wrap up sk1 blok ipt

45
Sasaran Belajar LI 1. Memahami dan Menjelaskan Demam 1.1 Definisi Demam 1.2 Klasifikasi Demam 1.3 Etiologi Demam 1.4 Mekanisme Demam 1.5 Manifestasi Demam LI 2. Memahami dan Menjelaskan Demam Tifoid 2.1 Definisi Demam Tifoid 2.2 Epidemiologi Demam Tifoid 2.3 Etiologi Demam Tifoid 2.4 Mekanisme Demam Tifoid 2.5 Manifestasi Demam Tifoid 2.6 Tatalaksana Demam Tifoid Farmakodinamik Farmakikinetik LI 3. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Lab untuk Demam Tifoid LI 4. Memahami dan Menjelaskan Salmonella Thypi 4.1 Morfologi Salmonella Thypi 4.2 Siklus Hidup Salmonella Thypi

Upload: faniatmaja

Post on 01-Oct-2015

44 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

:)

TRANSCRIPT

Sasaran Belajar

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Demam1.1 Definisi Demam1.2 Klasifikasi Demam1.3 Etiologi Demam1.4 Mekanisme Demam1.5 Manifestasi Demam

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Demam Tifoid2.1 Definisi Demam Tifoid2.2 Epidemiologi Demam Tifoid 2.3 Etiologi Demam Tifoid2.4 Mekanisme Demam Tifoid2.5 Manifestasi Demam Tifoid2.6 Tatalaksana Demam Tifoid Farmakodinamik Farmakikinetik

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Lab untuk Demam Tifoid

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Salmonella Thypi4.1 Morfologi Salmonella Thypi4.2 Siklus Hidup Salmonella Thypi

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Demam1.1 Definisi DemamPeningkatan suhu tubuh di atas normal. Hal ini dapat disebabkan oleh stresfisiologik, seperti pada ovulasi, sekresi hormon tiroid berlebihan, atau olahraga berat, oleh lesi sistem saraf pusat atau infeksi mikroorganisme, atau oleh sejumlah proses non & infeksi, misalnya radang atau pelepasan bahan tertentu, seperti pada leukimia. Disebut juga pyrexia. (Dorland, 2010)

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksinbakteri, peradangan, dan rangsangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. (Sherwood, 2001)

Suhu dapat diukur melalui :

Tempat PengukuranJenis TermometerRentang; Rerata suhu NormalDemam

AksilaAir raksa, Elektronik34,7-37,3 ; 36,437,4

SublingualAir raksa, Elektronik35,5-37,5 ; 36,637,6

RektalAir raksa, Elektronik36,6-37,9 ; 3738

TelingaEmisi Inframerah35,7-37,5 ; 36,637,6

1.2 Klasifikasi DemamBeberapa tipe demam, antara lain : Demam septik: Pada tipe demam septic, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. Demam remiten: Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septic. Demam intermiten: Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana. Demam kontinyu: Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia. Demam siklik: Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.(Nelwan, 2009)Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah untuk kepentingan diagnostik. Demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing sign. Berikut ini tiga kelompok utama demam yang ditemukan di praktek pediatrik

Tabel 1. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktik pediatrik KlasifikasiPenyebab TerseringLama Demam pada Umumnya

Demam dengan localizing signsInfeksi saluran nafas atas< 1 minggu

Demam tanpa localizing signsInfeksi virus, infeksi saluran kemih< 1 minggu

Fever of unknown originInfeksi, juvenile idiopathic, artritis> 1 minggu

Tabel 2. Klasifikasi demam yang belum terdiagnosisKategori demam yang belum terdiagnosisDefinisiEtiologi

ClassicSuhu tubuh >38.3C (100.9F)Durasi >3 mingguPasien dievaluasi setelah 3 hari keluar dari Rumah Sakit.Infeksi, malignancy, collagen vascular disease

NosocomialSuhu tubuh >38.3CPasien diopname >=24 jam tapi tidak demam atau dalam masa inkubasi.evaluasi setelah 3 hari.Clostridium difficile enterocolitis, penggunaan obat, emboli pulmonal, septic thrombophlebitis, sinusitis.

Immune deficient (neutropenic)Suhu tubuh >38.3CJumlah Neutrofil 38.3CDurasi >4 minggu setelah pasien keluar, >3 hari tiga setelah keluar dari Rumah Sakit.Konfirmasi pasien dengan HIVCytomegalovirus, Mycobacterium avium-intracellulare complex, Pneumocystis carinii pneumonia, drug-induced, Kaposi's sarcoma, lymphoma

1.3 Etiologi DemamPenyebab Demam

Suatu tipe demam kadang-kadang dapat dihubungkan dengan suatu penyakit tertentu, seperti misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas, misalnya : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing atau malaria; tetapi kadang-kadang sama sakit, biasanya digolongkan sebagai influenza atau common cold. Dalam peraktek 90 % dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influenza atau penyakit virus sejenis lainnya. Namum hal ini tidak berarti bahwa kita tidak harus tetap waspada terhadap suatu infeksi bakterial.Kausa demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat. Juga gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian temperatur seperti pada heat stroke, perdarahan otak, koma atau gangguan sentral lainnya. Pada perdarahan internal pada saat terjadinya reabsorpsi darah dapat pula menyebabkan peningkatan temperatur. Kemungkinan beberapa hal secara khusus perlu diperhatikan pada demam, adalah cara timbul demam, lama demam, sifat harian demam, tinggi demam dan keluhan serta gejala lain yang menyertai demam. Demam yang tiba-tiba tinggi lebih sering disebabkan oleh penyakit virus.(IPD JILID III hal 2767)PenyebabContohPetunjuk diagnosis

InfeksiBakteremia/sepsisSebagian besar virus (HH-6)Infeksi saluran kemihMalariaTampak sakit, CRP tinggi, leukositosisTampak baik, CRP normal, leukosit normalDipstik urineDi daerah malaria

PUO (persistent pyrexia of unknown origin) atau FUOJuvenile idiopathic arthritisPre-articular, ruam, splenomegali, antinuclear factor tinggi, CRP tinggi

Pasca vaksinasiVaksinasi triple, campakWaktu demam terjadi berhubungan dengan waktu vaksinasi

