bab 2

44
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trauma Kapitis 2.1.1 Definisi trauma kapitis Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen ( PERDOSSI, 2006 dalam Asrini, 2008 ). Trauma kapitis adalah suatu ruda paksa yang menipa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan gangguan fungsional jaringan otak (sastrodininggrat, 2009). Trauma kapitis adalah trauma yang terjadi karena adanya pukulan/benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa terjadinya kehilangan kesadaran (Tucker, 1998). 2.2 Jenis Trauma Kapitis Berdasarkan Advanced trauma life support (ATLS), 2004 cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai

Upload: indah-maulana-sari

Post on 28-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

hlouy

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Kapitis

2.1.1 Definisi trauma kapitis

Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara

langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi

yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen

( PERDOSSI, 2006 dalam Asrini, 2008 ).

Trauma kapitis adalah suatu ruda paksa yang menipa struktur kepala

sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan gangguan fungsional

jaringan otak (sastrodininggrat, 2009).

Trauma kapitis adalah trauma yang terjadi karena adanya

pukulan/benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa terjadinya kehilangan

kesadaran (Tucker, 1998).

2.2 Jenis Trauma Kapitis

Berdasarkan Advanced trauma life support (ATLS), 2004 cedera kepala

diklasifikasikan dalam berbagai aspek.namun secara praktis dikenal 3

deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan : mekanisme, beratnya cedera dan

morfologi.

2.2.1 Berdasarkan mekanisme

Menurut Brunner dan Suddarth (2001) dan Long (1990), trauma kapitis

dapat dibagi menjadi dua jenis:

Page 2: BAB 2

1. Trauma kapitis terbuka

Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau

luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh

velositas, masa dan bentuk dari benturan. Kerusakan otak juga dapat

terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk ke dalam jaringan otak

dan melukai duramater saraf otak, jaringan sel otak akibat benda

tajam/tembakan. Trauma kapitis terbuka memungkinkan kuman pathogen

memiliki akses langsung ke otak.

2. Trauma kapitis tertutup

Benturan kranium pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan

yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat

kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan dalam otak maka cairan

akan tumpah. Trauma kapitis tertutup meliputi: Komusio (gegar otak),

Kontusio (memar) dan laserasi.

2.2.2 Berdasarkan cedera kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi

beratnya derajat keparahan trauma. Menurut Barain Injury Association of

Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari trauma kapitis yaitu :

Page 3: BAB 2

Tabel 2.1. Klasifikasi Keparahan Taruma kapitis

Ringan kehilangan kesadaran < 20 menit

amnesia post traumatik < 24 jam

GCS : 13-15

Sedang Kehilangan kesadaran ≥ 20 menit dan

≤ 36 jam

Amnesia post traumatik ≥ 24 jam dan

≤ 7 hari

GCS : 9-12

Berat Kehilangan kesadaran > 36 jam

Amnesia post traumatik > 7 hari

GCS : 3-8

Sumber : Brain Injury Association of Michigan, 2005

2.2.3 Berdasarkan morfologi

a. Komosio serebri

Adalah trauma kapitis yang menimbulkan pingsan sejenak.

Keadaan trauma ini biasanya tanpa adanya amnesia retrograd, serta tanda-

tanda neurologi apapun tidak ditemukan (Neurologi klinis dasar, 2009)

b. Laserasi (luka robek atau koyak)

Adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul. Luka yang

terjadi biasanya berupa goresan rata diatas permukaan tulang yang terkena.

Luka ini sering terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses

Page 4: BAB 2

penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan

jaringan parut (Rudolph, 2006).

c. kontusio serebri

Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan

dimana pembuluh darah pecah sehingga darah meresap ke jaringan

sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah

kebiruan. Luka memar ini terjadi apa bila otak menekn tengkorak,

biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal, dan

oksipital. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami

pembengkakan yang disebut edema, jika pembengkakan cukup besar maka

dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan, 2004).

d. Perdarahan Epidural

perdarahan epidural adalah perdarahan yang terletak antara tulang

kranial dan dura mater.perdarahan ini terjadi apabila salah satu cabang

arteri meningea media robek.perdarahan ini sering terjadi di daerah

temporal namun dapat juga terjadi didaerah frontal atau oksipital.

e. Perdarahan Subaraknoid

perdarahan ini terletak antara dura mater dan arknoid. Perdarahan

ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks serebri.

