uji ekstrak daun kemangi (ocimum sanctum l.) dalam …digilib.unila.ac.id/61371/3/skripsi tanpa bab...

51
UJI EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L.) DALAM BENTUK SALEP DAN SPRAY SEBAGAI SKABISIDA TUNGAU Sarcoptes scabiei ( Skripsi ) Oleh Ayu Tiara Fitri PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2020

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

29 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • UJI EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L.) DALAM

    BENTUK SALEP DAN SPRAY SEBAGAI SKABISIDA

    TUNGAU Sarcoptes scabiei

    ( Skripsi )

    Oleh

    Ayu Tiara Fitri

    PROGRAM STUDI BIOLOGI

    JURUSAN BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS LAMPUNG

    BANDAR LAMPUNG

    2020

    http://www.kvisoft.com/pdf-merger/

  • ABSTRACT

    BASIL LEAF EXTRACT TEST (Ocimum sanctum L.) IN THE FORM OF

    OINTMENTS AND SPRAYS AS SCABICIDE MITES Sarcoptes scabiei.

    Ayu Tiara Fitri

    The use of scabies drugs (scabicide) is generally made from synthetic chemical

    compounds. The effect of the administration of synthetic chemical compounds is

    the resistance of mites to drugs. Basil leaves can be an alternative to scabicide

    because they contain essential oils containing active ingredients eugenol, cineol,

    and flavonoids. The study was conducted in October-November 2019. The

    purpose of this study was to determine the potential of basil leaf extract as a

    scabicide and to find out the basil leaf extract preparations that were more

    effective between ointment and spray. This research was an experimental type

    with a Completely Randomized Design (CRD) consisting of four treatment groups

    (control +, control-, basil leaf extract ointment, basil leaf extract spray) and six

    replications. The research data were analyzed using One Way (ANOVA) and the

    results showed that there was a significant difference in the width of the scab

    between treatments (p = 0.000). The results of the study were continued using

    Fisher LSD (Least Significant Different) at a 5% significance level, the smallest

    scab width obtained in the basil leaf extract ointment preparation. The conclusion

    from this research is that basil leaf extract can be used as a scabicide and ointment

    preparations are more effective than spray.

    Keywords: Basil Extract, Scab, Ointment, Scabies, Spray.

  • ABSTRAK

    UJI EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L.) DALAM

    BENTUK SALEP DAN SPRAY SEBAGAI SKABISIDA TUNGAU Sarcoptes

    scabiei

    Ayu Tiara Fitri

    Penggunaan obat skabies (skabisida) umumnya terbuat dari senyawa kimia

    sintetik. Efek pemberian dari senyawa sintetik kimia adalah resistensinya tungau

    terhadap obat. Daun kemangi dapat menjadi alternatif skabisida karena memiliki

    kandungan minyak atsiri berbahan aktif eugenol, sineol dan flavanoid. Penelitian

    dilakukan pada bulan Oktober-November 2019. Tujuan dari penelitian ini untuk

    mengetahui potensi ekstrak daun kemangi sebagai skabisida dan untuk

    mengetahui sediaan ekstrak daun kemangi yang lebih efektif antara salep dan

    spray. Penelitian ini berjenis eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap

    (RAL) yang terdiri dari empat kelompok perlakuan (kontrol+, kontrol-, salep

    ekstrak daun kemangi, spray ekstrak daun kemangi) dan enam ulangan. Data hasil

    penelitian dianalisis menggunakan One Way (ANOVA) dan didapatkan hasil

    terdapat perbedaan lebar keropeng sangat bermakna pada antar perlakuan

    (p=0.000). Hasil penelitian dilanjutkan menggunakan Fisher LSD (Least

    Significant Different) pada taraf nyata 5%, didapatkan lebar keropeng terkecil

    pada sediaan salep ekstrak daun kemangi. Kesiimpulan dari penelitian ini yaitu

    ekstrak daun kemangi dapat digunakan sebagai skabisida dan sediaan bentuk salep

    lebih efektif dibandingkan bentuk spray.

    Kata Kunci: ekstrak kemangi, keropeng, salep,skabies, spray.

  • UJI EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L.) DALAM

    BENTUK SALEP DAN SPRAY SEBAGAI SKABISIDA

    TUNGAU Sarcoptes scabiei

    Oleh

    Ayu Tiara Fitri

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

    SARJANA SAINS

    Pada

    Jurusan Biologi

    FAkultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

    PROGRAM STUDI BIOLOGI

    JURUSAN BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS LAMPUNG

    BANDAR LAMPUNG

    2020

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Kalianda, pada tanggal 16 November

    1998, merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara dari

    Ayahanda H.Drs Mawardi dan Ibunda Hj.Faridlotul

    Ulfah,Amd.Keb.

    Penulis memulai menempuh pendidikan Taman Kanak-

    kanak (TK) di TK Dharma Wanita Kalianda sejak tahun 2002-2004. Pendidikan

    dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Kalianda sejak tahun 2004 – 2010. Lalu

    melanjutkan pendidikan tingkat pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri

    (SMP N) 1 Kalianda sejak tahun 2010-2013. Kemudian penulis melanjutkan

    pendidikan tingkat atas di Sekolah Menengah Atas Al-Kautsar Bandar Lampung

    sejak tahun 2013 dan menyelesaikannya pada tahun 2016. Pada tahun 2016 juga

    penulis berhasil diterima sebagai mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung melalui jalur

    Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN).

    Selama menempuh pendidikan perkuliahan Penulis juga pernah menjadi asisten

    dosen praktikum Struktur Perkembangan Hewan, Mikrobiologi Umum, Biologi

    Dasar, Fisiologi Hewan, dan Ekologi. Penulis juga pernah aktif di dunia

  • organisasi kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) FMIPA, Unila

    sebagai anggota Kominhum pada tahun 2017,BEM, dan Rois.

    Penulis melaksanakan Kerja Praktik Lapangan (PKL) di Balai Penyidikan dan

    Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Lampung bidang Laboratorium Patologi

    pada bulan Januari 2019. Dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa

    Gunung Sugih Kecil, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur pada bulan

    Juli hingga Agustus 2019.

  • “ Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Maka apabila engkau telah

    selesai dari suatu urusan, tetaplah bekerja keras ( untuk urusan yang lain).

    ( Qs. Al-Insyirah ( 6-7 )

    “Man Jadda Wa Jada”

    (Siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil)

    “ Man Shabara Zhafira”

    (Siapa yang bersabar pasti beruntung)

    “ Man Sara Ala Darbi Washala”

    ( Siapa yang menapaki jalan Allah SWT akan sampai ke tujuan)

    “ Cukuplah Allah Menjadi Penolong dan Allah Sebaik-Baiknya Pelindung”

    ( HR. Bukhari)

  • Dengan Ridho Allah SWT,

    Dan dengan segala kerendahan hati

    Aku persembahkan karya sederhana ini kepada

    Bapakku Mawardi dan Ibuku Faridlotul Ulfah tercinta

    Serta Kakak – kakak ku Tersayang

    Amirul Iqbal dan Adietya Bima Prakasa

    Terimakasih untuk semangat, dukungan, dan do’a

    Yang telah diberikan kepada diriku selama ini

  • SANWACANA

    Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas ridho, rahmat, dan

    hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

    Skripsi dengan judul “Uji Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Sanctum L.)

    Jenis Sediaan Dalam Bentuk Salep Dan Spray Sebagai Skabisida Tungau

    Sarcoptes scabiei “Adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains

    di Universitas Lampung.