Drug feverSebagian besar obatRiwayat minum obat, diagnosis eksklusi

Demam umumnya terjadi akibat adanya gangguan pada hipotalamus, atau sebaliknya dapat disebabkan oleh setiap gangguan berikut :Penyebab Umum: Infeksi virus dan bakteri; Flu dan masuk angina Radang tenggorokan; Infeksi telinga Diare disebabkan bakterial atau diare disebabkan virus. Bronkitis akut, Infeksi saluran kencing Infeksi saluran pernafasan atas (seperti amandel, radang faring atau radang laring) Obat-obatan tertentu Kadang-kadang disebabkan oleh masalah-masalah yang lebih serius seperti pneumonia, radang usus buntu, TBC, dan radang selaput otak. Demam dapat terjadi pada bayi yang diberi baju berlebihan pada musim panas atau pada lingkungan yang panas. Penyebab-penyebab lain: penyakit rheumatoid, penyakit otoimun, Juvenile rheumatoid arthritis, Lupus erythematosus, Periarteritis nodosa, infeksi HIV dan AIDS, Inflammatory bowel disease, Regional enteritis, Ulcerative colitis, Kanker, Leukemia, Neuroblastoma, penyakit Hodgkin, Non-Hodgkin's lymphoma

Penyebab Khusus1. Set point hipotalamus meningkat

0. Pirogen endogen Infeksi Keganasan Alergi Panas karena steroid Penyakit kolagen

0. Penyakit atau zat Kerusakan susunan saraf pusat Keracunan DDT1. Racun kalajengking1. Penyinaran1. Keracunan epinefrin

1. Set point hipotalamus normal

0. Pembentukan panas melebihi pengeluaran panas1. Hipertermia malignan1. Hipertiroidisme1. Hipernatremia1. Keracunan aspirin

1. Lingkungan lebih panas daripada pengeluaran panas1. Mandi sauna berlebihan1. Panas di pabrik1. Pakaian berlebihan1. Pengeluaran panas tidak baik (rusak)1. Displasia ektoderm1. Kombusio (terbakar)1. Keracunan phenothiazine1. Heat stroke

1. Rusaknya pusat pengatur suhu

0. Penyakit yang langsung menyerang set point hipotalamus:1. Ensefalitis/ meningitis1. Trauma kepala1. Perdarahan di kepala yang hebat

1.4 Mekanisme Demam2 Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh akibat dari peradangan atau infeksi. Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. 3 Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. 4 Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tubuh akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).5 Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Selain itu vasokontriksi kulit juga berlangsung untuk mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Adanya proses menggigil (pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam. ( Sherwood, 2004)

1.5 Manifestasi Demam1. Berkeringat2. Menggigil3. Sakit kepala4. Nyeri otot5. Nafsu makan menurun 6. Lemas7. dehidrasi

Jika demam >39C maka : 1. Halusinasi2. Kejang

Demam tifoid mengakibatkan 3 kelainan pokok, yaitu:1. Demam berkepanjangan2. Gangguan system pencernaan3. Gangguan kesadaranKomplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :1. Komplikasi Intestinala. Pendarahan ususPendarahan intestinal pada plak usus yang terinfeksi (ileum terminalis) dapat terbentuk luka. Bila menembus usus dan mengenai pembuluh darah, maka akan terjadi pendarahan. Pendarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah. Pendarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok.Kategori pendarahan akut, jika darah yang keluar 5ml/kg bb/jam dan faktor hemostatis masih dalam batas normal.Tindakan yang harus di lakukan adalah transfusi darah.Tetapi jika transfusi yang diberikan tidak mengimbangi pendarahan, maka tindakan bedah perlu dipertimbangkan.

b. Perforasi ususBiasanya timbul pada minggu ke-3, tetapi dapat juga terjadi pada minggu pertama. Penderita biasanya mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah dan menyebar ke seluruh perut dengan tanda tanda ileus. Gejala lain biasanya bising usus yang melemah, nadi cepat, tekanan darah turun, bahkan dapat syok. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur, lama demam, modalitas pengobatan, berat penyakit, dan mobilitas penderita.

2. Komplikasi Ekstraintestinal Komplikasi hematologiDapat berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia, peningkatan protrombin time (pt), peningkatan partial tromboplastin time (ptt), dan peningkatan fibrin degradation products sampai koagulasi intravaskular diseminata (KID). Tindakan yang perlu dilakukan bila terjadi KID dekompensata adalah transfusi darah, substitusi trombusit dan atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin. Hepatitis TifosaPembengkakan hati dari ringan sampai berat dapat di jumpai pada demam tifoid, biasanya lebih disebabkan oleh S. typhi daripada S. paratyphi. Pankretitis tifosaMerupakan komplikasi yang jarang pada demam tifoid, biasanya disebabkan oleh mediator proinflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologi. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta ultrasonografi/CTscan dapat membantu diagnosis dengan akurat. Obat yang diberikan adalah antibiotik seftriakson atau kuinolon yang didepositkan secara intravena. MiokarditisSemua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis dianggap sebagai demam tifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg di tambah ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.Komplikasi Ekstra Intestinal lainnya :1 Komplikasi Kardiovaskuler:Kegagalan sirkulasi perifer (renjatanseptik),miokarditis,trombosis dan tromboflebitis2 Komplikasi darah: Anemia hemolitik , trombositopenia, dan /atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom uremia hemolitik3 Komplikasi paru: Pneumonia,empiema,dan pleuritis4 Komplikasi hepar dan kandung empedu: Hepatitis dan kolesistitis5 Komplikasi ginjal: Glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis6 Komplikasi tulang: Osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis7 Komplikasi Neuropsikiatrik(koma): Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom katatonia

Memahami dan Menjelaskan Demam Tifoid2.1 Definisi Demam TifoidInfeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh salmonella thypi. Menurut gaffky bahwa penularan penyakit ini melalui air dan bukan udara. (Widoyono ; Penyakit tropis edisi 2 ; EMS)Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam paratifoid adlah penyakit sejenis yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, dan C. Gejala dan tanda kedua penyakit tersebut hamper sama, tetapi manifestasi klinis paratifoid lebih ringan. Kedua penyakit di atas disebut tifoid. Terminologi lain yang sering digunakan adalah typhoid fever, paratyphoid fever, typhus dan paratyphus abdominalis atau demam enterik. Infeksi Salmonella typhi yang terutama mengenai folikel limfoid ileum, ditandai dengan menggigil, demam, sakit kepala, batuk, lemah, distensi abdomen, splenomegali, dan ruam makulopapular; perforasi usu dapat terjadi pada kasus yang tidak diobati.

