bab 2(2)
DESCRIPTION
bab 2TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
2.1.1. Remaja
Masa Remaja merupakan suatu tahapan anatara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas
sampai tercapainya kematangan. Biasanya mulai dari usia 14 tahun pada
pria dan usia 12 tahun pada wanita.
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak
ke masa dewasa. WHO mendefinisikan remaja dalam dua kategori yaitu
adolesence, yaitu periode kehidupan pada 10-19 tahun dan youth yaitu
periode kehidupan pada usia 15-24 tahun. Berdasarkan UU NO. 4 Tahun
1979 tentang Kesejahteraan Anak menetapkan definisi anak sebagai
seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.
Batasan 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan bahwa pada usia
inilah tercapai kematangan mental, pribadi dan sosial walaupun
kematangan biologis mungkin terjadi lebih awal pada usia belasan tahun.
2.1.2. Pernikahan
Kata pernikahan berasal dari bahasa Arab “nikah” yang berarti
“pengumpulan” atau “berjalinnya sesuatu dengan sesuatu yang lain”.
Menurut kamus huku, nikah adalah perjanjian antara laki-laki dan
perempuan untuk bersuami istri secara sah (Poerwadarminto, 1992)
9
10
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1, pernikahan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 2
menyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agama dan kepercayaan dan tiap-tiap perkawinan
dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
(YPAN,1974)
2.1.3. Pernikahan Usia Muda
Pernikahan usia muda lebih dikenal dengan istilah pernikahan anak
atau pernikahan di bawah umur. Definisi pernikahan usia muda
berdasarkan pada definisi usia muda. Definisi anak atau usia muda
menurut UU No. 23 tahun 2009 adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun, termasuk anak yang masih berada dalam kandungan. (Depkes,
2009)
UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 menjelaskan batas usia minimal
menikah bagi perempuan adalah 16 tahun dan laki-laki adalah 19 tahun.
Pernikahan usia muda didefinisikan sebagai pernikahan yang terjadi
sebelum anak mencapai usia 18 tahun, sebelum anak matang secara fisik,
fisiologis dan psikologis untuk bertanggung jawab terhadap pernikahan
dan anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut. Menurut
Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, pernikahan usia muda merupakan
11
sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat
kuat sebagai sebuah solusi alternatif (Wirawan, 1997)
A. Perilaku
Semua kegiatan atau aktifitas manusia dapat diamati baik secara
langsung maupun tidak langsung oleh pihak luar. Perilaku terdiri dari persepsi
(perception), respon terpimpin (guided respons), mekanisme (mechanism),
adaptasi (adaptation). Perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku
merupakan hasil dari perubahan berbagai faktor baik internal maupun
eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat
dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial. Secara lebih terperinci
perilaku manusia sebenarnya merupakan refleks dari berbagai gejala kejiwaan
seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi dan sikap
(Notoatmodjo,2010).
Dalam perilaku kesehatan menurut Lawrence Green dalam
Notoatmodjo (2010), penyebab masalah kesehatan terbagi dalam :
a. Faktor predisposisi (predisposing faktors) yaitu yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan,
sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi
b. Faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan, seperti sarana
dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.
12
c. Faktor penguat (reinforcing factros) adalah faktor-faktor yang mendorong
atau memperkuat terjadinya perilaku.
B. Penyebab Pernikahan Usia Muda
Berdasarkan teori perilakua yang dikemukakan oleh Green dalam
Notoatmodjo (2010), penyebab terjadinya pernikahan usia muda dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor pendukung, faktor pemungkin dan faktor
penguat. Faktor Pendukung yaitu Pendidikan, Pengetahuan, telah melakukan
hubungan biologis, hamil sebelum menikah dan motivasi melakukan
pernikahan usia muda. Faktor pemungkin yaitu faktor pemahanan agama,
ekonomi serta adat dan budaya. Faktor penguat yaitu pelayanan kesehatan.
Faktor pendukung dikategorikan sebagai faktor internal yang mendorong
individu melakukan pernikahan usia muda, sedangkan faktor pemungkin dan
penguat dikategorikan sebagai faktor eksternal individu yang mendorong
melakukan pernikahan usia muda.
1. Faktor Internal
a. Faktor Pendidikan.
Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar.
Jika seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian
mengisi waktu dengan bekerja. Saat ini anak tersebut sudah merasa
cukup mandiri, sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri.
Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut
menganggur. Dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat
13
mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif. Salah satunya
adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika diluar kontrol
membuat kehamilan di luar nikah.
Pendidikan mempunyai peran sebagai bahan pertimbangan yang
mengaburkan keputusan menikah terutama menikah usia muda.
