normal atau tidaknya setiap bagian usus tersebut dengan
perbesaran 40X dibawah mikroskop.
2. Tinggi Vili
Cara pengukuran tinggi vili dilakukan menggunakan komputer layar datar
dengan program Microsoft Office Picture Manager pada perbesaran 10x dan
dengan bantuan mikroskop serta camera optilab. Mula-mula standar ukuran μm
ditentukan lebih dahulu dengan bantuan komputer yaitu berapa nilai perbesaran
yang dipakai atau diinginkan dan dikonversikan ke dalam satuan panjang (μm).
Analisis Data
Berdasarkan jenis data dalam penelitian ini yaitu kualitatif maka analisa
data dilakukan dengan analisis statistik deksriptif dengan penyajian data dalam
bentuk gambar dan tabel (Gazpersz, 1991). Gambaran histopatologi atau tingkat
22
kerusakan suatu jaringan di nilai berdasarkan skor dengan penjelasan sebagai
berikut:
0 = Tidak ada perubahan (Normal)
1 = Sangat ringan
2 = Ringan
3 = Sedang
4 = Berat
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Histologis Usus Halus bagian Ileum
Gambaran histologis usus halus bagian ileum ayam broiler yang diberi
tepung daun kelor dalam ransum dapat dilihat pada Gambar 1, 2 dan 3.
Gambar 1. Gambaran Histologis Usus Halus bagian Ileum Ayam Broileryang di beri tepung daun kelor dalam ransum (kontrol)(tingkat kerusakan jaringan tidak ada /normal dengan skor 0).(A) Pewarnaan HE, Pembesaran obyektif 10x, (B) PewarnaanHE, Pembesaran obyektif 40x.
A
B
Vili
24
Gambar 2. Gambaran Histologis Usus Halus bagian Ileum Ayam Broileryang di beri tepung daun kelor dalam ransum dengankonsentrasi 2% (tingkat kerusakan jaringan dengan skor 3) .Ditemukan perdarahan (merah) dan nekrotik epitel (biru). (A)Pewarnaan HE, Pembesaran obyektif 10x, (B) PewarnaanHE, Pembesaran obyektif 40x.
A
B
Vili
A
25
Gambar 3. Gambaran Histologi Usus Halus bagian Ileum Ayam Broileryang di beri tepung daun kelor dalam ransum dengankonsentrasi 4% (tingkat kerusakan jaringan dengan skor 4) .Ditemukan hiperplasia epitel (hitam) ,nekrotik epitel (biru),dan sel radang meningkat luas (merah). (A) Pewarnaan HE,Pembesaran obyektif 10x, (B) Pewarnaan HE, Pembesaranobyektif 40x.
Hasil pengamatan histologis usus halus bagian ileum (Gambar 1, 2 dan 3)
menunjukkan bahwa pada perlakukan P0 (kontrol) memiliki tingkat kerusakan
tidak ada atau normal. Perlakuan P1 (2% tepung daun kelor ditambahkan dalam
A
B
Vili
26
ransum) memiliki tingkat kerusakan jaringan dengan skor 3 (sedang) yang
ditunjukkan dengan adanya hiperplasia epitel dan perdarahan. Sedangkan pada
perlakuan P3 (4% tepung daun kelor ditambahkan dalam ransum) memiliki
tingkat kerusakan jaringan dengan skor 4 (berat) yang ditunjukkan dengan adanya
nekrotik epitel, hiperplasia epitel dan sel radang meningkat luas. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi level pemberian tepung daun kelor dalam
pakan dapat merusak sel usus bagian ileum . Tingginya tingkat kerusakan jaringan
yang terjadi diduga disebabkan oleh kadar anti nutrisi dalam tepung daun kelor
yang tinggi sehingga belum sepenuhnya dapat dicerna dalam usus . Widodo
mengatakan bahwa senyawa anti nutrisi paling tinggi yang terdapat dalam daun
kelor yaitu tannin .Tannin yang terdapat dalam daun kelor diduga bisa memicu
terhambatnya proses pencernaan dalam saluran cerna. Kumar, (1992)
manambahkan bahwa mekanisme kerja dari zat anti-nutrisi ini berbeda-beda
tergantung pada jenis senyawa dan asal tanaman yang menghasilkan seyawa
tersebut, misalnya inaktivasi beberapa jenis nutrisi, menghambat proses cerna,
atau penggunaan nutrisi tertentu dalam metabolisme.
