ekstrak daun

71
SKRIPSI STUDI KOMPARASI KUALITAS KAIN KAPAS PADA PENCELUPAN EKSTRAK KULIT POHON MAHONI DENGAN MORDAN TAWAS DAN GARAM DIAZO Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Oleh : NAMA : Sulasminingsih NIM : 5401401063 PRODI : Pend. Tata Busana/S1 JURUSAN : Teknologi Jasa dan Produksi FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2006

Upload: zaenalmutrofin

Post on 02-Dec-2015

741 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: ekstrak daun

SKRIPSI

STUDI KOMPARASI KUALITAS KAIN KAPAS PADA

PENCELUPAN EKSTRAK KULIT POHON MAHONI

DENGAN MORDAN TAWAS DAN GARAM DIAZO

Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1 untuk mencapai gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh :

NAMA : Sulasminingsih

NIM : 5401401063

PRODI : Pend. Tata Busana/S1

JURUSAN : Teknologi Jasa dan Produksi

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2006

Page 2: ekstrak daun

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keanekaragaman sumber daya alam yang dianugerahkan oleh Tuhan

kepada manusia agar dapat dimanfaatkan oleh manusia sebaik-baiknya. Salah

satu bentuk kenikmantan yang diberikan adalah adanya bahan alam yang dapat

menghasilkan zat warna yang banyak digunakan untuk pewarna tekstil maupun

untuk kebutuhan makanan, minuman, kosmetik maupun lenan rumah tangga.

Kekayaan alam berupa zat warna banyak berasal dari tumbuh-tumbuhan,

binatang dan bahan-bahan mineral.

Dalan Siti K, 2004: 2(menurut Agustien Nyo. Endang Subandi) zat warna

dapat digolongkan menjadi dua yaitu zat warna alam dan zat warna sintetis. Zat

warna alam masih digunakan untuk mencelup bahan pakaian, bahan-bahan

kosmetik maupun makanan. Zat warna sintetis dikenal mulai abad 19 yang

ditemukan pada tahun 1856 oleh seorang ahli kimia William Henry Perkin,

beliau adalah seorang mahasiswa berkebangsaan Inggris yang menggunakan

bahan dasar dari batu bara yang disebut aniline.

Penemuan zat warna semakin meluas banyak bermunculan seperti zat

warna naftol, zat warna belerang, zat warna direk, zat warna bejana dan zat

warna reaktif. Penemuan-penemuan zat warna sintetis pada saat itu

mengakibatkan pewarnaan tekstil dilakukan dengan bahan sintetis.

Penggunaan zat warna sintetis untuk pencelupan mempunyai keuntungan

sebagai berikut: pilihan warna lebih berfariasi dan kompleks, ketahanan luntur

Page 3: ekstrak daun

3

tinggi karena disesuaikan dengan sifat cerah, hasil pewarnaan cerah dan indah,

proses mendapatkannya mudah, pengerjaan pewarnaan lebih singkat dan selalu

berhasil karena ada standar resep, memiliki standar warna, karena dapat diulang

pewarnaannya. Dibalik kemudahan dan keuntungan tersebut tersimpan beberapa

kelemahan yaitu zat warna sintetis pada umumnya dapat mencemari lingkungan.

Zat warna alam mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan

antara lain: bebas dari bahan kimia sehingga jauh dari pencemaran, tumbuhan

yang digunakan sebagai pewarna dapat diperoleh disekitar lingkungan sehingga

hemat biaya, dengan menggunakan zat warna alam secara tidak langsung ikut

melestarikan jenis tumbuhan tersebut. Kekurangan zat warna alam antara lain:

tidak mempunyai standar warna, tahan luntur rendah, proses untuk mendapatkan

sulit, proses pewarnaan rumit, koleksi warna terbatas.

Sisa proses pencelupan dengan zat warna sintetis yaitu berupa senyawa

kimia beracun yang sulit dihancurka. Genangan air yang berwarna banyak

menyerap oksigen dalam air sehingga membuat air berwarna hitam dan berbau.

Dicanangkannya industri yang bersahabat dengan lingkungan dan digalakkannya

pemanfaatan sumber daya alam, maka industri tekstil khususnya dalam hal

pewarnaan mencari alternatif lain dalam penggunaan zat warna, yakni

menggunakan zat warna alam dan bahan-bahan pembantu pencelupan yang

mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sebagai pengganti zat

warna dan bahan pembantu sintetis yang akhir-akhir ini harganya semakin

meningkat karena masih merupakan bahan impor

Page 4: ekstrak daun

4

Potensi bahan alam Indonesia yang berupa tumbuh-tumbuhan yang

beraneka ragam, misalnya pohon nangka, daun jati, sabut kelapa, daun teh,

pohon jambal, daun gambir, pohon secang, kunyit, soga, nila, mengkudu, dan

sebagainya dapat dikembangkan dan dimanfaatkan menjadi zat warna tekstil.

Warna dari tumbuh-tumbuhan tersebut dapat dibangkitkan dengan menggunakan

tawas, gula batu,tunjung, kapur tohor, cuka dan sebagainya. Tumbuhan lain yang

dapat digunakan sebagai alternatif dalam pewarna alam adalah kulit pohon

mahoni.

Penelitian ini memilih kulit pohon mahoni karena mahoni mudah tumbuh

di Indonesia, mudah didapat dan pemanfaatan kulit pohonnya yang belum

maksimal sehingga dengan diadakannya penelitian ini dapat menambah nilai

komersial pada kulit pohon mahoni itu sendiri. Pohon mahoni juga banyak

ditemukan ditempat peneliti tinggal. Tawas dan garam diazo dipilih sebagai

mordan dalam penelitian ini dikarenakan mudah didapat, harganya terjangkau

dan juga ramah lingkungan.

Penelitian ini menggunakan kain kapas atau kain katun karena kain

kapas mempunyai mutu yang baik untuk bahan sandang, untuk dipintal terdapat

sifat-sifat memegang oleh karena kekusutannya, kehalusannya dan panjang stapel

yang cukup, kekuatan ledut yang sedang, dapat melar dan dan permukaanya

mengandung lilin alam. Kain terasa empuk, baik sekali untuk isolasi panas sangat

higroskopis dan daya serapnya baik terhadap zat warna. Oleh karena keuntungan-

keuntungan ini dan harganya yang terjangkau kain kapas sangat banyak

dipergunakan (Sugiarto Hartanto, 1978: 11).

Page 5: ekstrak daun

5

Perkembangan minat dan selera konsumen terhadap variasi warna tekstil

perlu adanya inovasi baru dalam pencelupan atau pewarnaan kain, dengan zat

warna mahoni sebagai zat warna alam diharapkan dapat menghasilkan warna

yang alami dan dapat digunakan secara luas khususnya dalam pengembangan

warna pada industri tekstil yang ramah lingkungan.

Berdasarkan uji awal telah terbukti bahwa ekstrak kulit pohon mahoni

dapat mewarnai kain katun. Uji awal menggunakan konsentrasi pewarna 50g/l,

100g/l, 150g/l, 200g/l, 250g/l, 300g/l dan konsentrasi mordan 10g/l, 20g/l, 30g/l,

40g/l, 50g/l, berdasarkan uji awal tersebut diketahui pada kosentrasi pewarna

50g/l, 100g/l, 150g/l dan konsentrasi mordan 10g/l, 20g/l, 30g/l sudah dapat

diketahui perbedaannya ketuaan warnanya.

Alasan diatas mendorong diadakannya penelitian tentang “Studi

Komparasi Kualitas Kain Kapas pada Pencelupan Ekstrak Kulit Pohon Mahoni

dengan Mordan Tawas dan Garam Diazo”

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan ketuaan warna kain kapas yang dicelup menggunakan

ekstrak kulit pohon mahoni dengan mordan tawas dan garam diazo ?

2. Apakah ada perbedaan ketahanan luntur kain kapas yang dicelup

menggunakan ekstrak kulit pohon mahon dengan mordan tawas dan garam

diazo ?

Page 6: ekstrak daun

6

C. Penegasan Istilah

Istiah-istilah yang ada dalam judul skripsi ini perlu dipertegas untuk

menghindari salah tafsir memberikan pengertian yang dimaksud dalam

penelitian. Istilah-istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut:

1. Studi Komparasi

Studi komparasi adalah suatu penyelidikan deskriptif yang berusaha mencari

pemecahan melalui analisa tentang hubungan-hubungan sebab akibat yaitu

meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi dan fenomena

yang diselidiki yang membandingkan faktor yang satu dengan faktor yang lain

(Suharsimi Arikunto, 1998: 247). Maksud dari studi komparasi ini adalah

mengetahui ada tidaknya perbedaan kualitas hasil pencelupan kain kapas (mori)

menggunakan ekstrak kulit pohon mahoni dengan penambahan mordan tawas

dam garam dapur pada konsentrasi larutan yang berbeda yaitu 50 g/l, 100g/l,

150g/l.

2. Kualitas

Kualitas adalah tingkat baik buruknya suatu kadar derajat/taraf

(kepandaian/kecakapan). Kualitas sama pengertiannya dengan mutu sesuatu yang

dibutuhkan oleh pembuatnya dan dibutuhkan oleh para pembeli/para konsumen

(W.J.S. Poerwadarminto, 2002: 468). Kualitas yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah tingkat baik buruknya atau mutu yang terkandung pada kualitas hasil

pencelupan kain kapas yang diberi mordan tawas dan garam dapur pada

konsentrasi larutan yang berbeda.

Page 7: ekstrak daun

7

3. Kain Kapas

Kain kapas adalah kain yang terbuat dari serat kapas. Di pasaran juga dikenal

dengan nama mori kapas. Kain mori adalah kain yang digunakan untuk

membatik. Yang dimaksud kain kapas dalam penelitian ini adalah kain putih

polos atau linen polos yang dapat digunakan untuk membatik. Penelitian ini

menggunakan kain mori primisima dengan alasan kain mori primisima

merupakan kain mori yang mempunyai kualitas paling bagus.

4. Pencelupan

Pencelupan adalah pemberian bahan berwarna secara merata dan bermacam-

macam zat warna yang bersifat permanen ( Sugiarto Hartanto. Shigeru

Watanabe, 1979: 135).

Pencelupan ialah pemberian warna pada bahan tekstil secara merata,

tujuannya agar bahan menjadi berwarna (Sri Kustini. Harlson, 1978: 03).

Pencelupan dalan penelitian ini adalah pemberian warna pada bahan tekstil

secar merata dan bermacam-macam zat warna yang beraifat permanen,

tujuannya agar bahan menjadi berwarna.

5. Ekstrak Kulit Pohon Mahoni

Ekstrak berasal dari bahasa Inggris yang berarti “inti” atau”sari”(Kamus

Bahasa Indonesa Inggris, 1976), yang diperoleh dengan ekstraksi. Ekstraksi

adalah pemisahan suatu unsur dari campuran dengan melarutkan dalam suatu

pelarut air dengan maksud untuk mendapatkan inti atau sari dari suatu zat yang

dilarutkan (Kamus Lengkap Biologi, 1986). Kulit pohon mahoni merupakan

salah satu bagian dari pohon mahoni (Mahagony) yang berada dibagian luar dari

Page 8: ekstrak daun

8

kayu, spesialis Mahagony Jack dan Swietenia Macrophylla King, famili

Meliaceae. Ekstrak kulit pohon mahoni dalam penelitian ini adalah suatu intisari

yang diambil dari kulit pohon mahoni melalui ekstraksi.

6. Mordan

Mordan adalah bahan pembantu untuk menimbulkan warna dari zat-zat warna

(S.K Sewan Susanto, 1984: 71). Mordan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tawas dan garam diazo.

a. Tawas

Tawas adalah garam rangkap sulfat dan alumunium sulfat. Tawas

yang digunakan adalah yang berbentuk blok dengan rumus kimia 342 )(SOAl

serta mempunyai ciri-ciri tidak berwarna, putih kristal dan dapat dipakai

untuk menjernihkan air.

b. Garam Diazo

Garam diazo merupakan bahan pembantu pembangkit warna dalam

proses pencelupan. Garam diazo biasanya digunakan pada proses pewarnaan

kain batik dengan bahan pewarna naphtol. Garam diazo biasanya berbentuk

bubuk.