2.2 Epidemiologi Demam TifoidInsiden demam tifoid tergolong tinggi pada wilayah Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara , dan kemungkinan Afrika Selatan.(insiden > 100 kasus per 100.000 populasi pertahun). Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Departmen Kesehatan RI tahun 2010, melaporkan demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 pola penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia (41.081 kasus).

Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi 3-19 tahun. Dan ini berkaitan dengan rumah tangga. Biasanya ada anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan, tidak adanya tempat BAB dalam rumah. insidens berkaitan dengan sanitasi lingkungan, misal: pada daerah perkotaan insidensnya lebih tinggi daripada daerah pedesaan.

Berikut ini gambar mengenai insidens demam tifoid dan usia rata-rata pasien dari studi mengenai demam tifoid di 5 negara Asia, yang salah satunya adalah Indonesia (lihat gambar 1).

2.3 Etiologi Demam TifoidDemam tifoid disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi yang merupakan basil gram negatif, mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, kebanyakan strain meragikan glukosa, manosa dan monitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Sementara demam paratifoid yang gejalanya mirip dengan demam tifoid namun lebih ringan disebabkan oleh Salmonella parathypi A, B, atau O. Organisme Salmonella typhi tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resisten terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan bahan tinja. Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu: Antigen O (somatik)Terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen protein, lipopolisakarida dan lipid. Sering disebut endotoksin. Antigen H (flagela)Terdapat pada flagela, fimbriae danpili dari kuman, berstruktur kimia protein. Antigen Vi (antigen permukaan)Pada selaput dinding kuman untuk melindungi fagositosis dan berstruktur kimia protein

Bakteri tifoid ditemukan di dalam tinja dan air kemihpenderita.Penyebaran bakterike dalammakanan atauminuman bisaterjadiakibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang air besar maupun setelah berkemih.Lalat bisamenyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan. Bakteri masuk ke dalam saluran pencernaan dan bisa masuk ke dalam peredaran darah. Haliniakandiikutiolehterjadinyaperadangan padausus halus danusus besar. Pada kasus yang berat, yang bisa berakibat fatal, jaringan yang terkena bisa mengalami perdarahan dan perforasi (perlubangan). Sekitar 3% penderita yang terinfeksi oleh Salmonella typhi dan belum mendapatkan pengobatan, di dalam tinjanya akan ditemukan bakteri ini selama lebih dari 1 tahun. Beberapa dari pembawa bakteri ini tidak menunjukan gejala-gejala dari demam tifoid.

Faktor penyebab : Kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene & sanitasinya yang rendah Pengolahan makanan yang masih rendah Urbanisasi Keadaan sosio-ekonomi yang masih rendah Pemeliharaan kebersihan pribadi (personal hygiene) kurang baik Makan makanan yang tidak bersih Air minum yang tidak memenuhi syarat kesehatan & tidak dimasak mendidih Kebersihan lingkungan & sanitasi lingkungan yang kurang

2.4 Mekanisme Demam TifoidMasuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, dan sebagiannya lagi lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam mikrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (menyebabkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.Kuman bisa masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu dieksresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, karena makrofag yang telah teraktivasi, hiperaktif; maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialga, sakit kepala, sakit perut, gangguan vaskular, mental, dan koagulasi.Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akbat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot dan seros usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

2.5 Manifestasi Demam TifoidKeluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.1. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari.2. Gejala gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.3. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma. Masa inkubasi 7-21 hari, umumnya 10-12 hari. Gejala awal yang timbul : pusing, nyeri kepala, demam, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi (diare), perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis.

Berbagai tanda dan gejala yang bisa timbul: demam tinggi dari 39 sampai 40C (103 sampai 104F) yang meningkat secara perlahan Bradikardia Gangguan kesadaran tubuh menggigil denyut jantung lemah (bradycardia) badan lemah (weakness) sakit kepala nyeri otot myalgia kehilangan nafsu makan konstipasi sakit perut pada kasus tertentu muncul penyebaran vlek merah muda (rose spots)(Parry CM. Typhoid fever. N Engl J Med 2002;347(22):1770-82.)

2.6 Tatalaksana Demam TifoidTrilogi penatalaksanaan demam tifoid, adalahIstirahat dan perawatan : Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan memperepat masa penyembuhan. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.Diet dan terapi penunjang : Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.Pemberian antimikroba :

Kloramfenikol : Dosis : 4 x 500mg/hari . Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Tiamfenikol: Dosis ; 4500 mg. Kotrimoksazol : Dosis : 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu. Ampisilin dan amoksisilin : dosis : 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu. Sefalosporin generasi ketiga : dosis 3-4 gram dalam dektrosa 100 cc diberikan selama jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari. Golongan fluorokuinolon. Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya: Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Siproflaksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin dosis 2 x 400mg/hari selama 7 hari Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Farmakologi : Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid: Kloramfenikol Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari. Penulis lain menyebutkan penurunan demam dapat terjadi rata-rata setelah hari ke-5. Pada penelitian yang dilakukan selama 2002 hingga 2008 oleh Moehario LH dkk didapatkan 90% kuman masih memiliki kepekaan terhadap antibiotic ini. Tiamfenikol Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hamper sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4500 mg,dengan rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6. Kontrimoksazol Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 22 tablet (1 tablet mengandungb sulfametaksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu. Ampisilin dan amoksisilin Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu. Sefalosporin Generasi Ketiga Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3 yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis 100 cc diberikan selama jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari. Golongan fluorokuinon Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya: -Norfloksasin dosis 2400 mg/hari selama 14 hari -Siprofloksasin 2500 mg/hari selama 6 hari -Ofloksasin dosis 2400 mg/hari selama 7 hari -Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari -Fleroksasin dosis 400 mg/hariselama 7 hari Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang harike-4. Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan fluorokuinon pertama yang memiliki biovailabilitas tidak sebaik fluorokuinon yang dikembangkan kemudian. Azitromisin Tinjauan yang dilakukan oleh Eeva EW dan Bukirwa H pada tahun 2008 terhadap 7 penelitian yang membandingkan penggunaan azitromisin (dosis 2500 mg) menunjukkan bahwa penggunaan obat ini jika dibandingkan dengan fluorokuinon, azitromisin secara signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama jika penelitian mengikutsertakan pula strain MDR (multi drug resistance) maupun NARST (Nalidixic Acid Resistant S. typi). Jika dibandingkan dengan ceftriakson, penggunaan azitromisin dapat mengurangi angka relaps. Azitromisisn mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun konsentrasi dalam darah cenderung rendah. Antibiotika akan terkonsentrasi di dalam sel, sehingga antibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi oleh S. typi yang meupakan kuman intraselular. Keuntungan lain adalah azitromisisn tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun suntikan intravena.1. KLORAMFENIKOLA. Farmakodinamik1. Efek Antimikroba Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Efek toksik kloramfenikol pada sistem hemopoetik sel mamalia diduga berhubungan dengan mekanisme keja obat ini. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum antibakteri kloramfenikol kebanyakan kuman anaerob. 2. Resistensi Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil transferase yang diperantarai oleh faktor-R dan adapula dengan merubah permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri. B. Farmakokinetik1. AbsorbsiDiabsorbsi secara cepat di GIT, bioavailability 75% sampai 90%. Kloramfenikol oral : bentuk aktif dan inaktif prodrug, Mudah berpenetrasi melewati membran luar sel bakteri. Pada sel eukariotik menghambat sintesa protein mitokondria sehingga menghambat perkembangan sel hewan & manusia. Sediaan kloramfenikol untuk penggunaan parenteral (IV) adalah water-soluble.2. DistribusiKloramfenikol berdifusi secara cepat dan dapat menembus plasenta.Konsentrasi tertinggi : hati dan ginjal Konsentrasi terendah : otak dan CSF (Cerebrospinal fluid). Dapat juga ditemukan di pleura dan cairan ascites, saliva, air susu, dan aqueousdan vitreous humors.3. MetabolismeMetabolisme : hati dan ginjal Half-life kloramfenikol berhubungan dengan konsentrasi bilirubin. Kloramfenikol terikat dengan plasma protein 50%; pasien sirosis dan pada bayi.4. EliminasiRute utama dari eliminasi kloramfenikol adalah pada metabolisme hepar ke inaktif glukuronida.

