wrap up sk1 fix.docx

74
SKENARIO 1 Tn. A, 56 tahun, sudah menikah, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang – kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran – lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan. Nafsu makan meningkat, namun berat badan semakin menurun. Buang air kecil pada malam hari lebih dari 3 kali dan berbusa. Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan Pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina. Hasil laboraturium memperlihatkan glukosa darah puasa 256mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl dan HbA1c 10,2 g/dl. Pemeriksaan urinalisa menunjukan protein urin positif 3. Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat. 1

Upload: septiaputrinidyatama

Post on 05-Jan-2016

249 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: WRAP UP SK1 FIX.docx

SKENARIO 1

Tn. A, 56 tahun, sudah menikah, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang – kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran – lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan. Nafsu makan meningkat, namun berat badan semakin menurun. Buang air kecil pada malam hari lebih dari 3 kali dan berbusa.

Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan Pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina. Hasil laboraturium memperlihatkan glukosa darah puasa 256mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl dan HbA1c 10,2 g/dl. Pemeriksaan urinalisa menunjukan protein urin positif 3.

Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat.

1

Page 2: WRAP UP SK1 FIX.docx

KATA SULIT

1. Funduskopi : Pemeriksaan mata bagian dalam2. Mikroaneurisme : Aneurisme yang terletak di pembuluh darah kecil3. Ankle brachial Index : Mengukur tekanan darah sistolik dengan USG doppler pada

pergelangan tangan dan kaki.4. Monofilament Semmes weinstein: untuk menilai sensasi dengan benang nilon

monofilament.5. Mikroangiopati : Dinding pembuluh darah kecil menjadi lemah.6. Makroangipati : Dinding pembuluh darah besar menjadi lemah.7. Neuropati : Masalah saraf yang menyebabkan nyeri dan mati rasa, kelemahan

otot, dan kesemutan.8. DM tipe 2 : Keadaan saat insulin masih diproduksi tapi reseptornya bekerja

dengan baik.9. HbA1c : zat yang terbentuk antara glukosa dan Hb.

2

Page 3: WRAP UP SK1 FIX.docx

PERTANYAAN & JAWABAN

1. Apa penyebab penglihatan terganggu serta terlihat bintik gelap dan lingkaran cahaya ? karena gejala tersebut merupakan dari DM tipe 2.

2. Apa saja gejala kronik dari DM tipe 2? Poliuria, polifagia, polidipsia3. Mengapa kulitnya kering? Karena pasien dehidrasi4. Mengapa dilakukan pemeriksaan Ankle Brachial Index?

Untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan pada vaskularisasi arteri perifer.5. Apakah Penyebab kesemutan dan Nyeri?

Karena aliran darah terganggu.6. Siapa saja yang beresiko diabetes melitus?

Berat badan berlebihan, aktivitas fisik sedikit, genetik.7. Mengapa proteinuria?

Karena terjadi penurunan insulin dan hipergilkemia, maka peningkatan growth hormon maka terjadi proliferasi endotel sehingga terjadi proteinuria.

8. Efek samping pemberian obat diabetes melitus?Hipoglikemia, Bb naik, flatus, buang air besar lunak.

9. Indikasi pemberian insulin?Hiperglikemia berat, ketosis, hiperglikemia, asisosis laktat, gagal dikasih OHO, DM gestasional, alergi.

10. Penyebab poliuria dan berbusa? Glukosa yang keluar akan mengajak air untuk keluar juga, berbusa karena glukosan meningkat.

11. Apa jenis olah raga yang sesuai?Jogging, aerobik, senam cardio, senam diabetes melitus.

12. Penyebab penurunan rasa nyeri?Fruktosa dan sorbitol menumpuk di sel schwan mengakibatkan saraf terganggu menjadi penurunan konduksi.

13. Kadar normal IMT, GDP, GDS, GDPP, HbA1c, dan Ankle brachial index?GDP: 70 – 110 mg/dl., GD 2 jam setelah makan <200mg/dl , HbA1c 3,5 – 5,6% , IMT 18,5 – 22,9 kg/m2 perempuan, 20,1 – 25 kg/m2 laki-laki, ABI 1,0-1,4 tidak ada sumbatan.

14. Mengapa BB turun tapi di suruh diet?Diet 1900 kalori.

15. Mengapa mikroaneurisma? Growth hormon meningkatkan dinding kapiler melebar.

16. Cara mengatasi hipoglikemia?Makan manis, teh manis, duduk, permen.

17. Fisiologi insulin?Pancreas hasilkan insulin, insulin untuk merangsang glukosa ke dalam sel. Selain itu untuk protein dan lemak.

18. Komplikasi ?Retinopati diabetikum, HONK ( hiperosmolar non ketotik).

19. Bagaimana diet cara islam makanan halal dan baik? Selain makanan haram mengandung babi, anjing, bangkai, dan darah.

3

Page 4: WRAP UP SK1 FIX.docx

Hipotesis

Defisiensi insulin dapat menyebabkan hiperglikemia, yang nantinya dapat menjadi salah satu tanda untuk penyakit diabetes melitus tipe 1 dan 2. Diabetes melitus tipe 2 memiliki gejala klasik 3P, yaitu poliuria, polifagia, polidipsia. Pada pemeriksaan fisik, pasien dilihat nilai IMT dan ABI. Pemeriksaan penunjang bisa dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, seperti pemeriksaan GDP, GDS, G2PP, dan HbA1c. Penyakit ini mempunyai komplikasi diantaranya Makroangiopati, Mikroangiopati, Neuropati, HONK ( Hiperosmolar non ketotik), dan Ketoasidosis diabetik. Penatalaksanaan DM tipe 2 ini dapat di terapi dengan OHO (obat hipoglikemik oral ) maupun insulin. Untuk mencegah penyakit ini terjadi, bisa diet rendah karbohidrat dan mengkonsumsi makanan halal menurut islam.

4

Page 5: WRAP UP SK1 FIX.docx

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Peran Insulin dalam Tubuh1.1 Struktur Insulin1.2 Sintesis Insulin1.3 Sekresi Insulin1.4 Mekanisme Pengaturan Insulin1.5 Faktor penghambat dan stimulasi insulin.1.6 Fisiologi Insulin dan efek terhadap karbohidrat, protein, lemak.

2. Memahami dan menjelaskan Diabetes melitus2.1 Definisi Diabetes melitus2.2 Klasifikasi Diabetes melitus2.3 Etiologi Diabetes melitus2.4 Epidemiologi Diabetes melitus2.5 Patogenesis dan Patofisiologi Diabetes melitus2.6 Manifestasi Diabetes melitus2.7 Diagnosis Diabetes melitus2.8 Tatalaksana Diabetes melitus2.9 Komplikasi Diabetes melitus2.10 Prognosis Diabetes melitus2.11 Pencegahan Diabetes melitus

3. Menghitung Kebutuhan kalori3.1 Penghitungan Jumlah Kalori3.2 Daftar Komposisi Bahan Makanan Penukar3.3 Komposisi makronutrien

4. pola makan dan olahraga yang baik dalam Islam

5. Memahami dan menjelaskan Retinopati diabetikum

5.1 Definisi Retinopati Diabetik

5.2 Klasifikasi Retinopati Diabetik5.3 Etiologi Retinopati Diabetik5.4 Epidemiologi Retinopati Diabetik5.5 Patogenesis dan Patofisiologi Retinopati Diabetik5.6 Manifestasi Retinopati Diabetik5.7 Diagnosis Retinopati Diabetik5.8 Tatalaksana Retinopati Diabetik5.9 Prognosis Diabetes melitus5.10 Pencegahan Diabetes melitus

5

Page 6: WRAP UP SK1 FIX.docx

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan menjelaskan Peran insulin dalam tubuh.1.1 Struktur Insulin

Insulin merupakan hormon peptide yang disekresikan oleh sel β dari Langerhans pancreas. Fungsi insulin adalah untuk mengatur kadar normal glukosa darah. Insulin bekerja melalui memperantarai uptake glukosa seluler, regulasi metabolism karbohidrat, lemak, dan protein, serta mendorong pemisahan dan pertumbuhan sel melalui efek motigenik pada insulin (Wilcox, 2005).

Insulin memiliki struktur dipeptida, yang terdiri dari rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan dengan jembatan sulfide yang menghubungkan struktur helix terminal N-C dari rantai A dengan struktur central helix dari rantai B. Insulin mengandung 51 asam amino, dengan berat molekul 5802. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino (Wilcox, 2005).

1.2 Sintesis Insulin

Insulin dikode oleh lengan pendek kromosom 117 dan disintesa oleh sel β dari islet pancreas Langerhans sebagai proinsulin. Proinsulin disintesa di ribosom-Retikulum Endoplasma kasar dari mRNA sebagai pre-proinsulin. Pre-proinsulin dibentuk melalui sintesa signal peptide. Pelepasan signa peptida akan membentuk proinsulin di Retikulum Endoplasma. Vesikel sekretori akan mengirim proinsulin dari reticulum endoplasma ke badan golgi. Di badan golgi, proinsulin akan diberikan tambahan zink dan kalsium yang akan menyebabkan bentukan heksamer proinsulin yang tidak larut air. Enzim di luar badan golgi akan merubah proinsulin menjadi insulin dan C-peptide yang siap di sekresikan secara bersamaan melalui membrane sel (Wilcox, 2005).

Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen

6

Page 7: WRAP UP SK1 FIX.docx

utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.

1.3 Sekresi Insulin

Sekresi insulin dapat dipengaruhi oleh perubahan pada transkripsi gen, translasi, modifikasi post-translasi di badan Golgi, dan factor-faktor lain yang mempengaruhi pelepasan insulin oleh granula sekretorik. Modifikasi jangka panjang dapat terjadi melalui perubahan pada jumlah sel β dan differensiasinya. Glukosa mempengaruhi biosintesis dan sekresi insulin dengan beberapa cara. Asam amino, asam lemak, asetilkolin, pituitary adenylate cyclase-activating polypeptide (PACAP), glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP), glucagon-like peptide-1 (GLP-1) dan agonis yang lain juga berpengaruh pada proses biosintesis dan pelepasan insulin (Wilcox, 2005).

Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan (Gambar 1)

Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran sel beta.

7

Page 8: WRAP UP SK1 FIX.docx

Peningkatan kadar glukosa menginduksi “fase pertama” dalam glucose-mediated insulin secretion yakni dengan pelepasan insulin yang baru saja disintesa dan penyimpanan dalam granula sekretorik sel β. Masuknya glukosa ke dalam sel β dideteksi oleh glukokinase, sehingga glukosa tadi difosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat (G6P). Proses ini membutuhkan ATP. Penutupan kanal K+-ATP-dependent mengakibatkan depolarisasi membrane plasma dan aktivasi kanal kalsium yang voltage-dependent yang menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan kadar kalsium inilah yang menyebabkan sekresi insulin. Mediator lain yang berperan dalam pelepasan insulin adalah aktivasi fosfolipase dan protein kinase C (sebagai contoh oleh asetilkolin) serta rangsangan dari aktivitas adenil-siklase dan protein kinase-A sel β. Mekanisme induksi sekresi insulin juga melibatkan aktivitas hormone, seperti vasoactive intestinal peptide (VIP), PACAP, GLP-1, dan GIP. Factor-faktor ini memegang peranan penting dalam “fase kedua” sekresi insulin, yakni pelepasan insulin baik yang baru saja disintesa maupun yang disimpan dalam granula sekretorik (Wilcox, 2005).

Sintesis dan sekresi insulin diatur oleh sekretagog nutrien and non-nutrien. Sekretagog nutrien seperti glukosa memicu sekresi insulin dari sel β dengan meningkatkan ATP intraseluler dan penutupan K +-ATP kanal sebagai diuraikan di atas. Produksi c-AMP dan mediator energi sel lain juga ditambah, yang akhirnya akan menngkatkan pelepasan insulin. Glukosa tidak memerlukan insulin untuk masuk ke dalam sel β (juga fruktosa, manosa atau galaktosa). Sekretagog non-nutrien mungkin

8

Page 9: WRAP UP SK1 FIX.docx

bekerja melalui rangsangan saraf seperti jalur kolinergik dan adrenergik, atau melalui hormon peptida dan asam amino kationik (Wilcox, 2005).

1.4 Mekanisme Pengaturan Insulin

Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism (Gb. 3). Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.

1.5 Faktor penghambat dan stimulasi insulin.

Pengaturan Sekresi Insulin

1. Pada dasarnya sekresi insulin dikendalikan oleh kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah yang melebihi kadar ambang darah (blood glukosa treshold= 110-180 mg/L), akan merangsang sekresi insulin. Sebaliknya bila KGD normal atau rendah, maka sekresi insulin akan berkurang.

9

Page 10: WRAP UP SK1 FIX.docx

2. Selain dikendalikan oleh kadar gula darah sebagai pengendali utama, sekresi insulin juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, baik yang meningkatkan maupun yang menghambat. Namun demikian, baik yang merangsang maupun yang menghambat keduanya berkaitan dengan metabolisme KH dan pengaruhnya pada siklik AMP.

Faktor-faktor yang merangsang sekresi Insulin:

a. Glukosa

b. Arginin, leusin, asam asetoasetat, dan asam amino tertentu

c. Asetilkolin atau perangsangan parasimpatis (vagus), -glukagon

d. Gastrin PZ CCK ( pankreozimin-cholecytokinine) dan sekretin

Faktor yang menghambat sekresi Insulin:

a. Somatostatin

b. Perangsangan reseptor alfa adrenergik, dan

c. Kadar ion K plasma yang rendah

Selain penjelasan diatas, faktor lain yang dapat merangsang sekresi insulin

1. Asam amino

Yang paling berpengaruh arginin dan lisin. Apabila pemberian asam amino dilakukan pada tidak ada peningkata glukosa darah, hanya menyebabkan peningkatan sekresi insulin sedikit saja. Apabila pemberian ini dilakukan ketika terjadi peningkatan glukosa darah maka terjadi hipersekresi dari insulin.

Tampaknya perangsangan insulin oleh asam amino merupakan respon yang sangat bermakna sebab insulin sendiri sebaliknya meningkatkan pengangkutan asam amino kedalam sel-sel jaringan demikian juga meningkatkan pembentukan protein intraselular. Jadi insulin sangat berguna untuk pemakaian asam amino yang berlebih dalam cara yang sama bahwa insulin penting bagi penggunaan karbohidrat.Jadi asam amino ini dapat memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin.

2. Hormon gastrointestinal

Campuran beberapa hormon yang pencernaan yang penting gastrin,sekretin, kolesistokinin, dan peptida penghambat asam lambung (yang tampaknya merupakan hormon terkuat yang dikeluarkan oleh kelenjar pencernaan) akan meningkatkan sekresi insulin dalam jumlah banyak. Hormon ini dilepaska ketika setelah makan. Selanjutnya hormon ini akan menyebabkan antisipasi insulin dalam darah yang merupakan suatu persiapan agar glukosa dan asam amino dapat diabsorbsi. Hormon ini bekerja sama dengan asam amino yaitu meningkatkan sensitivitas respon insulin untuk meningkatkan glukosa darah, yang hampir mengdakan kecepatan sekresi insulin bersamaan dengan naiknya glukosa darah.

10

Page 11: WRAP UP SK1 FIX.docx

3. Hormon lain dan sistem saraf otonom

Hormon-hormon yang dapat meningkatkan sekresi insulin: glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol, dan yang lebih lemah adalah progesteron dan estrogen .pemanjangan sekresi hormon insulindalam jumlah besar kadang dapat menyebabkan sel beta mengalami kelelahan dan dapat menyebabkan diabetes.

Pada beberapa keadaan, perangsangan saraf parasimpatis dan saraf simpatis terhadap pankreas juga meningkatkan sekresi insulin.

Perangsang pelepasan insulin Glukosa. manosa, fruktosa Leusin Stimulasi vagus

Sulfonilurea

Penguat ( amplifier) pelepasan insulin yang diinduksi glukosa

Hormon-hormon usus Gastrin inhibitory polypeptide Kolesistokinin, glukagon Sekretin,gastrin

Penguat saraf ( neural amplifier ) Agonis β-adrenergik Asetilkolin

Asam amino Arginin Lisin

Asam β-keto dan asam lemak cAMP

Penghambat pelepasan insulin Neural inhibitor Agonis α-adrenergik dari katekolamin Antagonis β-adrenergik

Humoral inhibitor Somatostatin

Obat-obatan Diazoxide, fenitoin, vinblastin, kolkisin, tiazid

Analog gula 2-Deoksiglukosa, manoheptulosa

1.6 Fisiologi Insulin dan efek terhadap karbohidrat, protein, lemak.

Metabolisme karbohidrat

Setelah makan makanan tinggi karbohidrat, glukosa yang di adsorpsi kedalam darah menyebabkan sekresi insulin dengan cepat. Insulin selanjutnya menyebabkan

11

Page 12: WRAP UP SK1 FIX.docx

penyimpanan dan penggunaan glukosa oleh semua jaringan tubuh, terutama jaringan otot adipose dan hati.

Ø Pengaruh insulin dalam meningkatkan metabolisme glukosa dalam otot.

Dalam sehari, jaringan otot tidak bergantung pada glukosa untuk energinya tetapi sebagian besar bergantung pada asam lemak karena membran otot istirahat. Diantara waktu makan, jumlah insulin yang disekresikan terlalu kecil untuk meningkatakan jumlah pemasukan glukosa yang masuk ke dalam otot. Akan tetapi, ada dua kondisi dimana otot memang menggunakan sejumlah besar glukosa yaitu, selama kerja fisik baik sedang ataupun berat dan penggunaan sejumlah besar glukosa oleh otot adalah selama beberapa jam setelah makan.

Ø Pengaruh Insulin dalam meningkatkan penyimpan dan penggunaan glukosa oleh hati.