D. Tujuan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, maka harus ditentukan tujuan dari

penelitan agar tidak kehilangan arah sehingga penelitian dapat berjalan dengan

lancar, disamping itu juga hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan.

Page 9: ekstrak daun

9

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan ketuaan warna kain kapas yang

dicelup menggunakan ekstrak kulit pohon mahoni dengan mordan tawas dan

garam diazo ?

2. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan ketahanan luntur kain kapas yang

dicelup menggunakan ekstrak kulit pohon mahon dengan mordan tawas dan

garam diazo ?

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Mendorong pemanfaatan potensi alam yang ada di Indonesia khususnya

kulit pohon mahoni untuk menambah keanekaragaman zat warna.

2. Informasi bagi masyarakat kemungkinan kulit pohon mahoni dapat mewarnai

kain.

3. Sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4. Informasi bagi masyarakat bahwa tawas dan garam diazo dapat digunakan

sebagai alternatif pemilihan mordan.

F. Sistematika Skripsi

Sistematika skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu: bagian awal skripsi,

bagian isi skripsi dan bagian akhir skripsi.

Page 10: ekstrak daun

10

1. Bagian Awal Skripsi

Bagian awal skripsi ini berisikan halaman judul, sari karangan, halaman

pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar

gambar dan daftar lampiran.

2. Bagian Isi Skripsi

Bagian isi skripsi terdiri dari lima bab yang meliputi:

Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi mengenai isi skripsi yang mencakup alasan pemilihan

judul penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika

skripsi.

Bab II Landasan Teori

Bab ini memuat landasan teori dan hipotesis yang digunakan sebagai

landasan berfikir untuk melakukan penelitian sebagai pegangan dalam

melaksanakan penelitian.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini akan menjelaskan mengenai penentuan objek penelitian,

pendekatan penelitian, variabel penelitian, metode pengolahan data dan

metode analisis data.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitin dan pembahasan tentang

penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran

Page 11: ekstrak daun

11

3. Bagian Akhir Skripsi

Bagian akhir skripsi ini berisi gaftar pustaka dan lampiran-lampiran.

Daftar pustaka merupakan daftar literatur yang digunakan sebagai acuan dalam

melaksanakan penelitian. Lampiran berisi alat bantu dan tabel-tabel yang

memperjelas data dan perhitungan atau analisis data.

Page 12: ekstrak daun

12

BAB II LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Kain Kapas

Serat kapas adalah serat alam yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang

dihasilkan dari biji tanaman jenis Gossyplum Hirsutum. Serat kapas tumbuh

menutupi seluruh seluruh permukaan biji kapas, dan mulai tumbuh pada saat

tanaman berbungan dan merupakan pemanjangan dari sebuah sel tunggal dari

epidermis atau selaput luar biji. Sel membesar dan kemudian membentuk silinder

dalam waktu 15-17 hari, 15-18 hari berikutnya mulai masa pendewasaan serat,

dimana dinding sel semakin menebal dengan terbentuknya lapisan-lapisan

selulosa dibagian dinding asli yang disebut dinding primer, dalam dinding primer

juga terkandung pectin, protein dan zat-zat yang terkandung lilin. Selolosa dan

dinding primer terbentuk benang-benang yang sangat halus atau fibil, selulosa

dan dinding primer setelah bunga kapas membuka pada saat itu serat merupakan

sel yang sangat panjang dengan dinding tipis yang menutup protoplasma dan

inti, kemudian tumbuh pula serat yang sangat pendek dan sangat kasar yang

disebut linters.

Kapas mempunyai mutu yang baik sebagai bahan sandang. Untuk dipintal

terdapat sifat-sifat memegang oleh karena kekusutannya, kehalusan dan panjang

stepel yang cukup, kekuatan lendut yang sedang dan dapat melar dan

permukaannya mengandung lilin alam. Kain tenunannya terasa empuk jika

dijamah, baik sekali untuk isolasi panas, sangat higroskopis dan daya tariknya

Page 13: ekstrak daun

13

baik terhadap zat warna. Oleh karena keuntungan-keuntungan ini dan harganya

yang murah kapas sangat banyak digunakan (Shigeru Watanabe. Sugarto H,

1979:11)

Sifat-sifat umum serat kapas:

a. Penyerapan baik yaitu nyaman dipakai pada cuaca panas, baik untuk

handuk atau sapu tangan.

b. Penghantar panas yang baik yaitu kain dingin waktu terkena panas.

c. Tahan terhadap panas yaitu berpengaruh terhadap penyetrikaan.

d. Kelentingan rendah yaitu tidak mudah kusut.

e. Kondoktor listrik yang baik yaitu tidak menimbulkan listrik statis.

f. Warna serat kapas sedikit krem, jadi tidak benar-benar putih. Warna serat

kapas semakin tua setelah penyimpanan selama dua sampai tiga tahun.

Pengaruh cuaca, debu, kotoran, akan menyebabkan warna kapas menjadi

keabu-abuan

g. Kekuatan serat kapas terutama dipengaruhi oleh selulosa dalam serat,

panjang serat dan derajat orentasinya. Serat harus tahan terhadap tarikan

dalam proses pembuatan maupun pemakaiannya. Kekuatan serat kapas

dalam keadaan kering lebih rendah dibandingkan serat kapas dalam

keadaan basah.

h. Mulur dan elastisitas, mulur saat putus serat sekitar 4-13% tergantung

dari jenisnya. Mulur dipengaruhi oleh jenisnya, sedangkan elastisitasnya

tergantung pada penarikan.

Page 14: ekstrak daun

14

i. Kekuatan didevinisikan sebagai daya tahan terhadap perubahan bentuk,

biasanya dinyatakan dalam perbandingan antara kekuatan saat putus

dengan saat mulur.

Sifat fisika kain kapas antara lain warna kapas tidak betul-brtul putih,

biasanya sedikit kream. Kekuatan serat kapas terutama dipengaruhi oleh kadar

selulosa dalam serat, panjang rantai dan orientasinya. Kekuatan serat dalam

keadaan basah lebih tinggi dibandingkan dalam keadaan basah. Mulur serat

kapas berkisar antara 4-13% dengan rata-rata 7%. Serat kapas mempunyai

afinitas yang besar terhadap air. Moisture regain serat kapas pada kondisi standar

antara 7-8,5%. Moisture regain adalah presentase kandugan uap air terhadap

berat kering. Sedangkan berat jenis serat kapas yaitu 1,50-1,56.

Sifat kimia serat kapas pada umumnya tahan terhadap kondisi

penyimpanan, pengolahan dan pemakaian yang normal. Kapas memiliki sifat

istimewa misalnya mudah dicuci, enak dipakai dan murah (Jumaeri, 1977: 26)

Gambar 1. Penampang Membujur Serat Kapas Sumber: Jumaeri, 1997: 26

Gambar 2. Penampang Melintang Serat Kapas Sumber: Jumaeri, 1997: 26

Page 15: ekstrak daun

15

Jenis-jenis kain kapas antara lain: kain mori, kain belacu, kain ATBM.

Kain yang digunakan berasal dari serat kapas dengan tenunan rapat, anyaman

polos, lembut dan sedikit diberi kanji, sering disebutnya sebagai kain mori.

Jenis kain mori yaitu:

a. Mori primisima

Yaitu mori yang paling halus tebal kain untuk lungsi antara 105-125

per inchi 42-50 per cm sedangkan sistem 36-46 dan untuk pakan 38-48

mengandung 100-120 per inchi 40-48 per cm dan kanji ringan dibawah 10%

untuk memindahkan pencelupan 4%.

b. Mori prima

Yaitu mori halus setelah primisima tetal kain untuk lusi antara 85-105

per inchi 70-90 per cm sedangkan sistem inggris lusi 35-46 dan untuk pakan

38-48 mengandung kanji ± 10%.

c. Mori biru

Yaitu kualitas ketiga setelah primisima dan tetal kain lusi 64-68

pakan 48-64 (S K Sewan Susanto, 1984: 54).

Tabel 1. Penggolongan Kualitas Mori Golongan Mori Tetal Benang Per Inchi

Lusi Pakan Nomor Benang

Lusi Pakan Primisima Prima Biru

105-125 110-120 85-105 70-90 65-85 60-70

50-66 56-70 36-46 38-48

26-24 28-36 Sumber: S.K Sewan Soesanto, 1984: 180

Penelitian ini menggunakan kain mori primisima. Kain mori primisima

dipilih karena mempunyai kualitas yang paling bagus diantara kain mori yang

lainnya.

Page 16: ekstrak daun

16

2. Pohon Mahoni Sebagai Pewarna Kain Kapas

a. Zat Warna Alam

Zat warna alam adalah zat warna yang diperoleh dari alam baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pewarna alam banyak terkandung pada

bagian tumbuh-tumbuhan seperti: daun, batang, kulit batang, buah, bunga,

akar dan sebagainya, dengan kadar dan jenis “colourring matter” yang

bervariatif. Mengingat colouring matter susah dianalisa secara terpisah, maka

dalam percobaan ini gambaran colouring matter diasumsikan sebagai

sejumlah senyawa tannin yang terkandung didalam tiap-tiap spesies

tumbuhan-tumbuhan yang diduga berpotensi. Ekstrak tumbuh-tumbuhan

yang mampu memberikan warna pada proses pencelupan secara dingin sudah

cukup dianggap punya potensi, sehingga ketahanan warnanya akan diuji (Kun

Lestari W.F,1997:7).

Penggunaan zat warna alam dimulai sejak berabad-abad seiring

dengan perkembangan peradapan manusia. Keberadaan zat warna di alam

melengkapi keanekaragaman wahana dalam interaksi manusia dalam

lingkungannya yang telah memberikan nuansa khusus sehingga

meningkatkan ketertarikan manusia akan warna dalam segala aspek

kehidupan. Zat warna alam telah digunakan untuk mewarnai barang atau

bahan untuk segala macam keperluan bertujuan untuk memperindah dan

meningkatkan daya tarik visual dan digunakan selama berabad-abad yang

secara ekonomi cukup menonjol pada abad ke 19.

Page 17: ekstrak daun

17

Menurut Kun Lestari (1999) menyatakan bahwa zat warna alam

yang berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki kadar dan jenis “Colouring

Matter” yang berfariasi. “Colouring Matter” adalah substansi yang

menentukan arah warna zat warna alam, merupakan senyawa organik

yang terkandung dalam sumber zat warna alam/tanaman.

Menurut Rasyid Jufri (1999:870 zat warna dapat digolongkn sebagai

berikut:

1) Zat Warna Asam

2) Zat Warna Basa

3) Zat Warna Bejana

4) Zat Warna Dispersi

5) Zat Warna Reaktif

6) Zat Warna Naftol

7) Zat Warna Pigmen

8) Zat Warna Oksidasi

Zat warna yang digunakan dalam penelitian ini adalah zat warna alam

ekstrak kulit pohon mahoni. Zat warna diperoleh melalui proses ekstraksi. Zat

warna alam mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan itu antara lain:

bebas dari bahan kimia sehingga jauh dari pencemaran, tumbuhan yang

digunakan sebagai pewarna dapat diperoleh disekitar lingkungan sehingga

hemat biaya, dengan menggunakan zat warna alam secara tidak langsung ikut

melestarikan jenis tumbuhan tersebut. Kekurangan zat warna alam antara lain:

Page 18: ekstrak daun

18

tidak mempunyai standar warna, tahan luntur rendah, proses untuk

mendapatkan sulit, proses pewarnaan rumit, koleksi warna terbatas.

b. Pohon Mahoni Sebagai Pewarna Kain Kapas

Mahoni (Swietenia Mahagoni Jack) dari suku Meliceae mempunyai

nama daerah mahoni, maoni, moni, mahagoni. Mahoni dapat tumbuh liar

dihutan dan dekat pantai. Banyak digunakan sebagai tanaman peneduh jalan

(penghijauan), berkayu keras dan tingginya mencapai 5-15 m. Mahoni

mempunyai batang berkayu bulat, bercabang dan merah kehitaman.Mahoni

berdaun lebar dan sempit, menyirip genap dan bulat telur. Ujung dan

pangkalnya melengkung dengan tepi rata. Panjang 3-15 cm dengan

pertulangan menyirip. Masih muda warnanya merah sudah tua menjadi hijau.

