ulkus diabetik.doc
TRANSCRIPT
REFERAT
KAKI DIABETIK
Oleh :
ETWIEN RESKINTA PAULUS, S.Ked
N 111 13 058
Pembimbing:
dr.YOMA SARI NAMARA, Sp. PD
DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD UNDATA - FAKULTAS KEDOKTERAN
DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
1
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:
Nama : Wahyuni M.R Ruseng
NIM : N 101 09 096
Judul refarat : Kaki Diabetik
telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako
Palu, Juli 2014
Pembimbing,
dr.Yoma Sari Namara, Sp. PD
2
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang dinyatakan dengan
adanya hiperglikemia kronik dan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang berkaitan dengan perkembangan terjadinya kelainan, disfungsi dan kerusakan
beberapa organ khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (1)
Diabetes Melitus (DM) dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat
kurangnya insulin yaitu: (1) Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh,
mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah hingga 300-1.200 mg/dL; (2)
Peningkatan metabolism lemak, menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang
abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah sehingga timbul
gejala aterosklerosis; dan (3)Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. (2)
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi diabetes
melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Sedangkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh hasil bahwa proporsi penyebab kematian akibat
DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu
14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.(3)
Diabetes melitus memiliki berbagai macam komplikasi kronik dan yang paling
sering ditemui adalah kaki diabetik. Insiden ulkus diabetik setiap tahunnya adalah 2% di
antara semua pasien dengan diabetes dan 5 – 7,5% di antara pasien diabetes dengan
neuropati perifer. Meningkatnya prevalensi diabetes di dunia menyebabkan peningkatan
kasus amputasi kaki karena komplikasinya. Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu
juta amputasi dilakukan pada penyandang diabetes setiap tahunnya, yang berarti setiap 30
detik ada kasus amputasi kaki karena diabetik di seluruh dunia. (4)
Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang
berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah. Kaki
diabetik, dapat bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi, gangren dan artropati Charcot
foot.
3
Hiperglikemia pada DM yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
berbagai komplikasi kronis yaitu neuropati perifer dan angiopati. Dengan adanya angiopati
perifer dan neuropati, trauma ringan dapat menimbulkan ulkus pada penderita DM. Ulkus
DM mudah terinfeksi karena respons kekebalan tubuh pada penderita DM biasanya
menurun. Ketidaktahuan pasien dan keluarga membuat ulkus bertambah parah dan menjadi
gangren yang terinfeksi. Di antara penderita kaki diabetik tersebut memerlukan tindakan
amputasi. Risiko amputasi terjadi bila ada faktor; neuropati perifer, deformitas tulang,
insufisiensi vaskular, riwayat ulkus/amputasi dan gangguan patologi kuku berat. Neuropati
perifer mempunyai peranan yang sangat besar dalam terjadinya kaki diabetik akibat
hilangnya proteksi sensasi nyeri terutama di kaki. Lebih dari 80% kaki DM dilatarbelakangi
oleh neuropati. (5),(14)
Diabetes Melitus (DM) disertai kaki diabetik merupakan suatu penyakit metabolik
yang sangat sering dijumpai di Indonesia. Semakin hari angka kesakitannya semakin
meningkat karena perubahan gaya hidup dan peningkatan jumlah penduduk. Dengan referat
ini diharapkan dapat menambah pemahaman pembaca tentang Diabetes Melitus (DM) serta
dapat berguna bagi panduan untuk tatalaksana penyakit metabolik yang paling sering di
jumpai di masyarakat Indonesia.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolit dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. (7)
Menurut PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) seseorang
dikatakan menderita DM bila memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dl dan pada
test sewaktu >200 mg/dl. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan
meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Sehingga menurut
definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa DM merupakan suatu penyakit kronis
yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin. (6)
2. Epidemiologi
Menurut W`1orld Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi
global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi
366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat.
Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada
tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi,
hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita
diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur. (17)
3. Klasifikasi DM berdasarkan etiologi Tabel Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (2)
Tipe 1 Destruksi sel beta menjurus ke defisiensi insulin absolut
akibat autoimun atau bersifat idiopatik
5
Tipe 2 Akibat resistensi insulin relatif sampai yang dominan defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain - Defek genetik sel beta
- Defek genetik kerja insulin
- Penyakit eksokrin; pankreatitis, pankreatektomi, fibrosis
kistik, dan neoplasma
- Karena obat atau zat kimia ; pentamidin, vacor,
glukokortikoid, hormon tiroid, agonis beta adrenergik
- Infeksi ; rubella kongenital, CMV
- Sebab imunologi yang jarang ; sindrom “stiff man”,
antibodi anti reseptor insulin
- Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes melitus gestational
4. Patofisiologi
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal
dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang
utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis
yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin
karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung
memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi
glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi
insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia
puasa dan diabetes yang nyata. (17)
5. Diagnosis Diabetes Melitus
Penegakkan diagnosis DM didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa
darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah secara enzimatik dengan
bahan darah plasma vena. Berbagai keluhan dapat ditemukkan pada penderita DM.
6
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan bila terdapat keluhan klasik DM seperti
berikut ;(6)
Keluhan klasik : poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, dan pruritus vulva pada wanita.
Kriteria diagnostik DM (6)
1. Gejala klasik + glukosa darah sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl ( puasa diartikan
pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8 jam), atau
3. Kadar glukosa darah plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan bahan glukosa yang setara dengan
75 g glukosa yang dilarutkan dalam air.
Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% oleh ADA telah dimasukkan dalam kriteria diagnostik
DM. Pada pemeriksaan penyaring pada mereka dengan risiko DM tanpa gejala perlu
dilakukan. Pada TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) dapat ditegakkan bila setelah
pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199
mg/dl. Pada GDPT ( Glukosa Darah Puasa Terganggu) dapat ditegakkan setelah
pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan
TTGO gula darah 2 jam <140 mg/dl. (3)
7
Gambar 2.1 Penegekkan Diagnosis Diabetes Melitus (6)
6. Penatalaksanaaan DM
1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama
Gejala yang timbul.
Hasil pemeriksaan yang terdahulu meliputi glukosa darah, dan A1c
Pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan, pengobatan yang
pernah diperoleh sebelumnya dan pengobatan yang sedang dijalani.
Riwayat komplikasi akut dan riwayat infeksi sebelumnya.
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (6)
8
2. Pemeriksaan fisik
Pengukuran IMT, tekanan darah, ABI (ankle brachial index).
Pemeriksaan rongga mulut dan tiroid.
Pemeriksaan jantung.
Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah termasuk jari.
Pemeriksaan neurologis (6)
3. Evaluasi laboratoris
Pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial.
A1c (dilakukan setiap 3-6 bulan).
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida).
