case isi pitiriasis rosea

25
BAB I STATUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT HUSADA JAKARTA Nama : Kartikasari Pratiwi NIM : 406127049 Dokter. Pembimbing : dr. Hendrik Kunta Adjie, Sp. KK I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn.J Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 35 tahun Alamat : Jl. Swadaya RT 04/RW 05 no. 12 Angke, Jakarta Barat Agama : Katolik Pekerjaan : Wiraswasta II. ANAMNESIS Aloanamnesis dilakukan pada tanggal 22 Januari 2014, Jam 12.00 WIB Keluhan utama: Terdapat bercak-bercak merah dan gatal di seluruh bagian punggung, sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan tambahan: - Riwayat perjalanan penyakit: Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Husada dengan keluhan timbul bercak merah di seluruh punggung disertai gatal sejak 1mgu yll. Bercak diawali oleh bercak kemerahan gatal yang berukuran 3 x 2 cm, berbentuk oval dengan warna 1

Upload: kartikasari-pratiwi

Post on 08-Feb-2016

62 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

pitros

TRANSCRIPT

Page 1: Case Isi Pitiriasis Rosea

BAB I

STATUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT HUSADA JAKARTA

Nama : Kartikasari PratiwiNIM : 406127049Dokter. Pembimbing : dr. Hendrik Kunta Adjie, Sp. KK

I. IDENTITAS PASIENNama : Tn.JJenis kelamin : Laki-lakiUsia : 35 tahunAlamat : Jl. Swadaya RT 04/RW 05 no. 12 Angke, Jakarta Barat Agama : KatolikPekerjaan : Wiraswasta

II. ANAMNESIS

Aloanamnesis dilakukan pada tanggal 22 Januari 2014, Jam 12.00 WIB

Keluhan utama: Terdapat bercak-bercak merah dan gatal di seluruh bagian punggung, sejak 2 minggu yang lalu.

Keluhan tambahan: -

Riwayat perjalanan penyakit:

Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Husada dengan keluhan timbul bercak merah di seluruh punggung disertai gatal sejak 1mgu yll. Bercak diawali oleh bercak kemerahan gatal yang berukuran 3 x 2 cm, berbentuk oval dengan warna merah di pinggir lebih tua dari warna di tengah di punggung bagian bawah. Karena mengeluh gatal maka pasien menggaruknya terasa terutama saat malam hari dan bila berkeringat. Akibat garukan terdapat beberapa luka ringan dan gejala ini muncul tanpa disertai gejala prodromal sebelumnya. Pada mulanya karena hanya 1 bercak yang timbul pasien mencoba untuk mengoleskan salep daktarin, ternyata bukan membaik malah muncul bercak-bercak lain di bagian punggung yang lain dan terasa gatal. Untuk mengurangi rasa gatalnya pasien memakai bedak purol, gatal berkurang tapi bercak tidak kunjung sembuh.

Pasien mengaku sering memakai baju baru tanpa dicuci terlebih dahulu serta karena aktivitas sehari-hari bekerja pada lingkungan yang panas menyebabkan pasien sering dalam keadaan berkeringat.

1

Page 2: Case Isi Pitiriasis Rosea

Higienisitas kebersihan badan pasien juga tidak begitu baik, ia mengaku sering hanya mengelap tubuhnya sehabis pulang kerja karena terlalu capai sehingga langsung jatuh tertidur. Pasien pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya dan membaik dengan bedak tabur dan daktarin saja. Selama 1 minggu ini pasien belum pernah berobat dan belum minum obat minum apapun.

Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat darah tinggi : tidak adaRiwayat kencing manis : tidak adaRiwayat asma : tidak adaRiwayat maag : tidak adaRiwayat alergi makanan dan obat : tidak ada

Riwayat penyakit dalam keluarga :

Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama

III. STATUS GENERALISATAKeadaan umum : BaikKesadaran : Compos MentisStatus Gizi : BaikSuhu : 36,8 ˚CTekanan darah : 110/70 mmHgFrekuensi nadi : 72x/menitBerat badan : 65 kgTinggi badan : 170 cmMata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-Gigi : Dalam batas normalTHT : Dalam batas normalKGB : Tidak membesar

IV. STATUS DERMATOLOGI

1. Regio trunkus posterior, terdapat plaque eritem, lonjong,multiple, ukuran numular, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuamaberwarna putih halus.2. Regio trunkus medialis, terdapat patch eritem multiple, dengan ukuran miliarsampai lentikuler, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuama berwarnaputih halus..