Salah satu efek penting insulin adalah menyebabkan sebagian besar glukosa yang diabsorbsi sesudah makan segera disimpan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Selanjutnya diantara waktu makan bila tidak tersedia makanan dan konsentrasi glukosa dalam darah mulai berkurang, sekresi insulin menurun dengan cepat dan glikogen dalam hati dipecah kembali menjadi glukosa, yang akan dilepaskan kembali kedalam darah untuk menjaga konsentrasi glukosa tidak berkurang terlalu rendah

Mekanisme yang dipakai oleh insulin untuk menyebabkan timbulnya pemasukan glukosa dan penyimpanan dalam hati meliputi beberapa langkah:

1. Insulin menghambat fosforilasi hati, yang merupakan enzim utama yang menyebabkan tepecahnya glikogen dalam hati menjadi glukosa.

2. Insulin meningkatkan pemasukan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Keadaan ini terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukonase, yang merupakan salah satu enzim yang menyebabkan fosforilasi.

3. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen termasuk enzim glikogen sintetase yang bertanggung jawab untuk polinerisasi dari unit monosakarida untuk membentuk molekul glikogen.

Setelah makan dan kadar glukosa dalam darah mulai menurun sampai kadar rendah beberapa peristiwa akan mulai berlangsung sehingga menyebabkan hati melepaskan glukosa kembali kedalam sirkulasi darah. Jadi bila sesudah makan, didalam darah timbul kelebihan glukosa maka hati akan memindahakan glukosa dari darah.

Ø Pengaruh insulin terhadap metabolisme karbohidrat dalam sel-sel lain

Insulin meningkatkan pengakutan dan pemakaian glukosa kedalam sebagain besar sel tubuh lain dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh insulin dalam mempengaruhi pengangkutan glukosa dalam sel otot. 

Metabolisme lemak

Insulin mempunyai berbagai efek yang dapat menyebabkan timbulnya penyimpanan lemak didalam jaringan lemak. Pertama, insulin meningkatkan pemakaian

12

Page 13: WRAP UP SK1 FIX.docx

glukosa oleh sebagian besar jaringan tubuh yang secara otomatis akan mengurangi pemakaian lemak. Akan tetapi, insulin juga meningkatkan pembentukan asam lemak. Hal itu terjadi jika karbohidrat lebih banyak dicerna daripada energi spontan yang digunakan jadi mempersiapkan zat untuk sintesis lemak. Hampir semua sintesis lemak terjadi didalam sel hati dan asam lemak kemudian di transport dari hati melalui lipoprotein darah ke sel adiposa untuk disimpan. Berbagai faktor yang mengarah pada peningkatan sintesis asam lemak didalam hati, sebagai berikut:

1)   Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa kedalam sel-sel hati. Sesudah konsentrasi glikogen dalam hati meningkat 5-6 %., glikogen ini sendiri akan menghambat sintesis glikogen selanjutnya. Kemudian seluruh glikogen tambahan yang memasuki sel-sel hati sudah cukup tersedia untuk membentuk lemak. Glukosa mula-mula di pecah menjadi piruvat dalam jalur glikolisis dan piruvat ini selanjutnya diubah menjadi asetil koenzim A (asetil-KoA) yang merupakan subtrat asal untuk sintesis asam lemak.

2)   Kelebihan ion sitrat dan ion isositrat akan terbentuk oleh siklus asam sitrat bila pemakaian glukosa untuk energi ini berlebihan. Ion-ion ini akan mengaktifkan asetil KoA karboksilase, yangmerupakan enzim yang dibutuhkan untuk melakukan proses karboksilasi terhadapa asetil KoA untuk membentuk malonil-KoA, tahap pertama sitesis lemak.

3)   Sebagian besar asam lemak disintesis disalam hati dan digunakan untuk membentuk trigliserida, bentuk umum untuk penyimpanan lemak. Triglisera akan dilepaska dari sel-sel hati kedalam darah dalam bentuk lipoprotein. Insulin akan mengaktifkan lipoprotein lipase didalam dinding kapiler darah jaringan lemak, akan memecah triglisserida lagi menjadi asam lemak, agar asam lemak dapat diadsorbsi kedalam asam lemak, tempat asam lemak ini akan diubah menjadi trigliserida dan disimpan

Insulin mempunyai 2 efek penting yang dibutuhkan untuk menyimpan lemak didalam sel-sel lemak:

1)   Insulin mengahambat kerja lipase sensitif-hormon. Enzim inilah yang menyebabkan hidrolisis trigliserida yang telah disimpan dalam sel-sel lemak oleh karena itu, pelepasan asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam sirkulasi darah akan terhambat.

2)   Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel kedalam sel-sel lemak dengan cara yang sam seperti insulin meningkatkan pengangkutan glukosa kedalam sel-sel otot. Beberapa glukosa ini dipakai untuk mensintesis asam lemak tetapi yanglebih penting glukosa ini dipakai untuk sejumlah besar α-gliserol fosfat. Bahan ini menyediakan gliserol yang akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida yang merupakan bentuk lemak yang disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu, bila tidak ada insulin bahkan penyimpanan sejumlah besar asam-asam lemak yang diangkut dari hati dalam bentuk lipoprotein hampir dihambat.

13

Page 14: WRAP UP SK1 FIX.docx

Metabolisme protein

Selama beberapa jam sesudah makan, sewaktu didalam darah sirkulasi terdapat kelebihan makanan, maka didalam jaringan akan disimpan tidak hanya karbohidrat dan lemak saja, namun juga akan disimpan protein, agar hal ini terjadi maka dibutuhkan insulin.

Ada beberapa fakta yang telah diketahui  yaitu sebagai berikut:

1)   Insulin menyebabkan pengangkutan secara aktif sebagian besar asam amino kedalam sel. Asam amino yang dengan kuat diangkul adalah: valin, leusin, isoleusin, tirosin dan venilalanin. Jadi, insulin bersam-sama horman pertumbuhan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan asam pemasukan asam amino kedalam sel.

2)   Insulin mempunyai efek langsung meningkatkan translasi RNA massenger pada ribosom, sehingga terbentuk protein baru. Bila tidak ada insulin, maka ribosom akan berhenti bekerja.

3)   Sesudah melewati periode waktu yang lebih lama, insulin juga meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetik DNA yang terpilih didalam inti sel, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesi protein, trutama meningkatkan satu kesatuan enzim yang besar untuk penyimpanan karbohidrat, lemak dan protein.

4)   Insulin juga menghambat proses katabolisme protein, jadi mengurangi kecepatan pelepasan asam amino dari sel, khususnya dari sel-sel otot. Hal ini akibat dari beberapa kemampuan insulin untuk mengurangi pemacahan insulin yang normal lisosom sel.

5)   Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesis.Hal ini terjadi dengan cara mengurangi aktivitas enzim yang dapat meningkatkan glukogenesis. Oleh karena itu bahan yang terbanyak digunakan untuk sintesis glukosa melalui prose glukoneogenesis adalah asam amino dalam plasma, maka proses penekana glukogenesis akan menghemat pemakaian asam amino dari cadangan protein dalam tubuh.

Ringkasnya, Insulin meningkatkan pembentukan protein dan mencegah pemecahan protein.

Tidak adanya insulin menyebabkan berkurangnya protein dan peningkatan asam amino plasma. Bila tidaka ada insulin maka seluruh proses penyimpanan protein menjadi terhenti sama sekali. Proses katabolisme protein akan meningkat, sintesis protein berhenti, dan banyak sekali asam amino ditimbun dalam plasma. Konsentrasi asam amoni dala plasma sangat meningkat dan sebagian besar asam amino yang berlebihan akan langsung dipergunakan sumber energi atau sebagai bahan yang akan hidup dalam proses glukoneogenesis. Pemecahan asam amino ini juga meningkatkan eskresi ureum dalam urine. Sampah protein yang dihasilkan merupakan salah satu efek yang serius pada penyakit diabetes mellitus yang parah. Hal ini dapat menimbulkan kelemahan yang hebat dan juga terganggunya fungsi organ-organ.

14

Page 15: WRAP UP SK1 FIX.docx

2. Memahami dan menjelaskan Diabetes melitus2.1 Definisi Diabetes melitus

Menurut Americans Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

2.2 Klasifikasi Diabetes melitus

Klasifikasi Diabetes melitusnpada tabel 1.

Tipe 1 Destruksi sel beta umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut.

Autoimun Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.

Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obat atau zat kimia Infeksi Sebab imunologi jarang Sindrom genetik yang berkaitan

dengan diabetes melitus Kelainan pada diabetes tipe lain ini

adalah akibat kerusakan atau kelainan fungsi kelenjar pankreas yang disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan atau penyakit pada kelenjar tersebut.

Diabetes melitus gestasional Diabetes hanya terjadi pada saat kehamilan dan menjadi normal kembali setelah persalinan.