Senyawa anti-nutrisi bukanlah merupakan karakteristik intrinsik dari
senyawa tersebut, melainkan tergantung pada kondisi saluran pencernaan
ternak/manusia yang mengkonsumsi senyawa tersebut. Tripsin inhibitor yang
diketahui sebagai senyawa anti-nutrisi dalam daun kelor yang diberikan pada pada
ternak ruminansia tidak menunjukkan dampak negatif karena senyawa ini akan
terdegradasi dalam rumen (Kakengi et al., 2005).
27
Peningkatan kerusakan jaringan pada P1 dan P2 diduga disebabkan oleh
meningkatnya dosis pemberian tepung daun kelor. Selain tannin, senyawa anti
nutrisi lainnya yang terdapat pada tanaman kelor adalah saponin. Walapun
kadarnya hanya sedikit tetapi saponin dalam tanaman kelor diduga dapat
menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan dan apabila tepung daun kelor
diberikan pada dosis yang tinggi dapat mengakibatkan iritasi saluran pencernaan
ayam. Iritasi dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan terjadinya
peradangan serta terganggunya proses pencernaan ayam ( Dwipayanti, 2008).
Proses pencernaan ayam yang terhambat akan berpengaruh terhadap proses
penyerapan nutrisi yang secara tidak langsung berdampak pada bobot hidup
ternak. Pada penelitian dengan perlakuan yang sama Nuraeni (2016) menyatakan
bahwa penambahan tepung daun kelor dalam pakan pada perlakuan P1 dan P2
tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0 (kontrol). Hal ini tersebut diduga karena
adanya kesamaan manajemen dalam pemeliharaan, jenis kelamin, dan umur yang
seragam, bibit yang sama serta kandungan asam amino yang kurang bervariasi
dalam ransum yang diberikan. Sejalan dengan pendapat Winedar dkk., (2007)
bahwa pertambahan berat badan disebabkan secara langsung oleh ketersediaan
asam amino pembentuk jaringan sehingga konsumsi protein pakan berhubungan
langsung dengan proses pertumbuhan. Salah satu pembentuk jaringan untuk
konsumsi protein yaitu asam- asam amino yang dihasilkan dari proses penyerapan
nutrisi dalam usus halus bagian ileum.
Daun kelor Moringa oleifera mempunyai kandungan bahan aktif seperti
flavonoid, phenols, alkaloid, dan isotiosianat. Senyawa-senyawa tersebut juga
28
terkandung dalam tanaman obat lain yang mekanisme kerjanya kemungkinan
sama. Parhusip (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan
aktif seperti flavonoid, phenols, dan alkaloid dalam ekstrak Andaliman dapat
menyerang membran sitoplasma dan mempengaruhi integritasnya, kerusakan pada
membran ini mengakibatkan peningkatan permeabilitas dan kebocoran sel yang
diikuti dengan keluarnya materi intraseluler. Kebocoran sel bakteri dapat
disebabkan karena rusaknya ikatan hidrofobik komponen penyusun membran sel
seperti protein, fosfolipid, serta komponen-komponen yang berikatan secara
hidrofilik karena bereaksi dengan fenol. Hal ini berakibat meningkatnya
permeabilitas membran sel dan memungkinkan masuknya senyawa-senyawa
fitokimia ke dalam sel, sehingga berakibat keluarnya substansi sel seperti protein
dan asam nukleat yang mengakibatkan kematian sel. Kematian sel pada usus
menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan sehingga dalam hal ini mengakibatkan
tingginya tingkat kerusakan pada usus.