C. IndikasiSebagai pilihan utama pengobatan tipus, paratipus. Untuk infeksi-infeksi berat yang disebabkan oleh : Salmonella spp H. Influenza (terutama infeksi meningual) Rickettsia Lymphogranuloma-psitacosis Gram negatif yang menyebabkan bekteremia meningitis

2. AMOXICILLINA. FarmakodinamikAmoxicillin (alpha-amino-p-hydoxy-benzyl-penicillin) adalah derivat dari 6 aminopenicillonic acid, merupakan antibiotika berspektrum luas yang mempunyai daya kerja bakterisida. Amoxicillin, aktif terhadap bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.Bakteri gram positif: Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridan, Streptococcus faecalis, Diplococcus pnemoniae, Corynebacterium sp, Staphylococcus aureus, Clostridium sp, Bacillus anthracis. Bakteri gram negatif: Neisseira gonorrhoeae, Neisseriameningitidis, Haemophillus influenzae, Bordetella pertussis, Escherichia coli, Salmonella sp, Proteus mirabillis, Brucella sp.

B. FarmakokinetikAmoxicillin diserap secara baik sekali oleh saluran pencernaan.Kadar bermakna didalam serum darah dicapai 1 jam setelah pemberian per-oral. Kadar puncak didalam serum darah 5,3 mg/ml dicapai 1,5-2 jam setelah pemberian per-oral. Kurang lebih 60% pemberian per-oral akan diekskresikan melalui urin dalam 6 jamC. Indikasi Infeksi saluran pernafasan atas: Tonsillitis, pharyngitis (kecuali pharyngitis gonorrhoae), Sinusitis, laryngitis, otitis media. Infeksi saluran pernafasan bawah: Acute dan chronic bronchitis, bronchiectasis, pneumonia. Infeksi saluran kemih dan kelamin: gonorrhoeae yang tidak terkomplikasi, cystitis, pyelonephritis. Infeksi kulit dan selapu lendir: Cellulitis, wounds, carbuncles, furunculosis.

3. FLUOROKUINOLON Dalam garis besarnya golongan kuinolon dapat dibagi menjadi 2 kelompok: Kuinolon, kelompok ini tidak punya manfaat klinik untuk pengobatan sistemik karena kadarnya dalam darah terlalu rendah.Selain itu daya antibakterinya agak lemah dan resistensi juga cepat timbul.Indikasi kliniknya terbatas sebagai antiseptik saluran saluran kemih.Yang termasuk kelompok ini ialah asam nalidiksilat dan asam pipemidat. Fluorokuinolon, kelompok ini disebut demikian karena adanya atom flour pada posisi 6 dalam struktur molekulnya.Daya antibakteri fluorokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan kelompok kuinolon lama.Selain itu kelompok obat ini diserap baik pada pemberian oral dan beberapa derivatnya tersedia juga dalam bentuk parenteral sehingga dapat digunakan untuk penanggulangan infeksi berat,khususnya yang disebabkan oleh kuman Gram negatif.Daya bakterinya terhada kuman Gram positif relatif lemah.Yang termasuk golongan ini adalah siprofloksasin ,ofloksasin,norfloksasin

A. Farmakodinamik Fluorokuinolon bekerja dengan mekanisme yang sama dengan kelompok kuinolon terdahulu. Fluorokuinolon baru menghambat topoisomerase II (=DNA Girase) dan IV pada kuman. Golongan kuinolon memiliki aktifitas sebagai inhibitor dna gyrase. Gyrase sendiri termasuk dalam kelas enzim topoisomerase, gyrase atau topoisomerase II.

