peran pasar modal syariah dalam transmisi kebijakan moneter indonesia
TRANSCRIPT
PERAN PASAR MODAL SYARIAH DALAM TRANSMISI
KEBIJAKAN MONETER INDONESIA
(Studi Kasus Jakarta Islamic Index)
Sebuah Refleksi Penerapan Ekonomi Islam di Sektor Pasar Modal
AHMAD NASHRUDDIN
NIM. S.0812.049
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM
(STEI) TAZKIA
BOGOR
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemberitaan mengenai kebijakan moneter bank sentral pada umumnya selalu
menarik perhatian masyarakat. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia
pada 4 Februari 2011 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis
poin (bps) atau 0,25% menjadi 6,75%, keputusan tersebut diambil sebagai
langkah antisipatif untuk mengendalikan ekspektasi inflasi ke depan yang mulai
meningkat.1 Kebijakan tersebut berdampak pada kenaikan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) sebesar 15,34 poin atau 0,44 persen menjadi 3.496,17 basis
poin. Sedangkan indeks LQ45 naik 3,636 poin atau 0,59 persen ke posisi 616,200
basis poin pada penutupan hari itu.2
Gambaran di atas menunjukkan besarnya pengaruh kebijakan moneter
terhadap berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan. Hal demikian tidak
mengherankan karena kebijakan moneter memang ditempuh bank sentral untuk
mempengaruhi dan mengarahkan berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan
tersebut kepada tujuan yang ingin dicapai, yang pada umumnya kestabilan harga,
dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi.3 Pertanyaannya adalah
bagaimana proses pengaruh kebijakan moneter ini terjadi. Seperti halnya
kebijakan moneter berpengaruh ekspektasi para pelaku ekonomi di pasar
keuangan seperti ditunjukkan dengan naiknya pergerakan indeks saham akibat
kenaikan BI Rate di atas. Proses seperti ini menggambarkan suatu mekanisme
yang dalam teori ekonomi moneter dikenal dengan sebutan transmisi kebijakan
moneter.
Transmisi kebijakan moneter selalu menjadi topik yang penting dan menarik
perhatian para ekonom dan otoritas moneter. Hal ini antara lain tercermin pada
dua pertanyaan yang dikemukakan Bernanke dan Blinder4, yaitu: (i) Does
monetary policy affect the real economy? (ii) If so, what is the transmission
mechanism by which these effects occurs? Kedua pertanyaan ini merupakan
permasalahan yang paling penting dan kontroversial dalam permasalahan
makroekonomi khususnya dalam tataran moneter, menurut keduanya.
Dalam konteks Indonesia, pertanyaan mengenai bagaimana mekanisme
transmisi kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia sebagai otoritas
moneter dapat mempengaruhi berbagai kegiatan ekonomi dan keuangan juga
sering muncul di masyarakat. Sesuai UU No. 23 Tahun 1999 yang telah
diamandemen dengan UU No. 3 Tahun 2004, tujuan Bank Indonesia adalah
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, yaitu kestabilan harga (inflasi)
dan nilai tukar rupiah.5
1 Bank Indonesia. (Februari: 2011). Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2011. Jakarta : Bank Indonesia. hal 5 2 Berita Liputan 6. (Februari: 2011). Kenaikan BI Rate Dongkrak IHSG. http://berita.liputan6.com
/read/318981/kenaikan_bi_rate_dongkrak_ihsg. Diakses terakhir pada 25 Juni 2011 3 Warjiyo, Perry dan Solikin. (Desember: 2003). Kebijakan Moneter di Indonesia: Buku Seri Kebanksentralan No. 6.
Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia. 4 Bernanke, B. and Blinder, A.S. (1992). The Federal Funds Rate And The Channel Of Monetary Transmission. The
American Economic Review September 1992. pp. 901-21. 5 Warjiyo, Perry. (2004). Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia: Buku Seri Kebanksentralan No. 11 .
Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia.
2
Berkaitan dengan hal di atas, salah satu jalur dalam mekanisme transmisi
kebijakan moneter adalah Asset Price Channel. Di mana kebijakan moneter juga
berpengaruh terhadap perkembangan harga-harga aset lain, baik harga aset
finansial seperti yield obligasi dan harga saham, maupun harga aset fisik
khususnya harga properti dan emas. Pergerakan harga aset mengandung beberapa
informasi mengenai situasi ekonomi masa depan dan jalan masa depan inflasi.
Sifat ini berlaku untuk beberapa negara dan tidak berlaku bagi negara lainnya.
Untuk beberapa negara seperti Jepang, Inggris dan beberapa negara Nordik,
ayunan berat harga aset telah menciptakan fluktuasi luas dalam ekonomi riil.6
Apalagi dalam 5 tahun terakhir, perkembangan pasar modal syariah Indonesia
menunjukkan tren yang positif yang dibuktikan dengan disahkannya fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 80 tentang
Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas
di Pasar Reguler Bursa Efek pada 8 Maret 2011 serta diterbitkannya Indeks
Saham Syariah Indonesia (ISSI) atau Indonesia Sharia Stock Index pada tanggal
12 Mei 2011 oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) yang bertujuan menjadi acuan
utama gambaran kinerja seluruh saham syariah yang tercatat di BEI.7
Penelitian yang membahas mengenai peranan pasar modal konvensional
maupun syariah terhadap perekonomian Indonesia masih sangat terbatas.
Sukmana dan Ascarya (2010) yang telah meneliti sebelumnya menyatakan bahwa
pasar modal syariah tidak dapat menyalurkan kebijakan moneter terhadap output
atau sektor riil. Alasan nyatanya adalah karena pasar modal syariah Indonesia
merupakan salah satu bagian dari pasar modal konvensional yang melalui
screening process prinsip-prinsip syariah.8 Dalam artian, pasar modal syariah
adalah bagian pasar modal konvensional, yang mana tidak terlepas juga dengan
adanya praktek spekulasi.
Sumber: Online Trading System eTrading Sekuritas 2012 (diolah)
Gambar 1 Pergerakan IHSG dan JII
Gambar di atas menunjukkan bukti perihal kesamaan motif pergerakan yang
dimiliki oleh pasar modal syariah yang diwakili oleh Jakarta Islamic Index (JII)
6 Idris, dkk. (2002). Asset Price Channel of Monetary Transmission in Indonesia dalam Buku Transmission Mechanism of
Monetary Policy in Indonesia, edited by Perry Warjiyo and Juda Agung. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan Bank Indonesia 7 Berita Kompas. (2011). Indeks Saham Syariah Diluncurkan. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/05/12/
10550925/Indeks.Saham.Syariah.Diluncurkan. Diakses terakhir pada 25 Juni 2011 8 Sukmana, Raditya dan Ascarya. 2010. The Role of Islamic Stock Market In The Monetary Transmission Process In The
Indonesian Economy. Paper to be presented in 2nd INSANIAH‐IRTI International Conference LIFE (Langkawi Islamic
Finance and Economics), 13‐15 December, 2010.
3
sebagai salah satu bagian dari pasar modal konvensional yang tercermin oleh
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dari gambaran tersebut membuktikan
pentingnya analisa mendalam mengenai seberapa pentingkah peran pasar modal
syariah terhadap perekonomian Indonesia sebagai salah satu refleksi penerapan
ekonomi Islam dalam bidang pasar modal.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis berkeinginan untuk
melakukan penelitian ini, bagaimana mekanisme transmisi moneter melalui jalur
harga aset syariah serta seberapa penting peran pasar modal syariah dalam
perekonomian Indonesia melalui proses transmisi moneter.
1.2. Rumusan Masalah
Secara khusus penelitian ini akan mencoba menjawab:
1. Bagaimana proses berjalannya mekanisme transmisi moneter melalui jalur
harga aset syariah di Indonesia yang diwakili oleh JII?
2. Sejauh mana peran pasar modal syariah yang diwakili oleh JII melalui
proses transmisi moneter terhadap kestabilan nilai uang (inflasi) dan
pertumbuhan sektor riil (output)?
1.3. Metodologi Penelitian dan Data
Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
VAR atau VECM (bila dalam model nanti terdapat kointegrasi). Sedangkan data
yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang penulis
undul dari situs resmi masing-masing instansi yang menjadi sumber dari data yang
penulis butuhkan. Untuk tingkat bagi hasil Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
(SWBI) / Sertifikat Bank Indonesia Syarih (SBIS) dan Pasar Uang Antarbank
Syariah (PUAS), Indeks Harga Konsumen (IHK) atau tingkat Inflasi, Pembiayaan
Konsumsi Bank Syariah (ICON) serta Pembiayaan Investasi Bank Syariah (IINV)
penulis mengambilnya dari situs resmi BI, yaitu www.bi.go.id. Untuk data IPI
penulis dapatkan dari www.bps.go.id. Sedangkan untuk data JII sendiri, penulis
mengunduhnya dari online trading system eTrading Sekuritas. Semua data akan
ditransformasi dalam bentuk logaritma alami kecuali data SBIS dan PUAS.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk memberikan gambaran mekanisme
transmisi moneter melalui jalur harga aset syariah di Indonesia. Adapun tujuan
yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses berjalannya mekanisme transmisi moneter
melalui jalur harga aset syariah di Indonesia yang diwakili oleh JII
2. Untuk mengetahui peran pasar modal syariah dalam mekanisme transmisi
kebijakan moneter Indonesia melalui JII.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat antara lain:
1. Penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan penulis lebih
mendalam lagi tentang mekanisme transmisi kebijakan moneter syariah
4
melalui asset price channel, sehingga penulis dapat mengetahui seberapa
penting peran pasar modal syariah sebagai salah satu sektor penerapan
ekonomi Islam di Indonesia.
2. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi untuk penelitian lebih
lanjut, khususnya dalam bidang yang berkaitan seperti jalur-jalur transmisi
lainnya yang dapat diproksi ke sistem syariah.
3. Pembuat kebijakan
Sebagai bahan acuan dan perbandingan untuk Bank Indonesia, Bursa Efek
Indonesia, BAPEPAM-LK sebagai otoritator maupun pemerintah dan
dewan pembuat kebijakan lainnya untuk menyediakan perangkat-
perangkat hukum yang dibutuhkan guna memacu perkembangan dan
kemajuan ekonomi Islam.