Histologi Usus Halus bagian Ileum (Tinggi Vili) Ayam Pedaging
Pengaruh penambahan tepung daun kelor dalam ransum terhadap tinggi
vili usus halus bagian ileum pada ayam pedaging umur 35 hari dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 5. Tinggi Vili Usus bagian Ileum Ayam Ras Pedaging yang diberi TepungDaun Kelor dalam Ransum
Perlakuan Rata-rata Tinggi vili (µm)P0 936,47P1 414,69P2 351,29
Ket: P0 = Pakan basal (kontrol), P1= Pakan basal + tepung daun kelor 2%, P2 = Pakanbasal+ tepung daun kelor 4%
29
Tabel 5 memperlihatkan bahwa tinggi vili pada P0 (kontrol)yaitu
936,47µm lebih tinggi dibandingkan dengan P1 (2%) dan P2 (4%) yaitu 414,69
µm dan 351,29 µm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan
tepung daun kelor dalam ransum maka semakin pendek vili usus halus bagian
ileum. Hal ini diakibatkan karena terjadinya peradangan dan sel radang pada usus
halus sehingga menyebabkan vili rusak dan memendek. Hal ini sejalan dengan
pendapat Henderson et al., (1999) yang mengatakan bahwa peradangan pada
saluran cerna mengakibatkan villi usus halus memendek dan sekum membesar
disertai infiltrasi sel radang. Pemendekan dan pembesaran vili akan mengurangi
kerapatan vili (Winarsih, 2005).
Penambahan tepung daun kelor dalam ransum pada perlakuan P1 (2%) dan
(4%) dapat memperpendek tinggi vili usus selama masa pertumbuhan. Vili yang
tinggi menunjukkan bahwa kondisi usus lebih baik daripada vili yang pendek. Hal
ini didukung oleh gambaran histologi ileum yang menggambarkan pada perlakuan
P0 (kontrol) susunan vili terlihat normal sedangkan pada P1 (2%) dan P2(4%)
vili-vili usus mengalami kerusakan(hiperplasia epitel, nekrotik epitel dan terjadi
peradangan serta pendarahan). Awad et al,. (2008) menyatakan bahwa
peningkatan tinggi vili pada usus dengan fungsi pencernaan dan absorbsi terjadi
karena bentuk vili utuh yang merupakan ekspresi lancarya sistem transportasi
nutrisi keseluruh tubuh. Rofiq (2003) menyatakan bahwa daya serap nutrisi pada
usus halus dipengaruhi oleh luas permukaan bagian dalam usus (lipatan, villi dan
mikrovilli) dan lamanya transit digesta dalam usus.
30
Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan P1 (2%) dan P2 (4%)
mengalami penurunan tinggi vili. Pada penilitian dengan perlakuan yang sama,
Nuraeni (2016) menyatakan bahwa pemberian tepung daun kelor dalam pakan
dengan level 2% dan 4% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot
hidup ayam pedaging. Hal ini menunjukkan kondisi ayam masih baik, namun
sudah mulai terjadi kerusakan, seperti vili yang pendek sehingga mengakibatkan
proses absorbsi terganggu.
31
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Gambaran histologis pada usus halus bagian ileum dengan pemberian
tepung daun kelor dengan level 2% dan 4% dalam ransum mengalami
kerusakan sel yaitu hiperplasia epitel, nektrotik epitel, peradangan dan
pendarahan.
2. Semakin tinggi level pemberian tepung daun kelor dalam pakan semakin
pendek vili usus halus bagian ileum.
Saran
Sebaiknya dalam pakan ayam tidak disarankan untuk menambahkan
tepung daun kelor pada level 2% dan 4% sehingga perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut tentang teknik dan taraf pemberian tepung daun kelor yang lebih
efektif pada ayam pedaging.