Mahoni mempunyai bunga majemuk terdiri dalam satu rangkaian dan terletak

diketiak daun, berwarna coklat muda. Kelopak bunga lepas satu dengan yang

lainnya dan berbentuk sendok, mahkotanya silindris dan berwarna kuning

kecoklatan, benang sari melekat pada mahkota, kepala sari berwarna putih

atau kekuningan. Buah mahoni berbentuk kotak atau bulat telur, berlekuk

lima dan berwarna coklat tua atu hitam. Biji mahoni pipih berwarna coklat.

Biji mahoni digunakan sebagai obat tekanan darah tinggi, encok, eksim,

peluruh lemak, masuk angin. Bagian yang digunakan adalah bijinya. Cara

kerja sebagai peluruh air seni (diuretik) (Sujaswadi.Sitanggang, 2002: 51)

Bagian pohon mahoni yang belum banyak digunakan adalah kulit

pohon. Pada penelitian sebelumnya pewarna alam biasanya mengandung

ekstrak tannin dan morin sehingga dapat digunakan untuk bahan pewarna

Page 19: ekstrak daun

19

kainKulit pohon mahoni juga dapat digunakan sebagai zat warna tekstil, ini

juga bisa diasumsikan bahwa kulit pohon mahoni juga mengandung tannin

dan morin. Mahoni mengandung ekstrak saponin, flavonoid

(http://www.geogle.com/IPTEKnet). Kegunaan pohon mahoni sebagai zat

warna belum begitu dikenal seperti halnya zat warna alam lainnya, dengan

ditemukannya kegunaan pohon mahoni sebagai zat warna, maka diharapkan

pohon mahoni banyak dibudidayakan menjadi tanaman perhutanan atau

penghijauan (reboisasi).

3. Proses Ekstrasi Kulit Pohon Mahoni

a. Pengertian Ekstraksi

Menurut Bernosconi (dalam Erna S, 2004: 13) yang dimaksud dengan

ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau

cairan dengan bantuan pelarut. Campuran bahan padat maupun cair (biasanya

bahan alami) sering kali tidak dapat atau sulit dipisahkan dengan metode

pemisah mekanik, musalnya karena komponennya bercampur secara

homogen. Campuran bahan yang tidak dapat atau sukar dipisahkan dengan

metode pemisahan mekanik adalah dengan metode ekstraksi.

Menurut Kun Lestari WF (1999) proses ekstraksi dibagi menjadi dua

yaitu:

1) Ekstraksi dingin

Ekstraksi dingin dilakukan jika bahan pewarna alam berbentuk kayu

atau mempunyai kekerasan ≥2,5 (skala Mohs). Ekstraksi dingin biasanya

dilakukan sekitar 24 jam.

Page 20: ekstrak daun

20

2) Ekstraksi panas

Proses pengambilan warna lam dengan ekstraksi panas dilakukan

juka bahan baku yang digunakan adalah bahn yang lebih lunak, misalnya

daun, bunga dan buah.

b. Proses Ekstraksi

Istilah-istilah umum yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah:

(1) bahan ekstraksi, yaitu campuran bahan yang akan diekstraksi; (2) pelarut,

yaitu cairan yang digunakan untuk melangsungkan ekstraksi; (3) ekstrak,

yaitu bahan yang dipisahkan dari bahan ekstraksi; (4) larutan ekstrak, yaitu

pelarut setelah proses pengambilan ekstrak; (5) residu, yaitu bahan ekstraksi

setelah diambil; (6) ekstraktor yaitu alat ekstraksi.

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam proses ekstraksi kulit

pohon mahoni serta fugsinya adalah: (1) pisau dan gunting, digunakan untuk

memotong bahn ekstraksi; (2) saringan, digunakan untuk memisahkan ekstrak

tannin dengan residu; (3) baskom, digunakan untuk tempat larutan ekstraksi;

(4) pengaduk, digunakan untuk mengaduk selama proses ekstraksi; (5)

timbangan, digunakan untuk menimbang berat bahab ekstraksi; (6) gelas

ukur, digunakan untuk mengukur larutan ekstrak; (7) stopwatch, digunakan

untuk mengetahui lamanya ekstraksi.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak kulit pohon mahoni

dan air digunakan sebagai bahan pelarut ekstrak. Proses ekstraksi kulit pohon

mahoni yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan proses ekstraksi

dingin. Proses ekstraksi diawali dengan pencarian kulit pohon mahoni,

Page 21: ekstrak daun

21

pemilihan kulit pohon mahoni, pencucian, pemotongan, perebusan,

pendinginan, lalu proses penyaringan. Proses penyaringan akan menhasilkan

ekstrak zat warna kulit pohon mahoni.

Proses ekstraksi kulit pohon mahoni yang digunakan dalam penelitian

ini dapat dilihat dari bagan sebagai berikut:

Gambar 1. Skema Proses Ekstraksi Kulit Pohon Mahoni

4. Mordan

Pengertian mordan adalah bahan pembantu untuk beits yaitu

menimbulkan warna dari zat alam(Sewan Susanto,1973:71).

Ekstrak Zat Warna Kulit Pohon Mahoni

Penyaringan

Kulit Pohon Mahoni

Pemilihan Kulit Pohon Mahoni

Pencucian

Pemotongan

Perebusan

Pendinginan

Page 22: ekstrak daun

22

a. Tujuan pemberian mordan yaitu:

1) Menguatkan warna agar tidak mudah luntur

2) Guna menimbulkan warna sebab obat beits/pembantu tidak

menimbulkan warna tanpa dicampur dengan bahan pewarna.

b. Jenis-jenis mordan

1) Mordan alam, yaitu bahan pembantu yang berasal dari alam. Contoh:

tawas, cuka, jeruk.

Tawas

Tawas adalah garam rangkap sulfat dan alumunium sulfat.

Tawas yang digunakan adalah yang berbentuk blok dengan rumus

kimia 342 )(SOAl serta mempunyai ciri-ciri tidak berwarna, putih

kristal dan dapat dipakai untuk menjernihkan air. Tawas biasanya

dijual di toko-toko penjual bahan bangunan dengan harga yang relatif

murah, walupun tawas zat sintetis tawas tidak mengandung racun dan

tidak berbahaya bagi kesehatan. Tawas biasanya digunakan untuk

menjernihkan air.

(1) Bahan-bahan pembantu, yaitu obat yang dipakai untk penyempurnaan

dalam proses pewarnaan dalam menimbulkan dan menguatkan warna

agar lebik baik dan rata penyerapannya. Contoh: soda abu, asam

sulfat asam clorida.

(2) Garam-garam pembantu, yaitu garam yamg digunakan ntuk

menguatkan dan menimbulkan warna pewarna-pewarna sintetis agar

warnannya tampak. Contoh: garam orange, garam biru.

Page 23: ekstrak daun

23

Garam Diazo

Garam diazo merupakan bahan pembantu pembangkit warna

dalam proses pencelupan. Garam diazo biasanya digunakan pada

proses pewarnaan kain batik dengan bahan pewarna naphtol. Garam

diazo biasanya berbentuk kristal putih. Jenis garam diazo antara lain:

garam kuning GC, garam oranye GR, garam merah R, garam biru B,

garam hitam K. Garam ini bisa digunakan dalam pewarnaan kain

kapas, dan mempunyai efek yang tidak terlalu berbahaya bagi

lingkungan. Garam yang digunakan dalam penelitian ini adalah garam

merah R, dengan alasan karena larutan kulit pohon mahoni berwarna

merah bata.

G. Pencelupan Kain Kapas

1. Pengertian Pencelupan

Pencelupan adalah salah satu cara yang meningkatkan nilai indera, dan

menyempurnaan juga memberikan peningkatan nilai indera dengan menimbulkan

bulu-bulu pada kain (raising), menghaluskan (glazing), dan dalam beberapa hal,

dengan membuatnya anti kusut, kedap air dan tolak air (Shigeru W. Sugiarto.H,

1979: 163).

Pencelupan ialah pemberian warna pada bahan tekstil secara merata. Tujuannya

agar bahan menjadi berwarna. Pemberian warna tersebut dilakukan dengan

berbagai cara, tergantung pada jenis serat yang diproses dan jenis zat warna yang

digunakan (Sri Kustini, 1978: 03)

Page 24: ekstrak daun

24

Pencelupan adalah memberi warna pada benang atau tenunan supaya warnanya

rata dan tahan cuci. Berhasil tidaknya suatu pencelupan dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti suhu, pengadukan, bentuk dan ukuran zat warna,

kecepatan celup dan kesadahan air. Air pada proses pencelupan mutlak

diperlukan sebagai media pembawa molekul-molekul zat warna untuk dapat

masuk kedalam serat. Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau

mendispersikan zat warna dalam air atau media lain, kemudian memasukkan zat

warna tekstil dalam serat. Penyerapan zat warna tekstil kedalam serat merupakan

suatu reaksi eksotermik dan reaksi keseimbangan.

Hasil pencelupan akan maksimal jika bahan yang akan dicelup mudah

menyerap air, bebas dari kotoran, bebas dari kanji dan macam zat warna yang

digunakan harus mempunyai sifat mudah larut, mudah meresap dalam bahan dan

tidak mudah lepas. Pencelupan dengan zat warna alam sebaiknya menggunakan

bahan berserat alam, meskipun tidak menutup kemungkinan dengan serat sintetis,

tetapi seratnya harus mendekati sifat-sifat serat alam. Hal ini akan mempermudah

proses pewarnaan dan hasilnya juga akan lebih bagus. Kain yang akan dicelup

harus melalui proses pemasakan terlebih dahulu. Tujuan dari pemasakan ini

untuk menghilangkan zat impuritis atau ketidakmurnian serat pada proses

pembuatannya, sehingga daya serap kain meningkat dan zat warna dapat tersebar

dengan merata.

Page 25: ekstrak daun

25

2. Syarat-syarat Zat Warna

Pemberian warna pada kain dilakukan dengan berbagai cara, tergantung

dari jenis zat warna dan serat yang akan dicelup. Syarat-syarat zat warna yang

akan digunakan dalam pencelupan antara lain:

a. Zat warna harus mempunyai afinitas terhadap serat tekstil.

b. Zat warna harus mempunyai kemampuan untuk berdifusi.

c. Zat warna harus mempunyai kemampuan untuk menyerap suatu panjang

gelombang tertentu dengan intensif.

d. Zat warna harus dapat larut atau terdispersi dalam suatu zat pelarut.

e. Zat warna harus stabil setelah masuk dalam serat.

Zat warna yang memenuhi syarat-syarat tersebut dapat digunakan untuk

mencelup serat tekstil yang umumnya dilakukan dengan menggunakanzat

substantip yaitu daya yang dipengaruhi oleh warna untuk keluar dari larutan

masuk kedalam serat sehingga dengan jalan demikian maka maksud dari

pemberian warna pada serat tersebut dengan penyerapan zat warna dari larutan.

3. Proses Masuknya Zat Warna kedalam Serat

Menurut Rasyid Djufri (1996: 92) pencelupan terjadi enam peristiwa

penting yaitu: a. peristiwa migrasi, merupakan suatu proses pelarutan zat warna

dan mengusahakan agar larutan zat warna tersebut begerak menempel pada

bahan. Makin tinggi suhu larutan warna maka makin cepat gerakan molekul zat

warna; b. peristiwa adsorbsi, merupakan suatu proses menempelnya molekul zat

warna pada permukaan serat; c. peristiwa difusi, merupakan suatu proses

masuknya zat warna dari permukaan bahan kedalam bahan secara bertahap; d.

Page 26: ekstrak daun

26

peristiwa dispersi, merupakan suatu proses penguraian zat warna dalam larutan

celup; e. peristiwa absorpsi, merupakan sustu proses penyerapan zat warna dari

permukaan serat kedalam serat; f. peristiwa fiksasi, merupakan suatu proses

terikatnya molekul zat warna kedalam serat.

Beberapa jenis sifat zat warna memberikan pencelupan dalam waktu yang

sangat cepat dan terdapat pula beberapa sifat zat warna yang memberikan

pencelupan yang sangat lambat. Pencelupan yang sangat cepat mempunyai

kecenderungan sukar rata, sedangkan pencelupan yang sangat lambat akan

menambah biaya pengerjaan dan sering mudah merusak serat.