4. Pelaku ekonomi,
Sebagai pendorong semangat untuk terus meningkatkan peran serta
seluruh komponen masyarakat dalam meningkatkan dan mempraktekkan
ekonomi Islam.
1.6. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
hipotesis awal, metodologi penelitian dan data serta sistematika penulisan. Bab
pertama ini akan menjadi pengantar bagi bab-bab selanjutnya.
BAB II : STUDI PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang landasan teori serta penelitian terdahulu.
BAB III : DATA DAN METODOLOGI
Bab ini menjelaskan metodologi penelitian yang terdiri dari jenis dan data
penelitian, definisi operasional variabel penelitian, serta metode analisis.
BAB IV : PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil perhitungan penelitian yang telah dilakukan
penulis berikut dengan analisanya.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan serta rekomendasi dari penulis.
5
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Hakekat Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan
bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral mempengaruhi
berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai
tujuan akhir yang ditetapkan. Secara spesifik, Taylor menyatakan bahwa
mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah “the process through which
monetary policy decisions are transmitted into changes in real GDP and
inflation”.9
Dalam kenyataannya, mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan
proses yang kompleks, dan karenanya dalam teori ekonomi moneter sering disebut
dengan “black box”10
seperti digambarkan dalam skema berikut. Hal ini terutama
karena transmisi dimaksud banyak dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu (i)
perubahan perilaku bank sentral, perbankan, dan para pelaku ekonomi dalam
berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya, (ii) lamanya tenggat waktu (lag)
sejak kebijakan moneter ditempuh sampai sasaran inflasi tercapai, serta (iii)
terjadinya perubahan pada saluran-saluran transmisi moneter itu sendiri sesuai
dengan perkembangan ekonomi dan keuangan di negara yang bersangkutan.
Sumber: Warjiyo, 2004
Gambar 2 Black Box Theory
Kompleksitas mekanisme transmisi juga berkaitan dengan perubahan pada
peran dan cara bekerjanya saluran-saluran transmisi moneter dalam
perekonomian. Pada perekonomian yang tradisional dengan peran perbankan yang
masih dominan dan produknya yang relatif belum berkembang, biasanya peranan
saluran uang juga masih dominan dengan pola hubungan antara berbagai aktivitas
ekonomi yang relatif stabil pula. Namun demikian, dengan semakin
berkembangnya perbankan dan pasar keuangan, semakin banyak pula produk
keuangan yang ditransaksikan dengan jenis transaksi keuangan yang semakin
bervariasi pula. Demikian pula pada perekonomian yang terbuka, perkembangan
ekonomi dan keuangan di suatu negara akan dipengaruhi pula oleh perkembangan
ekonomi dan keuangan di negara lain yang terjadi antara lain melalui perubahan
nilai tukar, volume ekspor dan impor, ataupun besarnya arus dana masuk dan
9 Taylor, J.B. (1995). The Monetary Transmission Mechanism: An Empirical Framework. Journal of Economic
Perspectives, 9. 10 Mishkin, F. (1995). The Economics of Money, Banking, and Financial Markets. 4th edition, New York: Harper Collins.
6
keluar dari negara yang bersangkutan. Pada kondisi demikian, peranan saluran
yang lain, seperti suku bunga, kredit, dan nilai tukar juga menjadi semakin
penting dalam transmisi kebijakan moneter. Peranan saluran harga aset lainnya,
seperti obligasi dan saham, dan saluran ekspektasi juga semakin perlu
diperhatikan.11
2.1.2. Saluran Transmisi Kebijakan Moneter
Kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter pada mulanya
mengacu pada peranan uang dalam perekonomian, yang pertama kali dijelaskan
oleh Quantity Theory of Money oleh Fisher di tahun 1911. Dalam perkembangan
lanjutan, dengan kemajuan di bidang keuangan dan perubahan dalam struktur
perekonomian, terdapat lima saluran mekanisme transmisi kebijakan moneter
(monetary policy transmission channels) yang sering dikemukakan dalam teori
ekonomi moneter.12
Secara jelas digambarkan oleh gambar berikut.
Sumber: Warjiyo, 2004
Gambar 2 Skema Saluran Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
2.1.2.1. Saluran Harga Aset
Sesuai dengan gambar 2 yang menjelaskan mengenai berbagai saluran
transmisi kebijakan moneter, saluran harga aset dibagi menjadi dua yaitu melalui
jalur nilai tukar (exchange rate) dan harga aset sendiri (equity-property prices).
Tetapi secara garis besar kedua saluran ini berbeda, berikut ini akan dijelaskan
mengenai perbedaan keduanya.
2.1.2.1.1. Saluran Nilai Tukar13
11 Warjiyo, Perry. op. cit., hal 6 12 Ibid. hal 14 13 Ibid. hal 21-22
7
Saluran nilai tukar (exchange rate channel) menekankan pentingnya
pengaruh perubahan harga aset finansial terhadap berbagai aktivitas ekonomi.
Pentingnya saluran nilai tukar dalam transmisi kebijakan moneter terletak pada
pengaruh aset finansial dalam bentuk valuta asing yang timbul dari kegiatan
ekonomi suatu negara dengan negara lain. Pengaruhnya tidak saja terjadi pada
perubahan nilai tukar tetapi juga pada besarnya aliran dana yang masuk dan keluar
suatu negara yang terjadi. Selanjutnya perkembangan nilai tukar dan aliran dana
luar negeri tersebut akan berpengaruh terhadap output riil dan inflasi negara yang
bersangkutan. Secara jelas, mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui
saluran nilai tukar dapat dilihat pada gambar berikut.
Sumber : Warjiyo, 2004
Gambar 3 Skema Jalur Nilai Tukar
Pada tahap awal, kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan
berpengaruh nilai tukar di pasar valuta asing. Pada tahap selanjutnya, pengaruh
nilai tukar terhadap inflasi dapat terjadi baik secara langsung (direct exchange
rate pass-through) maupun secara tidak langsung (indirect exchange rate pass-
through). Pengaruh secara langsung mempengaruhi pola pembentukan harga oleh
perusahaan dan ekspektasi inflasi di masyarakat. Sementara itu, pengaruh secara
tidak langsung mempengaruhi khususnya komponen ekspor dan impor dalam
permintaan agregat. Perkembangan ini akan berdampak pada besarnya output riil
dalam ekonomi yang pada akhirnya akan menentukan besarnya tekanan inflasi
dari sisi kesenjangan output.
2.1.2.1.2. Saluran Harga Aset14
Selain pengaruh melalui nilai tukar terhadap aset valuta asing, kebijakan
moneter juga berpengaruh terhadap perkembangan harga-harga aset lain, baik
harga aset finansial seperti yield obligasi dan harga saham, maupun harga aset
fisik khususnya harga properti dan emas. Transmisi ini terjadi karena penanaman
dana oleh para investor dalam portfolio investasinya tidak saja berupa simpanan di
bank dan instrumen investasi lainnya di pasar uang rupiah dan valuta asing, tetapi
juga dalam bentuk obligasi, saham, dan aset fisik. Dengan demikian, perubahan
tersebut akan berpengaruh pula terhadap volume dan harga obligasi, saham, dan
aset fisik tersebut. Secara jelas, mekanisme transmisi melalui saluran harga aset
dapat dilihat pada gambar berikut ini.
14 Ibid. hal 23-24
8
Sumber : Warjiyo, 2004
Gambar 4 Skema Jalur Harga Aset
Pengaruh kebijakan moneter terhadap perkembangan harga aset tersebut
selanjutnya akan berdampak pada berbagai aktivitas di sektor riil. Mekanisme
transmisi melalui saluran harga aset ini terjadi melalui pengaruhnya terhadap
permintaan konsumsi bagi para investor, baik karena perubahan kekayaan yang
dimiliki (wealth effect) maupun perubahan tingkat pendapatan yang dikonsumsi
(disposable income) yang timbul dari penerimaan hasil penanaman aset finansial
dan aset fisik tersebut (substitution and income effects). Selain itu, pengaruh harga
aset terhadap sektor riil juga terjadi pada permintaan investasi oleh perusahaan.
Hal ini disebabkan oleh perubahan harga aset tersebut, baik yield obligasi, return
saham dan harga aset properti, berpengaruh terhadap biaya modal yang harus
dikeluarkan dalam produksi dan investasi oleh perusahaan. Selanjutnya, pengaruh
harga aset pada konsumsi dan investasi tersebut akan mempengaruhi pula
permintaan agregat dan pada akhirnya akan menentukan tingkat output riil dan
inflasi dalam ekonomi.
Secara garis besar jalur ini dijelaskan oleh teori Tobin (Tobin’q Theory 1969)
dan teori (Modigliani Wealth Effects 1971). Teori Tobin menjelaskan bagaimana
kebijakan moneter mempengaruhi ekonomi melalui harga saham. Harga saham
ini menurut Mishkin15
dipengaruhi oleh mekanisme transmisi dalam 4 tipe. Tipe
pertama dalam kaitannya dengan investasi (stock market effects on investment)
Jika nilai q tinggi artinya bahwa nilai pasar saham meningkat relatif dibandingkan
dengan cost of capital investasi yang telah dilakukan perusahaan maka perusahaan
akan mendapatkan dana dengan menerbitkan saham baru sehingga mendorong
investasi. Prosesnya secara skematis dapat diterangkan sebagai berikut :
M↑ ⇒ Ps ↑ ⇒ q↑ ⇒ I↑ ⇒ Y↑
Kenaikan jumlah uang beredar akan meningkatkan harga saham. Kenaikan
harga saham ini akan meningkatkan nilai q yang didefinisikan Tobin sebagai nilai
pasar dari perusahaan dibagi dengan biaya memperoleh modal (replacement cost
of capital). Kenaikan nilai q ini berarti modal peralatan dan pabrik baru relatif
lebih murah dibanding nilai pasar perusahaan, sehingga perusahaan dapat
menerbitkan saham dengan harga yang lebih tinggi. Hasil penjualan saham yang
15 Mishkin,Frederic S. (December 2001). The Transmission Mechanism and the Role of Asset Prices in Monetary Policy.
NBER Working Paper No. 8617. hal 1-5
9
tinggi ini akan meningkatkan investasi perusahaan dan selanjutnya berdampak
positif terhadap sektor riil.16
Tipe selanjutnya terhadap neraca perusahaan, Kenaikan jumlah uang beredar
akan meningkatkan harga saham. Kenaikan harga saham ini akan meningkatkan
nilai NW (New Worth of Firms) atau penilaian perusahaan. Kenaikan nilai NW ini
akan berdampak pada berkurangnya pilihan kerugian (adverse selection) dan
moral hazard sehingga dapat menaikkan pinjaman atau lending (L). Hasil
penerimaan yang tinggi ini lantas berdampak pada peningkatan investasi
perusahaan dan selanjutnya berdampak positif terhadap sektor riil. Dapat
digambarkan sebagai berikut:
M↑ ⇒ Ps ↑ ⇒ NW↑ ⇒ L↑ ⇒ I↑ ⇒ Y↑
Yang ketiga pengaruh harga saham pada kekayaan rumah tangga melalui
liquidity effect. Ketika harga saham naik, harga aset finansial (FA) pun akan naik.
