resume sken.4,blok 18-kel.d

93
RESUME BLOK 18 SKENARIO 4 KEGAWATAN JANTUNG - PARU Oleh : KELOMPOK D 1. Rose Vita Sari 062010101008 2. Ayyub Erdianto 062010101009 3. Robiatul Adawiyah 062010101018 4. Niki Yulianti 062010101026 5. Intan Nohabrilianti 062010101028 6. Bangun Oktavian H 062010101031 7. Bimanda Rizki N. 062010101038 8. Trias Nindya Sari 062010101039 9. Ririn Rakhmawati 062010101040 10. Mahesa Permana K 062010101046 11. Dessy Kusuma 062010101055 12. Laili Candrawati 062010101062 13. Teddy Tejomukti 062010101064

Upload: abcharina-rachmatina

Post on 08-Feb-2016

51 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

n,

TRANSCRIPT

Page 1: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME BLOK 18SKENARIO 4

KEGAWATAN JANTUNG - PARU

Oleh :

KELOMPOK D

1. Rose Vita Sari 062010101008

2. Ayyub Erdianto 062010101009

3. Robiatul Adawiyah 062010101018

4. Niki Yulianti 062010101026

5. Intan Nohabrilianti 062010101028

6. Bangun Oktavian H 062010101031

7. Bimanda Rizki N. 062010101038

8. Trias Nindya Sari 062010101039

9. Ririn Rakhmawati 062010101040

10. Mahesa Permana K 062010101046

11. Dessy Kusuma 062010101055

12. Laili Candrawati 062010101062

13. Teddy Tejomukti 062010101064

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2009

Page 2: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

SKENARIO 4

GAWAT JANTUNG-PARU

Tuan Kardi usia 57 tahun satu minggu diantar keluarganya ke puskesmas oleh

karena nyeri dada kiri satu jam lalu. Nyeri dada tembus ke punggung disertai keringat

dingin, mual dan muntah. Dari keterangan keluarganya penderita merokok satu pak perhari.

Sesampainya di puskesmas kondisi Tn. Kardi memburuk, hasil pemeriksaan didapatkan

TD: 60 mmHg palpasi, nadi cepat dan lemah, akral dingin, frekuensi napas meningkat, dan

didapatkan rhonkhi basal pada kedua paru. Setelah melakukan penanganan pertama dan

dokter kemudian merujuk Tn. Kardi ke Rumah sakit.

Permasalahan yang akan dibahas:

1. Gagal napas (hipoxemia, hiperkapnia).

2. Gagal jantung .

3. Resusitasi jantung-paru.

4. Syok kardio.

5. Angina Pectoris.

6. Oedem paru akut .

7. IMA (Infark Miokard Akut).

8. Acut Coronary syndrome.

9. Sudden death (kematian mendadak).

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 3: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

GAGAL NAFAS

Gagal Nafas didefinisikan sebagai ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan

pH, PaCO2, dan PaO2 yang adekuat, sehingga membahayakan keselamatan pasien

Gagal nafas yang merupakan kegawatan medis sering merupakan stadium akhir dari

penyakit paru kronis. Selain itu bisa juga diakibatkan karena suatu kondisi yang parah, atau

penyakit paru-paru mendadak misalnya pada ARDS walaupun awalnya ia masih sehat.

Hampir setiap kondisi yang mempengaruhi pernafasan atau paru-paru dapat memicu

terjadinya gagal nafas.

Overdosis opioid atau alcohol yang menyebabkan efek sedasi sehingga seseorang

bias mengalami henti nafas dan menderita gagal nafas.

Obstruksi jalan nafas, cedera jaringan paru, dan kelemahan otot-otot pernafasan juga

merupakan penyebab yang umumnya terjadi.