Perdarahan ini biasanya akan menutupi seluruh permukaan hemisfer

otakdan menimbulkan kerusakan otak yang berat serta prognosis yang

lebih buruk dibandingkan perdarahan epidural.

Page 5: BAB 2

f. perdarahan intraserebral

perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terletak antara

lobus temporal dan lobus frontal. Perdarahan ini berupa perdarahan kecil-

kecil saja, dan biasanya keadaan ini muncul pada kasus kontusio yang bisa

berubah menjadi perdarahan intraserebral dalam waktu beberapa jam atau

hari sehingga membutuhkan tindakan operasi (Neurologi Klnis

dasar,2009).

2.3 Anatomi Kepala

2.3.1 Kulit Kepala (Scalp)

Kulit kepala terdiri dari 5 (lima) lapisan yang disebut sebagai SCALP

yaitu:

a. Skin atau kulit

Tebal dan berambtu, dan mengandung banyak kelenjar sebasea.

b. Connective tissue atau jaringan penyambung

Yaitu jaringan ikat dibawah kulit, yang merupakan jaringan lemak

fibrosa. Septa fibrosa menghubungkkan kulit dengan aponeurosis

mukulus occipitofrontalis.pada lapisan ini banyak mengandung

pembuluh darah arteri karotis eksterna dan interna, dan terdapat

anastomosis yang luas di antara cabang-cabang ini.

c. Aponeurosis atau galea aponeurotika (epicranial)

Merupakan lembaran tendo yang tipis, yang menghubungkan venter

occipitale dan venter frontale muskulus occipitofrontalis. Bagian

pinggir lateral aponeurosis melekat pada fasia temporalis.

Page 6: BAB 2

d. Loose areolar tissue

Merupakan jaringan ikat longgar yang mengisi spatium

subaponeurotikum dan secara longgar menghubungkan aponeurosis

epicranialis dengan periosteum cranium.

e. Pericranium

Merupakan periosteum yang menutupi permukaan luar tulang

tengkorak.

Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari

perikranium dan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal).

Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi

perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak

kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak.

2.3.2 Tulang tengkorak

Tulang tengkorak tersusun dari 22 tulang yaitu : 8 tulang kranium dan 14

tulang fasial. Kranium berfungsi membungkus dan melindungi otak, yang

terdari dari : tulang frontal, parietal kiri dan kanan, temporal kiri dan

kanan, sfenoid, oksifital, dan etmoid. Sedangkan tulang –tluang fasialis

terdiri dari : tulang-tulang nasal, palatum, zigomatik, maksilaris,lakrimal,

vomer, konka nasal inferior, dan mandibular.

Tulang tengkorak juga terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis cranii.

Kalvaria khususnya di bagian temporal adalah tipis, namun disini dilapisi

oleh otot temporal. Basis Cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat

Page 7: BAB 2

melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan

deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu: fos anterior,

fosa media, dan fosa posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus

frontalis, fosa media adalah tempat lobus temporalis, dan fosa posterior

adalah ruang bagian bawah batang otak dan serebellum.

Gambar 1. Tulang-tulang pembentuk tengkorak

2.3.3 Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3

lapisan yaitu: duramater, arakhnoid, dan piamater. Duramater adalah

selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada

permukaan dalam dari cranium. Karena tidak melekat pada selaput

Page 8: BAB 2

arakhnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang

subdural) yang terletak antara duramater dan arakhnoid, dimana sering

dijumpai perdarahan subdural.

Pada trauma otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada

permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau

disebut bridging veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan

perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah ke sinus

transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat

mengakibatkan perdarahan hebat.

Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari

kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat

menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera

adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa

media).

Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan

tembus pandang disebut lapisan arakhnoid. Lapisan ketiga adalah piamater

yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal

bersirkulasi dalam ruang subarakhnoid (Ganong, 2002).