Kreatinin, ureum dan albumin.
Keton, sedimen dan protein dalam urin.
EKG dan foto thorax. (6)
7. Pilar penanganan DM
a. Edukasi
Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komperhensif dan upaya peningkatan motivasi. Materi edukasi yang dapat
diberikan misalnya materi tentang DM, makna dan perlunya pengendalian dan
pemantauan DM secara berkelanjutan, penyulit DM dan risikonya, intervensi
farmakologis dan non-farmakologis, cara pemantauan glukosa darah mandiri,
interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik dan obat hipoglikemia oral atau
insulin. (6)
b. Terapi nutrisi medis
Terapi nutrisi medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Dimana setiap penyandang DM sebaiknya mendapatkan TNM sesuai
dengan kebutuhnnya. Berikut ini adalah komposisi makanan yang dianjurkan
9
i. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Makanan
terutama yang berserat tinggi. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan
asupan karbohidrat dalam sehari. (6)
ii. Lemak
Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total supan energi. Bahan makanan yang perlu
dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans
antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk). (6)
iii. Protein
Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi. Pada pasien dengan
nefropati perlu penurunan asupan protein 0,8 g/kgBB perhari atau 10% dari
kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai tinggi. (6)
iv. Natrium
Anjuran asupan natrium 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok
teh). DM disertai hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam
dapur. (6)
v. Serat
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari. (6)
c. Terapi Farmakologis
Berdasarkan cara kerjanya, OHO (obat hiperglikemia oral) dibagi menjadi 5
golongan (6)
1. Pemicu sekresi insulin; sulfonilurea dan glinid
2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin ; metformin dan tiazolidindion
3. Penghambat gluconeogenesis (metformin)
4. DPP-IV inhibitor
10
Tabel 2.2 Perbandingan golongan OHO(6)
Golongan dan
cara kerjaGenerik /merek Mg/tab
Dosis
harianFrekuensi/hari
Efek
samping
Biguanid
Menekan
produksi
glukosa hati
dan menambah
sensifitas
terhadap insulin
Metformin 500-
850
250-
3000
3 (sebelum/pada
saat/sesudah
makan)
Dyspepsia,
diare,
asidosis
laktat
Sulfonilurea
Meningkatkan
sekresi insulin
Chlorpeneramide 100-
250
100-500 1 BB naik,
hipoglikemia
Glibenclamide 2.5-5 2,5-15 1-2
Glipizid 5-10 5-20 1-2
Gliklazid 80 80-320 1-2
Glikuidon 30 30-120 1
Glimepiride 1,2,3,4 0.5-6 1
Penghambat
glukosidase
alfa
Menghambat
absorpsi
glukosa
Acarbose 50-100 10-300 3(suapan makan
pertama)
Flatus, tinja
lembek
Glinid
Meningkatkan
sekresi insulin
Repaglinid 50-100 10-300 3 BB naik,
hipoglikemiaNateglinid 120 360 3
Tiozolidindion
Menambah
sensitifitas
Rosiglitazon 4 4-8 1 Edema
Pioglitazon 15-30 15-45 1
11
terhadap insulin
DPP IV
inhibitor
Menghambat
enzim DPP IV
Vildagliptin 50 100 Muntah
GLP-1 agonist Exenatide Injeksi Muntah
Terapi insulin
Berdasarkan berbagai penelitian klinis, terbukti bahwa terapi insulin pada pasien
hiperglikemia memperbaiki keluaran klinis. Insulin selain dapat memperbaiki status
metabolik dengan cepat, terutama kadar glukosa darah, juga memiliki efek lain yang
bermanfaat, antara lain perbaikan inflamasi.(16)
Indikasi terapi insulin (16)
1. Penurunan berat badan yang cepat
2. Hiperglikemia yang berat disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetik
4. Hiperglikemia hyperosmolar non ketotik
5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
7. Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, Infark miokard akut, stroke)
8. DM gestational
9. Gangguan dengan fungsi ginjal dan hati yang berat
10. Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO
11. Infeksi misalnya ulkus diabetik
Berdasarkan lama kerja insulin terbagi atas 4 jenis (6)
1. Insulin kerja cepat (rapid acting insuline)
2. Insulin kerja pendek (short acting insuline)
3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insuline)
12
4. Insulin kerja panjang (long acting insuline)
Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi. Terapi OHO dengan kombinasi
harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja
berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan
kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.
Pada pasien yang disertai alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk
dipakai, dipilih terapi kombinasi dengan tiga OHO.(16)
Ada beberapa cara untuk memulai dan menyesuaikan dosis terapi insulin untuk
pasien DMT 2. Jika kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (A1C > 6.5%)
dalam jangka waktu 3 bulan dengan 2 obat oral, maka sudah ada indikasi untuk
memulai terapi kombinasi obat antidiabetik oral dan insulin. Pada keadaan tertentu di
mana kendali glikemik amat buruk dan disertai kondisi katabolisme, seperti kadar
glukosa darah puasa > 250 mg/ dL, kadar glukosa darah acak menetap 300 mg/dl, A1C
>10% atau ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai diberikan bersamaan
dengan intervensi pola hidup. Selain itu, terapi insulin juga dapat dimulai dengan pasien
yang memiliki gejala DM yang nyata (polyuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat
badan). Kondisi-kondisi tersebut sering ditemukan pada pasien DMT1 atau DMT2
dengan defisiensi insulin yang berat. Apabila gejala hilang, obat antidiabetik oral dapat
ditambahkan dan penggunaan insulin dapat dihentikan. (16)
13
Gambar 2.2 Algoritma pengelolaan DM Tipe 2(16)
8. Komplikasi Diabetes Melitus
a. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis Metabolit
Komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton (+) yang kuat.(6)
2) Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL.
Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu
dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering
disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Gejala hipoglikemia
14
terdiri dari gejala adrenergic (berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, dan
rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun
sampai koma). (6)
3) Hyperglikemia hyperosmolar non ketotik
Adalah suatu dekompensasi metabolit pada pasien diabetes tanpa disertai
asidosis. Gejalanya dehidrasi berat, tanpa hiperglikemia berat dan gangguan
neurologis. Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-
1200 mg/dL), osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL),
plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat. (6)
b. Komplikasi kronis
1) Mikroangiopati
a. Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina.
