empiema - repository.usu.ac.id

18
EMPIEMA Alwinsyah Abidin, E.N.Keliat, Ayu Nurul Zakiah Divisi Pulmonologi Alergi-Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Definisi Empiema adalah nanah (pus) yang terdapat dalam rongga pleura, meskipun studi dan uji klinis paling sering menggunakan istilah infeksi pleura untuk mencakup empiema dan efusi parapneumonik (PPE) terkomplikasi. 1 Empiema didefinisikan oleh penampilannya; cairan sangat buram (opaq), kuning keputihan, cairan kental yang merupakan hasil dari serum koagulasi protein, debris seluler dan pengendapan fibrin. Empiema berkembang terutama akibat tertundanya pengobatan pada pasien dengan pneumonia dan infeksi pleura progresif dan, jarang, dari manajemen klinis yang tidak sesuai. 2 Weese mendefinisikan sebagai cairan dengan gravitasi spesifik lebih dari 1018, jumlah leukosit lebih dari 500/sel mm, atau kadar protein lebih dari 2,5 g%. Vianna mendefinisikan empiema sebagai cairan pleura dengan kultur bakteri yang positif atau jumlah leukosit lebih dari 15.000/sel mm dan kadar protein lebih dari 3 g%. karena banyak efusi pleura masuk dalam kriteria ini, definisi paling tepat adalah cairan pleura yang tebal dan purulen. 3 Empiema biasanya merupakan komplikasi dari pneumonia tetapi dapat muncul infeksi dari tempat lain. Di India, tuberkulosis empiema adalah penyebab paling banyak. Gejala klinis dan etiologi mikroba dapat berbeda tergantung dari trauma lokal, pembedahan atau kondisi yang mendasari seperti malignansi, penyakit vaskular kolagen, kelainan imunodefisiensi, dan infeksi yang melibatkan orofaring, esofagus, mediastinum atau jaringan subdiafragma. 3 Infeksi pleura merupakan satu dari penyakit tertua dan penyakit yang berat. 1 Infeksi pleura merupakan masalah klinis umum yang berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. 4,5 Drainase rongga pleura dilakukan oleh Hippokrates lebih dari 2000 tahun yang lalu untuk mengobati empiema. Selama pandemik influenza tahun 1917 1919, drainase pleura tertutup menjadi terapi yang paling banyak digunakan untuk mengobati empiema parapneumonik. Pengenalan yang cepat dari perkembangan empiema merupakan waktu yang Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

EMPIEMA

Alwinsyah Abidin, E.N.Keliat, Ayu Nurul Zakiah

Divisi Pulmonologi Alergi-Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Definisi

Empiema adalah nanah (pus) yang terdapat dalam rongga pleura, meskipun studi dan uji

klinis paling sering menggunakan istilah infeksi pleura untuk mencakup empiema dan efusi

parapneumonik (PPE) terkomplikasi.1 Empiema didefinisikan oleh penampilannya; cairan sangat

buram (opaq), kuning keputihan, cairan kental yang merupakan hasil dari serum koagulasi

protein, debris seluler dan pengendapan fibrin. Empiema berkembang terutama akibat

tertundanya pengobatan pada pasien dengan pneumonia dan infeksi pleura progresif dan, jarang,

dari manajemen klinis yang tidak sesuai.2

Weese mendefinisikan sebagai cairan dengan gravitasi spesifik lebih dari 1018, jumlah

leukosit lebih dari 500/sel mm, atau kadar protein lebih dari 2,5 g%. Vianna mendefinisikan

empiema sebagai cairan pleura dengan kultur bakteri yang positif atau jumlah leukosit lebih dari

15.000/sel mm dan kadar protein lebih dari 3 g%. karena banyak efusi pleura masuk dalam

kriteria ini, definisi paling tepat adalah cairan pleura yang tebal dan purulen.3

Empiema biasanya merupakan komplikasi dari pneumonia tetapi dapat muncul infeksi

dari tempat lain. Di India, tuberkulosis empiema adalah penyebab paling banyak. Gejala klinis

dan etiologi mikroba dapat berbeda tergantung dari trauma lokal, pembedahan atau kondisi yang

mendasari seperti malignansi, penyakit vaskular kolagen, kelainan imunodefisiensi, dan infeksi

yang melibatkan orofaring, esofagus, mediastinum atau jaringan subdiafragma.3

Infeksi pleura merupakan satu dari penyakit tertua dan penyakit yang berat.1 Infeksi

pleura merupakan masalah klinis umum yang berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas

yang tinggi.4,5 Drainase rongga pleura dilakukan oleh Hippokrates lebih dari 2000 tahun yang

lalu untuk mengobati empiema. Selama pandemik influenza tahun 1917 – 1919, drainase pleura

tertutup menjadi terapi yang paling banyak digunakan untuk mengobati empiema

parapneumonik. Pengenalan yang cepat dari perkembangan empiema merupakan waktu yang

Universitas Sumatera Utara

Page 2: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

krusial untuk menentukan keberhasilan pengobatan; meskipun dengan terapi yang sesuai,

mortalitas pasien dengan empiema sebesar 15 - 20% dan lebih tinggi pada pasien

imunokompromais.1

EPIDEMIOLOGI

Empiema dapat mengenai semua kelompok usia, jenis kelamin dan etnis dan lebih dari