2.3.4 Otak

Otak terbagi menjadi 3 bagian utama yaitu :

a. Serebelum

Merupakan bagian otak yang terbesar dan paling menonjol.disini

terletak pusat-pusat saraf yang mengatur kegiatan sensorik dan motorik,

Page 9: BAB 2

juga mengatur proses penalaran, ingatan dan intelegensia. Serebelum

dibagi menjadi hemisfer kanan dan kiri oleh suatu lekukan ataua celah

dalam yang disebut fisura longitudinalis mayor. Bagian luar hemisferium

serebri terdiri dari substansia gresia yang disebut korteks serebri, terletak

diatas substansia alba yang merupakan bagian dalam (inti) hemisfer dan

dinamakan pusat medulla. Kedua hemisfer saling dihubungkan oleh suatu

pita serabut lebar yang disebut korpus kalosum. Di dalam substansial alb

tertanam masa substansial grisea yang disebut ganglia basalis.pusat

aktifitas motorik dan sensorik pada masing-masing hemisfer dirangkap

dua , dan biasanya berkaitan dengan bagiian tubuh yang berlawanan.

Hemisferium serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan

hemisferium kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan. Konsep

fungsional ini disebut pengendalian kontralateral. Setiap hemisfer dibagi

dalam lobus dan terdiri dari 4, yaitu :

Lobus frontalis : Kontrol motorik gerakan volunter,terutama fungsi

bicara, kontrol berbagai emosi,moral tingkah laku

dan etika.

Lobus temporal : pendengaran,keseimbangan,emosi dan memori.

Lobus oksipitalis : visual senter, mengenal objek.

Lobus parietalis : fungsi sensorik umum, rasa ( pengecapan ).

b. Sereblum

Sereblum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh

duramater yang menyerupai atap tenda, yaitu tentonium yang

Page 10: BAB 2

memisahkan dari bagian posterior serebrum. Serebrum terdiri dari

bagian tengah (vermis) dan 2 hemisfer lateral. Serebrum dihubungkan

dengan batang otak oleh tiga berkas serabut yang dinamakan

pedunkulus. Pedunkulus serebri superior berhubungan dengan kedua

hemisfer otak sedangkan pedunkulus serebri inferior berisi serabut-

sreabut traktur spino sereberalis dorsalis dan berhubungan dengan

medulla oblongata. Semua aktifitas serebrum dibawah kesadaran

fungsi utamanya adalah sebagai pusat reflek yang mengkoordinasi dan

memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan

kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh

(Sylvia A. Price & Lorrain M. Wilson, 2006)

c. Brainstem (batang otak)

Ke arah kaudal batang otak berlanjut sebagai medulla spinalis dan ke

rostral berhubungan langsung dengan pusat-pusat otak yang lebih

tinggi. Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medulla

oblongata, pons dan mesenfalon (otak tengah). Di seluruh batang otak

banyak ditemukan jaras-jaras yang berjalan naik dan turun. Batang

otak merupakan pusat penyampaian dan reflek yang penting dari SSP.

Selain nervus olfaktorius dan optikus, nuclei nervus kranialis, juga

terletak dibatang otak. Seringkali terdapat satu saraf kranialis atau

lebih yang turut terlibat dalam lesi batang otak. Letak dan penyebaran

lesi ini dapat dideteksi menggunakan pemeriksaan fungsi saraf

kranialis (Sylvia A.Price & Lorrain M.Wilson, 2006).

Page 11: BAB 2

Gambar 2: Anatomi bagian-bagian Otak

2.3.5 Cairan Serebrospinal

Cairan serbrospinal (CSS) dihasilkan pleksus khoroideus dengan

kecepatan produsi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir daari ventrikel

lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III kemudian melalui

aquaductus syilvii menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari

sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid yang berada di

seluruh permukaan otak dan medula spinalis.

CSS akan direabsorbsi kedalam sirkulasi vena melalui vili

araknoid. CSS memiliki bantalan yang disebut bantalan cairan

serebrospinal yang berfungsi untuk melindungi sistem saraf pusat (SSP)

terhadap trauma. Otak dan cairan srebrospinal memiliki gaya berat spesifik

yang kurang lebih sama (hanya berbeda sekitar 4%), sehingga otak

terapung dalam cairan ini. Oleh karena itu, benturan pada kepala akan

menggerakkan seluruh otak dan tengkorak secara serentak, sehingga tidak

Page 12: BAB 2

satu bagian pun dari otak yang mengalami berubah bentuk akibat adanya

benturan (Gayton, 2007).