B. Farmakokinetik Fluorokuinolon diserap lebih baik melalui saluran cerna. Bioavailablitasnya pada pemberian oral sama dengan pemberian parenteral. Fluorokuinolon hanya sedikit terikat dengan protein. Golongan obat ini hanya didistribusi dengan baik pada berbagai organ. Golongan obat ini mampu mencapai kadar tinggi dalam jaringan prostat dan masa paruh eliminasinya panjang sehingga obat cukup diberikan 2 kali sehari. Kebanyakan fluorokuinolon dimetabolisme di hati dan di ekskresikan melalui ginjal. Daya antibakteri fluirokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan kuinolon lama. Selain itu diserap dengan baik pada pemberian oral, dan beberapa derivatnya parenteral sehingga dapat digunakan untuk infeksi berat khususnya yang disebabkan oleh kuman gram-negatif. Daya antibakterinya terhadap kuman gram-positif relatif lemah. Yang termasuk golongan ini ialah siprofloksasin, pefloksasin, ofloksasin, norfloksasin, enoksasin, levofloksasin, fleroksasin, dll. Terdapat golongan kuinolon baru yaitu moksifloksasin, gatifloksasin, dan gemifloksasin. C. Indikasi Fluorokuinolon digunakan untuk indikasi yang jauh lebih luas antara lain: INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK): Fluorokuinolon efektif untuk ISK dengan atau tanpa penyulit. Siprofloksasin, norfloksasin, dan ofloksasin dapat mencapai kadar yang cukup tinggi di jaringan prostat dan dapat digunakan untuk terapi prostatitis bakterial akut maupun kronik. INFEKSI SALURAN CERNA: Fluorokuinolon juga efektif untuk diare yang disebabkan oleh Shigella, Salmonella, E.coli dan Campylobacter. Siprofloksasin dan ofloksasin mempunyai efektivitas yang baik terhadap demam tifoid. INFEKSI SALURAN NAPAS (ISN): Secara umum efektivitas flurokuinolon generasi pertama untuk infeksi bakterial saluran napas bawah adalah cukup baik. Namun perlu diperhatikan bahwa kuman S.pneumoniae dan S.aureus yang sering menjadi penyebab ISN kurang peka terhadap golongan obat ini. PENYAKIT YANG DITULARKAN MELALUI HUBUNGAN SEKSUAL: Siprofloksasin oral dan levofloksasin oral merupakan obat pilihan utama disamping seftriakson dan sefiksim untuk pengobatan uretris dan servitis oleh gonokokus. INFEKSI TULANG DAN SENDI: Siprofloksasin oral yang diberikan selama 4-6 minggu efektif untuk mengatasi infeksi pada tulang dan sendi yang disebabkan oleh kuman yang peka. INFEKSI KULIT DAN JARINGAN LUNAK: Fluorokuinolon oraal mempunyai efektivitas sebanding dengan sefalosporin parenteral generasi ketiga untuk pengobatan infeksi berat pada kulit atau jaringan lunak.

4. SEFALOSPORIN GOLONGAN KETIGA A. FarmakokinetikBeberapa sefalosporin generasi ketiga misalnya sefuroksim, seftriakson, sefepim, sefotaksim dan seftizoksim mencapai kadar yang tinggi di cairan serebrospinal (CSS), sehingga dapat bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta. Selain itu sefalosporin juga melewati sawar darah uri, mencapai kadar tinggi di cairan sinovial dan cairan perikardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalosporin generasi ketiga di cairan mata relatif tinggi, tetapi tidak mencapai vitreus. Kadar sefalosporin dalam empedu umumnya tinggi, terutama sefoperazon.

B. FarmakodinamikKebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal, dengan proses sekresi tubuli, kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu. Karena itu dosis sefalosporin umumnya harus dikurangi pada pasien insufisiensi ginjal. Probenesid mengurangi ekskresi sefalosporin, kecuali moksalaktam dan beberapa lainnya. Sefalotin, sefapirin dan sefotaksim mengalami deasetilasi; metabolit yang aktivitas antimikrobanya lebih rendah juga diekskresi melalui ginjal.

C. IndikasiSefalosporin generasi ketiga tunggal atau dalam kombinasi dengan aminoglikosida merupakan obat pilihan utama untuk infeksi berat oleh Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Provedencia, Serratia dan Haemophillus spesies. Seftriakson dewasa ini merupakan obat pilihan untuk semua bentuk gonore dan infeksi berat penyakit Lyme.

5. CEFTRIAXONEA. FarmakodinamikCeftriaxone adalah golongan cefalosporin dengan spektrum luas, yang membunuh bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Ceftriaxone secara relatif mempunyai waktu paruh yang panjang dan diberikan dengan injeksi dalam bentuk garam sodium.

B. Farmakokinetik Ceftriaxone secara cepat terdifusi kedalam cairan jaringan, diekskresikan dalam bentuk aktif yang tidak berubah oleh ginjal (60%) dan hati (40%). Setelah pemakaian 1 g, konsentrasi aktif secara cepat terdapat dalam urin dan empedu dan hal ini berlangsung lama, kira-kira 12-24 jam. Rata-rata waktu paruh eliminasi plasma adalah 8 jam. Waktu paruh pada bayi dan anak-anak adalah 6,5 dan 12,5 jam pada pasien dengan umur lebih dari 70 tahun. Jika fungsi ginjal terganggu, eliminasi biliari terhadap Ceftriaxone meningkat.

C. Indikasi Sepsis Meningitis Infeksi abdominal Infeksi tulang, persendian, jaringan lunak, kulit, dan luka-luka Pencegah infeksi prabedah Infeksi dengan pasien gangguan mekanisme daya tahan tubuh Infeksi ginjal dan saluran kemih Infeksi saluran pernafasan Infeksi kelamin termasuk gonorrhea

6. KORTRIMOKSAZOLA. Farmakodnamik Trimetroprim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang berurutan pada mikroba, sehingga kombinasi ke dua obat memberikan efek sinergi. Penemuan sediaan kombinasi ini merupakan kemajuan penting dalam usaha meningkatkan efektivitas klinik timikroba. Kombinasi ini lebih dikenl dengan nama kotrimoksazol.Aktivitas kotrimoksazol sinergistik disebabkan oleh inhibisi dua langkah berturutan pada sintesis asam tertrahidrofolat; sulfametoksazol menghambat; penggabungan PABA ke dalam asam folat; dan trimetoprin mencengah reduksi dehidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Kontrimoksazol menunjukkan aktivitas yang lebih poten dibandingkan sulfametoksazol atau trimetoprim tunggal.

B. FarmakokinetikPemberian dan Metabolisme : Trimetoprim bersifat lebih larut dalam lemak dibandingkan sulfametoksazol dan mempunyai volume distribusi yang lebih besar. Pemberian 1 bagian trimetoprim menjadi 5 bagian sulfa menyebabkan rasio obat dalam plasma 20 bagian sulfametoksazol terhadap 1 bagian trimetoprim. Rasio ini optimal untuk efek antibiotika. Kotrimoksazol biasanya diberikan per-oral. Pengecualian pemberian intravena pada pasien pneumonia berat yang disebabkan Pneumocystis carinii atau terhadap pasien yang tidak dapat menelan obat.

