tugas ujian

Upload: indri-nurul-aini

Post on 18-Jul-2015

108 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

INFEKSI JAMUR 1. Candidiasis Lesi oral yang paling umum terjadi pada HIV adalah candidiasis, yang dominan disebabkan oleh Candida albicans. Candida merupakan flora normal, sehingga candidiasis oral secara klinis jarang terjadi pada pasien sehat. Candidiasis oral klinis dilaporkan terjadi pada 17-43% pasien dengan infeksi HIV dan pada lebih dari 90% pasien dengan AIDS. Umumnya gambaran klinis cukup untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan eksfoliatif sitologi sederhana akan mengidentifikasi karakteristik ragi dan hifa jika diagnosa klinis tidak pasti. 2. Actinomycosis Actinomycosis disebabkan oleh spesies Actinomyces, terutama Actinomyces israelii, organisme yang memiliki sifat jamur dan bakteri. Jamur ini paling sering menginfeksi kepala dan leher. Mikroorganisme ini merupakan salah satu mikrofloral mulut, dapat menginfeksi dengan adanya faktor predisposisi seperti ekstraksi gigi rahang bawah atau fraktur compound pada mandibula terutama pada pasien dengan infeksi HIV. Selain itu, perawatan endodontik dan periodontik juga dicurigai sebagai faktor predisposisi. 3. Histoplasmosis Histoplasmosis disebabkan oleh jamur histoplasma capsulatum, Sebuah jamur dimorfik yang tumbuh dengan bentuk ragi pada jaringan yang terinfeksi. Infeksi terjadi khususnya karena menghisap debu yang telah terkontaminasi oleh tetesan kotoran terutama dari burung atau kelelawar yang terinfeksi. Pada kebanyakan kasus, terutama selain anak normal, infeksi primer bisaanya ringan, bermanifestasi sebagai penyakit paru-paru self limiting yang sembuh dan meninggalkan fibrosis dan kalsifikasi yang mirip dengan tuberculosis. Pasien immunosuppressed dan myelosuppressed lebih mungkin menyebabkan penyebaran yang parah dari penyakit ini. Selama dekade lampau, kebanyakan kasus yang dilaporkan pada lesi oral histoplasmosis pada pasien yang terinfeksi HIV yang hidup atau mengunjungi area endemik.

Lesi mukosa oral dapat timbul sebagai papula, nodul, ulser atau vegetasi. Apabila satu lesi ditinggalkan tanpa perawatan, lesi ini dapat berkembang dari papula padat menjadi nodul yang berulser dan perlahan melebar. Nodus limfatikus servikal membesar dan mengeras. Kasus oral histoplamosis telah dilaporkan sebagai tanda awal dari infeksi HIV. Lesi oral histoplasmosis yang paling sering ditemukan pada pasien dengan HIV adalah ulser dengan pinggiran berindurasi, yang sering ditemukan pada gingiva, palatum, atau lidah. Lesi oral histoplasmosis ini pada pasien dengan HIV dapat muncul sendiri atau sebagai bagian dari penyebaran infeksi. Diagnosis definitif dari histoplasmosis ditegakan melalui kultur dari jaringan yang terinfeksi atau eksudat pada agar Saborauds dextrose atau media lain yang cukup mendukung. Biopsi dari jaringan yang terinfeksi menunjukan ragi yang berbentuk oval yang kecil dalam makrofag dan sel retikuloendotelial sama juga dengan granuloma kronik, sel epiteloid, sel raksasa, dan kadang-kadang nekrosis perkijuan. Tes kulit dan serologis tidak definitive karena banyaknya hasil reaksi false negatif dan false positif. Kasus histoplasmosis ringan sampai moderat dapat diobati dengan ketokonazol atau itrakonazol selama 6 sampai dengan 12 bulan. Pasien immunosuppresssed atau pasien dengan penyakit parah memerlukan amfoterisin B intravena selama 10 minggu. 4. Mucormycosis Mucormycosis (phykomikosis) disebabkan karena infeksi dengan jamur sarkofitik yang biasanya muncul pada tanah atau pada makanan yang sudah basi. Jamur ini non patogen pada individu sehat. Dan dapat dibuat kultur dari hidung tenggorokan dan rongga mulut manusia. (organisme memperlihatkan oportunis daripada patogen sejati) infeksi muncul pada individu dengan ketahanan tubuh inang yang menurun, seperti pada mereka dengan diabetes yang tidak terkontrol atau keganasan hematologis, atau mereka yang menjalani kemoterapi kanker atau terapi obat immunosuppressed. Pada pasien dengan kondisi lemah, mucormycosis muncul pada paru-paru, gastrointestinal, penyebaran atau infeksi rhinocerebral.