2.3.6 saraf-saraf otak

a. Nervus Alfaktorius (Nerfus kranialis 1)

nervus ini berfungsi menghantarkan bau menuju otak dan kemudian

diolah lebih lebih lanjut, atau dengan kata lain berfungsi sebagai saraf

pembau.

b. Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)

nervus ini berfungsi menghantarkan implus dari retina menuju plasma

optikum, kemudian melalui traktus optikus menuju korteks oksipitalis

untuk dikenali dan diinterpretasikan, atau dengan kata lain berfungsi

sebagai penglihatan.

c. Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)

Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola

mata), atau dengan kata lain berfungsi sebagai penggerak bola mata.

d. Nervus Troklearis (Nervus Kranialis IV)

sifatnya motorik, berfungsi untuk memutar mata atau sebagai

penggerak mata.

e. Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)

Nervus ini membawa serabut motorik maupun sensorik dengan

memberikan persarafan ke otot temporalis dan maseter, yang

merupakan otot-otot pengunyah.

Nervus Trigeminus dibagi menjadi 3 cabang utama , yaitu :

Page 13: BAB 2

- Nervus Oftalmikus sifatnya motorik dan sensorik.

Fungsi : kulit kepala dan kelopak mata atas.

- Nervus Maksilaris sifatnya sensorik.

Fungsi : Rahang atas, palatum dan hidung.

- Nervus Mandibularis sifatnya motorik dan sensorik.

Fungsi : Rahang bawah dan lidah.

f. Nervus Abdusen (Nervus Kranialis VI)

Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital, berfungsi sebagai saraf

penggoyang bola mata (defiasi mata ke lateral).

g. Nervus Facialis (Nervus Kranialis VII)

Sifatnya motorik dan sensorik, saraf ini membawa serabut sensorik

yang menghantar pengecapan bagian anterior lidah dan serabut

motorik yang mensarafi semua otot ekspresi wajah, termasuk

tersenyum, mengerutkan dahi dan menyeringai.

Fungsi : otot lidah mengeerakkan lidah dan selaput lendir rongga

mulut.

h. Nervus vestibulokoklearis (Nervus Kranialis VIII)

Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengar membawa rangsangan dari

pendengaran dari telinga ke otak. Berfungsi sebagai saraf pendengar

dan keseimbangan.

i. Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)

Sifatnya majemuk, mensrafi faring, tonsil, dan lidah.

j. Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)

Page 14: BAB 2

Sifatnya majemuk, fungsinya sebagai reflek muntah, menelan , visera

leher dan visera abdomen.

k. Nervus Assesorius (Nervus Kranialis XI)

Siafatnya motorik, berfungsi sebagai pergerakan kepala dan bahu.

l. Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)

Sifatnya motorik, berfungsi mensarafi otot-otot lidah

(patofisiologi, 2005)

2.4 Epidemiologi Trauma Kapitis.

Trauma kapitis merupakan salah satu penyebab utama kematian pada

kasus-kasus kecelakaan lalu lintas. Inggris misalnya, setiap tahun sekitar

100.000 kunjungan pasien ke rumah sakit berkaitan dengan trauma kapitis

yang 20% diantaranya terpaksa memerlukan rawat inap (Agus Wijanarka,

2005).

Menurut penelitian Agus Wijanarka, (2005) di Rumah Sakit

Nugroho Pakem Yogyakarta, insidensi trauma kapitis di instalasi gawat

darurat (IGD) cukup tinggi yaitu menempati urutan ke 5 dari seluruh

kunjungan ke instalasi gawat darurat (IGD). Menurut penelitian Saiful

Hadi, (2007) Aceh sendiri terdapat 1.466 korban kecelakaan lalu lintas

yang berakhir pada taruma kapitis dengan peringkat pertama pada urutan

cedera yang dialami oleh korban kecelakaan lalu lintas Angka kematian

trauma kapitis lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan yaitu

sebanyak 26,9 per100.000 dan 1,8 per100.000, ini disebabkan laki laki

lebih banyak berada diluar rumah sehingga tingkat keterpaparannya lebih

Page 15: BAB 2

besar, sedangkan usia yang beresiko tinggi untuk terkena trauma kapitis

yaitu pada usia lansia dan pada usia anak hingga remaja , dimana pada

lansia diakibatkan karena erjatuh sedangkan pada anak dan remaja

kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas dan akibat kekerasan

(CDC, 2005).