2

Page 3: Case Isi Pitiriasis Rosea

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10%.2. Pemeriksaan serologis RPR ( Rapid Plasma Reagin ) dan FTA-Abs (Fluoresent Treponemal Antibody Absorbed ).3. Pemeriksaan Histopatologi

VI. RESUME

Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang dengan keluhan timbul bercak merah di seluruh punggung disertai gatal sejak 1 minggu yll. Bercak diawali oleh bercak kemerahan gatal yang berukuran 3 x 2 cm, berbentuk oval dengan warna merah di pinggir lebih tua dari warna di tengah di punggung bagian bawah. Karena mengeluh gatal maka pasien juga menggaruknya pada saat malam hari. Terdapatn beberapa luka ringan akibat garukan dan sebelumnya tidak terdapat gejala prodromal. Pada mulanya karena hanya 1 bercak yang timbul pasien mencoba mengoleskan salep daktarin, ternyata bukan membaik malah muncul bercak-bercak lain di bagian punggung yang lain dan gatal. Untuk mengurangi rasa gatalnya pasien memakai bedak purol, gatal berkurang tapi bercak tidak kunjung sembuh.

Pasien mengaku sering memakai baju baru tanpa dicuci terlebih dahulu serta karena aktivitas sehari-hari bekerja pada lingkungan yang panas menyebabkan pasien sering dalam keadaan berkeringat. Higienisitas kebersihan badan pasien juga tidak begitu baik, ia mengaku sering hanya mengelap tubuhnya sehabis pulang kerja karena terlalu capai sehingga langsung jatuh tertidur. Pasien pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya dan membaik dengan bedak tabur dan daktarin saja. Selama 1 minggu ini pasien belum pernah berobat.

3

Page 4: Case Isi Pitiriasis Rosea

Orang-orang sekitar tempat tinggal, lingkungan kerja pasien tidak ada yang sakit seperti pasien. Pasien tidak mempunyai riwayat asma dan alergi Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal dengan gizi baik. Dari pemeriksaan status dermatologi didapatkan:

Distribusi : Regional Lokasi : Di daerah punggungEfloresensi : 1. Regio trunkus posterior, terdapat plaque

eritem,lonjong,multiple, ukuran numular, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuama berwarna putih halus.2. Regio trunkus medialis, terdapat patch eritem multiple, dengan ukuran miliar sampai lentikuler, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuama berwarna putih halus.

VII. DIAGNOSIS KERJAPitiriasis Rosea

VIII. DIAGNOSIS BANDINGTinea KorporisSifilis Tipe IIDermatitis numularPsoriasis gutata

IX. PENATALAKSANAAN

1. Non Medikamentosa Menjelaskan kepada pasien bahwa Pitiriasis Rosea bersifat

self limited disease ( dapat sembuh sendiri ), pasien dapat terganggu dengan lesi yang muncul. Untuk itu diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :

- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama

- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu.

Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi menjadi bertambah berat.

Hindari garukan. Kontrol kembali setelah 2 minggu setelah kunjungan

pertama.

4

Page 5: Case Isi Pitiriasis Rosea

2. Medikamentosa

Sistemik

R/ Acyclovir tab 400 mg no LXXS 5 dd 2 tab

R/ Loratadin tab 10 mg no XIVS 1 dd 1 tab (bila gatal)

Topikal R/ Salisil talk 1% + menthol 1% fl no I

S u e 2 dd

R/ Bioplacenton 15 gr no I S u e 2 dd

X. PROGNOSISAd vitam : ad bonam Ad funtionam : ad bonamAd sanationam : ad bonamAd cosmetica : dubia ad bonam

5

Page 6: Case Isi Pitiriasis Rosea

BAB II

PENDAHULUAN

Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya

yang dimulai dengan sebuah lesi primer yang dikarakteristikkan dengan gambaran

herald patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian diikuti dengan

lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas.

Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan

pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,

Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda

( rosea ).

Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun. Wanita lebih sering

terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.

Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk

memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea.

Biasanya Pitiriasis Rosea didahului dengan gejala prodromal ( lemas, mual, tidak

nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe ). Setelah itu muncul

gatal dan lesi dikulit. Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti

Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya

Pitiriasis Rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh

karena itu, pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang

diberikan dapat berupa kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal untuk

mengurangi pruritus.

6

Page 7: Case Isi Pitiriasis Rosea

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

PITIRIASIS ROSEA

3.1. Definisi

Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan

rosea yang berarti berwarna merah muda.

Pitiriasis Rosea adalah erupsi kulit yang dapat sembuh sendiri, berupa plak

berbentuk oval, soliter dan berskuama pada trunkus ( herald patch ) dan

umumnya asimptomatik. Menurut Andrew ( 2006 ), Pitiriasis Rosea adalah

peradangan kulit berupa eksantema yang ditandai dengan lesi makula-papula

berwarna kemerahan ( salmon colored ) berbentuk oval, circinate tertutup

skuama collarette, soliter dan lama kelamaan menjadi konfluen. Ketika lesi

digosok menurut aksis panjangnya, skuama cenderung terlipat melewati garis

gosokan ( hanging curtain sign ).

3.2. Epidemiologi

Pitiriasis Rosea terjadi pada seluruh ras yang ada di dunia. Prevalensi

Pitiriasis Rosea adalah 0,13% pada laki-laki dan 0,14% pada wanita per total

penduduk dunia dengan usia antara 10-34 tahun.

Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda

dengan rentang usia antara 15-40 tahun. 50% kasus mengenai usia di bawah 20

tahun. Jarang terjadi pada bayi dan orang lanjut usia.

3.3. Etiologi

Watanabe et al melakukan penelitian dan mempercayai bahwa Pitiriasis

Rosea disebabkan oleh virus. Mereka melakukan replikasi aktif dari Herpes Virus

( HHV )-6 dan -7 pada sel mononuklear dari kulit yang mengandung lesi,

kemudian mengidentifikasi virus pada sampel serum penderita.

7

Page 8: Case Isi Pitiriasis Rosea

Jadi, Pitiriasis Rosea ini merupakan reaksi sekunder dari reaktivasi virus

yang didapatkan pada masa lampau dan menetap pada fase laten sebagai sel

mononuklear. Pitiriasis Rosea juga dapat disebabkan oleh obat-obatan atau logam,

misalnya arsenik, bismut, emas, methopromazine, metronidazole, barbiturat,

klonidin, kaptopril dan ketotifen. Hipotesis lain menyebutkan peranan autoimun,

atopi dan predisposisi genetik dalam kejadian Pitiriasis Rosea.

3.4. Gambaran Histopatologik

Gambaran histopatologik dari Pitiriasis Rosea tidak spesifik sehingga

penderita dengan Pitiriasis Rosea tidak perlu dilakukan biopsi lesi untuk

menengakkan diagnosis. Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam

menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea dengan gejala atipikal. Pada lapisan

epidermis ditemukan adanya parakeratosis fokal, hiperplasia, spongiosis fokal,

eksositosis limfosit, akantosis ringan dan menghilang atau menipisnya lapisan

granuler. Sedangkan pada dermis ditemukan adanya ekstravasasi eritrosit serta

beberapa monosit.

Gambar1. Gambar histologik non spesifik tipikal dari Pitiriasis Rosea,

menunjukkan parakeratosis, hilangnya lapisan granular, akantosis ringan,

spongiosis, dan infiltrat limfohistiosit pada dermis superficial2

3.5. Gambaran Klinis

8

Akantosis

Infiltrat limfohistiosit

Spongiosis

Page 9: Case Isi Pitiriasis Rosea

Tempat predileksi Pitiriasis Rosea adalah badan, lengan atas bagian proksimal

dan paha atas sehingga membentuk seperti gambaran pakaian renang. Sinar

matahari mempengaruhi distribusi lesi sekunder, lesi dapat terjadi pada daerah

yang terkena sinar matahari, tetapi pada beberapa kasus, sinar matahari

melindungi kulit dari Pitiriasis Rosea. Pada 75% penderita biasanya timbul gatal

didaerah lesi dan gatal berat pada 25% penderita.