Bentuk rhinomaxillary dari penyakit ini, sebuah subdivisi dari bentuk rhinocerebral, dimulai dengan inhalasi dari jamur oleh individu yang terpapar. Jamur lalu menginvasi arteri dan menyebabkan kehancuran setelah terjadi thrombosis dan iskemia. Jamur dapat menyebar dari regio oral dan nasal berlanjut ke otak, dan mengakibatkan kematian dengan persentase yang besar pada kebanyakan kasus. Gejala termasuk obstruksi nasal yang disebabkan karena nekrosis spiral nasal, proptosis karena invasi orbita, demam, bengkak pipi, parestesia pada muka. Tanda Oral yang sudah dikenali dari mucormycosis adalah ulserasi pada palatum, yang terjadi akibat nekrosis karena invasi pembuluh palatum. Karakteristik lesinya besar dan dalam, menyebabkan hilangnya tulang yang meliputinya. (Gbr 4-45). Ulser dari mucormycosis juga dilaporkan terdapat pada gingiva, bibir dan linggir alveolar. Manifestasi awal dari penyakit ini dapat dibingungkan dengan sakit gigi atau sinusitis bakterial maksila yang disebabkan oleh sinus maksilaris. Klinisi harus menyertakan mucormycosis pada diagnosa banding ulser oral yang besar yang muncul pada pasien dengan kondisi lemah karena diabeteas, kemoterapi, atau terapi obat immunosupresi.

Ketika didiagnosa pada awal, mucormycosis dapat disembuhkan dengan kombinasi debridement bedah pada area yang terinfeksi dan pemberian amfoterisin B sistemik sampai 3 bulan. Manajemen yang tepat untuk penyakit yang meliputinya adalah aspek yang sangat penting yang sangat mempengaruhi hasil akhir dari perawatan. Semua pasien yang diberikan amfoterisin B harus diawasi dengan ketat untuk melihat toksisitas ginjal dengan mengukur kadar blood urea nitrogen dan kreatinin secara berulang-ulang.

5. Blastomycosis Blastomycosis merupakan infeksi jamur yang disebabkan oleh Blastomycosis dermatitidis. Organisme ini ditemukan sebagai bagian normal pada tanah, maka itu insidensi tertinggi dari penyakit ini terdapat pada pekerja pertanian, khususnya pada daerah atlantik tengah dan bagian tenggara Amerika Serikat. Distribusi geografis dari infeksi ini mendasari penamaan North American Blastomycosis. Infeksi dari organisme yang sama bagaimanapun telah ditemukan di Mexico dan Amerika tengah dan Selatan. Infeksi Blastomycosis dimulai dengan kebnyakan kasus yang dimulai dengan inhalasi, hal ini menyebabkan infeksi paru-paru primer. Walaupun bentuk self limiting dari penyakit ini ada, infeksi biasanya muncul mengikuti jalur kronik yang dimulai dengan gejala ringan seperti malaise, demam derajat rendah dan batuk yang ringan. Apabila infeksi tidak dapat dirawat, gejala bertambah parah dan termasuk juga pendek bernapas, kehilangan berat badan, dan munculnya sputum berdarah. Infeksi kulit, mukosa dan tulang dapat muncul juga, sebagai hasil dari penyebaran metastastik dari organisme dari paru-paru melalui system limfatik. Kulit dan lesi mukosa mulai sebagai nodul subkutan dan berkembang menjadi ulser berindurasi yang berbatas jelas. Lesi oral yang paling sering muncul pada blastomycosis adalah ulser verrucous nonspesifik yang tidak sakit dengan batas yang berindurasi, sering dikira squamous cell karsinoma. Kadang-kadang kesalahan ini dibuat oleh ahli histopatologi yang belum berpengalaman yang bingung dengan karakteristik pseudoepiteliomatous hyperplasia dengan perubahan keganasan. Lesi oral lain yang telah dilaporkan termasuk juga nodul yang keras dan lesi radiolusen pada rahang. Perawatan untuk blastomycosis adalah sama dengan histoplasmosis. 6. Aspergillus Jamur dari spesies Aspergillus dapat menyebabkan aspergillosis. Infeksi kepala dan leher oleh jamur ini seringkali terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh rendah, terutama pada kondisi leukemia.Aspergillosis pada kepala dan leher seringkali

mengenai sinus paranasal dan sinus maksilaris. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan dasar, gambaran radiografis, dan kultur. Terapinya adalah dengan bedah debridemen dan drainase, dan pemberian obat antijamur.