2.5 Etiologi trauma kapitis

Menurut Brain Injurry Association of America, penyebab utama trauma

kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak

20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan

sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakaan penyebab utama

kepala (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Penyebab utama terjadinya

trauma kepala adalah sebagai berikut :

1. Kecelakaan lalu lintas

Keceakan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaeraan bermototr

bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau menabrak benda lain

sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan

raya(IRTAD, 1995).

2. Jatuh

Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai terlepas, turun atau meluncur

ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih

digerakkan turun maupun sesudah sampai ke tanah.

3. Kekerasan

Page 16: BAB 2

Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai parihal atau perbuatan

seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya

orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang

lain.

Menurut penelitian Smeltzer,2001 penyebab trauma kapitis adalah sebagai

berikut :

1. Trauma tajam

Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana itu merobek

otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

2. Trauma tumpul

Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya akibat

dipukul penda tumpul dan lebih berat sifatnya.

3. Cedera akselerasi

Yaitu peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh

pukulan maupun bukan dari pukulan.

4. Kontak benturan (gonjatan langsung)

Yaitu terjadi benturan atau tertambak suatu objek.

5. Kecelakaan lalu lintas

6. Jatuh

7. Kecelakaan industri

8. Serangan yang disebabkan karena olahraga

9. Perkelahian.

Page 17: BAB 2

2.5 Fisiologi

Mekanisme fisiologis yang berperan yaitu :

1. Tekanan Intra Kranial

Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan

cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu

yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal sebesar 50

sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15mmHg. Dalam keadaan normal,

tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan

dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih

tinggi dari normal.

Ruang itrakranial adalah suatu ruangan kaku yang penuh sesuai

kapasitas dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak (1400g),

cairan serebrospinal (sekitar 75ml), dan darah (sekitar 75ml).

Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga utama ini akan

mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan

menaikkan tekanan intrakranial (Lobardo, 2003).

2. Hipotesa Monro-Kellie

Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak dapat meluas sehingga

bila salah satu dari ketiga koomponennya akan membesar, dua

komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi

volumenya (bila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi

intrakranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural dapat menjadi

parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya

Page 18: BAB 2

aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi yang

berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke

otak dan pergeseran otak ke arah bawah (herniasi) bila TIK makin

meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada

fungsi saraf. Apabila tekan intrakranial berat dan menetap, maka

mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat

menyebabkan kematian neural (Lombardo, 2003).

2.7 Patofisiologi Trauma Kapitis

Trauma kapitis terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada

permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan terjadi

kemampuan autoregulasi cerebral yang kurang atau tidak ada pada area

cedera, dan konsekuensinya meliputi hiperemia. Peningkatan atau

kenaikan tekanan pada salah satu otak akan menyebabkan jaringan otak

tidak dapat membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi

pada otak, sehingga lesi yang terjadi menggeser dan mendorong jaringan

otak. Bila tekanan terus menerus meningkat akibatnya tekanan pada ruang

kranium akan terus meningkat juga, sehingga aliran darah dalam otak akan

menurun dan terjadilah perfusi yang tidak adekuat, sehingga terjadi

masalah perubahan perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat ini dapat

menimbulkan tingkatan yang gawat, yang berdampak adanya vasodilatasi

dan edema otak. Edema akan terus bertambah menekan atau mendesak

terhadap jaringan saraf, sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial

(Price, 2005).

Page 19: BAB 2

Edema jaringan otak akan mengakibatkan peningkatan TIK yang akan

menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak. Dampak dari trauma

kapitis yaitu :

1. Pola pernafasan

Trauma kapitis akhirnya akan menyebabkan trauma serebral yang

ditandai dengan piningkatan tekanan intrakranial (TIK), yang

menyebabkan hipoksia jaringan dan kesadaran yang menurun.