Implikasi pendidikan berdasarkan pendapat Freud : “Pendidikan adalah
suatu untuk memperhalus dan membudayakan dorongan-dorongan
kelamin sesuai dengan harapan masyarakat”. Memperdalam ilmu dalam
dunia pendidikan seringkali membuat orang melupakan kehidupan
pribadinya. Seseorang tidak memikirkan kebutuhan biologisnya
dikarenakan kesibukan yang mengisi kesehariannya.
Tingkat pendidikan yang tinggi akan memberikan pemahaman
secara matang kepada individu untuk memilih atau memutuskan suatu
hal. Individu tersebut tidak menginginkan jika hal yang buruk yang
tidak diinginkan menimpa dirinya akibat dari keputusan yang telah
diambil olehnya. Kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun, maka
secara emosi remaja masih ingin berpetualang menemukan jati dirinya.
b. Faktor Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu
pengindraan hingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
14
Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.
(Notoatmodjo, 2010, hal. 27)
Pengetahuan adalah kekuasaan. Perubahan apapun dalam perilaku
atau sikap tanpa pengetahuan, tidaklah membantu seseorang
berkembang lebih lanjut. Kekhasan manusia paling penting adalah
pengetahuannya, kemampuan berpikirnya dan mengetahui sebab
akibat diantara berbagai macam hal. (Pareek, 1985, hal.17)
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek tertentu yang
dipengaruhi oleh perhatian dan persepsi terhadap objek tersebut
sehingga menimbulkan kemampuan berpikir dan mengetahui sebab
akibat berbagai hal.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan,
yaitu: (Notoatmodjo, 2010, hal. 27)
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan ini mengingat kembali
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan pelajaran atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan
15
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi secara benar. Orang yang telah faham
terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap
obyek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-
hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain.
4) Analisa (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam
satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja
16
seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan dan
mengelompokkan.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat
menyusun, dapat menerangkan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian ini
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria yang telah ada.
Pengetahuan yang rendah menjadi alasan yang mendukung
terjadinya pernikahan usia muda. Kurangnya pengetahuan mengenai
kesehatan menyebabkan pasangan muda lebih berani melakukan
pernikahan usia muda tanpa mempertimbangkan dampaknya.
c. Faktor telah melakukan hubungan biologis.
Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-anak
telah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri. Dengan
kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan cenderung segera
17
menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini, bahwa
karena sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib.
Tanpa mengenyampingkan perasaan dan kegalauan orang tua, hal
ini sebuah solusi yang kemungkinan di kemudian hari akan
menyesatkan anak-anak. Ibarat anak sudah melakukan suatu kesalahan
yang besar, bukan memperbaiki kesalahan tersebut, tetapi orang tua
justru membawa anak pada suatu kondisi yang rentan terhadap masalah.
Karena sangat besar di kemudian hari perkawinan anak-anak tersebut
akan dipenuhi konflik (Fikriana, 2012).
d. Hamil sebelum menikah
Jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka
orang tua cenderung menikahkan anak-anak tersebut. Bahkan ada
beberapa kasus, walau pada dasarnya orang tua anak gadis ini tidak
setuju dengan calon menantunya, tapi karena kondisi kehamilan si
gadis, maka dengan terpaksa orang tua menikahkan anak gadis tersebut.
Bahkan ada kasus, justru anak gadis tersebut pada dasarnya tidak
mencintai calon suaminya, tapi karena terlanjur hamil, maka dengan
sangat terpaksa mengajukan permohonan dispensasi kawin.
Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik bagi anak
gadis, orang tua bahkan hakim yang menyidangkan. Karena dengan
kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan yang akan dilaksanakan
bukan lagi sebagaimana perkawinan sebagaimana yang diamanatkan
Undang-undang bahkan agama, karena sudah terbayang di hadapan
18
mata, kelak rona perkawinan anak gadis ini kelak. Perkawinan yang
dilaksanakan berdasarkan rasa cinta saja kemungkinan di kemudian hari
bisa goyah, apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan
(Fikriana, 2012).
e. Motivasi Menikah Usia Muda
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang
untuk melakukan atau mencapai suatu tujuan. Motivasi juga bisa
dikatakan sebagai rencana atau keinginann untuk menuju kesuksesan
dan menghindari kegagalan hidup.
