studi kualitas bakteriologis sumur gali di desa keude …repository.utu.ac.id/433/1/bab i_v.pdf ·...
TRANSCRIPT
STUDI BAKTERIOLOGIS SUMUR GALI DI DESA KEUDEARON KECAMATAN KAWAY XVI
KABUPATEN ACEH BARATTAHUN 2013
PROPOSAL SKRIPSI
OLEH
KHAIRIL NAZRIAHNIM : 08c10104098
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar
kehidupan secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi
bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di
pedesaan. Oleh karena itu, ketersediaan air dapat menurunkan Water Borne Disease
sekaligus dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Sampai dengan tahun
2000, berdasarkan data departemen pemukiman dan prasarana wilayah, baru sekitar
19% penduduk Indonesia di mana 39% penduduk perkotaan yang dapat menikmati
air bersih dengan sistem perpipaan. Di daerah pedesaan berdasarkan data yang
sama, hanya sekitar 5% penduduk desa yang menggunakan air yang bersumber dari
sumur gali dan sumber air yang tidak terlindungi (Diah, 2002).
Air adalah kekayaan alam yang dikaruniakan Allah SWT sebagai sarana
hidup dan kehidupan yang amat penting dan menyangkut hajat hidup manusia,
hewan, maupun tumbuhan. Kehidupan di alam ini berkepentingan kepada air.
Adanya kenyataan bahwa bumi yang kita huni ini dua pertiga adalah laut, lebih
memperkuat lagi kedudukan dan kepentingan air bagi seluruh makhluk dan
lingkungan dimana ia berada (Effendi, 2003).
Dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat sera pertumbuhan
ekonomi yang terus dipacu, permintaan akan sumber daya air baik kuantitas maupun
kualitasnya semakin meningkat melebihi ketersediannya. Hal ini menyebabkan
1
2
sumber daya air menjadi barang yang langka, sehingga dituntut tersedianya air yang
sehat yang meliputi pengawasan dan penetapan kualitas air untuk berbagai
kebutuhan dan kehidupan manusia yang bertujuan untuk menjamin tercapainya air
minum maupun air bersih yang memenuhi syarat kesehatan bagi seluruh lapisan
masyarakat (Diah, 2002).
Secara kualitas air harus tersedia pada kondisi yang memenuhi syarat
kesehatan. Kualitas air dapat ditinjau dari segi fisika, kimia dan biologi. Air yang
dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari harus memenuhi standar baku untuk air
rumah tangga. Kualitas air yang baik ini tidak selamanya tersedia di alam. Adanya
perkembangan industri dan pemukiman dapat mangancam kelestarian air bersih.
Bahkan di daerah-daerah tertentu air yang tersedia tidak memenuhi syarat kesehatan
secara alami sehingga diperlukan upaya perbaikan secara sederhana maupun secara
modern (Kusnaedi, 2002).
Air merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar
kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan
menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal diperkotaan maupun
di pedesaan (Diah, 2002).
Di dalam memenuhi kebutuhan air bersih bagi kelurganya, penduduk tidak
jarang harus membeli air dari para penjual air dengan harga yang relatif tinggi,
Bahkan banyak penduduk yang terpaksa memamfaatkan air yang kurang bagus
kualitasnya. Tentu saja hal ini akan berakibat kurang baik bagi kesehatan masyarakat
pada jangka pendek, kualitasnya yang kurang baik dapat mengakibatkan muntah
berak (muntaber), diare, kolera, tipus atau disentri. Hal ini dapat terjadi pada keadaan
3
sanitasi lingkungan yang kurang baik. Bila air tanah dan air permukaan tercemari
oleh kotoran, secara otomatis kuman-kuman tersebar ke sumber air yang dipakai
untuk keperluan rumah tangga. Dalam jangka panjang, air yang berkulitas kurang
dapat menyebabkan keropos tulang, korosi gigi, anemia, dan kerusakan ginjal. Hal
ini terjadi karena terdapatnya logam-logam yang berat yang banyak bersifat toxic
(racun) dan pengendapan pada ginjal (Kusnaedi, 2002).
Peranan air tanah (sumur gali) sebagai sumber utama untuk memenuhi
kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak (common goods).Seperti air minum,
rumah tangga, industri, irigasi, perkotaan dan lainnya semakin lama semakin penting,
bahkan sudah menjadi komoditas ekonomi, serta dibeberapa daerah sudah menjadi
komoditas strategis. Sumur gali merupakan sumber air bersih yang memiliki resiko
pencemaran yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena konstruksinya yang
memang memungkinkan terjadinya pencemaran yang sangat besar. Oleh sebab itu
sumur gali sangat membutuhkan perhatian khusus serta pemeliharaan yang teratur
(Entjang, 2000).
Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Aceh tahun
2012, bahwa jumlah sumur gali yang ada di Provinsi Aceh sebanyak 657.434 buah
(Dinkes Provinsi Aceh, 2012).
Sedangkan sumur gali yang digunakan oleh masyarakat yang tinggal di
Kabupaten Aceh Barat adalah 24.434 buah (Dinkes Aceh Barat, 2011). Sumur gali
yang digunakan masyarakat Desa Keude Aron sebanyak 80 buah.
Air merupakan media penularan penyakit sehingga perhatian terhadap
pengalolaan sumber air seperti sumur gali di tingkat rumah tangga menjadi aspek
4
penting untuk menciptakan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Salah satu
masalah yang berkatian dengan pengelolaan sumber air yang tidak baik adalah
meningkatnya angka kesakitan akibat diare.
Berdasarkan laporan triwulan Puskesmas Kaway XVI, jumlah kejadian diare
yang dilaporkan pada tahun 2008 sebanyak 263 kasus, tahun 2009 dilaporkan
sebanyak 276 kasus dan tahun 2010 dilaporkan angka kesakitan akibat diare
sebanyak 311 kasus. Jumlah kasus tertinggi terjadi pada kelompok usia anak. Dari
pengamatan awal peneliti banyak dari sumur gali yang mempunyai jarak kurang dari
10 meter dengan septic tank dan kandang ternak.
Melihat pentingnya permasalahan air di Keude Aron sebagaimana yang
dijelaskan diatas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian tentang kualitas
bakteriologis air dan kontruksi sumur gali di Keude Aron Kecamatan Kaway XVI
tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasakan uraian diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
”Bagaimana bakteriologis air dan kontruksi sumur gali di Keude Aron?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui bakteriologis air dan kontruksi sumur gali di Keude Aron
Kecamatan Kaway XVI.
5
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui bakteriologis air sumur gali berdasarkan kadar MPN
Coliform di Desa Keude Aron.
2. Untuk mengetahui bentuk dinding sumur gali di Desa Keude Aron.
3. Untuk mengetahui keadaan bibir sumur gali di Desa Keude Aron.
4. Untuk mengetahui keadaan lantai sumur gali di Desa Keude Aron
5. Untuk mengetahui jarak sumur gali dengan septik tank di Desa Keude
Aron.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Sebagai bahan informasi bagi pihak instansi yang terkait dalam upaya
penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan.
2. Sebagai sumbangan ilmiah dan informasi dalam memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan utamanya dalam bidang kesehatan lingkungan serta
dapat menjadi bahan bacaan atau pembanding bagi peneliti berikutnya.
3. Sebagai media untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis
dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.
1.4.2 Manfaat Praktis
Didapatkan data terbaru tentang penggunaan sumur gali di di Keude Aron
Kecamatan Kaway XVI.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Air
2.1.1 Pengertian Air
Air adalah cairan jernih tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau yang
terdapat dalam kehidupan manusia sehari-hari. Air merupakan sumber daya alam
yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak bahkan oleh semua makhluk hidup.
Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana
dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi
mendatang (Effendi, 2003).
Air merupakan suatu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan
terutama penyakit saluran pencernaan. Oleh sebab itu, upaya penyedian air bersih
baik dari segi kualitas maupun kuantitas perlu dilakukan sehingga berbagai yang
dapat ditularkan melalui media air dapat diminimalisasi (Sutrisno, 2004).
Dewasa ini, air merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian yang
seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik sesuai dengan standar
tertentu menjadi barang yang mahal karena aspek pencemaran oleh berbagai macam
limbah dari proses industri dan kegiatan manusia yang berupa limbah rumah
tangga, limbah industri dan limbah dari kegiatan-kegiatan lainnya.
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kebutuhan manusia di bumi sebagai
air minum, mandi, mencuci , pengairan pada pertanian, perikanan, sanitasi dan
6
7
sarana transportasi. Manfaat ini merupakan manfaat air secara konvensional. Selain
secara konvensional , air juga merupakan sebagai sarana peningkatan kualitas hidup
manusia yaitu untuk menunjang kegiatan industri dan teknologi (Wardhana, 2001).
Upaya pengadaan air bersih bagi masyarakat merupakan salah satu aspek
penentu keberhasilan dari program penyediaan air bersih, namun upaya penyediaan
air bersih harus ditunjang dengan aspek yang berhubungan dengan penyediaan air
bersih yang mencakup siklus hidrologi, sumber air, dan standar kualitas air bersih.
2.1.2. Siklus Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang masalah-masalah teknis
air, berkenaan dengan persediaan dan peredaran atau sirkulasinya. Obyek yang di
amati meliputi aspek-aspek presipitasi, evaporsi dan tranpirasi aliran permukaan dan
air tanah (Daud 2002).
Siklus hidrologi dimulai dari air yang menguap akibat panas matahari.