Biasanya dapat menimbulkan hipoventilasi alveolar karena nafas

dangkal, sehingga menyebabkan kerusakan pertukaran gas (gagal

nafas) dan resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang akan

menyebabkan laju mortalitas tinggi. Cedera serebral ini juga dapat

menyebabkan herniasi hemisfer serebral sehingga terjadi pernafasan

chyne stoke, selain itu herniasi juga menyebabkan kompresi otak

tengah dan hipoventialsi neurogenik central (Smeltzer 2001).

2. Mobilitas fisik

Akibat trauma dai cedera otak berat dapat memepengaruhhi gerakan

tubuh sebagai akibatnya dari kerusakan pada area motorik otak. Selain

itu juga dapat menyebabkan kontrol volunter terhadap gerakan

terganggu dalam memenuhi perawatan diri dalam kehidupan sehari-

hari dan terjadi gangguan tonus otot dan penampilan postur abnormal,

sehingga menyebabkan masalah kerusakan mobilitas fisik

(Price, 2005).

3. Keseimbangan ciaran

Page 20: BAB 2

Trauma kapitis yang berat akan mempunyai masalah untuk

mempertahankan status hidrasi yang seimbang, sehingga respon

terhadap status berkurang dalam keadaan stress psikologis makin

banyak hormon anti diuretik dan makin banyak aldosteron diproduksi

sehingga mengakibatkan retensi cairan dan natrium pada trauma yang

menyebabkan fraktur tengkorak akan terjadi kerusakan pada kelenjar

hipofisis atau hipotalamus dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK).

Pada keadaan ini terjadlah disfungsi dan penyimpanan ADH sehingga

terjadi penurunan jumlah air dan menimbulkan dehidrasi (Price, 2005).

4. Aktifitas menelan

Trauma kapitis yang terjadi dapat menyebabkan gangguan area

mototrik dan sensorik dari hemisfer cerbral yang akan merusak

kemampuan untuk mendeteksi adanya makanan pada sisi mulut yang

dipengaruhi dan untuk memanipulasinya dengan gerakan pipi

(Price, 2005)

5. Kemampan komunikasi

Pada pasien dengan trauma cerebral disertai dengan gangguan

komunikasi, disfungsi ini paling sering menyebabkan kecacatan pada

penderita trauma kapitis, kerusakan ini diakibatkan dari kombinasi efe-

efek disorganisasi dan kekacauan proses bahasa. Bila ada psien yang

telah mengalami trauma pada area hemisfer cerebral dominan dapat

menunjukan kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa

Page 21: BAB 2

dalam beberapa hal bahkan mungkin semua bentuk bahasa sehingga

dapat menyebaabkan gangguan komunikasi verbal (Price, 2005).

6. Gastrointestinal

Setalah trauma kapitis perlukaan dan perdarahan pada lambung jarang

ditemukan , teteapi setelah 3 hari pasca trauma terdapat respon yang

bisa merangsang aktifitas hipotalamus an stimulus vagus yang dapat

mnyebabkan hiperkardium. Hipotalamus merangsang hipofisis anterior

untuk mengeluarkan kartikosteroid dalam menangani cedera serebra.

Sedangkan Hiperkardium terjadi akibat peningkatan pengeluaran

katekolamin dalam menangani stree yang memepengaruhi produksi

asam lambung (Price, 2005).

2.8 Manifestasi Klinis

Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kapitis adalah sebagai

berikut :

a. Battle sign (warna biru atau ekimosis dibelakang telinga diatas os

mastoid).

b. Hemotipanum, atau disebut adanya perdarahan di daerah membran

timpani telinga bila trauma mengenai daerah tersebut.

c. Periorbital ecchymosis, atau disebut keadaan diman mata berwarna

hitam tanpa trauma langsung.

d. Rhinorrhea, keadaan dimana cairan serebrospinal keluar dari hidung.

e. Orthorrea, keadaan dimana cairan serebroospinal keluar dari telinga.

