analisis efektivitas transmisi kebijakan moneter syariah
TRANSCRIPT
1
ANALISIS EFEKTIVITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER SYARIAH
TERHADAP PEMBIAYAAN BAGI HASIL PERBANKAN SYARIAH DI
INDONESIA PADA TAHUN 2007-2012
A. Pendahuluan
Pertumbuhan asset dan kinerja perbankan syariah mengalami peningkatan
pesat apabila dibandingkan dengan perbankan konvensional. Jika menggunakan
metode Compounded Annual Growth Rate (CAGR) asset perbankan syariah
sepanjang tahun 2000-2011 meningkat 54% yoy, sedangkan perbankan konvensional
11,21%; deposito perbankan syariah 45,13%, sedangkan konvensional 12,43% dan;
pembiayaan perbankan syariah 42,70%, konvensional 19,88%.1 Sepanjang tahun
2012, kinerja industri perbankan syariah nasional relatif cukup baik, dimana; (i)
fungsi intermediasi ada pada tingkat yang optimal (rata-rata FDR 2012 sebesar
96,5%); (ii) tingkat kecukupan modal (CAR) masih jauh di atas minimum 8% (rata-
rata CAR 2012 sebesar 15,5%); dan (iii) tingkat pembiayaan bermasalah (NPF) di
bawah 5% (rata-rata NPF 2012 sebesar 2,79%).2
Sedangkan proporsi pembiayaan perbankan syariah berdasarkan akad pada
Maret 2013 yakni: mudharabah 7.51%, musyarakah 19.16%, murabahah 60.48%,
salam 0%, istishna 0.26%, ijarah 5.19%, dan qard 7.40%.3 Data tersebut
mengindikasikan, pembiayaan perbankan syariah didominasi oleh pembiayaan
dengan skim jual-beli (murabahah, salam, dan istishna). Padahal kualitas perbankan
dalam menjalankan fungsi intermediasi diketahui dari kredit/pembiayaan yang
1Eka B. Danuwirana, “Indonesian Islamic Banking Dynamics: Profit Sharing, Competition,
and Stability”, presentasi disampaikan pada 4th Seminar on Islamic Deposit Insurance at State Islamic University of Sunan Kalijaga Yogyakarta, diselenggarakan oleh Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), 27 Nov 2012, slide.8
2 Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, “Outlook Perbankan Syariah Tahun 2013”, hlm. 26
3 Direktorat Perbankan Syariah, “Statistik Perbankan Syariah Maret 2013”, hlm. 18
2
disalurkan pada kegiatan produktif.4 Dalam hal ini yang dimaksud pembiayaan
produkfit adalah pembiayaan bagi-hasil (Profit and Loss Sharing Financing/ PLS
Financing)
Ada beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya pembiayaan bagi-hasil
(Profit Loss Sharing Financing/PLS Financing), yakni:5 a) lack of knowledge
(customer‐external); b) lack of commitment (authority‐external); c) existing value
system (unsupportive environment‐system); d) too much emphasis on business or
profit oriented (top management ‐ internal); and e) lack of support (authority ‐
external).
Dari penjelasan tersebut factor eksternal dari otoritas dan sistem berpengaruh
pada rendahnya pembiayaan dengan skim PLS. Faktor eksternal misalnya: a)
kurangnya komitmen otoritas untuk mempromosikan perbankan syariah sebagai bank
bagi-hasil; b) kurangnya support, baik itu pada penyediaan infrastrukur dan kebijakan
untuk mendorong pembiayaan PLS. Sementara itu sistem perbankan nasional yang
didominasi oleh perbankan konvensional berpengaruh terhadap kebijakan salah
satunya dalam kebijakan moneter.
Otoritas moneter Indonesia diamanahkan kepada Bank Indonesia.6 Tujuan
dari kebijakan moneter bank Indonesia yakni, kestabilan nilai rupiah antara lain
adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi.7
4 Renniwaty Siringoringo, “Karakteristik dan Fungsi Intermediasi Perbankan Di Indonesia”,
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 15, No.1, Juli 2012, hlm. 63
5 Ascarya, “The Persistence of Low Profit‐and‐Loss Sharing Financing in Islamic Banking: The Case of Indonesia”, Working Paper, Center for Central Banking Education and Studies, Bank Indonesia, 2011, hlm. 38
6 Sebagaimana yang tercantum pada Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Pasal 7 berbunyi “Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah” dan pasal 8 berbunyi “Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut: a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; c. mengatur dan mengawasi Bank. Disimpulkan bahwa otoritas moneter diamanahkan oleh Bank Indonesia.
7 Dikutip dari http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Tujuan+Kebijakan+Moneter/ pada tanggal 29 Oktober 2013
3
Maka dari itu tahun 2005 BI mulai menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui
Inflation Targeting Framework (ITF).8
Agar kebijakan moneter dapat mencapai tujuan inflasi, maka dibutuhkan
mekanisme jalur yang disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Pada
dasarnya mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah bagaimana menghubungkan
sector moneter dengan sector riil. Maka dari itu, mekanisme transmisi kebijakan
moneter selalu dikaitkan dengan dua pertanyaan. Pertama, apakah kebijakan moneter
dapat mempengaruhi ekonomi riil disamping pengaruhnya terhadap harga.9 Kedua,
apabila bila dapat mempengaruhi ekonomi rill melalui mekanisme transmisi apa
pengaruh kebijakan moneter terhadap ekonomi riil terjadi.10
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter semakin berkembang dan
kompleks. UU No. 23 1999 yang telah diubah dalam UU No.3 Tahun 2004
menyebutan bahwa Bank Indonesia diberi amanah sebagai otoritas moneter ganda
yang dapat menjalankan kebijakan moneter konvensional maupun syariah. selain itu
diterapkannya dual banking system maka kebijakan moneter yang ditempuh
menggunakan dual monetary policy yakni konvensional dan syariah (islam). Maka
dari itu isu mekanisme transmisi kebijakan moneter terutama syariah menjadi sangat
penting.
Salah satu penelitian yang pernah dilakukan oleh Rusydiana11 menyimpulkan
bahwa instrumen moneter konvensional dalam hal ini PUAB dan SBI berkontribusi
lebih besar terhadap pembiayaan perbankan syariah dibanding instrumen syariah
sendiri (PUAS dan SWBI yang hanya sebesar 11.2 persen). Dapat dipahami karena
saat itu pangsa industri perbankan syariah hanya 2% dibandingkan dengan perbankan
8 Ibid.
9Dini Hasanah, “Analisis Efektivitas Jalur Pembiayaan Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Dengan Metode VAR/VECM”, makalah ini disampaikan pada Forum Riset Perbankan Syariah, hlm. 2
10 Ibid.
11 Aam Slamet Rusydiana, “Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol.11, No.4, April 2009
4
secara umum.12 Namun penelitian oleh Ascarya13 menyimpulkan pentingnya peran
perbankan Syariah dalam transmisi kebijakan moneter ganda di Indonesia melalui
jalur pembiayaan perbankan, meskipun pangsa baru 2,6% di akhir tahun 2009.
Namun transmisi kebijakan moneter masih memiliki kelemahan. Hasil penting
lain penelitian Ascarya14 adalah masih lemahnya instrumen utama kebijakan moneter
Syariah Bank Indonesia yang menunjukkan bahwa SBIS baru mampu mempengaruhi
imbal hasil di Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS), namun belum efektif
mempengaruhi jalur pembiayaan perbankan Syariah dalam mencapai tujuan-tujuan
makro ekonomi. Hal ini juga didukung oleh peneliti lain bahwa dampak yang negatif
ini mencerminkan karakteristik SBIS menyerap dana yang tidak tersalurkan pada
sektor riil, sehingga kedua nilai ini akan kontra terhadap nilai IPI.15
Dari masalah rendahnya pembiayaan Profit and Loss Sharing yang
disebabkan oleh kurangnya support inflastruktur dan kebijakan dari BI serta dominasi
perbankan konvensional pada industry perbankan Indonesia. Maka dibutuhkan
dukungan dari otoritas moneter agar pembiayaan PLS dapat meningkat. Sehingga,
output barang dan jasa akan meningkat dan tercapainya kestabilan harga (inflasi).