Faktor terjadinya retinopati diabetikum ; lamanya menderita diabetik, umur
penderita, kontrol gula darah, faktor sistematik (hipertensi kehamilan). (6),(19)
b. Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein
yang tinggi dalam urin yang disebabkan adanya kerusakan glomerulus. (6),(19)
c. Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya refleks. Selain
itu juga biasa terjadi poliradikulopati diabetikum yang merupakan suatu
sindrom yang ditandai dengan gangguan pada satu atau lebih akar saraf dan
dapat disertai dengan kelemahan motorik, biasanya dalam waktu 6-12
bulan. (6),(19)
2) Makroangiopati
a. Pembuluh darah jantung
Penyakit jantung koroner dimana diawali dari berbagai bentuk dislipidemia,
hipertrigliseridemia dan penurunan HDL. Pada DM sendiri tidak
meningkatkan kadar LDL, namun sedikit kadar LDL pada DM tipe II
sangat bersifat athrogeni karena mudah mengalami glikalisasi dan oksidasi. (6),(19)
b. Pembuluh darah tepi
15
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya
terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa
gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama
muncul. (6)
c. Pembuluh darah otak misalnya stroke. (6)
B. Ulkus Kaki Diabetik
1. Definisi
Ulkus diabetik atau ulkus kaki diabetik merupakan komplikasi kronik yang
diakibatkan oleh penyakit Diabetes Melitus. Penggunaan istilah ulkus kaki diabetik
digunakan untuk kelainan kaki mulai dari ulkus sampai gangren yang terjadi pada
pasien diabetes akibat neuropati atau iskemik perifer atau keduanya.
2. Patofisiologi
1. Neuropati diabetik
Penyebab neuropati diabetik belum diketahui secara pasti, diduga berbagai
gangguan metabolisme dan oklusi vasavasorurn pada saraf memberikan perubahan
degenerasi akson disertai dimielinasasi dan gangguan remielinisasi.
a. Meningkatnya risiko terjadinya ulkus pada keadaan ini dapat disebabkan oleh
hilangnya sensibilitas yang memberikan perlindungan terhadap rasa nyeri,
tekanan dan suhu.
b. Neuropati motorik menyebabkan atropi dan kelemahan otot-otot intrinksik
(interosesus, lumbrikal) yang menyebabkan deformitas fleksi (claw toes)
sehingga terjadi peningkatan tekanan pada daerah metatarsal dan ujung jari kaki.
c. Neuropati otonom perifer menyebabkan produksi keringat berkurang, kulit
kering dan mudah pecah. Neuropati ini menyebabkan vasodilatasi perifer
sehingga menyebabkan peningkatan pintasan (shunt) arteri-arteri yang
menyebabkan perubahan perfusi tulang pada ekstremitas bawah, terjadi
peningkatan resorpsi tulang sehingga mudah terjadi fraktur neuropati.
16
d. Gangguan pada pembuluh darah
Atrerosklerosis pada penderita DM akan 2,3 kali lebih tinggi pada populasi
umumnya. Kelainan pembuluh darah jarang menjadi faktor pencetus ulkus tapi
dapat menghambat pemyembuhan luka.
e. Perubahan tekanan pada plantar kaki
Penyandang diabetes dengan neuropati mempunyai tekanan lebih tinggi pada
kaput metatarsal jari 1. Sedangkan pada orang sehat, tekanan yang tinggi paling
tinggi pada tumit. Hal ini disebabkan oleh perpindahan tekanan dari tumit ke
bagian depan kaki pada awal neuropati
17
Gambar 2.3 Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetik(14)
Faktor risiko ulkus diabetik pada penderita diabetes mellitus menurut Lipsky
(2004) terdiri atas; (18)
a) Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1) Umur ≥ 60 tahun
2) Lama DM ≥ 10 tahun
b) Faktor risiko yang dapat diubah
1) Neuropati (sensorik, motorik dan perifer)
2) Obesitas
3) Hipertensi
4) Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) tidak terkontrol
18
5) Kadar gula darah tidak terkontrol
6) Insufisiensi vaskuler karena adanya aterosklerosis yang disebabkan oleh
- Kolesterol total tidak terkontrol
- Kolesterol HDL tidak terkontrol
- Trigliserida tidak terkontrol
7) Kebiasaan merokok
8) Ketidakpatuhan diet DM
9) Kurangnya aktivitas fisik
10) Pengobatan tidak teratur
11) Perawatan kaki tidak teratur penggunaan alas kaki tidak tepat
Tabel 2.3 Klasifikasi PEDIS International Consensus on the Diabetic Foot 2013 (1)
Gangguan perfusi 1 = tidak ada 2 = penyakit arteri perifer tetapi tidak parah 3 = iskemi parah pada kaki
Ukuran (extend) dalam mm dan dalamnya (depth)
1 = permukaan kaki, hanya sampai dermis2 = luka pada kaki sampai di bawah dermis meliputi fasia, otot dan tendon 3 = sudah mencapai tulang dan sendi
Infeksi 1 = tidak ada gejala 2 = hanya infeksi pada kulit dan jaringan 3 = eritema lebih dari >2cm atau infeksi meliputi subkutan tetapi tidak ada tanda inflamasi 4 = infeksi dengan manefestasi demam, leukositosis, hipotensi dan azotemia
Hilangnya sensasi 0 = tidak ada1 = ada
Klasifikasi ulkus kaki diabetik menurut Wagner , terdiri dari: (1)
a. Wagner 0: tidak ada luka terbuka, kulit utuh
b. Wagner 1: Tukak neuropatik/superfisial: telapak kaki, dikelilingi kalus, hiperemia
19
c. Wagner 2: Tukak superfisial dorsum dan lateral kaki; tukak neuroiskemik; meluas ke
subkutan, selulitis sekitarnya, gangren di pinggir dan tanpa disertai osteomyelitis.
d. Wagner 3: Tukak dalam (neuroiskemik) sampai ke tumit, osteomielitis
e. Wagner 4: Iskemia, gangren dua jari dan sebagian kaki depan, hiperemia dan meliputi
semua kematian jaringan.
f. Wagner 5: gangren yang membesar meliputi kematian semua jaringan kaki
Gambar 2.1 Klasifikasi Wagner
3. Penegakkan Diagnosis kaki diabetik
1. Anamnesis (6)
a. Anamnesis umum
- Lama menderita DM
- Kontrol glukosa darah
- Gejala komplikasi jantung, ginjal, dan penglihatan
- Adanya penyakit penyerta lainnya
- Status gizi
- Riwayat merokok, minum alcohol, konsumsi obat-obatan tertentu
- Riwayat alergi
- Pengobatan saat ini
20
- Riwayat pembedahan dan perawatan di rumah sakit sebelumnya
b. Anamnesis terarah
- Aktivitas sehari-hari
- Pemakaian sepatu
- Riwayat pajanan bahan kimia
- Riwayat infeksi atau pembedahan pada kaki
- Gejala-gejala neuropati
c. Anamesis riwayat luka
- Lokasi luka
- Lamanya timbul luka
- Riwayat trauma sebelumnya
- Kekambuhan
- Ada tidaknya infeksi
- Perhatian keluarga (orang terdekat di rumah) terhadap luka
- Adanya edema, uni atau bilateral
2. Pemeriksaan fisik (6)
a. Pemeriksaan vascular
Palpasi pulsasi arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior
Perubahan warna kulit
Adanya edema
Perubahan suhu
Kelainan lokal di ekstremitas : kelainan pertumbuhan kaki, rambut dan atrofi
kulit
b. Pemeriksaan neuropati
Neurpati perifer berhubungan dengan neurosensorik, motorik atau atonom.
