case isi pitiriasis rosea
DESCRIPTION
pitrosTRANSCRIPT
BAB I
STATUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT HUSADA JAKARTA
Nama : Kartikasari PratiwiNIM : 406127049Dokter. Pembimbing : dr. Hendrik Kunta Adjie, Sp. KK
I. IDENTITAS PASIENNama : Tn.JJenis kelamin : Laki-lakiUsia : 35 tahunAlamat : Jl. Swadaya RT 04/RW 05 no. 12 Angke, Jakarta Barat Agama : KatolikPekerjaan : Wiraswasta
II. ANAMNESIS
Aloanamnesis dilakukan pada tanggal 22 Januari 2014, Jam 12.00 WIB
Keluhan utama: Terdapat bercak-bercak merah dan gatal di seluruh bagian punggung, sejak 2 minggu yang lalu.
Keluhan tambahan: -
Riwayat perjalanan penyakit:
Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Husada dengan keluhan timbul bercak merah di seluruh punggung disertai gatal sejak 1mgu yll. Bercak diawali oleh bercak kemerahan gatal yang berukuran 3 x 2 cm, berbentuk oval dengan warna merah di pinggir lebih tua dari warna di tengah di punggung bagian bawah. Karena mengeluh gatal maka pasien menggaruknya terasa terutama saat malam hari dan bila berkeringat. Akibat garukan terdapat beberapa luka ringan dan gejala ini muncul tanpa disertai gejala prodromal sebelumnya. Pada mulanya karena hanya 1 bercak yang timbul pasien mencoba untuk mengoleskan salep daktarin, ternyata bukan membaik malah muncul bercak-bercak lain di bagian punggung yang lain dan terasa gatal. Untuk mengurangi rasa gatalnya pasien memakai bedak purol, gatal berkurang tapi bercak tidak kunjung sembuh.
Pasien mengaku sering memakai baju baru tanpa dicuci terlebih dahulu serta karena aktivitas sehari-hari bekerja pada lingkungan yang panas menyebabkan pasien sering dalam keadaan berkeringat.
1
Higienisitas kebersihan badan pasien juga tidak begitu baik, ia mengaku sering hanya mengelap tubuhnya sehabis pulang kerja karena terlalu capai sehingga langsung jatuh tertidur. Pasien pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya dan membaik dengan bedak tabur dan daktarin saja. Selama 1 minggu ini pasien belum pernah berobat dan belum minum obat minum apapun.
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat darah tinggi : tidak adaRiwayat kencing manis : tidak adaRiwayat asma : tidak adaRiwayat maag : tidak adaRiwayat alergi makanan dan obat : tidak ada
Riwayat penyakit dalam keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama
III. STATUS GENERALISATAKeadaan umum : BaikKesadaran : Compos MentisStatus Gizi : BaikSuhu : 36,8 ˚CTekanan darah : 110/70 mmHgFrekuensi nadi : 72x/menitBerat badan : 65 kgTinggi badan : 170 cmMata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-Gigi : Dalam batas normalTHT : Dalam batas normalKGB : Tidak membesar
IV. STATUS DERMATOLOGI
1. Regio trunkus posterior, terdapat plaque eritem, lonjong,multiple, ukuran numular, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuamaberwarna putih halus.2. Regio trunkus medialis, terdapat patch eritem multiple, dengan ukuran miliarsampai lentikuler, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuama berwarnaputih halus..
2
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10%.2. Pemeriksaan serologis RPR ( Rapid Plasma Reagin ) dan FTA-Abs (Fluoresent Treponemal Antibody Absorbed ).3. Pemeriksaan Histopatologi
VI. RESUME
Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang dengan keluhan timbul bercak merah di seluruh punggung disertai gatal sejak 1 minggu yll. Bercak diawali oleh bercak kemerahan gatal yang berukuran 3 x 2 cm, berbentuk oval dengan warna merah di pinggir lebih tua dari warna di tengah di punggung bagian bawah. Karena mengeluh gatal maka pasien juga menggaruknya pada saat malam hari. Terdapatn beberapa luka ringan akibat garukan dan sebelumnya tidak terdapat gejala prodromal. Pada mulanya karena hanya 1 bercak yang timbul pasien mencoba mengoleskan salep daktarin, ternyata bukan membaik malah muncul bercak-bercak lain di bagian punggung yang lain dan gatal. Untuk mengurangi rasa gatalnya pasien memakai bedak purol, gatal berkurang tapi bercak tidak kunjung sembuh.