Motivasi dapat berupa motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi
intrinsik adalah manakala suatu kegiatan membuat seseorang
termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan
kegiatan tersebut bukan karena rangsangan lain. Sedangkan motivasi
ekstrinsik adalah manakala elemen-elemen luar menjadi faktor utama
yang membuat seseorang termotivasi (Siagian, 2004)
Maslow mengungkapkan pada dasarnya semua manusia memiliki 5
kebutuhan pokok mulai dari kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan
aktualisasi diri. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus
terpenuhi sebagian atau seluruhnya sebelum kebutuhan pada peringkat
berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. Kebutuhan
keamanan merupakan dasar seseorang bisa memenuhi kebutuhan sosial
setelah ia memnuhi sebagian atau seluruh kebutuhan fisiologisnya.
Demikian pula dengan pemenuhan kebutuhan pada tingkat selanjutnya.
19
Pernikahan merupakan salah satu implementasi dalam pemenuhann
kebutuhan hidup seseorang. Khususnya untuk wanita, pernikahan akan
memenuhi kebutuhan akan keamanan, dimana mereka merasa akan
lebih terlindungi dengan adanya seorang suami. Pasangan yang sudah
menikah merasa mendapat pengakuan sosial di masyarakat dan tidak
tergantung pada keputusan orang tua dalam beberapa masalah. Orang
yang sudah menikah dianggap lebih bertanggung jawab dalam
melaksanakan suatu keputusan atau masalah.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor Pemahaman Agama.
Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika
anak menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran
agama. Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya
dengan segera menikahkan anak-anak tersebut.
Ada satu kasus, dimana orang tua anak menyatakan bahwa jika
anak menjalin hubungan dengan lawan jenis merupakan satu:
“perzinahan”. Oleh karena itu sebagai orang tua harus mencegah hal
tersebut dengan segera menikahkan. Saat mejelis hakim menanyakan
anak wanita yang belum berusia 16 tahun tersebut, anak tersebut pada
dasarnya tidak keberatan jika menunggu dampai usia 16 tahun yang
tinggal beberapa bulan lagi. Tapi orang tua yang tetap bersikukuh
bahwa pernikahan harus segera dilaksanakan. Bahwa perbuatan anak
20
yang saling suka sama suka dengan anak laki-laki adalah merupakan
“zina”. Dan sebagai orang tua sangat takut dengan azab membiarkan
anak tetap berzina (Daradjat, 1997)
b. Faktor ekonomi.
Kita masih banyak menemui kasus-kasus dimana orang tua terlilit
hutang yang sudah tidak mampu dibayarkan. Dan jika si orang tua yang
terlilit hutang tadi mempunyai anak gadis, maka anak gadis tersebut
akan diserahkan sebagai “alat pembayaran” kepada si piutang. Dan
setelah anak tersebut dikawini, maka lunaslah hutang-hutang yang
melilit orang tua si anak (Fikriana, 2012).
Memenuhi kebutuhan atau kekurangan pembiayaan hidup orang
tuanya, merupakan salah satu alasan orang tua menikahkan anak
perempuannya. Pada saat menyelenggarakan pernikahan anak
perempuan dalam usia muda, akan mendatangkan sumbangan berupa
barang, bahan ataupun sejumlah uang dari handai taulannya yang dapat
dipergunakan selanjutnya untuk menutup biaya kebutuhan sehari-hari
untuk beberapa waktu lamanya.
Kelestarian ataupun perluasan usaha orang tua mempelai laki-laki
dan perempuan merupakan salah satu alasan untuk menikahkan anak
pada usia muda. Orang tua kedua mempelai mengharapkan kelak si
anak yang dinikahkan dapat menjamin perkembangan usaha kedua
belah pihak, dimana usaha tersebut merupakan cabang usaha yang
21
saling mebutuhkan dan saling melengkapi sehingga usaha tersebut
menjadi satu usaha yang lebih besar (UNICEF, 2001).
c. Faktor adat dan budaya.
Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa
pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil
telah dijodohkan orang tuanya. Dan akan segera dinikahkan sesaat
setelah anak tersebut mengalami masa menstruasi. Padahal umumnya
anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat
dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di
bawah batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan
undang-undang (Ahmad, 2009)
d. Pelayanan Kesehatan
Menurut Hendrik L. Blum, terdapat 4 faktor yang mempengaruhi
status kesehatan masyarakat atau perorangan. Pelayanan Kesehatan
merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan
dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit,
pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang
memerlukan pelayanan kesehatan.
Salah satu pelayanan kesehatan reproduksi remaja adalah
dibentuknya Pusat informasi dan konseling kesehatan reproduksi remaja
(PIK-KRR). PIK-KRR adalah suatu wadah kegiatan program kesehatan
reproduksi remaja guna memberi pelayanan dan informasi serta konseling
22
tentang kesehatan reproduksi serta kegiatan-kegiatan lainnya. Tujuan
PIK-KRR adalah memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja,
keterampilan/kecakapan hidup serta pelayanan konseling dan rujukan
KRR untuk mewujudkan tegar remaja dalam rangka tercapainya Keluarga
Kecil Bahagia Sejahtera (Imron, 2011).