Maka dari itu penelitian ini akan mengetahui efektivitas transmisi moneter syariah
Bank Indonesia dan menemukan model trasmisi yang sesuai untuk mengoptimalkan
fungsi intermediasi perbankan syariah melalui PLS Financing.
Dengan adanya teori dan penelitian sebelumnya, maka peneliti ingin meneliti
Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah terhadap
Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah tahun 2007-2012.
12 Ibid.
13 Ascarya, “Peran Perbankan Syariah dalam Transmisi Kebijakan Moneter Ganda”, Jurnal Ekonomi Islam Republika Iqtishadia, Agustus 2010, hlm. 5
14 ibid
15 Qurroh ‘Ayuniyyah dan Noer Azam Achsani, “Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional”, Jurnal Ekonomi Islam Republika Iqtishadia, Agustus 2010, hlm. 6
5
B. Rumusan Masalah
Perkembangan perbankan syariah yang pesat harus didukung dengan regulasi
yang tepat agar sesuai dengan tujuan ekonomi Islam yang pro sector rill. Hal ini
akan terwujud apabila transmisi moneter secara efektif dapat mendorong
perbankan menyalurkan kredit/pembiayaan ke masyarakat. Dengan mengingkatnya
kredit/pembiayaan yang disalurkan, diharapkan investasi akan meningkat sehingga
output barang dan jasa meningkat.
Mekanisme transmisi moneter ganda yang diterapkan di Indonesia sejak
tahun 1992 melegalkan penggunaan sistem moneter syariah dan konvensional secara
bersamaan. Hal ini berarti bahwa ada pengaruh dari instrumen moneter syariah
terhadap penyaluran dana dari perbankan ke masyarakat. Sebagai otoritas moneter,
Bank Indonesia harus menjaga stabilitas keuangan melalui transmisi kebijakan
moneter ganda yakni syariah dan konvensional. Sementara itu perkembangan
keuangan syariah didominasi oleh sector perbankan. Dengan demikian transmisi yang
paling sesuai melalui jalur pembiayaan oleh perbankan syariah. Efektivitas dari
mekanisme transmisi syariah akan berpengaruh terhadap pembiayaan perbankan
syariah. Secara rinci rumusan masalah sebagai berikut:
a) Apakah mekanisme transmisi kebijakan moneter syariah jalur pembiayaan yang
dilakukan oleh Bank Indonesia efektif mempengaruhi perekonomian pada periode
tahun 2007-2012
b) Apakah efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter syariah jalur
pembiayaan pengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil perbankan syariah pada
periode tahun 2007-2012.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi efektivitas transmisi kebijakan moneter syariah saluran
pembiayaan terhadap pengendalian inflasi;
6
b) Mengidentifikasi pengaruh transmisi kebijakan moneter syariah jalur pembiayaan
terhadap pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah tahun 2007-2012;
c) Memberi rekomendasi transmisi kebijakan moneter syariah yang tepat sehingga
dapat mengakselerasi pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah
7
D. Telaah Pustaka
No Peneliti Judul Penilian Variabel Penelitian Interpretasi Hasil 1. Natsir Analisis Empiris Efektivitas
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Melalui Jalur Suku Bunga (Interest Rate Channel) Periode 1990:2-2007:1
- Inflasi (INF) - Suku Bunga SBI (rSBI) - Suku bunga PUAB (rPUAB) - Suku Bunga Deposito
(rDEPO) - Output Gap (OG) - Suku Bunga Kredit (rKRDT)
- Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui Jalur Suku Bunga efektif mewujudkan sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia periode 1990:2-2007:1. Membutuhkan time lag sekitar 10 triwulan hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter.
2. Linda Sepriliana Efektivitas Instrumen Kebijakan Moneter Terhadap Pertumbugan Ekonomi di Indonesia
- Suku Bunga SBI (rSBI) - Jumlah Uang Beredar (M) - Suku Bunga Deposito
(rDEPO) - Suku Bunga Kredit (rKRE) - Investasi (INV) - Produk Domestik Bruto
(PDB)
- Dalam jangka pendek M berpengaruh (+) terhadap PDB, jangka panjang berpengaruh (-) terhadap PDB.
- Dalam jangka pendek rSBI berpengaruh (-) terhadap PDB, jangka panjang berpengaruh (+) terhadap PDB.
- rSBI lebih efektif dalam mempengaruhi PDB dengan kecepatan 3 kuartal, sedangkan M 4 kuartal.
3. Aam Slamet
Rusydiana Mekanisme Transmisi Syariah Pada Sistem Moneter Ganda Di Indonesia
LNFINCG LNIHK PUAB SBI SWBI PUAS
Kontribusi variabel terhadap LNFINCG - PUAB sebesar 12.7%, - SBI sebesar 10.4% - PUAS sebesar 6.6%, - SWBI sebesar 4.6% dan - LNIHK/inflasi sebesar 1.7% Dengan analisis IRF - Pola hubungan SWBI dengan LNFINCG (-). - Pola hubungan SBI dengan LNFINCG (+). Pola hubungan antara LNIHK dengan LNFINCG (-).
4. Dumadi Tri Restiyanto
Analisis Stabilitas dan Efektivitas Mekanisme Transmisi Lewat Jalur Jumlah
Variabel Dependen M1(Jumlah Uang Beredar
- i dan π tidak berpengaruh terhadap M1 - Kenaikan penawaran Kredit satu periode
sebelumnya, kenaikan inflasi dan penurunan
8
Uang Beredar Dan Kredit Di Indonesia
L (Kredit) Variabel Independen M1-1 (satu periode sebelum
JUB) L – 1(satu periode sebelum
Kredit) i (Suku Bunga SBI)
PDB ρ (Suku Bunga Kredit) π (inflasi)
suku bunga kredit mempengaruhi kenaikan Kredit di Indonesia
5 - Mas’Udi Faridatush Shafiyah
- Irfan Syauqi Beik
Pengaruh Instrumen Moneter Syariah terhadap Pembiayaan Investasi Bank Muamalat
INV (pembiayaan investasi BMI)
DPK (Dana Pihak Ketiga) SBIS (ujrah SBIS) PUAS (Pasar Uang Antar
Bank Syariah) PLS (rate return PLS) M (Margin Pembiayaan
Murabahah) NPF (non-Performing
Financing)
Ujrah SBIS memiliki hubungan (-) terhadap INV.
PUAS berkontribusi (-) signifikan terhadap INV.
DPK berkontribusi (+) signifikan terhadap INV. M berkontribusi (+) signifikan terhadap INV PLS berkontribusi (+) terhadap INV NPF dlm jangka panjang berkontribusi (+)
terhadap INV
6 Dini Hasanah Analisis Efektivitas Jalur Pembiayaan Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia dengan Metode VAR/VECM
rSBIS rPUAS LFIN LIPI INFLASI
Uji Kausalitas: rSBISrPUASLFINLIPIINFLASI
Uji IRF: - rSBISrPUAS (+) - rPUASLFIN (-) - LFINLIPI (+) - LIPIINFLASI (+) - Uji IRF: dibutuhkan waktu 4 bulan dari
perubahan rSBIS sampai INFLASI. Uji Variance Decomposition
- rSBIS mampu menjelaskan rPUAS, 32% - rPUAS mampu menjelaskan LFIN, 30% - LFIN mampu menjelaskan LIPI, 20%
9
- LIPI mampu menjelaskan INFLASI, 2,9% - LFIN berperan besar dalam transmisi
kebijakan moneter. 7 Ascarya Alur Transmisi dan Efektifitas
Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia
SBIt SBISt PUABt PUASt INTt PLSt LOANt FINCt IHKt IPI
Uji Granger Causality - Kenaikan SBI meningkatkan INT dan
menurunkan IPI. - kenaikan SBIS hanya meningkatkan PUAS.