    Dalam proses skripsi ini, banyak pihak yang senantiasa ikhlas memberi dukungan,

    membantu dan membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

    Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Bapak Prof. Dr. Karomani, M. Si., selaku Rektor Universitas Lampung.

    2. Bapak Drs. Suratman, M. Sc., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam.

    3. Bapak Drs. M. Kanedi,M.Si. selaku pembimbing I sekaligus ketua jurusan

    biologi yang telah memberikan bimbingan, kritik, saran, arahan dalam

    melaksanakan penulisan dan penyeselaian skripsi;

    4. Ibu Dr. Endah Setyaningrum,M.Biomed. selaku pembimbing II yang telah

    memberikan bimbingan, bantuan secara moril maupun materil, masukan,

  • arahan, kritik, saran serta motivasi dalam pelaksanaan penulisan dan

    penyelesaian skripsi;

    5. Bapak Dr. G.Nugroho Susanto,M.Sc. selaku pembahas yang telah bersedia

    meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan serta masukan dalam

    melaksanakan penulisan untuk kesempurnaan skripsi;

    6. Ibu Dra. Yulianty,M.Si. selaku ketua program studi Biologi FMIPA

    Universitas Lampung yang telah memberikan bimbingan, arahan, untuk

    menyelesaikan skripsi ini;

    7. Bapak Prof. Dr. Sutyarso,M. Biomed. Selaku pembimbing akademik atas

    waktu, motivasi, dan bimbingannya;

    8. Ayahanda tersayang, H. Mawardi yang selalu memberikan dukungan,

    terimakasih atas doa yang tiada hentinya, kasih sayang yang luar biasa, nasihat

    serta bimbingan yang telah diberikan kepada penulis serta selalu

    mengingatkan untuk selalu dekat kepada Allah SWT. Semoga allah selalu

    memberi kesehatan, lindungan dan ladang pahala untuk ayahanda;

    9. Ibunda tersayang, Hj Faridlotul Ulfah, terimakasih atas doa yang tiada

    hentinya, kasih sayang yang luar biasa, nasihat serta bimbingan yang telah

    diberikan kepada penulis serta selalu mengingatkan untuk selalu dekat kepada

    Allah SWT. Semoga allah selalu memberi kesehatan, lindungan dan ladang

    pahala untuk ibunda;

    10. Abangku, Amirul Iqbal dan Adietya Bima Prakasa yang selalu memberi

    semangat, dukungan, motivasi dan doa;

    11. Kakakku, Mutia Puri Mentari dan Gheavani Legowo yang selalu memberi

    semangat, dukungan, motivasi dan doa;

  • 12. Seluruh Staf Dosen Biologi yang telah memberikan ilmunya kepada penulis

    untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita

    13. Seluruh Staf tata usaha, administrasi akademik, pegawai, dan karyawan

    FMIPA unila;

    14. Fanny Maulida Junita dan Kinanti Alif Formasiyah Aisyah, selaku partner

    skripsi penulis, yang sudah banyak membantu, mendengarkan keluh kesah,

    serta berjuang Bersama sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;

    15. Sahabat-sahabat ku PS (Arini, Chicka, Ema, Jihan, Ferly, Jualiha) yang saling

    membantu, memberikan canda, tawa, mendengarkan keluh kesah dan

    memberikan semangat atas kegiatan selama perkuliahan;

    16. Sahabat- sahabat ku Desti, Fanny, Kinan, Yosi, Ubay, Indah, Yuni, Ila,

    Wayan, Bayu, Aulia, Evy yang memberi semangat, canda, tawa, dukungan

    dan doa;

    17. Teman- teman sejawat angkatan 2016 yang tidak dapat disebutkan satu per

    satu.

    Akhirkata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

    Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna

    bagi kita semua.

    Aamiin Ya Robbal Alamin.

    Bandar Lampung, Januari 2020

    Penulis

    Ayu Tiara Fitri

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR ISI.................................................................................................................... i

    DAFTAR TABEL............................................................................................................. iii

    DAFTAR GAMBAR........................................................................................................ iv

    DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................... vi

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

    B. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4

    C. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4

    D. Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 4

    E. Hipotesis ....................................................................................................... 5

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Marmut (Cavia porcellus) .......................................................................... 7 B. Morfologi Marmut (Cavia porcellus)........................................................ 8

    C. Penyakit Scabies.......................................................................................... 8 1.Definisi................................................................................................. 8

    2.Etiologi................................................................................................. 9

    3.Patogenesis........................................................................................... 12

    4.Gejala Klinis......................................................................................... 13

    D. Klasifikasi Kemangi ( Ocimum sanctum L.)................................................. 14

    E. Kandungan Minyak Atsiri Pada Daun Kemangi ( Ocimum sanctum L.)...... 15

    F. Mekanisme Ekstrak Daun Kemangi Terhadap Tungau.................................. 15

    17

    B. Alat dan Bahan.............................................................................................. 17

    1. Alat............................................................................................................ 17

    2. Bahan......................................................................................................... 18

    III.METODE PENELITIAN

    A.Waktu dan Tempat.........................................................................................

  • ii

    C. Metode........................................................................................................... 18

    D. Diagram Alir Penelitian................................................................................. 20

    E. Prosedur Penelitian...................................................................................... 21

    1. Persiapan Kandang dan Hewan.................................................................. `21

    2. Pembuatan Simplisia.................................................................................. 21

    4. Pembuatan Spray Ekstrak Daun Kemangi.................................................. 21

    5. Pembuatan Salep Ekstrak Daun Kemangi................................................... 22

    6. Pemberian Perlakuan.................................................................................. 24

    F. Analisis Data................................................................................................... 24

    G..Pengamatan ................................................................................................. 25

    IV. HASIL DAN PEMABAHASAN

    A. Hasil Penelitian................................................................................................ 26

    1. Pemeriksaan mikroskopis keropeng sebelum diberikan perlakuan.......... 26 2. Analisis data yang didapatkan dari perbandingan ekstrak daun kemangi

    dengan kotrol + dan kontrol –................................................................... 27

    3. Perbandingan kondisi keropeng................................................................ 30

    B. Pembahasan .................................................................................................... 32

    A. Simpulan........................................................................................................... 37

    B. Saran................................................................................................................. 37

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    V. SIMPULAN DAN SARAN

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Kelompok Perlakuan................................................................................ 19

    Tabel 2. Formula Sediaan Salep Daun Kemangi ............................................ ..... 23

    Tabel 3. Rerata hasil transformasi lebar keropeng pada marmut yang terinfeksi

    Sarcoptes scabiei menggunakan LG10(k-x)................................................. 27

    Tabel 4. Data Hasil Uji One Way ANOVA……………………………..………. 28

    Tabel 5.Rerata lebar keropeng pada uji lanjut fisher LSD marmut yang terinfeksi

    S.scabiei...................................................................................................... 29

    Tabel 6. Perbandingan Kondisi Keropeng Sebelum Dan Sesudah Dilakukannya

    Pemberian Perlakuan…………………………………………………… 31

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. S.scabiei dewasa dan telur .....................................................................................10

    Gambar 2. Siklus Hidup S.scabiei ............................................................................................11

    Gambar 3. Diagram Alir Penelitian ..........................................................................................20

    Gambar 4. Hasil pemeriksaan sampel secara mikroskopis pada kerokan kulit marmut, a. Perbesaran 100X, b. Perbesaran 200X .........................................................26