Lantas hal ini akan dibarengi dengan kenaikan konsumsi pengeluaran jangka
panjang (Cd) yang naik dikarenakan kondisi ini jauh lebih aman dan terhindar dari
kemungkinan terjadinya kesukaran finansial (likelihood financial distress / LFD).
Pengeluaran untuk perumahan residential pun akan naik sehingga akan berdampak positif terhadap sektor riil. Lebih jelas digambarkan sebagai berikut:
M↑ ⇒ Ps ↑ ⇒ FA↑ ⇒ LFD↓⇒ Cd↑, H↑ ⇒ I↑ ⇒ Y↑
Dan tipe terakhir adalah pengaruh harga saham terhadap kekayaan rumah
tangga melalui perubahan konsumsi. Hal ini berkaitan dengan teori Modigliani’s
life cycle yang menyatakan bahwa konsumsi dipengaruhi oleh sumber daya jangka
panjang konsumernya (lifetime resources consumer). Dan salah satu hal
terpentingnya adalah kekayaan finansial mereka sendiri. Kebijakan moneter
ekspansif akan menaikkan harga saham yang berpengaruh terhadap kenaikan
household wealth sehingga menaikkan sumber daya jangka panjang konsumer
pula. Kenaikan ini berakibat pada konsumsi yang naik dan berdampak positif
terhadap Y atau sektor riil. Bahkan ditemukan di USA mekanisme ini telah diuji,
tetapi penilaian household wealth masih kontroversi.17
Digambarkan seperti ini:
M↑ ⇒ Ps ↑ ⇒ W↑ ⇒ C↑ ⇒ Y↑
Selain mempengaruhi harga saham, jalur ini juga menjelaskan bahwa
kebijakan moneter dapat berpengaruh pada harga properti fisik, atau dijelaskan
oleh Mishkin dikaitkan dengan harga real estate18
yang dibagi menjadi 3 tipe.
Efek langsung terhadap pengeluaran perumahan, household wealth, dan bank
balance sheet. Tipe pertama dijelaskan dari kebijakan moneter ekspansif (suku
bunga rendah) berdampak pada rendahnya biaya pembiayaan perumahan sehingga
menaikkan harga. Harga naik berdampak pada keuntungan yang tinggi sehingga
housing expenditure semakin tinggi dan berdampak positif di sektor riil. Skema :
M↑ ⇒ Ph ↑ ⇒ H↑⇒ Y↑ Tipe berikutnya berbeda dalam pengaruh naiknya harga perumahan yang
berdampak pada kenaikan kekayaan rumah tangga, sehingga menaikkan
pengeluaran konsumsi dan sektor riil. Sedangkan tipe ketiga mengasumsikan
kenaikan harga berdampak pada modal bank, sehingga menurunkan likelihood
16 Usman,Ramli.(2010). Peranan Jalur Kredit Bank Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia. Tesis
S2. Tidak Diterbitkan. hal 18 17 Lettau, Martin, Ludvigson, Sydney and Charles Steindel. (2001). Monetary Policy Transmission
Through the Consumption-Wealth Channel. Dalam Mishkin (2001). hal 5 18 Ibid. hal 5-6
10
financial distress yang menaikkan pinjaman. Naiknya pinjaman berpengaruh pada
naiknya investasi dan sektor riil. Dua tipe tersebut digambarkan berikut ini:
M↑ ⇒ Ph ↑ ⇒ W↑ ⇒ C↑ ⇒ Y↑
M↑ ⇒ Ph ↑ ⇒ NWh↑ ⇒ L↑ ⇒ I↑ ⇒ Y↑
2.1.3. Pasar Modal Syariah
Pasar modal merupakan salah satu alternatif bagi masyarakat untuk
menginvestasikan hartanya. Pada tahapan ini, pasar modal tidak bertentangan
dengan syariat Islam, di mana Islam juga menganjurkan umatnya untuk
melakukan investasi. Anjuran untuk melakukan investasi tersebut salah satunya
dapat kita lihat dalam hadits berikut ini:19
“Perdagangkanlah harta anak yatim agar harta tersebut tidak habis dimakan
zakat” (HR. Malik dalam kitab al-Muwaththa‟)
Definisi pasar modal di Indonesia sesuai dengan Undang-undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan
dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang
berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan Efek. Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal
syariah dapat diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang
diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena
itu, pasar modal syariah bukanlah suatu sistem yang terpisah dari sistem pasar
modal secara keseluruhan. Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak
memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa
karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme
transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.20
Kriteria pemilihan saham syariah didasarkan kepada Peraturan Bapepam & LK
No. II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek syariah, pasal 1.b.7. Dalam
peraturan tersebut disebutkan bahwa Efek berupa saham, termasuk HMETD
syariah dan Waran syariah, yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik
yang tidak menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya
dilakukan berdasarkan prinsip syariah, sepanjang Emiten atau Perusahaan Publik
tersebut:21
A. Tidak melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf
b Peraturan Nomor IX.A.13 yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah
antara lain:
1. Perjudian dan permainan yang tergolong judi ;
2. Perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain :
a) perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa; dan
b) perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
3. Jasa keuangan ribawi, antara lain:
a) bank berbasis bunga; dan
b) perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
19 Al-Faizin, Abdul Wahid. (2010). Analisis Pengaruh Variabel Kebijakan Moneter terhadap Pergerakan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) dan Jakarta Islamic Index (JII). Skripsi S1. hl 15 20 Bapepam LK (2010). http://www.bapepam.go.id/syariah/introduction.html. Diakses terakhir pada 20 Februari 2012 21 BEI (2011). http://www.idx.co.id/Home/ProductAndServices/ShariaMarket/ShariaProducts/ tabid/157/language/id-
ID/Default.aspx. Diakses terakhir pada 20 Februari 2012
11
4. Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau
judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
5. Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan
antara lain:
a) barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi);
b) barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang
c) ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau
6. melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah)
B. Memenuhi rasio-rasio keuangan sebagai berikut:
1. Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak
lebih dari 82% (delapan puluh dua per seratus);
2. Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan
dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak
lebih dari 10% (sepuluh per seratus)
2.1.3.1. Jakarta Islamic Index22
JII pertama kali diluncurkan oleh BEI (pada saat itu masih bernama Bursa
Efek Jakarta) bekerjasama dengan PT Danareksa Investment Management pada
tanggal 3 Juli 2000. Meskipun demikian, agar dapat menghasilkan data historikal
yang lebih panjang, hari dasar yang digunakan untuk menghitung JII adalah
tanggal 2 Januari 1995 dengan angka indeks dasar sebesar 100. Metodologi
perhitungan JII sama dengan yang digunakan untuk menghitung IHSG yaitu
berdasarkan Market Value Weigthed Average Index dengan menggunakan formula
Laspeyres.
Saham syariah yang menjadi konstituen JII terdiri dari 30 saham yang
merupakan saham-saham syariah paling likuid dan memiliki kapitalisasi pasar
yang besar. BEI melakukan review JII setiap 6 bulan, yang disesuaikan dengan
periode penerbitan DES oleh Bapepam & LK. Setelah dilakukan penyeleksian
saham syariah oleh Bapepam & LK yang dituangkan ke dalam DES, BEI
melakukan proses seleksi lanjutan yang didasarkan kepada kinerja
perdagangannya.
Adapun proses seleksi JII berdasarkan kinerja perdagangan saham syariah
yang dilakukan oleh BEI adalah sebagai berikut:
1. Saham-saham yang dipilih adalah saham-saham syariah yang termasuk ke
dalam DES yang diterbitkan oleh Bapepam & LK
2. Dari saham-saham syariah tersebut kemudian dipilih 60 saham berdasarkan
urutan kapitalisasi terbesar selama 1 tahun terakhir
3. Dari 60 saham yang mempunyai kapitalisasi terbesar tersebut, kemudian dipilih
30 saham berdasarkan tingkat likuiditas yaitu urutan nilai transaksi terbesar di
pasar reguler selama 1 tahun terakhir
2.2. Penelitian Terdahulu
Idris dkk (2002)23
dalam papernya menyelidiki apakah saluran harga aset
bekerja di indonesia, kandungan informasi apa yang dimilikinya, dan peranan
22 BEI (2011). http://www.idx.co.id/Home/ProductAndServices/ShariaMarket/ShariaProducts/ tabid/157/language/id-
ID/Default.aspx. Diakses terakhir pada 20 Februari 2012 23 Idris,dkk. op cit. hal 245-246
12
harga aset dalam perumusan kebijakan moneter. Harga properti atau harga tanah
sebetulnya merupakan indikator yang lebih baik untuk mengkaji saluran harga
aset tersebut. Namun demikian, ketidaktersediaan data harga properti dan harga
tanah menyebabkan Idris dkk (2002) menggunakan harga saham dalam studinya.