Tanda klasik neuropati motorik adalah ditemukkanya longitudinal kaki yang
meninggi sehingga kepala metatarsal menjadi menonjol dan mengalami
penekanan yang berlebihan. Neuropati otonom yang khas adalah kulit kering
disertai fisura dan distensi vena di daerah punggung kaki atau pergelangan.
21
Terdapat sistem skoring neuropati untuk mendeteksi dini yaitu Modified
Diabetik Examination yaitu
a. Pemeriksaan kekuatan otot (otot Gastroknemius dan Otot Tibialis anterior)
b. Pemeriksaan refleks patella dan Achilles
c. Pemeriksaan sensorik pada ibu jari kaki (sensasi terhadap tusukan jarum,
sensasi perabaan, sensasi vibrasi dan sensasi terhadap gerak posisi)
Nilai Skor berdasarkan Medical Research
0 : normal
1 : defisit ringan-sedang ( kekuatan otot 3-4, penurunan refleks fisiologi, penurunan
sensibilitas
2 : defisit berat (kekuatan otot 0-2, tidak ada refleks fisiologis dan tidak ada
sensibilitas)
Skor Maksimal : 16
Skor
≤5 : tidak ada neuropati
6-8 : neuropati ringan
9-11 : neuropati sedang
≥12 : neuropati berat
Menuurut Waspadji, pengelolaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus
(pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar
tidak terjadi kecatatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan
ulkus/gangren diabetik yang sudah terjadi).(2)
a. Pencegahan Primer
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetik sangat penting untuk
pencegahan kaki diabetik, dilaksanakan pada setiap kesempatan pertemuan
dengan penyandang DM. Menurut Fryberg keadaan kaki penyandang diabetes
22
digolongkan berdasarkan risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah yang
akan timbul, yaitu: 1) sensasi normal tanpa deformitas; 2) sensasi normal
dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi; 3) Intesitivitas tanpa deformitas;
4) iskemia tanpa deformitas, 5) Kombinasi/complicated: (a) kombinasi
intensivitas, iskemia dan atau deformitas, (b) riwayat adanya tukak, deformitas
Charcot.(2)
Penyuluhan diperlukan terutama untuk semua kategori risiko tersebut:
untuk kaki yang kurang merasa/insensif (kategori 3 dan 5), alas kaki yang perlu
di perhatikan khusus mengenai sepatu/alas kaki yang dipakai, untuk meratakan
penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kategori 4 (permasalahan vaskular),
latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki, dan
untuk kategori complicated semua usaha perlu diusahakan untuk mencoba
menyelamatkan kaki, usaha ini termasuk pencegahan sekunder.(2)
b. Pencegahan Sekunder
(1) Kontrol Metabolik
Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin,
untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat
menghambat penyembuhan luka. Nutrisi yang baik membantu penyembuhan
luka. Albumin, serum, konsentrasi Hb dan derajat oksigenasi jaringan juga
harus diperhatikan dan diperbaiki, begitu juga untuk fungsi ginjalnya agar
tidak menghambat kesembuhan luka.(2)
(2) Kontrol Vaskular
23
Kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui cara sederhana
seperti: warna dan suhu kulit, perabaan pembuluh darah kaki, dan
pengukuran tekanan darah dan beberapa cara lain yang lain, yang lebih
mutakhir seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle preassure, toe
pressure, TcPO2, dan pemeriksaan arteriografi. Setelah dilakukan diagnosis
vaskular, dilakukan pengelolaan untuk pemeriksaan arteriografi. Setelah
dilakukan diagnosis vaskular, dilakukan pengelolaan untuk kelainan
pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu:
i. Modifikasi Faktor Risiko
Berhenti merokok, memperbaiki berbagai faktor risiko terkait
aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia), dan walking
program, merupakan usaha yang dominan oleh jajaran rehabilitasi
medik.
ii. Terapi Farmakologis
Untuk mengatasi infeksi pada ulkus diabetik digunakan antibiotik,
namun penggunaan antibiotik untuk mengobati infeksi diberikan setelah
dilakukan kultur antibiotik. Berikut ini tabel yang menjelaskan
penggunaan antibiotik secara empirik
24
Tabel 2.4 Pemilihan antibiotik untuk kaki diabetik (9)
Kasus Pilihan obat AlternatifRingan sampai sedang, selulitis lokal (rawat jalan)
Dicloxacillin (Pathocil)
Cephalexin ; amoxicillin/clavulanate potassium ; oral clindamycin
Selulitis Sedang sampai berat (rawat inap)
Nafcillin atau oxacillin
Cefazolin (Ancef); ampicillin/sulbactam (Unasyn); clindamycin IV; vancomycin
Selulitis Sedang sampai berat dengan iskemia atau nekrosis lokal
Ampicillin/sulbactam Ticarcillin/clavulanate ; clindamycin ditambah ciprofloxacin; ceftazidime atau cefepime atau cefotaxime atau ceftriaxone ditambah metronidazole ; cefazolin (untuk Staphylococcus aureus); nafcillin
Infeksi yang mengancam ekstremitas
Ticarcillin/clavulanate dengan atau tanpa aminoglikosida
Clindamycin ditambah ciprofloxacin atau tobramycin ; clindamycin ditambah ceftazidime atau cefepime atau cefotaxime atau ceftriaxone; imipenem/cilastin atau meropenem ; vancomycin ditambah aztreonam Ditambah metronidazole; vancomycin ditambah cefepime; ceftazidime ditambah metronidazole
4. Manajemen ulkus kaki
Manajemen ulkus kaki diabetik menurut Cahyono (2007), yaitu:
1. Debridemen
Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing
dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih
didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan
kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan
larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik,
enzimatik, autolitik, biologik, debridemen bedah. Debridemen mekanik
25
dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiologis, ultrasonik laser, dan
sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen
secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada
permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu protein. Contohnya,
kolagenasi akan melisiskan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridemen yang
sering dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin.
Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan
efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk (1) mengevakuasi bakteri
kontaminasi, (2) mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan, (3) menghilangkan jaringan kalus, (4) mengurangi risiko infeksi
lokal.
2. Mengurangi beban tekanan (off loading)
Pada penderita DM yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki
mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban
tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Salah satu hal yang
sangat penting namun sampai kini tidak mendapatkan perhatian dalam
perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada
kaki (off loading). Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat
mempercepat kesembuhan ulkus.
Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi
kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki,
removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory.
Total contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif
dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitian Amstrong (2007),
TCC dapat mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan
memberikian kesembuhan antara 73%-100%.
3. Perawatan luka
26
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau
menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh
apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab,
luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan
permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen
penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah
bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat
meminimalisasi trauma dan risiko operasi.
5. Pencegahan ulkus diabetik
Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut adalah(12):
1. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium
lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun
menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
2. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
3. Menghentikan kebiasaan merokok.
4. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :
- Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.
- Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku
dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan
hati-hati terutama diantara jari-jari kaki.
- Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-
retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki
(contoh: krem sorbolene).
- Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering
dan retak-retak.
- Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki
secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah
dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.
27
- Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh
podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bisa
tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan menggunakan
penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh
podiatrist.
- Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka
dan lecet.
- Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.
5. Penggunaan alas kaki tepat, dengan cara:
- Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
- Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman
dipakai.
- Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada batu
dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap
kulit.
- Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki)
dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.
- Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.
- Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.
- Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan sintetis,
karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.
- Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.
6. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan termis,
yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.
7. Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya adrenalin,
nikotin.
8. Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap kontrol
walaupun ulkus diabetik sudah sembuh.
28
Pekerjaan : Petani
Alamat : Sausu
Pendidikan terakhir : SMP
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 13 Mei 2014
Ruangan : Seroja (RSUD UNDATA )
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Luka pada kaki kiri
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien laki-laki masuk dengan keluhan luka akibat tusukan sendal jepit kayu di
kaki jempol sebelah kiri. Luka di kaki dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Ketika
masuk RS pasien telah mendapatkan perawatan di puskemas sebelumnya. Setelah
timbul luka, pasien merasakan demam naik turun disertai mengigil. Pasien sering
merasakan lemas sebelumnya. Pasien mengeluhkan sebelum timbulnya luka pasien
sering kencing, haus dan lapar. Pasien diketahui memiliki riwayat DM tidak terkontrol
sejak 5 tahun yang lalu dan pernah mengalami luka yang sama di kaki kiri, namun telah
sembuh.
Ketika di RS pasien mengeluhkan sering cegukan sehingga timbul sesak napas,
batuk, dan mual. BAB dan BAK pasien biasa.
Riwayat Penyakit sebelumnya
Riwayat Hipertensi, penyakit jantung dan penyakit ginjal tidak diketahui
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita DM dan penyakit jantung
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
SP: sakit sedang /composmentis/ gizi kurang
30
BB: 46 kg TB : 168 cm IMT : 16 kg/m2
Vital sign
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Nadi : 90 x/mnt
Pernapasan : 16 x/mnt
Suhu : 39 0C
Kepala
Wajah : kulit sawo matang, sesuai usia dan tampak pucat
Mata
- Konjugtiva : anemia -/-
- Sklera : ikterik -/-
- Pupil : isokor, 3 mm/, bentuk bulat
Mulut : bibir kering, gusi lengkap, karies (+), mukosa normal, lidah tampak kotor, faring
normal
Leher
Kelenjar Getah bening : pembesaran (-)
Tiroid ; Pembesaran (-), nyeri tekan (-)
JVP : R5 + 2 cm H20
Massa Lain : (-)
Paru-paru
Inspeksi : ekspansi dada simetris kanan dan kiri, cicatriks (-), massa tumor (-)
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-), vokal fremitus normal , massa tumor (-)
Perkusi : batas paru-hepar pada SIC VI , bunyi sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Thorax anterior : vesikuler di semua lapang paru
Thorax Posterior : vesikuler di semua lapang paru
Jantung
31
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi :
batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
batas kanan : ICS V parasternalis dextra
batas kiri : ICS V midclavicular sinistra
Auskultasi : bunji jantung I / II murni reguler , murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : warna kulit normal , bentuk perut datar, cicatriks (-), massa tumor (-)
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal, bising aorta abdominalis tidak terdengar
Perkusi : timpani di 4 kuadran , asites (-)
Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal kanan dan kiri tidak teraba, nyeri
tekan (-)
Ekstremitas
1. Atas
Kulit: warna normal, kelembaban normal, edema (-), akral hangat, fungsi sensorik
normal
Otot: bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5
Sendi: luas pergerakan normal, nyeri tekan (-)
2. Bawah
Kulit:
Kulit kering, akral hangat, warna kulit normal, edema (-), ditemukan ulkus di
hallux sinistra, diameter ulkus ± 8 cm, kedalaman ± 0,5 cm, bentuk ulkus bulat,
eritema di sekitar ulkus > 2 cm, pus (+), jaringan nekrotik (+), fungsi sensorik
hipestesi (+) kaki kanan dan kiri.
Otot: bentuk eutrofi, tonus normal, kekuatan otot 5/5,
Sendi: luas pergerakan normal pada kaki kanan dan terbatas pada kaki kiri, nyeri
tekan (-)
32
Vaskular: pulsasi arteri dorsalis pedis/tibialis posterior teraba, reguler, isi nadi
pulsus parvus di kaki kanan.
Pemeriksaan khusus:
Pemeriksaan Ankle-Brachial Index (ABI):
Kiri = 90/110 = 0,81
Kanan = 90/100 = 0,90
RESUME
Pasien laki-laki masuk dengan keluhan luka akibat tusukan sendal jepit kayu di
hallux sinistra. Febris (+), malaise (+). Polidipsi (+), polifagi (+) dan polyuria (+). Ketika di
RS pasien mengeluhkan sering cegukan sehingga timbul dyspneu, cough, dan vomitus.
BAB dan BAK pasien biasa. Pemeriksaan Fisik : wajah tampak anemia edema (+) dan
ulkus pada hallux sinistra.
Laboratorium 8 Mei 2014
Parameter Lab Hasil Ranges
Darah Rutin WBC : 22.15x103
RBC : 3.11x106
PLT : 573x103
HGB: 9.6 g/dl
5-10 /ul3.6-6.5/ul150-450/ul12-18 g/dl
Glukosa darah sewaktu (GDS) 388 mg/dl 70-200 mg/dl
Ureum 77 mg/dl 8-53 mg/dl
Kreatinin 1.5 mg/dl 0.6-1.2 mg/dl
Diagnosis :
1. Ulkus diabetik pedis sinistra grade I e.c DM Tipe II DD selulitis, Burger’s disease
2. Hipertensi Grade II DD Hipertensy Heart Disease
3. Sup Nefropati Diabetik DD Sindroma Nefrotik, Chronic Renal Failure
Pengobatan
33
Non medikamentosa
1. Istirahat (bed rest)
2. Edukasi meliputi pemahaman tentang kaki diabetik, perlunya pengendalian dan
pemantauan kadar glukosa darah dan kolesterol, perawatan kaki diabetik,
penggunaan alas kaki yang tepat, olahraga teratur, menghindari rokok dan trauma
berulang, pemahaman tentang hipoglikemia, memeriksakan diri secara teratur ke
dokter.