    Gambar 5. Grafik rerata lebar keropeng selama 9 hari .......................................................30

    Gambar 6. Alkohol 96% ................................................................................................................47

    Gambar 7. KOH………………………………………………………………………….. 47

    Gambar 8. NaCMC……………………………………………………………………… 47

    Gambar 9. Cera Flava…………………………………………………………………… 47

    Gambar 10. Aquades…………………………………………………………………….. 47

    Gambar 11. Vaseline…………………………………………………………………….. 47

    Gambar 12. Alu………………………………………………………………………….. 48

    Gambar 13. Mortar………………………………………………………………………. 48

    Gambar 14. Slide glass dan cover glass…………………………………………... 48

    Gambar 15. Oven………………………………………………………………… 48

    Gambar 16.Ratory Evaporator…………………………………………………………… 48

    Gambar 17. Kandang Marmut…………………………………………………………… 48

  • v

    Gambar 18. Pipet Tetes………………………………………………………………….. 49

    Gambar 19. Jangka Sorong……………………………………………………………… 49

    Gambar 20. Cawan Petri………………………………………….……………………… 49

    Gambar 21. Blade………………………………………………….…………………….. 49

    Gambar 22. Wadah Pasta………………………………………………………………… 49

    Gambar 23. Proses pengeringan daun kemangi…………………………………………. 49

    Gambar 24. Proses pengeringan daun kemangi…………………………………………. 50

    Gambar 25. Pembuatan simplisia………………………………………………………... 50

    Gambar 26. Proses pembuatan ekstrak kemangi………………………………………… 50

    Gambar 27. Proses pembuatan salep…………………………………………………….. 50

    Gambar 28. Proses penghomogenan salep………………………………………………. 50

    Gambar 29. NaCMC 5% .................................................................................................................50

    Gambar 30. Spray ekstrak daun kemangi……………………………………………….. 51

    Gambar 31. Salep ekstrak daun kemangi………………………………………………… 51

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Data Lebar Keropeng Hari Ke-1 Hingga Hari Ke-9 Pada Masing-

    Masing Perlakuan

    Lampiran 2. Data hasil uji ANOVA menggunakan program software minitab versi 19

    Lampiran 3. Hasil uji lanjut data menggunakan fisher LSD (Least Significant Different)

    Lampiran 4. Data dan grafik perbandingan pada masing-masing perlakuan menggunakan

    fisher.

    Lampiran 5. Identifikasi tungau menggunakan buku Veterinary parasitologi

    Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

  • I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Skabies merupakan salah satu jenis penyakit kulit yang banyak diderita oleh

    hewan dan bersifat menular. Penyakit kulit ini disebabkan oleh sekelompok

    tungau dari spesies Sarcoptes scabiei. Sarcoptes scabiei hidup dan

    berkembang biak ditubuh inang khususnya pada bagian kulit dan menyerang

    hampir semua jenis hewan peliharaan khususnya mamalia (seperti marmut,

    anjing, kucing, kelinci, kambing), tidak hanya hewan peliharaan saja yang

    menjadi inang tungau tersebut melainkan manusia juga rentan.

    Marmut menjadi salah satu hewan peliharaan yang menjadi inang untuk

    tungau Sarcoptes scabiei. Marmut merupakan salah satu hewan pengerat

    yang banyak digemari oleh para peternak untuk dipelihara atau untuk dijual

    karena harganya yang ekonomis. Selain untuk hewan peliharaan marmut ini

    juga biasa digunakan sebagai hewan percobaan. Pemanfaatan marmut

    sebagai hewan yang digunakan untuk penelitian mengacu pada publikasi

    Armed Formed Institute of Pathology yaitu tentang penggunaan marmut

    sebagai hewan percobaan untuk menggantikan model manusia yang berupa

    penyakit manusia, biokimia, fisiologis dan farmakologis (Noonan, 1994).

  • 2

    Wulandari (2017) mengungkapkan bahwa marmut merupakan salah satu

    hewan yang memiliki ketahanan tubuh yang baik hal ini dapat terjadi

    dikarenakan marmut lebih jarang sakit dibandingkan dengan kelinci. Tetapi

    marmut juga dapat sakit jika kondisi kandang yang kurang bersih, kebersihan

    tubuh marmut yang kurang terawat serta penyebaran penyakit melalui kontak

    langsung antar sesama marmut bahkan penularan dapat terjadi pada manusia

    yang berkontak langsung dengan hewan yang terinfeksi skabies.

    Taman kelinci merupakan salah satu tempat wisata yang berada di daerah

    Kemiling, Bandar lampung. Marmut menjadi salah satu jenis hewan yang

    dikembang biakkan dilokasi tersebut. Marmut dibebaskan berkeliaran diarea

    taman kelinci dan pengunjung dapat menyentuh serta memberi makan marmut

    tersebut. Sangat disayangkan beberapa marmut yang berkeliaran berada dalam

    kondisi terjangkit penyakit skabies. Marmut tersebut dibiarkan berkeliaran

    ditaman begitu saja, menurut Mading dan Ira (2015) skabies dapat menular

    dari manusia ke manusia, manusia ke hewan bahkan dari hewan ke manusia

    (zoonosis). Penularan penyakit skabies dapat melalui kontak langsung

    maupun tidak langsung. Penularan skabies dari hewan ke manusia sangat

    mungkin terjadi, tidak hanya yang berada di taman kelinci saja tetapi banyak

    juga peternak marmut yang kurang peduli dengan kesehatan dan kondisi

    lingkungan marmut tersebut .

    Infeksi dari penyakit kulit skabies ini kurang mendapatkan penanganan yang

    segera karena bersifat infeksi primer, yang berarti tanda gejala yang muncul

    dari adanya skabies ini tidak membahayakan jiwa tetapi apabila dibiarkan dan

    tidak mendapat penanganan yang benar maka akan menimbukan infeksi

  • 3

    sekunder yang sulit untuk disembuhkan dan kulit yang terinfeksi skabies ini

    akan menyebar keseluruh tubuh ( Golant AK, Levitt JO.2012).

    Obat yang sering dijual dipasaran untuk skabies dapat berupa pil, sabun, spray

    dan salep. Pengobatan yang sering digunakan dan banyak dijual dipasaran

    yaitu dari bahan dasar kimia seperti sulfadex dan permetrin. Menurut Wandel

    dan Rampalo dalam jurnal Mading dan Ira (2015) permetrin merupakan salah

    satu jenis obat skabies yang memiliki persentase kesembuhan yang tinggi

    sebanyak 98%. Akan tetapi permetrin juga memiliki efek samping berupa rasa

    gatal dan sensasi menyengat pada saat penggunaannya (Currie dan McCarthy,

    2010). Maka dari itu peneliti memanfaatkan obat tradisional yang berasal dari

    tumbuhan seperti kemangi.

    Kemangi merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki aroma yang khas.