Sedangkan peningkatan imbal hasil PLS meningkatkan FINC dan IPI.
- kenaikan SBI meningkatkan INT menurunkan LOAN dan meningkatkan IHK.
- kenaikan SBIS hanya meningkatkan imbal hasil PUAS. Sedangkan IHK menurunkan PLS dan meningkatkan FINC.
Impulse Response Function - LOAN, INT, PUAB, dan SBI menurunkan
output dan permanen. - FINC, PLS, PUAS, SBIS meningkatkan
output dan permanen - PUAB, LOAN, dan INT berpangaruh positif
terhadap IHK. - FINC, PLS, SBIS, PUAS berpengaruh
negative terhadap IHK Forecast Error Variance Decomposition
- SBI, PUAB, INT, LOAN berkontribusi (-) 31,29% terhadap output.
- SBIS, PUAS, PLS, FINC berkontribusi (+) terhadap output (1,62%)
- PUAB, INT, LOAN memberi pengaruh inflasi sebesar 46,53%, kecuali SBI dapat menahan inflasi sebesar 1,52%.
- FINC, PLS, PUAS, SBIS menahan inflasi sebesar 6,21%
10
E. Landasan Teori
Pembahasan awal tentang mekanisme transmisi moneter syariah tidak
lepas dari konsep uang, kebijakan monetr dan intermediasi lembaga keuangan.
Teori yang mendasari mekanisme transmisi moneter meliputi: teori permintaan
uang, model IS-LM, kebijakan moneter model IS-LM, Efektivitas Transmisi
Moneter Model IS-LM, Mekanisme Transmisi Moneter Bank Indonesia,
Mekanisme transmisi moneter syariah, dan fungsi intermediasi perbankan.
1. Teori Permintaan Uang
Terdapat tiga teori tentang permintaan uang yakni: Teori Klasik, Teori
Keynes, dan Teori Milton Friedman.
a Teori Klasik
Teori permintaan klasik tercermin dalam teori kuantitas uang dengan
formulasi sebagai berikut:16
MV = PT M : Jumlah uang tunai yang diminta V : Velocity of money P : Tingkat harga umum T : Volume barang yang ditransaksikan Bentuk persamaan tersebut diubah dalam bentuk lain, yaitu M = kY.
Persamaan tersebut menunjukan bahwa jumlah uang yang diminta sebesar
proporsi tertentu dari pendapatan.
Lebih lanjut menurut teori klasik permintaan uang tunai (Md)
dipengaruhi oleh tujuan transaksi (Mt) dan tujuan berjaga-jaga (Mj).17
Sehingga model persamaan dapat ditulis: Md = Mt + Mj. Secara grafis
digambarkan sebagai berikut:
16 Endang Setyowati, et.al., Ekonomi Makro: Pengantar, (Yogyakarta:Bagian Penerbitan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2004). hlm. 157
17 Ibid.
11
b Teori Permintaan Uang Keynes
Menurut Keynes terdapat tiga motif permintaan uang yakni: motif
transaksi (Mt), motif berjaga-jaga (Mj), dan motif spekulasi (Msp). Motif
bertransaksi ditentukan oleh pendapatan. Secara teori dan grafis sama dengan
teori klasik. Sedangkan motif spekulasi ditentukan oleh tingkat bunga. Secara
grafis motif spekulasi digambarkan sebagai berikut:
Pada grafis tersebut motif spekulasi ditentukan oleh suku bunga
lembaga keuangan. Semakin tinggi suku bunga, motif untuk berspekulasi
semakin rendah. Dengan kata lain jika suku bunga naik maka masyarakat akan
mengalihkan portofolio ke deposito dan obligasi. Sebaliknya jika suku bunga
turun maka masyarakat akan memilih berspekulasi di pasar saham. Hubungan
yang negatif ini disebabkan oleh opportunity cost of holding money.
c Teori Permintaan Uang Milton Friedman18
Milton Friedman mengembangkan suatu teori permintaan uang pada
artikelnya yang berjudul “The Quantity Theory of Money: A Restatement”.
Friedman secara sederhana mengatakan bahwa permintaan atas uang harus
dipengaruhi oleh factor yang sama mempengaruhi permintaan suatu asset
untuk uang.
18 Frederich Miskhin, “Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan”, alih bahasa
Lana Soelistianingsih dan Beta Yulianita G, cet. Ke-8, jilid ke-2, hlm. 201-206
12
Md/P = permintaan uang riil rm = perkiraan pengembalian atas uang Yp = pendapatan permanen (present value dari semua pendapatan masa mendatang)
re = perkiraan pengembalian atas saham
rb = perkiraan pengembalian atas obligasi π e = perkiraan laju inflasi Tanda dibawah persamaan menunjukan variabel endogen berpengaruh
positif (+) dan negatif (-) terhadap permintaan uang. Friedman menggunakan
Yp dari pada Y sebagai factor penentu dari Md/P dengan alasan bahwa
permintaan atas uang tidak berfruktuasi banyak dengan pergerakan siklus
usaha. Variabel rb-rm dan re-rm menunjukan perkiraan tingkat pengembalian
atas obligasi dan saham relatif terhadap uang. Ketika perkiraan tersebut
meningkat maka perkiraan tingkat pengembalian relatif atas uang turun, dan
permintaan atas uang turun. Variabel terakhir πe-rm menunjukan tingkat
pengembalian atas barang relatif terhadap uang. Variabel πe-rm berhubungan
negatif terhadap permintaan uang. Ketika πe-rm meningkat maka permintaan
atas uang menurun.
2. Model IS-LM
Model IS-LM pertama kali diperkenalkan oleh John R Hicks dan
Hansen ketika mendapatkan nobel ekonomi tahun 1972.19 IS-LM merupakan
singkatan dari Investment, Saving-Liquidity, Money. Kurva IS merupakan
keseimbangan pasar barang sedangkan LM merupakan keseimbangan pasar
uang. IS-LM berguna untuk memahami bagaimana kebijakan moneter
mempengaruhi kegiatan ekonomi dan berinteraksi dengan kebijakan fiskal.
Berikut ini merupakan derivasi kurva IS.
19 Deliarnov, “Perkembangan Pemikiran Ekonomi”, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm.
179
13
Gambar derivasi kurva IS20
Pada kurva diatas, kurva IS merupakan derivasi dari dua kurva, yakni
kurva investasi dan perpotongan Keynesian. Ketika suku bunga naik maka
investasi akan turun (pada kurva perpotongan keynessian). Sehingga akan
menurunkan fungsi pengeluaran ke bawah. Dengan demikian pendapatan Y1
akan turun ke Y2. Dari kombinasi kurva investasi dan perpotongan
keynessian terbentuklah kurva IS.
Setelah mengetahui terbentuknya kurva IS, akan dijelaskan
terbentuknya kurva LM. Kurva LM terdiri dari fungsi L (jumlah likuiditas
uang dalam perekonomian yang diedarkan bank sentral) dan M (jumlah uang
yang dipegang oleh masyarakat). Dalam notasi lain L = Ms dan M = Md.21
Dalam teori permintaan uang Keynes motif permintaan uang dipengaruhi
oleh pendapatan (Y) dan suku bunga (r). Ketika Y naik, maka Md naik,
sedangkan ketika r naik maka Md turun. Pada gambar dibawah ini
menjelaskan bahwa ketika suku bunga naik, permintaan uang untuk spekulasi
turun sedangkan permintaan uang untuk transaksi naik. Meningkatnya
permintaan uang untuk transaksi akan meningkatkan output.