15

Page 16: WRAP UP SK1 FIX.docx

Perbedaan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2

  Type 1 (insulin dependent) Type 2 (non-insulin dependent)

Nama lama

Epidemiologi

DM Juvenil

Anak-anak/remaja(biasanya berumur < 30 tahun)

DM Dewasa

Orang tua (biasanya berumur > 30 tahun)

Berat badan  Biasanya kurus Sering obesitas Heredity HLA-DR3 or DR4 in > 90% Tidak ada hubungan HLA  Patogenesis Penyakit Autoimmune : Tidak berhubungan dengan autoimun

    Islet cell autoantibodies Insulin resistance    Insulitis   

Klinikal Defisiensi Insulin Defisiensi Partial insulin  Berhubungan dengan ketoacidosis Berhubungan dengan hyperosmolar

 Pengobatan Insulin, diet, olah raga Diet, olah raga, tablet, insulin

Biochemical Kemungkinan kehilangan peptide C

Persisten peptida-C

2.3 Etiologi Diabetes Melitus

DM tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1. Penderita DM tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita DM. Umumnya berusia diatas 45 tahun. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan.

Berbeda dengan DM tipe 1, pada penderita DM tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup didalam darahnya. Disamping kadar glukosa yang juga tinggi. DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.

Penyebab-penyebab tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus tipe II menurut Guyton & Hall (2002), yaitu: 1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun) 2. Obesitas 3. Riwayat keluarga

16

Page 17: WRAP UP SK1 FIX.docx

FAKTOR RISIKOFaktor risiko diabetes tipe 2 terbagi atas:1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah:

Ras dan EtnikResiko Diabetes melitus tipe 2 lebih besar pada hispani, kulit hitam, penduduk asli amerika dan Asia.

Riwayat keluarga dengan diabetesSeseorang dapat mewarisi gen penyebab diabetes melitus dari orang tua. Biasnaya , seseorang yang mengalami diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang juga terkena diabaetes melitus.

Usia > 45 tahunResistensi insulin biasanya meningkat pada usia diatas 65 tahun.

Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg Riwayat pernah menderita DM Gestasional Riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg

2. Faktor risiko yang dapat diperbaiki Berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2)

HDL dibawah 35 mg/dL dan atau tingkat TGA >250 mg/dL dapat meningkatkan resiko diabetes melitus tipe 2

Kurang aktivitas fisik Hipertensi(>140/90 mmHg) Dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl Diet tinggi gula rendah serat Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang diperlukan oleh utbuh dapat memicu diabetes melitgus tipe 2 karena pankreas memiliki kadar pankreas yang disekresikan dalam julam tertentu.

Gaya hidupMakanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan gaya hidup yang dapat memicu terjadi diabetes melitus tipe 2

2.4 Epidemiologi Diabetes Melitus

Tingkat prevalensi DM tipe 2 cukup tinggi, diperkirakan sekitar 16 juta kasus DM di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru. DM merupakan penyebab kematian di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetik. Pada usia yang sama, penderita DM paling sedikit 2,5 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan mereka yang tidak menderita DM. Tujuh puluh lima persen penderita DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskular. Serangan jantung, gagal jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi utama. Selain itu kematian fetus intrauterine pada ibu penderita DM yang tidak terkontrol juga meningkat. Dampak ekonomi pada DM jelas terlihat akibat biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan, selain konsekwensi finansial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vaskuler (Price danWilson, 2002).

17

Page 18: WRAP UP SK1 FIX.docx

2.5 Patogenesis dan patofisiologi Diabetes MelitusPatogenesis Diabetes melitus tipe 1

Bentuk diabetes ini terjadi karena kekurangan insulin yang berat akibat destruksi autoimun sel- sel β dalam pulau langerhans pankrean ( islet β cells). Diabetes tipe ini paling sering terjadi pada anak anak, bermanifestasi pada usia pubertas, dan berjalan progresif mengikuti pertambahan usia.

Mekanisme Destruksi sel beta pankreas Limfosit T bereaksi terhadap antigen sel β dan menyebabkan kerusakan sel.

Sel- sel T ini meliputi: Sel – sel T CD4 dari subkelompok Th1yang menyebabkan jejas jaringan dengan mengaktifkan sel- sel makrofag, sementara sel makrofag menyebabkan kerusakan dalam bentuk hipersensitivitas tipe lambat.

Limfosit T CD8+ yang membunuh langsung sel β dan juga menyekresikan sitokin yang mengaktifkan makrofag.

Autoantibodi terhadap sel sel pulau langerhans dapat terdeteksi pada 70 – 80% pasien, Autoantibodi tersebut bersifat reaktif dengan sejumlah antigen sel β, yang meliputi enzim glutamic acid dekarboksilase (GAD).

Kerentanan GenetikDiabetes tipe 1 memiliki korelasi genetik yang kompleks dengan sedikitnya 20

lokus genetik yang berpotensi menimbulkan perubahan toleransi imun yang akhirnya menimbulkan autoimunitas. Sejauh ini korelasi genetik paling penting terdapat antara diabetes tipe 1 dan lokus HLA MHC (Major histocompatibility complex) kelas II.

Faktor Lingkungan : beberapa virus terlibat sebagai pemicu potensial untuk terjadinya serangan autoimun, virus tersebut meliputi : coxsackie virus, virus parotis, virus campak, sitomegalovirus, virus rubella. Salah satu postulat mengatakan bahwa virus – virus tersebut menghasilkan protein yang mirip antigen sendiri, dan respon imun terhadap protein virus berekasi silang dengan jaringan sendiri (mimikri molekul).

Patogenesis Diabetes Melitus tipe 2

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :1. Resistensi insulin2. Disfungsi sel β pancreas

Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel β pancreas, amilin dan sebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel β pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah ,sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe2, kadar

18

Page 19: WRAP UP SK1 FIX.docx

glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia; disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah.

Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relative (walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia) mengakibatkan sel β pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa dan akhirnya DM tipe 2. Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel β pancreas yang menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada keadaan puasa. (1,2) Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih terus berkembang, masih banyak hal yang belum terungkap. Hal ini membawa dampak pada pengobatan DM tipe 2 yang mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap hati-hati dalam membuat panduan pengobatan.

2.6 Manifestasi Diabetes melitus

19

Page 20: WRAP UP SK1 FIX.docx

Insulin merupakan hormon yang penting untuk kehidupan. Hormon ini mempengaruhi baik metabolisme karbohidrat maupun protein dan lemak. Pada diabetes tipe II ini, pankreas masih mempunyai beberapa fungsi sel yang menyebabkan kadar insulin bervariasi yang tidak cukup untuk memelihara homeostasis glukosa. Pasien dengan diabetes tipe II ini seringkali gemuk dan sering dihubungkan dengan organ target yang membatasi respon insulin endogen dan eksogen. Pada beberapa kasus, resistensi insulin disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor insulin (Mycek, 2001). Resistensi insulin ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik dan penurunan pengambilan glukosa pada otot skelet. Disfungsi sel β mengakibatkan gangguan pada pengontrolan glukosa darah.

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila trdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini:

a. Keluhan klasik DM berupa : banyak minum, banyak makan, banyak buang air kecil dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae (gatal didaerah kemaluan) pada wanita .

Diabetes karena dampak kehamilan ditegakkan hasil pemeriksaan TTGO, dilakukan dengan memberikan beban 75 g glukosa setelah berpuasa 8 – 14 jam. Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa, 1 jam dan 2 jam setelah beban. DMG ditegakkan apabila ditemukan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 95 mg/dl, 1 jam setelah beban ≥ 180 mg/dl dan 2 jam setelah beban ≥ 155 mg/dl. Apabila hanya dapat dilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan pemeriksaan glukosa 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa darah ≥ 155 mg/dL, sudah dapat didiagnosis Diabetes Gestasional (Perkeni, 2006)

Manifestasi akutGejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. 1. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu:

a) Banyak makan (poliphagia). b) Banyak minum (polidipsia).c) Banyak kencing (poliuria).

2. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala: a) Banyak minum. b) Banyak kencing. c) Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5 – 10 kg dalam waktu 2-4 minggu). d) Mudah lelah.

6) Bila tidak segera diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma .

Manifestasi kronis

20

Page 21: WRAP UP SK1 FIX.docx

Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut:

1) Kesemutan.

2) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.

3) Rasa tebal di kulit.

4) Kram.

5) Capai.

6) Mudah mengantuk.

7) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.

8) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.

9) Gigi goyah mudah lepas, kemampuan seksual menurun, impotensi.

10) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan berat lahir lebih dari 4 kg.

2.7 Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis klinis diabetes melitus umumnya akan diperkirakan bila ada keluhan khas gejala hiperglikemia berupa poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (Scobie, 2007; Soegondo dkk, 2004). Jika keluhan khas ada maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 11, 1 mmol/l (200 mg/dl) dan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa (tidak adanya asupan kalori yang masuk selama minimal 8 jam) ≥ 7,0 mmol/l (126 mg/dl) (Holt and Kumar, 2010; Scobie, 2007; Soegondo dkk, 2004). Diperlukan pemeriksaan kembali kadar glukosa darah melalui hasil tes toleransi glukosa oral. Diberikan 75 gram glukosa yang dilarutkan dalam 250-350 ml air, setelah 2 jam baru diukur kadar glukosa darahnya (Holt and Kumar, 2010). Bila didapatkan kadar glukosa darah setelah 2 jam pemberian larutan glukosa ≥ 11,1 mmol/l (200 mg/dl), maka dapat dikatakan seseorang menderita diabetes melitus (Holt and Kumar, 2010; Scobie, 2007; Soegondo dkk, 2004).