    Masyarakat mengenal kemangi sebagai tumbuhan lalapan atau penghias

    makanan, kemangi berkembang biak melalui biji benih yang dihasilkan oleh

    bunga dan batang. Kandungan yang terdapat didalam daun kemangi antara

    lain minyak atsiri yang memiliki bahan aktif berupa eugenol dan sineol yang

    mempunyai potensi sebagai larvasida dan juga hormon juvenil yang mampu

    menghambat perkembangan larva nyamuk penyebab penyakit malaria

    ( Fatimah,1997). Selain menghambat perkembangan larva nyamuk penyebab

    penyakit malaria, daun kemangi juga dapat digunakan sebagai pembasmi lalat

    buah, kutu daun, laba-laba merah, dan tungau (Simon et al, 1990;

    Panhwar,2005). Mekanisme kandungan minyak atsiri kemangi apabila racun

    kontak minyak atsiri meresap ke dalam tubuh binatang yang terdapat tungau

    maka tungau akan mati bila tersentuh kulit luarnya. Racun kontak akan masuk

  • 4

    dalam tubuh tungau melalui kutikula sehingga apabila insektisida kontak

    langsung pada kulit maka sedikit demi sedikit molekul insektisida akan masuk

    ke dalam tubuh tungau. Daun kemangi juga memiliki potensi sebagai anti

    mikroba, anti inflamasi, anti oksidan dan analgesik (Moghaddam et al, 2011).

    Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang maka dilakukan penelitian

    mengenai pemberian ekstrak daun kemangi terhadap marmut yang terinfeksi

    Sarcoptes scabiei dengan membandingkan sediaan salep dengan spray.

    B. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk:

    1. Mengetahui potensi ekstrak daun kemangi sebagai skabisida.

    2. Mengetahui sediaan ekstrak daun kemangi yang lebih efektif antara salep

    dan spray.

    C. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

    tentang uji ekstrak daun kemangi jenis sediaan salep dan spray terhadap

    penyakit skabies.

    D. Kerangka Pemikiran

    Skabies merupakan salah satu jenis penyakit kulit yang banyak diderita oleh

    hewan dan bersifat menular. Penyakit kulit ini disebabkan oleh sekelompok

    tungau dari spesies Sarcoptes scabiei. S. scabiei hidup dan berkembang biak

  • 5

    ditubuh inang khususnya pada bagian kulit dan menyerang hampir semua jenis

    hewan peliharaan khususnya mamalia salah satunya adalah marmut. Marmut

    merupakan salah satu hewan yang memiliki ketahanan tubuh yang baik hal

    ini dapat terjadi dikarenakan marmut lebih jarang sakit.. Tetapi marmut juga

    dapat sakit jika kondisi kandang yang kurang bersih, kebersihan tubuh

    marmut yang kurang terawat serta penyebaran penyakit melalui kontak

    langsung antar sesama marmut bahkan penularan dapat terjadi pada manusia

    yang berkontak langsung dengan hewan yang terinfeksi skabies. Pengobatan

    yang dijual dipasaran sebagian besar berbahan kimia yang memiliki efek

    samping. Obat herbal yang dapat digunakan sebagai obat skabies salah

    satunya adalah kemangi. Tumbuhan kemangi memiliki aroma yang khas. Pada

    penelitian ini menggunakan metode eksperimental yaitu dengan cara

    pemberian perlakuan berupa kontrol + menggunakan obat skabies yang dijual

    di pasaran dengan cara menyemprotkan pada sampel keropeng secara merata ,

    kontrol - berupa NaCMC 5% dengan cara menyemprotkan pada sampel

    keropeng secara merata, sedangkan sediaan dalam bentuk salep diberikan

    dengan cara mengoleskan pada sampel keropeng secara merata dan spray

    dengan cara menyemprotkan pada sampel keropeng secara merata. Dari

    keempat perlakuan tersebut diduga yang paling efektif sebagai skabisida

    adalah sediaan dalam bentuk salep ekstrak daun kemangi.

    E. Hipotesis

    Adapun hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah pemberian sediaan

    dalam bentuk salep ekstrak daun kemangi lebih efektif memperkecil lebar

  • 6

    keropeng yang diakibatkan oleh tungau S. Scabiei dibandingkan dengan

    pemberian sediaan dalam bentuk Spray ekstrak daun kemangi, kontrol +, dan

    kontrol -.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Marmut (Cavia porcellus)

    Marmut merupakan salah satu hewan pengerat yang banyak digemari oleh

    para peternak untuk dipelihara atau untuk dijual karena harganya yang

    ekonomis. Selain untuk hewan peliharaan marmut ini juga biasa digunakan

    sebagai hewan percobaan. Pemanfaatan marmut sebagai hewan yang

    digunakan untuk penelitian mengacu pada publikasi Armed Formed Institute

    of Pathology tentang penggunaan marmut sebagai hewan percobaan untuk

    menggantikan model manusia yang berupa penyakit manusia dan

    farmakologis (Noonan, 1994).

    Menurut Schober (1999), klasifikasi ilmiah dari marmut sebagai berikut.

    Kingdom : Animalia

    Filum : Chordata

    Class : Mamalia

    Ordo : Rodentia

    Famili : Cavidae

    Genus : Cavia

    Spesies : Cavia porcellus

  • 8

    B. Morfologi Marmut (Cavia porcellus)

    Marmut memiliki tubuh yang relatif pendek dan kuat, serta kaki dan telinga

    yang pendek juga. Habitat marmut di alam biasanya berada di lubang-lubang

    dalam tanah atau di dalam sarang diantara rumput rumput yang tinggi.

    Marmut hidup dengan cara berkelompok baik kelompok yang kecil sampai

    terkadang membentuk kelompok yang besar. Pada sebagian marmut yang

    memiliki badan gemuk, sangat mudah untuk menyimpan panas dengan baik

    pada suhu yang rendah daripada suhu tinggi (Hadikastowo,1984).

    Tubuh marmut dapat dibedakan berdasarkan kepala, cervix, truncus dan

    cauda yang rudimen. Kepala yang terdiri atas rima oris yang dibatasi oleh

    labium superior dan inferior yang terdapat celah pada bagian tengahnya yaitu

    berupa vibrisae ( rambut rambut peraba). Trancus dibagi menjadi beberapa

    daerah yaitu torax, abdomen, dorsu, glutea dan pirenium ( daerah sempit yang

    memisahkan antra lubang anus dengan urogenitalis) (Jasin,1989).

    C. Penyakit Skabies

    1. Definisi

    Skabies merupakan salah satu jenis penyakit kulit yang sering ditemukan

    pada hewan ternak khususnya mamalia berdarah panas di Indonesia dan

    cukup sulit untuk disembuhkan (Manurung et al, 1990).

    Menurut Coville dan Joanna(2000), penyakit skabies memiliki nama lain

    yaitu mange, itch, scab, dan juga acariasis. Sedangkan dinegara Indonesia

  • 9

    itu sendiri skabies lebih dikenal dengan istilah gudikan. Penyakit ini

    merupakan salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh sekelompok

    tungau. Menurut Mading dan Ira (2015) skabies dapat menular dari

    manusia ke manusia, manusia ke hewan bahkan dari hewan ke manusia

    (zoonosis). Penularan penyakit skabies dapat melalui kontak langsung

    maupun tidak langsung. Penyakit skabies ini dapat menginfeksi vektor

    karena adanya infeksi dari jenis tungau Sarcoptes scabiei.

    2. Etiologi

    Menurut Aristoteles Sarcoptes scabiei berasal dari perpaduan 2 bahasa

    yaitu yunani dan latin yang dibagi menjadi tiga kata, "sarx" yang

    berarti daging dan "koptein" yang berarti memotong, dan bahasa Latin

    "scabere" yang berarti menggaruk (Hengge et al,2006). Penyakit

    skabies dapat menginfeksi hampir semua jenis populasi hewan

    terutama mamalia. Ragam tungau penyebab skabies ini pada

    umumnya pada beberapa jenis hewan memiliki morfologi sama, yang

    menjadi perbedaannya adalah adaptasi tungau terhadap lingkungan

    induk semangnya (Flynn ,2002).