H. Ikatan Zat Warna Dengan Serat

Gaya-gaya ikat antara zat warna dan serat harus lebih besar dari pada

gaya-gaya yang bekerja antara zat warna dengan air, sehingga dapat

menghasilkan pencelupan, hasil celup dan tahan cuci yang baik. Hal tersebut

dapat tercapai jika molekul zat warna mempunyai atom-atom tertentu, sehingga

akan memberikan daya tembus yang baik terhadap serat dan memberikan ikatan

yang kuat.

Merunut Rasyid Djufri (1976: 92) menyatakan bahwa pada dasarnya

dalam pencelupan terdapat empat jenis daya ikat yang menyebabkan adanya daya

tembus atau daya cuci suatu zat warna pada serat yaitu: 1. Ikatan Hidrogen, yaitu

ikatan sekunder yang terbentuk karena atom hidrogen pada gugus hidroksi atau

amina mengadakan ikatan yang lemah dengan atom lainnya; 2. Ikatan

Elektrovalen, yaitu ikatan yang timbul karena gaya tarik menarik antara muatan

Page 27: ekstrak daun

27

yang berlawanan; 3. Ikatan Gaya Van Der Waals, yaitu pada proses pencelupan

daya tarik menarik dengan serat akan bekerja lebih sempurna bila molekul-

molekul zat warna berbentuk memanjang dan datar dan antara molekul zat warna

dengan serat mempunyai gugusan hidrokarbon yang sesuai sehingga waktu

pencelupan zat warna ingin lepas dari air dan bergabung dengan serat; 4. Ikatan

kovalen, ikatan kovalen merupakan reaksi pertukaran ion yaitu ikatan garam

karena menggunakan reaksi yang mirip dengan reaksi penggaraman.

I. Kualitas Warna

1. Indikator Kualitas Warna

Menurut Winarni Chatib (dalam Siti K, 2004: 29) untukmenyatakan suatu

warna diperlukan tiga besaran pokok, yaitu corak warna (hue) atau arah warna,

kecerahan (value) atau gelap terang suatu warna, kejenuhan (chroma) atau derajat

kemurnian suatu warna. Kualitas warna dibagi mejadi tiga arah warna (hue),

ketuaan dan kerataan warna.

2. Ketuaan Warna

Ketuaan warna bahan akan diperoleh jika pada proses pencelupan tercapai

keadaan keseimbangan yaitu pada zat warna masuk kedalam bahan yang diwarna

mencapai titk maksimum. Menurut Rasyid Djufri (1996:92) menyatakan bahwa

ketuaan warna juga dipengaruhi oleh perbandingan larutan. Perbandingan

ketuaan celup artinya perbandingan antara besarnya larutan terhadap berat bahan

tekstil yang diproses. Untuk mendapatkan warna-warna tua diusahakan memakai

perbandingan celup yang kecil dengan harapan zat warna yang terbuang atau

Page 28: ekstrak daun

28

yang hilang hanya sedikit. Ketuaan warna daptat ditunjukkan oleh nilai gelap

terangnya tesebut. Warna gelap dan muda dalam pewarnaan diperoleh dengan

jalan memberi warna hitam pada warna normal atau disebut juga dengan istilah

shade dan warna muda diperoleh dengan menambah warna putih pada warna

normal dan disebut dengan istlah “tint”.

3. Ketahanan Luntur Hasil Celup

Luntur dapat diantikan sebagai peristiwa lunturnya zat warna atau

hilangnya warna yang terkandung dalam bahan tekstil yang disebabkan oleh

peristiwa proses kimia atau fisika. Lunturnya zat warna dapat mengakibatkan

warna kain baik polos maupun bermotif menjadi berkurang kapasitasnya,

berubah atau memudar. Kain yang tidak berubah warnannya setelah pencucian

atau pemakaian dalam jangka waktu tertentu disebut sebagai kain yang tahan

luntur. Kain yang tahan luntur adalah kain yang awet warnannya. Cara

menentukan mutu dan kualitas pewarnaan pada kain, biasanya dilakukan

pengujian-pengujian ketahanan luntur (colour fastness) terhadap kain-kain

berwarna.

Ketahanan luntur warna mengarah pada kemampuan dari warna untuk

tetap stabil dan tidak berubah. Tahan luntur warna ditinjau dari segi kepentingan

konsumen meliputi bermacam-macam tahan luntur, diantaranya tahan luntur

terhadap sinar matahari, pencucian, gesekan, penyetrikaan, keringan dan lain-lain

(Wibowo Moerdoko, 1975: 151).

Tahan luntur terhadap pencucian dilakukan dengan mengamati adanya

perubahan karena warna dari uji sebagai berikut: “tidak berubah, ada sedikit

Page 29: ekstrak daun

29

perubahan, peruhan celup berarti dan berubah sama sekali”. Penilaian terhadap

perubahan warna terjadi, jika dilakukan penilaian penodaan warna terhadap kain

putih. Penilaian secara visual dengan membandingkan perubahan warna yang

terjadi dengan standar perubahan warna.

Prinsip pengerjaan yaitu dengan mencuci sehelai kain yang diambil dari

contoh dengan ukuran tertentu, kemudian dijahitkan diantara dua helai kain putih

dengan ukuran sama. Sehelai kain putih tersebut adalah sejenis dengan kain yang

diuji, sedangkan helai lainnya sesuai dengan pasangannya.

Penilaian ketahanan warna dilakukan dengan mengamati adanya

perubahan warna dari uji dan penilaian penodaan warna terhadap kain putih.

Penilaian secara visual dengan cara membandingkan perubahan yang terjadi

dengan standar yang dikeluarkan oleh International Standart Organization (ISO)

yaitu standar Grey Scale untuk perubahan warna dan Staining Scale untuk

perubahan karena penodaan dengan kain putih (Wibowo Moerdoko, 1975: 154).

a. Standar Skala Abu-abu (Grey Scale)

Grey Scale digunakan untuk menilai perubahan warna pada uji tahan luntur

warna. Nilai Grey Scale digunakan untuk menilai perubahan warna pada uji than

luntur warna. Nilai Grey Scale menentukan tingkat perbedaan atau kekontrasan

warna dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi, yaitu nilai 1 dengan nilai 5.

Grey Scale terdiri dari 9 lempeng standar abu-abu dan setiap pasang merupakan

perbedaan atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai tahan lunturnya

(Wibowo Moerdoko, 1975: 154). Selanjutnya Wibowo menjelaskan bahwa

Page 30: ekstrak daun

30

dalam penggunaan Grey Scale tidak dilakukan penilaian terhadap perubahan

warna bersifat corak, kecerahan, ketuaan atau kombinasinya.

Standar skala abu-abu terdiri dari 9 pasang lempeng standar abu-abu dan setiap

pasang menunjukkan perbedaan atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai

luntur warnanya. Nilai 5 terdiri dari pasang lempeng standar abu-abu dengan

beda warna yang tercantumpada table.

Tabel 2. Standar Penilaian Perubahan Warna pada Standar Skala Abu-abu

Nilai Tahan Luntur Warna

Perdedaan Warna (dalam

satuan CD)

Toleransi untuk Staandar Kerja (dalam satuan CD)

Kriteria

5

4-5

4

3-4

3

2-3

2

1-2

1

0

0,8

1,5

2,1

3,0

4,2

6,0

8,5

12,0

0,0

±0,2

±0,2

±0,2

±0,2

±0,3

±0,5

±0,7

±1,0

Baik Sekali

Baik

Baik

Cukup baik

Cukup

Kurang

Kurang

Jelek

Jelek

Sumber: Evaluasi Tekstil bagian Fisika

Bahan tekstil yang telah duiuji dibandingkan dengan contoh aslinya dengan

meletakkan berdampingan dengan arah yang sama diatas dasar yang berwarna

abu-abu sedikit lebih tua dari warna abu-abu pada nilai lima standar abu-abu.

Bahan yang tipis diperlukan dua atau lebih untuk mencegah pengaruh dari warna

dasar. Skala abu-abu yang diletakkan berdampingan dengan contoh uji diterangi

degan cahaya matahari untuk daerah-daerah di belahan bumi selatan dengan suhu

Page 31: ekstrak daun

31

45°C yang kuat serta penerangan tidak kurang dari 50 lumen per square foot.

Perbedaan contoh asli dengan contoh yang lelah diuji dibandingkan dengan yang

ditunjukkan skala abu-abu. Nilai tahan luntur contoh uji adalah angka standar

skala abu-abu yang sesuai dengan kekontrasan antara contoh yang telah diuji.

b. Standar skala penodaan (Staining Scale)

Standar skala penodaan untuk menilai penodaan kain putih yang digunakan

dalam menentukan tahan luntur warna, seperti pada skala abu-abu, penilaian

pada kain adalah 5, 4, 3, 2 dan 1 yang dinyatakan penodaan terkecil sampai

terbesar nilai antara angka-angka tersebut juga berlaku pada penodaan warna.

Standar skala penodaan warna terdiri dari sepasang lempeng standar putih,

de3ngan delapan lempeng standar putih dan abu-abu. Yang tiap pasang

menunjukkan perbedaan atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai

penodaan.

Nilai 5 ditunjukkan oleh sepasang nilai standar putih yang mempunyai daya

pantul tidak kurang dari 85% dan perbedaan warnannya sama dengan 0. Nilai-

nilai dibawahnya terdiri dari pasangan lempengan putih dan abu-abu dengan

perbedaan warna seperti tabel.

Penodaan pada kain putih di dalam uji tahan luntur warna, dilakukan dengan

membandingkan perbedaan dari kain putih yang dinodai dan yang tidak dinodai

dengan perbedaan yang digambarkan oleh standar skala penodaan, dengan

perbedaan warna seperti tercantum pada tabel.

Page 32: ekstrak daun

32

Tabel 3. Ketahanan Luntur dengan Penodaan

Nilai Tahan Luntur Warna

Perbedaan warna (dalam satuan CD)

Toleransi untuk Standar Kerja (dalam satuan CD)

5

4-5

4

3-4

3

2-3

2

1-2

1

0,0

2,0

4,0

5,0

8,0

11,3

16,0

22,6

32,0

0,0

±0,3

±0,3

±0,4

±0,5

±0,7

±0,0

±0,0

±2,0

Sumber: Evaluasi Tekstil bagian Kimia

Cara menilai dan mengevaluasi penodaan warna dengan skala penodaan sama

dengan cara menilai dan mengevaluasi pada perubahan warna dengan

menggunakan skala abu-abu. Hasil evaluasi tahan luntur terhadap angka Grey

Scale atau Staining Scale adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Kriteria Penilaian

Nilai Tahan Luntur Warna Kriteria

5

4-5

4

3-4

3

2-3

2

1-2

1

Baik sekali

Baik

Baik

Cukup baik

Cukup

Kurang

Kurang

Jelek

Jelek

Sumber: Evaluasi Tekstil bagian Kimia

Page 33: ekstrak daun

33

J. Kerangka Berfikir

Penggalian kembali zat warna alam karena penggunaan tekstil tradisional

sering kali kesulitan dalam memperoleh zat warna yaitu mahalnya zat warna

sintetis. Keanekaragaman tanaman Indonesia merupakan kekayaan alam yang

belum banyak dimanfaatkan sehingga untuk mendapatkan bahan baku tidak akan

mengalami kesulitan.

Kain kapas adalah salah satu bahan tekstil yang sangat disukai konsumen.

Kain tenunannya terasa empuk jika dijamah, baik sekali untuk isolasi panas,

sangat higroskopis dan daya tariknya baik terhadap warna, dan harganya juga

tidal terlalu mahal.

Pewarna sintetis adalah yang paling praktis dan menghasilkan berbagai

jenis warna, namun dewasa ini penggunaanya mempunyai kendala. Kendala

tersebut mengenai harga barang yang didatangkan dari luar negeri tidak tepat

akibat fluktuasi rupiah dan penanganannya mengganggu lingkungan. Kendala

penggunaan warna sintetis tersebut mengarahkan pada pemikiran untuk

mengeliminasi kendala sekaligus memanfaatkan sumber daya alam yang

menguntungkan bagi penduduk sekitarnya. Ide yang muncul untuk mewujudkan

hal tersebut adalah menggunakan kembali zat warna alam. Salah satu tanaman

penghasil zat warna adalah mudah didapat adalah kulit pohon mahoni. Pewarna

alam sifatnya cenderung mudah luntur sehingga perlu ditambah zat penguat atau

beits agar warnanya bagus, rata dan tidak mudah luntur.

