striktur uretra
TRANSCRIPT
Minggu, 04 Januari 2009
Striktur Urethra
Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan wanita, uretra mempunyai
fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh. Saluran uretra juga penting dalam proses
ejakulasi semen dari saluran reproduksi pria. Uretra pria berbentuk pipa yang menyerupai alat
penyiram bunga.
Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya jaringan fibrotik
pada dinding uretra.1,2 Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran
berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar dari tubuh.
Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak komplikasi, dengan
komplikasi terberat adalah gagal ginjal.3
Striktur uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada bagian dunia tertentu.
Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, karena uretra pada wanita lebih
pendek dan jarang terkena infeksi. Segala sesuatu yang melukai uretra dapat menyebabkan
striktur. Orang dapat terlahir dengan striktur uretra, meskipun hal itu jarang terjadi.4
A. ANATOMI URETRA1,3,5,6
Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-buli sampai
orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra pria dibagi
menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra posterior dibagi menjadi
uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra,
pendulare uretra dan bulbus uretra. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 ch, dan
wanita 30 ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm maka lumen uretra laki-laki 7,2 mm dan wanita 9 mm.
1. Uretra bagian anterior
Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini dimulai dari meatus uretra,
pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, terletak bebas
diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah.
2. Uretra bagian posterior
Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang dikelilingi kelenjar prostat
dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra membranasea, yang memiliki
panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat
otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat menahan kemih
dan berhenti pada waku berkemih. Uretra membranacea terdapat dibawah dan dibelakang
simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai uretra membranasea.
Gambar 1. Uretra Pria6
B. DEFINISI
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya.7
C. ETIOLOGI
Striktur uretra dapat terjadi pada1,2,3,4,5,6,7,8,9
1. Kelainan Kongenital,
misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra posterior
2. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia
3. Trauma,
misalnya fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea; trauma tumpul pada
selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa, dapat terjadi pada anak
yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada
bingkai sepeda pria; trauma langsung pada penis; instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati
(iatrogenik) seperti pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah.
4. Post operasi,
beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra, seperti operasi prostat,
operasi dengan alat endoskopi.
5. Infeksi,
merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti infeksi oleh kuman
gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non gonorrhoika telah menginfeksi
uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang sudah jarang akibat pemakaian antibiotik,
kebanyakan striktur ini terletak di pars membranasea, walaupun juga terdapat pada tempat lain;
infeksi chlamidia sekarang merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan menghindari
kontak dengan individu yang terinfeksi atau menggunakan kondom.
D. PATOFISIOLOGI3,6,9
Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan mukosa pada uretra
merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal. Mukosanya terdiri dari epitel
kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis.
Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular.
Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara epimorfosis, artinya
jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat) yang tidak sama dengan semula.
Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen uretra, sehingga
terjadi striktur uretra.
E. DERAJAT PENYEMPITAN URETRA7
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu
derajat:
1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra
2. Sedang: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra
3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang
dikenal dengan spongiofibrosis.
Gambar 2. Derajat Penyempitan Uretra7
F. GEJALA KLINIS
Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan bercabang. Gejala
yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, inkontinensia, urin yang
menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih
lanjutnya adalah retensi urine. 1,2,3,4,9,10
G. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik3
Anamnesa:
Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga mencari penyebab striktur uretra.
Pemeriksaan fisik dan lokal:
Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di uretra, infiltrat, abses
atau fistula.
2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi
Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal3,10
Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin. Volume urin
yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran
urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran
kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi. 3,7,10
Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan dan besarnya
penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan
membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad
dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat
diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi. 2,3,5,7,10
Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan kateter Foley
ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil
sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan
adanya penyempitan lumen uretra.
Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan adanya striktur
langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan
memakai pisau sachse. 2,3,5,7
H. DIAGNOSIS
Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik. Diagnosis pasti striktur
uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan lokasi dan panjang striktur serta derajat
penyempitan dari lumen uretra.3
I. PENATALAKSANAAN
Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan apapun.10 Pasien yang datang
dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urin, jika
dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika.3,7,10 Pengobatan striktur
uretra banyak pilihan dan bervariasi tergantung panjang dan lokasi dari striktur, serta derajat
penyempitan lumen uretra.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah:
1. Bougie (Dilatasi)7,11
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan periksa adanya glukosa
dan protein dalam urin.
Tersedia beberapa jenis bougie (Gbr.4F). Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang
ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam,
mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit melengkung; bougie filiformis
mempunyai diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak.
Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan dengan antibiotik,
yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan meatus uretra dengan cermat dan
persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan
dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang untuk mengisolasi penis.
Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah bougie filiformis;
biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain sampai bougie
dapat melewati striktur tersebut (Gbr.3A-D). Kemudian lanjutkan dengan dilatasi menggunakan
bougie lurus (Gbr.3E).
Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau lurus ukuran sedang
dan secara bertahap dinaikkan ukurannya.
Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar tambah akan
merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktur lagi
yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus
dilatih dengan baik untuk memasukkan bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan
perdarahan dan bahkan dengan pembentukan jalan yang salah (false passage). Perkecil
kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan tindakan asepsis dan
dengan penggunaan antibiotik.
Gambar 3. Dilatasi Uretra dengan Bougie
Gambar 4. Dilatasi uretra pada pasien pria (lanjutan). Bougie lurus dan bougie bengkok (F);
dilatasi strikur anterior dengan sebuah bougie lurus (G); dilatasi dengan sebuah bougie bengkok
(H-J).11
2. Uretrotomi interna
w Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong jaringan
sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau elektrokoter.
w Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans
uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan striktur uretra.
w Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur uretra anterior
atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada
fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus
kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan
sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran
urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi. 1,3,4,7
3. Uretrotomi eksterna3,7,12
w Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian dilakukan
anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan
bila daerah strikur lebih dari 1 cm.
w Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik.
Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jaringan sehat di
proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans
dan dipasang kateter selama 5-7 hari.
Stadium II, beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak, dilakukan pembuatan
uretra baru.
w Uretroplasty dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm atau
dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi Sachse. Operasi
uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti
dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu dibuat
tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya.
J. KOMPLIKASI3,7
Trabekulasi, sakulasi dan divertikel
Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot kalau diberi beban
akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur
uretra otot buli-buli mula-mula akan menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah
itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan
divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan
divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-
buli tanpa dinding otot.
Residu urine
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak timbul residu. Pada
fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah keadaan dimana setelah kencing
masih ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini tidak ada.
Refluks vesiko ureteral
Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra.
Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan terjadi
refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai
ginjal.
Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh mempertahankan
buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat mengosongkan buli-buli waktu
buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-
buli mudah terkena infeksi.
Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul
pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.
Infiltrat urine, abses dan fistulasi
Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa timbul inhibisi
urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine yang terinfeksi keluar dari buli-
buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan
timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.
K. PENCEGAHAN1,4,10
w Menghindari terjadinya trauma pada uretra dan pelvis
w Tindakan transuretra dengan hati-hati, seperti pada pemasangan kateter
w Menghindari kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi penyakit menular seksual
seperti gonorrhea, dengan jalan setia pada satu pasangan dan memakai kondom
w Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komplikasi seperti infeksi dan gagal ginjal
L. PROGNOSIS
Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani pemeriksaan yang
teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah dilakukan observasi selama satu
tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.2,4,7
M. STRIKTUR URETRA PADA WANITA3
w Etiologi striktur pada wanita berbeda dengan laki-laki, etiologi striktura uretra pada wanita
radang kronis. Biasanya di derita wanita usia diatas 40 tahun dengan sindroma sistitis berulang
yaitu disuria, frekuensi dan urgensi.
w Diagnosis striktur uretra dibuat dengan bougie aboul’e, tanda khas dari pemeriksaan bougie
aboul’e adalah pada waktu dilepas terdapat flik/hambatan.
w Pengobatan dari striktura uretra pada wanita dengan dilatasi, kalo gagal dengan otis
uretrotomi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Urethral Stricture Disease. http://www.urologyhealth.org/
adultconditionsbledder/urethralstricturedisease.html, diakses tanggal 24 September 2004.