65.000 pasien menderita infeksi pleura setiap tahun di Inggris dan Amerika Serikat, dengan

perkiraan biaya rumah sakit sekitar 500 juta USD.1

Kejadian secara keseluruhan infeksi pleura meningkat. juga diakui bahwa infeksi pleura

paling sering terjadi pada anak-anak dan populasi tua dan studi kohort skala besar baru-baru ini

setuju dengan temuan ini. Farjah et al studi pada 4424 pasien dengan infeksi pleura dan

mengamati peningkatan insidensi sebesar 2,8% per tahun (95% CI 2.2 3,4%). Demikian pula,

dalam sebuah studi populasi 11294, antara tahun 1995 – 2003 Finley et al menemukan

peningkatan infeksi pleura incidence rate ratio (IRR) 2.2 (95% CI 1,56 untuk 3,10) pada pasien

yang berusia < 19 tahun dan 1,23 (1.14 - 1.34) pada orang yang berusia > 19 tahun.5

Di Skotlandia, insiden dari empiema meningkat 10 kali pada anak-anak usia 1 – 4 tahun

sejak 1998, dengan laporan serupa dari Amerika Serikat, Kanada dan Eropa, dan begitu juga

pada orang dewasa.1 Angka kematian dari empiema tinggi dan berkisar antara 6% – 24%.6

PATOFISIOLOGI

Rongga pleura normalnya diisi dengan ~5 – 10 ml cairan serous, dimana terutama

disekresi dari pleura parietal dengan rata-rata 0.01 mL/KgBB/jam dan diabsorpsi melalui

limfatik pleura parietal. Pada kondisi klinis tertentu, keseimbangan antara sekresi dan absorpsi

dapat terganggu dan cairan mulai terakumulasi di rongga pleura. Efusi pleura secara klasik

dibagi menjadi transudat dan eksudat berdasarkan kriteria Light (tabel 1). Pada transudat,

akumulasi cairan di rongga pleura akibat peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan

tekanan onkotik melalui kapiler membran pleura. Sedangkan pada eksudat, kapiler itu sendiri

merupakan penyakit dan meningkatkan permeabilitas yang menyebabkan cairan masuk ke

rongga pleura.7

Universitas Sumatera Utara

Page 3: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

Tabel 1. Perbedaan transudat dan eksudat berdasarkan kriteria Light7

PPE berkembang pada sekitar 57% pasien yang dirawat di rumah sakit dengan

pneumonia bakterial. Dengan adanya PPE, angka kematian meningkat pada pasien sekitar 3 – 6

kali lipat.6

Perkembangan empiema yang berhubungan dengan pneumonia adalah proses yang

progresif dan diklasifikasi menjadi 3 tahap, yaitu : 1. Eksudat simpel, 2. Tahap fibrinopurulen,

dan 3. Tahap pembentukan jaringan ikat.

Gambar 1. Perkiraan waktu jika efusi parapneumonia tidak diobati atau tidak tepat pengobatan.

Secara umum, empiema akan berkembang 4 – 6 minggu setelah terjadinya aspirasi bakteri ke

dalam paru-paru.2

Universitas Sumatera Utara

Page 4: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

Tabel 2. Tahap yang berbeda dalam evolusi efusi pleura terinfeksi dengan perubahan patologis

yang terkait dan temuan cairan pleura.8

Pada awal tahap eksudat, ada pergerakan cairan ke rongga pleura akibat meningkatnya

permeabilitas vaskular kapiler. Hal ini diikuti oleh produksi sitokin proinflamasi seperti

interleukin 8 (IL-8) dan Tumor Necrosis Factor α (TNF α).1,5 Hal ini menyebabkan perubahan

yang aktif pada sel mesotelial pleura untuk memfasilitasi cairan masuk ke rongga pleura.

Awalnya, cairan eksudat tersebut dikarakteristikkan dengan jumlah leukosit yang rendah, kadar

LDH kurang dari setengah dari kadar serum (< 1000 IU/l), pH normal (> 7,2) dan kadar glukosa

(< 2,2 mmol/l) yang normal dan tidak mengandung bakteri. Tahap ini, ketika cairan pleura

merupakan eksudat steril sederhana, sering disebut dengan ‘efusi parapneumonik simpel’. Pada

tahap ini dibutuhkan pengobatan dengan antibiotik yang adekuat dan paling tidak memerlukan

tindakan drainase.5,6,9

Jika pengobatan tidak dimulai, PPE simpel ini dapat menjadi tahap fibrinopurulen dengan

peningkatan akumulasi cairan dan invasi bakteri melalui endotel yang rusak. Invasi bakteri

mempercepat respon imun, memicu perpindahan neutrofil dan aktivasi kaskade koagulasi

Universitas Sumatera Utara

Page 5: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

memicu meningkatnya prokoagulan dan menekan aktivitas fibrinolitik. Peningkatan kadar

Plasminogen Activator Inhibitor dan menurunnya tissue type plasminogen activator (tPA)

terlihat dimana deposisi fibrin dan memicu pembentukan septa-septa di cairan. Fagositosis

neutrofil dan matinya bakteri memicu proses inflamasi dengan melepaskan lebih banyak fragmen

dinding sel bakteri dan protease. Kombinasi hal ini menyebabkan peningkatan asam laktat dan

produksi karbondioksida sehingga pH cairan pleura menurun, diikuti dengan meningkatnya

metabolisme glukosa dan meningkatnya kadar LDH karena lisisnya leukosit. Sehingga hal

tersebut merupakan karakteristik biokimia dari fibrinopurulen tetapi bukan purulen dimana pH <