KLASIFIKASI CANDIDIASIS 1. Angular cheilitis Angular cheilitis adalah suatu keadaan sakit kronis yang mengenai sudutsudut bibir yang disebabkan oleh Candida albicans, secara klinis tampak merah dan pecah-pecah dengan tepi lesi yang kurang merah daripada daerah tengahnya.

2. Kronik atrofik (eritematus) Infeksi jamur ini diakibatkan oleh adanya ketidakseimbangan ekosistem oral antara Lactobacillus acidophilus dan Candida albicans. Infeksi tersebut membuat permukaan mukosa mengelupas sehingga tampak seperti bercak merah difus yang tidak timbul. Biasanya disertai rasa sakit seperti terbakar. Lesi ini sering mengenai mukosa pipi, bibir, lidah, dan palatum.

3. Denture stomatitis Denture stomatitis, disebut juga denture sore mouth, adalah kondisi yang terjadi secara berkala pada pasien yang menggunakan gigi tiruan dalam jangka waktu panjang. Etiologinya adalah Candida albicans dan iritasi mekanik dari gigi tiruan, sehingga terjadi respon jaringan terhadap mikroorganisme yang ada di bawah permukaan anatomis gigi tiruan. Secara klinis tampak sebagai eritema yang difus, edema, dan kadang terdapat petechiae dan bercak putih yang merupakan hifa jamur. Biasanya terjadi pada rahang atas, dan bersifat asimptomatik. Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki gigi tiruan agar adaptasinya lebih baik, peningkatan oral hygiene, dan antijamur topikal.

4. Endocrine-candidiasis syndrome Merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh chronic mucocutaneus candidiasis pada masa balita dan anak-anak, berhubungan dengan hipoparatiroidisme, hipoadrenocortisme, dan gangguan endokrin lainnya. 5. Hyperplastic (candidal leukoplakia) Candidiasis hiperplastik / Candidiasis keratotik kronis disebabkan oleh organisme Candida sp yang menerobos permukaan mukosa dan menstimulasi respon hiperplastik. Yang menjadi faktor predisposisi adalah iritasi kronis, oral hygiene yang buruk, dan xerostomia. Paling sering terjadi pada dorsal lidah, palatum, dan sudut bibir. Lesi tersebut mempunyai tepi menimbul yang tegas, permukaan putih berbintil-bintil dengan beberapa daerah merah, tidak dapat dikerok. Dapat disembuhkan dengan obat anti jamur atau pembedahan.

6. Median rhomboid glositis (central papillary atrophy) Median rhomboid glossitis adalah salah satu bentuk infeksi dani Candida albicans yang disertai faktor lain seperti merokok, dimana pH mulut mengalami perubahan. Median rhomboid glossitis seringkali mengenai laki-laki dewasa pada usia pertengahan, jarang pada anak-anak. Prevalensi lebih tinggi terjadi pada pasien diabetes, imunosupresi, dan pasien yang mengkonsumsi obat antibiotic berspektrum luas. Secara klinis tampak halus, licin, warna merah seperti daging, karena papila filiformis hilang. Kemudian lesi akan tampak granular, lobular, dan berindurasi. Lokasi yang paling sering adalah pada midline dorsum lidah, lebih ke anterior dari papilla sirkumvalata. Ukuran dan bentuk dapat bervariasi, tetapi gambaran yang seringkali muncul adalah lesi yang berbatas jelas, dengan diameter 1-2,5 cm, berbentuk oval atau rhomboid dengan batas yang ireguler. Kondisi ini biasanya asimptomatik. Seringkali lesi juga terdapat di palatum, tepat berlokasi sesuai antagonis dengan lesi pada lidah. Median rhomboid glossitis sulit disembuhkan dengan terapi anti jamur.

7. Chronic mucocutaneus candidiasis Pada candidiasis tipe ini pasien mengalami candidiasis persisten. Lesi juga terdapat pada kulit dan kuku. Biasanya terjadi pada usia 20 ke bawah. Tipe difus ditandai dengan candidiasis mukokutaneus yang parah dan menyebar pada kulit. Lesi pada mukosa dan kulit dapat dikontrol dengan penggunaan obat antijamur secara kontinu, begitu obat dihentikan, maka lesi akan muncul kembali. 8. Pseudomembranous Candidiasis pseudomembran adalah suatu infeksi oportunistik yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebih dari Candida albicans. Tampak seperti plak putih, difus, bergumpal atau seperti beludru yang dapat dihapus dan meninggalkan permukaan merah, kasar, atau berdarah. Sering dijumpai pada mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak. Dapat disembuhkan dengan obat anti jamur selama 2 minggu.