    Siregar (2007) mengungkapkan bahwa Terdapat tiga famili dari jenis

    tungau yang sering menyerang hewan dan menyebabkan penyakit

    kudis, yaitu famili Sarcoptidae, Prosoptidae dan Demodicidae.

  • 10

    1. Morfologi Sarcoptes scabiei

    Jika dilihat pada (Gambar 1) secara morfologi S. scabiei memiliki

    tubuh yang berukuran kecil, badannya berbentuk oval, punggung

    cembung, bagian perut yang rata, memiliki warna tubuh putih,

    tembus terhadap cahaya , dan tidak memiliki mata.

    (a) (b)

    Gambar 1: S. scabiei dewasa dan telur, (a) Perbesaran 10X, (b) Perbesaran 100X

    (Data pribadi, 2019)

    Tungau betina mampu membuat terowongan di dalam epidermis.

    Fungsi dari terowongan ini selain untuk bertahan hidup juga untuk

    meletakkan telur-telurnya. Tungau jantan dan betina melakukan

    perkawinan di permukaan kulit dan perkawinan ini hanya terjadi

    sekali selama tungau betina hidup. Telur tungau memiliki ukuran

    yang besar yaitu setengah dari panjang tubuh betina . S.scabiei

    memiliki kaki berjumlah delapan yang melekat pada bagian depan

    permukaan cephalothorax. (Chouela et al,2002)

    Untuk bagian mulutnya sendiri terdiri atas Chelicorn yang bergigi,

    Pedipalp berbentuk kerucut yang bersegmen tiga dan Palb bibir

  • 11

    yang menjadi satu dengan Hipostoma. Terletak pada terminal dari

    tubuh dan untuk jenis tungau jantan tidak memiliki alat penghisap

    yang berfungsi sebagai alat kawin atau Adanal sucker. Bentuk dari

    alat genital tungau betina yaitu berupa celah yang terletak pada

    bagian ventral sedangkan alat genital jantan berbentuk huruf ‘Y’ dan

    terletak di antara pasangan kaki empat (Belding, 2001).

    2. Perkembangan atau siklus hidup S.scabiei

    S. scabiei mempunyai siklus hidup (Gambar 2) yaitu dimulai dari

    telur, larva, nimfa kemudian menjadi jantan dewasa dan betina

    dewasa muda dan matang kelamin (Williams et al, 2000).

    Perkembangan atau siklus hidup dari parasit S.scabiei ini seperti

    terlihat pada gambar berikut.

    Gambar 2. Siklus Hidup S.scabiei (Anonimus, 2001)

    Parasit jenis tungau S. scabiei ini setelah memasuki tahap

    kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit vektor, hanya

    betina saja yang dapat hidup , sedangkan untuk jantan akan mati,

  • 12

    tetapi ada beberapa pejantan yang masih dapat hidup dalam

    terowongan yang digali oleh yang betina. Setelah tungau betina

    dibuahi oleh pejantan, tungau btina akan menggali terowongan

    dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari

    dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai

    mencapai jumlah 40 atau 50. Induk betina yang telah dibuahi

    mampu bertahan hidup selama sebulan lamanya. Telur akan

    menetas dalam waktu 3-5 hari, dan kemudian menjadi larva yang

    mempunyai 3 pasang kaki. Larva yang telah menetas dapat

    tinggal dalam terowongan tetapi dapat keluar dari terowongan.

    Dan akan menjadi nimfa setelah 2 -3 hari yang mempunyai 2

    bentuk, jantan dan betina.. Seluruh siklus hidupnya mulai dari

    telur sampai dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari

    (Wahyuti, 2009).

    Dan jika dibiarkan terus menerus tanpa adanya pengobatan pada

    hewan terinfeksi dapat menyebabkan kekurus atau kurang gizi

    dan akan mengakibatkan kematian (Colville dan Joanna,2002).

    3. Patogenesis

    Cara S. scabiei menginfeksi vektornya adalah dengan cara menembus

    kulit, menghisap cairan limfe maupun memakan sel-sel epidermis

    vektor. Respon yang dihasilkan akibat terinfeksi skabies ini akan

    menimbulkan rasa gatal yang luar biasa sehingga marmut atau hewan

  • 13

    yang terserang penyakit kulit ini sering menggosokkan badannya ke

    dinding atau banyak rambut yang rontok akibat dari skabies. Akibat

    yang ditimbulkan oleh penyakit skabies adalah eksudat akan merembes

    keluar kulit kemudian mengering membentuk sisik atau keropeng di

    permukaan kulit. Sisik ini jika dibiarkan terus menerus akan menebal

    dan selanjutnya terjadi keratinasi serta proliferasi jaringan ikat. Daerah

    kulit sekitar yang terinfeksi tungau menjadi berkerut dan tidak rata.

    Penyakit ini dapat meningkat terutama pada musim penghujan

    (Subronto, 2008).

    4. Gejala Klinis

    Kettle ( 2004), mengungkapkan bahwa skabies merupakan salah satu

    penyakit kulit menular yang sering ditemukan. Gejala yang terlihat

    adalah ditandai dengan radang pada kulit yang disertai keropeng dan

    bulu rontok pada daerah yang terserang penyakit. Semua hewan ternak

    dapat terserang penyakit ini pada seluruh tubuh, namun letak infeksi

    skabies pada tiap-tiap hewan berbeda-beda contohnya pada kerbau di

    punggung, paha, leher, muka, daun telinga. Pada kelinci dan marmut

    daerah yang biasaya terinfeksi adalah di sekitar mata, hidung, jari kaki

    kemudian meluas ke seluruh tubuh. Pada beberapa hewan

    menyebabkan kerusakan pada kulit terutama di daerah muka dan

    telinga. Dalam kondisi kulit yang parah dapat menyebabkan seluruh

    bagian tubuh terserang.

  • 14

    Pada kasus ini jika sudah parah dapat terlihat gejala klinis yang lain

    yaitu hewan akan menggesek-gesekkan daerah yang gatal ke tiang

    kandang atau pohon-pohon, menggaruk-garuk atau mencakar dan

    menggigit kulitnya secara terus-menerus. Selain itu hewan yang

    terinfeksi menjadi kurus jika tidak segera diobati sehingga akan

    mengakibatkan kematian (Colville dan Joanna,2002).

    D. Klasifikasi Kemangi ( Ocimum sanctum L.)

    Tanaman kemangi dalam ilmu tumbuhan termasuk dalam sistematika adapun

    susunan toksa dalam klasifikasi sebagai berikut:

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Sub-divisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledonae

    Sub Kelas : Asteridae

    Ordo : Tubiflorae

    Famili : Labiate (Lamiaceae)

    Genus : Ocimum L.

    Spesies : Ocimum sanctum L.

    Tumbuhan kemangi ini memiliki susunan daun yang tersusuk kedalam bentuk

    pasangan yang bertentangan dan tersusun dari arah atas dan bawah

    (Hanidhar, 2007).

    Memiliki tangkai daun berwarna hijau dan panjang sekitar 0,5 – 2 cm, helian

    daun berbentuk bulat telur, dengan bentuk ujung daun meruncing, tampak

  • 15

    menggelombang, selain itu pada daun terdapat 3 – 6 tulang. Tepi daun sedikit

    berigi, dan terdapat bintik – bintik serupa kelenjar. Daun pelindung berbentuk

    bulat telur, dengan panjang sekitar 0,5 – 1 cm.