20 N. Gregory Mankiw, Teori Makroekonomi, hlm.262
21 Ms merupakan money supply dan Md merupakan money demand
14
Dari penjelasan diatas, kurva LM menunjukan bahwa kenaikan suku
bunga, diikuti oleh kenaikan output. Derivasi kurva LM diatas dapat
disederhanakan menjadi seperti dibawah ini.
Gambar derivasi kurva LM22
Setelah menurunkan kurva IS-LM, kita menghasilkan suatu model
yang menentukan output agregat dan suku bunga. Pada perpotongan antara
kurva IS dan LM terdapat keseimbangan antara pasar barang (IS) dan pasar
uang (LM). Secara grafis dapat digambarkan sebagai berikut:
3. Kebijakan Moneter Model IS-LM
22 Ibid, hlm. 269
15
Faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kurva IS adalah 1)
perubahan pengeluaran konsumen otonom; 2) perubahan pengeluaran
investasi yang tidak terkait dengan suku bunga; 3) perubahan pengeluaran
pemerintah; 4) perubahan pajak; 5) perubahan ekspor bersih yang tidak terkait
dengan suku bunga.23 Faktor bunga bukan merupakan variabel endogen yang
mempengaruhi pergeseran kurva IS. Sehingga perubahan kurva IS tidak bisa
menjelaskan kebijakan moneter. Maka perubahan kurva LM yang akan
menjelaskan kebijakan moneter dalam mempengaruhi perekonomian.
Factor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kurva LM adalah: 1)
perubahan jumlah uang beredar; 2) perubahan permintaan uang otonom.
Peningkatan jumlah uang yang beredar menggeser kurva LM ke kanan,
sehingga suku bunga turun. Dengan penurunan suku bunga maka investasi dan
ekspor bersih naik. Sehingga permintaan agregat dan output meningkat.
Secara grafis dapat digambarkan sebagai berikut:
Faktor yang kedua adalah perubahan permintaan uang otonom. Perubahan
permintaan otonom dijelaskan dengan perubahan Mdsp (spekulasi) dan Mdtr
(transaksi). Ketika volatilitas harga asset keuangan meningkat maka risiko
meningkat. Dengan demikian masyarakat akan beralih untuk memegang uang,
sehingga permintaan uang untuk transaksi meningkat, sehingga suku bunga
meningkat.
23 Frederich Miskhin, op.cit, hlm. 246-247
16
4. Efektivitas Transmisi Moneter Model IS-LM
Efektivitas transmisi moneter digambarkan setahu mana kebijakan
moneter dalam mempengaruhi tingkat pendapatan dan variabel makro lainnya.
Terhadap dua pendapat tentang efektivitas transmisi moneter yakni: Natural
Rate Hypotesis dan Rational Expectation Hypothesis.24 Natural Rate Hypotesis
berpendapat bahwa kebijakan moneter hanya efektif pada jangka pendek dan
tidak efektif pada jangka panjang. Sementara itu Rational Expectation
Hypothesis berpendapat bahwa kebijakan moneter tidak efektif, baik jangka
pendek maupun panjang.25
Kebijakan moneter tidak bisa dipisahkan dengan kebijakan fiskal.
Efektivitas dari kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap perekonomian.
Berikut ini beberapa pendapat dari kaum klasik, keynessian dan monetaris
terhadap efektivitas kebijakan fiskal dan moneter:26
a Pandangan Kaum Klasik Terhadap Kebijakan Fiskal dan Moneter
Menurut kaum klasik permintaan uang bukan disebabkan oleh motif
spekulasi yang dipengaruhi oleh tingkat bunga, sehingga kurva LM lurus
vertikal. Selain itu kebijakan fiskal tidak akan mempengaruhi pendapatan.
Hal tersebut terjadi karena adanya crowding out27 investasi. Berikut ini grafik
jika digambarkan dengan kurva IS-LM.
24 Aulia Pohan, “Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia”,
(Jakarta: PT RajawaliGrafindo Persada, 2008), hlm. 61
25 Ibid. hlm 62
26 Noor Cholis Madjid, “Analisis Efektivitas antara Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter dengan Pendekatan Model IS-LM (Studi Kasus Indonesia Tahun 1970 - 2005)”, Tesis Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, dipublikasikan oleh Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2007, hlm. 40-44
27 Suatu kondisi dimana Kenaikan pendapatan nasional yang tidak menimbulkan kenaikan terhadap pendapatan nasional. Hal ini karena pengeluaran pemerintah (G) akan meningkatkan suku bunga, sehingga investasi swasta akan turun.
17
b Pandangan Kaum Keynessian Terhadap Kebijakan Fiskal dan Moneter
Menurut keynessian, perubahan suku bunga mempengaruhi
permintaan uang spekuasi dan berdampak pada permintaan keseluruhan.
Sehingga kurva Md akan elastis (landau) dan kurva LM juga akan elastis.
Selain itu investasi swasta ditentukan oleh faktor-faktor: suku bunga, tingkat
pengembalian modal, kemajuan teknologi dan ramalan mengenai ekonomi
masa datang dan tingkat pendapatan nasional. Oleh karena investasi
bergantung kepada banyak faktor maka kurva MEI (Marjinal Efficiency of
Invesment) yang menggambarkan keinginan untuk investasi pada berbagai
tingkat suku bunga adalah tidak elastis atau curam. Secara grafis
digambarkan sebagai berikut:
Kurva IS curam sedangkan kurva LM landai maka kebijakan moneter
lebih efektif dari pada kebijakan fiskal karena pertambahan pendapatan
nasional cukup besar dan kenaikan suku bunga relatif kecil.
c Pandangan Kaum Moneteris Terhadap Kebijakan Fiskal dan Moneter
Kaum moneteris berpendapat bahwa permintaan uang untuk spekulasi
tidak penting, sehingga permintaan uang tidak sensitif terhadap suku bunga.
Dengan pendapat tersebut maka permintaan uang tidak elastis dan bentuk
kurva LM curam. Selain itu kaum moneteris berpendapat suku bunga
18
merupakan penentu utama tingkat investasi yang akan dilakukan oleh pihak
swasta. Dengan demikian pengeluaran ini sangat sensitif terhadap perubahan
suku bunga dan sifat ini secara grafis digambarkan kurva MEI yang landai,
karena kurva MEI landai maka kurva IS juga landai. Dapat disimpulkan
bahwa kebijakan moneter lebih efektif terhadap kebijakan moneter. Berikut
ini penjelasan grafisnya:
5. Konsep Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah
untuk mempengaruhi perekonomian secara makro melalui penentuan jumlah
uang beredar (JUB).28 Otoritas yang berwenang dalam menentukan jumlah uang
beredar adalah bank sentral. Pada dasarnya Bank Sentral mempunyai tugas
untuk memelihara supaya system moneter itu bekerja secara efisien sehingga
dapat menjamin tercapai tingkat pertumbuhan kredit/uang beredar sesuai dengan
yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tanpa mengalami
inflasi.29
Ada 6 (enam) tujuan mengapa bank sentral melakukan kebijakan
moneter, yakni: (1) kesempatan kerja tinggi, (2) pertumbuhan ekonomi, (3)
stabilisasi harga, (4) stabilitas suku bunga, (5) stabilisasi pasar keuangan, dan (6)
stabilisasi pasar valas.30 Agar dapat mencapai tujuan tersebut, Bank sentral dapat
menggunakan berbagai alur atau yang sering disebut sebagai transmisi.
kebijakan moneter.