Nasib Obat : Kedua obat didistribusikan ke seluruh tubuh. Trimetoprin relative terpusat dalam prostat suasana asam dan cairan vagina dan memberikan hasil kombinasi trimetoprin-sulfametoksazol yang memuaskan terhadap infeksi di daerah tersebut. Kedua obat ini dan metabolit-metabolitnya diekskresikan dalam urine.

Efek samping 1. KLORAMFENIKOLa. Reaksi HematologikTerdapat dua bentuk reaksi: Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila pengobatan dihentikan. Prognosisnya sangat buruk karena anemia yang timbul bersifat ireversibel. Timbulnya tidak tergantung dari besarnya dosis atau lama pengobatan. Reaksi Alergib. Reaksi Alergi Kemerahan pada kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demam typhoid.c. Reaksi Saluran CernaMual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis.d. Syndrom GrayPada neonatus, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tinggi (200 mg/kgBB).e. Reaksi NeurologisDepresi, bingung, delirium dan sakit kepala. Neuritis perifer atau neuropati optikdapat juga timbul terutama setelah pengobatan lama.2. AMOXICILLINDiare, gangguan tidur, rasa terbakar di dada, mual, gatal, muntah, gelisah, nyeri perut, perdarahan dan reaksi alergi lainnya.3. FLUOROKUINOLONa. SALURAN CERNA: Paling sering timbul pada penggunan golongan kuinolon dan bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, dan rasa tidak enak di perut. b. SUSUNAN SARAF PUSAT: Yang paling sering dijumpai ialah sakit kepala dan pusing. Bentuk yang jarang timbul ialah halusinasi, kejang dan delirium. c. HEPATOTOKSISITAS: Efek samping ini jarang terjadi. d. KARDIOTOTOKSISITAS: Beberpa fluorokuinolon antara lain sparfloksasin dan grepafloksasin (kedua obat ini sekarang tidak dipasarkan lagi) dapat memperpanjang interval QTc (corrected QT interval). e. DISGLIKEMIA: Gatifloksasin dapat menimbulkan hiper-atau hipoglikemia, khususnya pada pasien berusia lanjut. Obat ini tidak boleh diberikan kepada pasien diabetes melitus. f. FOTOTOKSISITAS: Klinafloksasin (tidak dipasarkan lagi) dan sparfloksasin adalah fluorokuinolon yang relatif sering menimbulkan fototoksisitas4. SEFALOSPORIN GOLONGAN KETIGA Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi, gejalanya mirip dengan reaksi alergi yang ditimbulkan oleh penisilin. Reaksi mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang umumnya terjadi pada pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi penisilin ringan atau sedang kemungkinannya kecil. Diare dapat timbul terutama pada pemberian sefoperazon, mungkin karena ekskresinya terutama melalui empedu, sehingga mengganggu flora normal usus. Selain itu dapat terjadi perdarahan hebat karena hipoprotrombinemia, dan/atau disfungsi trombosit, khususnya pada pemberian moksalaktam. 5. KORTRIMOKSAZOL Kulit : Reaksi pada kulit paling sering dijumpai dan mungkin parah pada orang tua. Saluran cerna : Mual, muntah serta glositis dan stomatitis jaringan terjadi.

Kontra indikasi

1. KLORAMFENIKOL Penderita yang hipersensitif terhadap Kloramfenikol Penderita dengan gangguan faal hati yang berat Penderita dengan gangguan ginjal yang berat2. AMOXICILLINKeadaan peka terhadap penicillin.3. FLUOROKUINOLONGolongan kuinolon hingga sekarang tidak diindikasikan untuk anak (sampai 18 tahun) dan wanita hamil karena data dari penelitian hewan menunjukkan bahwa golongan ini dapat menimbulkan kerusakan sendi.4. SEFALOSPORIN GOLONGAN KETIGA Pada pasien dengan alergi penisilin berat, tidak dianjurkan penggunaan sefalosporin atau jika sangat diperlukan harus diawasi dengan sungguh-sungguh.5. CEFTRIAXONE Hipersensitif terhadap Cefalosporin Hipersensitif terhadap penisilin/antibiotika -lactam

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Lab untuk Demam TifoidDitegakkan atas dasar ditemukannya kuman Salmonella typhi pada biakan feses atau pun urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi. Sarana lain untuk menengakkan diagnosis adalah pemeriksaan serologi Vi, dilaporkan bahwa sensitivitas 75% dan spesifisitas 92% bila ditemukan kadar titer antibodi Vi sebesar 160. Nolan CM dkk (1981) meneliti tifoid karier beserta keluarganya, ditemukan titer 1:40 sampai 1:2560 pada 7 kasus biakan positif S. typhi sedangkan pada 37 kasus dengan kultur S. typhi negatif 36 kasus tidak ditemukan antibodi Vi, 1 kasus dengan antibodi Vi positif 1:10.Pemeriksaan fisik dan penunjang Pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan meningkat. Suhu badan meningkat terutama pada sore hingga malam hari.1. Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan pemeriksaan laboratorium didasarkan pada 3 prinsip, yaitu: Isolasi bakteri Deteksi antigen mikroba Titrasi antibodi terhadap organisme penyebab

a. Darah Pada pemeriksaan darah perifer dapat ditemukan: leukopenia atau leukopenia relatif, kadang-kadang leukositosis, neutropenia, limfositosis relatif, kadang-kadang anemia dan trombositpenia ringan, laju endap darah (LED), dan SPOT / SPGT meningkat. Diagnosis demam tifoid juga dapat dipastikan dengan adanya biakan kuman, dengan cara mengisolasi S. typhi dari darah pasien (paling tinggi pada minggu pertama: 8090%, minggu ke-2: 2025%, minggu ke-3: 10-15%).b. Sumsum tulang belakang Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang belakang mempunyai sensitivitas tertinggi. Hasil positif didapat pada 90% kasus, akan tetapi prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam praktik sehari-hari.c. Empedu Biakan spesimen empedu pada keadaan tertentu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik tumbuh koloni S. typhi.d. Urine dan fesesBiakan kuman (diagnosis pasti atau carrier post-typhi) pada minggu ke-2 atau ke-3. Pemeriksaan pada urine dengan tes diazopositif. Urine + reagen diazo + beberapa tetes amonia 30% (dalam tabung reaksi) dikocok buih berwarna merah atau merah muda. Pemeriksaan pada feses ditemukan banyak eritrosit dalam tinja (pra-soup stool), kadang-kadang darah (bloody stool).