1. Gejala klasik

Gejala klasik dari Pitiriasis Rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai

dengan lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau

anular dengan ukuran yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah

ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi mempunyai batas tegas yang

ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang terlepas yang

juga melekat pada kulit normal ( skuama collarette ). Lesi ini dikenal

dengan nama herald patch.

Gambar 2. herald patch3

9

Herald Patch

Page 10: Case Isi Pitiriasis Rosea

Gambar 3. plak primer tipikal ( herald patch )

menunjukkan bentuk lonjong dengan skuama halus di tepi bagian dalam plak

Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa

malaise, mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan

pembengkakan kelenjar limfe. Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu

kemudian akan timbul lesi sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan

ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi dengan bentuk yang sama

dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil ( diameter 0,5 – 1,5 cm )

dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan

kosta sehingga memberikan gambaran Christmas tree. Lesi lain berupa

paul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar dengan

garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi dan

tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan.

10

skuama

Page 11: Case Isi Pitiriasis Rosea

Gambar 4. Gambaran menyerupai pine tree

(http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM00515 )

11

Page 12: Case Isi Pitiriasis Rosea

2. Gejala atipikal

Terjadi pada 20% penderita Pitiriasis Rosea. Ditemukannya lesi yang tidak

sesuai dengan lesi pada Pitiriasis Rosea pada umunya. Berupa tidak

ditemukannya herald patch atau berjumlah 2 atau multipel. Bentuk lesi

lebih bervariasi berupa urtika, eritema multiformis, purpura, pustul dan

vesikuler. Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah aksila, inguinal,

wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal membuat

diagnosis dari Pitiriasis Rosea menjadi lebih sulit untuk ditegakkan

sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan.

Gambar 5. Diagram skematik plak primer ( herald patch ) dan distribusi tipikal plak

sekunder sepanjang garis kulit pada trunkus dalam susunan Christmas tree

12

Page 13: Case Isi Pitiriasis Rosea

3.6. Diagnosa Banding

a. Sifilis sekunder

Adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum,

merupakan lanjutan dari sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan

timbulnya chancre. Gejala klinisnya berupa lesi kulit dan lesi mukosa.

Lesi kulitnya non purpura, makula, papul, pustul atau kombinasi,

walaupun umumnya makulopapular lebih sering muncul disebut makula

sifilitika. Perbedaannya dengan Pitiriasis Rosea adalah sifilis memiliki

riwayat primary chancre ( makula eritem yang berkembang menjadi

papul dan pecah sehingga mengalami ulserasi di tengah ) berupa tidak

ada herald patch, limfadenopati, lesi melibatkan telapak tangan dan

telapak kaki, dari tes laboratorium VDRL (+).

Gambar 6. Sifilis Sekunder

b. Tinea korporis

Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit Trichophyton

rubrum pada daerah muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala

klinisnya adalah gatal, eritema yang berbentuk cincin dengan pinggir

berskuama dan penyembuhan di bagian tengah. Perbedaan dengan

Pitiriasis Rosea adalah pada Tinea korporis, skuama berada di tepi, plak

tidak berbentuk oval, dari pemeriksaan penunjang didapatkan hifa

panjang pada pemeriksaan KOH 10%.

13

Page 14: Case Isi Pitiriasis Rosea

Gambar 7. Tinea Corporis

c. Dermatitis numuler

Adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada dewasa yang

ditandai dengan plak berbatas tegas yang berbentuk koin ( numuler ) dan

dapat ditutupi oleh krusta. Kulit sekitarnya normal. Predileksinya di

ekstensor. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada Dermatitis

Numuler, lesi berbentuk bulat, tidak oval, papul berukuran milier dan

didominasi vesikel serta tidak berskuama.

Gambar 8. Dermatitis Numuler

d. Psoriasis gutata

14

Page 15: Case Isi Pitiriasis Rosea

Adalah jenis psoriasis yang ditandai dengan eupsi papul di trunkus

bagian superior dan ekstremitas bagian proksimal. Perbedaan dengan

Pitiriasis Rosea adalah pada Psoriasis gutata, aksis panjang lesi tidak

sejajar dengan garis kulit, skuama tebal.