28Imamudin Yuliadi, “Ekonomi Moneter”, Edisi pertama, (Jakarta: PT INDEKS, 2008), hlm. 113
29Nopirin, “Ekonomi Moneter 1”, edisi ke-7, (Yogyakarta: BPFE, 2000), hal 37
30Frederic S. Mishkin, “The Economics of Money, Banking, and Financial markets”, 7th ed, The Addison Wesley series in economics, hlm. 411
19
Secara umum, transmisi kebijakan moneter adalah the channels through
which the money supply affects economic activity.31 Dari pengertian tersebut
dapat dipahami bahwa transmisi kebijakan moneter merupakan saluran
kebijakan moneter yang mana penawaran uang dapat mempengaruhi aktivitas
perekonomian. Bank Sentral dapat menggunakan beberapa transmisi yakni:
Mekanisme Transmisi Alur Suku Bunga, Mekanisme Transmisi Alur Harga
Aset, dan Mekanisme Transmisi Alur Kredit.32
Karena kepelikannya, dalam teori ekonomi moneter, mekanisme
transmisi kebijakan moneter kerap disebut dengan “black box”. Alasannya
adalah karena transmisi moneter ini banyak dipengaruhi oleh tiga factor berikut:
(1) perubahan perilaku bank sentral, perbankan dan para pelaku ekonomi dalam
berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya; (2) lamanya jeda waktu (time lag)
sejak tindakan otoritas moneter hingga sasaran akhir tercapai; dan (3) terjadinya
perubahan pada saluran-saluran transmisi moneter itu sendiri sesuai dengan
perkembangan ekonomi negara yang bersangkutan.33
6. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Bank Indonesia
Bank Indonesia menggunakan lima jalur transmisi yakni: Mekanisme
transmisi jalur Suku Bunga (Deposito, Kredit), Kredit yang disalurkan, Harga
Asset (Saham, Obligasi), Nilai Tukar dan Ekspektasi Inflasi. Berikut ini bagan
transmisi kebijakan moneter Bank Indonesia yang digunakan saat ini:34
31 Ibid.
32 Jonni Manurung, Adler Haymans Manurung, “Ekonomi Keuangan & Kebijakan Moneter”, (Jakarta:Salemba, 2009), hlm.286
33 Aulia Pohan, “Kerangka Kebijakan Moneter & Implementasinya di Indonesia”, (Jakarta: PT Rajawali Grafindo Persada, 2008), hlm.13
34 Dikutip dari www.bi.go.id diakses tanggal 30 Mei 2013
20
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank
Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai
sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework).35 Oleh
karena itu, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan
moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter dengan tujuan utama
menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.36 Pada bagan
diatas menunjukan bahwa dalam menjaga sasaran inflasi yang ditetapkan
pemerintah, Bank Indonesia menetapkan suku bunga (BI rate). Sebuah
mekanisme dibutuhkan agar sasaran kebijakan moneter dapat tercapai dengan
baik. Mekanisme tersebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter.37
a) Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Suku Bunga
Kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan berpengaruh
terhadap perkembangan berbagai suku bunga di sector keuangan dan
selanjutnya akan berpengaruh pada tingkat inflasi dan output riil.38 Pada bagan
diatas menunjukan bahwa penetapan saluran suku bunga lebih menekankan
pentingnya aspek harga di pasar keuangan terhadap berbagai aktivitas ekonomi
di sektor riil. Kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan berpengaruh
terhadap suku bunga di sektor keuangan. Selanjutnya suku bunga akan
mempengaruhi konsumsi dan investasi masyarakat. Perubahan dari pola
konsumsi dan investasi akan mempengaruhi output rill dan inflasi.
b) Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit
Transmisi moneter Jalur Kredit terdiri atas mekanisme transmisi alur
pinjaman bank, alur neraca, alur tingkat harga terantisipasi, dan alur
35 Dikutip dari http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/ diakses tanggal 30 Mei 2013
36 Dikutip dari http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Tujuan+Kebijakan+Moneter/ diakses
tanggal 30 Mei 2013
37 Dikutip dari http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Transmisi+Kebijakan+Moneter/ diakses tanggal 30 Mei 2013
38 Aulia Pohan, op cit., hlm. 13
21
likuiditas rumah tangga.39 Berikut ini penjelasan singkat tentang alur
transmisi kredit.
a. Transmisi Alur Pinjaman Bank (Bank Lending Channel)
Mekanisme transmisi alur pinjaman bank didasarkan pada peranan
khusus sistem perbankan dan sistem keuangan. Sistem perbankan dan sistem
keuangan yang sehat tercermin dengan fungsi intermediasi yang baik.
Karena salah satu tantangan bagi efektivitas kebijakan moneter adalah
fungsi intermediasi perbankan.40 Transmisi Alur Pinjaman Bank akan
berjalan dengan efektif bila fungsi intermediasi perbankan yang dilihat pada
rasio LDR/FDR. Secara teknis ekspansi akan meningkatkan deposito (d) dan
kredit perbankan (I), sehingga investasi (i) dan output aggregate (y) naik.
Implikasi penting mekanisme transmisi alur pinjaman bank adalah
ekspansi moneter mempunyai pengaruh lebih besar terhadap kinerja bisnis
skala kecil, karena pembiayaan bisnis skala kecil sangat bergantung pada
kredit.41 Oleh karena itu mekanisme transmisi alur pinjaman bank harus
memperhatikan alokasi kredit pada perbankan. Jika kredit yang alokasikan
didominasi pada bisnis skala besar, maka kemungkinan mekanisme alur
pinjaman kurang signifikan untuk mendorong aktivitas ekonomi dan bisnis.
b. Mekanisme Transmisi Alur Neraca (Balance Sheet Channel)
Secara teknis, ekspansi moneter akan meningkatkan nilai perusahaan
dan investasi , akan diikuti menurunnya adveser selection dan moral
hazard, sehingga kredit perbankan meningkat, dan mendorong investasi dan
output perusahaan.
c. Transmisi Alur Arus Kas (Cash Flow Channel)
Ekspansi moneter menurunkan suku bunga nominal. Selanjutnya
akan memperbaiki neraca perusahaan karena manaikkan arus kas. Dengan
adanya kenaikan arus kas, adverse selection dan moral hazard turun,
39 Jonni Manurung, Adler Haymans Manurung, op.cit., hlm. 281
40 Siti Yuli Rahmawati, “Analisis Fungsi Pelaksanaan Fungsi Intermediasi Perbankan Pasca Krisis (Studi Kasus pada Bank Umum)”, skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, 2005, hlm.7
41 Ibid. hlm. 282
22
sehingga pemberian pinjaman naik. Dengan demikian investasi dan output
meningkat.
d. Transmisi Alur Tingkat Harga Terantisipasi (Unanticipated Price
Level Channel)
Ekspansi moneter akan menaikan tingkat harga yang tidak
terantisipasi. Selanjutnya kekayaan riil bersih naik. Dengan adanya
kekayaan riil bersih, maka adverse selection dan moral hazard menurun,
sehingga pinjaman naik. Dengan demikian investasi dan output meningkat.
e. Alur Likuiditas Rumah Tangga (Household Liquidity Effect)
Ketika terjadi ekspansi moneter harga saham naik, diikuti oleh harga
asset keuangan. Maka kemungkinan finansial distress menurun. Dengan
adanya perbaikan pada neraca rumah tangga maka konsumsi pada property
meningkat. Selanjutnya akan meningkatkan output.
c) Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Harga Asset
Perubahan suku bunga dan nilai tukar akan berpengaruh pada
volume transaksi dan harga obligasi, saham dan aset fisik tersebut.
Selanjutnya, perubahan harga aset dimaksud pada gilirannya akan
berdampak pada berbagai aktivitas di sektor riil, seperti permintaan terhadap
konsumsi baik karena perubahan kekayaan yang dimiliki maupun karena
perubahan tingkat pendapatan yang dikonsumsi akibat perubahan hasil
penanaman aset finansial dan fisik.