Tabel 2.1 Kriteria penegakan diagnosis diabetes melitus

Glukosa Plasma Puasa Glukosa Plasma 2 Jam setelah makan

Normal <100 mg/dL <140 mg/dL

Pra-diabetes 100 – 125 mg/dL -

IFT atau IGT - 140 – 199 mg/dL

Diabetes ≥126 mg/dL >200 mg/dL

21

Page 22: WRAP UP SK1 FIX.docx

Keterangan:

IFT = Impaired Fasting Glucose (IFG)

IGT = Impaired Glucose Tolerance

Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal tinggi (>200 mg/dL) pada hari lain, kadar glukosa darah puasa yang abnormal tinggi (>126 mg/dL), atau dari hasil uji toleransi glukosa oral didapatkan kadar glukosa darah paska pembebanan >200 mg/dL (Depkes RI, 2005).

Kriteria diagnosis Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa plasma baik pada keadaan puasa (Fasting Plasma Glucose/FPG) atau setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Puasa adalah keadaan tanpa asupan makanan/kalori selama minimal 8 jam (Depkes RI, 2005).

Diagnosis DM ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan kadar glukosa darah. Untuk penentuan Diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO, sedangkan untuk pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

Uji diagnostic DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengiddentifikasi mereka yang tidak bergejala yang mempunyai resiko DM. serangkaian uji diagnostic akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif untuk memastikan gejala diagnostic positif.

Pemeriksaan penyaring dapat dillakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.

22

Page 23: WRAP UP SK1 FIX.docx

(Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia, PERKENI, 2006)

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa polyuria, polydipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas pemeriksaan glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl kadar glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl pada hari yang lain atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan lebih dari 200 mg/dl.

(kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM).

23

Page 24: WRAP UP SK1 FIX.docx

Kriteria diagnosis DM menurut ADA tahun 2007 dapat dilihat di bawah ini

2.8 Penatalalaksanaan Diabetes melitus

Pilar penatalaksanaan DM

1. Edukasi

2. Terapi gizi medis

3. Latihan jasmani

4. Intervensi farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

1. EdukasiDiabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi

24

Page 25: WRAP UP SK1 FIX.docx

aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006 yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Mengenai edukasi ini akan dibahas lebih mendalam di bagian promosi perilaku sehat di halaman 28.

2. Terapi Gizi Medis Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes

secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).

Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.- Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan- Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.- Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama

dengan makanan keluarga yang lain- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.- Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula,asal tidak melebihi batas

aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)- Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.

Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

- Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori- Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh

dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk)- Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.

Protein

25

Page 26: WRAP UP SK1 FIX.docx

- Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.- Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa

lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB

perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium

- Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.

- Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet

seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

- Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

- Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.

Pemanis alternative

- Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alcohol dan fruktosa.

- Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.- Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya

sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.- Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping

pada lemak darah.- Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose,

neotame- Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily

Intake / ADI )

Farmakoterapi1. Obat antidiabetik oralBerdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

a. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).b. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.

26

Page 27: WRAP UP SK1 FIX.docx

c. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-blocker”.

2. InsulinInsulin disintesis di sel β pankreas dari prekursor 110 asam amino rantai tunggal

yang disebut preproinsulin. Setelah translokasi melalui membran retikulum endoplasma kasar, peptide penanda N-terminal 24-asam amino dari preproinsulin segera dipotong untuk membentuk proinsulin. Disini molekul akan melipat dan terbentuk ikatan disulfida. Pada konversi proinsulin manusia menjadi insulin di kompleks Golgi, empat asam amino basa dan peptida C atau peptida penghubung yang tersisa dihilangkan melalui proteolisis. Hal ini menghasilkan dua rantai peptida molekul insulin (A dan B), yang mengandung ikatan disulfida satu intrasubunit dan dua intrasubunit. Rantai A biasanya terdiri dari 21 residu asam amino dan rantai B memiliki 30 residu (Gilman, 2007).

Untuk tujuan terapeutik, dosis dan konsentrasi insulin dinyatakan dalam unit (U). Tradisi ini dimulai ketika sediaan hormon belum murni dan perlu untuk menstandardisasi sediaan ini melalui uji hayati. Satu unit insulin setara dengan jumlah yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah pada kelinci yang berpuasa menjadi 45 mg/dl. Sediaan homogen insulin manusia mengandung antara 25-30 U/mg (Gilman, 2007).

Insulin merupakan hormon utama yang bertanggungjawab untuk mengontrol ambilan, penggunaan dan penyimpanan nutrisi sel. Jaringan target yang penting untuk pengaturan homeostasis glukosa oleh insulin adalah hati, otot, dan lemak, tetapi insulin juga menggunakan efek pengaturan yang kuat terhadap jenis sel lainnya. Stimulus transport glukosa kedalam jaringan otot dan adipos merupakan bagian penting pada respon fisiologis terhadap insulin. Glukosa memasuki sel dengan cara difusi terfasilitasi melalui salah satu family transporter glukosa (GLUT1 sampai GLUT5). Insulin menstimulus transport glukosa setidaknya sebagian dengan cara meningkatkan translokasi vesikel intrasel bergantung-energi yang mengandung transporter glukosa GLUT4 dan GLUT1 ke dalam membran plasma. Pengaturan yang salah dalam proses ini dapat menyebabkan patofisiologi diabetes tipe 2 (Gilman, 2007).

Di hati, insulin menghambat produksi glukosa, menurunkan glukoneogenesis dan glikogenesis. Menstimulus ambilan glukosa di hati. Di otot, insulin menstimulus pengambilan glukosa dan menghambat aliran prekursor glukoneogenik ke hati (mis: alanin, laktat dan piruvat). Di jaringan adiposa, insulin menstimulus pengambilan glukosa dan menghambat aliran prekursor ke hati (Gilman, 2007).

Klasifikasi insulin: a) Insulin yang bekerja singkat

Sediaan ini memiliki onset kerja paling cepat, tetapi durasinya paling singkat (Gilman, 2007). Dapat dibedakan berdasarkan sumbernya:

• Insulin regular atau insulin soluble Merupakan satu-satunya insulin jernih atau larutan insulin, sementara

lainnya adalah suspensi (Soegondo dkk, 2004). Dapat diberikan secara intravena atau intramuskular. Biasanya harus diinjeksikan 30-45 menit sebelum makan.

27

Page 28: WRAP UP SK1 FIX.docx

Kadar puncak dalam plasma sekitar 1,5 sampai 4 jam (Gilman, 2007) dan biasanya berlangsung selama 6-8 jam (Holt and Kumar, 2010). Contoh insulin ini adalah Human Actrapid (Novo Nordisk), Humulin S(Lilly), Insuman Rapid (Aventis), Hypurin Porcine Neutral (CP), Hypurin Bovine Neutral (CP), Pork actrapid (Scobie, 2007).• Insulin analog kerja cepat

Mencapai puncak dalam serum dalam waktu 0,5 sampai 1,5 jam dan berlansung selama 2 sampai 5 jam (Gilman, 2007). Contoh insulin analog kerja cepat adalah Insulin Aspart (NovoRapid), Insulin Lispro (Humalog), Insulin Glulisine (Apidra) (Holt and Kumar, 2010).

b). Insulin yang bekerja sedangDapat dibagi menjadi:• Suspensi insulin isophan

Merupakan suspensi insulin dalam bentuk kompleks dengan zink dan protamin. Umumnya diberikan satu kali sehari sebelum sarapan atau dua kali sehari. Mencapai puncak dalam serum dalam waktu 6 samapi 12 jam dan berlangsung selama 18 sampai 24 jam (Gilman, 2007). Contoh suspensi insulin isophan: Insulatard, Humulin I, Insuman Basal, Hypurine Porcine Isophane, Hypurin Bovine Isophane (Holt and Kumar, 2010).• Suspensi insulin Zink (lente)

Mencapai puncak dalam serum dalam waktu 6 sampai 12 jam dan berlangsung selama 18 sampai 24 jam (Gilman, 2007). Contoh suspensi insulin Zink: Human Monotard, Humulin Lente Hypurin, Bovine Lente (Scobie, 2007).

Insulin yang bekerja panjang Memiliki onset yang sangat lambat dan puncak kerja yang relatif datar yang lebih

lama. Insulin ini ditujukan untuk memberikan konsentrasi insulin yang rendah sepanjang hari (Gilman, 2007). Dapat dibagi menjadi: • Suspensi Zink insulin yang diperpanjang (ultralente) Mencapai puncak dalam serum dalam waktu 16 sampai 18 jam dan berlangsung selama 20 sampai 36 jam (Gilman, 2007). Contoh insulin ultralente adalah Human Ultratard dan Humulin ZN (Scobie, 2007). • Suspensi insulin bekerja panjang Analog insulin ini dapat bekerja sampai dengan 24 ketika disuntikkan secara subkutan dan diberikan sekalai sehari dan tidak mempunyai puncak dalam plasma (Holt and Kumar, 2010). Contoh insulin ini adalah Glargine (lantus) dan Detemir (Levemir) (Scobie, 2007).