Penguapan ini terjadi pada permukaan, air yang berada dalam lapisan tanah bagian
atas (Evaporasi), air yang berada dalam tumbuhan (Transpirasi), hewan dan manusia
(Transpirasi dan respirasi). Uap air memasuki atmosfir. Di dalam atmosfir uap akan
menjadi awan dan dalam kondisi cuaca tertentu dapat mendingin dan berubah
menjadi hujan dan jatuh kembali kepermukaan ada yang meresap kedalam tanah
(perkolasi) dan menjadi air tanah yang dangkal maupun yang dalam, ada yang
diserap oleh tumbuhan. Air tanah dalam akan timbul ke permukaan sebagai mata air
dan menjadi permukaan. Air permukaan bersama-sama dengan air tanah dangkal dan
air yang berada dalam tubuh akan menguap kembali untuk menjadi awan. Maka
siklus hidrologi ini akan kembali berulang (Slamet, 1994).
8
1. Sumber-sumber Air
Sumber-sumber air merupakan salah satu komponen utama yang
mutlak ada pada sistem penyediaan air bersih karena tanpa sumber air maka
suatu sistem penyediaan air bersih tidak akan berfungsi.
Dari berbagai perestiwa yang berlangsung dalam siklus hidrologi
terjadilah berbagai sumber air (Sanrompie et.al, 1984)
a. Air hujan atau air angkasa
Air hujan merupakan uap air yang sudah terkondensasi dan jatuh
ke bumi. Air hujan jatuh ke bumi tidak selalu berupa zat cair tapi
mungkin juga sebagai zat padat. Air hujan bersumber dari air yang ada di
angkasa sebagai uap air atau dalam bentuk awan yang berasal dari
evaporasi air laut, air permukaan atau es yang ada di kutub.
b. Air permukaan
Air permukaan adalah air yang terdapat dipermukaan bumi baik
dalam bentuk cair maupun dalam bentuk padat. Air permukaan dapat
bersumber dari air hujan , air tanah yang mengalir keluar permukaan
bumi melalui sungai, danau, dan laut serta air yang berasal dari buangan
aktivitas manusia.
c. Air tanah
Air tanah adalah air hujan atau air hujan yang meresap kedalam
tanah dan bergabung membentuk lapisan air tanah yang disebut “aquifer”
air tanah bersumber dari air hujan yang masuk kedalam tanah melalui
pori-pori air yang tersimpan sejak lama didalam tanah yang berupa air
9
tanah dangkal, air tanah dalam, mata air (mata air gravitasi dan mata air
artesis).
Menurut Sutrisno (2004), sumber-sumber air dibumi terdiri atas
empat yaitu :
a. Air laut
Mempunyai sifat asin karena mengandung garam Nacl. Kadar garam
NaCl dalam air laut sekitar 3 %. Dengan keadaan ini sehingga air laut
tidak memenuhi syarat sebagai air minum.
b. Air atmosfir, air metereologik
Dalam keadaan murni sangat bersih karena dengan adanya pengotoran
udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri, debu dan lain
sebagainya sehingga untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air
minum hendaknya pada waktu menampung air jangan dimulai pada
saathujan mulai turun karena masih mengandung banyak kotoran. Air
hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur
maupun bak-bak reservoir sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya
korosi (karatan). Selain itu, air hujan juga mempunyai sifat lunak
sehingga akan boros terhadap pamakaian sabun.
c. Air permukaan
Merupakan air hujan yang mengalir dipermukaan bumi. Pada umumnya
air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya
misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri
10
kota dan sebagainya. Air permukaan dibedakan atas air sungai dan air
rawa atau danau.
d. Air tanah
Terbagi atas air tanah dangkal, air tanah dalam dan mata air. Air tanah
dangkal terjadi karena adanya proses peresapan air dari permukaan tanah.
Lumpur akan tertahan demikian juga dengan sebagian bakteri sehingga
air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat-zat kimia
(garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang
mempunyai unsur-unsur kimia tertentu. Pada air tanah dalam , dari segi
kualitas pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal karena
penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri. Mata air
merupakan air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah
yang berasal dari air tanah dalam dan hampir tidak terpengaruh oleh
musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air tanah dalam.
2.2 Sarana Air Minum
Dalam memenuhi air minum sehari-hari diperlukan air minum yang sesuai
dengan keadaan, kebutuhan dan peruntukannya. Pengadan sarana air minum
didasarkan pada tujuan penyediaan air minum. Menurut Wagner dan J.N. Lanoix
bahwa tujuan penyediaan air minum adalah :
a. Menyediakan air yang aman dan menyehatkan kepada para pemakai apakah
merupakan keluarga, sekelompok keluarga ataupun masyarakat.
b. Menyediakan air dalam jumlah yang cukup
c. Menyediakan air dalam jumlah yang cukup
11
d. Menyediakan air yang siap digunakan secara sehat
Menurut Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal PPM dan PLP tahun
1995 dalam ” Pelatihan penyediaan Air ” bahwa sarana air minum yang lazim
digunakan masyarakat adalah :
a. Sumur gali
Sumur gali merupakan sarana penyediaan air minum yang tradisional yang
banyak dijumpai di masyarakat pada umumnya. Sumur gali menampung air
tanah yang dangkalnya kurang dari 7 meter.
b. Sumur pompa
Sumur pompa merupakan sarana penyediaan air minum yang
mempergunakan pompa baik pompa tangan maupun pompa listrik untuk
menaikkan air dari lubang sumur. Untuk sumur pompa tangan berdasarkan
kedalam muka air tanah di isapnya terdapat tiga jenis sumur pompa tangan
yaitu :
1. Sumur Pompa Tangan Dalam
Sumur pompa dalam merupakan lubang sumuran yang dilengkapi dengan
pompa tangan yang bisa mengangkat air dengan kedalaman 15 meter
samapi 30 meter. Hal ini sudah di desain sesuai dengan peruntukan
kedalaman tersebut. Lubang atau sumuran yang dibuat biasanya
menggunakan cara pemboran.
2. Sumur Pompa Tangan Dangkal
Sumur pompa tangan dangkal merupakan sumur yang dilengkapi dengan
pompa tangan yang bisa menaikkan air dari kedalaman 7 meter atau
12
kurang. Pompa tangan dapat dipasang pada sumur gali, atau membuat
lubang sumuran dengan jalan pemboran.
3. Sumur Pompa Tangan Sedang
Sumur pompa tangan sedang merupakan sumur yang dilengkapi dengan
pompa tangan yang bisa mengisap air dengan kedalaman lebih dari 7
meter sampai 15 meter. Hal ini sudah di desain sesuai dengan peruntukan
kedalaman tersebut. Pompa tangan ini bisa dipakai pada sumur gali
dengan kedalaman sumur, namun biasanya membuat lubang atau sumuran
dengan jalan pemboran.
c. Sumur Pompa Listrik
Pada prinsipnya cara pembuatan dan cara kerja sumur pompa listrik sama
dengan sumur pompa tangan, bedanya sumur pompa listrik menggunakan
tenaga listrik sedangkan sumur pompa tangan menggunakan tenaga manusia.
d. Penampungan Air Hujan
Penampungan air hujan merupakan sarana penampungan air hujan sebagai
persediaan kebutuhan air minum pada musim kemarau. Selama musim
hujan, kebutuhan air minum sehari-hari diharapkan mempergunakan alat
penampungan air hujan yang lain. Kontruksi penampungan air hujan bisa
terbuat dari beton, pasangan bata dan plesteran.
e. Perlindungan Mata Air
Perlindungan mata air merupakan suatu bangunan untuk menampung air dan
melindungi sumber air dari pencemar. Bentuk dan volume perlindungan mata
13
air disesuaikan dengan tata letak, situasi sumber, dekat air dan kapasitas air
yang dibutuhkan.
f. Perpipaan
Perpipaan merupakan sistem penyediaan sarana air minum dengan
mempergunakan jaringan pipa. Ditinjau dari asal air yang di alirkan terdapat
tiga sumber, yaitu :
1. Mata air
2. Air tanah melalui pemboran atau dikenal dengan air artesis.
3. Air permukaan yang terlebih dahulu dilakukan proses pengolahan
2.3 Tinjauan Tentang Kualitas Air
Kualitas air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat atau energi
atau komponen-komponen dalam air yang dapat dilihat atau diukur dengan berbagai
parameter baik fisik, kimia, bakteriologi maupun radioaktifitas (Falwati, 2003).
Menurut peraturan pemerintah RI. Tahun 1990 tentang pengendalian
pencemaran Air, kualitas air didefenisikan sebagai sifat air dan kandungan makhluk
hidup atau komponen lain di dalam air yang dinyatakan dengan beberapa parameter
yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), dan
parmeter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya) (Effendi, 2003).
Pada dasarnya perubahan kualitas air di alam ini terjadi dalam dua cara yaitu
berlangsug secara alamiah dan sebagai akibat kegiatan manusia (Daud, 2004).
Penurunan kualitas air mengindikasikan bahwa air tersebut telah tercemar
oleh suatu makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain baik masuk dengan
14
sendirinya atau dimasukkan ke dalam air yang disebabkan oleh kegiatan manusia
sehingga kualitas air menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan tidak
lagi berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Effendi,2003).
Perubahan kualitas secara alamia terjadi sejalan dengan berlangsungnya
daur hidrolgis di alam. Sebelum jatuh ke bumi, air hujan mempunyai kualitas sebagai
air suling (aquadest) sebagai hasil penguapan dengan bantuan energi matahari. Di
atas permukaan dan di dalam lapisan tanah kualitas air akan berubah menurut
keadaan atau kondisi tanah yang dilaluinya.
Perubahan kualitas air akibat kegiatan manusia seperti pemakaian detergen
untuk menggantikan sabun yang menghasilkan pencemaran baru baik sebagai
pembuangan langsung dari pabriknya maupun muncul dalam air limbah konsumen
yang menggunakan produk tersebut. Disamping itu buangan irigasi banyak
mengandung unsur-unsur yang dapat menimbulkan pertumbuhan algae secara sangat
pesat yang juga dapat menimbulkan gangguan pada lingkungan pertanian.