    E. Kandungan Minyak Atsiri Pada Daun kemangi ( Ocimum sanctum L.)

    Pengujian farmakologi secara ilmiah membuktikan bahwa beberapa obat

    tradisional, diantaranya telah dilakukan pengujian terhadap aktivitas

    antibakteri, antifungi, larvasida, antiulcer, dan antiseptik. Kebanyakan

    senyawa bioaktif (senyawa yang bertanggung jawab untuk menghasilkan

    dampak) merupakan senyawa penyusun minyak atsiri yang terkandung dalam

    tanaman. (Savitri, 2008).

    Daun kemangi mengandung minyak atsiri yang memiliki bahan aktif eugenol

    dan sineol memiliki potensi sebagai skabisida, sedangkan untuk hormon

    juvenil dapat menghambat perkembangan larva nyamuk (Anopheles aconitus)

    (Octavia, Andriani, Qirom, &Azwar, 2008). senyawa bioaktif yang diduga

    berfungsi sebagai larvasida dari kemangi ini adalah eugenol dan methyl

    clavical (Iffah, Gunandini, & Kardinan, 2008).

    F. Mekanisme Ekstrak Daun Kemangi Terhadap Tungau

    Ekstrak daun kemangi memiliki fungsi alami sebagai larvasida , yaitu sebagai

    racun kontak melalui permukaan tubuh larva hal ini disebabkan kandungan

    senyawa minyak atsiri aktif berupa fenol atau eugeol mudah terserap melalui

    kulit (Wilbraham & Matta, 1992).

  • 16

    Apabila racun kontak meresap ke dalam tubuh binatang yang terdapat tungau

    maka tungau akan mati. Cara kerja dari racun kontak ini adalah racun kontak

    akan masuk ke dalam tubuh larva melalui kutikula sehingga apabila

    insektisida kontak langsung terkena kulit maka sedikit demi sedikit molekul

    insektisida akan masuk ke dalam tubuh larva. Seiring bertambahnya waktu

    maka insektisida yang masuk ke tubuh dapat menyebabkan kematian

    (Wudianto, 1998). Prinsip kerja senyawa fenol dapat menyebabkan cacat

    bakar dan amat beracun (Wilbraham & Matta, 1992).

    Senyawa aktif lainnya yaitu ethyl clavical yang termasuk kedalam kelompok

    ether. Senyawa methyl clavical juga memiliki efek anastetikum. Seperti

    halnya contoh kelompok ether yang lain, diperkirakan methyl clavical bekerja

    dengan cara mengganggu kerja susunan syaraf tungau. Semakin tinggi ekstrak

    kemangi yang digunakan maka semakin tinggi zat bioaktif didalam kemangi

    yang bekerja mempengaruhi proses rontoknya kutikula dari tungau

    (Wilbraham & Matta, 1992);(Iffah, Gunandini, & Kardinan, 2008).

    Menurut Isman (2000), Dubey et al. (2008); Koul et al. (2008); dan Dubey et

    al. (2010), aktivitas minyak atsiri terhadap serangga memiliki beberapa sifat

    seperti menghambat peletakan telur (ovipotion deterrent), menolak (repellent),

    menarik (attractant), racun kontak (toxic), mengurangi nafsu makan

    (antifeedant), racun pernafasan (fumigant), menghambat peletakan telur

    (ovipotion deterrent), menghambat pertumbuhan, serta sebagai anti serangga

    vektor (Hartati, 2012).

  • III. METODE PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2019 di

    Kandang Percobaan Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Lampung, sebagai

    tempat pemeliharaan marmut, pemberian perlakuan, pengukuran lebar

    keropeng serta perhitungan jumlah keropeng. Pengamatan keropeng

    dilakukan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas

    Lampung. Pembuatan ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) berupa Spray

    dan salep dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi, FMIPA,

    Universitas Lampung.

    B. Alat dan Bahan

    1. Alat

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini pada pembuatan ekstrak kemangi

    dalam bentuk spray dan salep adalah penggiling dan ayakan, pengaduk, labu

    ukur, rotary evaporator digunakan untuk mengekstraksi tumbuhan, neraca

    analitik, kertas saring, oven digunakan untuk mengeringkan daun kemangi,

  • 18

    penggaris, pipet tetes, pipet volumetri, corong, mortar,cawan uap,botol

    spray, pot salep untuk menaruh salep, sedangkan alat yang dibutuhkan

    untuk perlakuan dan pengamatan sampel adalah sarung tangan latex

    digunakan untuk melindungi tangan dari infeksi tungau, masker, neraca

    analitik, cawan petri, pipet tetes , gelas objek, kaca penutup, mikroskop,

    Blade, kamera, kandang marmut yang terbuat dari plastik berukuran 50 x

    30cm, tempat makan dan minum marmut.

    2. Bahan

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Marmut yang terinfeksi

    skabies dan berumur 3-4 bulan yang diperoleh dari Petenakan Berkah Mulia

    Bandar lampung, pakan marmut berupa pellet atau sayur, KOH 10%, daun

    kemangi, etanol 96% digunakan sebagai pelarut pada proses maserasi, dan

    aquadest. NaCMC sebagai kontrol -, Obat skabies sebagai Kontrol +. daun

    kemangi, Vaseline albumin digunakan sebagai dasar salep, dan Cera flava

    digunakan sebagai dasar salep.

    C. Metode

    Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental

    dengan menggunakan rancangan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL).

    Untuk menentukan banyaknya ulangan peneliti menggunakan rumus

    Federer (Maryanto dan Fatimah, 2004). Rumus Federer sebagai berikut.

  • 19

    Keterangan :

    n : Besar sampel tiap kelompok

    t : Banyaknya kelompok

    (n - 1) ( t - 1) ≥ 15

    (n - 1) (4 – 1) ≥ 15

    (n – 1) 3 ≥ 15

    3n ≥ 15 + 3

    n ≥ 18/3

    n ≥ 6

    Berdasarkan hasil yang didapatkan pada perhitungan menggunakan rumus

    tersebut, menggunakan 4 klompok perlakuan dengan masing-masing

    kelompok terdiri dari 6 kali pengulangan yang dilakukan selama 9 hari

    dengan perlakuan seperti berikut:

    Tabel 1. Kelompok Perlakuan

    Kelompok Keterangan Jumlah

    Kontrol Negatif Marmut beri NaCMC 5% dengan cara

    disemprot secara merata pada bagian

    keropeng

    6

    Kontrol Positif Marmut diberi Sulfadex dengan cara

    disemprot secara merata pada bagian

    keropeng

    6

    P1 Marmut diberi salep ekstrak daun kemangi

    dengan cara dioleskan pada bagian

    keropeng

    6

    P2 Marmut diberi Spray ekstrak daun kemangi

    dengan cara disemprotkan pada bagian

    keropeng

    6

    (n-1) (t-1) ≥ 15

  • 20

    D. Diagram Alir Penelitian

    Gambar 3. Diagram Alir Penelitian

    Mulai

    Persiapan Penelitian:

    a. Persiapan Hewan Uji

    b. Persiapan Bahan

    c. Persiapan Alat

    Pengujian keropeng secara mikroskopis

    Analisis data dan uji hipotesis

    Pengukuran lebar keropeng

    Perlakuan dengan pemberian salep

    ekstrak daun kemangi, spray ekstrak

    daun kemangi,NaCMC, dan obat

    skabies

    Selesai

  • 21

    E. Prosedur Penelitian

    1. Persiapan Kandang dan Hewan

    Sebelum dilaksanakannya penelitian, disiapkan kandang untuk hewan uji

    berukuran 50 x 30 cm. Hewan yang akan digunakan pada penelitian ini

    mengggunakan marmut yang memiliki umur sekitar 3-4 bulan. Dengan

    ketentuan dilakukannya pemeriksaan laboratorium secara mikroskopis yang

    membuktikan bahwa marmut positif terinfeksi skabies.