7.2, glukosa < 2,2 mmol/l dan LDH > 1000 IU/l konsisten dengan ‘efusi parapneumonik

terkomplikasi’ dan mungkin pewarnaan gram positif dan/atau kultur bakteri. Jika tidak diobati,

akan berkembang menjadi nanah yang jelas (empiema).5,6,9

Tahap akhir adalah fase dimana terdapat proliferasi fibroblas. Pleura fibrous solid mulai

membentuk yang kadang-kadang menyelubungi paru-paru yang mencegah re-ekspansi,

mengganggu fungsi paru dan menciptakan ruang pleura persisten dengan potensi untuk

terjadinya infeksi.5,9 Infeksi pleura juga dapat muncul tanpa ada bukti adanya pneumonia –

disebut ‘empiema primer’.5

ETIOLOGI

Bakterial

- Infeksi Pleura yang didapat di komunitas

Pada percobaan besar baru-baru ini pada 434 pasien berasal lebih dari 40 center di UK

dengan infeksi pleura, organisme aerob gram-positif adalah organisme yang paling sering

diidentifikasi pada infeksi pleura yang didapat di komunitas. Streptococcus sp termasuk grup

organisme S milleri dan S aureus sekitar 65% dari kasus. Organisme gram-negatif – contohnya,

Enterobacteriaceae, Escherichia coli dan Hemophilus influenza jarang dijumpai dari hasil kultur

dan sering terlihat pada pasien dengan komorbid.5

Frekuensi isolat anaerob meningkat dan kultur cairan pleura positif pada kebanyakan

laporan kasus sekitar 12 – 34%. Sedangkan, ketika identifikasi menggunakan metode yang

berbeda seperti amplifikasi DNA, anaerob dapat ditemukan sebanyak 76% kasus dan mungkin

yang bersifat pathogen hanya 14% dari kasus infeksi dengan hasil kultur yang positif anaerob

cenderung memiliki onset klinis yang mendadak, dengan sedikit demam, penurunan berat badan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

yang banyak dan lebih sering diikuti adanya aspirasi pneumonia dan dengan kebersihan gigi

yang buruk.4,5

- Infeksi pleura yang didapat di rumah sakit

Pada pasien dengan infeksi yang didapat di RS, 50% dari pasien dengan kultur isolat

cairan pleura positif S aureus. Methicillin-resisten S aureus (MRSA) mungkin sebanyak 2/3 dari

keseluruhan kasus. Organisme gram-negatif, kebanyakan E.coli, Enterobacter spp. Dan

Pseudomonas spp., bertanggungjawab sebagai penyebab lainnya dan angka kejadian yang cukup

tinggi secara signifikan dari aerob gram-negatif telah dilaporkan pada pasien yang memerlukan

perawatan di ICU.4,5

Infeksi polimikroba sering pada organisme gram-negatif dan anaerob dimana jarang

terjadi pada isolasi dan lebih sering pada pasien usia tua dan pasien dengan penyakit komorbid.5

Tuberkulosis (TB)

Empiema tuberculosis merupakan infeksi aktif, kronis dari rongga pleura yang berisi

sejumlah besar mycobacterium tuberculosis. Komplikasi yang jarang dari pleuropulmonary TB

dibandingkan dengan efusi pleura TB yang dihasilkan dari suatu respon inflamasi yang

berlebihan terhadap infeksi pleura pausibasilary lokal. 10,11 Proses inflamasi mungkin sudah ada

tetapi dengan gejala klinis yang tidak jelas. Seringnya, pasien datang pada saat foto thoraks rutin

atau setelah berkembangnya fistula bronkopleural atau empiema necessitates.11

Jamur

Empiema yang disebabkan oleh jamur jarang terjadi (< 1% dari infeksi pleura). Candida

sp paling banyak sebagai penyebabnya dan dapat dijumpai pada pasien imunosupresif. Angka

kematian tinggi (mencapai 73%).5 Candida sp merupakan patogen yang paling sering dijumpai

pada empiema thoraks yang disebabkan oleh jamur; empiema thoraks yang disebabkan oleh

jamur filament lain sangat jarang, dan hanya kasus sporadik telah dilaporkan. Empiema candida

telah dilaporkan sebagai komplikasi dari operasi, fistula gastropleural, dan ruptur esofagus

spontan. Empiema aspergilus jarang ditemukan dan disebabkan oleh ruptur kavum aspergiloma

atau komplikasi dari empiema kronis yang sudah ada. Kriptokokus pleura telah dilaporkan

berhubungan dengan infeksi HIV, sirosis hati, dan agammaglobulinemia Bruton.12

Pasien dengan imunitas menurun, malignansi yang mendasari, penggunaan antibiotik

spektrum-luas, gagal nafas yang terjadi bersamaan, dan/atau isolat jamur yang lebih dari satu

dapat meningkatkan mortalitas. Bagaimanapun, hanya imunitas menurun dan gagal nafas yang

Universitas Sumatera Utara

Page 7: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

secara signifikan berhubungan dengan mortalitas dalam analisis regresi logistik multivariat.12

Dari hasil penelitian Ko, CS et al. (2000) mendapatkan spesies penyebab pada 73 pasien dengan

empiema jamur seperti pada tabel 3 dibawah ini :