Terjadi perubahan kualitas air sebagai akibat kegiatan manusia dapat
ditujukkan pada indikator atau tanda-tanda perubahan dari air yang telah tercemar
tersebut melalui (Wardhana, 2001).
1. Adanya perubahan suhu
2. Adanya perubahan pH
3. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air
4. Timbulnya endapan, koloidal dan bahan terlarut dalam air
5. Adanya mikroorganisme
6. Meningkatnya radioaktivitas lingkungan
15
Berbagai manfaat air yang telah diperoleh baik yang bersifat konvensional
maupun sangat dibutuhkan dalam kegiatan industri dan teknologi, tidak
mengherankan jika air bersih sudah jarang ditemukan dan adapun kalau ada,
memerlukan suatu metode tertentu untuk dapat merubah air yang telah tercemar
menjadi air yang layak di pakai atau air bersih.
Banyak cara dan metode untuk memperbaiki kualitas air. Namun cara
tersebut dapat di kelompokkan menjadi : (Daud, 2002)
1. Netralisasi pH, yaitu suatu upaya agar pH (Potensial power Hidrogen) bair
itu menjadi normal.
2. Sedimentasi, yaitu proses pengendapan partikel – partikel padat yang
tersuspensi dalam, cairan atau zat cair dengan menggunakan pengaruh
gravitasi (gaya berat alami).
3. Koagulasi Flokulasi, proses pengumpulan partikel-partiklel halus yang tidak
dapat diendapkan secara gravitasi, menjadi artikel yang lebih besar sehingga
bisa diendapkan dengan jalan menambahkan bahan koagulasi. Adapun bahan
koagulasi yang sering dipergunakan adalah Tawas (A12(SO4)3), Fero Sulfat
(FeSO4), Natrium Aluminat (NaAIO2), Feri Sulfat (Fe2(SO4)3), Fero
Cholorida (FeCI2), Feri Chlorida (FeCI3).
4. Aerasi, yaitu proses pengolahan air dengan cara mengontakkannya dengan
udara.
5. Filtrasi, yaitu proses penyaringan air menembus media pori-pori.
Penyaringan yang dimaksud di sini adalah penyaringan dengan melewatkan
air melalui bahan bentuk butiran yang di atur sedemikian rupa sehingga zat
16
padatnya tertinggal pada butiran tersebut. Pada penyaringan ini yang kita
amati adalah kekeruhan.
6. Disfeksi,yaitu mensucihamakan atau membubuhkan mikroorganisme dalam
air dengan menambahkan bahan-bahan kimia yaitu ozon (O3), Chlor (O2),
Chloriooksida (CIO2) dan proses fisik seperti penyinaran dengan ultraviolet.
Kualitas air menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416 Tahun1990
tentang syarat-syarat air minum adalah mencakup :
1. Syarat fisik, meliputi suhu, warna, rasa dan kekeruhan
2. Syarat kimia meliputi kimia organik dan anorganik
3. Syarat mikrobiologi meliputi kuman-kuman pathogen, kuman parasitik,
perkiraan terdekat jumlah bakteri golongan coli
4. Syarat radioaktif meliputi sinar alpa dan beta
1. Syarat Fisik
Parameter fisik yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air
meliputi suhu, kecerahan dan kekeruhan, warna, konduktivitas, Padatan total,
padatan terlarut padatan tersuspensi dan salinitas (Effendi,2003).
Menurut Sutrisno (2004), syarat fisik air, mencakup tidak berwarna, tidak
berasa dan berbau, suhu dibawah sela udara (sejuk ± 25ºC) dan harus jernih.
a. Suhu
Suhu merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap ion,
fase keseimbangan dan juga mempengaruhi kecepatan proses biokimia
yang akhirnya bisa menyebabkan perubahan kadar kandungan zat organik
dan mineral. Data tentang suhu juga diperlukan kadar kandungan zat
17
organik dan mineral. Data tentang suhu juga diperlukan untuk
menentukan kejenuhan oksigen dalam air dan gas-gas yang teratur. Air
dengan suhu rendah cenderung menurunan efesiensi proses pengolahan
termasuk efisiensi. Sebaiknya air suhu tinggi akan mempercepat
pertumbuhan mikroorganisme sehingga menumbuhkan masalah rasa,
bau, warna dan korosi (Fardiaz, 1992).
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude),
waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aloran serta
kedalaman. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika , kimia
dan biologi badan air. Suhu sangat berperan mengendalikan ekosistem
perairan (Effendi,2003).
Suhu yang tinggi pada air akan mempegaruhi keadaan air
tersebut terutama pada air permukaan terutama pada air permukaan
seperti sungai sehingga dengan suhu yang tinggi dapat mengganggu
kehidupan air dan organisme air lainnya. Hal ini disebabkan kadar
oksigen menurun bersamaan dengan naiknya suhu air. Oksigen yang
terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi ke dalam
air sehingga makin tinggi kenaikan suhu air, makin sedikit oksigen yang
terlarut di dalamnya (Wardhana, 2001).
Penyimpangan terhadap standar suhu ini, yakni apabila suhu air
minum lebih tinggi dari suhu udara. Jelas akan mengakibatkan tidak
tercapainya maksud-maksud tertentu yakni : (Sutrisno. 1991)
18
1) Menurunkan penerimaan masyarakat terhadap air minum yang
dibutuhkan
2) Meningkatkan toksisitas dan kelarutan bahan-bahan polutan yang
mungkin terdapat dalam air
3) Mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan virus dalam air.
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi
kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebankan
penurunan kelarutan gas dalam air misalnya gas O2, CO2, CH2 dan
sebagianya. Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya,
mengakibatkan peningkatan komsumsi oksigen (Effendi, 2003).
b. Warna
Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi, misalnya air
yang dirawa-rawa berwarna kuning, coklat atau kehijauan. Air sungai
biasanya berwarna kuning kecoklatan karena mengandung lumpur dan
air buangan yang mengandung besi atau tannin dalam jumlah tinggi
berwarna coklat kemerahan. Warna air yang tidak normal biasanya
,menunjukkan adanya polusi. Warna air di bedakan atas dua macam yaitu
warna sejati (true color) yang disebabkan oleh adanya bahan-bahan
terlarut dan warna semua (apparent color) yang selain disebabkan oleh
adanya bahan-bahan terlarut juga karena adanya bahan-bahan tersuspensi
termasuk diantaranya yang bersifat koloid (Sutrisno, 1991).
19
Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua yaitu warna
sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent color). Warna
sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan
kimia terlarut. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan
oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi (Effendi, 2003).
Warna air pada sumber air dan perairan ditimbulkan oleh bahan
organik dan bahan anorganik, karena keberadaan plankton, humas dan
ion-ion logam misalnya besi (Fe) dan mangan (Mg) . Adanya oksidasi
besi menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman (Effendi,
2003).
Intensitas warna dalam air diukur dengan satuan unit warna
standar, yang dihasilkan oleh 1 mg per liter platina (sebagai K2 Pt Cl6).
Standar yang ditetapkan oleh U.S Public health service untuk intensitas
warna dalam air minum adalah 20 unit dengan skala Pt-co. Standar ini
lebih rendah dari standar yang ditetapkan oleh standar internasional dari
WHO maupun standar nasional dari internasional yang besarnya 5-50
unit.
c. Bau
Bau pada air minum akan mengurangi penerimaan masyarakat
terhadap air tersebut. Bau dan rasanya biasanya terjadi bersama-sama dan
busanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk,
tipe-tipe tertentu mikroskop, serta persenyawaan-persenyawaan kimia
seperti phenol (Sutrisno, 1991).
20
Bau air tergantung dari sumber airnya. Bau air dapat disebabkan
oleh bahan-bahan kimia, ganggang, plankton, atau tumbuhan dan hewan
air yang hidup maupun yang sudah mati. Air berbau dapat disebabkan
oleh radiasi sulfat dengan adanya bahan-bahan organikdan mikroorganik.
Air yang mempunyai bau tidak normal juga dianggap mempunyai
rasa yang tidak normal. Sebagai contoh, bau phenol dari air buangan yang
berasal dari pabrik gas, petroleum dan plastik juga dianggap mempunyai
rasa phenol dan bau khlor.
Bau yang keluar dalam air dapat langsung berasal dari bahan
buangan air limbah dan kegiatan industri atau dapat pula berasal dari hasil
degradasi bahan buangan oleh mikroba yang hidup dalam air. Terjadinya
bau ini karena mikroba dalam air ,melakukan penguraian terhadap bahan
buangan organik ke sumber air terutama gugus protein yang secara
degradasi akan menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau seperti
senyawa nitrit dan nitrat. Timbulnya bau pada air secara mutlak dapat
dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang
cukup tinggi (Wardhana, 2001).
d. Rasa
Timbulnya rasa dalam air mengindikasikan bahwa telah terjadi
pelarutan senyawa garam-garaman dalam air. Bila hal ini terjadi berarti
pada air juga telah terjadi pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah
konsentrasi ion hidrogen dalam air. Adanya rasa pada air pada umumnya
diikuti dengan perubahan pH air (Wardhana, 2001).
21
e. Kekeruhan
Kekeruhan didalam air disebabkan oleh adanya zat tersuspensi,
seperti lempung lumpur, zat organik, plankton, dan zat-zat halus lainnya.
Adapun penyebab kekeruhan :
1) Air buangan industri rumah tangga bahan-bahan ini biasanya banyak
mengandung bahan organik dan non organik.
2) Hasil pemeriksaan tanah akibat pengaliran air. Biasanya berupa
bahan-bahan organik.