3. Perencanaan makan
Jumlah kalori total per hari adalah 1200 kalori perhari.
Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Perawatan luka dengan metode moist wound healing
Injeksi Ceftriaxone 2 gr/24 jam
Infus Paracetamol 500 mg/8jam
Infus metronidazole 500 mg/ 8 jam
Injeksi ranitidine 1 amp/12 jam
Novorapid 5-5-5
Levemir 0-0-10
Tabel Follow Up Laboratorium
Tanggal Parameter Lab Hasil Ranges 8 Mei 2014 Glukosa darah
sewaktu (GDS)388 mg/dl 70-200 mg/dl
Darah Rutin WBC : 22.15x103
RBC : 3.11x106
PLT : 573x103
HGB: 9.6 g/dl
5-10 /ul3.6-6.5/ul150-450/ul12-18 g/dl
Ureum 77 mg/dl 8-53 mg/dlKreatinin 1.5 mg/dl 0.6-1.2 mg/dl
10 Mei 2014 Glukosa darah sewaktu (GDS)
301.4 70-200 mg/dl
11 Mei 2014 USG abdomen - Sub chronik renal disesase
34
bilateral - Nefritis dextra et sinistra. - Kristal-kristal sinistra et
dextra- Gastritis
Foto Thorax - Bronkopneumonia sinistra et.c proses spesifik dan cardiomegaly
Foto pedis - Tidak tampak kelainan pada tulang pedis.
13Mei 2014 Glukosa darah sewaktu (GDS)
247 mg/dl 70-200 mg/dl
16 Mei 2014 Glukosa darah sewaktu (GDS)
191.2 mg/dl 70-200 mg/dl
17 Mei 2014 Darah Rutin RBC : 2.7x106
WBC : 16.3 x103
PLT : 496x103
HGB : 7.6 g/dl
5-10 /ul3.6-6.5/ul150-450/ul12-18 g/dl
19 Mei 2014 Glukosa darah sewaktu (GDS)
373.4 mg/dl 70-200 mg/dl
22 Mei 2014 Glukosa darah sewaktu (GDS)
254 mg/dl
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien masuk dengan keluhan luka pada kaki kiri sejak 3 minggu.
Luka dialami akibat pemakaian sandal kayu. Pada pasien ini tampak gejala DM yang
dialami sudah sejak 5 tahun yang lalu. Dimana Gejala DM yang dialami diantaranya gejala
35
klasik polidipsi, polifagi dan polyuria. Rasa haus (polidipsi) dialami karena akibat volume
urine yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel. Karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik. Dehidrasi intrasel
merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus. Selain itu, keluhan lain yaitu
lemas badan dan kelemahan otot. Hai ini timbul karena gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi. (2),(17)
Pemeriksaan fisik menunjukkan IMT pasien 16 kg/m2 hal ini menunjukkan pasien
mengalami gizi kurang. Hal ini dapat diakibatkan kerena asupan kalori yang berkurang.
Atau dapat disebabkan karena produksi energi metabolit melalui proses glikolisis tidak
dapat berlangsung secara optimal. Ketidakmampuan insulin untuk bekerja secara normal
akan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Insulin merupakan
hormon anabolik yang dapat membantu peyimpanan lemak dan protein. Defisiensi insulin
yang relatif maupun absolut akan menyebabkan kehilangan berat badan meskipun nafsu
makan meningkat (polifagia). Pada umumnya penurunan berat badan lebih banyak terjadi
pada pasien DM tipe I. (2),(16)
Pemeriksaan suhu 39oC ditemukkan bahwa pasien mengalami febris. Demam terjadi
karena adanya infeksi dalam tubuh. Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel
darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat
kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen
eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk
prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu
sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-
mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan
mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi
panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu
tubuh naik ke patokan yang baru tersebut. Penanganan febris dapat diberikan terapi secara
36
nonmedikamentosa yaitu memberikan cairan yang banyak untuk mencegah dehidrasi dan
kompres air hangat. Terapi farmakologis dapat diberikan antipiretik yaitu parasetamol 3x
500 mg. Pada pasien ini diberikan paracetamol infus karena indikasi adanya gangguan
ginjal dan pasien tidak dapat mengkomsumsi obat oral.(13)
Pemeriksaan fisik pada ekstremitas bawah ditemukan ulkus di hallux dextra,
diameter ulkus ± 7 cm, kedalaman ± 0,5 cm, bentuk ulkus bulat, eritema di sekitar ulkus >
2 cm. Ulkus diabetik yang dialami pasien menurut klasifikasi Wagner termasuk tingkat I
karena ulkus superfisialis terbatas pada kulit saja27. Ulkus yang timbul disebabkan oleh
kondisi hiperglikemia yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh
darah. Neuropati akan mengakibatkan berbagai perubahan kulit dan otot yang kemudian
akan menyebabkan perubahan distribusi tekanan kaki dan selanjutnya akan mempermudah
terjadinya ulkus. Kelainan pada pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya iskemik
kaki sehingga akan menyebabkan terjadinya ulkus (4),(15).
Hasil pemeriksaan ABI adalah 0,81 untuk sisi kanan tubuh dan 0,9 untuk sisi kiri
tubuh. Hal ini mengindikasikan bahwa pada kaki kanan terjadi iskemik ringan. Hal ini
disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan
menurun sehingga timbul ulkus. Proses angiopati berupa penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah perifer yang terjadi karena penebalan tunika intima dan penumpukan
lemak pada dinding bagian dalam pembuluh darah (aterosklerosis), peningkatan kadar
fibrinogen dan bertambhanya reaktivitas trombosit sehingga sirkulasi darah menjadi
lambat, dan peningkatan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas dan pelepasan oksigen
di jaringan oleh eritrosit terganggu.(10),(11)
Pemeriksaan penunjang ditemukan leukositosis berat yaitu 22.1500/ul , anemia
normokromik normositik dan hiperglikemia. Leukositosis terjadi karena pasien mengalami
ulkus diabetik dengan infeksi dimana pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak
terkendali menyebabkan abnormalitas leukosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi
radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila
ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem pagositosis-bakterisid
37
intra selluler. Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya
glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur(15).