Secara keseluruhan, studi ini menyimpulkan kurang kuatnya bukti yang
menunjukkan pentingnya harga saham dalam mentransmisikan kebijakan moneter
di Indonesia ke sektor riil. Meskipun kebijakan moneter dapat mempengaruhi
perkembangan harga saham dan besarnya portfolio aset finansial, pengaruh
selanjutnya terhadap inflasi tidak terlalu besar.
Dengan kata lain, perubahan harga belum mampu menunjukkan pengaruh
kekayaan (wealth effect) dalam ekonomi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
masih relatif kecilnya porsi saham dalam portfolio investasi dibandingkan dengan
alternatif penanaman lainnya khususnya dalam bentuk simpanan di bank maupun
dalam aset properti dan tanah. Hasil survei yang juga dilakukan dalam studi itu
menunjukkan bahwa porsi saham hanya sekitar 5% dari portfolio investasi. Oleh
karena itu, studi lebih lanjut mengenai transmisi moneter melalui saluran harga
aset ini masih diperlukan.
Raditya Sukmana dan Ascarya (2010)24
melakukan penelitian terhadap
peranan pasar modal Syariah terhadap pertumbuhan sektor riil di Indonesia
melalui balance sheet channel dengan menggunakan instrumen moneter Islam
(SBIS). Dengan menggunakan data Jakarta Islamic Index, SWBI /SBIS,
pembiayaan syariah, dan Industrial Production Index dari Januari 2004 hingga
Desember 2010 ditemukan bahwa pasar modal syariah tidak dapat menyalurkan
kebijakan moneter yang diwakili oleh SBIS kepada output atau sektor riil. Alasan
nyatanya adalah karena pasar modal syariah Indonesia merupakan salah satu
bagian dari pasar modal konvensional yang melalui screening process prinsip-
prinsip syariah. Dalam artian, pasar modal syariah adalah bagian pasar modal
konvensional, yang mana tidak terlepas juga dengan adanya praktek spekulasi.
Alwani dalam disertasinya25
mengangkat tema mengenai efektivitas
mekanisme transmisi moneter di negara asalnya Malaysia. Hasil menunjukkan
bahwa jalur harga aset memiliki pengaruh yang cukup kuat pada output, dan
menjadi yang terkuat pada rezim yang kedua, tetapi bila dibandingkan dengan
jalur kredit dan nilai tukar jalur harga aset tidak terlalu besar. Di mana kedua jalur
tersebut merupakan jalur yang paling efektif dalam mekanisme transmisi
kebijakan moneter di Malaysia.
Balazs Egert dan Ronald MacDonald dalam penelitiannya26
tentang
mekanisme transmisi moneter di Eropa Tengah dan Timur menyimpulkan bahwa
saluran harga aset memiliki pengaruh yang kecil dan mungkin akan tetap menjadi
saluran transmisi yang low profile.Saham dan pasar obligasi berpengaruh terhadap
keputusan investasi dan konsumsi karena efek kekayaan dan pendapata, namun
kenyataannya pasar ini didominasi oleh investor asing bukan oleh investor
domestik. Akibatnya, pergerakan harga di pasar ini hanya memiliki dampak yang
terbatas pada perekonomian melalui dua efek tersebut. Perubahan sistem
24 Sukmana, Raditya dan Ascarya. 2010. The Role of Islamic Stock Market In The Monetary Transmission Process In The
Indonesian Economy. Paper to be presented in 2nd INSANIAH‐IRTI International Conference LIFE (Langkawi Islamic
Finance and Economics), 13‐15 December, 2010. 25 Alwani, Shariman M.N. 2006. Evaluating the Effectiveness of the Monetary Transmission Mechanism in Malaysia.
Dissertation. Brandeis University. 26 Égert, Balázs and Ronald MacDonald. 2008. Monetary Transmission Mechanism in Central and Eastern Europe:
Surveying the Surveyable. OECD Economics Department Working Papers, No. 654, OECD Publishing.
13
pembayaran pensiun untuk sistem pensiun swasta (sebagian) dapat meningkatkan
peran pasar modal untuk menopang mereka agar dapat berinvestasi dalam saham
dan obligasi swasta. Meskipun pengaruh kebijakan moneter melalui pasar properti
tidak tampak sangat penting pada saat ini, saluran ini dapat tumbuh lebih kuat di
masa depan dengan pesatnya perkembangan perumahan terkait pinjaman.
Chi-Wei, Hsu-Ling, dan Meng-Nan dalam penelitiannya27
tentang model non-
linear hubungan antara pasar saham dan real estate di Eropa menyimpulkan bahwa
dalam jangka panjang, transmisi harga asimetris berlaku antara dua pasar, di atas
dan di bawah ambang batas. Temuan ini memberikan bukti baru yang mendukung
adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara pasar real estate dan pasar
saham dengan penyesuaian asimetris. Mereka merekomendasikan informasi ini
seharusnya tersedia di lembaga keuangan dan investor di negara-negara Eropa,
untuk membantu mereka dalam membangun portofolio investasi jangka panjang
di kedua pasar.
Guinigundo dalam penelitiannya mengenai mekanisme transmisi kebijakan
moneter28
menyimpulkan bahwa di Filipina, ketersediaan saluran kredit dan
saluran harga aset tetap terkait erat karena peran dominan dari sistem perbankan
dalam sistem keuangan Filipina. Liberalisasi pasar keuangan, ditambah dengan
NPL besar, yang merupakan sisa dari krisis keuangan Asia telah melemahkan
ketersediaan saluran kredit dan meluas pada saluran harga aset dari kebijakan
moneter. Sementara itu, saluran ekspektasi memiliki peran lebih penting di sini,
meningkatnya transparansi yang terkait dengan penargetan inflasi telah
meningkatkan kesadaran para pembuat kebijakan tentang pentingnya mengukur
ekspektasi inflasi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Abdullah Takim dalam penelitiannya29
yang mengevaluasi efektivitas
mekanisme transmisi kebijakan moneter di Turki menyimpulkan bahwa
perubahan kebijakan moneter melalui jalur harga aset memiliki pengaruh yang
negatif. Hal ini dikarenakan masih terbelakangnya pasar modal di sana, yang
hanya berlangsung kecuali untuk kebutuhan keuangan yang besar dari sektor
publik.
Untuk memudahkan, hasil di atas dapat disederhanakan menjadi berikut
No Nama Topik Hasil Penelitian
1 Idris, dkk Asset Price Channel of
Monetary Transmission
in Indonesia (2002)
Studi ini menyimpulkan kurang kuatnya bukti
yang menunjukkan pentingnya harga saham
dalam mentransmisikan kebijakan moneter di
Indonesia ke sektor riil. Meskipun kebijakan
moneter dapat mempengaruhi perkembangan
harga saham dan besarnya portfolio aset
finansial, pengaruh selanjutnya terhadap
inflasi tidak terlalu besar.
2 Raditya
Sukmana
dan Ascarya
The Role of Islamic
Stock Market In The
Monetary Transmission
Process In The
Indonesian Economy
Ditemukan bahwa pasar modal syariah tidak
dapat menyalurkan kebijakan moneter yang
diwakili oleh SBIS kepada output atau sektor
riil. Karena pasar modal syariah adalah bagian
pasar modal konvensional, yang mana tidak
27 SU, Chi-Wei, Hsu-Ling CHANG, dan Meng-Nan ZHU. 2011. A Non-Linear Model Of Causality Between The Stock And
Real Estate Markets Of European Countries. Romanian Journal of Economic Forecasting – 1/2011 28 Guinigundo, Diwa C. 2006. Transmission Mechanism Of Monetary Policy In The Philippines. BIS Papers No 35 29 Takim, Abdullah. 2011. Evaluation of Empirical Findings Measuring the Effectiveness of Monetary Transmission
Mechanism in Turkey. International Research Journal of Finance and Economics - Issue 61. Euro Journals Publishing,
Inc.
14
(2010) terlepas juga dengan adanya praktek
spekulasi.
3 Shariman
Alwani
Evaluating the
Effectiveness of the
Monetary Transmission
Mechanism in
Malaysia (2006)
Hasil menunjukkan bahwa jalur harga aset
memiliki pengaruh yang cukup kuat pada
output, dan menjadi yang terkuat pada rezim
yang kedua, tetapi bila dibandingkan dengan
jalur kredit dan nilai tukar jalur harga aset
tidak terlalu besar
4 Balazs Egert
dan Ronald
MacDonald
Monetary Transmission
Mechanism in Central
and Eastern Europe:
Surveying the
Surveyable (2008)
Di Eropa Tengah dan Timur saluran harga
aset memiliki pengaruh yang kecil dan
mungkin akan tetap menjadi saluran transmisi
yang low profile. Salah satu penyebabnya
adalah karena investasi didominasi oleh
investor asing bukan oleh investor domestik.
5 Chi-Wei,
Hsu-Ling,
dan Meng-
Nan
A Non-Linear Model
Of Causality Between
The Stock And Real
Estate Markets Of
European Countries
(2011)
Adanya hubungan keseimbangan jangka
panjang antara pasar real estate dan pasar
saham dengan penyesuaian asimetris. Dan
penting untuk membantu mereka dalam
membangun portofolio investasi jangka
panjang di kedua pasar.
6 Diwa C
Guinigundo
Transmission
Mechanism Of
Monetary Policy In
The Philippines (2006)
Ketersediaan saluran kredit dan saluran harga
aset tetap terkait erat karena peran dominan
dari sistem perbankan dalam sistem keuangan
Filipina. Sisa dari krisis keuangan Asia telah
melemahkan ketersediaan saluran kredit dan
meluas pada saluran harga aset dari kebijakan
moneter. Sedangkan saluran ekspektasi
memiliki peran lebih penting.
7 Abdullah
Takim
Evaluation of
Empirical Findings
Measuring the
Effectiveness of
Monetary Transmission
Mechanism in Turkey
(2011)
Perubahan kebijakan moneter melalui jalur
harga aset memiliki pengaruh yang negatif.
Hal ini dikarenakan masih terbelakangnya
pasar modal di Turki.