32
DAFTAR PUSTAKA
Abun. 2007. Pengukuran nilai kecernaan pakan yang mengandung limbah udangwindu produk fermentasi pada ayam broiler. Laporan Penelitian. UniversitasPadjajaran. Bandung.
Aderinola, O. A., T. A. Rafiu, A.O. Akinwumi, T. A. Alabi, and O. A. Adeagbo.2013. Utilization of Moringa oleifera leaf as feed supplement in broiler diet.Int. J. Food Agric. Vet. Sci., 3(3): 94-102.
Alfiansyah, Muhammad. 2011. Anatomi dan Pencernaan Usus Halus. http://www.sentra-edukasi.com/. Diakses tanggal 05 Februari 2016.
Asmawati. 2013. The effect of in ovo feeding on hatching weight and smallintestinal tissue development of native chicken. (Disertasi) FakultasPeternakan Unniversitas Hasanuddin. Makassar.
Austic, R. E. and Nesheim., 1990. Poultry Production, 13th ed. Lea andFebiger.Philadelph. London. p.29-30.
Awad, W.A., K. Ghareeb, S. Nitclu S. Pasteiner, S.A. Raheem, and J. Bohm.2008. Efect of dietary inclusion of probiotic, prebiotic and symbiotic onintestinal glucose absorb'tion of broiler chickens. Lrt. J. Poult. Sci. 7: 688-691.
Banjo, O.S. 2012. Growth and performance as affected by inclusion of Moringaoleifera leaf meal in broiler chicken diet. J. Biol. Agric. Healthcare, 2: 35-38.
Chivapat, S., P. Sincharoenpokai, P. Suppajariyawat, A. Rungsipipat, S.Phattarapornchaiwat, and V. Chantarateptawan. 2012. Safety evaluation ofethanolic extract of Moringa oleifera Lam. Seed in experimental animals.Thai. J. Vet. Med. 42(3): 343-352.
Cwayita, W. 2014. Effects of feeding Moringa oleifera leaf meal as an additiveon growth performance of chicken, physico- chemical shelf-life indicators,fatty acids profiles and lipid oxidation of broiler meat. Masters ThesisFaculty of Science and Agriculture, University of Fort Hare, Alice, SouthAfrica.
Denbow DM. 2000. Gastrointestinal anatomy and physiology. Di dalam: WhittowJC, editor. Sturkie’s Avian Physiology. Ed ke-5. London: Academic Pr. hlm299-325.
Du, P.L., P.H. Li, R. Y. Yang, and J. C. Hsu. 2007. Effect of dietarysupplementation of Moringa oleifera on growth performance, blood
33
characteristics and immune response in broiler. J. Chinese Society Anim.Sci. 36(3): 135-146.
Dwipayanti N. M. Y. 2008. Profil organ dalam serta histopatologi usus dan hatiayam kampung terinfeksi cacing Ascaridia galli yang diberi tepung daunjarak (jathropa curcas l.). (Skripsi). Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Fahey J. W. 2005. Moringa oleifera: A review of the medical evidence for itsnutritional, therapeutic and propylactic properties. Part 1. Trees for LifeJournal. 1:5-15.
Fuglie, L. J. 2001. The Miracle Tree (The Multiple Atribute of Moringa). Senegal:CWS Dakkar.
Gaspersz, 1991. Teknik analisis dalam penelitian percobaan. Tarsito: Bandung
Ghosh, J.D. dan Singh, J. 1994. Acute Ascaridiosis in chickens. A Report. IndianVeterinary Journal. Vol. Edition: 717-719.
Grubben, G.J.H. 2004. Plant Resources of Tropical Africa 2 Vegetables. Belanda:PROTA Foundation.
Hamzah. 2013. Respon Usus Dan Karakteristik Karkas pada Ayam Ras PedagingDdngan Berat Badan Awal Berbeda yang dipuasakan setelah Menetas. Skripsi.Universitas Hasanuddin: Makassar.