Diagnosis dengan DM tipe 2pada pasien ini ditegakkan karena telah memenuhi
kriteria diagnosis DM yaitu ditemukan adanya gejala klasik ditambah kadar glukosa darah
sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl. Pada pasien ini ditemukkan keluhan klasik polifagia,polidipsi
dan polyuria, dan keluhan lain yaitu badan lemas dan kesemutan serta ditemukkan kadar
GDS 388 mg/dl. Pemeriksaan HbA1c oleh ADA 2011 sudah dimasukkan kedalam kriteria
diagnosis DM. namun pada kasus ini tidak dilakukan karena sarana laboratorium yang tidak
tersedia. Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang, menggambarkan
kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu eritrosit 120 hari, sehingga
mencerminkan keadaan glikemik selama 2-3 bulan. Untuk itu, pemeriksaan HbA1c
dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan. (6)
Selain menderita DM tipe 2 pasien juga menderita kaki diabetik. Hal ini ditunjukan
dengan adanya edema pada tungkai dan ulkus pada hallux sinistra. Untuk penegakkan
diagnosis ulkus diabetik didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik (vascular dan
neuropati). Bedasarkan etiologi, ulkus diabetik yang dialami oleh pasien ini merupakan
kombinasi ulkus neuropati dan vaskular (neuroiskemia). Ciri dari ulkus neuropati pada
pasien ini adalah kulit kering, akral hangat, warna kulit normal, dan fungsi sensorik kedua
kaki menurun. Sedangkan ciri ulkus akibat gangguan vaskular pada pasien ini adalah
pulsasi arteri dorsalis pedis kanan lemah, pemeriksaan Ankle-Brachial Index (ABI) kanan <
0,81, deformitas kaki tidak ada, kallus tidak ada dan lokalisasi ulkus di jari kaki10.
Pemeriksaan tekanan darah pasien mengalami hipertensi grade 1. Berdasarkan JNC
7 , hipertensi grade 1 bila tekanan sistol 140-159 mmHg dan tekanan distol 80-99 mmHg.
Peningkatan tekanan darah pada pasien ini dapat diakibatkan karena komplikasi DM.
indikasi pengobatan bila tekanan sistolik >130 mmhg dan/atau TD diastolic >80 mmhg.
Dimana sasaran penurunan tekanan darah adalah <130 mmHg dan bila disertai proteinuria
>1gram/24 jam adalah <125/75 mgHg. Pengobatan non-farmakologis yang dapat diberikan
yaitu, modifikasi gaya hidup antara lain; menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas
38
fisik, menghentikan merokok dan alkohol, dan mengurangi konsumsi garam. Pengobatan
farmakologis yaitu pemberian penghambat ACE, penyekat reseptor beta selektif dosis
rendah, diuretic dosis rendah, dan antagonis kalsium. Pada keadaan tekanan darah sistolik
>140 mmHg atau tekanan diastolic >90 mmHg dapat langsung diberikan terapi
farmakologis. Namun, pada pasien ini tidak diberikan terapi antihipertensi karena setelah
observasi hari ke dua dan perawatan selajutnya tekanan darah sistolik kurang dari <130
mmHg. Sehingga hanya dilakukan terapi non farmakologis yaitu dengan memberikan diet
rendah garam. (6)
Terdapat komplikasi DM yang terjadi pada pasien ini. Didapatkan kadar ureum 77
mg/dl dan kreatinin 1.5 mg, dengan Laju filtrasi glomerulus (LFG) = 36 ml/menit/1.73m2.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium dapat dilihat terjadi peningkatan kadar kreatinin
plasma hal ini mengindikasikan adanya kerusakan ginjal. Kerusakan ginjal pada penderita
DM dapat diakibatkan komplikasi mikroangiopati yaitu nefropati diabetik. Nefropati
Diabetikum merupakan sindrom klinis pada pasien DM yang ditandai dengan albuminuria
menetap ( 30-299 mg/24jam atau >300 mg/24 jam) pada minimal dua atau tiga kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan tanpa penyebab albuminuria lain. Pada kasus ini
penegakkan diagnosis nefropati diabetik tidak dapat ditegakkan karena pemeriksaan
albumin tidak dilakukan sehingga pada penegakkan diagnosis pasien ini di curigai
menderita nefropati diabetik. Penanganan nefropati diabetikum tergantung pada tahapan
apakah masih normoalbuminuria, sudah terjadi mikroalbuminuria atau makoalbuminuria.
Namun, pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah 1) pengendalian gula darah
(olahraga, diet, obat antihiperglikemia), 2) pengendalian tekanan darah, 3) perbaikan fungsi
ginjal dengan diet rendah protein 0,8 gram/kgBB per hari atau bila LFG <15 maka
diberikan 0,6-0,8 gram/kgBB per hari, dan diberikan obat golongan ACE inhibitor atau
reseptor angiotensin II, atau kombinasi keduanya. Pada kasus ini hanya diberikan
penanganan diet rendah protein dan pengendalian kadar glukosa. (2),(6)
Diferensial diagnosis (DD) untuk kasus ini adalah sebagai berikut ;
1. Ulkus diabetik pedis sinistra grade I e.c DM Tipe II DD selulitis, Burger’s disease
39
2. Hipertensi GRADE I DD Hipertensi Heart Disease (HHD). Penegakkan diagnosis
HHD didasarkan atas riwayat, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. (14)
3. Susp Nefropati diabetik DD sindrom nefrotik dan gagal ginjal kronik. Didasarkan atas
peningkatan kadar kreatinin dan edema pada tungkai. (14)
Penanganan non medikamentosa pada pasien DM dengan terapi nutrisi medis.
Karena IMT pasien masuk dalam klasifikasi Berat badan kurang sehingga berdasarkan
kebutuhan gizi pasien membutuhkan 2300-2500 kkal/hari. Sehingga komposisi makanan
yang dianjurkan yaitu karbohidrat 45-65% total kalori, lemak 10-20%. Dan protein yang
dibutuhkan sebesar 10-20% total kalori. Zat mikronutrien seperti natrium sekitar 2400 gram
atau sama dengan 5-6 gram (1 sendok teh garam dapur), dimana pada pasien ini asupan
natrium dikurangi dari asupan natrium normal (3000 mg) karena mengalami hipertensi.
Asupan serat yang dianjurkan 25 gram/hari, yang dapat diperoleh kacang-kacangan, buah
dan sayuran.(6)
Penanganan kaki diabetik harus memperhatikan secara holistic. Penangan secara
holistic meliputi kontrol mekanik, kontrol metabolit, kontrol vascular, kontrol luka, kontrol
infeksi dan kontrol edukasi. Kontrol mekanik meliputi mengistirahatkan kaki, menghindari
tekanan pada kaki yang luka (non weight bearing), menggunakan bantal pada kaki saat
berbaring untuk mencegah lecet pada kaki dan perlu menggunakan kasur decubitus.
