bab 2(2)

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian 2.1.1. Remaja Masa Remaja merupakan suatu tahapan anatara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan. Biasanya mulai dari usia 14 tahun pada pria dan usia 12 tahun pada wanita. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. WHO mendefinisikan remaja dalam dua kategori yaitu adolesence, yaitu periode kehidupan pada 10-19 tahun dan youth yaitu periode kehidupan pada usia 15-24 tahun. Berdasarkan UU NO. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menetapkan definisi anak sebagai seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah. Batasan 21 tahun 9

Upload: lian-anggina-pinayungan

Post on 11-Dec-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 2

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian

2.1.1. Remaja

Masa Remaja merupakan suatu tahapan anatara masa kanak-kanak

dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas

sampai tercapainya kematangan. Biasanya mulai dari usia 14 tahun pada

pria dan usia 12 tahun pada wanita.

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak

ke masa dewasa. WHO mendefinisikan remaja dalam dua kategori yaitu

adolesence, yaitu periode kehidupan pada 10-19 tahun dan youth yaitu

periode kehidupan pada usia 15-24 tahun. Berdasarkan UU NO. 4 Tahun

1979 tentang Kesejahteraan Anak menetapkan definisi anak sebagai

seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.

Batasan 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan bahwa pada usia

inilah tercapai kematangan mental, pribadi dan sosial walaupun

kematangan biologis mungkin terjadi lebih awal pada usia belasan tahun.

2.1.2. Pernikahan

Kata pernikahan berasal dari bahasa Arab “nikah” yang berarti

“pengumpulan” atau “berjalinnya sesuatu dengan sesuatu yang lain”.

Menurut kamus huku, nikah adalah perjanjian antara laki-laki dan

perempuan untuk bersuami istri secara sah (Poerwadarminto, 1992)

9

Page 2: BAB 2(2)

10

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1, pernikahan

adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 2

menyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut

hukum masing-masing agama dan kepercayaan dan tiap-tiap perkawinan

dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku

(YPAN,1974)

2.1.3. Pernikahan Usia Muda

Pernikahan usia muda lebih dikenal dengan istilah pernikahan anak

atau pernikahan di bawah umur. Definisi pernikahan usia muda

berdasarkan pada definisi usia muda. Definisi anak atau usia muda

menurut UU No. 23 tahun 2009 adalah seseorang yang belum berusia 18

tahun, termasuk anak yang masih berada dalam kandungan. (Depkes,

2009)

UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 menjelaskan batas usia minimal

menikah bagi perempuan adalah 16 tahun dan laki-laki adalah 19 tahun.

Pernikahan usia muda didefinisikan sebagai pernikahan yang terjadi

sebelum anak mencapai usia 18 tahun, sebelum anak matang secara fisik,

fisiologis dan psikologis untuk bertanggung jawab terhadap pernikahan

dan anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut. Menurut

Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, pernikahan usia muda merupakan

Page 3: BAB 2(2)

11

sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat

kuat sebagai sebuah solusi alternatif (Wirawan, 1997)

A. Perilaku

Semua kegiatan atau aktifitas manusia dapat diamati baik secara

langsung maupun tidak langsung oleh pihak luar. Perilaku terdiri dari persepsi

(perception), respon terpimpin (guided respons), mekanisme (mechanism),

adaptasi (adaptation). Perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku

merupakan hasil dari perubahan berbagai faktor baik internal maupun

eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat

dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial. Secara lebih terperinci

perilaku manusia sebenarnya merupakan refleks dari berbagai gejala kejiwaan

seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi dan sikap

(Notoatmodjo,2010).

Dalam perilaku kesehatan menurut Lawrence Green dalam

Notoatmodjo (2010), penyebab masalah kesehatan terbagi dalam :

a. Faktor predisposisi (predisposing faktors) yaitu yang mempermudah atau

mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan,

sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi

b. Faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor-faktor yang

memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan, seperti sarana

dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.