Tabel 3. Banyaknya isolat jamur dari 73 spesimen efusi pleura klinis12

GEJALA KLINIS

Manifestasi klinis dari PPE bervariasi menurut infeksi yang mendasari; di UK-Based

Multicentre Intrapleural Sepsis Trial (MIST) pada 430 pasien, durasi gejala sebelum median

(interquartile kisaran) perekrutan adalah 14 hari (8 - 28 hari).1 Manifestasi klinis dari PPE dan

empiema tergantung pada apakah pasien mendapat infeksi aerob atau nonaerob.13 Infeksi

pneumonia aerob akan muncul dengan gejala demam akut, nyeri dada pleuritik terlokalisasi,

produksi dahak dan leukositosis. Infeksi anaerob cenderung menyebabkan klinis yang lebih

buruk, subfebris dan adanya gejala sistemik, seperti penurunan nafsu makan dan berat badan;

seperti infeksi lebih umum pada mereka dengan kebersihan gigi yang buruk, pecandu alkohol

dan mereka yang sering pingsan sehingga dapat menyebabkan aspirasi isi lambung.1 Jika demam

menetap lebih dari 48 jam setelah pemberian antibiotik, PPE atau empiema dapat

dipertimbangkan.13

Gejala pneumonia yang melibatkan PPE atau empiema (yakni demam, malaise, batuk,

dyspnea, dan nyeri dada pleuritik) mirip dengan pneumonia tanpa PPE.2,7,14 Pasien lansia

mungkin relatif asimptomatik, hanya menunjukkan gejala kelelahan atau perubahan status

mental, tanpa gejala paru. Faktor lain seperti usia, puncak suhu, jumlah leukosit, atau jumlah

lobus yang terlibat, tidak dapat memprediksi munculnya PPE atau membedakan antara orang

dengan dan orang tanpa PPE.1,2

Universitas Sumatera Utara

Page 8: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

Infeksi pleura harus diduga pada semua pasien dengan pneumonia, khususnya orang-

orang yang gagal respon terapi antibiotik yang sesuai, didefinisikan dengan demam yang

persisten, leukositosis dan meningkatnya penanda inflamasi seperti C-reaktif protein. Ukuran

efusi bervariasi, dan tidak dapat digunakan untuk memprediksi etiologi infeksi.1

DIAGNOSIS

Darah

Kultur darah dan PCR pneumokokus dilakukan dengan darah EDTA harus diperiksakan

pada semua anak dengan empiema. Plasma albumin sering rendah pada anak-anak dan dewasa

dengan empiema (dibandingkan dengan simpel pneumonia), meskipun hal ini jarang

membutuhkan pengobatan khusus. Pengukuran longitudinal penanda inflamasi (CRP, leukosit,

trombosit) dapat membantu dalam menilai respon terapi.14

Foto thoraks (CXR)

Pada CXR mungkin hanya menunjukkan hilangnya sudut kostofrenikus atau "putih"

seluruhnya, tidak selalu bisa membedakan konsolidasi berat/kolaps dari pleura tetapi adanya

pergeseran mediastinum dari patologis mendukung diagnosis cairan pleura.14

Efusi pleura mungkin dapat terlihat pada foto dada dan adanya infiltrat dan cairan paru

seharusnya mengingatkan klinisi untuk kemungkinan suatu cairan parapneumonik. CXR lateral

dapat mengkonfirmasi cairan pleura tidak disangkakan pada CXR posteroanterior, bagaimanapun

ultrasonografi thoraks banyak digunakan dan merupakan alat yang lebih dipilih. Namun,

ultrasound tidak secara rutin digunakan pada rawat jalan dan jika tujuannya untuk follow up atau

pemantauan, CXR masih merupakan pilihan sebagai pencitraan awal.5

Thoracic Ultrasound (TUS)

Thoracic Ultrasound (TUS) adalah alat yang mudah digunakan untuk menilai keberadaan

dan ukuran efusi lebih akurat dibandingkan dengan CXR. Ekogenisitas cairan dan adanya

lokulasi dalam mendiagnosis empiema dan memutuskan apakah drainase atau aspirasi diagnostik

diperlukan.4,5,14 Pada sebuah studi dari 320 pasien dengan efusi pleura, semua efusi ekogenik

disebabkan oleh eksudat dan efusi ekogenik homogen disebabkan empiema atau perdarahan.5

TUS menurunkan komplikasi dari prosedur pleura. National Patient Safety Agency Rapid

Response melaporkan bahwa pemandu ultrasound sangat dianjurkan ketika memasukkan drain

Universitas Sumatera Utara

Page 9: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

untuk cairan. Panduan BTS merekomendasikan TUS untuk seluruh prosedur pleura, khususnya

pada pasien dengan ventilasi mekanik, dimana pneumothoraks merupakan komplikasi yang

serius.4

Computed Tomography

Computed Tomography (CT) tidak seakurat ultrasound dalam mendeteksi septa-septa.

Tetapi, CT lebih baik untuk mendeteksi abnormalitas yang mendasari seperti perforasi esofagus,

atau karsinoma bronkus. CT juga bisa membedakan antara empiema dan abses paru. Hal ini

penting, sebagaimana sebelumnya selalu membutuhkan drainase eksternal sedangkan biasanya

bisa diselesaikan dengan terapi medis dan insersi drain thoraks dapat mengakibatkan

pembentukan fistula bronko-pleura (BPF). Empiema biasanya berbentuk lentikular, menekan

paru-paru, dan menciptakan bentuk sudut seperti mengikuti kontur dinding dada. Biasanya ada

batas tidak jelas antara parenkim paru dan abses paru, yang membentuk sebuah sudut dimana ada

kontak dengan dinding dada. Tanda 'split pleura', dimana pleura parietalis dan viseralis terlihat

berpisah, bisa terdapat pada empiema,4,5

Penebalan pleura terlihat pada 86 - 100% dari empiema dan 56% dari PPE eksudatif.