Kontrol vascular meliputi pemeriksaan ankle brachial index (ABI), trans cutaneous oxygen
tension, toe pressure bahkan angiografi. Gangguan vascular dapat memperlambat
pemyembuhan luka. Kontrol luka meliputi evakuasi jaringan nekrotik dan push yang
adekuat dengan debridement atau dengan nekrotomi, pembalutan luka pembalut yang basah
aatau lembab. Debridement atau nekrotomi bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis,
drainase pus, mengurangi tekanan tekanan pada luka, mengurangi bengkak, membuat
lingkungan menjadi aerob. Pada pasien ini dilakukan kontrol luka hanya dilakukan dengan
pembalutan luka dengan metode moist.(16)
Kontrol infeksi yang dilakukan pada pasien ini adalah pemberian ceftriaxon inj 2
gram/24 jam dan metronidazole infus 500 mg/8 jam. Menurut teori pemberian obat
antibiotik harus berdasarkan pada hasil kultur kuman., sebelum hasil kultur dan sensitifitas
40
kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan berdasarkan penyebab infeksi tersering
pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman
anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum
Namun pada kasus ini, tidak dilakukan kultur bakteri karena sarana untuk kultur bakteri
yang tidak mendukung dan pemeriksaanya yang berlangsung lama, sehingga pemberian
antibiotik didasarkan pada derajat ulkus. Pada kasus ini antibiotik yang direkomendasikan
pada ulkus diabetik dengan derajat infeksi ringan sampai sedang adalah cephalexin 500
mg/6jam, amoxicillin 500mg/12 jam atau clindamycin 300 mg/8 jam dengan antibiotik
alternatif yaitu levofloxacin 750 mg/12 jam, Clindamycin 300 mg/8 jam dan Trimethoprim-
Sulfamethoxazole 960 mg/12 jam.Ceftriaxon adalah antibiotik golongan cephalosporin
generasi 3 yang memiliki spektrum luas dan efektif terhadap bakteri aerob gram negatif
dan positif tetapi memiliki efektivitas sedang terhadap bakteri anaerob. Sedangkan
metronidazole efektif melawan bakteri anaerob seperti Clostridium perfringens dan C.
Difficile dan protozoa.
Prinsip penanganan pasien ulkus DM pada kasus ini adalah kontrol metabolik,
vaskular, infeksi, luka, tekanan dan edukasi. Yang termasuk dalam kontrol metabolik
adalah perencanaan makanan (kebutuhan kalori), pemberian obat hipoglikemik oral dan
injeksi insulin. Jumlah kalori total per hari adalah 2300-2400 kalori/hari. Jenis obat yang
dipilih adalah insulin. Injeksi insulin harus segera diberikan karena pada pasien ini telah
mengalami stres berat (infeksi sistemik). Insulin yang diberikan terdiri dari 2 jenis insulin
yaitu insulin basal (long acting) dan prandial (rapid acting). Menurut perhitungan dosis
insulin pada pasien ini, dosis insulin analog rapid acting yaitu insulin aspart (novorapid)
adalah 3x5 unit/hari. Dosis insulin long acting yaitu insulin detemir (levemir) adalah 10
unit/hari.(6),(16)
Pada keadaan tertentu di mana kendali glikemik amat buruk dan disertai kondisi
katabolisme, seperti kadar glukosa darah puasa > 250 mg / dL , kadar glukosa darah acak
menetap > 300mg/dL, A1C >10%, atau ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat
mulai diberikan bersamaan dengan intervensi pola hidup. Selain itu, terapi insulin dapat
langsung diberikan pada pasien DM yang memiliki gejala nyata (poliuria, polidipsi,
41
polifagia dan penurunan berat badan). Kondisi-kondisi tersebut sering ditemukan pada
pasien DMT1 atau DMT2 dengan defisiensi insulin yang berat. Apabila gejala hilang, obat
antidiabetik oral dapat ditambahkan dan penggunaan insulin dapat dihentikan. Pada kasus
ini pasien tidak diberikan pengobatan oral karena kadar glukosa darah sewaktu >300 mg/dl
dan ditemukkan adanya gejala nyata DM, sehingga dapat langsung diberikan terapi insulin
dan intervensi pola hidup. (8)
DAFTAR PUSTAKA
1. Chadwick P., Michael. Mccardel J., Amstrong D., 2013. Best Practice Guidlince : Wound Management in Diabetik Foot Ulcer . Wound internasional, London. Pp 7-10.
42
2. Soegondo S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th . Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. pp 1860-1863.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai 213 Juta Orang. Diakses pada tanggal 5 JUni 2014, sumber: http://tinyurl.com/lcyjjq6
4. Lesmana, Rika. 2010.Ulkus Diabetikum. Medika Jurnal Kedokteran Indonesia. Diakses pada tanggal 5 Juni 2014, sumber: http://tinyurl.com/k4tq4yk
5. Decroli E, Jazil K, Asman M, Syafril S, 2008. Profil Ulkus Diabetik pada Penderita Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol: 58. Diakses pada tanggal 5 Juni 2014 , sumber: http://tinyurl.com/muyy6by
6. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Perkeni. Jakarta. Pp 6-25
7. ADA, 2013. Diagnosis and Clasification Diabetes Melitus. American Diabetes Association. Volume 36. Diakses 5 Juni 2014. Sumber : care.diabetesjournals.org
8. Peekumpulan Endrokrinologi, 2011. Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus. Perkeni. Jakarta; 6-12.
9. Frykberg R.G., 2006. Diabetik Foot Ulcer ; pathogenesis and Management. Volume 6. American Family Physician. De miones University. Lowa
10. Lipsky, B., Berendt, A., Deery, H., et al. 2004. Diagnosis and treatment of diabetik foot infections. Clin Infect Dis; 39:885-910
11. Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. p.15-30.
12. Ansari, M., Shukla, V., 2005. Foot infections. Lower Extremity Wounds; 4(2):74-87.
13. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC. Jakarta
14. Unang. 2002. Refarat Ulkus Diabetik dan Burger’s Disease. Badan Penerbit Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.p. 18-21
43
15. Reynold, F., 2007. The Diabetik Food, ABC of Diabetik Accessed 9 Juli 2014. Available from <http:/www. Japmoanline.org/search.dtl>.
16. Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia, 2009. Pedoman Penatalaksanaan Kaki Diabetik. Perkeni. Jakarta
17. A.Dewi, Erni, Nisma, 2009. Refarat Diabetes Melitus Tipe II. Bagian Penyakit Dalam RSUP Jamil Padang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang
18. Lipsky, B., Berendt, A., Deery, H., et al. 2004. Diagnosis and treatment of diabetic foot infections. Clin Infect Dis; 39:885-910
19. Anonim, 2006. Diabetes Melitus Tipe II. Universitas Sumatera Utara. Accessed 9 Juli 2014.
44