Page 4: BAB 2(2)

12

c. Faktor penguat (reinforcing factros) adalah faktor-faktor yang mendorong

atau memperkuat terjadinya perilaku.

B. Penyebab Pernikahan Usia Muda

Berdasarkan teori perilakua yang dikemukakan oleh Green dalam

Notoatmodjo (2010), penyebab terjadinya pernikahan usia muda dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu faktor pendukung, faktor pemungkin dan faktor

penguat. Faktor Pendukung yaitu Pendidikan, Pengetahuan, telah melakukan

hubungan biologis, hamil sebelum menikah dan motivasi melakukan

pernikahan usia muda. Faktor pemungkin yaitu faktor pemahanan agama,

ekonomi serta adat dan budaya. Faktor penguat yaitu pelayanan kesehatan.

Faktor pendukung dikategorikan sebagai faktor internal yang mendorong

individu melakukan pernikahan usia muda, sedangkan faktor pemungkin dan

penguat dikategorikan sebagai faktor eksternal individu yang mendorong

melakukan pernikahan usia muda.

1. Faktor Internal

a. Faktor Pendidikan.

Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar.

Jika seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian

mengisi waktu dengan bekerja. Saat ini anak tersebut sudah merasa

cukup mandiri, sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri.

Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut

menganggur. Dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat

Page 5: BAB 2(2)

13

mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif. Salah satunya

adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika diluar kontrol

membuat kehamilan di luar nikah.

Pendidikan mempunyai peran sebagai bahan pertimbangan yang

mengaburkan keputusan menikah terutama menikah usia muda.

Implikasi pendidikan berdasarkan pendapat Freud : “Pendidikan adalah

suatu untuk memperhalus dan membudayakan dorongan-dorongan

kelamin sesuai dengan harapan masyarakat”. Memperdalam ilmu dalam

dunia pendidikan seringkali membuat orang melupakan kehidupan

pribadinya. Seseorang tidak memikirkan kebutuhan biologisnya

dikarenakan kesibukan yang mengisi kesehariannya.

Tingkat pendidikan yang tinggi akan memberikan pemahaman

secara matang kepada individu untuk memilih atau memutuskan suatu

hal. Individu tersebut tidak menginginkan jika hal yang buruk yang

tidak diinginkan menimpa dirinya akibat dari keputusan yang telah

diambil olehnya. Kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun, maka

secara emosi remaja masih ingin berpetualang menemukan jati dirinya.

b. Faktor Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu

pengindraan hingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Page 6: BAB 2(2)

14

Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.

(Notoatmodjo, 2010, hal. 27)

Pengetahuan adalah kekuasaan. Perubahan apapun dalam perilaku

atau sikap tanpa pengetahuan, tidaklah membantu seseorang

berkembang lebih lanjut. Kekhasan manusia paling penting adalah

pengetahuannya, kemampuan berpikirnya dan mengetahui sebab

akibat diantara berbagai macam hal. (Pareek, 1985, hal.17)

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek tertentu yang

dipengaruhi oleh perhatian dan persepsi terhadap objek tersebut

sehingga menimbulkan kemampuan berpikir dan mengetahui sebab

akibat berbagai hal.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang

tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan,

yaitu: (Notoatmodjo, 2010, hal. 27)

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan ini mengingat kembali

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan pelajaran atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan

Page 7: BAB 2(2)

15

tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

sebagainya.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi secara benar. Orang yang telah faham

terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap

obyek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi

disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-

hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau

situasi yang lain.

4) Analisa (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam

satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja

Page 8: BAB 2(2)

16

seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan dan

mengelompokkan.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat

menyusun, dapat menerangkan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian ini

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria yang telah ada.

Pengetahuan yang rendah menjadi alasan yang mendukung

terjadinya pernikahan usia muda. Kurangnya pengetahuan mengenai

kesehatan menyebabkan pasangan muda lebih berani melakukan

pernikahan usia muda tanpa mempertimbangkan dampaknya.

c. Faktor telah melakukan hubungan biologis.

Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-anak

telah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri. Dengan

kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan cenderung segera

Page 9: BAB 2(2)

17

menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini, bahwa

karena sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib.

Tanpa mengenyampingkan perasaan dan kegalauan orang tua, hal

ini sebuah solusi yang kemungkinan di kemudian hari akan

menyesatkan anak-anak. Ibarat anak sudah melakukan suatu kesalahan

yang besar, bukan memperbaiki kesalahan tersebut, tetapi orang tua

justru membawa anak pada suatu kondisi yang rentan terhadap masalah.

Karena sangat besar di kemudian hari perkawinan anak-anak tersebut

akan dipenuhi konflik (Fikriana, 2012).

d. Hamil sebelum menikah

Jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka

orang tua cenderung menikahkan anak-anak tersebut. Bahkan ada

beberapa kasus, walau pada dasarnya orang tua anak gadis ini tidak

setuju dengan calon menantunya, tapi karena kondisi kehamilan si

gadis, maka dengan terpaksa orang tua menikahkan anak gadis tersebut.

Bahkan ada kasus, justru anak gadis tersebut pada dasarnya tidak

mencintai calon suaminya, tapi karena terlanjur hamil, maka dengan

sangat terpaksa mengajukan permohonan dispensasi kawin.

Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik bagi anak

gadis, orang tua bahkan hakim yang menyidangkan. Karena dengan

kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan yang akan dilaksanakan

bukan lagi sebagaimana perkawinan sebagaimana yang diamanatkan

Undang-undang bahkan agama, karena sudah terbayang di hadapan

Page 10: BAB 2(2)

18

mata, kelak rona perkawinan anak gadis ini kelak. Perkawinan yang

dilaksanakan berdasarkan rasa cinta saja kemungkinan di kemudian hari

bisa goyah, apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan

(Fikriana, 2012).

e. Motivasi Menikah Usia Muda

Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang

untuk melakukan atau mencapai suatu tujuan. Motivasi juga bisa

dikatakan sebagai rencana atau keinginann untuk menuju kesuksesan

dan menghindari kegagalan hidup.

Motivasi dapat berupa motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi

intrinsik adalah manakala suatu kegiatan membuat seseorang

termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan

kegiatan tersebut bukan karena rangsangan lain. Sedangkan motivasi

ekstrinsik adalah manakala elemen-elemen luar menjadi faktor utama

yang membuat seseorang termotivasi (Siagian, 2004)

Maslow mengungkapkan pada dasarnya semua manusia memiliki 5

kebutuhan pokok mulai dari kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan

aktualisasi diri. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus

terpenuhi sebagian atau seluruhnya sebelum kebutuhan pada peringkat

berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. Kebutuhan

keamanan merupakan dasar seseorang bisa memenuhi kebutuhan sosial

setelah ia memnuhi sebagian atau seluruh kebutuhan fisiologisnya.

Demikian pula dengan pemenuhan kebutuhan pada tingkat selanjutnya.

Page 11: BAB 2(2)

19

Pernikahan merupakan salah satu implementasi dalam pemenuhann

kebutuhan hidup seseorang. Khususnya untuk wanita, pernikahan akan

memenuhi kebutuhan akan keamanan, dimana mereka merasa akan

lebih terlindungi dengan adanya seorang suami. Pasangan yang sudah

menikah merasa mendapat pengakuan sosial di masyarakat dan tidak

tergantung pada keputusan orang tua dalam beberapa masalah. Orang

yang sudah menikah dianggap lebih bertanggung jawab dalam

melaksanakan suatu keputusan atau masalah.

2. Faktor Eksternal

a. Faktor Pemahaman Agama.

Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika

anak menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran

agama. Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya

dengan segera menikahkan anak-anak tersebut.