Ibrahim, S. 2008. Hubungan ukuran-ukuran usus halus dengan berat badanbroiler. Agripet : Vol (8) No. 2: 42-46.
Kakengi, A.M.V., M.N. Shem, S.V. Sarwatt and T. Fujihara. 2005. Can Moringaoleifera be used as protein supplementation for ruminants? Asian-Aust. J.Anim. Sci., 18(1): 42-47.
Kumar, R. 1992. Antinutritional factors, the potential risks of toxicity andmethods to alleviate them. Proceedings of the FAO ExpertConsultation held at the Malaysian Agricultural Research andDevelopment Institute (MARDI) in Kuala Lumpur, Malaysia, 14-18October, 1991. Andrew Speedy and Pierre-Luc Puglise (eds).
Makkar, H. P. S and Becker, K. 1997. “Nutrient and Anti Guality Factors onDifferent Morphological Parts of the Moringa Tree”. Journal of AgriculturalScience 128: 31.
Moyo, B., S. Oyedemi, P. J. Masika, and V. Muchenje. 2012. Polyphenoliccontent and antioxidant properties of Moringa oleifera leaf meal extractsand enzymatic activity of liver from goats supplemented with Moringaoleifera/Sunflower cake. Meat Sci., 02: 29.
Ningtias, A. S. 2013. Comparison of Growth Performance of Broilers, Kampong,and Backcross3 (Gallus gallus domesticus Linnaeus, 1758) Based on
34
Morphometri and Histological Structure of Ileum and Breast Muscle.(Skripsi) Fakultas Biologi. Universitas Gajah Mada.
NRC (National Research Centre). 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9ed.National Academy Press. Washington DC.
Nuraeni. 2016. Pengaruh Pemberian Tepung Daun Kelor Moringa oleifera dalamRansum terhadap Karakteristik Karkas dan NonKarkas Broiler. (Skripsi).Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Nursjamsiah. 1994. Efek campuran rumput gajah, dedak jagung dan konsentratkomersial terhadap performa sapi PO. (Skripsi). Fakultas PeternakanUniversitas Padjajaran, Bandung.
Ogbe, A. O. and J. P. Affiku. 2012. Effect of polyherbal aqueous extract (Moringaoleifera, Arabic gum, and wild Ganoderma lucidum) in comparison withantibiotic on growth performance and haematological parameters of broilerschickens. Res. J. Recent Sci., 1(7):10-18.
Parhusip, A.J.N. 2006. Kajian Mekanisme Antibakteri Ekstrak Andaliman(Zanthoxylum acanthopodium DC) terhadap Bakteri Patogen Pangan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Portugaliza, H.P. and T.J. Fernandez. 2011. Growth performance of Cobb broilersgiven varying concentration of Malunggay (Moringa oleifera Lam.)aqueous leaf extract. Online J. Anim. Feed Res., 2(6): 465-469.[http://www.science-line.com/index]
Rahmanto. 2012. Struktur histologik usus halus dan efesiensi pakan ayamkampung dan ayam broiler. (Skripsi). Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta.
Rofiq, M. N. 2003. Potensi Suspensi Teh Fermentasi Kombucha (STK) dalammengontrol infeksi Salmonella sp. dan pengaruhnya terhadap performanayam broiler. Tesis. Fakultas Peternakan, Institut Pertanaian Bogor. Bogor.
Sjofjan, O. 2008. Efek Penggunaan Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) dalamPakan Terhadap Penampilan Produksi Ayam Pedaging. Fakultas PeternakanUniversitas Brawijaya. Malang.
Sugito dan M. Delima. 2007. Dampak Cekaman Panas terhadap PertambahanBobot Badan, Rasio Heterofil:Limfosit dan Suhu Tubuh Ayam Broiler. J.Ked. Hewan 3(1): 216-226.