Ketebalan pleura pada CT scan lebih besar pada pasien dengan efusi purulen yang jelas,

sedangkan tidak adanya penebalan pleura menunjukkan PPE simpel.5

MRI

MRI tidak rutin dilakukan dan tidak memiliki kelebihan dibandingkan dengan CT scan

untuk infeksi pleura; bagaimanapun MRI dapat dipertimbangkan pada situasi tertentu seperti

alergi terhadap kontras atau pasien muda/hamil dimana paparan radiasi ion diminimalisasi. MRI

juga dapat menolong untuk melihat keterlibatan dengan infeksi (contoh, empiema necessitans

atau empiema tuberkulosa).5

Aspirasi

Aspirasi dibolehkan untuk mendiagnosis empiema dan membedakan antara PPE simpel

dan yang memerlukan drainase. Pemeriksaan yang diperlukan dapat dilihat pada tabel 4. Cairan

untuk pengukuran pH harus dikumpulkan dalam syringe yang diberi heparin dan tidak

mengandung lidokain, karena bersifat asam.4,5

Universitas Sumatera Utara

Page 10: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

Tabel 4. Pemeriksaan yang diperlukan dari aspirasi pleura. LDH, laktat dehidrogenase; MC + S.

mikroskopi, kultur dan sensitivitas; AFB, basil tahan asam; TB, tuberkulosis

Tabel 5. Analisis cairan pleura pada PPE dan empiema

Cairan pleura dari PPE atau empiema merupakan eksudat inflamasi. Polimorfonuklear

(PMN) leukosit mendominasi, tapi total jumlah leukosit cairan pleura bervariasi antara efusi

simpel dan empiema. Dominasi limfosit dalam eksudat harus dipikirkan kemungkinan keganasan

atau tuberkulosis.5

Perlu dipertimbangkan pemeriksaan pewarnaan BTA (Bakteri Tahan Asam), kultur

mikobakterial, PCR mikobakterial, dan ADA (Adenosine Deaminase) jika tuberkulosis pleura

sedang dipertimbangkan.14

Diagnosis empiema jamur, dapat dijumpai isolasi spesies jamur dari cairan pleura atau

dari darah, sputum atau luka operasi yang menunjukkan invasi jaringan. Isolat jamur dari selang

thorakostomi yang digunakan untuk pneumothoraks atau empiema bakterial diasumsikan koloni

berasal dari selang dada, kecuali infeksi sudah ada tanpa terapi anti jamur.12

Bakteriologi

Kultur cairan pleura tetap negatif pada 40% aspirat.4,5 Walaupun PCR dapat

mengidentifikasi organisme penyebab lebih sensitif daripada metode kultur konvensional, namun

PCR belum menjadi bagian dari pemeriksaan rutin pada praktik klinis di UK.5

Universitas Sumatera Utara

Page 11: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

Prevalensi organisme penyebab dari infeksi pleura bervariasi diberbagai negara; data

epidemiologi lokal diperlukan untuk memandu pengobatan. Studi dari Inggris, Kanada dan

Selandia Baru semua menunjukkan bahwa isolat Streptococcus milleri yang paling umum pada

orang dewasa dengan empiema yang didapat dari komunitas, dengan proporsi yang berkisar

antara 32 dan 50% kasus. Organisme lain yang paling banyak diisolasi dari empiema adalah

Streptococcus pneumoniae dan anaerob untuk infeksi pleura yang didapat dari komunitas dan S.

aureus (termasuk methicillin-resisten S.Aureus (MRSA) untuk kasus yang didapat dari rumah

sakit. Laporan terkini dari Taiwan mengkonfirmasi insiden yang lebih tinggi infeksi dari aerobik

dan anaerobik gram-negatif pada pasien dengan empiema dari pneumonia yang didapat dari

rumah sakit.1

Isolasi patogen berbeda antara pasien dengan infeksi pleura komunitas atau didapat di

rumah sakit (tabel 6) dan etiologi iatrogenik, contohnya, setelah pembedahan thoraks. Perbedaan

bakteriologis menolong sebagai pedoman terapi antibiotik empiris.5

Tabel 6. Bakteriologi dari infeksi pleura komunitas dan didapat di rumah sakit

Bronkoskopi

Peran bronkoskopi pada pasien dengan empiema tidak dilakukan pada beberapa studi.

Bronkoskopi hanya direkomendasikan jika ada kecurigaan obstruksi bronkus contohnya, massa

atau hilangnya volume pada pencitraan radiografi atau riwayat kemungkinan tertelan benda asing

diman hal-hal tersebut merupakan faktor predisposisi infeksi pleura itu sendiri.5

Universitas Sumatera Utara

Page 12: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

MANAJEMEN

Pengobatan utama untuk infeksi pleura tetap antibiotik yang sesuai, dikeluarkannya

cairan pleura, dan gizi yang memadai.