Mahoni (Swietenia Macrophylla King) dari suku Meliaceae adalah suatu

tanaman yang banyak tumbuh di Pulau Jawa. Tanaman ini dapat tumbuh ditanah

Page 34: ekstrak daun

34

apapun, dn tumbuh besar dengan tinggi mencapai 10-15 meter. Tanaman ini

mempunyai tujuk rapat, daun mudah gugur, kulit kelabu atau gelap beralur,

kuncup besar tertutup oleh sisik besar berwarna coklat muda dan ujungnya

terlipat.

Kulit pohon mahoni merupakan salah satu bagian dari pohon mahoni

(Mahagony) yang berada dibagian luar dari kayu, spesialis Mahagony Jack dan

Swietenia Macrophylla King, famili Meliaceae. Ekstrak kulit pohon mahoni

dalam penelitian ini adalah suatu intisari yang diambil dari kulit pohon mahoni

melalui ekstraksi.

Proses kontaminasi bahan dilakukan dengan proses pencelupan. Sebelum

proses pencelupan harus dilakukan proses penyempurnaan bahan, setelah itu baru

diberi pewarna dengan maksud penyerapan warna dalam kain tidak terhalang

sehingga mampu menghasilkan warna yang rata.

Sebelum proses pewarnaan kain berlangsung kain lebih dahulu diberi mordan

baru dicelupkan pada bahan ekstrak kulit pohon mahoni dengan pelarut air sehingga

dengan perendaman hasil warna pada kain mori akan langsung dapat dilihat.

Penelitian ini untuk mengetahui kualitas hasil celupan kain mori dengan

menguji ketuaan warna dan tahan luntur terhadap pencucian pada warna dengan

pemberian mordan tawas dan garam diazo.

K. Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara

terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

Page 35: ekstrak daun

35

(Suharsimi Arikunto, 2002: 64). Sedangkan menurut Sugiono (2001: 39),

hipotesa adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.

Berdasarkan kerangka teori diatas maka hipotesis dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan ketuaan warna pada kain mori yang dicelup dengan ekstrak

kulit pohon mahoni menggunakan mordan tawas dan garam diazo.

2. Ada perbedaan ketahanan luntur terhadap pencucian pada kain mori yang

dicelup dengan ekstrak kulit pohon mahoni menggunakan mordan tawas dan

garam diazo.

Page 36: ekstrak daun

36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah

eksperimen pencelupan kain kapas mori prima dengan ekstrak kulit pohon

mahoni yang diberi mordan tawas yang terdiri dari: 1) Proses persiapan 2) Proses

pelaksanaan 3) Proses penyelasaian.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Eksperimen dilaksanakan di Kos UNNES, Jl Cempaka Sari Timur

Sekaran, Gunung Pati, Semarang pada tanggal 20 Mei 2006, tempat pengujian

dilaksanakan di Universitas Islam Indonesia Jln. Kaliurang Km 14 Yogyakarta.

C. Deskripsi Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini mencakup bahan kulit pohon mahoni diambil secara

acak di Desa Segiri, Kec. Pabelan Kab. Semarang dan kain kapas (mori

primisima) yang diambil secara acak dari salah satu toko yang ada didaerah

pekalongan, adapun tawas yang digunakan dalam penelitian diambil dari pasar

Blauran Salatiga. Obyek penelitian ini meliputi:

1. Kulit Pohon Mahoni

Kulit pohon mahoni dipilih yang sudah tua. Kulit pohon mahoni

diambil secara proporsif random sampling.

Page 37: ekstrak daun

37

2. Tawas

Tawas dipilih yang bentuknya blok dengan dengan rumus kimia

342 )(SOAl serta mempunyai ciri-ciri tidak berwarna, putih kristal dan dapat

dipakai untuk menjernihkan air.

3. Garam Diazo

Garam diazo merupakan bahan pembantu pembangkit warna dalam

proses pencelupan. Garam diazo digunakan pada proses pewarnaan kain batik

dengan pewarna naphtol. Garam diazo berbentuk bubuk.

4. Mori Primisima

Mori primisima yang dijadikan sampel adalah yaitu mori primisima

dengan merk dagang “Lar” dibeli di Pekalongan yang biasa digunakan untuk

membatik.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (X)

Variabel yang dapat mempengaruhi hasil penelitian atau variabel

bebas (Suharsimi, 1993: 93) dalam penelitian:

(1) Konsentrasi Ekstrak (X1) dengan variasi 50g/l, 100g/l, 150g/l.

(2) Mordan tawas (X2) dengan variasi 10g/l, 20g/l, 30g/l

(3) Mordan garam diazo (X3) dengan variasi 10g/l, 20g/l, 30g/l

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau variabel terikat

(Suharsimi, 1993: 93). Variabel terikat yang terdiri dari:

Page 38: ekstrak daun

38

(1) Ketuaan warna (Y1)

(2) Kualitas tahan luntur terhadap pencucian (Y2)

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol yang dimaksud dalam penelitian ini adalah variabel

pengendali. Variabel yang mengendalikan hasil percobaan dalam penelitian

ini adalah:

a. Temperatur

b. Waktu pencelupan untuk ekstrak kulit pohon mahoni 2 jam

c. Frekuensi pencelupan 3 kali

d. Waktu pengerjaan dengan mordan 15 menit

e. Kain kapas satu jenis yaitu merek “Lar”

E. Pola, Langkah dan Disain Penelitian

1. Pola Penelitian

Pola penelitian dalam eksperimen dalam penelitian ini adalah pola

eksperimen komparasi untuk mengetahui secara bersamaan perbedaan dari

beberapa faktor yang berlainan dalan hal ini perbedaan kualitas hasil celup

kain kapas (mori primmsima) yang dicelup dengan pewarna kulit pohon

mahoni ditunjukkan dari kualitas warna dan kualitas tahan luntur. Tiap faktor

diatas terdiri dari beberapa faktor pewarnaan dengan mordan tawas dan

garam diazo.

Page 39: ekstrak daun

39

Gambar 3. Pola Eksperimen

Kulit pohon Kain kapas Tawas Garam

Pemasakan Pelarutan Pelarutan

Penjemuran Penyaringan Penyaringan

Kain kapas Larutan Larutan

Ekstrak kulit pohon

Pengekstrak

Mordanting

Pencelupan

Pembilasan

Penjemuran

Hasil celup

Pengujian

Page 40: ekstrak daun

40

2. Langkah Eksperimen

Langkah eksperimen dibagi menjadi tiga tahapan penting yaitu, tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.

a. Tahap Persiapan

1) Pembuatan ekstrak kulit pohon mahoni

(a) Alat

Alat yang digunakan dalam proses ekstraksi antara

lain:

- pisau

- gunting

- gelas ukur

- panci stainless

- pengaduk kayu

- pipet

- kain penyaring

- baskom

- kompor

- timbangan

(b) Bahan

Bahan yang digunakan adalah kulit pohon mahoni dan air.

Perbandingan yang digunakanan adalah:

Konsentrasi Kulit Pohon Mahoni(gram) Air(liter)

50g/l 50 1

100g/l 100 1

150g/l 150 1

(c) Prosedur ekstraksi kulit pohon mahoni

Prosedur atau tata cara ekstraksi kulit pohon mahoni

adalah:

- menyiapkan kulit pohon mahoni yang sudah

dibersihkan

Page 41: ekstrak daun

41

- merebus kulit pohon mahoni dalam panci stainless yang

tertutup selama satu jam mulai dihitung pada saat suhu

100ºC

- rebusan kulit pohon mahoni diproses dan disaring

sehingga terpisah antara residu dan air yang

mengandung zat warna

- pengendapan

- penyaringan

2) Pemasakan kain kapas

(a) Alat

Alat yang digunakan untuk memasak kain antara lain:

- panci stainless

- pengaduk

- ember

- kompor

(b) Bahan

Bahan yang digunakan untuk memasak kain adalah

kain dan air tanah.

(c) Prosedur pemasakan

Prosedur atau tata cara pemasakan adalah:

- menyiapkan alat dan bahan

- merebus air secukupnya sampai mendidih

- merendam kain dengan air pana tersebut pada ember

yang telah disiapkan selama 24 jam

- mencuci kain dengan air bersih

- mengeringkan dengan cara diangin-anginkan

Page 42: ekstrak daun

42

3) Pembuatan larutan tawas

(a) Alat

Alat yang digunakan untuk membuat larutan tawas antara

lain:

- ember

- pengaduk

- timbangan

- gelas ukur

(b) Bahan

Bahan yang digunakan untuk membuat larutan tawas

adalah tawas dan air. Perbandingan yang dipergunakan adalah:

Konsentrasi Tawas(gram) Air(liter)

5g/l 10 1

10g/l 20 1

15g/l 35 1

(c) Prosedur Pembuatan

Prosedur atau tata cara pembuatan larutan tawas

adalah:

- menyiapkan alat dan bahan

- mengukur air dan menimbang tawas sesuai larutan

tawas yang akan dibuat

- merendam tawas pada air yang telah disiapkan

- penyaringan

4) Pembuatan larutan garam diazo

(a) Alat

Alat yang digunakan untuk membuat larutan garam antara

lain:

- ember

- pengaduk

- timbangan

Page 43: ekstrak daun

43

- gelas ukur

(b) Bahan

Bahan yang digunakan untuk membuat larutan garam

adalah garam dan air. Perbandingan yang dipergunakan adalah:

Konsentrasi Garam(gram) Air(liter)

5g/l 10 1

10g/l 20 1

15g/l 35 1

(c) Prosedur Pembuatan

Prosedur atau tata cara pembuatan larutan garam adalah:

- menyiapkan alat dan bahan

- mengukur air dan menimbang garam sesuai larutan

garamyang akan dibuat

- merendam garam pada air yang telah disiapkan

- penyaringan

b. Tahap Pelaksanaan

1) Proses mordanting

(a) Alat

Alat yang digunakan untuk proses mordanting antara

lain:

- ember

- pengaduk

- jam

- penjepit kain

(b) Bahan

Bahan yang digunakan dalam proses mordanting

adalah larutan mordan dan kain

Page 44: ekstrak daun

44

(c) Prosedur mordanting

Prosedur atau tata cara mordanting adalah:

- menyiapkan alat dan bahan

- menaruh larutan mordan pada ember yang telah

disediakan

- memasukkan kain pada larutan modan selama ± 15

menit

- kain diangkat lalu dikeringkan dengan cara diangin-

anginkan

2) Proses pencelupan

(a) Alat

Alat yang digunakan untuk proses pencelupan antara

lain:

- ember

- pengaduk

- jam

- penjepit kain

(b) Bahan

Bahan yang digunakan untuk proses pencelupan antara

lain larutan bahan pewarna dan kain

(c) Prosedur pencelupan

Prosedur atau tata cara pencelupan adalah:

- menyiapkan alat dan bahan

- menaruh larutan bahan pewarna pada ember

- memasukkan kain pada ember yang telah diisi dengan

bahan pewarna selama ± 30 menit

- kain diangkat lalu dibilas dengan air bersih

- dikeringkan dengan cara diangin-anginkan

Page 45: ekstrak daun

45

c. Tahap Penyelesaian

1) Pembilasan

Setelah melalui proses pencelupan, kain lalu dibilas dengan

memakai air bersih.

2) Penjemuran

Setelah dibilas dengan menggunakan air bersih lalu kain

dijemur. Penjemuran kain dilakukan ditempat yang teduh atau

dengan cara diangin-anginkan.

3) Hasil pencelupan

Hasil pencelupan yang sudah kering lalu diseterika supaya

halu lalu siap untuk diujikan.

3. Desain Eksperimen

Desain eksperimen dalam penelitian ini menggunakan analisis Anava

faktorial dua arah dengan daftar tabel dibawah ini:

a. Desain Eksperimen Ketuaan Warna Mordan Tawas Mordan Garam

Diazo Konsentrasi Ekstrak Kulit Pohon Mahoni

10g/l 20g/l 35g/l 10g/l 20g/l 35g/l 50g/l 100g/l 150g/l

b. Desain Eksperimen Ketahanan luntur terhadap pencucian

Mordan Tawas Mordan Garam Diazo

Konsentrasi Ekstrak Kulit Pohon Mahoni

10g/l 20g/l 35g/l 10g/l 20g/l 35g/l 50g/l 100g/l 150g/l

F. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalampenelitian ini adalah

dengan melakukan penilaian untuk mengetahui kulitas hasil pengujian yang

Page 46: ekstrak daun

46

meliputi ketuaan warna dan tahan luntur warna terhadap pencucian dengan

uji laboratorium.