KLASIFIKASI OBAT-OBATAN ANTIJAMUR 1. Polyene Polyene bekerja dengan merusak sel jamur. Natamicin Rimocidin Filipin Nystatin Amfoterisin B Candicin Hamicin.

2. Imidazole, triazole, thiazole

a. Imidazoles 3. Allylamines Terbinafine Amorolfine Naftifine Butenafine Miconazole Ketoconazole Clotrimazole Econazole Bifonazole Butoconazole Fenticonazole Isoconazole Oxiconazole Sertaconazole Sulconazole Tioconazole Griseofulvin Fluconazole Itraconazole Isavuconazole Ravuconazole Posaconazole Voriconazole Terconazole Abafungin

b. Triazoles

c. Thiazoles

4. Echinocandins LICHENOID Definisi Reaksi lichenoid memiliki gambaran yang sama dengan lichen planus. Lichenoid terjadi karena reaksi terhadap zat-zat tertentu dan dapat sembuh jika faktor etiologi dihilangkan. Etiologi Obat-obatan: NSADIs, diuretic, antihipertensi, dan oral hypoglycemic agents Kontak dengan metal Penggunaan bahan makanan Penyakit sistemik Anidulafungin Caspofungin Micafungin

Reaksi lichenoid terhadap tambalan amalgam, lesi terdapat pada mukosa bukal

Reaksi lichenoid terhadap obat allopurinol; terdapat lesi hiperkeratotik dan erosi superficial pada tepi lidah

MEKANISME POLIURIA, POLIDIPSI, DAN POLIFAGIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS Defisiensi kadar insulin memicu reaksi intermediet sel termasuk penurunan penyerapan glukosa ke jaringan, sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat. Ginjal tidak mampu mengabsorpsi kelebihan glukosa, dan glukosa dibuang ke dalam urine (glucosuria). Hiperglikemi jaringan meningkatkan tekanan osmotic interseluler, menyebabkan terjadinga osmotic diuresis (keluarnya cairan dari sel ke melalui membrane osmotik). Osmotic diuresis dan sisa akumulasi cairan dalam plasma meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan meyebabkan miksi di malam hari (nocturia). Kompensasi dari poliuria dan nocturia menimbulkan rasa haus yang ekstrim (polidipsi), dimana pengeluaran urine menyebabkan terbuangnya kalori, dan asupan sel yang tidak adekuat sehingga terjadi penurunan berat badan, rasa lemah, dan peningkatan rasa lapar (polifagia). KOMPLIKASI DM Kekurangan asupan nutrisi dan kalori pada jaringan menyebabkan kelaparan sel, sehingga sel mencari sumber glukosa dari sumber non-karbohidrat. Metabolisme asam amino dan lemak yang abnormal dan dipercepat menghasilkan produksi keton dan ketoasidosis. Kombinasi hiperosmolaritas dan kadar metabolisme asidosis menyebabkan dehidrasi progresif, exagerrated breathing (Kusmauul respiration), nafas berbau aseton, penurunan kemampuan sensorik, insufisiensi kardiovaskular, koma, dan bahkan kematian. Komplikasi yang dapat terjadi: 1. Mudah terkena infeksi 2. Penyakit jantung koroner 3. Komplikasi ginjal 4. Retinopathy 5. Neuropathy

SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS Definisi dan Klasifikasi Sistemik Lupus Eriematosus merupakan suatu penyakit autoimun prototipikal yang ditandai dengan produksi autoantibodi secara berlebihan. Antibodi ini menyerang sel-sel di dalam tubuhnya sendiri, tidak seperti kondisi normal dimana antibodi seharusnya menyerang sel-sel atau antigen asing. Respon imun yang abnormal ini menyebabkan inflamasi terjadi secara luas serta terbentuk suatu kompleks imun di dalam pembuluh darah dan jaringan yang menyebabkan kerusakan muskuloskeletal, dermatologi, hematologi, jantung, paru-paru, ginjal dan sistem saraf pusat. Autoantibodi pada penyakit SLE ini secara langsung menyerang nukleoprotein, eritrosit, leukosit, platelet, dan faktor koagulasi. Diperkirakan sekitar 15 hingga 17% kasus lupus muncul sejak usia 16 tahun, dan paling sering menyerang usia 20-40 tahun. Frekuensi kemunculan SLE adalah sepuluh kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan memiliki insidensi yang tinggi pada ras kulit hitam. Klasifikasi Lupus erythematosus adalah sebagai berikut : 1. Sistemik Lupus Eritematosus yang menyebar lebih luas ke berbagai sistem organ dalam tubuh, merupakan penyakit autoimun multisistem dengan manifestasi dan sifat yang sangat berubah-ubah. 2. Discoid lupus erytematosus yang predominan pada kulit, karakteristik DLE diantaranya adalah bersifat kronis, erythematous, plak bersisik pada kulit wajah, kepala, atau telinga. Sebagian besar pasien DLE tidak memiliki manifestasi sistemik dan cenderung bersifat jinak. 3. Chronic Cutaneous lupus erythematosus dan subacute cutaneous lupus erythematosus yang terbatas pada kulit (biasanya hanya pada wajah dan kulit kepala) dan mukosa oral. 4. Neonatal lupus erythematosus merupakan jenis lupus yang bersifat self-limited. Biasanya melibatkan dermatologi, hepatic dan hematologi dan menghilang pada usia sekitar 6 tahun seiring dengan menurunnya jumlah antibodi ibu di dalam sirkulasi darah anak.