Terapi Antibiotik

Antibiotik harus diberikan kepada semua pasien dengan infeksi pleura dan jika mungkin

harus didasarkan pada kultur cairan pleura dan uji sensitivitas. Faktor lainnya yang dapat

mempengaruhi pilihan antibiotik adalah kemampuan dari antibiotik menembus rongga pleura

dan adanya gangguan ginjal atau hati.6

Dimana kultur tidak tersedia, regimen antibiotik harus termasuk mencakup anaerobik dan

untuk organisme resisten penisilin. Pada infeksi yang didapat di rumah sakit, harus mencakup

MRSA dan juga organisme aerob gram-positif dan gram negatif dan organisme anaerobik.

Aminoglikosida tidak menembus rongga pleura dan seharusnya tidak digunakan.4

Proporsi yang signifikan dari kedua organisme aerob dan anaerob dari infeksi

pleuropulmonary dapat menunjukkan resistensi terhadap penisilin, tapi β-lactams tetap menjadi

agen pilihan untuk infeksi yang disebabkan S pneumoniae dan S milleri. Aminopenisilin,

penisilin (misalnya, dikombinasikan dengan penghambat β-laktamase Co-amoxiclav,

piperacillin-tazobactam) dan sefalosporin menunjukkan penetrasi yang baik pada rongga pleura.

Aminoglikosida harus dihindari karena memiliki penetrasi yang buruk ke rongga pleura dan

mungkin tidak aktif jika terdapat asidosis cairan pleura. Tidak terdapat bukti bahwa pemberian

antibiotik langsung ke rongga pleura memiliki keuntungan.2,5

Pada infeksi yang didapat di komunitas, pengobatan dengan aminopenisilin (misalnya,

amoxicillin) akan mencakup organisme seperti S pneumonia dan H influenzae, tapi penghambat

β-laktamase seperti Co-amoxiclav atau metronidazol juga akan diberikan karena sering adanya

aerob penisilin-resisten termasuk S aureus dan bakteri anaerobik.5 Untuk infeksi pleura dengan

hasil kultur negatif, rejimen yang diusulkan oleh Pedoman BTS adalah cefuroxime intravena 1,5

gram per 8 jam ditambah metronidazol 500 miligram per 8 jam atau Benzil penisilin intravena

1.2 gram per 6 jam ditambah siprofloksasin 400 miligram per 12 jam atau meropenem intravena

1 gram per 8 jam ditambah metronidazol 500 miligram per 8 jam untuk infeksi yang didapat di

komunitas.6

Universitas Sumatera Utara

Page 13: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

Klindamisin memiliki penetrasi yang baik pada rongga pleura yang terinfeksi dan

merupakan antimikroba yang memadai. Pasien yang alergi penisilin dapat diberikan Klindamisin

saja atau kombinasi dengan siprofloksasin atau sefalosporin. Kloramfenikol, karbapenem seperti

meropenem, sefalosporin generasi ketiga dan penisilin antipseudomonas spektrum luas seperti

piperasilin juga memiliki aktivitas anti anaerobik yang baik dan merupakan agen alternatif.5

Pada empiema yang didapat di rumah sakit, biasanya sekunder terhadap pneumonia

nosokomial, trauma atau operasi, antibiotik harus dipilih untuk mengobati organisme aerob

gram-positif dan gram-negatif dan anaerobik. Studi terbaru menunjukkan bahwa ada peningkatan

yang signifikan infeksi MRSA pada pneumonia yang didapat di rumah sakit dan empiema, jadi

antibiotik empiris seharusnya dari awal sudah menutupi untuk MRSA sampai hasil mikrobiologi

ada.5 Kultur negatif pada infeksi yang didapat di rumah sakit, pedoman BTS mengusulkan

piperasilin intravena ditambah tazobactam 4.5 gram per 6 jam atau ceftazidime 2 gram per 8 jam

atau meropenem 1 gram per 8 jam dimana metronidazol dapat ditambahkan pada dosis 500

miligram per 8 jam.6

Pemberian antibiotik intravena sering sesuai pada awalnya tetapi dapat diubah ke rute

oral ketika perbaikan klinis secara objektif dan biokimia terlihat. Untuk terapi oral, pedoman

BTS menganjurkan amoksisilin 1 gram per 8 jam ditambah asam clavulanic 125 miligram per 8

jam atau amoksisilin 1 gram 8 per jam ditambah metronidazol 400 miligram per 8 jam atau

Klindamisin 300 miligram per 8 jam. Durasi pengobatan untuk infeksi pleura tidak dievaluasi

pada percobaan klinis secara detail, namun antibiotik sering dilanjutkan selama minimal 3

minggu, berdasarkan respon klinis, biokimia (contohnya, CRP) dan radiologis.5,6

Drainase Cairan Pleura

Pasien dengan infeksi pleura memerlukan drainase akan berkembang menjadi cairan

pleura yang asam yang terkait dengan meningkatnya kadar LDH dan kadar glukosa yang

menurun. Data dari sistemik meta-analisis meninjau kriteria tersebut telah dibenarkan untuk

digunakan. Laporan ini menunjukkan bahwa pH cairan pleura < 7.2 juga salah satu indikator

yang paling kuat untuk memprediksi kebutuhan untuk drainase, dan bahwa LDH cairan pleura

(>1000 IU/l) dan glukosa (< 3.4 mmol/l) tidak meningkatkan akurasi diagnostik. Dimana

pengukuran pH cairan pleura tidak tersedia maka glukosa dan LDH harus diukur, kadar glukosa

cairan pleura < 3.4 mmol/l dapat digunakan sebagai penanda alternatif untuk mengindikasikan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

kebutuhan untuk drainase. Namun, glukosa cairan pleura dapat menurun dalam situasi selain

infeksi pleura, seperti efusi rheumatoid, dan ini harus diingat ketika menafsirkan hasil.5

Indikasi untuk drainase cairan pleura terdapat di tabel 7.