Tabel 1. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
2.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual yang kita ikuti dalam penelitian ini terdiri dari dua
model pendekatan, di mana asset prices akan berpengaruh terhadap kestabilan
harga dan output sesuai dua teori yaitu teori Tobin dan teori Modigliani. Teori
Tobin menjelaskan pendekatan sisi OUTPUT, sedangkan teori Modigliani
menjelaskan pendekatan sisi kesejahteraan untuk INFLASI.
Islamic Monetary
Instrument
ASSET PRICES
Tobin's Theory
Modigliani Theory
Investment
Consumption
Output
Inflation
15
BAB III
DATA DAN METODOLOGI
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data
sekunder dalam bentuk bulanan, terhitung mulai bulan Juni 2006 hingga bulan
Oktober 2011. Sumber data didapat dari Statistika Ekonomi dan Keuangan
Indonesia pada Bank Indonesia (SEKI-BI), Statistika Perbankan Syariah Bank
Indonesia (SPS-BI), Online Trading System eTrading Sekuritas dan Badan Pusat
Statistika (BPS).
3.2. Variabel dan Definisi Operasional
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini beserta definisi
operasionalnya adalah sebagai berikut:
a. SBIS = Policy Rate syariah yang merupakan tingkat bonus SWBI dan
tingkat fee SBIS (sejak April 2008) yang didapat dari SEKI BI.
b. PUAS = Policy Rate syariah yang merupakan tingkat bonus PUAS yang
didapat dari SEKI BI.
c. IINV = Pembiayaan Perbankan Syariah di sektor investasi Indonesia yang
didapatkan dari SPS BI
d. ICON = Pembiayaan Perbankan Syariah di sektor konsumsi Indonesia
yang didapatkan dari SPS BI
e. INF = Tingkat inflasi yang didapat dari SEKI BI.
f. JII = Kumpulan 30 saham syariah terliquid dari seluruh emiten yang telah
melewati proses seleksi yang didapat melalui Online Trading System
eTrading Sekuritas.
g. IPI = Tingkat pertumbuhan ekonomi yang di proksi ke indeks produksi
Indonesia, yang di dapat dari situs BPS.
3.3. Metode Analisis
Metode analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah Vector
Autoregression (VAR), Vector Error Correction Model (VECM), dan Granger
Causality (Kausalitas Granger) dalam mengolah beberapa data time series.
3.3.1. Vector AutoRegression (VAR)
Metode VAR mulai dikembangkan pada tahun 1980 oleh Sims. Dimana VAR
adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagi fungsi
linier dari konstanta dan nilai lag dari peubah itu sendiri sebagi nilai lag dari
peubah lain yang ada dalam sistem yang mengasumsikan bahwa semua variabel
yang terdapat dalam model bersifat endogen (ditentukan di dalam model). Oleh
karena itu, metode VAR disebut sebagai model yang a-teoritis (tidak berlandaskan
teori). Metode ini digunakan karena sering kita jumpai keadaan dimana teori
ekonomi saja ternyata tidak mampu menangkap (tidak cukup kaya menyediakan
spesifikasi) secara tepat dan lengkap hubungan dinamis antar variabel.30
30 Ascarya, 2009, Aplikasi Vector Autoregression Dan Vector Error Correction Model menggunakan EVIEWS 4.1, Tidak
dipublikasikan. Hal 2
16
Ascarya mendifinisikan VAR sebagai pendekatan non‐struktural (lawan dari
pendekatan struktural, seperti pada persamaan simultan) yang menggambarkan
hubungan yang saling menyebabkan (kausalistis) antar variabel dalam sistem.31
Menurut Achsani dalam Ascarya, model VAR dapat kita tulis secara
matematis sebagai berikut:
(1)
Di mana merupakan vector dari variabel endogen dengan dimensi (n x 1),
merupakan vektor dari variabel eksogen, termasuk konstanta (intersep) dan
trend, adalah koefisien matriks dengan dimensi (n x n), dan adalah vekor dari
residual. Dalam sistem bivariat sederhana, yt dipengaruhi oleh nilai zt periode
sebelumnya dan periode saat ini, smentara zt dipengaruhi oleh nilai yt periode
sebelumnya dan periode saat ini.32
3.3.2. Vector Error Correction Model (VECM)
VECM adalah bentuk Vector Autoregression yang terestriksi. Restriksi
tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner
namun terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi
kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Karena itulah VECM sering disebut
desain VAR bagi series nonstasioner yang memiliki hubungan kointegrasi.
Setelah diketahui adanya kointegrasi maka proses uji selanjutnya dilakukan
dengan menggunakan metode error correction. Jika ada perbedaan derajat
integrasi antarvariabel uji, pengujian dilakukan secara bersamaan (jointly) antara
persamaan jangka panjang dengan persamaan error correction, setelah diketahui
bahwa dalam variabel terjadi kointegrasi. Perbedaan derajat integrasi untuk
variabel yang terkointegrasi disebut Lee dan Granger) sebagai multicointegration.
Namun jika tidak ditemui fenomena kointegrasi, maka pengujian dilanjutkan
dengan menggunakan variabel first difference.
Dalam analisis VAR, data yang dipakai harus bersifat stasioner atau tidak
mengandung unit root pada level. Namun pada kenyataannya, data time series
pada umumnya tidak stasioner pada level, dan baru stasioner pada first difference.
Hal ini menyebabkan informasi jangka panjang menjadi hilang. Untuk
mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang tersebut, dapat digunakan
model VECM. Hal ini dilakukan bila terdapat minimal satu persamaan yang
terkointegrasi. Adapun model VECM dapat ditulis secara matematis sebagai
berikut (Ascarya: 2009):
(2)
Dimana dan merupakn fungsi dari Ai (lihat persamaan 1). Matrik dapat
dipecah menjadi dua matrik λ dan β dengan dimensi (n x r) = λβ, dimana λ
merupakan matriks penyesuaian, β merupakan vektor kointegrasi, dan t
merupakan rank kointegrasi.
3.3.3. Granger Causality (Kausalitas Granger)33
Studi kausalitas ditujukan untuk mengukur kekuatan hubungan antar
variabel dan menunjukkan arah hubungan sebab akibat XY (X menyebabkan
31 Ibid. hal 2 32 Ibid. hal 3 33Ascarya. (2010). Alur Transmisi Dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda Di Indonesia. Jakarta : Pusat Pendidikan dan
Studi Kebanksentralan Bank Indonesia. Hal 29
17
Y), Y- X (Y menyebabkan X) atau (X menyebabkan Y dan Y juga
menyebabkan X). Uji kausalitas granger jauh lebih bermakna dari uji korelasi
biasa. Dengan uji kausalitas granger dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut :
1. Apakah X mendahului Y, apakah Y mendahului X, atau hubungan X dan Y
timbal balik.
2. Suatu variabel X dikatakan menyebabkan variabel lain, Y, apabila Y saat ini
diprediksi lebih baik dengan menggunakan nilai-nilai masa lalu X.
3. Asumsi dengan uji ini adalah bahwa X dan Y dianggap sepasang data runtut
waktu yang memiliki kovarians linier yang stasioner.
3.4. Proses Analisis VAR/VECM34
Data dasar yang telah siap harus ditransformasikan terlebih dahulu dalam
bentuk logaritma natural (ln), kecuali untuk data yang sudah dalam bentuk persen
atau indeks. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang konsisten dan valid.
Adapun Uji yang pertama dilakukan adalah uji unit root, untuk mengetahui
apakah data stasioner atau masih mengandung tren. Jika data stasioner pada
levelnya, maka VAR dapat dilakukan pada level. VAR level dapat mengestimasi
hubungan jangka panjang antar variabel. Namun, jika data tidak stasioner pada
levelnya, maka data harus diturunkan pada tingkat pertama (first difference) yang
mencerminkan data selisih atau perubahan. Jika data stasioner pada turunan
pertama, maka data akan diuji untuk keberadaan kointegrasi antar variabel. Jika
tidak ada kointegrasi antar variabel, maka VAR hanya dapat dilakukan pada
turunan pertamanya. Akan tetapi dalam kondisi seperti ini VAR hanya dapat
mengestimasi hubungan jangka pendek antar variabel. Innovation accounting
tidak akan bermakna untuk hubungan jangka panjang antar variabel. Jika ada
kointegrasi antar variabel, maka VECM dapat dilakukan menggunakan data level
untuk mendapatkan hubungan jangka panjang antar variabel. VECM dapat
mengestimasi hubungan jangka pendek maupun jangka panjang antar variabel.
Innovation accounting untuk VAR level dan VECM akan bermakna untuk
hubungan jangka panjang.
Dalam melakukan analisisnya, VAR memiliki instrumen spesifik yang
memiliki fungsi spesifik dalam menjelaskan interaksi antarvariabel dalam model.
Instrumen itu meliputi Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error
Variance Decompisitions (FEVD), atau biasa disebut Variance Decompisitions
(VD). IRF merupakan aplikasi vector moving average yang bertujuan melihat
seberapa lama goncangan dari satu variabel berpengaruh terhadap variabel lain.
Sedangkan FEVD dalam VAR berfungsi untuk menganalisis seberapa besar
goncangan dari sebuah variable mempengaruhi variabel lain.
Secara sederhana proses analisis VAR/VECM dapat dilihat pada diagram
flow chart di bawah ini:
34 Ibid. hal 31-34
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Unit Root Test
Penelitian ini menggunakan dua model test uji stasioneritas yang sering
digunakan yaitu Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Phillips-Perron (PP) test.
Uji stasioneritas ini ditujukan untuk mengetahui apakah data stasioner pada
tingkat level atau masih mengandung trend. Dengan menggunakan taraf nyata
lima persen, jika nilai t-ADF dan t-PP lebih kecil dari nilai kritis McKinnon maka
dapat disimpulakan bahwa data yang digunakan adalah stasioner artinya tidak
mengandung akar unit. Hasil menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil variabel
yang stasioner di tingkat level, yaitu IINV dan IPI, sehingga uji akar unit
dilanjutkan pada tingkat pertama (first difference). Kemudian hasil
menggambarkan bahwa semua variabel stasioner pada tingkat ini. Dapat dilihat
pada tabel berikut.