Daftar obat hipoglikemik oral

28

Page 29: WRAP UP SK1 FIX.docx

2.9 Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetaes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup, sehingga progesifitas penyakit ini akan terus berjalan dan pada suatu saat akan menimbulkan komplikasi. Penyakit DM biasanya berjalan lambat dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.

a. Komplikasi Akut DM

Ada tiga komplikasi akut DM yang penting dan berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar gula darah jangka pendek.

- Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi jika kadar gula darah turun hingga 60 mg/dl. Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung sejauh mana glukosa darah turun. Keluhan pada hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu keluhan akibat otak tidak mendapat kalori yang cukup sehingga mengganggu fungsi intelektual dan keluhan akibat efek samping hormon lain yang berusaha meningkatkan kadar glukosa dalam darah (Tandra, 2007).

29

Page 30: WRAP UP SK1 FIX.docx

Penatalaksanaan hipoglikemia

HIPOGLIKEMIA

Tidak Sadar

Suntik 50 cc Dx 40% bolus

(atau Glukagon 0,5-1 mg IV/IM, bila penyebabnya Insulin)

Infus Dx 10% 6 jam/kolf

Pantau Gula Darah tiap ½ jam

Belum Sadar

GD masih < 100 mg/dl

Ulangi suntik 50 cc Dx 40%

Pantau GD tiap ½ jam

Belum Sadar

Ulangi suntik 50 cc Dx 40%

Pantau GD tiap ½ jam

Belum Sadar GD ~ 200 mg/dl

30

Page 31: WRAP UP SK1 FIX.docx

Suntik Hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau Deksametasone 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Mannitol IV 1½ - 2 g/kgBB setiap

6-8 jam (Cari penyebab lain kesadaran menurun)

- Ketoasidosis Diabetes

Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi dan kadar insulin yang rendah, maka tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak sebagai sumber energi alternatif. Pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan keton dalam darah atau disebut dengan ketosis. Ketosis inilah yang menyebakan derajat keasaman darah menurun atau disebut dengan istilah asidosis. Kedua hal ini lantas disebut dengan istilah ketoasidosis. Adapun gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien ketoasidosis diabetes adalah kadar gula darah > 240 mg/dl, terdapat keton pada urin, dehidrasi karena terlalu sering berkemih, mual, muntah, sakit perut, sesak napas, napas berbau aseton, dan kesadaran menurun hingga koma (Nabyl, 2009).

31

Page 32: WRAP UP SK1 FIX.docx

- Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK)

Sindrom HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia serta diikuti oleh perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke ruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan utama antar HHNK dan ketoasidosis diabetes adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada HHNK. Perbedaan jumlah insulin yang terdapat pada masing-masing keadaan ini dianggap penyebab parsial perbedaan di atas. Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi, dehidrasi berat, takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi (Brunner & Suddarth,2001).

Penatalaksanaan HHNK

- serupa dengan ketoasidosis diabetikum

- cairan rehidrasi adalah cairan hipotonis (1/2N, 2A)

- pemantauan kadar glukosa harus lebih ketat

- pemberian insulin harus lebih cermat dan hati-hati

- angla kematian lebih tinggi

b. Komplikasi Kronis DM

- Komplikasi Makrovaskular

Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada pasien DM adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien DM tipe II yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, dan atau kegemukan (Nabyl, 2009). Komplikasi ini timbul akibat aterosklerosis dan tersumbatnya pembuluhpembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Komplikasi makrovaskular atau makroangiopati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih sering, dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan diabetes meningkat 4 -5 kali dibandingkan pada orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa angka kematian akibat hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan resiko kardiovaskular semakin tinggi pula. Kadar insulin puasa > 15 mU/ml akan meningkatkan resiko mortalitas kardiovaskular sebanyak 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai factor aterogenik dan diduga berperan penting dalam menyebabkan timbulnya komplikasi makrovaskular (UNPAD, 200 ).

32

Page 33: WRAP UP SK1 FIX.docx

- Komplikasi Neuropati

Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Dalam jangka waktu yang cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang berhubungan langsung ke saraf. Akibatnya, saraf tidak dapat mengirimkan pesan secara efektif. Keluhan yang timbul bervariasi, yaitu nyeri pada kaki dan tangan, gangguan pencernaan, gangguan dalam mengkontrol BAB dan BAK, dan lain-lain (Tandra, 2007). Manifestasi klinisnya dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses terjadinya komplikasi neuropati biasanya progresif, di mana terjadi degenerasi serabut serabut saraf dengan gejala nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau lengan (UNPAD, 200 ).

- Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular merupakan komplikasi unik yang hanya terjadi pada DM. Penyakit mikrovaskular diabetes atau sering juga disebut dengan istilah mikroangiopati ditandai oleh penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Ada dua tempat di mana gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius yaitu mata dan ginjal. Kelainan patologis pada mata, atau dikenal dengan istilah retinopati diabetes, disebabkan oleh perubahan pada pembuluh-pembuluh darah kecil di retina. Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah kecil di retina ini dapat menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan pasien DM, bahkan dapat menjadi penyebab utama kebutaan.

2.10 Prognosis Diabetes Melitus

Diabetes mellitus sangat berisiko menimbulkan penyakit vaskuler, termasuk kardiovaskuler. Berdasarkan pada suatu studi, wanita dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) 3 kali lebih sering menderita diabetes tipe 2 dibandingkan dengan wanita dengan tekanan darah normal, setelah disesuaikan dengan beberapa variasi faktor seperti umur, etnik, kebiasaan merokok, asupan alkohol, BMI, pengendalian yang dilakukan, dan riwayat diabetes dalam keluarga, dsb. Penelitian ini dilakukan pada 38.000 wanita sehat yang dilakukan secara kohort.

Kecuali dalam kasus diabetes tipe 1, dimana kasus tersebut selalu membutuhkan penggantian insulin, untuk memanage diabetes tipe 2 dilakukan berdasarkan umur atau dengan kata lain jenis terapi dan manajemen berbeda menurut umur. Produksi insulin menurun karena bertambahnya umur, dihubungkan dengan kerusakan atau memburuknya fungsi beta sel pangkreas. Ditambahkan juga, peningkatan resistensi insulin bisa dikarenakan kehilangan lemak-lemak jaringan dan akumulasi lemak, terutama pada bagian intra-abdomial, dan penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin. Toleransi terhadap glukosa secara progresif menurun karena faktor umur, hal ini mendorong terjadi tingginya prevalensi diabetes tipe 2 dan kejadian hiperglikemia pada populasi penduduk usia tua. Umur memang berhubungan dengan intoleransi glukosa pada manusia dan sering hal tersebut terjadi bersamaan dengan resistensi insulin, akan tetapi sirkulasi kadar insulin pada orang tua sama dengan pada orang

33

Page 34: WRAP UP SK1 FIX.docx

dengan usia muda. Treatmen ditujukan untuk pasien dengan usia tua yang menderita diabetes berbeda-beda menurut masing-masing individu, tergantung status kesehatan individu, seperti usia harapan hidup, derajat ketergantungan, dan kemauan untuk mengkonsumsi obat obatan untuk penyembuh. Kadar glikogen dalam hemoglobin lebih baik digunakan sebagai acuan dibandingkan kadar glukosa puasa untuk menentukan besarnya risiko kejadian penyakit kardiovakular dan kematian akibat diabetes dilihat dari banyaknya penyebab kematian pada penyakit ini.

2.10 Pencegahan Diabetes melitus

Pencegahan Primer

Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk mendapatkan penyakit DM. pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut

Pada pengelolaan DM, penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk mencapai tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat berupa : apa itu DM, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM, usaha untuk mengurangi faktor-faktor tersebut, penatalaksanaan DM, obat-obat untuk mengontrol gula darah, perencanaan makan, mengurangi kegemukan, dan meningkatkan kegiatan jasmani

a. Penyuluhan

Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai DM. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien DM adalah definisi penyakit DM, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan upaya-upaya menekan DM, pengelolaan DM secara umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi DM, serta pemeliharaan kaki.4,45

b. Latihan Jasmani

Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) memegang peran penting dalam pencegahan primer terutama pada DM Tipe 2. Orang yang tidak berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan kadar glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada penderita DM antara lain:

1. Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah

2. Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa

3. Membantu menurunkan berat badan

4. Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri

34

Page 35: WRAP UP SK1 FIX.docx

5. Mengurangi resiko penyakit kardiovaskular

Latihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.

c. Perencanaan Pola Makan

Perencanaan pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses manajemen DM. Seluruh penderita harus melakukan diet dengan pembatasan kalori, terlebih untuk penderita dengan kondisi kegemukan. Menu dan jumlah kalori yang tepat umumnya dihitung berdasarkan kondisi individu pasien. Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, meski sampai saat ini tidak ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien, namun ada standar yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi yang seimbang dalam karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat = 60-70 %, Protein = 10-15 %, dan Lemak = 20-25 %.4

Jumlah asupan kolesterol perhari disarankan < 300 mg/hari dan diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan pengelolaan DM memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.

a. Diagnosis Dini Diabetes Mellitus

Dalam menetapkan diagnosis DM bagi pasien biasanya dilakukan dengan pemeriksaan kadar glukosa darahnya. Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah pasien yang umum dilakukan adalah:

1. Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah puasa.