1. Pengujian Ketuaan Warna

a. Persiapan Bahan

Pengujian ketuaan warna, persiapan bahan yang digunakan adalah

kain kapas yang dicelup ekstrak kulit pohon mahoni dengan konsentrasi

larutan 50g/l, 100g/l, 150g/l dengan pemakaian mordan tawas dan garam

diazo dengan konsentrasi variasi 10g/l, 20g/l, 35g/l dengan ukuran kain

5×10 cm sebanyak 18 lembar.

b. Persiapan Alat

Persiapan alat yang digunakan antara lain: 1) alat tulis, 2)

penggaris, 3) gunting kain, 4) Spectofometer jenis Spectronic 20 yang

dilengkapi dengan refleksi analisa warna, 5) Magnesium Oksida (MgO)

padat, sebagai standar putih, 6) sikat pembersih.

c. Cara Uji

Pelaksanaan pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui

ketuaan warna dari sampe percobaan, serta mengetahui berapa besar zat

warna yangterserap dalam serta. Cara kerjanya adalah sebagai berikut: 1)

alat Spectofometer dipanaskan selama 15 menit, 2) alat Spectofometer

dikalibrasi dengan kotak hitam yang harus menunjukkan angka 0% dan

bahan putih Magnesium Oksida (MgO) yang harus menunjukkan angka

100%R, 3) masing-masing contoh uji kain kapas diukur reflektansinya

dari panjang gelombang 400nm sampai 700nm denganselang harga

Page 47: ekstrak daun

47

10nm, setiap panjang gelombang alat Spectofometer harus dikalibrasikan

dengan kotak hitam, 4) buat grafik hubungan antara reflektansi

denganpanjang gelombang untuk tiap konsentrasi, 5) hitung K/S dengan

rumus: RRSK

2)1(/

2−= dimana:K= Koefisien Penyerapam Cahaya,S=

Koefisien Penghamburan Cahaya,R= Cahaya yang dipantulkan, 6)

menghitung harga K/S zat warna yang terserap dalam kain dengan

rumus: )()()( /// kainputihrnaibahanterwarserapzatwarnate SKSKSK −=

2. Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian

a. Persiapan Bahan

Bahan yang digunakan antara lain: 1) kain kapas yang dicelup

dengan ekstrak kulit pohon mahoni dengan konsentrasi 50g/l, 100g/l,

150g/l dengan menggunakan mordan tawas dan garam diazo konsentrasi

10g/l, 20g/l, 35g/l dengan ukuran 5×10 cm sebanyak 18 lembar, 2) kain

putih dengan ukuran 5×10 sebanyak 36 lembar, contoh uji kain kapas

dicelup dengan ekstrak kulit pohon mahoni dengan konsentrasi 50g/l,

100g/l, 150g/l dengan mordan tawas dan garam dapur tiap satu lembar

diletakkan diantara kedua kain putih, kemudian dijahit pada salah satu

sisi yang pendek.

b. Pereaksi

Bahan pereaksi yang digunakan dalam pengujian tahan luntur

warna terhadap pencucian adalah dengan syarat sebagai berikut: 1)

mengandung air dan zat-zat menguap pada 105°C maksimum 10%, 2)

Page 48: ekstrak daun

48

jumlah alkali bebas, zat-zat yang tidak larut dalam alkohol dan Natrium

Klorida maksimum 6%, 3) alkali bebas sebagai NaOH maksimum 0,2%,

4) zat tak larut dalam air maksimun 1,0 %, 5) titer asam lemak minimum

39%, f) kadar sabun non hidrat minimum 85%.

c. Persiapan Alat

Persiapan alat yang digunakan untuk pengujian tahan luntur

warna terhadappencucian adalah sebagai berikut:1) alat tulis, 2) kapur

jahit, 3) penggaris, 4) gunting,e) Launderometer, 5) Grey Scale, 6)

Staining Scale.

d. Cara Uji

Pelaksanaan pengujian ini dilakukan pada suhu 40°C yaitu

dimaksudkan untuk meniru pencucian dengan tangan dan perubahan

warna yang sesuai dengan hasil 3 kali pencucian dengan suhu 40°C

prosesnya adalah sebagai berikut: 1) bejana dimasukkan 200ml larutan

yang mengandung 0,5% volume sabun dan sepuluh buah kelereng baja

tahan karat, ditutup rapat dan dipanasi terlebih dahulu sanpai 40°C, 2)

bejana tersebut diletakkan pada tempatnya dengan penutup menghadap

keluar. Pemasangan bejana diatur sedemikian rupa sehingga pada tiap

sisimesin terdapat bejana-bejana yang jumlahnya sama terdiri dari

sejumlah bejana yang sama, 3) mesin dijalankan selama paling sedikit 2

menit untuk pendahuluan, 4) mesin dehentikan dengan tegak lurus keatas,

tutup bejana dibuka dan contoh uji yang telah diremas-remas dimasukkan

kedalam larutan, kemudian ditutup kembali dam Launderometer

Page 49: ekstrak daun

49

dijalankan selama 45 menit, 5) mesin dihentikan, bejana-bejana diambil

dan isi dikeluarkan, masing-masing contoh uji dicucidua kali dalam gelas

piala dengan 100ml air pada suhu 40°C selama masing-masing 1 menit

dengan mengaduk atau diperas dengan tangan, kemudian diasamkan

dalam 100ml larutan asam asetat 0,014%(0,05 ml asam asetat 28% per

100ml air) selama 1 menit pada suhu 27°C. Akhirnya bahan diperas

dengan Hidroekstrator atau Mangel. Contoh uji dikeringkan dengan jalan

menyeterika pada suhu 135-150°C.

G. Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan penelitian non hipotesis. Apabila data

telah terkumpul lalu diklasifikasi menjadi dua kelompok yaitu: data kualitatif

dan data kuantitatif, dalam penelitian ini yang digunakan adalah data

kualitatif yaitu yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang

dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan

(Suharsimi, 1998: 245). Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan

untuk mendeskrpsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti

melalui data sample atau populasi, tanpa melakukan analisis dan membuat

kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiono, 1999:21)

Hasil analisis deskriptif kualitas warna kain kapas menunjukkan

tingkat ketuaan warna dan ketahanan luntur terhadap warna. Dalam

menganalisis data yang didapat dari uji labolatorium menggunakan bantuan

Page 50: ekstrak daun

50

computer dengan program exel dan SPSS, program exel digunakan dalam

analisis varians dua jalur, sedangkan program SPSS digunakan untuk analisis

kolmogorov-smirnov satu sample dan analisis Kruskal Wallis.

Langkah-langkah menghitung:

a. Mean

Mean adalah nilai rata-rata dari data yang diperoleh dari

pengumpulan data, besarnya bersifat kuantitas dan tidak bervariasi.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

X¯= X1 +X 2 +….X n

Keterangan:

X¯ = Mean

X1 +X 2 = Skor responden

N = Jumlah responden

b. Standar Deviasi

Standar Deviasi adalah satuan ukurran yang digunakan untuk

mengukur penyebaran deviasi, satuan ini dipakain untuk data

bersekala kontinu. Rumus yang digunakan sebagai berikut:

S = ∑X 2 /N

Keterangan:

S = Standar deviasi

X = Deviasi

N = Julah populasi

(Bambang Soepeno, 1997:23-32)

Page 51: ekstrak daun

51

c. Koevisien Variasi

Koevisien variasi digunakan untuk mendapatkan indeks variasi

yang dilukiskan oleh standar deviasi dalam makna presentase mean.

Rumus yang digunakan sebagai berikut:

V = X

S.100

Keterangan:

V = Koevisien variasi

S = Standar Deviasi

X = Mean

(Ispardi, 1998:31)

2. Analisis Statistik

Sebelum melakukan analisis data untuk mengetahui ketuaan warna dan

ketahanan luntur warna pada pencelupan ekstrak kulit pohon mahoni dengan

mordan tawas dan garam diazo maka dilakukan uji persyaratan terlebih

dahulu.

a. Uji Persyaratan Statistik

Data yang telah diperoleh perlu diuji untuk mengetahui apakah

data tersebut normal atau tidak dan homogen atau tidak. Uji

Homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Barlett, sedangkan

untuk uji normalitas dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov

satu sample. Langkah langkah uji homogenitas dan normalitas dapat

diuraikan sebagai berikut:

1) Uji Normalitas

Page 52: ekstrak daun

52

Uji Normalitas digunakan untuk menguji data tersebut

berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data digunakan uji

kolmogorov-smirnov satu sample. Uji kolmogorov-smirnov

digunakn untuk menguji apakah dua sample berasal dari populasi-

populasi yang mempunyai distribusi yang sama atau berbeda. Uji ini

boleh dipandang sebagai uji yang umum atau serba guna karena

kepekaannya terhadap semua jenis perbedaan yang mungkin ada

diantara dua distribusi.

Dasar pengujian ini adalah membandingkan dua distribusi

kumulatif dan memfokuskan ada selisih terbesar antara kedua

distribusi tersebut, misalnya Sn1 (x) = fungsi jenjang kumulatif

observasi salah satu sample. Ini berarti Sn1 (x) = k/n1 , dimana k =

banyaknya skor sama atau kurang dari x, misalnya Sn 2 (x) = fungsi

jenjang observasi yang lain; artinya Sn 2 (x) = k/n 2 .

Rumus tes Kolmogorof – Smirnov

D = maksimum (Sn1 (x)- Sn 2 (x))

Kaidah pengambilan keputusan:

Asyim. Sig < taraf nyata (α) berarti data tidak berdistribusi normal.

Asyim. Sig > taraf nyata (α) berarti data berdistribusi normal.

(Wahid Sulaiman, 2003:9)

Page 53: ekstrak daun

53

2) Uji Homogenitas

- Membuat tabel harga-harga yang diperoleh dengan uji

Barllett

Tabel 5.Daftar Varians untuk Uji Bartlett Sampel ke

Dk 1/dk Si 2 Log Si 2

(dk) Log Si 2

1 2 . . k

n1 -1 n 2 -1 n k -1

1/( n1 -1) 1/( n 2 -1) 1/( n k -1)

S12

S 22

S k

2

Log S1

2 Log S 2

2 Log S k

2

( n1 -1)Log S12

( n 2 -1)Log S 22

( n k -1)Log S k

2

Jumlah ∑ (n i -1) ∑1/(n i -1) - - ∑( n k -1) Log S i

2

- Menghitung varian gabungan dari semua sampel dengan

rumus: ( ) ( )∑∑ −−= 1/1 22 niSiniS

- Menghitung harga B dengan rumus: ( ) ( )∑ −= 1log 2 niSB

- Menghitung harga data dengan rumus:

( ) ( ( ) )[ ]∑ −−= 22 log110 SiniBinX

In 10 = 2,3026 disebut logaritma asli dari bilangan.

- Menghitung harga 2X yang diperoleh dengan harga tabel,

kriteria Ha diterima jika 2X hitung ≥ 2X tabel maka data

homogen (Sujdana, 1996:261-263).

Page 54: ekstrak daun

54

b. Analisis Varian (ANAVA)

Jika data berdistribusi normal dan homogen dilanjutkan dengan

analisis varian 2 jalur. Analisis varian 2 jalur digunakan untuk

mengetahui perbedaan sample yang mendapat perlakuan berbeda.

Langkah-langkahnya:

1) Menghitung totalJK

( )N

XXJK kolom

total

2∑∑ ==

2) Menghitung kolomJK

( ) ( )∑ ∑∑

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡−=

NX

nkX

JK totalkolomkolom

22

3) Menghitung jumlah kuadrat garis

( ) ( )∑ ∑∑

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡−=

22

NX

nX

JK baris

baris

barisbaris

4) Menghitung jumlah kuadrat interaksi

( )bariskolombagianeraksi JKJKJKJK −−=int

( ) ( ) ( ) ( )1

222

2

22

1

1 .......bag

total

bagn

bagn

bag

bag

bag

bagbagian n

XnX

nX

nX

JK ∑∑∑∑ ∑ −++−=

5) Menghitung jumlah kuadrat dalam

( )eraksibariskolomtotaldata JKJKJKJKJK int++−=

6) Menghitung dk untuk

1−= kdkkolom

Page 55: ekstrak daun

55

1−= bdkbaris

kolomeraksi dkdk =int × barisdk

( )barisdalam kNdk −=

( )1−= Ndktotal

7) Menghitung kuadrat (MK)

kolomkolomkolom dkJKMK /=

barisbarisbaris dkJKMK /=

eraksieraksieraksi dkJKMK intintint /=

dalamdalamdalam dkJKMK /=

8) Memasukkan hasil perhitungan kedalam tabel ringkasan

anava dua jalur.