ADF PP
level 1st dif level 1st dif
LNICON -0.11538 -11.1179 -1.03587 -10.6953
LNIINV -4.04946 -6.65142 -3.94562 -6.78341
LNJII -2.09639 -5.63245 -2.06586 -5.6607
LNIPI -5.54778 -12.107 -5.55809 -22.0179
RSBIS -2.14267 -8.3248 -2.30911 -8.37841
RPUAS -3.08113 -9.38411 -3.03213 -16.2989
LNIHK -1.75332 -4.80082 -1.26782 -4.144 Tabel 2 Uji Stasioneritas
4.1.2. Cointegration Test
Sebelumnya melanjutkan ke uji kointegrasi, untuk memudahkan analisis
dilakukan pengujian panjang lag optimal, hal ini sangat berguna untuk
menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Suatu sistem VAR
dikatakan stabil (stasioner) jika seluruh roots‐nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle.
35 Sesuai dengan kerangka
konseptual, maka pengujian stabilitas VAR dibagi dalam dua model, yaitu model
IHK (INFLASI) dan IPI (OUTPUT), didapatkan kisaran modulus 9 untuk kedua
model. Berikut hasil dari uji tersebut.
Model Kisaran Modulus Lag
IPI 0.354764 - 0.988641 9
IHK 0.046772 - 0.990788 9
Tabel 3 Uji Stabilitas VAR
35
Ibid. hal 36
20
Kemudian analisis penting yang harus dilakukan sebelum uji kointegrasi
adalah penentuan lag optimum, yang dalam penelitian ini menggunakan beberapa
informasi kriteria (criterion information) yang tersedia dalam aplikasi EVIEWS 6,
antara lain: Likehood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike
Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan-
Quinn Criterion (HQ). Dengan asumsi ingin memilih hasil lag optimum yang
stabil pada setiap kondisi pengukuran, pada tabel 4 diperlihatkan bahwa kriteria
informasi yang dipilih adalah Schwarz Information Criterion (SC). Melalui
informasi kriteria Schwarz Information Criterion (SC) diperoleh hasil lag
optimum untuk semua model terlatak pada lag satu (lag_1).
Lag Model IPI
LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -17.87562 NA 1.48E-06 0.762521 0.93705 0.830789
1 262.7121 505.0579* 2.95e-10* -7.757071* -6.709899* -7.347464*
2 281.1931 30.18563 3.73E-10 -7.539771 -5.619955 -6.788825
3 299.8522 27.3666 4.83E-10 -7.328406 -4.535946 -6.236121
4 322.2576 29.12709 5.75E-10 -7.241921 -3.576818 -5.808298
5 337.1046 16.82658 9.39E-10 -6.903487 -2.36574 -5.128525
Model IHK
0 -41.29186 NA 3.22E-06 1.543062 1.717591 1.61133
1 316.6138 644.2302 4.90E-11 -9.553794 -8.506622* -9.144187
2 361.8137 73.82652 2.54E-11 -10.22712 -8.307308 -9.476179*
3 385.7775 35.14689 2.75E-11 -10.19258 -7.400124 -9.1003
4 419.6687 44.05860* 2.24e-11* -10.48896* -6.823855 -9.055335
5 442.673 26.07147 2.78E-11 -10.42243 -5.884686 -8.647471 Tabel 4 Uji Lag Optimum
Setelah mendapatkan nilai lag optimum serta membuktikan VAR telah
stabil maka kita dapat melakukan uji berikutnya yaitu menentukan keberadaan
kointegrasi antar variabel. Bila tidak ada kointegrasi antar variabel maka artinya
variabel di atas tidak dapat digunakan untuk estimasi jangka panjang hanya untuk
jangka pendek. Tabel 5 menunjukkan bahwa kedua model memiliki kointegrasi
pada tarif nyata 5% yang artinya penelitian ini dapat diteruskan ke dalam
persamaan VECM untuk dapat diketahui pengaruh jangka pendek dan jangka
panjangnya.
Hypothesized No. of CE(s)
Model IPI
Eigenvalue Trace
Statistic 0.05 Critical
Value Prob.**
None *
At most 1 * 0.340014 59.58533 47.85613 0.0027
At most 2 * 0.276851 33.40656 29.79707 0.0184
At most 3 0.173497 12.98577 15.49471 0.1153
At most 4 0.015451 0.981004 3.841466 0.322
Model IHK
None * 0.410515 83.52183 69.81889 0.0027
At most 1 * 0.337281 50.22599 47.85613 0.0294
At most 2 0.227021 24.30751 29.79707 0.1878
At most 3 0.116962 8.084826 15.49471 0.4564
21
At most 4 0.003936 0.248448 3.841466 0.6182 Tabel 5 Uji Kointegrasi
4.1.3. Granger Causality
Hasil uji kausalitas untuk model IPI (OUTPUT) menunjukkan adanya
kesinambungan jalur imbal hasil dari margin acuan SBIS sampai ke OUTPUT. Di
mana SBIS mempengaruhi imbal bagi hasil PUAS serta JII. JII sendiri
mempengaruhi IINV dan IPI (OUTPUT). Hal ini sejalan dengan teori Tobin yang
menyatakan instrumen moneter akan mempengaruhi peningkatan harga aset yang
selanjutnya meningkatkan investasi perusahaan tersebut. Kenaikan investasi
tersebut akan menambah jumlah output dalam perekonomian negara.
Hal ini membuktikan bahwa JII yang dipengaruhi oleh SBIS dan PUAS
memberikan dorongan terhadap investasi yang kemudian menciptakan
pertumbuhan sektor riil atau output perekonomian Indonesia. Sehingga alur
transmisi moneter syariah melalui jalur harga aset syariah dapat dijelaskan melalui
model output ini.
Gambar 6 Uji Kausalitas Model IPI (diolah)
Sedangkan hasil uji kausalitas untuk model IHK (INFLASI) meskipun
menunjukkan adanya kesinambungan jalur imbal hasil dari margin acuan SBIS
sampai ke OUTPUT, tetapi ada jalur yang terputus di sisi ICON yang tidak
mempengaruhi IHK. Tetapi SBIS mempengaruhi imbal bagi hasil PUAS serta JII,
kemudian JII langsung mempengaruhi IHK tanpa melalui jalur ICON. Hal ini
bertentangan dengan teori Modigliani yang menyatakan instrumen moneter akan
mempengaruhi peningkatan harga aset yang selanjutnya meningkatkan tingkat
konsumsi masyarakat karena naiknya kesejahteraan. Kenaikan konsumsi tersebut
mempengaruhi tingkat harga dalam perekonomian negara.
Gambar 7 Uji Kausalitas Model IHK (diolah)
INFLASI
22
Hal ini membuktikan bahwa JII tidak mendorong konsumsi masyarakat,
melainkan langsung memberikan pengaruh terhadap inflasi. JII yang merupakan
pergerakan harga dari saham tentu secara tidak langsung berkaitan dengan harga
(inflasi) itu sendiri, hal ini yang penulis duga menjadi penyebab terputusnya alur
transmisi ini. Dapat diputuskan bahwa alur transmisi moneter syariah melalui
jalur harga aset syariah belum dapat dijelaskan melalui model inflasi ini.
4.1.4. VAR/Vector Error Correction Model
Dari hasil uji VECM seperti terlihat di tabel 6, menunjukkan bahwa kedua
model memiliki estimasi yang stabil untuk jangka panjang di mana nilai
kointegrasi dalam jangka pendek negatif dan signifikan. Analisis jangka pendek
dalam model IPI memperlihatkan bahwa variabel yang secara signifikan
mempengaruhi variabel IPI adalah variabel IINV dan SBIS. Variabel IINV dan
SBIS secara signifikan berpengaruh positif terhadap variabel IPI sebesar 0.446772
dan 0.014468. Hal ini dapat diartikan apabila IINV dan SBIS meningkat sebesar
1% akan menaikkan variabel IPI sebesar 0.446772 dan 0.014468.
Sedangkan untuk model IHK memperlihatkan bahwa variabel yang secara
signifikan mempengaruhi variabel IHK adalah variabel ICON saja. Variabel
ICON secara signifikan berpengaruh positif terhadap variabel IHK sebesar
0.032853 yang artinya apabila ICON meningkat sebesar 1% akan menaikkan
variabel IHK sebesar 0.032853. Dari analisis dapat dijelaskan bahwa dalam
periode jangka pendek JII sebagai proksi transmisi moneter syariah tidak
mempengaruhi secara signifikan terhadap pertumbuhan output maupun inflasi.
Namun untuk analisis jangka panjang ternyata terjadi perbedaan hasil, di
mana bagi kedua model hampir seluruh variabel mempengaruhi variabel tujuan.
Untuk model IPI hanya JII saja yang tidak berpengaruh signifikan, sedangkan
IINV, PUAS dan SBIS memiliki pengaruh signifikan. IINV dan PUAS memiliki
pengaruh negatif yang artinya setiap peningkatan 1% akan menurunkan variabel
IPI sebesar 0.13203 dan 0.02888. Sedangkan SBIS memiliki pengaruh positif
yang artinya setiap peningkatan 1% akan menaikkan variabel IPI sebesar
0.041163.