Dengan adanya PIK-KRR yang memberikan informasi kesehatan
reproduksi remaja, diharapkan angka pernikahan usia muda dapat
diturunkan karena PKRR telah disosialisasikan kedalam materi pelajaran
biologi, Penjaskes dan Agama di sekolah.
C. Dampak Pernikahan Usia Muda
1. Segi Kesehatan
Dilihat dari segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh
pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta
berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak. Kehamilan di
usia yang sangat muda ternyata berkorelasi dengan angka kematian dan
kesakitan ibu. Anak perempuan usia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat
meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24
tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia
15-19 tahun (Imron, 2012).
Anatomi tubuh anak belum siap untuk proses hamil maupun
melahirkan, sehingga dapat terjadi komplikasi berupa obstructed labour
serta obstetric fistula. Data dari UNPFA tahun 2003 memperlihatkan
23
15-30% persalinan usia dini disertai komplikasi kronik, yaitu obstetric
fistula . Fistula merupakan kerusakan pada organ kewanitaan yang
menyebabkan kebocoran urin atau feses ke dalam vagina. Wanita berusia
kurang dari 20 tahun sangat rentan mengalami obstetric fistula. Obstetric
fistula ini dapat terjadi akibat hubungan seksual di usia muda (USAID,
2006).
Mudanya usia saat melakukan hubungan seksual pertama kali
meningkatkan risiko penyakit menular seksual dan penularan infeksi HIV.
Pernikahan usia muda juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya
karsinoma serviks muda (USAID, 2006).
2. Segi Fisik
Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang
memerlukan keterampilan fisik untuk mendatangkan penghasilan baginya
dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu
faktor yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan
rumah tangga
3. Segi Psikologis
Pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara moral, pada
setiap tanggung jawab yang dihadapinya. Pasangan muda sering
menghadapi keguncangan mental karena masih memiliki sikap mental
yang labil dan belum matang emosinya.
Perempuan yang hamil di usia muda akan mengalami trauma
berkepanjangan. Selain mengalami krisis percaya diri, secara psikologis
24
belum siap untuk bertanggungjawab dan berperan sebagai istri, partner
seks, ibu, sehingga jelas bahwa pernikahan usia muda menyebabkan imbas
negatif terhadap kesejahteraan psikologis dan kepribadian (UNICEF,
2001).
4. Segi Sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam
masyarakat patriarki yang bias gender yang menempatkan perempuan
pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja.
Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender
yang akan melahirkan kekerasan terhadap sosial (Wirawan, 1983).
D. Kerangka Teori
Pernikahan usia muda didefinisikan sebagai pernikahan yang terjadi
sebelum anak mencapai usia 18 tahun, sebelum anak matang secara fisik,
fisiologis dan psikologis untuk bertanggung jawab terhadap pernikahan dan
anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut.
Faktor penyebab pernikahan usia muda dibagi 2, yaitu faktor internal
yang terdiri dari pendidikan, pengetahuan, telah melakukan hubungan
biologis dan hamil sebelum menikah. Faktor eksternal terdiri dari faktor
pemahaman agama, ekonomi serta adat dan budaya.
Dampak pernikahan usia muda yaitu dampak terhadap kesehatan, yaitu
berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian
bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak.
25
Pasangan usia muda belum tentu mampu dibebani suatu pekerjaan yang
memerlukan keterampilan fisik untuk mendatangkan penghasilan baginya dan
mencukupi kebutuhan keluarganya. Secara psikologis, Pasangan usia muda
belum siap bertanggung jawab secara moral, pada setiap tanggung jawab
yang dihadapinya. Sedangkan secara sosial, pernikahan usia muda
menyebabkan terjadinya bias gender.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, kerangka teori digambarkan
seperti pada bagan 2.1 :
Sumber : Lawrence Green (1988) yang dimodifikasi : Notoatmodjo (2011)
Bagan 2.1 Kerangka Teori Faktor-faktor yang berhubungan dengan pernikahan usia muda ditinjau dari Perilaku Kesehatan
Pernikahan Usia Muda
Faktor Pendukung
- Pendidikan- Pengetahuan- Telah Melakukan
hubungan Biologis - Hamil sebelum
Menikah- Motivasi Melakukan
pernikahan usia mudaDampak
- Segi Kesehatan- Fisik- Psikologis- Sosial
Faktor Pemungkin
- Faktor Pemahaman Agama
- Ekonomi- Adat dan budaya
Faktor Penguat
Pelayanan Kesehatan