2. Serologi

Tes WidalUji Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. typhi. Pada uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibody yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu: Aglutinin O (dari tubuh kuman) Aglutinin H (flagella kuman) Aglutinin Vi (simpai kuman)Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji Widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.Pemeriksaan widal dinyatakan positif bila: titer O widal I 1/320. titer O widal II naik 4x lipat atau lebih dibandingkan titer O widal. titer widal I (-) tetapi titer O widal II (+) berapa pun angkanya. Banyak peneliti mengemukakan bahwa uji serologik widal kurang dapat dipercaya sebab dapat timbul positif palsu pada daerah endemis, dan sebaliknya dapat timbul negatif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti pada biakan darah positif.Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal, yaitu:1. Pengobatan dini dengan antibiotic2. Gangguan pembentukan antibodi dan pemberian kortikosteroid3. Waktu pengambilan darah4. Daerah endemik atau nonendemik5. Riwayat vaksinasi6. Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi7. Faktor teknik pemeriksaan laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigenBatas titer hanya berlaku setempat dan batas ini dapat berbeda di berbagai laboratorium setempat.

Contoh hasil pemeriksaan Tes Widal Uji TubexMerupakan uji semi-kuantitatif kolometril yang cepat (beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti-S. typhi O9 pada serum pasien dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel lateks yang berwarna pada lipopolisakarida S. typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetik lateks. Hasil positif uji tubex ini menunjukan terdapat infeksi Salmonella serogroup D, walau tidak sespesifik menunjukan pada S. typhi. hasil negatif jika terinfeksi S. paratyphi.

Uji TyphidotDapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar S. typhi. Hasil positif pada uji thypidot didapatkan 2-3 hari setelah terinfeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.

Uji IgM DipstickUji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. typhi pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S. typhi dan anti IgM (sebagai kontrol), reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang didekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum, protein tabung uji. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip pada larutan campuran reagen deteksi dan serum selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah diinkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi-kuantitatif, diberikan penilaian terhadap garis uji dengan membandingkan dengan strip referensi. Garis kontrol harus terwarna dengan baik.

3. MikrobiologiUji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demamtiroid/paratifoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk demamtifoid/ paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid/paratifoid, karena hasilbiakan negatif palsu dapatdisebabkan olehbeberapa faktor,yaituantara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 mL), darah tidak segera dimasukanke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalamspuitsehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit,sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggusampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah,kemudian untuk stadium lanjut/ carrierdigunakan urin dan tinja. (Sumarmo et al, 2010)

4. Biologi molekularPCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlahsedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yangdigunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.Kriteria diagnosis yang biasa digunakan adalah :1.Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negative tidakmenyingkirkan demam tifoid.2.Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid.3.Peningkatan titer uji widal 4 kali lipat selama 23 minggu memastikan diagnosis demamtifoid.4.Reaksi widal tunggal dengan titer antibodi Antigen O 1: 320 atau titer antigen H 1: 640menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas 5.Pada beberapa pasien, uji widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang walaupun biakandarah positif. (Sumarmo, 2010)

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Salmonella Thypi4.1 Morfologi Salmonella ThypiSalmonella sp. merupakan kingdom Bacteria, phylumProteobacteria, class Gamma Proteobacteria, ordo Enterobacteriales, Salmonella sp. family dari Enterobacteriaceae, genus Salmonella dan species yaitu e.g. S. enteric (Todar, 2008).Salmonella sp. pertama ditemukan (diamati) pada penderita demam tifoid pada tahun 1880 oleh Eberth dan dibenarkan oleh Robert Koch dalam budidaya bakteri pada tahun 1881 Salmonella sp. adalah bakteri bentuk batang, pada pengecatan gram berwarna merah muda (gram negatif). Salmonella sp. berukuran 2 sampai 4 0;6 , Besar koloni rata-rata 2 4 mm, mempunyai flagel peritrik (kecuali S. gallinarum dan S. pullorum), dan tidak berspora. Habitat Salmonella sp. adalah di saluran pencernaan (usus halus) manusia dan hewan. Suhu optimum pertumbuhan Salmonella sp. ialah 37C dan pada pH 6-8. Sangat umum ditemukan pada daging mentah, ayam, dan kulit telur.

Dalam skema kauffman dan white tatanama Salmonella sp. di kelompokkan berdasarkan antigen atau DNA yaitu kelompok I enteric, II salamae, IIIa arizonae, IIIb houtenae, IV diarizonae, V bongori, dan VI indica. Komposisi dasar DNA Salmonella sp adalah 50-52 mol% G+C, mirip dengan Escherichia, Shigella, dan Citrobacter. Namun klasifikasi atau penggunaan tatanama yang sering dipakai pada Salmonella sp. berdasarkan epidemiologi, jenis inang, dan jenis struktur antigen (misalnya S.typhi, S .thipirium). Jenis atau spesies Salmonella sp. yang utama adalah S. typhi (satu serotipe), S. choleraesuis, dan S. enteritidis (lebih dari 1500 serotipe). Sedangkang spesies S. paratyphi A, S. paratyphi B, S. paratyphi C termasuk dalam S. enteritidis (Jawezt et al, 2004)Gambar morfologi Sallmonella sp. :

(Jawezt et al, 2004)Struktur Antigen Salmonellasp. mempunyaitigamacam antigen utama untuk diagnostik atau mengidentifikasi yaitu : somatik antigen (O), antigen flagel (H) dan antigen Vi (kapsul).

Antigen O (Cell Wall Antigens) merupakan kompleks fosfolipid protein polisakarida yang tahan panas (termostabil), dan alkohol asam. Antibodi yang dibentuk adalah IgM. Namun antigen O kurang imunogenik dan aglutinasi berlangsung lambat. Maka kurang bagus untuk pemeriksaan serologi karena terdapat 67 faktor antigen, tiap-tiap spesies memiliki beberapa faktor. Oleh karena itu titer antibodi O sesudah infeksi lebih rendahdaripada antibodi H. Antigen H padaSalmonellasp. dibagi dalam 2 fase yaitu fase I : spesifik dan fase II : non spesifik. Antigen H adalah protein yang tidak tahan panas (termolabil), dapat dirusak dengan pemanasan di atas 60C dan alkohol asam. Antigen H sangat imunogenik dan antibodi yang dibentuk adalah IgG. Antigen Vi adalah polimerdaripolisakarida yang bersifat asam. Terdapat dibagian paling luardaribadankuman bersifat termolabil. Dapat dirusak dengan pemanasan 60C selama 1 jam. Kuman yang mempunyai antigen Vi bersifat virulens pada hewan dan mausia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan terhadap bakteriofaga dan dalam laboratorium sangat berguna untuk diagnosis cepat kuman S. typhi. Adanya antigen Vi menunjukkan individu yang bersangkutan merupakan pembawa kuman (carrier).