Kemudian untuk model IHK hanya ICON saja yang tidak berpengaruh
signifikan, sedangkan JII, PUAS dan SBIS memiliki pengaruh signifikan. JII dan
PUAS memiliki pengaruh negatif yang artinya setiap peningkatan 1% akan
menurunkan variabel IHK sebesar 0.52683 dan 0.24629. Sedangkan SBIS
memiliki pengaruh positif yang artinya setiap peningkatan 1% akan menaikkan
variabel IHK sebesar 0.113705. Sehingga dalam periode jangka panjang dapat
dijelaskan bahwa JII sebagai proksi transmisi moneter syariah tidak
mempengaruhi secara signifikan terhadap pertumbuhan output, serta memiliki
pengaruh negatif terhadap inflasi. MODEL IPI
Jangka Pendek Jangka Panjang
CointEq1 -0.355 -3.03376 LNIINV(-1) -0.13203 -8.32136
D(LNIPI(-1)) -0.29306 -2.35388 LNJII(-1) 0.016442 0.64974
D(LNIINV(-1)) 0.446772 3.2621 RPUAS(-1) -0.02888 -2.43045
D(LNJII(-1)) 0.028322 0.63959 RSBIS(-1) 0.041163 3.84883
D(RPUAS(-1)) -0.0085 -1.428
D(RSBIS(-1)) 0.014468 1.96103
MODEL IHK
23
CointEq1 -0.01311 -3.25925 LNICON(-1) -0.01874 -0.3398
D(LNIHK(-1)) 0.378145 3.28392 LNJII(-1) -0.52683 -4.14576
D(LNICON(-1)) 0.032853 2.94623 RPUAS(-1) -0.24629 -4.69394
D(LNJII(-1)) 0.001137 0.17799 RSBIS(-1) 0.113705 2.49253
D(RPUAS(-1)) -0.00085 -0.86197
D(RSBIS(-1)) 0.001728 1.59327 Tabel 6 Hasil Uji VECM
4.1.5. Impulse Response Function
Gambar 8 menunjukkan hasil IRF dari IPI terhadap guncangan dari
variabel lainnya. Guncangan JII dan IINV direspon positif oleh IPI dari awal
periode, yang pada akhirnya terus stabil dari periode 23. Lain halnya untuk SBIS
dan PUAS yang pada akhirnya direspon negatif, meskipun di awal periode
keduanya masih positif tetapi periode berikutnya menunjukkan respon yang
negatif. Hal ini mengindikasikan bahwasanya aktivitas JII dalam pasar modal
syariah memberikan kontribusi positif terhadap output atau sektor riil, tidak sama
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukmana dan Ascarya di tahun 2010
yang menyatakan tidak memberikan kontribusi positif.
Sedangkan PUAS dan SBIS yang memang tidak berhubungan secara
langsung dengan sektor riil terbukti direspon negatif oleh IPI, karena kebijakan
moneter membutuhkan lag (waktu) dalam mempengaruhi sektor riil. IINV yang
merupakan gambaran investasi, memang sudah seharusnya memiliki kontribusi
positif terhadap output.
-.012
-.008
-.004
.000
.004
.008
.012
.016
5 10 15 20 25 30 35 40 45
LNIINVLNJIIRPUASRSBIS
Response of LNIPI to CholeskyOne S.D. Innovations
Gambar 8 IRF dari Output
Sementara Gambar 9 menunjukkan hasil yang berbeda untuk IRF dari sisi
IHK. Seluruh variabel direspon positif oleh IHK yang pada akhirnya terus stabil
dari periode 15. Hal ini sesuai dengan keadaan sebenarnya di mana ICON sebagai
gambaran konsumsi masyarakat, serta SBIS dan PUAS sebagai instrumen
moneter pasti memiliki pengaruh terhadap inflasi, apalagi tujuan kebijakan
moneter Bank Indonesia memang diarahkan untuk menjaga kestabilan harga.
Sedangkan aktivitas JII dalam pasar modal syariah yang memberikan
kontribusi positif terhadap inflasi, membuktikan adanya keterkaitan unsur harga di
dalamnya. Dapat dijelaskan dengan gambaran bahwa kenaikan harga dalam JII
akan menciptakan ekspektasi terhadap peningkatan kinerja perusahaan yang lantas
mempengaruhi kestabilan harga.
24
.000
.001
.002
.003
.004
.005
.006
5 10 15 20 25 30 35 40 45
LNICON
LNJII
RPUAS
RSBIS
Response of LNIHK to CholeskyOne S.D. Innovations
Gambar 9 IRF dari Inflasi
4.1.6. Variance Decomposition
Hasil FEVD untuk model IPI menunjukkan bahwa variabel SBIS
merupakan penyumbang terbesar yang mempengaruhi variabel IPI dengan
persentase 47.68%, dilanjutkan oleh variabel IPI sendiri dengan 35.60%, IINV
sebesar 9.41%, JII sebesar 7.06% dan PUAS sebesar 0.26%. Hasil SBIS yang
dominan tetap sulit untuk dijelaskan, mengingat dalam uji kausalitas
menggambarkan SBIS tidak mempengaruhi IPI secara langsung.
FEVD yang menutupi kekurangan uji kausalitas dalam hal penggambaran
seberapa kuat hubungan antar variabel, membuktikan bahwa JII memberikan
dorongan terhadap sektor riil atau output walaupun masih kecil. Bahkan
digambarkan terjadi trend peningkatan dorongan oleh JII terhadap sektor riil dari
periode satu ke periode berikutnya.
Gambar 10 FEVD dari IPI
Sementara hasil FEVD untuk model IHK menunjukkan bahwa variabel
IHK sendiri merupakan penyumbang terbesar dengan persentase 67.75%,
dilanjutkan oleh variabel PUAS dengan 27.53%, ICON sebesar 2.83%, JII sebesar
1.46% dan PUAS sebesar 0.43%. Hasil PUAS yang dominan di tempat kedua
25
tetap sulit untuk dijelaskan, mengingat dalam uji kausalitas menggambarkan
PUAS tidak mempengaruhi IHK.
JII yang hanya memberikan pengaruh sebesar 1.46% menujukkan bahwa
JII hanya memberikan dorongan kecil terhadap inflasi. Hasil ini melengkapi hasil
uji sebelumnya yang menjelaskan bahwa JII memiliki kontribusi positif terhadap
inflasi dan terbukti bahwa kontribusi itu hanya dorongan kecil.
Gambar 11 FEVD dari Inflasi
4.2. Pembahasan
Setelah mendapatkan hasil dari beberapa uji di atas, penulis dapat
memberikan argumentasi bahwa alur transmisi moneter melalui jalur harga aset
syariah (yang diwakili oleh JII) melalui model output menunjukkan dorongan
positif pada sektor riil atau output meskipun masih kecil tertera dalam hasil FEVD
model output dorongannya mencapai kurang lebih sebesar 7%. Sedangkan melalui
model inflasi menunjukkan bahwa JII menyumbang dorongan kecil pada inflasi
kurang lebih sebesar 1.5%.
Alasan pertama mengapa JII dapat mendorong sektor riil dapat dijelaskan
melalui teori Tobin yang menyatakan melalui aktivitas di pasar modal, dalam
perekonomian akan terjadi peningkatan di sektor investasi, dari investasi inilah
yang akan mendorong terhadap pertumbuhan sektor riil atau output. Membuktikan
bahwa penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Idris dkk (2002) dan Alwani
(2006) yang menyimpulkan bahwa alur transmisi moneter melalui jalur harga aset
memiliki pengaruh yang kuat terhadap sektor riil atau output.
Alur transmisi moneter syariah melalui jalur harga aset syariah model
output juga telah kita dapatkan, berawal dari tingkat imbal bagi hasil SBIS yang
akan mempengaruhi tingkat bagi hasil PUAS kemudian mempengaruhi harga aset
syariah yang akhirnya menciptakan kenaikan jumlah investasi sehingga
mendorong pertumbuhan sektor riil atau output. Artinya ketika tingkat bagi hasil
instrumen moneter syariah dinaikkan, maka seharusnya masyarakat akan lebih
terdorong untuk berinvestasi ke aset syariah sehingga menciptakan pertumbuhan
pada sektor riil.
Sedangkan penyebab mengapa masih kecil dorongan JII terhadap output
sesuai dengan hasil penelitian Abdullah Takim (2011), diantaranya karena masih
26
minimnya aktivitas di pasar modal, terbukti di Indonesia jumlah investor baru
sekitar 360.000 investor dengan 200.000 adalah investor di aset saham sampai
akhir 2011 dari total jumlah penduduk sekitar 237 juta orang.36
Selain itu juga
bisa diduga karena investor yang mendominasi investasi di negeri ini adalah dari
investor luar negeri seperti yang dinyatakan oleh Egert (2008).
Sehingga dari gambaran masih kecilnya pengaruh pasar modal syariah
Indonesia terhadap pertumbuhan sektor riil, seharusnya pemerintah dapat lebih
mengefektifkan peran pasar modal syariah sebagai aktor utama dalam kebutuhan
likuiditas modal. Tanpa adanya modal yang mendukung, maka sektor riil pun
tidak dapat tumbuh dengan baik.
Lain halnya dengan hasil model inflasi yang tidak sesuai dengan teori
Modigliani, di mana aktivitas di pasar modal akan mempengaruhi kestabilan harga
melalui peningkatan jumlah konsumsi masyarakat. Hasil membuktikan JII secara
langsung berpengaruh dengan memberikan dorongan kecil terhadap inflasi, tanpa
melalui peningkatan sektor konsumsi. Sehingga untuk alur transmisi moneter
melalui jalur harga aset model inflasi masih belum dapat dijelaskan dengan benar.
Hasil dari model ini memberikan gambaran bahwa aktivitas di pasar modal
syariah juga tidak jauh dari aksi spekulasi-spekulasi para investornya sehingga
berpengaruh langsung terhadap kestabilan harga tanpa menciptakan peningkatan
konsumsi, hal ini selaras dengan alasan Sukmana dan Ascarya (2010) yang
menyatakan JII masih bagian dari pasar modal konvensional sehingga alur
transmisi model inflasi masih belum dapat kita temukan. Dan sudah sewajarnya
bila JII lantas berpengaruh terhadap inflasi bila aksi spekulan terus terjadi, dengan
motif mencari keuntungan sebesar-besarnya maka aktivitas di pasar modal malah
tidak akan menggerakkan sektor riil.
Diharapkan dengan keluarnya fatwa DSN yang mengatur mekanisme
perdagangan saham, para investor dapat menerapkan praktek ekonomi syariah
secara benar, tidak lantas mengakibatkan goncangan-goncangan yang berdampak
negatif terhadap kestabilan harga. Diharapkan dengan adanya aturan dan fatwa
yang ada, dapat menciptakan peran pasar modal syariah yang dapat menjaga
kestabilan harga.