Gambar 9. Psoariasis Gutata

3.7. Pemeriksaan Penunjang

Umumnya untuk menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea tidak dibutuhkan

pemeriksaan penunjang. Namun dalan hal diagnosis susah ditegakkan, kita

membutuhkan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding

lain.

Dapat dilakukan pemeriksaan serologis RPR ( Rapid Plasma Reagin ) dan

FTA-Abs ( Fluoresent Treponemal Antibody Absorbed ) untuk skrining sifilis.

Dapat juga dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% untuk

membedakan dengan Tinea Corporis.

3.8. Terapi

15

Page 16: Case Isi Pitiriasis Rosea

1. Umum

Walaupun Pitiriasis Rosea bersifat self limited disease ( dapat sembuh

sendiri ), bukan tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi

yang muncul.

Untuk itu diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :

- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama

- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap

selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2

minggu. Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa Pitiriasis Rosea

berlangsung hingga 3-4 bulan

- Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan

mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang

mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi

menjadi bertambah berat.

2. Khusus

- Topikal

Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin

losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi

yang luas dan gatal yang hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal

kerja menengah ( bethametasone dipropionate 0,025% ointment 2 kali

sehari ).

- Sistemik

Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa

gatal. Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan

kortikosteroid sistemik atau pemberian triamsinolon diasetat atau

asetonid 20-40 mg yang diberikan secara intramuskuler.

Penggunaan eritromisin masih menjadi kontroversial. eritromisin oral

pernah dilaporkan cukup berhasil pada penderita Pitiriasis Rosea yang

diberikan selama 2 minggu.

16

Page 17: Case Isi Pitiriasis Rosea

Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa 73% dari 90 penderita

pitiriasis rosea yang mendapat eritromisin oral mengalami kemajuan

dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga mempunyai efek sebagai anti

inflamasi. Namun dari penelitian di Tehran, Iran yang dilakukan oleh

Abbas Rasi et al menunjukkan tidak ada perbedaan perbaikan lesi pada

pasien yang menggunakan eritromisin oral dengan pemberian plasebo.

Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis

yang dapat diberikan 5x800mg selama 1 minggu. Pemakaian sinar

radiasi ultraviolet B atau sinar matahari alami dapat mengurangi rasa

gatal dan menguranngu lesi. Penggunaan sinar B lebih ditujukan pada

penderita dengan lesi yang luas, karena radiasi sinar ultraviolet B

( UVB ) dapat menimbulkan hiperpigmentasi post inflamasi.

3.9. Prognosis

Prognosis pada penderita Pitiriasis Rosea adalah baik karena penyakit ini

bersifat self limited disease sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 3-8

minggu

17

Page 18: Case Isi Pitiriasis Rosea

DAFTAR PUSTAKA

1. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 362-265.

2. Lichenstein, A. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com pada tanggal 15 Agustus 2010.

3. Broccolo F, Drago F, Careddu AM, et al. Additional evidence that pityriasis rosea is associated with reactivation of human herpesvirus-6 and -7. J Invest Dermatol. 2005; 124:1234-1240.

4. Stulberg, D. L., Jeff W. Pityriasis Rosea. Am Fam Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91. Diunduh dari www.aafp.org/20040101/p47.html pada tanggal 15 Agustus 2010.

5. Chuh, A et al. 2004. Pityriasis Rosea – evidence for and against at infectious disease. Cambridge University Press :Cambridge Journal 132:3:381-390.

6. Galvan, S V et al. 2009. Atypical Pityriasis Rosea in a black child : a case report. Cases Journal Vol 2 : 6796.

7. Zawar, Vijay. 2010. Giant Pityriasis Rosea. Indian Journal Dermatology. Aprl-Jun; 55(2): 192–194.

8. Ortonne JP, Bahadoran P, dkk. Hypomelanosis dan Hypermelanosis. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, dkk, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Sixth edition. Mc Graw-Hill. New York. 2003:836-862.

9. Achyar RY. Kelainan-kelainan hipopigmentasi dan vitiligo. Dalam: Simposium Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya. PADVI Cabang Jakarta Raya 1988: 46-59.

18