Kadar glukosa darah normal setelah puasa berkisar antara 70-110 mg/dl. Seseorang didiagnosa DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri lebih dari 126 mg/dl dan lebih dari 140 mg/dl jika darah yang diperiksa diambil dari pembuluh vena.

35

Page 36: WRAP UP SK1 FIX.docx

2. Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu.

Jika kadar glukosa darah berkisar antara 110-199 mg/dl, maka harus dilakukan test lanjut. Pasien didiagnosis DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah arteri ataupun vena lebih dari 200 mg/dl.16

3. Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO).

Test ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM. Pemeriksaan dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya: 0,5 jam < 115 mg/dl, 1 jam < 200 mg/dl, dan 2 jam < 140 mg/dl.17

Selain pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1C atau glycosylated haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah protein yang terbentuk dari perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel darah merah.18 Nilai yang dianjurkan oleh Perkeni untuk HbA1C normal (terkontrol) 4 % - 5,9 %.17 Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh karena itu pada penderita DM kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %.

Ketika kadar glukosa dalam darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu maka kadar HbA1C akan tinggi juga. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan umur eritrosit). Kadar HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan. Jadi walaupun pada saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa dan 2 jam sesudah makan baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah tetap tidak terkontrol dengan baik.20

b. Pengobatan Segera

Intervensi fakmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Dalam pengobatan ada 2 macam obat yang diberikan yaitu pemberian secara oral atau disebut juga Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan pemberian secara injeksi yaitu insulin. OHO dibagi menjadi 3 golongan yaitu: pemicu sekresi insulin (Sulfonilurea dan Glinid), penambah sensitivitas terhadap insulin (Metformin dan Tiazolidindion), penambah absobsi glukosa (penghambat glukosidase alfa).

Selain 2 macam pengobatan tersebut, dapat juga dilakukan dengan terapi kombinasi yaitu dengan memberikan kombinasi dua atau tiga kelompok OHO jika dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai. Dapat juga menggunakan kombinasi kombinasi OHO dengan insulin apabila ada kegagalan pemakaian OHO baik tunggal maupun kombinasi.

Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan. Sebagai contoh, acetosal dosis rendah (80-325 mg) dapat

36

Page 37: WRAP UP SK1 FIX.docx

dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyakit makroangiopati. Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter mapupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit DM. Dalam penyuluhan ini yang perlu disuluhkan mengenai:

a. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik diabetes

b. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan

c. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup dengan komplikasi kronik.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi, medis, gizi, pediatri dan sebagainya.

3. Menghitung Kebutuhan kalori

3.1 Penghitungan Jumlah KaloriPerhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

Penentuan stasus gizi berdasarkan IMTIMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.o Berat badan kurang <18,5 o Berat badan normal 18,5-22,9o Berat badan lebih ≥ 23,0o Dengan resiko 23-24.9o Obes I 25-29,9o Obes II ≥ 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus BroccaPertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:

berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%o Berat badan kurang BB <90% BBIo Berat badan normal BB 90-110% BBIo Berat badan lebih BB 110-120% BBIo Gemuk BB>120% BBI

Penentuan kebutuhan kalori perhari:1. Kebutuhan basal:

37

Page 38: WRAP UP SK1 FIX.docx

o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kaloro Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian:o Umur diatas 40 tahun : -5%o Aktivitas ringan : +10%o Aktifitas sedang : +20%o Aktifitas berat : +30%o Berat badan gemuk : -20%o Berat badan lebih : -10%o Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kaloriMakanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.

3.2 Daftar Komposisi Bahan Makanan PenukarDaftar Bahan Makanan Penukar

Daftar bahan makanan penukar (BMP) dibuat untuk memudahkan diabetisi dan masyarakat umum yang ingin merencanakan makan dan mengatur menu yang seimbang namun tetap bervariasi. BMP digolongkan berdasarkan nilai gizi yang setara. dimana terdapat kandungan kalori, protein, lemak, dan karbohidrat yang hampir sama. Dengan daftar ini, setiap jenis makanan dapat ditukar dengan jenis makanan lain, dengan nilai kalori dan gizi yang sama.

Golongan I : Sumber KarbohidratSetiap makanan berat yang terdapat dalam tabel di bawah ini, mengandung : 175 KKal, 4 gram protein, 40 gram karbohidrat

38

Page 39: WRAP UP SK1 FIX.docx

Golongan II : Sumber Protein HewaniRendah Lemak : Setiap jenis makanan dengan berat seperti dalam tabel ini, mengandung 50 KKal, 7 gram protein, 2 gram lemak

Lemak Sedang : Setiap jenis makanan dengan berat seperti dalam tabel ini, mengandung 75 KKal, 7 gram protein, 5 gram lemak

Tinggi Lemak : Setiap jenis makanan dengan berat seperti dalam tabel ini, mengandung 150 KKal, 7 gram protein, 5 gram lemak

Golongan III : Sumber Protein Nabati

39

Page 40: WRAP UP SK1 FIX.docx

Setiap jenis makanan yang terdapat dalam tabel di bawah ini mengandung 75 KKal, 5 gram protein, 3 gram lemak, 7 gram karbohidrat

Golongan IV : Sayuran

40

Page 41: WRAP UP SK1 FIX.docx

3.3 Komposisi makronutrien

KARBOHIDRATSebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori.

Rekomendasi karbohidrat : Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh

jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri. Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari

total kebutuhan kalori perhari. Jumlah serat 25-50 gram per hari. Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai

lebih dari total kebutuhan kalori perhari. Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,

acesulfame, dan sukralosa. Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari. Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEINJumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.

Rekomendasi pemberian protein: Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari. Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan

mempengaruhi konsentrasi glukosa darah. Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg

BB/hari.

41

Page 42: WRAP UP SK1 FIX.docx

Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari dan tidak kurang dari 40gram.

Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan dibanding protein hewani.

LEMAKLemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.

Rekomendasi Pemberian Lemak: Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10%

dari total kebutuhan kalori per hari. Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai

maksimal 7% dari total kalori perhari. Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka

maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari. Batasi asam lemak bentuk trans. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak

jenuh rantai panjang.Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari

4. pola makan dan olahraga yang baik dalam Islam

A. Prinsip1. Diniatkan bahwa tujuan makan dan minum adalah untuk menambah

ketaqwaan kepada Allah SWT.2. Makanan dan minuman yang dikonsumsi adalah yang halal dan baik (halalan

thoyyiban) serta bersih.B. Larangan.

1. Apabila makanan dan minuman dalam keadaan panas, tunggulah sampai dingin dan jangan ditiup

2. Tidak menggunakan peralatan makanan/ minuman berupa bejana dari emas atau perak.

3. Jangan makan sambil berdiri.

42

Page 43: WRAP UP SK1 FIX.docx

 C. Tata cara makan Rasulullah SAW .

1. Cara/ adab makan:a. Mencuci (wudhu) tangan terlebih dahulu.b. Duduk, tidak bersandar pada punggung atau bersila. Cara duduk nabi saw

adalah duduk berlutut, duduk diatas kaki yang kiri dan menegakkan kaki kanannya.

c. Meletakkan makanan di sebelah kanan.d. Makan bersama keluarga dan mengajak orang banyak, dengan duduk

mengitari makanan.e. Mengambil makanan yang terdekat.f. Tidak mencela makanan.g. Menggunakan tangan kanan.h. Hanya menggunakan 3 jari: ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah.i. Membaca bismillah ( الله ( بسم setiap kali memasukkan makanan atau

minuman ke dalam mulut, ; apabila lupa sewaktu teringat bacalah “bismillahi awwallohu wa aakhirohu”.

j. Menjilati jari-jari tangan atas makanan yang menempel dijari tersebut.k. Makan ketika terasa lapar dan berhenti sebelum kenyang, prinsipnya ruang

lambung dibagi 3 bagian: yaitu 1/3 air, 1/3 makanan, dan 1/3 udara.l. Bersyukur dan berdo’a sesudah makan, mengucapkan:“alhamdulillahi

ladzii ath’amana wa saqoona wa ja’alana muslimin”.m. Mencuci tangan sesudah makan.n. Berkumur-kumur dan bersiwak (menyikat gigi) sesudah makan.o. Mencuci bejana bekas makanan dan minuman.p. Menutup kembali wadah tempat makanan dan minuman.