Page 22: BAB 2

Gejala trauma kapitis juga dapat dikelompokkan berdasarkan berat ringannya

trauma yang terjadi yaitu :

a. Trauma kapitis ringan

Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat

kemudian sembuh, sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan,

mual atau muntah, gangguan tiudr dan nafsu makan, perubahan

kepribadian dir, dan latergi.

b. Trauma kapitis sedang

Kelemahan pada salah satu tubuh serta kebingungan atau bahkan

koma. Terdapat gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, defisit

neurologis, perubahan tanda-tanda vital, disfungsi sensorik,vertigo dan

gangguan pergerakan.

c. Trauma kapitis berat

Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukan peningkatan di

otak menurun atau meningkat. Terdapat perubahan ukuran pupil

(anisokoria), dan adanya Triad Cushing yaitu dengan gejala denyu

jantung menurun, hipertensi, dan depresi pernafasan).

2.9 pemeriksaan penunjang

2.9.1 Pemeriksaan Awal pada Trauma Kapitis

Pemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Johnson (2006)

antara lain :

1. Pemeriksaan kesadaran.

Page 23: BAB 2

Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan

Glasgow Coma Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang di

dasari pada tinga pengukuran yaitu : pembukaan mata, respon motorik,

dan respon verbal. Skor dari masing-masing komponen dijumlahkan

dan memberikan total nilai GCS. Nilai terendah adalah 3 sedangkan

nilai tertinggi adalah 15.

Fungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada

satu kali pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif

terhadap tingkat kesadaran dan dengan melakukan pengulangan dalam

penilaian dapat dinilai apakah terjadi perkembangan ke arah yang lebih

baik atau lebih buruk.

Tabel 2.2 Skala Koma Glasgow

Eye Opening

Mata terbuka dengan spontan 4

Mata membuka setelah diperintah 3

Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri 2

Tidak membuka mata 1

Best Motor Response

Menurut perintah 6

Dapat melokalisir nyeri 5

Menghindari nyeri 4

Fleksi (dekortikasi) 3

Ekstensi (decerebrasi) 2

Page 24: BAB 2

Tidak ada gerakan 1

Best Verbal Response

Menjawab pertanyaan dengan benar 5

Salah menjawab pertanyaan 4

Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai 3

Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya 2

Tidak ada jawaban 1

Sumber: Brain injury Association of Michigan, 2005

Menurut Brain injury Association of Michigan (2005), klasifikasi

keparahan dari trauma kapitis, yaitu :

1. Trauma kapitis ringan : nilai GCS 13-15

2. Trauma kapitis sedang : nilai GCS 9-12

3. Trauma kapitis berat : nilai GCS 3-8

2. Pemeriksaan pupil

Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap

cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1

mm adalah abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan

adanya penekanan terhadap saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang

terganggu terhadap cahaya bisa merupakan akibat dari cedera kepala.

3. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf

perifer. Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus

diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat.

Page 25: BAB 2

4. Pemeriksaan Scalp dan tengkorak

Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar.

Kedalaman laserasi dan ditemukannya benda asing harus harus dicatat.

Pemeriksaan tengkorak dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa

diduga dengan nyeri, pembengkakan, dan memar.

2.9.1 pemeriksaan lanjutan

1. CT scan , secara anatomis akan tampak dengan jelas adanya trauma

kapitis, fraktur, perdarahan dan edema dengan jelas baik bentuk

maupun ukurannya (Sastrodiningrat, 2009) . CT scan juga dapat

mngidentifikasikan adanya sol, hemoragik, menentukan ventrikular,

dan pergeseran jaringan otak. Indikasi pemeriksaan CT scan pada

kasus trauma kapitis adalah sebagai berikut :

a. Bila secara klinis penilaian GCS didapatkan klasifikasi trauma

kepala sedang dan berat.

b. Trauma kepala ringan dengan disertai fraktur tengkorak.

c. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya basis kranii.

d. Adanya defisit neurologis, sperti kejang dan penurunan kesadaran.

e. Sakit kepala yang hebat.

f. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi

jaringan otak.

g. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan

intraserebral (Irwan, 2009).

Page 26: BAB 2

2. MRI (Magnetic Resonance Imaging), dimana MRI dapat berbagi

kelainan parenkim otak dengan lebih jelas.MRI memiliki kelebihan

dalam menilai cedera sub aku, termasuk kontusio, dan subdural

hematom dari pada CT-Scan, dan lebih mamapu dalam menilai dan

melokaslisir luasnya kontusio dan hematom secara lebih akurat karena

mampu melakukan pencitraan dari beberapa posisi dan lebih baik

dalamm pencitraan cedera batang otak.