9) Menghitung harga kolomFh , barisFh , eraksiFhint dengan cara

membagi setiap MK dengan MK dalam.

10) Mengkosultasikan hitungF ke tabelF pada taraf signifikasi 5%.

11) Kriteria: Apabila hitungF > tabelF maka Ha diterima dan Ho

ditolak.

c. Analisis Kruskal Wallis

Analisis Kruskal Wallis digunakan untuk menentukan apakah

sampel berasal dari populasi-populasi yang berbeda. Teknik Kruskal

Wallis menguji hipotesis nol (Ho) bahwa Ksampel berasal dari

populasi yang sama atau populasi-populasi identik dalam harga rata-

ratanya.

Page 56: ekstrak daun

56

Rumus: ( ) ( )131

121

2

−−+

= ∑=

Nji

RjNN

Hk

j

Dengan:

k = banyaknya sampel

ni = banyaknya kasus dalam sampel ke-j

N = ∑nj = banyaknya kasus dalam semua sampel

∑=

k

j 1= menunjukkan kita harus menjumlahkan seluruh k sampel

(kolom-kolom)

Apabila H berada dalam wilayah kritik dengan harga H ≥ 2X tabel

dengan 1−= kdk derajat bebas maka Ho ditolak pada taraf nyata α

apabila H berada diluar wilayah kritik (Sidney Siegel, 1994: 230).

Page 57: ekstrak daun

57

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV berisi tentang hasil penelitian, pembahasan dan keterbatasan

peneliti.

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Kualitas Hasil Pencelupan

Beberapa hal yang akan diuraikan dalam sub bab berikut ini adalah deskripsi yang berkaitan dengan kualitas warna kain kapas yang dicelup menggunakan ekstrak kulit pohon mahoni dengan mordan tawas dan garam diazo dengan konsentrasi bervariasi meliputi ketuaan warna dan ketahanan luntur warna terhadappencucian yang dianalisis secara deskriptif.

a. Hasil Analisis Deskriptif Ketuaaan Warna

Hasil Pengujian terhadap ketahanan luntur terhadap penodaan

warna dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini:

Tabel 6. Nilai Rata-rata ketuan warna dinyatakan dengan Besaran R(%) Konsentrasi mordan garam diazo

Pengujian ketuaan warna Konsentrasi pewarna 10 g/l 20 g/l 30 g/l

Pengujian 1

Pengujian 2

Pengujian 3

Rata-rata

50 g/l

50 g/l

50 g/l

27.29%

28.66%

26.66%

27.54%

16.62%

16.64%

16.79%

16.68%

6.07%

5.02%

4.97%

5.35%

Pengujian 1

Pengujian 2

Pengujian 3

Rata-rata

100 g/l

100 g/l

100 g/l

24.63%

24.7%

24.5%

24.61%

14.76%

15.63%

14.96%

15.12%

4.81%

4.01%

3.98%

4.27%

Pengujian 1

Pengujian 2

Pengujian 3

Rata-rata

150 g/l

150 g/l

150 g/l

23.7%

23.55%

23.24% 23.50%

12.6%

12.25%

11.78%

12.21%

4.73%

3.9 %

3.76%

4.13%

Page 58: ekstrak daun

58

Konsentrasi mordan tawas Pengujian ketuaan warna Konsentrasi pewarna

10 g/l 20 g/l 30 g/l

Pengujian 1

Pengujian 2

Pengujian 3

Rata-rata

50 g/l

50 g/l

50 g/l

69.99%

69.94%

68.24%

69.39 %

58.31%

58.23%

58.11%

58.22%

39.38%

39.86%

39.9%

39.71%

Pengujian 1

Pengujian 2

Pengujian 3

Rata-rata

100 g/l

100 g/l

100 g/l

66.52%

65.84%

65.74%

66.03%

54.07%

55.53%

54.43%

54.68%

40.22%

39.67%

38.97%

39.62%

Pengujian 1

Pengujian 2

Pengujian 3

Rata-rata

150 g/l

150 g/l

150 g/l

64.39%

64.85%

63.45%

64.23%

53.37%

53.55%

53.05%

53.32%

38.6%

38.23%

38.11%

38.31%

Keterangan : Semakin kecil nilai R (%), makin tinggi nilai ketuaan warna

Nilai rata-rata ketuaan warna hasil pencelupan kain kapas dengan

ekstrak kulit pohon mahoni menggunakan mordan garam diazo pada

konsentrasi pewarna 50g/l garam diazo 10g/l adalah 27,54%, garam diazo

20g/l adalah 16,68%, garam diazo 30g/l adalah 5,35%. Konsentrasi

pewarna 100g/l garam diazo 10g/l adalah 24,61%, garam diazo 20g/l

adalah 15,12%, garam diazo 30g/l adalah 4,27%. Konsentrasi pewarna

150g/l garam diazo 10g/l adalah 23,50%, garam diazo 20g/l adalah

12,21%, garam diazo 30g/l adalah 4,13%.

Nilain rata-rata ketuaan warna hasil pencelupan kain kapas dengan

ekstrak kulit pohon mahoni dengan mordan tawas pada konsentrasi

pewarna 50g/l tawas 10g/l adalah 69,39%, tawas 20g/l adalah 58,22%,

tawas 30g/l adalah 39,31%. Konsentrasi pewarna 100g/l tawas 10g/l

adalah 66,03%, tawas 20g/l adalah 54,68%, tawas 30g/l adalah 39,62%.

Page 59: ekstrak daun

59

Konsentrasi pewarna 150g/l tawas 10g/l 64,23%, tawas 20g/l adalah

53,32%, tawas 30g/l adalah 38,31%.

Secara grafis, nilai rata-rata ketuaan warna tersebut dapat dilihat pada

grafik berikut ini:

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

16.00%

18.00%

1 2 3

Pengujian 1 (50)Pengujian 2 (50)Pengujian 3 (50)Pengujian 1 (100)Pengujian 2 (100)Pengujian 3 (100)Pengujian 1 (150)Pengujian 2 (150)Pengujian 3 (150)

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

16.00%

18.00%

1 2 3

Pengujian 1 (50)Pengujian 2 (50)Pengujian 3 (50)Pengujian 1 (100)Pengujian 2 (100)Pengujian 3 (100)Pengujian 1 (150)Pengujian 2 (150)Pengujian 3 (150)

Gambar 5. Grafik Ketuaan Warna Hasil Pencelupan Kain Kapas

Page 60: ekstrak daun

60

Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa, nilai rata-rata ketuaan

warna hasil pencelupan kain kapas dengan ekstrak kulit pohon mahoni

yang diberi penambahan mordan tawas makin tinggi konsentrasi tawas

makin rendah nilai R (%) yang berarti warna makin muda. Pada

penggunaan garam diazo semakin tinggi konsentrasi mordan makin

rendah nilai R (%), yang berarti warna semakin tua. Warna yang paling

tua dihasilkan pada konsentrasi garam diazo 30g/l dalam setiap

konsentrasi larutan bahan pewarna.

b. Hasil Analisis Deskriptif Ketahanan Luntur Warna terhadap Pencucian

Hasil pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian dapat

dilihat dari perubahan waran (Grey Scale) dan penodaan warna (Staining

Scale) dalam satuan CD (Colour Difference).

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa nilai ketahannan luntur

warna terhadap pencucian ditinjau dari nilai penodaan warnanya untuk

penggunaan mordan tawas pada kosentrasi pewarna 50g/l dan tawas 10g/l

dalam kategori cukup, tawas kosentrasi 20g/l dan 30 g/l dalam kategoro

kurang, pada konsentrasi pewarna 100g/l dan 150g/l dalam kategori

kurang, sedangkan untuk menggunakan mordan garam diazo pada

konsentrasi garam diazo 10g/l dalam kategori cukup baik, pada

konsentrasi 20g/l dalam kategori baik, dan dalam konsentrasi 30g/l dalam

kategori kurang.

Page 61: ekstrak daun

61

Nilai rata-rata ketahanan luntur warna terhadap pencucian hasil

pencelupan kain kapas dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Nilai Rata-rata Ketahanan Luntur Warna terhadap Penodaan

Konsentrasi Mordan Tawas Garam Diazo

Ketahanan Luntur Warna terhadap Pencucian

Sumber Variasi 10g/l 20g/l 30g/l 10g/l 20g/l 30g/l

Perubahan warna 50 Perubahan warna 100 Perubahan warna 150

CD Nilai Kriteria CD Nilai Kriteria CD Nilai Kriteria

8.00 3 C 12.00 2-3 K 11.30 2-3 K

11.30 2-3 K 12.00 2-3 K 15.90 2 K

12.00 2-3 K 15.90 2 K 12.00 2-3 K

4.00 4 B 8.00 3 C 8.50 3 C

8.00 3 C 12.00 2-3 K 8.00 3 C

16.00 2 K 16.00 2 K 16.00 2 K

Perubahan warna 50 Perubahan warna 100 Perubahan warna 150

CD Nilai Kriteria CD Nilai Kriteria CD Nilai Kriteria

8.00 3 C 8.50 3 C 12.00 2-3 K

10.60 2-3 K 12.00 2-3 K 12.00 2-3 K

12.00 2-3 K 12.00 2-3 K 12.00 2-3 K

4.00 4 B 8.00 3 C 11.30 2-3 K

11.30 2-3 K 8.50 3 C 8.00 3 C

16.10 2 K 16.10 2 K 15.90 2 K

Perubahan warna 50 Perubahan warna 100 Perubahan warna 150

CD Nilai Kriteria CD Nilai Kriteria CD Nilai Kriteria

8.50 3 C 8.00 3 C 12.00 2-3 K

10.60 2-3 K 11.30 2-3 K 12.00 2-3 K

11.30 2-3 K 12.00 2-3 K 10.60 2-3 K

5.60 3-4 CB 8.50 3 C 8.50 3 C

8.00 3 C 8.50 3 C 7.50 3 C

12.00 2-3 K 15.90 2 K 15.90 2 K

Keterangan: B= Baik C= Cukup K= Kurang

Page 62: ekstrak daun

62

Tabel 8. Nilai Rata-rata Ketahanan Luntur Warna terhadap Perubahan Warna

Konsentrasi mordan garam diazo Pengujian perubahan warna Konsentrasi pewarna

10 g/l 20 g/l 30 g/l

Pengujian 1

Pengujian 2

Pengujian 3

Rata-rata

50 g/l

50 g/l

50 g/l

3.00

2.80

2.80

2.87

3.20

3.00

3.00

3.07

2.20

3.20

3.00

3.00

Pengujian 1

Pengujian 2

Pengujian 3

Rata-rata

100 g/l

100 g/l

100 g/l

6.00

5.50

5.50

5.67

3.20

3.00

3.00

3.07

5.50

6.00

6.00

5.83

Pengujian 1

Pengujian 2

Pengujian 3

Rata-rata

150 g/l

150 g/l

150 g/l

6.00

4.50

4.50

5.00

6.50

6.00

6.00

6.17

6.50

4.20

2.20

4.30

Konsentrasi mordan tawas Pengujian perubahan warna Konsentrasi pewarna

10 g/l 20 g/l 30 g/l

Pengujian 1

Pengujian 2

Pengujian 3

Rata-rata

50 g/l

50 g/l

50 g/l

6.00

6.50

5.50

6.00

6.00

5.50

6.50

6.00

6.50

6.50

6.00

6.33

Pengujian 1

Pengujian 2

Pengujian 3

Rata-rata

100 g/l

100 g/l

100 g/l

6.00

5.50

6.50

6.00

6.00

5.50

5.50

5.67

6.00

6.50

6.50

6.33

Pengujian 1

Pengujian 2

Pengujian 3

Rata-rata

150 g/l

150 g/l

150 g/l

6.00

5.50

5.50

5.67

6.00

6.00

5.50

5.83

6.00

6.50

6.00

6.17

Page 63: ekstrak daun

63

2. Analisis Perbedaan Kualitas Warna Kain Sutra yang Dicelup

Menggunakan Ekstrak Kulit Pohon Mahoni dengan Mordan Tawas dan

Garam Diazo dengan Konsentrasi Bervariasi

a. Uji Persyaratan

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data mengikuti

sebaran distribusi normal atau tidak. Apabila sebaran data

berdistribusi normal maka analisis selanjutnya dalam pengujian

hipotesis digunakan statistik parametric, sebaliknya apabila sebaran

data tidak berdistribusi normal, analisis yang digunakan untuk

menguji hipotesis digunakan statistik non parametric. Pengujian

normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-

Smirnov satu sampel.