 2. Sifat makanan.

a. Berimbang, maksudnya: setiap jenis makanan yang dimakan disesuaikan dengan kebutuhan porsi/ gizinya masing-masing, dan tidak berlebihan.

b. Makanan dapat berupa apa saja, asalkan terhindar dari hal yang diharamkan,

3. Jenis makanan yang pernah dimakan Rasulullah SAW:a. Roti dan kue (makanan yang terbuat dari tepung dan rempah-rempah)b. Buburc. Mentimund. Semangkae. Kurma, ruthab, tamar (kurma kering)f. Labu (dicampur roti atau tidak)g. Kejuh. Gula-gula dan madui. Mentegaj. Daging kelincik. Daging kambing (bagian lengan atau punggung)l. Daging burung hubara (burung yang panjang lehernya)

 

43

Page 44: WRAP UP SK1 FIX.docx

Olahraga yang baik menurut Islam"Sesungguhnya pada tubuhmu ada hak yang harus engkau penuhi."(HR Bukhari, Ahmad, Nasai)

 "Dan perhatikanlah hal-hal yang bermanfaat bagimu."(HR Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad)

 "Mukmin yang kuat lebih baik dari mukmin yang lemah."(HR Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad)

 "Dan pergunakanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu."(HR Bukhari).

5. Retinopati Diabetik

5.1 Definisi Retinopati Diabetik

Retinopati diabetes adalah penyakit mata yang sering terjadi pada penderita DM. Retinopati diabetik biasanya berkembang menjadi beberapa tingkatan pada kebanyakan penderita diabetes tipe I dan sejumlah penderita DM tipe II (Medicastore, 2008). Peningkatan jumlah pasien DM di dunia akan mendorong retinopati diabetes sebagai penyebab kebutaan terbesar (Steele, 2008).

Retinopati diabetik lebih sering terjadi pada penderita DM yang tergolong ”insulin-dependent” dibandingkan mereka yang “non-insulin dependent”. Walaupun demikian, mengingat jumlah penderita yang tergolong ke dalam non- insulin dependent jauh lebih banyak, yaitu mencapai sembilan kali lebih banyak, maka jumlah non-insulin dependent yang mengalami retinopati akan lebih banyak (Adam, 2005).

5.2 Etiologi Retinopati Diabetikum

1. Lama Menderita diabetes

Bila diabetes didiagnosa sebelum usia 30 tahun, resiko terjadinya retinopati diabetik sekitar 2%. Dan apabila sudah menderita selama 7 tahun resiko untuk menderita retinopati 50% sedangkan apabila menderita selama 25 tahun kemungkinan menderita retinopati diabetik 90%. Penderita diabetes dengan durasi 25 sampai 50 tahun 26% kemungkinan akan mengalami bentuk proliferatif. Penurunan penglihatan dibawah 20/40 dijumpai pada penderita diabetes tergantung insulin sekitar 10% pada penderita diabetes anak, dan 38% pada penderita diabetes dewasa. Serta 24% pada penderita diabetes tidak tergantung insulin.

2. Kontrol kadar gula darah

Berdasarkan suatu penelitian pemberian insulin untuk mengontrol kadar gula darah dengan ketat mengurangi resiko terjadinya retinopati hingga sekitar 50%.

3. Ibu hamil, hipertensi, merokok, hiperlipidemia dan anemia.

44

Page 45: WRAP UP SK1 FIX.docx

5.3 Klasifikasi Retinopati Diabetikum

Retinopati diabetik dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis:

1. Nonproliferatif retinopati diabetik (NPRD)

Pada nonproliferatif retinopati diabetik, perubahan mikrovaskular retina hanya terbatas pada retina saja, tidak menyebar ke membran limitan interna. Karakteristik NPRD termasuk, mikroaneurisma, area kapiler nonperfusi, infark dari nerve fibre layer, IRMAs, perdarahan dot and blot intraretina, edema retina, hard eksudat, arteriol abnormalitas, dilatasi dan beading vena retina. NPRD dapat mengganggu fungsi visual dengan 2 mekanisme:

• Berbagai derajat sumbatan kapiler intraretina menimbulkan makular iskemik

• Peningkatan permeabilitas vaskularisasi retina menimbulkan edem makula

2. Proliferatif retinopati diabetik (PRD)

Proliferasi fibrovaskular ekstra retina memperlihatkan variasi stadium perkembangan PRD. Pembuluh darah baru berkembang dalam 3 stadium:

a. Pembuluh darah baru dengan jaringan fibrous minimal yang melintasi dan meluas mencapai membrana limitan interna.

b. Pembuluh darah baru meningkat ukurannya dan meluas, dengan meningkatnya komponen fibrous.

c. Pembuluh darah baru mengalami regresi, meninggalkan sisa proliferasi fibrovaskular di sepanjang hialoid posterior

Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS13Derajat 1, Tidak terdapat retinopati DMDerajat 2, Hanya terdapat mikroaneurisma Derajat 3, Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan - sedang yang ditandai oleh mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda:

• Venous loops • Perdarahan • Hard exudates • Soft exudates • Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) Venous beading

Derajat 4,• Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai

oleh:

45

Page 46: WRAP UP SK1 FIX.docx

• Perdarahan derajat sedang-berat • Mikroaneurisma • IRMA

Derajat 5, Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan perdarahan vitreous.

5.4 Patogenesis dan patofisiologi Retinopati Diabetikum

Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:

46

Page 47: WRAP UP SK1 FIX.docx

1). Akumulasi Sorbitol

Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.

Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.

Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati.

2). Pembentukan protein kinase C (PKC)

Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.

Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.

3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)

Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina.

47

Page 48: WRAP UP SK1 FIX.docx

AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel.

4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.

Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan

48

Page 49: WRAP UP SK1 FIX.docx

penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi.

Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang melayang-layang pada penglihatan.

Kebutaan pada Retinopati Diabetik

Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 4 proses berikut, antara lain:

1) Retinal Detachment (Ablasio Retina)

Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis ini dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari tempat melekatnya di koroid. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya ablasio retina pada retinopati diabetik.

2) Oklusi vaskular retina

Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena berkelok-kelok apabila oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus sehingga mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi perdarahan luas, maka tajam penglihatan penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas ini biasanya didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi vena sentral, karena banyaknya dinding vaskular yang lemah.

Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang mengalami penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi nutrisi dan oksigen ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu fungsinya. Oklusi arteri retina sentralis akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba

49

Page 50: WRAP UP SK1 FIX.docx

gelap tanpa terlihatnya kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina berwarna pucat.

3) Glaukoma

Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik sehubungan dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan intraokular.

5.5 Manifestasi Klinis Retinopati Diabetikum

kesulitan membaca penglihatan kabur penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata melihat lingkaran cahaya melihat bintik gelap dan cahaya kelap kelip

5.6 Diagnosis Retinopati DiabetikumDeteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui

pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat di- lakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM non- proliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan opti- cal coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.

OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitre- ous atau kekeruhan media refraksi.

Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DMPemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina,

makula dan pembuluh darah di kutub pos- terior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontra- indikasi pemberian midriatikum.

50

Page 51: WRAP UP SK1 FIX.docx

Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.

Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikro- aneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.

Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.

5.7 Tatalaksana Retinopati diabetikumDeteksi awal retinopati diabetik dapat membantu mencegah terjadinya kehilangan

penglihatan. Mereka yang menderita DM harus memeriksakan mata pada seorang dokter mata (oftalmologis) setiap tahun, bahkan bila mereka tidak memiliki keluhan pada mata sekalipun. Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) menyarankan pemeriksaan setahun sekali mulai dalam 3-5 tahun setelah didiagnosa menderita DM tipe I dan segera setelah didiagnosa menderita DM tipe II (Medicastore, 2008). Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol kadar gula darah yang baik, sedangkan pada kelainan yang sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol kadar gula darah karena akan memperburuk keadaan jika dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat (UNPAD, 2008 ). Pengobatan lanjutan yang dapat diberikan yaitu penatalaksanaan diabetes yang baik, mencegah faktor-faktor resiko seperti hipertensi, dan pengobatan fotokoagulasi khususnya pada mereka dengan retinopati diabetik lanjut. Diperkenalkannya fotokoagulasi untuk retinopati diabetik sangat mendorong untuk mencegah kebutaan (Adam, 2005).

5.8 Prognosis Retinopati DiabetikumPada mata dengan edema macular dan iskemik yang bermakna memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.

5.9 Pencegahan Retinopati DiabetikumFakta mengatakan bahwa insiden penyakit ini tergantung pada durasi menderita DM dan pengendaliannya. Hal sederhana terpenting yang dapat dilakukan penderita DM untuk mencegah RD adalah dengan mengontrol gula darah, selain itu tekanan darah, masalah dll.

51

Page 52: WRAP UP SK1 FIX.docx

DAFTAR PUSTAKA

Sherwood. L.2004. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem

Murray, Robert K.,dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.

Guyton dan Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta: EGC.

52

Page 53: WRAP UP SK1 FIX.docx

PERKENI.2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 Di Indonesia.

Sudoyo, aru. dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: interna publishing

Gan S, Setiabudi R, Suyatna FD, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi, ed 4, Jakarta.

Bagian farmakologi FK UI.

http://indodiabetes.com/piramida-makanan-diabetes.html

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/nutrition/2075036-diet-tepat-bagi-penderita-

diabetes/#ixzz27Kvc4pO3

53