3) Adanya tumbuhan air seperti algae dan mikroorganisme lainnya. Flora
dan fauna tumbuh subur karena tersedianya bahan makanan berupa
zat organik.Suburnya pertumbuhan menyebabkan kekeruhan air.
Menurut standar kualitas air, kekeruhan air ditetapkan 5-25 NTU
dalam skala silikat. Penyimpangan standar kualitas kekeruhan yang
melebihi batas yang telah ditetapkan akan menyebabkan gangguan
estetika dan mengurangi efektivitas disinfeksi air.
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu
banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan rupa yang
berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini
meliputi tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara
baik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnya. Nilai numerik
yang menunjukkan kekeruhan didasarkan pada turut campurnya bahan-
bahan tersuspensi pada jalannya sinar melalui sampel. Standar yang
ditetapkan oleh U.S Public health Services mengenai kekeruhan adalah
22
batas maksimal 10 ppm dengan skala silikat tetapi dalam praktek, angka
standar ini umumnya tidak memuaskan (Sutrisno, 2004).
2. Syarat mikrobiologi
Syarat mikrobiologis mencakup tentang kadar mikroorganisme
dalam air yang dapat mempengaruhi kualitas air. Tingginya mikroorganisme
dalam air dapat dipengaruhi oleh banyaknya hasil buangan limbah pencemar
air dimana hal ini berhubungan dengan kemampuan mikroorganisme air
untuk mendekrasi berbagai bahan tersuspensi dalam air. Semakin banyak
bahan buangan limbah yang masuk dalam tubuh air maka semakin banyak
pula mikroorganisme dalam air yang tidak menutup kemungkinan bahwa air
dalam air tersebut juga terkandung bakteri patogen yang membahayakan
kesehatan manusia (Wardhana, 2001).
Syarat mikrobiologis air mencakup beberapa hal sebagai berikut :
a. Air tersebut harus bebas dari penyakit dimana termasuk didalamnya
bakteri, protozoa, virus, cacing dan janin.
b. Air tersebut harus bebas dari coliform tinja, dimana air bersih jumlah total
coliform adalah 10 pen 100 ml (air perpipaan) dan 50 pen untuk air bukan
perpipaan.
c. Air tersebut harus bebas dari E.coli.
3. Syarat radioaktif
Sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
menuntut terhadap penggunaan berbagai hasil teknologi seperti penggunaan
nuklir tidak menutup kemungkinan juga akan memberikan pencemaran ke
23
badan air. Adanya zat radioktivitas dalam air akan memberikan dampak
kesehatan pada manusia berupa kerusakan biologis sehingga air tidak
dibenarkan mengandung zat-zat radioaktif dan tidak berada dalam jumlah
yang melebihi nilai ambang batas dari yang disiapkan dari alam (Wardhana,
2001).
2.4 Tinjauan Tentang Sumur gali
2.4.1 Pengertian
Sumur gali adalah salah satu sumur penyedian air bersih dengan hanya
menggali tanah sampai mendapat lapisan air dengan kedalaman tertentu yang terdiri
dari bibir sumur, dinding sumur, lantai sumur, salinan air limbah dan dilengkapi
dengan timbah dengan gulungan atau pompa (Depkes R.I. 1996).
1. Jenis
Sumur gali dapat dibedakan menurut cara membangunnya yaitu :
a. Sumur gali permanen adalah sumur gali yang dibangun dengan pasangan
batu permanen sebagai sumur air bersih atau air minum yang memenuhi
syarat.
b. Sumur gali semi permanen adalah sumur gali yang dibangun dengan
sebagian pasangan batu, kontruksi sumur gali ini sebagian besar tidak
memenuhi syarat.
2. Syarat
Menurut Sutrisno (2004), dalam rangka mencegah
terkontaminasinya sumber air dangkal yang dibuat yaitu sumur maka
24
beberapa hal yang perlu diketahui dalam pembuatan sumur adalah sebagai
berikut :
a. Sumur harus diberi tembok rapat air 3 meter dari muka tanah agar
pengotoran oleh air permukaan dapat dihindarkan.
b. Sekeliling sumur harus diberi lantai rapat air sebesar 1-1,5 meter untuk
mencegah terjadinya pengotoran dari luar.
c. Pada lantai (sekelilingnya) harus diberi saluran pembuangan air kotor
agar air kotor tidak dapat tersalurkan dan tidak mengotori sumur.
d. Pengambilan air sebaiknya dengan pipa kemudian air dipompa keluar.
e. Pada bibir sumur hendaknya diberi tembok pengaman setinggi 1 meter.
Sumur gali yang baik harus memenuhi syarat :
a. Syarat Lokasi
1) Jauhnya tidak kurang dari 11 meter dan letaknya diusahakan tidak
dibenarkan di rumah tempat-tempat seperti kakus, lubang galian untuk
sampah, lubang galian untuk air kotor dan sebagainya.
2) Adanya air dalam tanah.
3) Sangat baik jika berdekatan dengan waduk akan tetapi tidak kurang
dari 10 meter jauhnya.
4) Bebas dari lokasi banjir
b. Syarat Kontruksi
1) Kedudukan sumur sebaiknya mencapai lapisan tanah yang
mengandung air yang cukup banyak walaupun pada musim kemarau.
2) Dinding sumur
25
a) Dinding sumur dibuat sampai lapisan tamah yang mengandung
air untuk menjaga supaya tanah tidak longsor, tetapi air masih
dapat masuk kedalam sumur.
b) Harus dibuat rapat air sekurang-kurangnya 3 meter dalamnya dari
permukaan tanah.
3) Bibir sumur harus rapat air sekurang-kurangnya 70 cm dari
permukaan tanah dari sekeliling semen.
4) Lantai semen
a) Sekurang-kurangnya diameter dibuat 1 meter jumlahnya dari
dinding semen.
b) Ditinggikan 20 cm diatas permukaan tanah
c) Agak miring (1%).
d) Bentuk bulat atau segi empat.
5) Permukaan tanah disesuaikan bangunan sumur dibuat miring untuk
memudahkan mengambil air.
6) Saluran pembuangan air limbah dan pembuangan sumur bair bersih
belum dapat ditentukan sempurnah. Apabila sumur air tersebut belum
dilengkapi dengan semen atau saluran pembuangan air limbah yang
berfungsi dengan baik.
7) Pagar sumur diberi kerikil agar tidak keruh.
8) Gunakan timbah khusus untuk pengambilan air dan timba tidak boleh
diletakkan diatas sumur, cucilah terlebih dahulu apabila kotor sebelum
26
menimbah air. Sumur sebaiknya dilengkapi dengan bak/ember untuk
menampung air.
9) Sebaiknya sumur memiliki penutup.
Sumur gali adalah salah satu sumber air bersih yang mempunyai
resiko pencemaran yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena lokasinya
yang memungkinkan terjadinya pencemaran yang disamping pemeliharaan
dari masyarakat yang menggunakannya. Di Indonesia sumur gali merupakan
sarana air bersih yang banyak digunakan masyarakat di daerah pedesaan,
selain biayanya lebih murah jika dibanding dengan sumur yang lain sebagian
besar materialnya tersedia.
27
2.5. Kerangka Teoritis
Gambar 2.1 Kerangka Teori (Wardhana, 2001)
2.6 Kerangka Konsep
Berdasarkan dasar pemikiran variabel penelitian diatas, maka
disusunlah pola pemikiran variabel yang diteliti dalam bentuk bagan sebagai
berikut :
Konstruksi sumur gali
- Keadaan sumur harusmencapai lapisan tanah.
- Dinding sumur dibuatsampai lapisan tanah
- Dinding sumur haruskedap air
- Bibir sumur harus rapatair
- Lantai sekitar sumurbagian luar harus kedapair
- Lokasi sumur gali dengansumber pencemar minimal10 meter
Kualitas BakteriologisSumur gali
Variabel Independen Variabel Dependen
Dinding Sumur
Bibir Sumur
Jarak denganseptik tank
Lantai Sumur
Kualitas BakteriologisSumur Gali
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan bersifat Experiment dengan pendekatan cross
sectional yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan
tentang suatu keadaan secara objektif di masa sekarang (Notoatmodjo, 2002).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Keude Aron Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah sumur gali yang terdapat di Desa
Keude Aron dengan jumlah 80 buah sumur gali.
3.3.2 Sampel
Pengambilan sampel di lakukan dengan Purposive sampling, maka di ambil
sebanyak 10 buah sumur gali.
28
29
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan
daftar check list, untuk mencari informasi secara riil dari responden.
3.4.2 Data sekunder
Data sekunder yaitu data pendukung yang dibutuhkan peneliti yang
berupa data Gambaran Umum dan Lokasi penelitian.
3.5 Definisi Operacional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel KeteranganVariabel Independen
1. Konstruksisumur gali
Definisi
Cara ukurAlat UkurHasil Ukur
Hasil ukur
Tata letak dan konstruk bangunan sumurgali yang dapat mempengaruhi kualitas airyang dihasilkan mencakup dinding, bibir,lantai dan jarak dari sumber pencemaran.ObservasiKuesioner1. Memenuhi Syarat2. Tidak Memenuhi SyaratOrdinal
Variabel Dependen2. Kualitas
BakteriologisAir sumur gali
Definisi
Cara ukurAlat UkurHasil Ukur
Skala ukur
Menyangkut tentang keberadaan berbagaikuman patogen dalam air yangmembahayakan kesehatan manusiaPemeriksaan LaboratoriumKuesioner1. Memenuhi Syarat2. Tidak Memenuhi SyaratOrdinal
30
3.6 Aspek Pengukuran
Adapun penjelasan dari hasil ukur pada definisi operasional adalah sebagai berikut:
1. Konstruksi sumur gali
Konstruksi Sumur gali adalah keadaan tata letak dan konstruk bangunan
Sumur gali yang dapat mempengaruhi kualitas air yang dihasilkan mencakup
dinding, bibir, lantai dan jarak dari sumber pencemaran.
a. Dinding sumur
Dinding sumur adalah bidang yang menjorok ke dalam tanah, terbuat dari
bahan yang kedap air dan berfungsi sebagai pencegah perembesan bahan
pencemar dari permukaan tanah dan sebagai penahan tanah supaya tidak
longsor.