Pasien mengaku sering memakai baju baru tanpa dicuci terlebih dahulu serta karena aktivitas sehari-hari bekerja pada lingkungan yang panas menyebabkan pasien sering dalam keadaan berkeringat. Higienisitas kebersihan badan pasien juga tidak begitu baik, ia mengaku sering hanya mengelap tubuhnya sehabis pulang kerja karena terlalu capai sehingga langsung jatuh tertidur. Pasien pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya dan membaik dengan bedak tabur dan daktarin saja. Selama 1 minggu ini pasien belum pernah berobat.
3
Orang-orang sekitar tempat tinggal, lingkungan kerja pasien tidak ada yang sakit seperti pasien. Pasien tidak mempunyai riwayat asma dan alergi Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal dengan gizi baik. Dari pemeriksaan status dermatologi didapatkan:
Distribusi : Regional Lokasi : Di daerah punggungEfloresensi : 1. Regio trunkus posterior, terdapat plaque
eritem,lonjong,multiple, ukuran numular, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuama berwarna putih halus.2. Regio trunkus medialis, terdapat patch eritem multiple, dengan ukuran miliar sampai lentikuler, tersebar diskret, sebagian ditutupi skuama berwarna putih halus.
VII. DIAGNOSIS KERJAPitiriasis Rosea
VIII. DIAGNOSIS BANDINGTinea KorporisSifilis Tipe IIDermatitis numularPsoriasis gutata
IX. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa Menjelaskan kepada pasien bahwa Pitiriasis Rosea bersifat
self limited disease ( dapat sembuh sendiri ), pasien dapat terganggu dengan lesi yang muncul. Untuk itu diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :
- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama
- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu.
Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi menjadi bertambah berat.
Hindari garukan. Kontrol kembali setelah 2 minggu setelah kunjungan
pertama.
4
2. Medikamentosa
Sistemik
R/ Acyclovir tab 400 mg no LXXS 5 dd 2 tab
R/ Loratadin tab 10 mg no XIVS 1 dd 1 tab (bila gatal)
Topikal R/ Salisil talk 1% + menthol 1% fl no I
S u e 2 dd
R/ Bioplacenton 15 gr no I S u e 2 dd
X. PROGNOSISAd vitam : ad bonam Ad funtionam : ad bonamAd sanationam : ad bonamAd cosmetica : dubia ad bonam
5
BAB II
PENDAHULUAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya
yang dimulai dengan sebuah lesi primer yang dikarakteristikkan dengan gambaran
herald patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian diikuti dengan
lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas.
Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan
pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,
Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda
( rosea ).
Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun. Wanita lebih sering
terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.
Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea.
Biasanya Pitiriasis Rosea didahului dengan gejala prodromal ( lemas, mual, tidak
nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe ). Setelah itu muncul
gatal dan lesi dikulit. Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti
Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya
Pitiriasis Rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh
karena itu, pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang
diberikan dapat berupa kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal untuk
mengurangi pruritus.
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
PITIRIASIS ROSEA
3.1. Definisi
Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan
rosea yang berarti berwarna merah muda.
Pitiriasis Rosea adalah erupsi kulit yang dapat sembuh sendiri, berupa plak
berbentuk oval, soliter dan berskuama pada trunkus ( herald patch ) dan
umumnya asimptomatik. Menurut Andrew ( 2006 ), Pitiriasis Rosea adalah
peradangan kulit berupa eksantema yang ditandai dengan lesi makula-papula
berwarna kemerahan ( salmon colored ) berbentuk oval, circinate tertutup
skuama collarette, soliter dan lama kelamaan menjadi konfluen. Ketika lesi
digosok menurut aksis panjangnya, skuama cenderung terlipat melewati garis
gosokan ( hanging curtain sign ).
3.2. Epidemiologi
Pitiriasis Rosea terjadi pada seluruh ras yang ada di dunia. Prevalensi
Pitiriasis Rosea adalah 0,13% pada laki-laki dan 0,14% pada wanita per total
penduduk dunia dengan usia antara 10-34 tahun.
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda
dengan rentang usia antara 15-40 tahun. 50% kasus mengenai usia di bawah 20
tahun. Jarang terjadi pada bayi dan orang lanjut usia.
3.3. Etiologi
Watanabe et al melakukan penelitian dan mempercayai bahwa Pitiriasis
Rosea disebabkan oleh virus. Mereka melakukan replikasi aktif dari Herpes Virus
( HHV )-6 dan -7 pada sel mononuklear dari kulit yang mengandung lesi,
kemudian mengidentifikasi virus pada sampel serum penderita.
7
Jadi, Pitiriasis Rosea ini merupakan reaksi sekunder dari reaktivasi virus
yang didapatkan pada masa lampau dan menetap pada fase laten sebagai sel
mononuklear. Pitiriasis Rosea juga dapat disebabkan oleh obat-obatan atau logam,
misalnya arsenik, bismut, emas, methopromazine, metronidazole, barbiturat,
klonidin, kaptopril dan ketotifen. Hipotesis lain menyebutkan peranan autoimun,
atopi dan predisposisi genetik dalam kejadian Pitiriasis Rosea.