3. Angiografi serebral, pemeriksaan ini menunjukan kelainan sirkulasi

serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan

trauma. Digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan kelainan

serebral vaskular.

4. EEG (elektroensefalogram), untuk memeperlihatkan keberadaan atau

berkembangnya gelombang patologis. EEG ini juga untuk mengukur

aktifitas listrik lapisan superfisial korteks srebri melalaui elektroda

yang dipasang di luar tengkorak pasien.

5. ENG (Elektronistagmogram), merupakan pemeriksan elektrofisiologis

vestibularis yang dapat digunakan untuk mendiagnosa sistem saraf

pusat.

6. Sinar X, untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang,

pergeseran struktur dari garis tengah dan adanya fragmen-fragmn

tulang.

7. PET (Positron Emmision Tomografi), yaitu untuk menilai perubahan

aktifitas metabolisme batang otak.

Page 27: BAB 2

8. AGD (Analasia Gas, untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau

oksigenasi yang akan meningkatkan tekanan intrakranial (TIK).

9. Kimia atau elektrolit darah, untuk mengetahui ketidakseimbangan

yang berperan dalam peningkkatan TIK atau perubahan mental.

10. Kadar anti konvulsan darah, dapat dilakukan untuk mengetahi tingkat

terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang (Price & Wilson,

2006).

2.10 Penatalaksanaan

Menurut Smaeltzer (2001), pengobatan yang dapat diberikan pada pasien

trauma kapitis sebagai berikut :

1. Dexamethason atau kalmetason sebagai pengobatan anti edema srebral,

dosis yang diberikan sesuai dengan berat ringannya trauma.

2. Terapi hiperventilasi, terutama diberikan pada pasien dengan trauma

kapitis berat untuk mengurangi vasoldilatasi.

3. Pemberiann analgetik untuk mangurangi rasa nyeri yang terjadi.

4. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%’,

glukosa 40% atau gliserol.

5. Pemberian antibiotik yang mengandung barier darah otak yaitu

penisilin atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazol.

6. Nutrisi yang diberikan berupa pemberian cairan yang dapat diberikan

dengan cairan infus dextros 5%, aminousin, aminofel diberikan 18 jam

pertama dari terjadinya kecelakaan selama 2-3 hari kemudian dapat

diberikan makanan lunak.

Page 28: BAB 2

7. Pemebedahan.

2.11 komplikasi

kemunduran pada kondisi pasien diakibatkan dari adanya perluasan

hamatom intrakranial edema serebral progresif dan adanya herniasi otak sehingga

menimbulkan komplikasi berupa :

1. Peningkatan tekanan intrakraanial (TIK)

2. Iskemia

3. Infark

4. Kerusakan otak yang irreversibel

5. Kerusakan saraf yang terkena sehingga

6. Paralisis saraf fokal seperti anosia (tidak dapat mencium bau-bauan)

7. Infeksi sistemik akibat trauma

8. Infeksi akibat tindakan bedah

9. Kematian (Smeltzer, 2001).

2.12 Prognosis

Menurut MRC CRASH Trial Collaborators(2008), umur yang tua, nilai

Glasgow Coma Scale (GCS) yang rendah, pupil yang tidak reaktif, dan

terdapatnya cedera ekstrakranial mayor merupakan prediksi buruknya prognosis

trauma kapitis.

Skor GCS sangat menunjukan suatu hubungan linear yang jelas terhadap

mortalitas pasien trauma kapitis. Yang dapat dijelaskan menggunakan gambar

dibwah ini .

Page 29: BAB 2

Gambar 3. Relasi GCS dengan mortalitas pasien trauma kapitis

Sumber : MRC CRASH Trial Collaborators, 2008

Page 30: BAB 2

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

USIA

Anak-anak (usia 0-15 tahun)

Remaja-Dewasa (usia 16-60)

Orang tua ≥ 61 tahun

JENIS KELAMIN

Laki-laki

Perempuan

DERAJAT RAUMA

Trauma kapitis ringan

Trauma kapitis sedang

Trauma kapitis berat

Trauma kapitis

Prevalensi trauma kapitis