Transmisi kebijakan moneter jalur harga asset kurang mempunyai
pengaruh dalam menentukan inflasi di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
masih relatif kecilnya porsi saham dalam portofolio investasi dibandingkan
dengan simpanan di bank maupun dalam asset property dan tanah.42
d) Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Nilai Tukar
Pada tahap awal, operasi moneter oleh bank sentral akan
mempengaruhi terhadap perkembangan nilai tukar. Tahap berikutnya,
42 Veithzal Rivai, et al., “Bank and Financial Institution Management”, Edisi ke-1,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.188
23
perubahan nilai tukar berpengaruh perkembangan harga-harga barang di
dalam negeri
e) Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Ekspektasi Inflasi
Ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga pada gilirannya
akan mendorong kenaikan tingkat suku bunga. Jika suku bunga meningkat
lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga, secara riil rate of return
atas aset finansial menurun dan penurunan tersebut akan mendorong orang
mengalihkan kekayaannya dari bentuk asset finansial ke bentuk aset riil.
Jika dalam setiap tranmisi kebijakan moneter tahap awal melalui pasar
keuangan, maka seharusnya transmisi moneter yang paling tepat digunakan di
Indonesia adalah saluran kredit. Hal cukup beralasan karena perbankan
menguasai industry keuangan di Indonesia dengan komposisi asset 75,8 %
terhadap perbankan nasional.43 Selain itu penelitian yang dilakukan oleh
Lukman Hakim dan Nopirin44 mempertimbangkan jalur kredit digunakan
sebagai jalur utama pada mekanisme transmisi kebijakan moneter. Kebijakan
moneter yang ketat akan memperburuk arus kas bank dan memperburuk
kualitas kredit sehingga menurunkan modal bank.45 Apabila modal bank
sangat terbatas, maka penurunan modal ini akan menurunkan penyaluran
kredit.46 Ketika kredit menurun maka akan berpangaruh pada output dan inflasi
7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah di Indonesia
Berdasarkan UU Bank Indonesia No.23 tahun 1999, Bank Indonesia
diberi amanah sebagai otoritas moneter ganda yang dapat menjalankan
43 Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Grup Stabilitas Sistem Keuangan,
“Kajian Stabilitas Sistem Keuangan”, Bank Indonesia, No.20, Maret 2013, hlm.27
44 Lukman Hakim dan Nopirin, “Perbandingan Peranan Jalur Kredit Dan Jalur Tingkat Suku Bunga Pada Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter 1990-1999”, Jurnal Sosiohumanika, Program Pascasarjana UGM, 14(1), 2001, hlm. 23
45 Juda Agung, “Mengintegrasikan Kebijakan Moneter dan Makroprudensial: Menuju Paradigma Baru Kebijakan Moneter di Indonesia Pasca Krisis Global”, WP/07/2010, Bank Indonesia, hlm. 6
46 ibid.
24
kebijakan moneter konvensional maupun syariah. Berikut ini gambaran umum
transmisi kebijakan moneter ganda di Indonesia:47
Dari gambar tersebut menunjukan bahwa baik transmisi kebijakan
moneter konvensional maupun syariah mempunyai yakni pertumbuhan ekonomi
dan kestabilan harga. Namun instrument yang digunakan mempunyai perbedaan
yakni konvensional menggunakan bunga, sedangkan islam menggunakan Profit
Loss Sharing/perniagaan.
Berikut dasar penerapan sistem moneter ganda.48
Konsep Islam menerapkan transaksi perniagaan dan bagi hasil melarang
segala bentuk riba, gharar, dan maysir. Sedangkan konvensional menerapkan
transaksi berbasis bunga dan membolehkan adanya spekulasi. Asset yang
menganggur konsep Islam akan mengenakan zakat jika tercapai nisab dan haul.
Sedangkan konvensional tidak ada aturan pada asset yang menganggur.
Keberadaan sistem bagi hasil menimbulkan kemungkinan perpindahan
konsumen peminjam dari sistem bunga ke bagi hasil. Mekanisme substitusi
tersebut membuat terjadinya lack di kebijakan moneter Indonesia.
Kemungkinan yang lain, hal tersebut dapat mereduksi efek negatif daripada
pengurangan pinjaman di sector konvensional (sektor tingkat bunga). Reduksi
tersebut timbul sebagai akibat dari mekanisme pinjaman syariah yang membuat
47 Dikutip dari persentasi oleh Ascarya, “Islamic Monetary Policy to Support Economic
Development thrugh IFIs”, 2nd Bank Indonesia International Seminar On Islamic Finance,Bandung 7-8 May 2012, slide. 12
48 ibid
25
keseimbangan antara pertumbuhan di sektor moneter dan sektor riil sehingga
penambahan proporsi pinjaman syariah pada perekonomian dapat menekan
inflasi.49
Instrumen kebijakan moneter ganda juga tidak terbatas hanya
menggunakan suku bunga saja, tetapi dapat pula menggunakan bagi hasil atau
margin. Pada sistem moneter ganda, interest rate pass through lebih tepat
disebut policy rate pass-through, dimana policy rate untuk konvensional
menggunakan suku bunga, sedangkan policy rate untuk syariah dapat
menggunakan bagi hasil atau margin.50 Seperti yang dicontohkan pada grafik
dibawah ini.51
Kebijakan moneter ganda di Indonesia menggunakan instrumen
kebijakan moneter ganda, yaitu SBI dan SBI Syariah yang masih merujuk
kepada tingkat suku bunga SBI. Tingkat suku bunga SBI dan tingkat fee SBIS
berperan sebagai policy rate. Policy rate ini akan mempengaruhi pendanaan
dan pembiayaan perbankan melalui pasar uang antarbank konvensional dan
syariah yang akan mempengaruhi biaya dana perbankan dalam menyalurkan
kredit atau pembiayaannya. Ekspansi kredit dan pembiayaan akan
menghasilkan output dan mempengaruhi tingkat inflasi.
49
Erwin Hardianto, “Mekanisme Transmisi Syariah Di Indonesia”, hlm 3
50 Ascarya, “Alur Transmisi Dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda Di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 14, No.3, Januari 2012, hlm. 299
51 ibid
26
8. Fungsi Intermediasi Perbankan
Bank merupakan bagian dari lembaga keuangan yang memiliki peran
penting terhadap perekonomian. Peran tersebut yakni: lembaga intermediasi
keuangan, jasa lalu lintas pembayaran, dan sebagai sarana pelaksanaan
kebijakan moneter.52 Fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi
keuangan yang menghimpun dana dari pihak surplus untuk diberikan kepada
pihak deficit. Fungsi dan peranan intermediasi keuangan yaitu: (1) function as
broker, (2) function as asset transformers, (3) roleas delegated monitor, (4)
role as information producer.53
Selain itu dalam transmisi moneter jalur kredit perbankan, fungsi
intermediasi keuangan berperan penting untuk mempengaruhi perekonomian
riil. Melalui instrumen moneter, Bank Indonesia akan mempengaruhi
likuiditas perekonomian dan atau suku bunga perbankan yang kemudian akan
mempengaruhi jumlah kredit perbankan dan pada akhirnya akan
mempengaruhi jumlah investasi dan kegiatan perekonomian secara
keseluruhan.54 Dengan demikian dalam proses transmisi dibutuhkan fungsi
intermediasi perbankan.
Fungsi intermediasi dipengaruhi oleh penghimpunan dana deposan
dan penyaluran dana debitur. Penghimpunan dana deposan dipengaruhi oleh
tingkat keuntungan. Sedangkan penyaluran dana debitur banyak dipengaruhi
oleh risiko kredit. Pada risiko kredit disebut moral hazard yang terdiri dari
adverse selection dan asymmetric information. Adanya moral hazard akan
mempengaruhi fungsi intermediasi perbankan. Ketika moral hazard pada
pasar kredit turun, maka kredit akan meningkat. Demikian pula sebaliknya
ketika moral hazard meningkat.