Indikasi

Cairan purulen atau keruh/berawan

Adanya organisme yang diidentifikasi oleh pewarnaan gram + kultur cairan

pleura non purulen pH < 7.2 dengan dugaan infeksi

Cairan pleura terlokulasi

Kemajuan klinis yang buruk dengan antibiotik

Tabel 7. Indikasi untuk drainase cairan pleura

Tabel 8. Staging efusi pleura dan rekomendasi drainase8

Fibrinolitik Intrapleura

Terapi fibrinolisis intrapleural ini pertama kali digunakan lebih dari 60 tahun yang lalu.

Setelah percobaan awal terapi ini, ada jarak selama 32 tahun sampai studi kedua diterbitkan pada

tahun 1981 terutama untuk mengatasi efek streptokinase intrapleural pada fibrinolisis sistemik;

ini mungkin kekhawatiran tentang efek samping yang disebabkan streptokinase intrapleural

selama penggunaan periode tersebut. Sejak tahun 1981, beberapa studi observasi dan beberapa

percobaan kontrol telah diterbitkan.6

Obat-obatan fibrinolitik bervariasi dalam mekanisme kerjanya. tPA menginduksi

fibrinolisis trombus yang terbentuk oleh plasminogen teraktivasi terikat fibrin dan tidak

mengaktifkan plasminogen sistemik. Streptokinase menggabungkan dengan plasminogen yang

ada di sirkulasi untuk membentuk kompleks aktivasi, yang penyebab terbatasnya proteolitik dari

Universitas Sumatera Utara

Page 15: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

molekul plasminogen lain terhadap plasmin. Streptokinase mengaktifkan konversi plasminogen

(profibrinolisin) menjadi plasmin (fibrinolisin), yang merangsang konversi fibrin (tidak larut)

menjadi fragmen fibrin (larut). Urokinase fibrin juga merupakan selektif-fibrin dan dikonversi ke

urokinase dari prourokinase berikatan dengan fibrin. Langsung mengubah plasminogen menjadi

plasmin. Ketiga obat tersebut telah digunakan dalam percobaan fibrinolisis intrapleural pada

orang dewasa dan anak-anak.9

Tidak ada indikasi penggunaan fibrinolisis intrapleura secara rutin pada pasien dengan

infeksi pleura.5 Fibrinolitik seperti streptokinase dan urokinase telah digunakan secara luas

dalam pengobatan infeksi pleura, terutama dengan drain, untuk memecah lokulasi dan cairan

kental, cairan kaya fibrin yang sering menyumbat drain.4,6 Percobaan besar, acak, kontrol

menunjukkan bahwa penggunaan rutin tidak meningkatkan kematian atau mengurangi jumlah

pasien yang membutuhkan pembedahan. Namun, ini percobaan yang dibuat sebelum munculnya

USG pleura dan tidak membedakan antara efusi simpel dan lokulasi. Semua pasien dengan pH

cairan pleura < 7.2 atau pus diberikan fibrinolitik, terlepas dari apakah cairan dikeluarkan dengan

mudah atau tidak. Pedoman BTS merekomendasikan penggunaannya pada cairan yang banyak,

lokulasi yang tidak dapat dilakukan drainase dimana pembedahan thoraks tidak dianggap

menjadi suatu alternatif atau tidak tersedia.4

Urokinase merupakan non-antigenik tetapi tetap menyebabkan reaksi akut (disebabkan

oleh hipersensitivitas tipe cepat dan pelepasan histamin) dengan demam dan aritmia kardiak.

Ada laporan mengenai sindrom distress pernafasan dewasa pada pasien yang menerima

streptokinase dan urokinase untuk drainase empiema. Dosis fibrinolitik yang digunakan pada

studi tersebut bervariasi tetapi termasuk streptokinase 250.000 IU per hari atau 250.000 IU per

12 jam atau urokinase 100.000 IU per hari dalam 24 jam di rongga pleura.5

Maskell et al. melaporkan hasil dari percobaan besar (427 pasien), multicenter, acak,

double-blind di UK yang menunjukkan tidak ada keuntungan dari streptokinase atas saline

berkaitan dengan tingkat mortalitas atau kebutuhan operasi pada 3 atau 12 bulan pada pasien

yang memiliki empiema (83%). Dalam percobaan single-center, acak, double-blind, 44 pasien

(81% memiliki empiema) diacak untuk menerima baik Streptokinase (250.000 U per hari) atau

salin selama 4 - 5 hari. Di hari ke 7, kelompok streptokinase lebih sedikit dilakukan operasi (43%

vs 9%; PP.02) dan tingkat keberhasilan klinis yang lebih baik (82 vs 48%; PP.02).2 Beberapa

obat-obatan fibrinolitik intrapleura dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini :

Universitas Sumatera Utara

Page 16: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

Tabel 9. Beberapa fibrinolitik intrapleura8

Pembedahan

Banyak teknik bedah telah digunakan dalam pengobatan empiema termasuk debridemen

melalui VATS (video-assisted thoracic surgery), dekortikasi, thoracoplasty, dan thoracostomy

terbuka. Debridement melalui VATS paling popular sejak pertengahan 1990-an, dan tingkat

keberhasilan berkisar 68 - 93%. Tingkat keberhasilan debridement VATS sangat tergantung pada

tahap efusi parapneumonik dan jika pasien pada fase pembentukan jaringan ikat, lebih tinggi

tingkat kegagalannya.6

Pembedahan harus dipertimbangkan tanpa penundaan pada pasien yang gagal diterapi

dengan antibiotik dan drainase selang dada, dan yang memiliki gejala infeksi persisten, demam,

leukositosis dan peningkatan penanda inflamasi. Bertentangan dengan kepercayaan populer,

bersihan cairan pleura secara radiologis bukanlah indikator yang baik dari kemajuan penyakit.