Kriteria objektif :
Memenuhi syarat : Apabila bangunan dinding sumur gali
terbuat rapat air dengan ukuran minimal
3 meter dalamnya dari permukaan tanah
sehingga dapat mencegah perembesan
bahan pencemar dari dalam tanah dan
mencegah longsor
Tidak memenuhi syarat : Apabila tidak sesuai dengan kriteria
diatas
31
b. Bibir sumur
c. Bibir sumur adalah bidang yang menjulang ke atas permukaan sumur gali
dan berfungsi sebagai pelidung keselamatan bagi pemakai dan mencegah
limpasan air ke dalam sumur.
Kriteria objektif :
Memenuhi syarat : Apabila bangunan bibir sumur terbuat
rapat air dengan tinggi minimal 80 cm
dari permukaan lantai sumur yang diukur
dengan alat ukur panjang
Tidak memenuhi syarat : Apabila tidak sesuai dengan kriteria
diatas.
d. Lantai sumur
Lantai sumur gali adalah bangunan disekeliling luar sumur yang terbuat
kedap air, mudah dibersihkan dan mencegah perembesan air ke dalam
sumur dari permukaan tanah.
Kriteria objektif :
Memenuhi syarat : Apabila lantai sumur gali dibuat kedap
air dengan diameter minimal 1 meter
dari dinding sumur dan tinggi minimal
20 cm dari permukaan tanah.
Tidak memenuhi syarat : Apabila tidak sesuai dengan kriteria
diatas
32
e. Jarak sumur dari sumber pencemaran
Jarak adalah jauhnya bangunan sumur dengan sumber pencemaran seperti
jamban keluarga dan berbagai sumber pencemaran yang diukur dengan
satuan panjang dengan jarak minimal adalah 10 meter.
Kriteria objektif :
Memenuhi syarat : Apabila bangunan sumur gali berjarak
minimal 12 meter dari sumber
pencemaran.
Tidak memenuhi syarat : Apabila tidak sesuai dengan kriteria
diatas.
2. Kualitas Bakteriologis Air Sumur Gali
Kualitas bakteorologis air menyangkut tentang keberadaan berbagai
kuman patogen dalam air yang membahayakan kesehatan manusia dengan
menggunakan standar MPN coliform. Penentuan kadar MPN Coliform
didasarkan dari hasil pemeriksaan laboratorium pada sampel air Sumur gali.
Kriteria objektif :
Memenuhi Syarat : Apabila hasil pemeriksaan sampel air Sumur
gali memiliki kandungan bakteri patogen
memenuhi standar kualitas bakteriologis air
yang ditetapkan dalam PP No 82 tahun 2001
tanggal 14 Desember 2001 tentang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air, total bakteri coliform yang
33
diperbolehkan yaitu 1000 per 100 ml air baku
sumber air minum.
Tidak memenuhi syarat : jika tidak sesuai dengan kriteria di atas
3.7 Analisis Data
3.7.1 Analisis Univariat
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
perhitungan statistik sederhana yaitu persentase atau proporsi. (Eko Budiarto, 2001).
3.7.2 Analisis Bivariat
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
Analisis bivariat, yaitu suatu analisis yang bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.
Alur Penelitian
Persiapan
Pengambilansampel
Pengujian SampelSumur gali
Negatif
MPN
Positif
Gambar 3.1 Alur Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Desa Keude Aron dengan melakukan
pengumpulan data melalui observasi terhadap kondisi fisik sumur gali (SGL) dan
melakukan pemeriksaan kadar MPN Coliform pada air sumur gali. Data yang telah
dikumpulkan kemudian diolah menggunakan komputer dan disajikan sebagai
berikut.
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Keude Aron berada dalam wilayah Kecamatan Kaway XVI yang
berbatasan dengan masing-masing wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Meunasah Rayeuk
b. Sebelah Barat : Gampong Mesjid
c. Sebelah Timur : Beureugang
d. Sebelah Selatan : Peunia
34
35
4.2 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan laboratorium terhadap kondisi
fisik sumur gali dan pemeriksaan laboratorium air sumur gali maka dapat disajikan
sebagai berikut:
1. Kadar MPN Coliform
Tabel 4.1 Distribusi kadar MPN Coliform air sumur gali di Desa Keude AronKecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
Kadar MPN Coliform Frekuensi (n) Persentase (%)Tidak Memenuhi syarat 8 80
Memenuhi syarat 2 2Total 10 100
Sumber : Data Primer (di olah 2013)
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebanyak 8 (80%) air sumur gali yang
diperiksa memiliki kadar MPN Coliform yang tidak memenuh syarat yaitu >1000 per
ml air berdasarkan PP No 82 tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001 tentang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
2. Kondisi Fisik Sumur gali (sumur gali)
a. Bibir sumur gali
Indikator penilaian bibir sumur gali mencakup kepemilikian bibir sumur,
kedap air dan memiliki tinggi minimal 80 cm dari permukaan tanah yang
disajikan sebagai berikut.
36
Tabel 4.2 Distribusi sumur gali yang memiliki bibir sumur di Desa Keude AronKecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
Memiliki Bibir Sumur Frekuensi (n) Persentase (%)Ada 8 80
Tidak Ada 2 20Total 10 100
Sumber : Data Primer (di olah 2013)
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sekitar 8 (80%) dari sumur yang diperiksa di
Keude Aron memiliki bibir sumur.
Tabel 4.3 Distribusi Bibir Sumur gali Yang Kedap Air di Desa Keude AronKecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
Bibir Sumur Kedap Air Frekuensi (n) Persentase (%)Ya 4 40
Tidak 6 60Total 10 100
Sumber : Data Primer(di oleh 2013)
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sumur gali yang tidak memiliki bibir sumur,
sebanyak 6 (60%) tidak kedap air.
Tabel 4.4 Distribusi Bibir Sumur gali Dengan Tinggi 80 cm di Desa Keude AronKecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
Tinggi Bibir Sumur Minimal 80Cm
Frekuensi (n) Persentase (%)
Ya 3 30Tidak 7 70Total 10 100
Sumber : Data Primer(di olah 2013)
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sumur gali yang tidak memiliki bibir sumur
dengan ketinggian 80 cm sebanyak 7 (70%).
37
Tabel 4.5 Distribusi Kondisi Bibir Sumur gali di Desa Keude Aron KecamatanKaway XVI Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
Kriteria Bibir sumur gali Frekuensi (n) Persentase (%)Tdk memenuhi syarat 7 70
Memenuhi syarat 3 30Total 10 100
Sumber : Data Primer (di olah 2013)
Tabel 4.5 menunjukkan 7 (70%) dari sumur gali yang diperiksa memiliki
kondisi bibir sumur yang tidak memenuhi syarat.
b. Dinding sumur gali
Indikator penilaian dinding sumur gali mencakup kepemilikan dinding, rapat
air dan memiliki kedalam 3 m yang disajikan sebagai berikut.
Tabel 4.6 Distribusi Sumur gali Yang Memiliki Dinding di Desa Keude AronKecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
Memiliki Dinding Sumur Frekuensi (n) Persentase (%)Ada 8 80
Tidak Ada 2 20Total 10 100,0
Sumber : Data Primer (di olah 2013)
Tabel 4.6 menunjukkan sebanyak 8 (80%) sumur gali yang diperiksa memiliki
dinding sumur.
Tabel 4.7 Distribusi Dinding Sumur gali Rapat Air di Desa Keude AronKecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
Dinding SumurRapat Air
Frekuensi (n) Persentase (%)
Ya 6 60Tidak 4 40Total 10 100
Sumber : Data Primer(di olah 2013)
38
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa sumur yang memiliki dinding rapat air
sebanyak 6 (60%).
Tabel 4.8 Distribusi Dinding Sumur gali Dengan Kedalaman Minimal 3 M diDesa Keude Aron Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barattahun 2013
Kedalaman Dinding Minimal 3 m Frekuensi (n) Persentase (%)Ya 5 50
Tidak 5 50Total 10 100
Sumber : Data Primer (di olah 2013)
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa sumur yang memiliki kedalaman dinding 3 m
sebanyak 5 (50%) dan yang tidak memiliki kedalaman dinding 3 m sebanyak 5
(50%).
Tabel 4.9 Distribusi Kondisi Dinding Sumur gali di Desa Keude AronKecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
Kriteria Dinding sumur gali Frekuensi (n) Persentase (%)Tdk memenuhi syarat 7 70
Memenuhi syarat 3 30Total 10 100,0
Sumber : Data Primer (di olah 2013)
Tabel 4.9 menunjukkan sebanyak 70% sumur gali yang diperiksa memiliki
kondisi dinding sumur yang tidak memenuhi syarat.
39
c. Lantai SUMUR GALI
Indikator penilaian lantai sumur gali mencakup kepemilikan lantai, rapat air,
diameter 1 m dan tinggi minimal 20 cm.
Tabel 4.10 Distribusi Sumur gali Yang Memiliki Lantai di Desa Keude AronKecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
Memiliki Lantai Sumur Frekuensi (n) Persentase (%)Ada 10 100
Tidak Ada 0 0Total 10 100
Sumber : Data Primer( di olah 2013)
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa keseluruhan sumur gali yang diperiksa
memiliki lantai sumur (100%).