Gagal nafas dapat terjadi jika darah yang melewati paru-paru tidak normal,

sebagaimana yang terjadi pada embolisme paru. Gangguan ini tidak menghentikan

pergerakan udara untuk masuk dan keuar dari paru, tetapi tanpa aliran darah yang adekuat

maka oksigen tidak bias diambil dari udara luar.

Tanda dan Gejala

Rendahnya kadar oksiegen dalam darah menyebabkan sianosis (warna kebiruan),

dan tingginya kadar karbondioksida dan peningkatan keasaman darah menyebabkan

kebingungan dan perasaan mengantuk. Tubuh sebenarnya mencoba untuk mengeluarkan karbondioksida dengan

pernafasan cepat dan dalam, tapi jika paru-paru tidak berfungsi secara normal maka

pola nafas seperti itu tidak dapat membantu. Rendahnya kadar oksigen dengan segera bisa menyebabkan gangguan pada otak

dan jantung. Hal ini ditandai dengan penurunan kesadaran atau pingsan menyebabkan aritmia jantung yang bisa membawa pada kematian.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 4: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Beberapa gejala gagal nafas bervariasi berdasarkan penyebabnya: Anak dengan sumbatan jalan nafas karena aspirasi benda-benda asing akan tampak

terengah-engah dan melakukan usaha keras dalam bernafasnya. Sedangkan seseorang yang keracunan mungkin tampak tenang sampai dengan

koma.

Seorang dokter bias mencurigai adanya gagal nafas dari gejala dan pemeriksaan.

Test darah mengkomfirmasikan diagnosis ketika ditemukan adanya kadar oksigen yang

sangat rendah atau kadar kerbondioksida yang sangat tinggi.

Tapi sebenarnya selain lewat pemeriksaan darah, terdapat metode sederhana yaitu

dengan menggunakan indicator frekuensi pernafasan dan kavasitas vital.

a. Frekuensi Pernafasan

Normalnya 16-20, jika sampai 25 kali/menit, status pasien harus dievaluasi dan

memulai tindakan yang tepat, yaitu penghisapan, drainase postral, dan

fisioterapi dada. Jika frekuensi pernafasan > 40 kali/ menit maka akan

menimbulkan kelelahan otot pernafasan yang pada akhirnya mengantarkan pada

gagal nafas, sehingga membutuhkan bantuan ventilator.

b. Kavasitas Vital

Denga menggunakan spirometer, pasien diminta untuk mengambil nafas dalm

dan mengeluarkannya melalui spirometer sampai paru-paru benar-benar kosong.

Jika hasilnya kurang dari 10-20 ml/kg maka ha tersebut merupakan tanda ke

arah gagl nafas.

Jika perkembangan gagal nafas berjalan lambat, maka akan diikuti oleh peningkatan

tekanan dalam pembuluh darah paru. Kondisi ini dinamakan hipertensi pilmonar. Jika

kemudian tidak tertangani, kondisi ini merusak pembuluh darah. Akibat lebih lanjutnya

adalah gangguan perpindahan oksigen ke dalam darah, stress pada jantung yang akhirnya

menyebabkan gagal jantung.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 5: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Berikut ini adalah indikator pemasangan ventilator mekanik yang juga merupakan

indikasi adanya kegagalan nafas:

PARAMETER NILAI TINDAKAN

Prekuensi pernafasan

< 10 x/menit Evaluasi pasien dan hilangkan

penyebab28-40 x/menit Evaluasi pasien dan lakukan

tindakan yang tepat,

pertimbangkan intubasi/ventilasiKavasitas Vital < 10-20 ml/kg Perhatikan tanda-tanda gagal

nafas, siapkan ventilatorTekanan Inspirasi < 20 cm mmHg

Gas Darah: pH < 7,25 Evaluasi dengan melihat

peningkatan Pa CO2 PaCO2 >50 mmHg Evaluasi dengan melihat

peningkatan pH PaO2 < 50 mmHg dengan

terapi O2

Evaluasi dengan melihat

peningkatan pH dan CO2Auskultasi dada Penurunan / Tak ada

bunyi nafas

Beri O2 100%,

Siapkan dukungan ventilatorIrama dan frekuensi

Jantung

Nadi > 120 x/menit;