Sun, X. 2004. Broiler performance and intestinal alterations when fed drug-freediets. Thesis.Animal and Poultry Science. Blacksburg. Virginia.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar TernakUnggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
35
Suthama, N dan S.M. Ardiningasasi. 2012. Perkembangan fungsi fisiologissaluran pencernaan ayam Kedu periode starter. Laporan Penelitian. FakultasPeternakan. UNDIP. Semarang.
Teteh, A., E. Lawson, K. Tona, E. Decuypere and M. Gbeassor. 2013. Moringaoleifera leaves: Hydro-alcoholic extract and effect on growth performanceof broilers. Int. J. Poult. Sci., 12(7): 401-405.
Winarsih, W. 2005. Pengaruh probiotik dalam pengendalian Salmonellosissubklinis pada ayam : Gambaran patologis dan performan. Disertasi.Pascasarjana Institut Pertania Bogor. Bogor.
Winedar, H., Listyawati, S dan Sutarno. 2004. Daya Cerna Protein Pakan,Kandungan Protein Daging, dan Pertambahan Berat Badan Ayam Broilersetelah Pemberian Pakan yang Difermentasi dengan EffectiveMicroorganisms-4 (EM-4). Universitas Sebelas Maret (UNS). Surakarta.
Wresdiyati, U., Laila, S.R., Setio R., Arief, I.A., Astawan, M. 2013. ProbiotikIndigenus Meningkatkan Profil Kesehatan Usus Halus Tikus yang DiinfeksiEnteropathogenic E. coli. Departemen Anatomi, Fisiologi, danFarmakologi. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Bogor.
Yang, R.Y., L.C. Chang, J.C. Hsu, B.B.C. Weng, M. C. Palada, M.L. Chadha, andV. Levasseur. 2006. Nutritional and functional properties of Moringaleaves-from germplasm to plant, to food, to health. Proceeding seminar:Moringa and other highly nutritious plant resources: strategies, standardsand markets for a better impact on nutrition in Africa. Ghana.
Zhou, Z.X., Y. Isshiki., K. Yamauchi and Y. Nakahiro. 1990. Effects of forcefeeding and dietary cereals on gastrointestinal size, intestinal absorptiveability and endogenous Nitrogen in ducks. Br. Poult. Sci. 31:307-317.
36
Lampiran
Lampiran 1. Prosedur Histopatologi
1. Fiksasi
Sampel jaringan difiksasi dengan Buffered Neutral Formalin (BNF),
volume Buffered Neutral Formalin (BNF) minimal 10 kali volume jaringan. Pada
umumnya waktu yang diperlukan untuk fiksasi sempurna adalah 48 jam.
2. Pemotongan Spesimen
a. Spesimen yang dipilih untuk pemeriksaan, dipotong setebal 0,5-1 cm.
b. Potongan spesimen dimasukkan dalam keranjang pemprosesan dengan
disertai dengan label nomor spesimen yang ditulis dengan pensil.
c. Sisa spesimen dengan Buffered Neutral Formalin (BNF) disimpan dalam
botol bertutup rapat. Selanjutnya botol ini disimpan berurutan dan
dibuang apabila telah melebihi 3 bulan dan ditulis dalam formulir
pemusnahan sampel.
3. Prossesing dan Embedding
Embedding cassete yang telah diisi spesimen jaringan dimasukkan kedalam
tissue processor dengan pengaturan waktu sebagai diuraikan pada tabel dibawah
ini.
Tabel. 1. Prosedur tissue processor dan pengaturan waktu
No Proses Reagensia Waktu
1 Fiksasi Buffer formalin 10% 2 jam2 Fiksasi Buffer formalin 10% 2 jam3 Dehidrasi Alkohol 70% 1 jam
37
Embedding cassette dikeluarkan dari tissue processor dan masukkan ke
dalam wadah yang telah tersedia pada alat embedding center. Keluarkan contoh
specimen dari keranjang tissue untuk di blok oleh paraffin satu-persatu (agar tidak
tertukar no. contoh specimen). Tempatkan cetakkan dan keranjang pada sisi kanan
dan kiri dispenser paraffin.