Maka dari kumpulan uji di atas, menunjukkan masih minimnya peran
pasar modal syariah di Indonesia. Sehingga masih diperlukannya sosialisasi untuk
memperluas investor, masih dibutuhkannya aturan dan fatwa untuk mengatur
segala hal di dalamnya, dan segala atribut maupun sarana yang dapat menunjang
peningkatan peran pasar modal syariah dalam proses transmisi kebijakan moneter
khususnya, maupun perekonomian Indonesia secara umum. Serta peningkatan
peran itu tidak terlepas dari pencapaian Maqashid Syariah untuk kemaslahatan
umat secara mayoritas.
36 Kontan. (2011). Target kapitalisasi pasar bei senilai rp 3.000 triliun sudah tercapai. http://investasi.kontan.co.id
/news/target-kapitalisasi-pasar-bei-senilai-rp-3.000-triliun-sudah-tercapai-1. Diakses terakhir pada 20 Februari 2012
27
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian ini penulis dapat menyimpulkan beberapa poin penting
dalam realisasi peran pasar modal syariah di Indonesia:
a. Hasil uji kausalitas (Granger Causality) untuk model IPI (OUTPUT)
menunjukkan adanya kesinambungan jalur imbal hasil dari margin acuan SBIS
sampai ke OUTPUT. Sedangkan hasil uji kausalitas untuk model IHK
(INFLASI) meskipun menunjukkan adanya kesinambungan jalur imbal hasil
dari margin acuan SBIS sampai ke OUTPUT, tetapi terputus di sisi ICON yang
tidak mempengaruhi IHK. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mekanisme
transmisi moneter syariah melalui jalur harga aset syariah yang telah sesuai
dengan teori adalah model Output. Sedangkan model inflasi masih
meninggalkan tanda tanya besar, mengingat masih terputusnya salah satu jalur.
b. Peran pasar modal syariah Indonesia yang diwakili JII melalui model output
menunjukkan dorongan positif pada sektor riil atau output meskipun masih
kecil mencapai kurang lebih sebesar 7%. Sedangkan melalui model inflasi
menunjukkan bahwa JII menyumbang dorongan kecil pada inflasi kurang lebih
sebesar 1.5%.
c. Masih minimnya peran pasar modal syariah Indonesia dalam menunjang
pertumbuhan sektor riil dan kestabilan harga.Sehingga masih diperlukannya
sosialisasi untuk memperluas investor, masih dibutuhkannya aturan dan fatwa
untuk mengatur segala hal di dalamnya, dan segala atribut maupun sarana yang
dapat menunjang peningkatan peran pasar modal syariah dalam proses
transmisi kebijakan moneter khususnya, maupun perekonomian Indonesia
secara umum. Serta peningkatan peran itu tidak terlepas dari pencapaian
Maqashid Syariah untuk kemaslahatan umat secara mayoritas.
5.2. Rekomendasi
Dari penelitian ini penulis ingin memberikan rekomendasi beberapa poin
penting dalam realisasi peran pasar modal syariah di Indonesia:
a. Kepada Pemerintah agar dapat mengefektifkan sektor pasar modal syariah
untuk mendorong sektor riil serta menjaga kestabilan harga, bukan untuk
mencari keuntungan individual.
b. Kepada Akademisi agar dapat menyempurnakan kembali penelitian ini agar
dapat memberikan rekomendasi yang nyata guna perbaikan perekonomian
tanah air.
c. Kepada Seluruh Masyarakat agar benar-benar mempelajari ekonomi Islam dan
mengamalkan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam
berinvestasi di pasar modal.
28
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Juda, Rita Morena, Bambang Pramono, and Nugroho Joko Prastowo
(2002a) Bank Lending Channel of Monetary Transmission in Indonesia,
dalam Perry Warjiyo dan Juda Agung (editor). Transmission Mechanism
of Monetary Policy in Indonesia. Bank Indonesia: Jakarta, Juli 2002.
Agung, Juda, Rita Morena, Bambang Pramono, and Nugroho Joko Prastowo
(2002b) Monetary Policy and Firm Investment: Evidence for Balance
Sheet Channel in Indonesia, dalam Perry Warjiyo dan Juda Agung
(editor). Transmission Mechanism of Monetary Policy in Indonesia. Bank
Indonesia: Jakarta, Juli 2002.
Alwani, Shariman M.N. 2006. Evaluating the Effectiveness of the Monetary
Transmission Mechanism in Malaysia. Dissertation. Brandeis University.
Anglingkusumo, Reza (2002). Monetary Policy in Post Crises Indonesia: Some
Lessons Learned Bulletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Vol. 4.
Ascarya, 2009, Aplikasi Vector Autoregression Dan Vector Error Correction
Model menggunakan EVIEWS 4.1, Tidak dipublikasikan
______. (2010). Alur Transmisi Dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda Di
Indonesia. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank
Indonesia
Astiyah, Siti (2002). Demand for Money in Indonesia and Its Monetary
Implications Bank Indonesia: Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan
Moneter (tidak dipublikasikan).
Bank Indonesia. (Februari: 2011). Tinjauan Kebijakan Moneter Februari 2011.
Jakarta : Bank Indonesia.
Berita Detik Finance. (2011). 214 Saham Berkapitalisasi Rp 1.800 Triliun
Ramaikan Indeks Syariah. http://finance.detik.com/read/2011/05/03/
125027/1631210 /6/214-saham-berkapitalisa si-rp-1800-triliun-ramaikan-
indeks-syariah. Diakses terakhir pada 25 Juni 2011
Berita Kompas. (2011). Indeks Saham Syariah Diluncurkan. http://bisnis
keuangan.kompas.com/read/2011/05/12/10550925/Indeks.Saham.Syariah.
Diluncurkan. Diakses terakhir pada 25 Juni 2011
Berita Liputan 6. (Februari: 2011). Kenaikan BI Rate Dongkrak IHSG.
http://berita.liputan6.com /read/318981/kenaikan_bi_rate_dongkrak_ihsg.
Diakses terakhir pada 25 Juni 2011
Bernanke, B. and Blinder, A.S. (1992). The Federal Funds Rate And The Channel
Of Monetary Transmission. The American Economic Review September
1992. pp. 901-21.
Bursa Efek Indonesia. 2011. IDX Monthly Statistics, May 2011, Volume 20 No.
05. Diterbitkan oleh Research Division of IDX.
Égert, Balázs and Ronald MacDonald. 2008. Monetary Transmission Mechanism
in Central and Eastern Europe: Surveying the Surveyable. OECD
Economics Department Working Papers, No. 654, OECD Publishing.
Fisher, Irving (1911). The Purchasing Power of Money, 2nd edition, 1926,
reprinted by Augustus Kelley, New York, 1963
Guinigundo, Diwa C. 2006. Transmission Mechanism Of Monetary Policy In The
Philippines. BIS Papers No 35
29
Idris, dkk. (2002). Asset Price Channel of Monetary Transmission in Indonesia
dalam Buku Transmission Mechanism of Monetary Policy in Indonesia,
edited by Perry Warjiyo and Juda Agung. Jakarta : Pusat Pendidikan dan
Studi Kebanksentralan Bank Indonesia
Kontan. (2011). Target Kapitalisasi Pasar BEI Senilai Rp 3.000 Triliun Sudah
Tercapai. http://investasi.kontan.co.id /news/target-kapitalisasi-pasar-bei-
senilai-rp-3.000-triliun-sudah-tercapai-1. Diakses terakhir pada 20
Februari 2012
Kusmiarso, Bambang, dkk. (2002). Interest Rate Channel of Monetary
Transmission in Indonesia dalam Perry Warjiyo dan Juda Agung (editor).
Transmission Mechanism of Monetary Policy in Indonesia.Bank
Indonesia: Jakarta, Juli 2002.
Lettau, Martin, Ludvigson, Sydney and Charles Steindel. (2001). Monetary Policy
Transmission Through the Consumption-Wealth Channel. Dalam Mishkin
(2001).
Mishkin, F. (1995). The Economics of Money, Banking, and Financial Markets.
4th edition, New York: Harper Collins.
Mishkin,Frederic S. (December 2001). The Transmission Mechanism and the
Role of Asset Prices in Monetary Policy. NBER Working Paper No. 8617.
Siswanto, dkk. (2002). Exchange Rate Channel of Monetary Transmission in
Indonesia dalam Perry Warjiyo dan Juda Agung (editor). Transmission
Mechanism of Monetary Policy in Indonesia. Bank Indonesia: Jakarta, Juli
2002.
SU, Chi-Wei, Hsu-Ling CHANG, dan Meng-Nan ZHU. 2011. A Non-Linear
Model Of Causality Between The Stock And Real Estate Markets Of
European Countries. Romanian Journal of Economic Forecasting – 1/2011
Sukmana, Raditya dan Ascarya. 2010. The Role of Islamic Stock Market In The
Monetary Transmission Process In The Indonesian Economy. Paper to be
presented in 2nd INSANIAH‐IRTI International Conference LIFE
(Langkawi Islamic Finance and Economics), 13‐15 December, 2010.
Takim, Abdullah. 2011. Evaluation of Empirical Findings Measuring the
Effectiveness of Monetary Transmission Mechanism in Turkey.
International Research Journal of Finance and Economics - Issue 61. Euro
Journals Publishing, Inc.
Taylor, J.B. (1995). The Monetary Transmission Mechanism: An Empirical
Framework. Journal of Economic Perspectives, 9.
Usman,Ramli.(2010). Peranan Jalur Kredit Bank Dalam Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter Di Indonesia. Tesis S2. Tidak Diterbitkan.
Warjiyo, Perry dan Solikin. (Desember: 2003). Kebijakan Moneter di Indonesia:
Buku Seri Kebanksentralan No. 6. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan Bank Indonesia.
Warjiyo, Perry. (2004). Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia:
Buku Seri Kebanksentralan No. 11 . Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan Bank Indonesia.
Wuryandani, Gantiah, Abdul M. Ikram, and Tri Handayani (2001). Monetary
Policy Transmission through Inflation Expectation Channel dalam Perry
Warjiyo dan Juda Agung (editor). Transmission Mechanism of Monetary
Policy in Indonesia. Bank Indonesia: Jakarta, Juli 2002.