    2. Pembuatan Simplisia Daun Kemangi

    1. Kemangi yang ada dipisahkan antara daun dan batangnya. Pada

    penelitian ini bagian yang digunakan hanyalah daun kemangi.

    2. Daun kemangi dibersihkan dengan air mengalir dan dipotong hingga

    berukuran kecil.

    3. Daun kemangi kemudian dikering anginkan di dalam ruangan selama 1

    kali 24 jam.

    4. Daun yang sudah kering kemudian di haluskan menggunakan blender

    kering setelah itu diayak untuk mendapatkan serbuk simplisia.

    3.Pembuatan Spray Ekstrak Daun Kemangi

    1. Dimasukkan 200 gram simplisia daun kemangi dengan 2000 ml etanol

    96% kedalam wadah tertutup, diaduk hingga homogen.

    2. Kemudian didiamkan selama 1 kali 24 jam

    3. Kemudian cairan disaring menggunakan kain saring hingga hasil yang

    diperoleh terbebas dari simplisia.

  • 22

    4. Hasil saringan dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator suhu

    50°C, kecepatan 60 rpm dan tekanan 120 mBar.

    5. Ekstrak kemangi yang sudah pekat dimasukkan kedalam botol spray.

    4. Pembuatan Salep Ekstrak Daun Kemangi

    1. Pembuatan pasta ekstrak daun kemangi

    a. Dimasukkan 250 gram simplisia daun kemangi dengan 3000 ml

    etanol 96% kedalam wadah tertutup, diaduk hingga homogen.

    b. Kemudian didiamkan selama 3 kali 24 jam

    c. Kemudian cairan disaring menggunakan kain saring hingga hasil

    yang diperoleh terbebas dari simplisia.

    d. Simplisia yang telah disaring kemudian direndam kembali

    menggunakan etanol 96% sebanyak 3000 ml

    e. Kemudian didiamkan selama 2 kali 24 jam

    f. Kemudian cairan disaring kembali menggunakan kain saring hingga

    hasil yang diperoleh terbebas dari simplisia.

    g. Hasil saringan pertama dan kedua dipekatkan menggunakan alat

    rotary evaporator suhu 50°C, kecepatan 60 rpm dan tekanan 120

    mBar.

    h. Kemudian cairan ekstrak daun kemangi yang pekat diletakkan

    dicawan uap lalu dimasukkan didalam oven pada suhu 30 0C.

    i. Didiamkan selama 3 kali 24 jam hingga etanol menguap dan ekstrak

    menjadi pasta.

  • 23

    2. Penyiapan bahan salep

    a. Pasta ekstrak daun kemangi, Vaseline album, dan Cera flava

    ditimbang sesuai dengan takaran pada neraca analitik.

    3. Basis salep

    Basis yang akan digunakan yaitu campuran antara vaselin album 45%

    dengan cera flava 5%. Sebelum dibuat basis salep, mortar dan alu

    dipanaskan terlebih dahulu di dalam oven dengan suhu 500C hingga

    panas, kemudian mortar dan alu yang telah panas dikeluarkan dari oven,

    dilanjutkan dengan memasukkan vaselin album dan cera flava

    selanjutnya diaduk dengan kecepatan konstan hingga homogen dengan

    membentuk basis salep.

    4. Salep ekstrak daun kemangi

    Basis salep yang telah dibuat, ditambahkan dengan pasta ekstrak daun

    kemangi dan diaduk hingga homogen dengan menggunakan mortar dan

    alu yang panas.

    Formula salep yang digunakan dibuat dengan mengacu pada formula

    yang dilakukan oleh Stiani, et al. (2015) dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 2. Formula sediaan salep daun kemangi (Stiani et al , 2015)

    BAHAN Persentase

    ekstrak

    kemangi

    50%

    Vaseline

    album

    45%

    Cera flava 5%

  • 24

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Stiani, et al (2015) hasil

    uji organogenesis yang didapat pada formula salep adalah warna hitam,

    memiliki bau khas ekstrak daun kemangi,serta homogenitas bersifat

    homogen. Sedangkan uji daya sebar bersifat sangat kuat.

    5. Pemberian Perlakuan

    Pemberian perlakuan dilakukan dengan cara membagi keropeng pada

    marmut kedalam 4 kelompok perlakuan yang masing masing kelompok

    terdiri atas 6 keropeng. Kelompok kontrol negatif diberi perlakuan

    pemberian NaCMC, kelompok kontrol positif diberi perlakuan dengan

    pemberian obat skabies, kelompok perlakuan diberikan ekstrak daun

    kemangi dalam bentuk salep dan spray. Pemberian perlakuan ini dilakukan

    dengan cara penyemprotan dan pengolesan pada keropeng yang terinfeksi

    skabies sebanyak 1 kali sehari selama 9 hari.

    F. Analisis Data

    Analisis data yang digunakan adalah (One Way) ANOVA dengan indeks

    kepercayaan 95%. dan apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan Fisher

    LSD (Least Significant Different) pada taraf nyata 5%, untuk mengetahui

    pemberian perlakuan yang paling efektif antara perlakuan ( salep,spray,

    kontrol +, dan kontrol -) terhadap angka kesembuhan keropeng yang

    diakibatkan oleh tungau Sarcoptes scabiei.

  • 25

    G. Pengamatan

    Pengamatan pada keropeng dilakukan setiap hari selama 9 hari pemberian

    perlakuan. Pengamatan dilakukan dengan cara mengukur lebar keropeng.

    Tanda-tanda kesembuhan dapat dilihat dari mengecilnya lebar keropeng.

    Pengukuran lebar keropeng menggunakan jangka sorong.

  • V. SIMPULAN DAN SARAN

    A. SIMPULAN

    1. Ekstrak daun kemangi berpotensi sebagai skabisida

    2. Sediaan dalam bentuk salep lebih efektif dibandingkan dengan spray

    dalam menyembukan penyakit skabies pada marmut.

    B. SARAN

    Disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk dapat meneliti dosis dan

    konsentrasi yang sesuai juga mengamati parameter lainnya, seperti

    perhitungan jumlah tungau Sarcoptes scabiei banyaknya rambut yang

    tumbuh.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anonimus.2001. Skabies: Manual Penyakit Hewan Mamalia, hal. 52-57.

    Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan.

    Jakarta

    Belding, D. L. 2001. Textbook of Clinical Parasitology. New York. Appleton

    Century Croft.

    Chouela, E., A. Abeldaño, G. Pellerano, and M. I. Hernández, 2002. Diagnosis

    and treatment of scabies: a practical guide., Am. J. Clin. Dermatol., vol. 3,

    no. 1, pp. 9–18.

    Colville, T and M.B. Joanna. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for

    Veterinary Technicians. Mosby Elsevier. St. Louis Missouri.

    Currie B.J. dan McCarthy J.S., 2010. Permethrin and Ivermectin for Scabies. The

    New England Journal of Medicine, 362: 717 -725.