Ciri-ciri dari bakteri Salmonella adalah sebagai berikut : Berbentuk batang dengan ukuran tergantung jenis bakteri (pada umumnya memilikipanjang 2-3 m, dan bergaris tengah antara 0,3 0,6 m ). Bersifat Gram negative. Berkembang biak dengan cara membelah diri. Tidak berspora dan bersifat aerob. Motil (pergerakan ) dengan mengunakan flagel. Mempunyai flagel perithrik(diseluruh permukaan sel), kecuali pada jenis Salmonella gallinarum dan Salmonellapullorum. Salmonella mudah tumbuh pada medium sederhana, tetapi hampir tidak pernah memfermentasikan laktosa atau sukrosa. Salmonella membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa. Salmonella resisten terhadap bahan kimia tertentu (misal, hijau brilian, natrium tetrationat, natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lain, oleh karena itu senyawa tersebut berguna untuk inklusi isolate salmonella dari feses pada medium. Struktur sel bakteri Salmonella terdiri dari inti (nukleus), sitoplasma, dan dinding sel. Karena dinding sel bakteri ini bersifat Gram negative, maka memiliki struktur kimia yang berbeda dengan bakteri Gram positif. Menurut JAWETZ et al (dalamBonang,1982) mengemukakan bahwa dinding sel bakteri gram negative mengandung 3 polimer senyawa mukokompleks yang terletak diluar lapisan peptidoglikan (murein). Ketiga polimer ini terdiri dari :a) Lipoprotein adalah senyawa protein yang mempunyai fungsi menghubungkan antara selaput luar dengan lapisan peptidoglikan.b) Selaput luar adalah selaput ganda yang mengandung senyawa fosfolipid dan sebagian besar dari senyawa fosfolipid ini terikat oleh molekul-molekul lipopolisakarida pada lapisan atas nya.

Klasifikasi Berikut klasifikasi dari bakteri Salmonella :

1. Kerajaan : Bacteria1. Filum : Proteobakteria1. Kelas : Gamma proteobakteria1. Ordo : Enterobakteriales1. Family : Enterobakteriaceae1. Genus : Salmonella1. Spesies : Salmonella enterica, Salmonella Arizona, Salmonella typhi, Salmonella choleraesuis, Salmonella enteritidis

Secara praktis salmonella dapat dibagi menjadi:1. Salmonella tifoid yaitu Salmonella typhi, S.paratyphi A, B, dan C penyebab demam enteric (typhoid) pada manusia . Kelompok ini telah beradaptasi pada manusia.2. Salmonella non-tifoid yaitu S. Dublin (sapi), S. cholera suis (babi) , S.gallinarum dan S.pullarum (unggas), S.aborius equi (kuda) dan S. aborius ovis (domba). Salmonella sp yang beradaptasi pada jenis hewan tertentu jarang menimbulkanpenyakit pada manusia.Sifat Bakteri Salmonella:a. Host reservoar: unggas, babi, hewan pengerat, hewan ternak, binatang piaraan, dsb.b. Menghasilkan hasil positif terhadap reaksi fermentasi manitol dan sorbitol.c. Memberikan hasil negatif pada reaksi indol, DNase, fenilalanin deaminase, urease, Voges Proskauer, reaksi fermentasi terhadap sukrosa, laktosa, dan adonitol.d. Pada agar SS, Endo, EMB, dan McConkey, koloni kuman berbentuk bulat, kecil, dan tidak berwarna. Pada agar Wilson-Blair, koloni kuman berwarna hitam.e. Dapat masuk ke dalam tubuh secara oral, melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.xDosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis atau subklinis pada manusia pada manusia adalah 105108 organisme.f. Faktor pejamu yang menimbulkan resistensi terhadap infeksi Salmonella adalah keasaman lambung, flora mikroba normal usus, dan kekebalan usus setempat.g. Dapat bertahan dalam air yang membeku untuk waktu yang lama (+ 4 minggu).h. Mati pada suhu 56oC, juga pada keadaan kering.i. Hidup subur dalam medium yang mengandung garam empedu.j. Resisten terhadap zat warna hijau brilian, natrium tetrationat, dan natrium deoksikolat yang menghambat pertumbuhan kuman koliform sehingga senyawa-sennyawa tersebut dapat digunakan untuk inklusi isolat Salmonella dari feses pada medium.

4.2 Siklus Hidup Salmonella ThypiPenyebaran dan Siklus hidup: Infeksi terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Sal. typhimurium dari organisme pembawa (hosts). Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka Sal. typhimurium menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan. Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, dan ke membran yang menyelubungi otak. Subtansi racun diproduksi oleh bakteri ini dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi Sal. typhimurium, pada fesesnya terdapat kumpulan Sal. typhimurium yang bisa bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Bakteri ini tahan terhadap range yang lebar dari temperature sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.

Dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis atau subklinis pada manusia adalah 105-108 bakteri. Beberapa faktor pejamu yang menimbulkan resistansi terhadap infeksi salmonella adalah keasaman lambung, flora mikroba normal usus, dan kekebalan usus setempat. Salmonella menyebabkan tiga macam penyakit utama pada manusia, tetapi sering juga ditemukan bentuk campuran

Daftar PustakaBehrman R.E. Kliegman, M.R. Arvin, A.M. (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Volume 2. Jakarta: EGCDorland, W.A. (2010). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta: EGCJawetz, Melnick, dan Adelbegs. (2004). Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. Jakarta : EGCJulius, E.S. (1990). Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Binarupa Aksara.Muscari, M. E. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta: EGCNelwan, R.H.H. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Demam: Tipe dan Pendekatan. Edisi V. Jilid III. Jakarta: Interna PublishingParry CM. Typhoid fever. N Engl J Med 2002; 347(22):1770-82Sherwood, Lauralee. 2004. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2. Jakarta: EGCSudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, et. Al. (2009). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid 3. Jakarta: Interna PublishingWidoyono. (2011). Penyakit Tropis Epidedemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Edisi 2. Jakarta: Erlangga