Tabel 4.11 Distribusi Lantai Sumur gali Rapat Air di Desa Keude AronKecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
Lantai Sumur Rapat Air Frekuensi (n) Persentase (%)Ya 5 50,0
Tidak 5 50,0Total 10 100,0
Sumber : Data Primer (di olah 2013)
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa sebanyak 5 (50%) sumur gali memiliki lantai
yang rapat air serta 5 (50%) tidak rapat air.
Tabel 4.12 Distribusi Lantai Sumur gali Berdiameter 1 M di Desa Keude AronKecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
Diameter Lantai Sumur 1 m Frekuensi (n) Persentase (%)Ya 10 100
Tidak 0 0Total 10 100
Sumber : Data Primer( di olah 2013)
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa semua sumur gali memiliki lantai dengan
diameter 1 meter (100%).
40
Tabel 4.13 Distribusi Lantai Sumur gali Yang Memiliki Tinggi Minimal 20 Cmdi Desa Keude Aron Kecamatan Kaway XVI Kabupaten AcehBarat tahun 2013
Tinggi Lantai Sumur 20 cm Frekuensi (n) Persentase (%)Ya 3 30
Tidak 7 70Total 10 100
Sumber : Data Primer (di olah 2013)
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa sebanyak 7 (70%) sumur gali tidak memiliki
lantai dengan kedalaman 20 cm.
Tabel 4.14 Distribusi Kondisi Lantai Sumur gali di Desa Keude AronKecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat tahun 2013
Kriteria Lantai sumur gali Frekuensi (n) Persentase (%)Tdk memenuhi syarat 7 70
Memenuhi syarat 3 30Total 10 100
Sumber : Data Primer(di olah 2013)
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa sebanyak 7 (70%) dari sumur gali yang
diperiksa memiliki kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat.
d. Jarak SUMUR GALI
Tabel 4.15 Distribusi Kondisi Jarak Sumur gali dari Sumber Pencemaran diDesa Keude Aron Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barattahun 2013
Kriteria jarak sumur gali Frekuensi (n) Persentase (%)Tdk memenuhi syarat 6 60
Memenuhi syarat 4 40Total 10 100
Sumber : Data Primer( di olah 2013)
Tabel 4.15 menunjukkan sebanyak 6 (60%) sumur gali yang diperiksa
memiliki jarak kurang dari 12 m dengan sumber pencemaran.
41
3. Distribusi Antar Variabel Penelitian
a. Distribusi Kondisi Bibir sumur gali dengan Kadar MPN Coliform
Tabel 4.16 Distribusi Kondisi Bibir Sumur dengan Kadar MPN ColiformSumur gali di Desa Keude Aron Kecamatan Kaway XVI KabupatenAceh Barat tahun 2013
Bibir sumur galiKadar MPN Coliform Total
Tidak MemenuhiSyarat
MemenuhiSyarat
n % n % n %Tidak Memenuhi Syarat 6 85,7 1 14,3 7 100
Memenuhi Syarat 2 66,7 1 33,3 3 100Total 8 80 2 20 10 100
Sumber : Data Primer (di olah 2013)
Tabel 4.16 menunjukkan bahwa sebanyak 85,7% sumur gali yang memiliki
kondisi bibir sumur yang tidak memenuhi syarat memiliki kadar MPN Coliform yang
tidak memenui syarat dan 14,3% yang memenuhi syarat. Sedangkan sumur gali
dengan kondisi bibir sumur yang memenuhi syarat terdapat 66,7% dengan kadar
MPN Coliform yang tidak memenuhi syarat dan 33,3% yang memenuhi syarat.
b. Distribusi Kondisi Dinding sumur gali dengan Kadar MPN Coliform
Tabel 4.17 Distribusi Kondisi Dinding Sumur dengan Kadar MPN ColiformSumur gali di Desa Keude Aron Kecamatan Kaway XVIKabupaten Aceh Barat tahun 2013
Dinding sumur gali Kadar MPN Coliform TotalTidak Memenuhi
SyaratMemenuhi
Syaratn % n % n %
Tidak Memenuhi Syarat 7 100 0 0 7 100Memenuhi syarat 1 33,3 2 66,7 3 100
Total 8 80 2 20 10 100Sumber : Data Primer (di olah 2013)
Tabel 4.17 menunjukkan sebanyak 100% sumur gali dengan kondisi dinding
yang tidak memenuhi syarat memiliki kada MPN Coliform yang tidak memenuhi
42
syarat sedangkan sumur gali dengan kondisi dinding sumur yang memenuhi syarat
terdapat 33,3% dengan kadar MPN Coliform yang tidak memenuhi syarat dan 66,7%
yang memenuhi syarat.
c. Distribusi Kondisi Lantai sumur gali dengan Kadar MPN Coliform
Tabel 4.18 Distribusi Kondisi Lantai Sumur dengan Kadar MPN ColiformSumur gali di Desa Keude Aron Kecamatan Kaway XVIKabupaten Aceh Barat tahun 2013
Lantai sumur galiKadar MPN Coliform Total
Tidak MemenuhiSyarat
MemenuhiSyarat
n % n % n %Tidak Memenuhi Syarat 6 85,7 1 14,3 7 100
Memenuhi syarat 2 66,7 1 33,3 3 100Total 8 80 2 20 10 100
Sumber : Data Primer (di olah 2013)
Tabel 4.18 menunjukkan sebanyak 85,5% sumur gali dengan kondisi lantai
yang tidak memenuhi syarat memiliki kadar MPN Coliform yang tidak memenuhi
syarat dan 14,3% yang memenuhi syarat. Sedangkan sumur gali dengan kondisi
lantai yang memenuhi syarat terdapat 66,7% dengan kadar MPN Coliform yang tidak
memenuhi syarat dan 33,3% yang memenuhi syarat.
d. Distribusi Kondisi Jarak sumur gali dengan Kadar MPN Coliform
Tabel 4.19 Distribusi Kondisi JarakSumur dengan Kadar MPN ColiformSumur gali di Desa Keude Aron Kecamatan Kaway XVIKabupaten Aceh Barat tahun 2013
Jarak sumur galiKadar MPN Coliform Total
Tidak MemenuhiSyarat
MemenuhiSyarat
n % n % n %Tidak Memenuhi Syarat 6 100 0 0 6 100
Memenuhi syarat 2 50 2 50 4 100Total 8 80 2 20 10 100
Sumber : Data Primer (di olah 2013)
43
Tabel 4.19 menunjukkan sebanyak 100% sumur gali dengan kondisi jarak
yang tidak memenuhi syarat memiliki kadar MPN Coliform yang tidak memenuhi
syarat sedangkan sumur gali dengan kondisi jarak yang memenuhi syarat terdapat
50% dengan kadar MPN Coliform yang tidak memenuhi syarat dan 50% yang
memenuhi syarat.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penyajian data penelitian sebelumnya di atas maka dapat
disusun pembahasan sebagai berikut.
1. Kualitas air sumur gali berdasarkan kadar MPN coliform
Air merupakan kebutuhan mendasar bagi penyelenggaraan kehidupan
manusia. Tanpa air maka berbagai aktivitas kehidupan tidak berjalan dengan
maksimal bahwa menemui hambatan. Air yang dibutuhkan tersebut pun juga harus
dapat memenuh syarat kualitas maupun kuantitas sehingga tidak memberi dampak
kesehatan yang lebih fatal sehubungan dengan kejadian berbagai penyakit.
Aspek yang turut menjadi perhatian terhadap kualitas air adalah kualitas
beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh air yang akan digunakan mencakup aspek
fisik, biologis, kimia dan radioaktif. Beberapa aspek ini harus memenuhi syarat
dengan kadar berbagai bahan yang terdapat dalam air yang tidak melebih standar
ketentuan dari baku air minum.
Air yang dimanfaatkan masyarakat dapat diperoleh dari berbagai sumber
yang tentunya harus berdasarkan ketentuan sehingga tidak menghasilkan air dengan
44
kualitas dan kuantitas yang tidak memenuhi syarat yang dapat menimbulkan
berbagai masalah kesehatan sehubungan dengan timbulnya gangguan kesehatan.
Jenis sumber air yang paling lazim dimanfaatkan oleh masyarakat terutama
untuk didareah pendesaan adalah sumur gali (sumur gali). Sumber air yang
dimanfaatkan masyarakat ini harus memenuhi beberapa syarat sehingga dapat
memenuhi kualitas air yang memenuhi syarat pula yang pada penelitian ini hanya
dibatasi pada penenuan kualitas bakteriologis yang mencakup Angka Most Probable
Number (MPN) coliform dalam air yang dihasilkan.
Angka most probable number menunjukkan keadaan kandungan
bakteriologi dalam air yang tidak dapat dinyatakan secara konstan namun dalam
bentuk perkiraan atas perbandingan-perbandingan dari jumlah air yang diperiksa.
Angka MPN diukur berdasarkan pemeriksaan laboratorium jumlah bakteri
coliform secara total yang terdapat dari sampel air sumur gali yang diambil dengan
satuan per 100 ml. Pada penelitian ini, kualitas air yang dihasilkan sumur gali
ditentukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium angka MPN coliform dan
dikatakan memenuhi syarat ditentukan berdasarkan PP No 82 tahun 2001 tanggal 14
Desember 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
yaitu total bakeri coliform yang diperbolehkan yaitu 1000 per 100 ml air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 sumur gali yang diperiksa
lebih banyak diantaranya memiliki kadar MPN Coliform yang tidak memenuhi
syarat (80%) melebihi 1000 per 100 ml air yang diperiksa dari setiap sumur gali.
Keadaan ini tentunya memberi gambaran terhadap rendahnya kualitas hidup
masyarakat di Desa Keude Aron khususnya dalam penggunaan air bersih.