5. Drug-induce lupus erythematosus yang memiliki banyak persamaan secara klinis dengan SLE, biasanya disebabkan oleh obat procainamide dan hydralazyne.

Discoid lupus erythematosus Etiologi dan Patogenesis Etiologi dari SLE belum diketahui dengan pasti, namun faktor-faktor berikut memiliki peran penting terhadap tmbulnya SLE, diantaranya : 1. Faktor genetik Adanya peningkatan insidensi pada kembar identik dan pada kelompok keluarga membuktikan adanya peran penting genetik pada penyakit ini. Keluarga dari pasien SLE biasanya memiliki insidensi tinggi terhadap penyakit autoantibodi, immunodefisiensi dan penyakit jaringan ikat. Gen yang teridentifikasi menyebabkan SLE adalah HLA-DR2 dan HLA-DR3 2. Faktor infeksius dan lingkungan Partikel-partikel virus mirip virus RNA ditemukan di dalam jaringan pasien SLE dan diperkirakan sebagi faktor inisiasi terjadinya respon imun yang abnormal. Faktor linngkungan lainnya yang juga berperan adalah stress yeng berlebih dan paparan sinar matahari. 3. Faktor endokrin Komponen hormonal pada SLE ini terbukti dengan insidensi yang lebih sering terjadi pada wanita 4.Stres Beberapa penelitian mengemukakan bahwa perubahan emosi dan trauma fisik dapat mempengaruhi system imun melalui : penurunan respon mitogenik

limfosit, menurunkan fungsi limfosit sitotoksik dan menaikan aktivitas sel Natural killer. 5.Kompleks imun dan autoantibodi Kompleks imun terdiri dari asam nukleat dan antibodi yang terlihat pada sebagian besar kerusakan jaringan pada pasien SLE. Kompleks ini merubah reaksi imunologi yang mengaktivasi komplemen serta menarik neutrofil dan makrofag. Sehingga terjadi vaskulitis, fibrosis, dan nekrosis jaringan. Pasien dengan peningkatan immunokompleks di dalam sirkulasinya akan menimbulkan penyakit yang lebih parah, yang melibatkan ginjal, sistem saraf pusat, kulit dan paru-paru. Autoantibodi pada pasien SLE merupakan agen patogen yang sebenarnya pada proses kerusakan jaringan, atau dapat pula merupakan suatu akibat dari adanya kerusakan jaringan. Autoantibodi merupakan penyebab dari anemia hemolitik, trombositopenia dan limfopenia pada pasien SLE. Terbentuknya antibodi ini diperkirakan karena menurunnya fungsi limfosit T supresor dan B limfosit yang hiperaktif.

Manifestasi Klinis SLE merupakan penyakit dengan keterlibatan multiorgan. Deposisi kompleks imun dapat menyebabkan vaskulitis pembuluh darah kapiler yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan pada ginjal, jantung, hematologi, mukokutan dan system saraf pusat. Selain itu, membran serosa menimbulkan simtom pada persendian, peritoneal dan pleuropericardial. Berikut adalah manifestasi yang sering terjadi : 1. Manifestasi pada ginjal Keterlibatan ginjal dengan kerusakan glomerular terlihat pada sekitar 50% pasien SLE. Glomrulonefritis merupakan akibat dari deposisi komplemen dan kompleks imun di membran basal glomerulus 2. Manifestasi pada jantung

Manifestasi primer pada jantung pada pasien SLE adalah terjadinya suatu atherosclerosis dan kelainan pada katup jantung 3. Manifestasi pada hematologi Penyakit hematologi primer yang ditemukan pada pasien SLE adalah leukopenia, anemia dan trombositipenia. Leukopenia (