Dua penelitian longitudinal telah menunjukkan bahwa opacity radiologis dari infeksi pleura

meningkat pada pasien dewasa dan anak-anak pada bulan berikutnya, tanpa perlu dilakukan

operasi. Demikian juga, perubahan restriksi pada tes fungsi paru biasanya perbaikan secara

paralel, dari waktu ke waktu; sangat sedikit pasien memiliki gangguan fungsi dari sisa fibrosis

pleura.1

Dekortikasi adalah metode pilihan ketika paru-paru pada dasarnya tidak mampu

mengembang karena inflamasi yang tebal dan pasien cocok untuk operasi besar. Dekortikasi

telah terbukti secara substansial meningkatkan kapasitas vital dan volume ekspirasi paksa pada

detik pertama. Thoracoplasty memerlukan remodeling dari dinding osteomuskular kavum

thoraks untuk mengontrol proses inflamasi tapi ini jarang dilakukan belakangan ini. Prosedur

Universitas Sumatera Utara

Page 17: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

operasi lain - thoracostomy terbuka - dilakukan pada pasien yang lemah, ketika thoracoplasty

bukanlah alternatif dan ketika VATS telah gagal untuk mengendalikan penyakit tersebut.6

Dalam beberapa studi retrospektif, pasien yang terlambat dirujuk untuk operasi memiliki

komplikasi lebih banyak dan tingkat keberhasilan lebih rendah dari VATS, dan perawatan di

rumah sakit yang lebih lama. VATS adalah prosedur pilihan, sama-sama efektif tetapi kurang

invasif (sehingga tinggal di rumah sakit lebih pendek dan komplikasi yang lebih sedikit),

daripada drainase oleh thoracotomy pada orang dewasa dan anak-anak, meskipun sekitar 20%

pasien, VATS tidak adekuat dan konversi ke drainase thoracotomy terbuka diperlukan.

Thoracoscopy medis telah terbukti aman dan efektif dalam satu seri retrospektif 127 pasien.1

Pengobatan yang mendasari faktor predisposisi klinis, seperti dental atau

immunodefisiensi, adalah penting, dan dukungan gizi penting, dengan analisis besar baru-baru

ini dari faktor prognostik pada empiema yang didapat dari komunitas mengidentifikasi bahwa

pemberian albumin serum < 30 g/L sebagai faktor risiko independen untuk kematian.1

Universitas Sumatera Utara

Page 18: EMPIEMA - repository.usu.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

1. Brims, FJH, et al. Empyema Thoracis : new insights into an old disease. European

Respiratory Review 2010;19;117;220-228

2. Sahn, SA. Diagnosis and Management of Parapneumonic Effusions and Empyema.

Chicago Journal : Clinical Infectious Disease 2007:45

3. Vardhan, MV, et al. Empyema Thoracis-Study of Present Day Clinical & Etiological

Profile and Management Techniques. Inj. J. Tub. 1998, 45, 155

4. Walters, J, et al. Pus in the thorax : Management of empyema and lung abscess.

British Journal of Anesthesia : Oxford University Press 2011

5. Davies, HE, et al. Management of Pleural Infection in Adults. British Thorax Society

pleural disease guideline 2010;65

6. Ahmed, AEH, Tariq, EY. Empyema Thoracis. Clinical Medicine Insights:

Circulatory, Respiratory and Pulmonary Medicine 2010:4

7. Yu, H. Management of Pleural Effusion, Empyema and Lung Abscess. Seminars In

Interventional Radiology 2011;28;75-86

8. Girdhar, A, et al. Management of Infectious Processes of the Pleural Space : A

Review. Pulmonary Medicine 2012

9. Ahmed, AEH, Tariq, EY. Intrapleural Therapy in management of complicated

parapneumonic effusions and empyema. Clinical Pharmacology: Advances and

Applications 2010:2;213–221

10. Long, R, et al. Treatment of a Tuberculous Empyema with Simultaneous Oral and

Intrapleural Antituberculosis Drugs. Can Respir J Vol 15 No 5 July/August 2008

11. Sahn, SA, Iseman. Tuberculous Empyema. Semin Respir Infect. 1999 Mar;14(1):82-7

12. Ko, SC, et al. Fungal Empyema Thoracis An Emerging Clinical Entity. CHEST

2000;6;117

13. Limsukon, A, Hoo, GWS. 2009. Parapneumonic Pleural Effusions and Empyema

Thoracis. Available at : www.emedicine.medscape.com

14. Government of Western Australia Department of Health Child and Adolescent Helath

Service. Management of children and adolescent with pleural empyema. Princess

Margaret Hospital Clinical Practice Guideline 2010

Universitas Sumatera Utara