45
Kualitas MPN Coliform air sumur gali yang tidak memenuhi syarat juga
dapat memberi indikasi terhadap tingginya angka kejadian penyakit menular
mengingat air merupakan sarana penyebaran penyakit khususnya water born disease
seperti diare, penyakit kulit dan jenis penyakit menular lainnya. Air dengan kualitas
MPN Coliforms yang tidak memenuhi syarat menunjukkan bahwa air tersebut telah
terkontaminasi dengan berbagai zat sehingga meningkatkan terjadinya
perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit. Pemanfaatan air yang telah
terkontaminasi tersebut akan berdampak pada timbulnya gangguan kesehatan.
Kualitas air sumur gali yang tidak memenuhi syarat pada dasarnya
berhubungan dengan rendahnya perhatian terhadap kualitas sumur termasuk kualitas
hidup masyarakat. Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kualitas air yang
memenuhi syarat kesehatan turut memiliki andil sehingga rendahnya perhatian
masyarakat untuk dapat menyelenggarakan penyediaan air bersih yang sehat dalam
keluarga.
Aspek lain yang juga turut menjadi perhatian adalah tingkat ekonomi
masyarakat. Hal ini didasarkan atas penyediaan air bersih yang memenuhi syarat
tidak lepas dari pembiayaan untuk dapat menyelenggarakan sarana air bersih di
tingkat rumah tangga. Rendahnya perhatian ditingkat pemerintah dalam hal ini
institusi kesehatan daerah menyebabkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan
kebutuhan terhadap air bersih dan sehat termasuk status kesehatan masyarakat.
Keadaan ini tentunya akan berdampak pada rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
sumur gali sebagai salah satu sarana sumber air bersih yang umum
digunakan masyarakat, rendahnya kualitas air yang diberikan pada dasarnya terkait
46
dengan kondisi fisik sumur termasuk pula perilaku masyarakat dalam memanfaatkan
sumur gali tersebut. Pada penelitian ini, aspek kajian yang memiliki andil
mempengaruhi kualitas air yang dihasilkan sumur gali adalah kondisi fisik sumur
gali berupa bibir sumur, dinding, lantai dan jarak dari sumber pencemaran.
2. Kondisi Fisik sumur gali
a. Bibir Sumur
Bibir sumur merupakan tiang penyangga yang mengelilingi sumur bagian
atas sebagai penahan agar pengguna sumur mempunyai penopang sewaktu
mengambil air dari sumur.
Sumur harus memiliki penopang bagi pengambil air sehingga mencegah
terjadinya kecelakaan sewaktu menggunakan air sumur. Bibir sumur sebagai
penopang dan pencegah kecelakaan sewaktu mengambil air, harus memenuhi
beberapa kriteria. Tujuan dari pemenuhan beberapa kriteria ini adalah selain
memberi keamanan bagi pengguna sumur juga mencegah terhadap kemungkinan
kontaminasi dengan berbagai sumber pencemaran secara langsung. Selain itu, bibir
sumur juga akan mengurangi terjadinya kontaminasi langsung air dari luar yang
masuk ke dalam sumur.
Kriteria bibir sumur yang memenuhi syarat pada penelitian ini adalah jika
sumur gali memiliki bibir sumur yang kedap air yaitu terbuat dari beton dengan
tinggi minimal 80 cm dari permukaan tanah sehingga dapat mengurangi terjadinya
kontaminasi material dari luar yang kemungkinan mengandung senyawa bakteri
masuk ke dalam air sumur.
47
Bibir sumur gali yang tidak memenuhi syarat akan memberi pengaruh
terhadap penurunan kualitas air sumur gali yang dihasilkan. Salah satu unsur
penilaian dari kualitas air sumur gali adalah Angka MPN coliform dimana pada
sumur gali yang tidak memiliki bibir sumur akan mudah mengalami kontaminasi
terhadap berbagai material yang mengandung bakteri sehingga dapat meningkatkan
kadar bakteri dalam badan air sumur gali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumur gali dengan bibir sumur yang
tidak memenuhi syarat sebahagian besar memiliki kadar MPN Coliform yang tidak
memenui syarat yaitu sebanyak 6 (85,7%) meskipun terdapat pula sumur gali
dengan bibir sumur yang memenuhi syarat memiliki kadar MPN Coliform yang tidak
memenuhi syarat namun lebih rendah yaitu sebanyak 1 (14,3%). Hasil ini memberi
gambaran bahwa kondisi sumur gali dengan bibir sumur yang tidak memenuhi syarat
memberi kontribusi yang lebih besar terhadap terjadinya peningkatan kadar MPN
Coliform air yang dihasilkan.
Selanjutnya, hasil ini juga memberi interpretasi bahwa bibir sumur
mempengaruhi Angka MPN coliform air yang dihasilkan sumur gali dimana sumur
yang mempunyai bibir sumur dengan konstruksi yang memenuhi syarat mengurangi
terjadinya pencemaran dari material yang mengandung bakteri dan akan
meningkatkan Angka MPN coliform sedangkan pada sumur dengan konstruksi bibir
yang tidak memenuhi syarat atau bahkan tidak mempunyai bibir sama sekali akan
meningkatkan pencemaran material yang mengandung bakteri.
Sebagaimana penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Jamaluddin
(2007) di Desa Bontomarannu Kecamatan Lau Kabupaten Maros menyatakan bahwa
48
sumur gali dengan bibir sumur yang tidak memenui syarat yaitu tidak kedap air dan
tingginya kurang dari 80 cm menyebabkan tingginya kontaminasi air yang dihasilkan
sumur gali dimana berdasarkan hasil pemeriksaan MPN Coliform air sumur gali
dengan kadar melebihi ambang batas minimum 1000 per ml air.
Konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat pada dasarnya terkait
dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat khususnya untuk pengadaan material
yang dibutuhkan untuk pemenuhan konstruksi sumur yang memenui syarat
khususnya pembuatan bibir sumur yang kedap air.
Bibir sumur gali yang tidak memenuhi syarat dapat mempengaruhi
peningkatan cemaran terhadap badan air karena bakteri dari permukaan tanah dapat
mudah langsung masuk ke dalam sumur. Sebagaimana penelitian Jamaluddin (2007)
di Desa Bontomarannu Kecamatan Lau Kabupaten Maros menunjukkan bahwa kadar
MPN Coliform air yang dihasilkan sumur gali lebih banyak dengan kadar tinggi pada
sumur gali yang tidak memiliki bibir sumur.
b. Dinding Sumur
Dinding sumur merupakan bagian yang dibuat kearah dalam sumur, kedap
air dan kokoh sehingga mencegah terjadinya peresapan air yang secara langsung
dapat mencemari air sumur gali dan juga berperan sebagai pencegah longsor pada
lapisan tanah sekitar sumur.
Konstruksi dinding sumur yang memenuhi syarat pada penelitian ini
mencakup kriteria terbuat kedap air dan kokoh dengan kedalaman minimal 3 meter
dari tanah permukaan sehingga mencegah terjadinya longsor dan perembesan air dari
sekitar sumur.
49
Dinding sumur yang kedap air dengan kedalaman 3 meter dari permukaan
tanah pada dasarnya untuk mencegah terjadinya perembesan langsung air permukaan
masuk kedalam air sumur. Sedangkan air perembesan tersebut lazimnya telah
terkontaminasi dengan bakteri sumber penyakit yang dapat mempengaruhi kualitas
air yang dihasilkan sumur gali. Sedangkan pada kedalaman 3 meter tersebut
meskipun terjadi perembesan air namun sudah mengalami filterisasi alami untuk
mengurangi kandungan bakteri dari air rembesan dan pada kedalaman 3 meter
kontruksi tanah sudah semakin rapat sebagai media filterisasi alamiah air yang akan
masuk kedalam sumur.
Sehingga dapat dikatakan bahwa konstuksi dinding sumur yang tidak
memenuhi syarat akan memberi pengaruh terhadap kualitas air sumur gali yang
dihasilkan dan salah satu indikator penilaian kualitas air yang digunakan pada
penelitian ini adalah Angka MPN coliform sebagai indikator bakteriologis dimana
akan memudahkan terjadinya perembesan air disekitar sumur yang dapat
meningkatkan kandungan bakteri coliform air sumur gali yang semestinya bahwa
peresapan air sampai ke sumber air sumur gali minimal 12 meter.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumur gali yang memiliki konstruksi
dinding yang tidak memenuhi syarat secara keseluruhan menghasilkan air dengan
kadar MPN Coliform yang tidak memenuhi syarat (100%) meskipun terdapat pula
sumur gali dengan konstruksi dinding yang memenuhi syarat memiliki air dengan
kandungan MPN Coliform yang tidak memenuhi syarat (33,3%). Hasil ini tentunya
memberi gambaran bahwa sumur gali dengan konstruksi dinding yang tidak
memenuhi syarat memberi kontribusi yang lebih besar terhadap terjadinya
50
peningkatan kadar MPN Coliform dari air yang dihasilkan. Sehingga perhatian
terhadap konstruksi dinding sumur gali perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
peningkatan kontaminasi dari rembesan air permukaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Jamaluddin
(2007) di Desa Bontomarannu Kecamatan Lau Kabupaten Maros menyatakan bahwa
sumur gali dengan konstruksi dinding yang tidak memenuhi syarat mempengaruhi
terjadinya peningkatan kadar MPN Coliform dari air yang dihasilkan. Peningkatan
kadar MPN Coliform disebabkan tingginya perembesan air secara langsung ke badan
air sumur terlebih lagi air yang telah terkontaminasi dengan bakteri penyebab
penyakit.
c. Lantai Sumur
Lantai sumur gali merupakan bidang yang berada di sekeliling sumur
bagian luar yang berperan sebagai media pencegah terjadinya peresapan air yang
telah terkontaminasi untuk langsung ke dalam air sumur sehingga harus dibuat kedap
air.