3.4. Gambaran Histopatologik
Gambaran histopatologik dari Pitiriasis Rosea tidak spesifik sehingga
penderita dengan Pitiriasis Rosea tidak perlu dilakukan biopsi lesi untuk
menengakkan diagnosis. Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea dengan gejala atipikal. Pada lapisan
epidermis ditemukan adanya parakeratosis fokal, hiperplasia, spongiosis fokal,
eksositosis limfosit, akantosis ringan dan menghilang atau menipisnya lapisan
granuler. Sedangkan pada dermis ditemukan adanya ekstravasasi eritrosit serta
beberapa monosit.
Gambar1. Gambar histologik non spesifik tipikal dari Pitiriasis Rosea,
menunjukkan parakeratosis, hilangnya lapisan granular, akantosis ringan,
spongiosis, dan infiltrat limfohistiosit pada dermis superficial2
3.5. Gambaran Klinis
8
Akantosis
Infiltrat limfohistiosit
Spongiosis
Tempat predileksi Pitiriasis Rosea adalah badan, lengan atas bagian proksimal
dan paha atas sehingga membentuk seperti gambaran pakaian renang. Sinar
matahari mempengaruhi distribusi lesi sekunder, lesi dapat terjadi pada daerah
yang terkena sinar matahari, tetapi pada beberapa kasus, sinar matahari
melindungi kulit dari Pitiriasis Rosea. Pada 75% penderita biasanya timbul gatal
didaerah lesi dan gatal berat pada 25% penderita.
1. Gejala klasik
Gejala klasik dari Pitiriasis Rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai
dengan lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau
anular dengan ukuran yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah
ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi mempunyai batas tegas yang
ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang terlepas yang
juga melekat pada kulit normal ( skuama collarette ). Lesi ini dikenal
dengan nama herald patch.
Gambar 2. herald patch3
9
Herald Patch
Gambar 3. plak primer tipikal ( herald patch )
menunjukkan bentuk lonjong dengan skuama halus di tepi bagian dalam plak
Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa
malaise, mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan
pembengkakan kelenjar limfe. Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu
kemudian akan timbul lesi sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan
ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi dengan bentuk yang sama
dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil ( diameter 0,5 – 1,5 cm )
dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan
kosta sehingga memberikan gambaran Christmas tree. Lesi lain berupa
paul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar dengan
garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi dan
tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan.
10
skuama
Gambar 4. Gambaran menyerupai pine tree
(http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM00515 )
11
2. Gejala atipikal
Terjadi pada 20% penderita Pitiriasis Rosea. Ditemukannya lesi yang tidak
sesuai dengan lesi pada Pitiriasis Rosea pada umunya. Berupa tidak
ditemukannya herald patch atau berjumlah 2 atau multipel. Bentuk lesi
lebih bervariasi berupa urtika, eritema multiformis, purpura, pustul dan
vesikuler. Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah aksila, inguinal,
wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal membuat
diagnosis dari Pitiriasis Rosea menjadi lebih sulit untuk ditegakkan
sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan.
Gambar 5. Diagram skematik plak primer ( herald patch ) dan distribusi tipikal plak
sekunder sepanjang garis kulit pada trunkus dalam susunan Christmas tree
12
3.6. Diagnosa Banding
a. Sifilis sekunder
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum,
merupakan lanjutan dari sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan
timbulnya chancre. Gejala klinisnya berupa lesi kulit dan lesi mukosa.
Lesi kulitnya non purpura, makula, papul, pustul atau kombinasi,
walaupun umumnya makulopapular lebih sering muncul disebut makula
sifilitika. Perbedaannya dengan Pitiriasis Rosea adalah sifilis memiliki
riwayat primary chancre ( makula eritem yang berkembang menjadi
papul dan pecah sehingga mengalami ulserasi di tengah ) berupa tidak
ada herald patch, limfadenopati, lesi melibatkan telapak tangan dan
telapak kaki, dari tes laboratorium VDRL (+).
Gambar 6. Sifilis Sekunder
b. Tinea korporis
Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit Trichophyton
rubrum pada daerah muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala
klinisnya adalah gatal, eritema yang berbentuk cincin dengan pinggir
berskuama dan penyembuhan di bagian tengah. Perbedaan dengan
Pitiriasis Rosea adalah pada Tinea korporis, skuama berada di tepi, plak
tidak berbentuk oval, dari pemeriksaan penunjang didapatkan hifa
panjang pada pemeriksaan KOH 10%.