Data yang berdistribusi normal, apabila harga asymp.sig lebih

besar dari 0,05. Hasil uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-

Smirnov satu sample dapat dilihat pada lampiran 8, 9, 10.

Berdasarkan hasil uji normalitas data yang terangkum dalam

lampiran 8, 9, 10 terlihat bahwa harga asymp.sig dari semua sel baik

berupa ketuaan warna dan penodaan warnanya, semua lebih besar dari

0,05 yang berarti bahwa semua sel atau data berdistribusi normal.

2) Uji Homogenitas

Syarat penggunaan analisis parametrik seperti anava, selain

berdistribusi normal harus memenuhi asumsi homogenitas varian

Page 64: ekstrak daun

64

datanya. Dalam analisis ini dapat dilihat dari uji homogenitas dengan

menggunakan uji Barlett. Apabila х²hitung lebih kecil dari х²tabel

pada taraf signifikan =5%, maka data dikatakan homogen.

Hasil homogenitas data untuk data ketuaan warna dan

penodaan dapat dilihat pada lampiran 11, 12, 13.

Berdasarkan uji homogenitas tersebut, terlihat bahwa nilai

х²hitung untuk data ketuaan warna lebih besar dari х²tabel yang

berarti tidak homogen, sedangkan untuk data penodaan warna

х²hitung lebih kecil dari х²tabel yang berarti data homogen. Data yang

telah homogen dilanjutkan dengan analisis statistik parametrik dalam

hal ini analisis varian yaitu data ketuaan warna, sedangkan data yang

tidak homogen yaitu data ketahanan luntur warna terhadap pencucian

dan penodaan dilanjutkan dengan analisis non parametrik Kruskal

Wallis untuk menguji hipotesisnya. Hal ini disebabkan karena syarat

analisis varians selain homogen harus berdistribusi normal.

b. Analisis Statistik Perbedaan Ketuaan Warna

Untuk mengetahui perbedaan ketuaan warna kain kapas yang

dicelup dengan menggunakan ekstrak kulit pohon mahoni dengan mordan

tawas dangaram diazo dengan konsentrasi bervariasi digunakan analisis

anava. Hasil analisis untuk data pengujian ketuaan warna dapat dilihat

pada lampiran 14 .Berdasarkan hasil analisis data tersebut, diperoleh

harga aasymp.sig sebesar (0,000) < 0,05 yang berarti bahwa ada

perbedaab signifikan. Hal ini berarti ada perbedaan ketuaan warna kain

Page 65: ekstrak daun

65

kapas yang dicelup menggunakan ekstrak kulit pohon mahoni dengan

mordan tawas dan garam diazo dengan konsentrasi bervariasi.

c. Analisis Statistik Ketahanan Luntur Warna terhadap Pencucian

1) Ketahanan Luntur Warna terhadap penodaan

Ketahanan luntur warna terhadap pencucian meliputi

perubahan warna dan penodaan warna. Untuk mengetahui perbedaan

ketahanan luntur warna terhadap pencucian kain kapas yang dicelup

menggunakan ekstrak kulit pohon mahoni dengan mordan tawas dan

garam diazo dengan konsentrasi yang bervariasi digunakan analisis

varian dua jalur untuh perubahan warna dan penodaan warna pada

kain katun. Hasil analisis varian perubahan warna dapat dilihat pada

tabel 8 berikut ini:

Tabel 8. Hasil Analisis Varian untuk Penodaan Warna

Sumber variasi

Dk Jk MK Fhitung Ftabel Keterangan

Konsentrasi mordan

2,00 113,55 56,78 194,48 3,26 Signifikan

Jenis mordan

5,00 25746,31 5149,26 17637,82 2,48 Signifikan

Interaksi 10,00 29,31 2,93 10,04 2,10 Signifikan

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa ada perbedaan ketahanan

luntur warna terhadap pencucian kain kapas yang dicelup menggunakan

ekstrak kulit pohon mahoni serta mordan tawas dan garam diazo dengan

konsentrasi yang berbeda ditinjau dari perubahan warnanya. Hal ini

ditunjukkan dari hasil analisis varians diperoleh Fhitung untuk

konsentrasi moran sebesar 194,48 > Ftabel sebesar 3,26,untuk pemakain

Page 66: ekstrak daun

66

jenis mordan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dengan

diperoleh Fhitung sebesar 17637,82 > Ftabel sebesar 2,48 dan untuk

interaksi antara konsentrasi mordan dengan jenis mordan menunjukkan

adanya perbedaan yang signifikan dengan diperoleh Fhitung sebesar

10,04 > Ftabel sebesar 2,10.

2) Ketahanan Luntur Warna terhadap Perubahan warna

Analisi data tahan luntur warna menggunakan analisis Kruskal

Wallis. Hasil analisis dapat dilihat pada lampiran 15. Dari analisis

tersebut terlihat bahwa Asyimp. Sig. (0,005) < 0,05, maka ada

perbedaan pada masing-masing perlakuan.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Kualitas Ketuaan Warna Hasil Pencelupan Kain Kapas

Ekstrak kulit pohon mahoni merupakan pewarna alam yang dapat

digunakan sebagai pewarna kaian kapas. Ekstrak kulit pohon mahoni tersebut

dapat menimbulkan warna merah bata dan mudah luntur, oleh karena itu,

perlu penambahan mordan yang dapat membangkitkan warnanya. Alternatif

mordan yang mordan yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah tawas

dan garam diazo. Tawas merupakan mordan yang ramah terhadap lingkungan

, sedangkan garam diazo merupakan mordan sintetis.

Hasil analisis menunjukkan bahwa, hasil pencelupan kain kapas

menggunakan ekstrak kulit pohon mahoni yang diberi penambahan mordan

tawas makin bertambah konsentrasi mordan yang digunakan dalam larutan

Page 67: ekstrak daun

67

pencelupan warna yang dihasilkan semakin muda. Warna yang paling tua

diperoleh pada konsentrasi 10g/l pada setiap konsentrasi pewarna yang

bervariasi. Hal ini disebabkan makin bertambah konsentrasi mordan tawas

yang digunakan mengakibatkan larutan tersebut jenuh sehingga tidak mampu

berikatan dengan zat warna, warna yang dihasilkan kembali muda. Apabila

dilihat dari sifat tawas yaitu dapat menguatkan warna, tetapi bersifat bersifat

membersihkan sisa-sisa zat warna alam yang tertinggal dalam kain, sehingga

warna menjadi lebih bersih akibatnya dapat mengurangi ketuaan warna.

Hasil pencelupan kain kapas menggunakan garam diazoyang

digunakan warna yang dihasilkan makin tua. Hal ini dikarenakan garam diazo

merupakan garam pembantu untuk dapat meningkatkan terserapnya zat warna

kedalam kain. Warna yang paling tua diperoleh pada konsentrasi 30g/l pada

setiap pencelupan dengan konsentrasi yang bervariasi.

2. Ketahanan Luntur Warna terhadap Pencelupan Hasil Pencelupan Kain

Kapas

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rata-rata perubahan warna

hasil pencelupan kain kapas menggunakan ekstrak kulit pohon mahoni yang

diberi penambahan mordan garam diazo pada konsentrasi pewarna 50g/ nilai

perubahan warnannya yang paling baik berarti warna kain tersebut tidak

mudah luntur oleh proses pencucian, hal ini disebabkan karena proses

pencelupan tercapai kesetimbangan yaitu zat warna mampu masuk ke dalam

serat secara maksimum dan berikatan kuat dengan serat, sedangkan pada

Page 68: ekstrak daun

68

konsentrasi pewarna 100g/l dan 150g/l warna kain mudah luntur oleh proses

pencucian. Pada pencelupan kain kapas yang diberi penambahan tawas kain

mudah luntur oleh proses pencucian.

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rata-rata penodaan warna

hasil pencelupan kain kapas menggunakan mordan tawas pada konsentrasi

yang bervariasi nilai penodaan warnanya dalam kategori kurang. Ini berarti

bahwa warna tersebut dapat menodai kain lain, disebabkan karena zat warna

tidak mampu berikatan kuat dengan kain. Sedangkan dengan bertambahnya

konsentrasi tawas yang digunakan pada larutan pencelupan, larutan mordan

kembali jenuh sehingga tidak mampu mengikat zat warna yang berarti bahwa

wara tersebut mudah menodai kain lain. Hasil pencelupan kain kapas dengan

modan garam diazo memiliki nilai rata-rata penodaan yang cukup. Makin

tinggi konsentrasi garam diazo yang digunakan makin baik nilai penodaannya

ini berarti warna tersebut tidak mudah menodai kain lain.Garam diazo dapat

memberikan suasana alkalis dalam larutan pencelupan, maka ikatan antara zat

warna dengan mordan garam diazo dapat berikatan kuat sekaligus

mempunyai daya afinitas yang besar sehingga akan menambah kemampuan

zat warna untuk masuk ke dalam serat secara maksimum, yang

mengakibatkan zat warna tersebut mampu bertahan dalam serat dan warna

tersebut tidak mudah menodai kain lain.

C. Keterbatasan Penelitian

Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain:

Page 69: ekstrak daun

69

1. Keterbatasan peneliti untuk mengetahui kandungan senyawa dari kulit

pohon mahoni sehingga tidak bisa menentukan konsentrasi yang

benar. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut.

2. Ditinjau dari pengambilan sample, peneliti hanya mengambit kain

kapan merek “Lar” sehingga belum bisa mengungkap pencelupan

pada kain sutra jenis lain sehingga kesimpulan yang diambil

generlisasinya sangat terbatas.

3. Variabel terikat dalam penelitian ini hanya terbatas pada ketuaan

warna dan ketahanaan luntur warna terhadap pencucian sehingga

belum disa mengungkap tentang kualitas hasil pencelupan secara

keseluruhan.

4. Peneliti hanya menggunakan kain kapas sebagai objek dalam

pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian dilihat dari

penodaan warnanya, sehingga belum bisa mengetahui penodaan

warna pada kain lain.

Page 70: ekstrak daun

70

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka simpulan yang

diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kain kapas yang dicelup menggunakan ekstrak kulit pohon mahoni serta

mordan tawas dan kapur sirih dengan konsentrasi bervariasi menghasikan

kualitas ketuaan warna yang berbeda,makin tinggi konsentrasi tawas makin

tua, namun pada konsentrasi 30g/l warna kembali muda. Warna paling tua

pada konsenrasi 20g/l. Makin tinggi konsentrasi garam diazo,warna makin

tua. Warna paling tua pada konsentrasi 30g/l.

2. Kain kapas yang dicelup menggunakan ekstrak kulit pohon mahoni serta

mordan tawas dan garam diazo dengan konsentrasi berfariasi menghasilkan

kualitas ketahanan luntur yang berbeda. Makin tinggi konsentrasi mordan

yang digunakan nilai ketahanan luntur warnanya makin baik, sedangkanuntuk

mordan tawas makin tinggi konsentrasi maka warna tidak menodai kain lagi.

B. Saran

Ada beberapa saran yang berkaitan dengan hasil penelitian ini, antara lain:

Bagi para pengusaha pencelupan kain kapas, dapat memanfaatkan ekstrak

kulit pohon mahoni sebagai bahan pewarna alam pengganti bahan pewarna

sintetik. Untuk memperoleh warna tua dan ketahanan luntur warna baik pada

Page 71: ekstrak daun

71

penggunaan mordan tawas dapat menambah konsentrasi, sedangkan mordan

garam diazo warna paling tua pada konsentrasi 30g/l, tetapi ketahanan luntur

warnanya kurang baik.