Keadaan konstruksi lantai sumur gali yang tidak memenuhi syarat pada
penelitian ini jika sumur gali tidak memiliki lantai yang terbuat dengan kedap air
dengan diameter 1 m dan tinggi minimal 20 cm diukur dari permukaan tanah
sehingga tidak memudahkan terjadinya perembesan air secara langsung kedalam air
sumur gali.
Lantai sumur gali yang tidak memenuhi syarat berdasarkan hasil penelitian
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat berhubungan dengan keadaan
sosial ekonomi pemilik sumur gali dimana pada pembuatan lantai sumur yang kedap
51
air dan dengan syarat yang memenuhi kriteria harus ditunjang dengan ketersediaan
bahan mentah berupa semen dan pasir. Sedangkan bahan mentah tersebut
membutuhkan dana yang cukup.
Keadaan konstruksi lantai yang tidak memenuhi syarat dapat
mempengaruhi kualitas air sumur gali yang dihasilkan dan akan dimanfaatkan
masyarakat disebabkan karena lantai sumur gali berperan sebagai pencegah
masuknya air resapan dari aktivitas yang dilaksanakan disekitar sumur dimana air
yang dihasilkan dari aktivitas tersebut merupakan bahan buangan yang telah
terkontaminasi oleh berbagai bahan yang dapat mempengaruhi kualitas air sumur
gali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumur gali yang memiliki konstruksi
lantai yang tidak memenuhi syarat memiliki air dengan kandungan MPN Coliform
yang tidak memenuhi syarat (85,7%) meskipun terdapat pula sumur gali dengan
konstruksi lantai yang memenuhi syarat dengan kandungan MPN Coliform yang
tidak memenuhi syarat (66,7%) namun hasil ini memberi gambaran bahwa
konstruksi lantai yang tidak memenuhi syarat memberi kontribusi yang lebih besar
terhadap terjadinya peningkatan kadar MPN Coliform dari air yang dihasilkan sumur
gali.
Konstruksi lantai sehubungan dengan Angka MPN coliform yang tidak
memenuhi syarat disebabkan karena telah dipahami bahwa terjadinya peresapan air
ke dalam sumur dengan jarak yang tidak ideal kurang dari 12 meter memungkinkan
terjadinya kontaminasi dari bakteri-bakteri yang masih terdapat baik di atas tanah
maupun pada lapisan tanah bagian atas.
52
Begitupun hasil penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin (2007) di Desa
Bontomarannu Kecamatan Lau Kabupaten Maros menyatakan bahwa sumur gali
dengan konstruksi lantai yang tidak memenuhi syarat juga memberi kontribusi yang
lebih besar terhadap terjadinya kontaminasi air yang dihasilkan sumur gali dan
dibuktikan dengan kadar MPN Coliform yang melebih nilai ambang batas 1000 per
ml air.
d. Jarak Sumur
Jarak sumur gali yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah jarak sumur
gali dari sumber pencemaran yang memungkinkan mengurangi kualitas air yang
dihasilkan sumur gali. Jarak yang dianjurkan bagi keberadaan sumur gali dari
berbagai sumber pencemaran adalah minimal 12 meter mengingat pada jarak 12
meter, kemungkinan pencemaran melalui resapan air tidak terjadi karena telah
mengalami filtrasi pada lapisan tanah.
Sumber pencemaran yang dapat memungkinkan mempengaruhi kualitas air
sumur gali mencakup jamban keluarga, penamungan sampah, dan pembuangan air
limbah rumah tangga. Jika jarak sumur gali dari beberapa sumber pencemaran
tersebut kurang dari 10 meter akan memudahkan terjadinya peresapan air yang
mengandung bakteri dan akan menunrunkan kualitas air yang dihasilkan sumur gali.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada 10 sumur gali di Keude Aron, terdapat
6 sumur gali (60%) memiliki jarak yang tidak memenuhi syarat dimana sumur
berada dekat dengan sumber pencemaran kurang dari 12 meter seperti tempat
sampah diluar rumah diletakkan berdekatan dengan sumur terlebih lagi sarana
pembuangan air limbah keluarga yang tidak kedap air dengan jarak resapan kurang
53
dari 10 meter dari sumur sehingga memudahkan terjadinya perembesan air ke dalam
badan air sumur gali. Ditambah pula dengan kondisi fisik sumur yang konstruksi
lantai yang tidak memenui syarat tentunya akan meningkatkan terjadinya
perembesan air permukaan yang telah terkontaminasi dengan bakteri penyebab
penyakit.
Jarak sumur gali yang kurang dari 12 meter dapat meningkatkan Angka
MPN coliform disebabkan karena peresapan air yang kurang mengalami filtrasi
dengan baik sehingga masih mengandung bakteri yang dapat mengurangi kualitas air
dan membahayakan kesehatan bagi pengguna air yang dihasilkan sumur gali terlebih
lagi keluarga yang memiliki sumur gali tersebut.
Berdasarkan hasil krostabulasi jarak sumur gali dengan hasil pemeriksaan
kadar MPN Coliform air sumur gali menunjukkan bahwa sumur gali dengan jarak
dari sumber pencemaran yang tidak memenuhi syarat secara keseluruhan memiliki
kadar MPN Coliform yang tidak memenuhi syarat (100%). Hasil ini dapat memberi
gambaran terhadap tingginya pengaruh jarak sumur gali dari sumber pencemaran
terhadap kualitas air yang dihasilkan dimana peletakan sumber pencemaran yang
dekat dari sumur gali memberi pengaruh yang lebih tinggi terhadap terjadinya
perembesan air permukaan yang mempengaruhi kualitas air yang dihasilkan sumur
gali.
Sebagaiaman pula penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jamaluddin
(2007) di Desa Bontomarannu Kecamatan Lau Kabupaten Maros menyatakan bahwa
sumur gali dengan jarak yang kurang dari 12 meter dari sumber pencemaran seperti
tempat sampah dan sarana pembuangan air limbah keluarga meningkatkan terjadinya
54
perembesan air kotor ke dalam sumur yang ditunjukkan dengan pemeriksaan kadar
MPN Coliform yang melebih ambang batas.
Jarak sumur gali dari sumber pencemaran yang tidak memenuhi syarat pada
dasarnya berkaitan dengan keterbatasan lahan khususnya di daerah perkotaan dengan
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, sehingga diharapkan bagi masyarakat yang
memiliki sumur gali yang dimanfaatkan harus dibuat kedap air didaerah sekitar lantai
sumur untuk mencegah terjadinya perembesan air permukaan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan dapat dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh yang besar kondisi bibir sumur terhadap jumlah bakteri
coliform dalam sumur gali.
2. Terdapat pengaruh yang besar kondisi dinding sumur terhadap jumlah bakteri
coliform dalam sumur gali.
3. Terdapat pengaruh yang besar kondisi lantai sumur terhadap jumlah bakteri
coliform dalam sumur gali.
4. Terdapat pengaruh yang besar jarak sumur dengan sumber pencemaran
terhadap jumlah bakteri coliform dalam sumur gali.
5. Dengan kondisi bibir, dinding dan lantai sumur gali yang tidak memenuhi
syarat, penyebaran bakteri coliform dalam air sumur gali melebihi ambang
batas yang di perkenankan.
5.2. Saran
Dari kesimpulan yang telah diambil peneliti memberi saran sebagai berikut :
1. Kepada masyarakat supaya dapat meningkatkan keadaan fisik sumur gali agar
terhindar dari penyakit sebagai akibat dari tercemarnya sumur gali yang di
gunakan sebagai sumber air minum.
55
56
2. Kepada petugas kesehatan puskesmas Peurembe khususnya bagian kesling
agar meningkatkan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya sumber air yang sehat.
3. Kepada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat agar dapat melakukan
penelitian di tempat-tempat lain agar di ketahuinya bagaimana kualitas sumur
gali yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad. Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Daud Anwar. 2002. Penyediaan Air Bersih (PAB). Jurusan Kesehatan LingkunganFKM Universitas Hasanuddin Makassar.
Depkes R.I. 1996. Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta.
Depkes RI. 2003. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416 Tahun1990 tentangsyarat-syarat air minum. Jakarta.
Dinkes Provinsi Aceh, 2011. Laporan Kesehatan Lingkungan. Banda Aceh
Effendi. Husni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya danLingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta.
Fardiaz. Srikandi. 1992. Populasi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.
Jamaluddin. 2007. Studi Bakteriologis Berdasarkan Kadar MPN Coliform AirSumur Gali Di Desa Bonto Marannu Kabupaten Maros Tahun 2007.Skripsi STIK Tamalatea. 2007.
J. Soemirat. 1984. Kesehatan Lingkungan, Gajahmada University Press:Yogyakarta.
Kementrian Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tanggal14 Desember 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalianpencemaran air, BAPPEDAL. Jakarta.
Kusnaedi. 2002. Mengelola Air Untuk Air Minum. Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2000. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.Jakarta.
Parahita. Diah. 2002. Air sebagai Kebutuhan Vital Manusia. Rineka Cipta. Jakarta.
Sanrompie. et.al, 1984. Penyediaan Air minum, Departemen Kesehatan RI,Pusdiknakes Jakarta
Slamet. Purwanto dkk. 1994. Penyediaan Air minum, Proyek PengembanganPendidikan Tenaga Sanitasi Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai,Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
Suripin. 2004, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Penerbit Andi.Yogyakarta.
Sutrisno. Totok C, dkk, 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta.Jakarta.
Wardhana. Wisnu Arya. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi.Yogyakarta.