    Dubey, N. K. , B. Srivastava, and A. Kumar. 2008. Current status of plant

    products as botanical pesticides in storage pest management. J. of

    Biopesticides 1 (2): 182-186.

    Dubey, N. K., R. Shukla, A. Kumar, P. Singh, and B. Prakash. 2010. Prospects of

    botanical pesticides in sustainable agriculure. Current Science 4 (25): 479-

    480.

    Fardiaz, Srikandi, R.Dewanti, S.Budijanto. 1987. Risalah Seminar ; Bahan

    Tambahan Kimiawi (FoodAdditive). Institut Pertanian Bogor, Bogor

  • 39

    Fatimah S. 1997. Studi Laboratorium Uji Kepekaan Larva Anopheles aconitus

    terhadap Ekstrak Ocimum basilicum. UNDIP. Semarang.Skripsi.

    Flynn, R. J. 2002. Parasites of Laboratory Animal. Ames Lowa. The Lowa State

    University Press.

    Golant AK, dan Levitt JO. (2012). Scabies: a review of diagnosis and

    management based on mite biology. Pediatric Rev.2012;33;e1-e12

    Hadikastowo,, 1984. Anatomi Komparativa. Bandung: Alumni

    Hanidhar, I.D. 2007. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kemangi (Ocimmum

    basilicum forma citratum) Terhadap Perkembangan Larva Lalat Rumah

    (Musca domestica).Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

    Bogor. Skripsi

    Hartati, S. Y. 2012. Prospek Pengembangan Minyak Atsiri sebagai Pestisida

    Nabati. Perspektif, 11(1), 45-58.

    Hanidhar, Dattu I, 2007, Pengaruh Pemberian Ekstrak Kemangi (Ocimmum

    Basilicum Forma Citratum) Terhadap Perkembangan Larva Lalat Rumah

    (Musca domestica). Bogor.Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

    Bogor.

    Hengge,U. R. B. J. Currie, G. Jäger, O. Lupi, dan R. A.Schwartz. 2006. Scabies:

    a ubiquitous neglected skin disease. Lancet Infect. Dis. vol. 6, no. 12, pp.

    769–779.

    Iffah, D., Gunandini, D. J., & Kardinan, A. 2008. Pengaruh Ekstrak Kemangi

    (Ocimum basilicum forma citratum) terhadap Perkembangan Lalat Rumah

    (Musca domestica) (L.). Jurnal Entomologi, 5(1), 36-44.

    Isman, M.B. 2000.Plant essential oils for pest and disease management. Crop

    Protect 19:603–608

    Jasin, M. 1989. Biologi Umum. Surabaya.Bina Aksara Utama.

  • 40

    Kettle, D. S. 2004. Medical and Veterinary Entomology. London- Sidney.Croom

    Helm.

    Koul, O., S. Walia, and G. S. Dhaliwal. 2008. Essential oils as green pesticides:

    Potential and constrains. Biopesticides. Int. 4 (1): 63-84

    Mading,M., dan I. Indriaty P.B.S.2015. Kajian Aspek Epidemiologi skabies pada

    manusia. Jurnal Penyakit Bersumber Binatang Vol. 2 No.2.

    Manurung, J. 1990. Prevalensi kutu, pinjal dan tungau pada kambing dan domba

    di 4 Kabupaten di Jawa Timur. Seminar Parasitologi Nasional VI dan

    Kongres Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Parasit (P4I) V. Pandaan,

    Jawa Timur 23-25 Juni 1990.

    Maryanto, Fatimah. 2004. Pengaruh pemberian jambu biji (Psidium guajava L.)

    pada lipidemia serum tikus (Sprague-Dawley) hiperkolesterolemia. Media

    Medika Indonesia 39: 105-111.

    Moghaddam A, Syayegh J. Mikaili P. Syaraf. 2011. Antimicrobial activity of

    essential oil extract of Ociu basilicum in leaves on a variety of pathogenic

    bacteria Journal of Medicinal Plants Research 5(15):3454

    Naibaho O. Paulina V. Yamlean W. W.2013. Effect of ointment base on the

    formulation of ointment of basil leaf extract (Ocimum sanctum L) on rabbit

    skin bark made by Staphylococcus aureus Pharmaceutical Scientific

    Journal; 2 ( 2) 28.

    Noonan, D. 1994. The Guinea Pig (Cavia porcellus). Australia. ANZCCART

    News The Institude Of Medical And Veterinary Science. 7(3): 1-8

    Octavia, D., Andriani, S., Qirom, M., & Azwar, F. 2008. Keanekaragaman Jenis

    Tumbuhan Sebagai Pestisida Alami Di Savana Bekol Taman Nasional

    Baluran. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Vol.5 No.4.

    Panhwar, F., 2005. Genetically evolved of guava (Psidium gaajava) and its future

    in Pakistan. Virtual Lybrary Chemistry.

  • 41

    Risyani,R., 2017. Uji Aktivitas Ekstrak Daun Sirsak (Annona nuricata L.)Secara

    IN VIVO Terhadap Scabies Pada Kambing Kacang (Capra hircus). Fakultas

    Kedokteran. Progrram Studi Kedokteran Hewan. Universitas

    Hasanuddin.Skripsi.

    Savitri, E. S. 2008. Rahasia Tumbuhan Berkhasiat Obat Perspektif Islam.

    Malang: UIN-MALANG PRESS.

    Schober, M. 1999. Cavia Porcellus. http://animaldivrsity.ummz.umich.edu

    diakses tanggal 5 September 2019 pukul 19.30 WIB

    Siregar.2007. Creeping Eruption dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi

    Kelima. Penerbit Fakultas Kedokteran FKUI.

    Stiani,S.N.,R. Rumantir, S. Megawati. 2015. Formulasi Salep Ekstrak Etanol

    Daun kemangi (Ocimum Basilium L.)Sebagai Antifungi Dengan Variasi

    Tipe Basis Salep Dan Evaluasi Sifat Fisiknya. Jurnal Farmagazine, Vol 2

    No.1.

    Susanto,I. I.S. Ismid, P.K. Sjarifuddin, dan S. Sungkar. 2008. Parasitologi

    kedokteran edisi keempat. Fakultas kdokteran Universitas Indonesia.

    Jakarta.

    Subronto. 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-b (Mamalia). Gadjah Mada University.

    Press. Yogyakarta.

    Taylor,M.A.R.L., Coop and Wall, R.L. 2016. Veterinary Parasitology. 4th ed.

    Blackwell Publishing Ltd.Oxford.

    Wahyuti, R.N. 2009. Identifikasi Morfologi dan Protein Tungau Sarcopates

    scabies pada Kambing dan Kelinci. Penelit. Med. Eksakta, Vol. 8, No. 2,

    Agust 2009: 94-110.

    Wilbraham, A. dan M. S. Matta, 1992, “Pengantar Kimia Organik Dan Hayati”.

    ITB. Bandung.

    Williams, R. E., R. D. Hall, A. B. Broce, P. J. Scholl. 2000. Livestock

    Entomology. New York. Jhon Wiley & Son.

    http://animaldivrsity.ummz.umich.edu/

  • 42

    Wudianto, R. 1998. Membuat Setek, Cangkok, dan Okulasi. Penebar Swadaya.

    Jakarta. 79 hlm.

    Wulandari, M. 2017. Kajian Histopatologi Kulit Marmut (Cavia porcellus) yang

    Terinfeksi Skabies. Fakultas Sains Dan Teknologi, Biologi, Universitas

    Negeri Sunan Kalijaga .Yogyakarta. Skripsi.