13
Gambar 7. Tinea Corporis
c. Dermatitis numuler
Adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada dewasa yang
ditandai dengan plak berbatas tegas yang berbentuk koin ( numuler ) dan
dapat ditutupi oleh krusta. Kulit sekitarnya normal. Predileksinya di
ekstensor. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada Dermatitis
Numuler, lesi berbentuk bulat, tidak oval, papul berukuran milier dan
didominasi vesikel serta tidak berskuama.
Gambar 8. Dermatitis Numuler
d. Psoriasis gutata
14
Adalah jenis psoriasis yang ditandai dengan eupsi papul di trunkus
bagian superior dan ekstremitas bagian proksimal. Perbedaan dengan
Pitiriasis Rosea adalah pada Psoriasis gutata, aksis panjang lesi tidak
sejajar dengan garis kulit, skuama tebal.
Gambar 9. Psoariasis Gutata
3.7. Pemeriksaan Penunjang
Umumnya untuk menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea tidak dibutuhkan
pemeriksaan penunjang. Namun dalan hal diagnosis susah ditegakkan, kita
membutuhkan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding
lain.
Dapat dilakukan pemeriksaan serologis RPR ( Rapid Plasma Reagin ) dan
FTA-Abs ( Fluoresent Treponemal Antibody Absorbed ) untuk skrining sifilis.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% untuk
membedakan dengan Tinea Corporis.
3.8. Terapi
15
1. Umum
Walaupun Pitiriasis Rosea bersifat self limited disease ( dapat sembuh
sendiri ), bukan tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi
yang muncul.
Untuk itu diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :
- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama
- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap
selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2
minggu. Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa Pitiriasis Rosea
berlangsung hingga 3-4 bulan
- Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan
mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang
mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi
menjadi bertambah berat.
2. Khusus
- Topikal
Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin
losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi
yang luas dan gatal yang hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal
kerja menengah ( bethametasone dipropionate 0,025% ointment 2 kali
sehari ).
- Sistemik
Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa
gatal. Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan
kortikosteroid sistemik atau pemberian triamsinolon diasetat atau
asetonid 20-40 mg yang diberikan secara intramuskuler.
Penggunaan eritromisin masih menjadi kontroversial. eritromisin oral
pernah dilaporkan cukup berhasil pada penderita Pitiriasis Rosea yang
diberikan selama 2 minggu.
16
Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa 73% dari 90 penderita
pitiriasis rosea yang mendapat eritromisin oral mengalami kemajuan
dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga mempunyai efek sebagai anti
inflamasi. Namun dari penelitian di Tehran, Iran yang dilakukan oleh
Abbas Rasi et al menunjukkan tidak ada perbedaan perbaikan lesi pada
pasien yang menggunakan eritromisin oral dengan pemberian plasebo.
Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis
yang dapat diberikan 5x800mg selama 1 minggu. Pemakaian sinar
radiasi ultraviolet B atau sinar matahari alami dapat mengurangi rasa
gatal dan menguranngu lesi. Penggunaan sinar B lebih ditujukan pada
penderita dengan lesi yang luas, karena radiasi sinar ultraviolet B
( UVB ) dapat menimbulkan hiperpigmentasi post inflamasi.
3.9. Prognosis
Prognosis pada penderita Pitiriasis Rosea adalah baik karena penyakit ini
bersifat self limited disease sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 3-8
minggu
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 362-265.
2. Lichenstein, A. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com pada tanggal 15 Agustus 2010.
3. Broccolo F, Drago F, Careddu AM, et al. Additional evidence that pityriasis rosea is associated with reactivation of human herpesvirus-6 and -7. J Invest Dermatol. 2005; 124:1234-1240.
4. Stulberg, D. L., Jeff W. Pityriasis Rosea. Am Fam Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91. Diunduh dari www.aafp.org/20040101/p47.html pada tanggal 15 Agustus 2010.
5. Chuh, A et al. 2004. Pityriasis Rosea – evidence for and against at infectious disease. Cambridge University Press :Cambridge Journal 132:3:381-390.
6. Galvan, S V et al. 2009. Atypical Pityriasis Rosea in a black child : a case report. Cases Journal Vol 2 : 6796.
7. Zawar, Vijay. 2010. Giant Pityriasis Rosea. Indian Journal Dermatology. Aprl-Jun; 55(2): 192–194.
8. Ortonne JP, Bahadoran P, dkk. Hypomelanosis dan Hypermelanosis. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, dkk, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Sixth edition. Mc Graw-Hill. New York. 2003:836-862.
9. Achyar RY. Kelainan-kelainan hipopigmentasi dan vitiligo. Dalam: Simposium Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya. PADVI Cabang Jakarta Raya 1988: 46-59.
18