Jika membandingkan fungsi intermediasi perbankan syariah dan
konvensional, maka bank syariah lebih optimal. Hal ini dibuktikan dengan
52 Veithzal Rivai, et al., op.cit., hlm. 109
53 Renniwaty Siringoringo, “Karakteristik dan Fungsi Intermediasi Perbankan Di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 15, No. 1, Juli 2012, hlm. 65
54 Veithzal Rivai, et.al., op.cit., hlm. 109
27
FDR Perbankan syariah lebih besar LDR perbankan konvensional. Tingginya
FDR perbankan syariah disebabkan karakteristik perbankan syariah yang pro
sektor rill.
Pembiayaan syariah terdiri dari pembiayaan Jual-Beli dan pembiayaan
Bagi-Hasil. Pembiayaan jual-beli digunakan untuk kegiatan konsumtif.
Sedangkan pembiayaan bagi hasil di gunakan untuk produktif. Fungsi
intermediasi perbankan akan optimal apabila proporsi pembiayaan produktif
lebih banyak.
F. Kerangka Penelitian
Penelitian ini akan mengetahui efektivitas transmisi kebijakan
moneter syariah dalam mempengaruhi output, dan inflasi berikut ini kerangka
penelitiannya.
Dalam penelitian ini akan mengetahui bagaimana pengaruh transmisi
kebijakan moneter terhadap pembiayaan dengan skim bagi-hasil (PLS).
Proporsi pembiayaan PLS dipengaruhi oleh pembiayaan jual-beli. Dengan
mempertimbangkan hal tersebut, maka kerangka penelitian adalah sebagai
berikut.
G. Pengembangan Hipotesis
Pada dasarnya kebijakan moneter diharapkan akan mempengaruhi
sector rill. Pengaruh tersebut dapat dilakukan dengan mempengaruhi sector
28
moneter dan kemudian akan berpengaruh terhadap sector riil. Salah satu
indicator kebijakan moneter yang efektive adalah tercapainya pertumbuhan
ekonomi, dan stabilitas harga.
Melalui tranmisi kebijakan moneter syariah jalur pembiayaan, Bank
Indonesia akan berinteraksi dengan Perbankan syariah di Pasar Keuangan
sehingga akan mempengaruhi pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah
ke masyarakat. Sehingga akan mempengaruhi output rill dan inflasi. Dari
pembahasan tersebut maka peneliti menyusun hipotesis sebagai berikut:
Ha1: Transmisi Kebijakan Moneter Syariah Jalur Pembiayaan Bank
Indonesia Efektive dalam Mempengaruhi Output dan Inflasi Tahun 2007-
2012.
Dalam menjalankan operasionalnya Perbankan syariah harus sesuai
dengan konsep ekonomi islam yang melarang bunga sebagai instrument
operasional. Alternative yang diperbolehkan adalah Prinsip Profit and Loss
Sharing/ Trade. Dengan demikian Bank Indonesia tidak boleh menggunakan
konsep bunga pada transmisi kebijakan moneter syariah.
Suatu perekonomian akan tumbuh apabila fungsi Intermediasi
perbankan dapat berjalan optimal. Data menunjukan pembiayaan perbankan
syariah hanya terkonsentrasi pada pembiayaan jual-beli yang cenderung
untuk konsumtif. Sedangkan pembiayaan bagi-hasil masih rendah. Padahal
pembiayaan bagi hasil merupakan pembiayaan modal kerja yang dapat
merepresentasikan sector riil. Fakta tersebut menjadi tugas bagi Bank
Indonesia (BI) agar perbankan syariah dapat menyalurkan pembiayaannya
pada modal kerja. Mekanisme transmisi moneter jalur pembiayaan,
diharapkan dapat meningkatkan pembiayaan modal kerja sehingga dapat
tercapainya tujuan makro ekonomi. Dari pembahasan tersebut peneliti
menyusun hipotesis sebagai berikut:
Ha2: Efektivitas Transmisi Kebijakan Moneter Syariah Jalur Pembiayaan
berpengaruh terhadap Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah
periode Januari 2009-2012.
29
H. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa time
series bulanan periode Januari 2007 sampai Desember 2012. Sumber data
di dapat dari Statistik Ekonomi dan Perbankan Indonesia, Statistik
Perbankan Indonesia (SPI), Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia
(SPSBI), dan Biro Pusat Statistik
2. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a) Pembiayaan PLS (PLS) adalah pembiayaan dengan skim bagi-hasil
yang disalurkan oleh perbankan syariah kepada masyarakat. Pada
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah periode bulan Januari
2007 sampai Desember 2012.
b) Pembiayaan Konsumsi adalah pembiayaan dengan skim jual-beli
dengan akad murabahah, salam, dan Istishna yang disalurkan oleh
perbankan syariah. Pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
periode Januari 2007 sampai Desember 2012
c) Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana nasabah baik itu giro, tabungan,
dan deposito yang ditempatkan di perbankan syariah pada periode
Januari 2007-Desember 2012. Variabel yang digunakan adalah rate of
return deposito berjangka 1 bulan Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah
d) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), surat berharga dalam mata
uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berjangka waktu
pendek berdasarkan prinsip syariah.55 Penelitian ini menggunakan data
Ujrah SBIS periode bulan Januari 2007 sampai Desember 2012.
e) PUAS (Pasar Uang Antarbank Syariah) merupakan pasar uang antar
bank syariah. Penelitian ini menggunakan rata-rata imbalan Sertifikat
55Dewan Syariah Nasional, “Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 64/DSN-MUI/XII/2007
tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju’alah ( SBIS Ju’alah )”, hlm.5
30
Investasi Mudharabah Antarbank sebagai benchmark dari equivalent
rate PUAS pada tahun 2007-2012
f) Industrial Production Indeks(IPI) merupakan proksi pertumbuhan
ekonomi atau output (GDP). Data IPI pada periode bulan Januari 2007
sampai Desember 2012
g) Inflation (INF) adalah data inflasi bulanan pada periode Januari 2007
sampai Desember 2012.
3. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Vector Autoregressive (VAR). Alasan
menggunakan analisis VAR adalah transmisi moneter belum memiliki
struktur yang pasti. Selain itu transmisi merupakan sesuatu yang kompleks
untuk dijelaskan secara teori dan saling keterkaitan. Ahli ekonometrika
telah mengembangkan sebuah model yang bisa membantu menyelesaikan
persoalan diatas.56
i. Vector Autoregresisve (VAR)
VAR adalah model yang a-priori terhadap teori ekonomi
namun sangat berguna dalam menentukan tingkat eksogenitas suatu
variabel ekonomi dalam sebuah sistem ekonomi dimana terjadi saling
ketergantungan antar variabel dalam ekonomi. Model VAR secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
tt
k
itit XZAZ B
11
Dengan:
Zt : vektor dari variabel–variabel endogen sebanyak m
Xt : vektor dari variabel–variabel eksogen sebanyak d
termasuk di dalamnya konstanta (intercept)
A1,..., A dan B : matriks –matriks koefisien yang akan diestimasi
ɛt : vektor dari residual–residual yang secara kontemporer
berkorelasi tetapi tidak berkorelasi dengan nilai–nilai lag mereka
56 Agus Widarjono, “Ekonometrika: Pengantar dan Aplikasinya”, (Yogyakarta: UUP
STIM YKPN, 2013), hlm.331
31
sendiri dan juga tidak berkorelasi dengan seluruh variabel yang ada
dalam sisi kanan persamaan di atas.