Contoh spesimen diletakkan diatas cetakkan lalu diisi dengan paraffin
dengan menekan tombol hitam yang telah tersedia pada alat embedding center.
Cetakkan diberi nomer sesuai nomer contoh spesimen yang letakkan diatas
keranjang yang berisi contoh spesimen. Pindahkan cetakan pada bagian dingin.
Setelah beku (mengeras paraffinnnya) pisahkan cetakan dengan keranjang. setelah
terpisah pindahkan keranjang siap untuk dilakukan pemotongan dengan mikrotom
knife.
4. Pemotongan
a. Ambil blok jaringan kemudian difiksir pada microtome. Blok jaringan
dipotong dengan microtome kasar sehingga didapatkan permukaan yang
rata.
4 Dehidrasi Alkohol 90% 1 jam5 Dehidrasi Alkohol 100% 1 jam6 Dehidrasi Alkohol 100% 2 jam7 Dehidrasi Alkohol 100% 2 jam8 Clearing Toluen 1 jam9 Clearing Toluen 1.5 jam10 Clearing Toluen 1,5 jam11 Impregnasi Paraffin 2 jam12 Impregnasi Paraffin 3 jam
Total Waktu 20 jam
38
b. Gunakan pisau mikrotom yang masih tajam, ketebalan potongan 5-6
mikron. Pilih potongan jaringan terbaik dari pita yang terbentuk.
c. Potongan yang terpilih direntangkan pada floating out yang bersuhu sekitar
400C yang terlebih. Suhu yang ideal akan mengakibatkan potongan jaringan
merentang sempurna, tidak berkerut.
d. Taburkan gelatin powder sebanyak 5 gram untuk 100 cc aquadest dan
biarkan larut sempurna.
e. Potongan yang bagus, tidak tergores, tidak mengkerut dipilih dan diambil
dengan gelas slide yang sudah bernomer sesuai dengan nomer epi/patologi.
f. Slide yang berisi tempelan potongan jaringan ditempatkan diatas pelat
pemanas slide, minimal dua jam.
5. Pewarnaan
a. Sebelum pewarnaan dilakukan, semua bahan pewarna harus diperiksa
kejernihannya dan disesuaikan dengan jadwal penggantian yang tersedia
(3 kali penggunaan setiap pemakaian).
b. Tahapan pewarnaan:
Tabel 2. Tahap Pewarnaan Mayers Hematoxylin EosinNo Reagensia Waktu
1 Xylol I 2 menit2 Xylol II 2 menit3 Alkohol 100% I 1 menit4 Alkohol 100% II 1 menit5 Alkohol 95% I 1 menit6 Alkohol 95% II 1 menit7 Mayer’s Haematoxylin 15 menit8 Rendam dalam Tap Water 20 menit9 Masukkan dalam Eosin 15 detik -2
39
menit10 Alkohol 95 % III 2 menit11 Alkohol 95 % IV 2 menit12 Alkohol 100% III 2 menit13 Alkohol 100% IV 2 menit14 Akohol 100%V 2 menit15 Xylol III 2 menit16 Xylol IV 2 menit17 Xylol V 2 menit
Setelah selesai pewarnaan dilakukan coverslipping, siapkan coverslips
secukupnya sesuai dengan jumlah preparat yang baru saja diwarnai lalu teteskan
1-2 tetes “entellan” pada tiap coverslip. balik dan tutupkan pada slide preparat
yang baru saja diwarnai, cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara, biarkan
preparat yang sudah tertutup dengan coverslip lalu dibiarkan sampai mengering
sempurna. Bersihkan slide glass dengan xylol lalu berilah nomor sesuai dengan
nomor yang ada dietiket slide glass tersebut dan siap untuk diperiksa di bawah
mikroskop cahaya.
6. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan d bawah mikroskop untuk melihat
perubahan morfologis dari contoh spesimen yang diperiksa. Pemeriksaan
dilakukan sebanyak 5x lapangan pandang lalu dirata2 skor kelainan yang didapat
atau persentase kerusakan pada 5x lapangan pandang tersebut.
Apendiks
1. Mayers Hematoxylin Eosin
1.1. Alat dan Bahan:
a. Staining Jar 20b. Preparat Slidesc. Timerd. Mounting
40
e. Xylol 1,2,3f. Alkohol 100 %g. Alkohol 95 %h. Alkohol 80 %i. Aquadestj. Larutan Mayers Haematoxylin dan Eosink. Larutan Stok Eosin 1%
1.2. Pembuatan Zat Warna Mayer’s Haematoxylin
a. Haemotoxylin crystals 1 gramb. Distilled Water 1000 mlc. Sodium iodate 0,2 gramd. Ammonium/Potassium alum 50 grame. Citric acid 1 gramf. Chloral hydrate 50 gram
Cara Pembuatan Mayers Haematoxylin :
Masukkan potassium alum kedalam air tanpa pemanasan tambahkan
hematoksilin kedalam larutan tersebut. Tambahkan sodium iodate, asam sitrac dan
choral hydrate lalu diaduk semua bahan tersebut sampai marata. Hasil pewarnaan
akhir berwarana merah keungguan. Pewarnaan dapat disimpan dalam beberapa
bulan.
41
Lampiran 2. Istilah-istilah Kesehatan
a. Hyperplasia/Hiperplasia epitel
Menurut kamus kesehatan hyperplasia/hiperplasia epitel merupakan
peningkatan abnormal dalam jumlah sel dalam suatu organ atau jaringan.
b. Nekrosis/ Necrotic
Menurut kamus kesehatan nekrosis merupakan kematian patologis satu
atau lebih sel atau sebagian jaringan atau organ, yang dihasilkan dari kerusakan
ireversibel. Hal ini terjadi ketika tidak ada cukup darah mengalir ke jaringan, baik
karena cedera, radiasi, atau bahan kimia.
c. Sel radang/ inflammation
Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme
terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi
yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar,
atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem
kekebalan terhadap infeksi dan iritasi.
42
DOKUMENTASI
DOC umur 1 hari
Masa pemeliharaan
Pencampuran pakan
43
Sampel usus halus
Pengamatan sampel
Perhitungan tinggi vili
44
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yessy Anatalia siagian lahir pada tanggal 22 Desember 1994
di Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis merupakan
anak kedua dari tujuh orang bersaudara, dari pasangan Bapak
Antonius Sanda Rupa dan Ibu Damaris Bumbungan.
Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis yakni:
TK Pertiwi tahun 1999-2000, SD Negeri Kristen Makale 1
Tahun 2000-2006; SMP Katolik Makale Tahun 2006-2009; SMA Negeri 1
Makale Tahun 2009-2012 dan pada tahun 2012-2016 penulis melanjutkan
pendidikan S1 di Fakultas Peternakan Program Studi Ilmu Peternakan Universitas
Hasanuddin (UNHAS) Makassar, melalui jalur Prestasi, Olahraga, Seni dan
Keilmuan (POSK). Adapun pengalaman organisasi yang pernah ditempuh oleh
penulis semasa kuliah adalah sebagai Bendahara Umum pengurus Keluarga
Mahasiswa Katolik Unhas pada periode 2014-2015 ; terdaftar di Data Base Senat
Mahasiswa Fakultas Peternakan UNHAS (SEMA FAPET_UH) sebagai Warga
Biasa Tahun 2012 dan Pengurus Departemen Pendidikan dan Penalaran
Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTEK_UH) periode 2014-
2015.