Ada satu kasus, dimana orang tua anak menyatakan bahwa jika

anak menjalin hubungan dengan lawan jenis merupakan satu:

“perzinahan”. Oleh karena itu sebagai orang tua harus mencegah hal

tersebut dengan segera menikahkan. Saat mejelis hakim menanyakan

anak wanita yang belum berusia 16 tahun tersebut, anak tersebut pada

dasarnya tidak keberatan jika menunggu dampai usia 16 tahun yang

tinggal beberapa bulan lagi. Tapi orang tua yang tetap bersikukuh

bahwa pernikahan harus segera dilaksanakan. Bahwa perbuatan anak

Page 12: BAB 2(2)

20

yang saling suka sama suka dengan anak laki-laki adalah merupakan

“zina”. Dan sebagai orang tua sangat takut dengan azab membiarkan

anak tetap berzina (Daradjat, 1997)

b. Faktor ekonomi.

Kita masih banyak menemui kasus-kasus dimana orang tua terlilit

hutang yang sudah tidak mampu dibayarkan. Dan jika si orang tua yang

terlilit hutang tadi mempunyai anak gadis, maka anak gadis tersebut

akan diserahkan sebagai “alat pembayaran” kepada si piutang. Dan

setelah anak tersebut dikawini, maka lunaslah hutang-hutang yang

melilit orang tua si anak (Fikriana, 2012).

Memenuhi kebutuhan atau kekurangan pembiayaan hidup orang

tuanya, merupakan salah satu alasan orang tua menikahkan anak

perempuannya. Pada saat menyelenggarakan pernikahan anak

perempuan dalam usia muda, akan mendatangkan sumbangan berupa

barang, bahan ataupun sejumlah uang dari handai taulannya yang dapat

dipergunakan selanjutnya untuk menutup biaya kebutuhan sehari-hari

untuk beberapa waktu lamanya.

Kelestarian ataupun perluasan usaha orang tua mempelai laki-laki

dan perempuan merupakan salah satu alasan untuk menikahkan anak

pada usia muda. Orang tua kedua mempelai mengharapkan kelak si

anak yang dinikahkan dapat menjamin perkembangan usaha kedua

belah pihak, dimana usaha tersebut merupakan cabang usaha yang

Page 13: BAB 2(2)

21

saling mebutuhkan dan saling melengkapi sehingga usaha tersebut

menjadi satu usaha yang lebih besar (UNICEF, 2001).

c. Faktor adat dan budaya.

Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa

pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil

telah dijodohkan orang tuanya. Dan akan segera dinikahkan sesaat

setelah anak tersebut mengalami masa menstruasi. Padahal umumnya

anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat

dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di

bawah batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan

undang-undang (Ahmad, 2009)

d. Pelayanan Kesehatan

Menurut Hendrik L. Blum, terdapat 4 faktor yang mempengaruhi

status kesehatan masyarakat atau perorangan. Pelayanan Kesehatan

merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat kesehatan

masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan

dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit,

pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang

memerlukan pelayanan kesehatan.

Salah satu pelayanan kesehatan reproduksi remaja adalah

dibentuknya Pusat informasi dan konseling kesehatan reproduksi remaja

(PIK-KRR). PIK-KRR adalah suatu wadah kegiatan program kesehatan

reproduksi remaja guna memberi pelayanan dan informasi serta konseling

Page 14: BAB 2(2)

22

tentang kesehatan reproduksi serta kegiatan-kegiatan lainnya. Tujuan

PIK-KRR adalah memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja,

keterampilan/kecakapan hidup serta pelayanan konseling dan rujukan

KRR untuk mewujudkan tegar remaja dalam rangka tercapainya Keluarga

Kecil Bahagia Sejahtera (Imron, 2011).

Dengan adanya PIK-KRR yang memberikan informasi kesehatan

reproduksi remaja, diharapkan angka pernikahan usia muda dapat

diturunkan karena PKRR telah disosialisasikan kedalam materi pelajaran

biologi, Penjaskes dan Agama di sekolah.

C. Dampak Pernikahan Usia Muda

1. Segi Kesehatan

Dilihat dari segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh

pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta

berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak. Kehamilan di

usia yang sangat muda ternyata berkorelasi dengan angka kematian dan

kesakitan ibu. Anak perempuan usia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat

meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24

tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia

15-19 tahun (Imron, 2012).