Model Persamaan VAR/VECM pada penelitian ini adalah
ii. Vector Error Correction Model (VECM)
Vector Error Correction Model dilakukan jika terdapat
variable yang tidak stasioner pada first different. VECM adalah
bentuk VAR yang terekstriksi. Dengan menggunakan metode VECM
maka akan didapatkan dampak jangka panjang dan jangka pendek.
Selain itu pendugaan dengan VECM digunakan untuk melihat tingkat
perubahan tertentu dengan analisis Impulse Respond Function dan
Variance Decomposition. Berikut adalah tahapan yang dilakukan
dalam penggunaan metode VAR dan VECM, secara lebih ringkas
digambarkan dalam gambar dibawah ini:57
57 Ascarya, “Aplikasi Vector Autoregression dan Vector Error Correction Model
menggunakan EVIEWS 4.1”, hlm. 4
32
iii. Uji Stasioneritas Data
Tahap pertama yang dilakukan dalam mengolah data time
series adalah dengan menguji stasioneritas atau unit root test. Data
yang stasioner akan mempunyai kecenderungan mendekati nilai rata-
rata dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya atau memiliki ragam
yang konstan. Jika data stasioner maka metode yang dipilih adalah
metode VAR dan jika data tidak stasioner maka menggunakan metode
VECM.
iv. Pemilihan Lag Optimum
Dalam VAR penentuan lag optimal sangat penting karena
penentuan lag optimal berguna untuk menghilangkan masalah
autokorelasi dalam sebuah sistem VAR. Penentuan lag optimal juga
berguna untuk menunjukkan berapa lama reaksi suatu variabel
terhadap variabel lainnya.
v. Uji Kointegrasi
Jika data stasioner pada first different maka perlu dilakukan
pengujian untuk melihat terjadinya kointegrasi. Uji kointegrasi
bertujuan untuk melihat keseimbangan jangka panjang dan
memastikan adanya hubungan jangka panjang antar variabel.
Hubungan jangka panjang antara variabel–variabel yang meski secara
individual tidak stasioner tetapi kombinasi linier antara variabel
tersebut dapat menjadi stasioner. Adanya kointegrasi dalam sebuah
sistem persamaan menandakan bahwa dalam terdapat error correction
model yang menggambarkan adanya dinamisasi dalam jangka pendek
secara konsisten dengan hubungan jangka panjangnya.
vi. Uji Stabilitas
Stabilitas dalam sistem VAR perlu diperhatikan dalam
penentuan lag. Stabilitas VAR dapat dilihat dari nilai inverse roots
karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil
apabila seluruh roots pada tabel AR roots-nya memiliki modulus lebih
kecil dari satu (1) dan semuanya terletak di dalam unit circle.
33
vii. Impulse Respond Function (IRF) dan Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD)
Impulse Respond Funtion adalah suatu metode yang digunakan
untuk melihat respon suatu variabel akibat adanya guncangan atau
shock pada suatu variabel endogen. Metode ini juga menunjukan arah
hubungan dan besarnya pengaruh suatu variabel endogen terhadap
berbagai variabel endogen lainnya yang ada dalam suatu sistem
dinamis VAR.
Forecast Error Variance Decomposition adalah metode yang
digunakan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel
yang ditunjukan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh
variabel- variabel lainnya. Analisis ini digunakan untuk menghitung
seberapa besar pengaruh acak guncangan dari variabel tertentu
terhadap variable endogen. Dengan metode ini kita dapat melihat
kekuatan dan kelebihan masing-masing variabel dalam
mempengaruhi variabel lain dalam kurun waktu yang panjang.
34
DAFTAR PUSTAKA
Agung. Juda. 2010. Mengintegrasikan Kebijakan Moneter dan Makroprudensial:
Menuju Paradigma Baru Kebijakan Moneter di Indonesia Pasca Krisis
Global, Working Paper, Bank Indonesia
Ascarya, Aplikasi Vector Autoregression dan Vector Error Correction Model
menggunakan EVIEWS 4.1
Ascarya. 2010. Peran Perbankan Syariah dalam Transmisi Kebijakan Moneter
Ganda, Jurnal Ekonomi Islam Republika Iqtishadia.
Ascarya. 2011. The Persistence of Low Profit‐and‐Loss Sharing Financing in Islamic Banking: The Case of Indonesia. Working Paper, Center for Central Banking Education and Studies, Bank Indonesia.
Ascarya. 2012. Alur Transmisi Dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda Di
Indonesia, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 14, No.3.
Ascarya. 2012. Islamic Monetary Policy to Support Economic Development
thrugh IFIs, 2nd Bank Indonesia International Seminar On Islamic
Finance,Bandung.
Cholis Madjid, Noor. 2007. Analisis Efektivitas antara Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter dengan Pendekatan Model IS-LM (Studi Kasus Indonesia Tahun 1970 - 2005). Tesis Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, dipublikasikan oleh Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Danuwirana, Eka B. 2012. Indonesian Islamic Banking Dynamics: Profit Sharing,
Competition, and Stability, 4th Seminar on Islamic Deposit Insurance at
State Islamic University of Sunan Kalijaga Yogyakarta,.
Deliarnov. 2010. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Rajawali Press.
Dewan Syariah Nasional. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 64/DSN-MUI/XII/2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju’alah ( SBIS Ju’alah ).
Dewan Syariah Nasional.2007.Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 64/DSN-
MUI/XII/2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju’alah (SBIS
Ju’alah ).
35
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia.2013. Outlook Perbankan Syariah
Tahun 2013.
Direktorat Perbankan Syariah. 2013. Statistik Perbankan Syariah Maret 2013
Frederic S. Mishkin, “The Economics of Money, Banking, and Financial markets”, 7th ed, The Addison Wesley series in economics, hlm. 411
Gregory Mankiw. Macroeconomic. http://www.worthpublishers.com/mankiw/
Hakim, Lukman, dkk. 2001. Perbandingan Peranan Jalur Kredit Dan Jalur
Tingkat Suku Bunga Pada Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
1990-1999, Jurnal Sosiohumanika
Hasanah, Dini. 2009. Analisis Efektivitas Jalur Pembiayaan Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Dengan Metode VAR/VECM”, Forum Riset Perbankan Syariah
http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Tujuan+Kebijakan+Moneter/
Manurung. Johnny, dkk. 2009. Ekonomi Keuangan & Kebijakan Moneter.
Jakarta:Salemba.
Mishkin S, Frederic., The economics of money, banking, and financial markets,
7th ed, The Addison Wesley series in economics.
Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter 1. Yogyakarta: BPFE
Pohan, Aulia. 2008. Kerangka Kebijakan Moneter & Implementasinya di
Indonesia. Jakarta: PT Rajawali Grafindo Persada.
Qurroh ‘Ayuniyyah. dkk. 2010. Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan
Konvensional, Jurnal Ekonomi Islam Republika Iqtishadia.
Rahmawati, Siti Yuli. 2005. Analisis Fungsi Pelaksanaan Fungsi Intermediasi Perbankan Pasca Krisis (Studi Kasus pada Bank Umum). Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Rivai, Veithzal, dkk. 2007. Bank and Financial Institution Management, Edisi ke-
1. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Rusydiana. Aam Slamet. 2009. Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem
Moneter Ganda di Indonesia, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,
Vol.11, No.4
Setyowati. Endang. dkk. 2004. Ekonomi Makro: Pengantar. Yogyakarta:Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
36
Siringoringo, Renniwaty. 2012. Karakteristik dan Fungsi Intermediasi Perbankan Di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 15, No.1, Juli, hlm. 63
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Widarjono. Agus. 2013. Ekonometrika: Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta: UUP STIM YKPN.
Yuliadi, Imamudin. 2008. Ekonomi Moneter. Jakarta: PT INDEKS.