2. Stricture Urethra. http://www.strictureurethra.com, diakses tanggal 24 September 2004.
3. Rochani. Striktur Urethra, dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Binarupa Aksara, Jakarta, 1995. Hal; 152-156.
4. Urethral Stricture. http://www.drrajmd.com/urology/urethral-stricture, diakses tanggal 24
September 2004.
5. Urethral Stricture Disease. http://www.centerforreconstructive urology.com/urethralstricture,
diakses tanggal 24 September 2004
6. The Male Urethra. http://www.bartleby.com/xI_splanchnology_
3b_4_themaleurethra_gray,henry_1918_anatomyofthehumanbody diakses tanggal 24 September
2004.
7. Purnomo Basuki B. Striktura uretra, dalam: Dasar-dasar UROLOGI. Ed 2. CV. Sagung,
Jakarta, 2003. Hal; 153-156.
8. Trauma Saluran Kemih. http://www.medicastore.com/sabtu 18september2004/164955, diakses
tanggal 24 September 2004.
9. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Striktur Uretra, dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Ed. Revisi.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996. Hal; 1018-1019.
10. Scott M. Gilbert, M.D., Department of Urology, Columbia-Presbyterian Medical Center,
New York. Urethral Stricture. http://www.medlineplus.com/medicalencyclopedia.html, 5 Maret
2004. Diakses tanggal 24 September 2004.
11. Cook J, Sankaran B, Wasunna A.E.O. Uretra Pria, dalam: Penatalaksanaan Bedah Umum di
Rumah Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995. Hal;165-166.
12. Purwadianto A, Sampurna B. Retensi Urin, dalam: Kedaruratan Medik, “Pedoman
Penatalaksanaan Praktis”. Ed Revisi. Binarupa Aksara, Jakarta, 2000. Hal;145-148.
MANIFESTASI KLINIS
· Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang
· Gejala infeksi
· Retensi urinarius
· Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)
Derajat penyempitan uretra:
a. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen.
b. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra.
c. Berat: oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Ada derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan
spongiofibrosis.
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 )
PENCEGAHAN
Elemen penting dalam pencegahan adalah menangani infeksi uretral dengan tepat. Pemakaian
kateter uretral untuk drainase dalam waktu lama harus dihindari dan perawatan menyeluruh
harus dilakukan pada setiap jenis alat uretral termasuk kateter.
(C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)
PENATALAKSANAAN
a. Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur menghambat pemasangan kateter
b. Medika mentosa
Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri.
Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi.
c. Pembedahan
· Sistostomi suprapubis
· Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
· Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau otis/sachse. Otis
dimasukkan secara blind ke dalam buli–buli jika striktur belum total. Jika lebih berat dengan
pisau sachse secara visual.
· Uretritimi eksterna: tondakan operasi terbuka berupa pemotonganjaringan fibrosis, kemudian
dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih baik.
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau
lebih besar, bakteria.
b. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli.
c. BUN/kreatin : meningkat
d. Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui panjangnya
penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto) uretrografi.
e. Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi
f. Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra
(Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)
PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
Tanda: peningkatan TD ( efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi
Gejala: penurunan aliran urin, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan
lengkap, dorongan dan frekurnsi berkemih
Tanda: adanya masa/sumbatan pada uretra
3. Makanan dan cairan
Gejala; anoreksia;mual muntah, penurunan berat badan
4. Nyeri/kenyamanan
Nyeri suprapubik
5. Keamanan : demam
6. Penyuluhan/pembelajaran
(Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d insisi bedah sitostomi suprapubik
Tujuan : nyeri berkurang/ hilang
Kriteria hasil:
a. Melaporkan penurunan nyeri
b. Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks
Intervensi:
· Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor pencetus dan penghilang nyeri
· Kaji tanda nonverbal nyeri ( gelisah, kening berkerut, mengatupkan rahang, peningkatan TD)
· Berikan pilihan tindakan rasa nyaman
Bantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman
Ajarkan tehnik relaksasi dan bantu bimbingan imajinasi
· Dokumentasikan dan observasi efek dari obat yang diinginkan dan efek sampingnya
· Secara intermiten irigasi kateter uretra/suprapubis sesuaiadvis, gunakan salin normal steril dan
spuit steril
Masukkan cairan perlahan-lahan, jangan terlalu kuat.
Lanjutkan irigasi sampai urin jernih tidak ada bekuan.
· Jika tindakan gagal untuk mengurangi nyeri, konsultasikan dengan dokter untuk penggantian
dosis atau interval obat.
2.Perubahan pola eliminasi perkemihan b.d sitostomi suprapubik
Kriteria hasil:
a. kateter tetap paten pada tempatnya
b. Bekuan irigasi keluar dari dinding kandung kemih dan tidak menyumbat aliran darah melalui
kateter
c. Irigasi dikembalikan melalui aliran keluar tanpa retensi
d. Haluaran urin melebihi 30 ml/jam
e. Berkemih tanpa aliran berlebihan atau bila retensi dihilangkan
Intervensi:
· Kaji uretra dan atau kateter suprapubis terhadap kepatenan
· Kaji warna, karakter dan aliran urin serta adanya bekuan melalui kateter tiap 2 jam
· Catat jumlah irigan dan haluaran urin, kurangi irigan dengan haluaran , laporkan retensi dan
haluaran urin <30 ml/jam
· Beritahu dokter jika terjadi sumbatan komplet pada kateter untuk menghilangkan bekuan
· Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai instruksi
· Gunakan salin normal steril untuk irigasi
· Pertahankan tehnik steril
· Masukkan larutan irigasi melalui lubang yang terkecil dari kateter
· Atur aliran larutan pada 40-60 tetes/menit atau untuk mempertahankan urin jernih
· Kaji dengan sering lubang aliran terhadap kepatenan
· Berikan 2000-2500 ml cairan oral/hari kecuali dikontraindikasikan
3.Resiko terhadap infeksi b.d adanya kateter suprapubik, insisi bedah sitostomi
suprapubik
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Hasil yang diharapkan:
a. Suhu tubuh pasien dalam batas normal
b. Insisi bedah kering, tidak terjadi infeksi
c. Berkemih dengan urin jernih tanpa kesulitan
Intervensi:
· Periksa suhu setiap 4 jam dan laporkan jikadiatas 38,5 derajat C
· Perhatikan karakter urin, laporkan bila keruh dan bau busuk
· Kaji luka insisi adanya nyeri, kemerahan, bengkak, adanya kebocoran urin, tiap 4 jam sekali
· Ganti balutan dengan menggunakan tehnik steril
· Pertahankan sistem drainase gravitas tertutup
· Pantau dan laporkan tanda dan gejala infeksi saluran perkemihan
· Pantau dan laporkan jika terjadi kemerahan, bengkak, nyeri atau adanya kebocoran di sekitar
kateter suprapubis.
(M. Tucker, Martin;1998)
DAFTAR PUSTAKA :
Wim de, Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Alih bahasa R. Sjamsuhidayat Penerbit Kedokteran,
EGC, Jakarta, 1997
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan IAPK pajajaran,
1996
M. Tucker, Martin, Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi,
Edisi V, Volume 3, Jakarta, EGC,1998
Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII, Volume 2,
Jakarta, EGC, 2002
Basuki B. purnomo, Dasar-Dasar Urologi, Malang, Fakultas kedokteran Brawijaya, 2000
Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta. EGC. 2000
http://nursingbegin.com/askep-pada-klien-dengan-striktur-uretra/