Anatomi tubuh anak belum siap untuk proses hamil maupun

melahirkan, sehingga dapat terjadi komplikasi berupa obstructed labour

serta obstetric fistula. Data dari UNPFA tahun 2003 memperlihatkan

Page 15: BAB 2(2)

23

15-30% persalinan usia dini disertai komplikasi kronik, yaitu obstetric

fistula . Fistula merupakan kerusakan pada organ kewanitaan yang

menyebabkan kebocoran urin atau feses ke dalam vagina. Wanita berusia

kurang dari 20 tahun sangat rentan mengalami obstetric fistula. Obstetric

fistula ini dapat terjadi akibat hubungan seksual di usia muda (USAID,

2006).

Mudanya usia saat melakukan hubungan seksual pertama kali

meningkatkan risiko penyakit menular seksual dan penularan infeksi HIV.

Pernikahan usia muda juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya

karsinoma serviks muda (USAID, 2006).

2. Segi Fisik

Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang

memerlukan keterampilan fisik untuk mendatangkan penghasilan baginya

dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu

faktor yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan

rumah tangga

3. Segi Psikologis

Pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara moral, pada

setiap tanggung jawab yang dihadapinya. Pasangan muda sering

menghadapi keguncangan mental karena masih memiliki sikap mental

yang labil dan belum matang emosinya.

Perempuan yang hamil di usia muda akan mengalami trauma

berkepanjangan. Selain mengalami krisis percaya diri, secara psikologis

Page 16: BAB 2(2)

24

belum siap untuk bertanggungjawab dan berperan sebagai istri, partner

seks, ibu, sehingga jelas bahwa pernikahan usia muda menyebabkan imbas

negatif terhadap kesejahteraan psikologis dan kepribadian (UNICEF,

2001).

4. Segi Sosial

Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam

masyarakat patriarki yang bias gender yang menempatkan perempuan

pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja.

Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender

yang akan melahirkan kekerasan terhadap sosial (Wirawan, 1983).

D. Kerangka Teori

Pernikahan usia muda didefinisikan sebagai pernikahan yang terjadi

sebelum anak mencapai usia 18 tahun, sebelum anak matang secara fisik,

fisiologis dan psikologis untuk bertanggung jawab terhadap pernikahan dan

anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut.

Faktor penyebab pernikahan usia muda dibagi 2, yaitu faktor internal

yang terdiri dari pendidikan, pengetahuan, telah melakukan hubungan

biologis dan hamil sebelum menikah. Faktor eksternal terdiri dari faktor

pemahaman agama, ekonomi serta adat dan budaya.

Dampak pernikahan usia muda yaitu dampak terhadap kesehatan, yaitu

berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian

bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak.

Page 17: BAB 2(2)

25

Pasangan usia muda belum tentu mampu dibebani suatu pekerjaan yang

memerlukan keterampilan fisik untuk mendatangkan penghasilan baginya dan

mencukupi kebutuhan keluarganya. Secara psikologis, Pasangan usia muda

belum siap bertanggung jawab secara moral, pada setiap tanggung jawab

yang dihadapinya. Sedangkan secara sosial, pernikahan usia muda

menyebabkan terjadinya bias gender.

Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, kerangka teori digambarkan

seperti pada bagan 2.1 :

Sumber : Lawrence Green (1988) yang dimodifikasi : Notoatmodjo (2011)

Bagan 2.1 Kerangka Teori Faktor-faktor yang berhubungan dengan pernikahan usia muda ditinjau dari Perilaku Kesehatan

Pernikahan Usia Muda

Faktor Pendukung

- Pendidikan- Pengetahuan- Telah Melakukan

hubungan Biologis - Hamil sebelum

Menikah- Motivasi Melakukan

pernikahan usia mudaDampak

- Segi Kesehatan- Fisik- Psikologis- Sosial

Faktor Pemungkin

- Faktor Pemahaman Agama

- Ekonomi- Adat dan budaya

Faktor Penguat

Pelayanan Kesehatan