disritmia

Monitor disritmia

Aktivitas Kelelahan berat,

penurunan toleransi

aktivitas

Evaluasi hal diatas dan lakukan

tindakan tepat

Status mental Kacau, delirium,

somnolen

Monitor aktivitas kejang hipoksik

Observasi fisik Penggunaan otot

assesori, kelelahan,

kerja nafas berat

Siapkan dukungan ventilator

Penyebab

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 6: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Penyebab gagal nafas berkaiatan dengan system tubuh dapat dilihat dalam table dibawah

ini:

NO SISTEM KEJADIAN1 System syaraf

Batang otak Medula Spinalis Syaraf

Trauma Kepala; Poliomelitis Fraktur servikal (C1-C6) Over dosis obat

2 Sistem otot primer-diafragma sekunder-pernafasan

Miastenia Gravis

Guillain Barer Syndrom

3 Sistem rangka Thorak

Flail Chest

Kifoskoliosis

4 Sistem Pernafasan Jalan nafas

Alveoli Sirkulasi paru

Obstruksi; edema laring;

bronchitis; asma; Empisema; Penumonia; fibrosis Emboli paru

5 Sistem Kardiovaskuler Gagal jantung kongestif; kelebihan

beban cairan; bedah jantung; infark

miokard.6 System gastrointestinal Aspirasi7 Sistem hematologi DIC8 Sistem genitourinaria Gagal ginjal

Penanganan

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan gagal nafas akut adalah :

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 7: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Membuat oksigenasi arteri adekuat, dengan meningkatkan perfusi jaringan Meniadakan peneybaba dasar dari gagal nafas tersebut.

Berdasarkan haldiatas maka hampir selalu diawali dengan oksigenasi. Biasanya diberikan

dalam jumlah yang melebihi kebutuhan, tapi dapat diatur kembali dilain waktu. Pada orang

dengan kadar karbondioksida tinggi yang sudah kronis, oksigen yang berlebih bias

memperlambat pergerakan udara (ventilasi) ke dalam dan keluar paru-paru, hal ini justru

makin meningkatkan kadar karbondioksida sehingga sangat berbahaya. Oleh karena itu

pada beberapa orang dosis oksigen harus diberikan dengan lebih hati-hati.

Sedangkan beberapa penyebab gagal nafas sendiri harus ditangani. Antara lain: antibiotic untuk melawan infeksi, bronkodilator untuk membuka jalan nafas. Obat-obatan yang lain dapat diberikan untuk menurunkan proses inflamasi dan

mencegah pembekuan darah. Ventilator Mekanik : diberkan jika kondisinya sudah sangat sehingga

membutuhkan bantuan dalam usaha pernafasannya. Alat ini sangat berguna pada

pasien yang tidak mampu bernafas secara adekuat.

Pipa plastic yang dimasukan lewat mulut/hidung (endotrace tube) atau melalui

trachea (tracheastomy tubeI) disambungkan dengan mesin yang memaksa udara

masuk ke dalam paru. Sedangkan ekhalasi terjadi secara passive karena elastistas

paru-paru.

Terdapat beberapa tipe ventilator dan mode operasi yang digunakan tergantung dari

jenis gangguan yang ada

Jika paru-paru tidak berfungsi dengan baik, oksigen tambahan dapat diberikan

melalui ventilator. Pada orang yang tidak membutuhkan dukungan pernafasan

secara penuh, masker (menutupi mulut dan hidung) dapat digunakan untuk

memberikan tekanan positif, sehingga membantu meringankan usaha seseorang saat

bernafas dan mencegah kelelahan otot-otot pernafasaan. Hampir setengah dari

pederita gagal nafas menggunakan teknik ini (bi-level positive air way pressure atau

CPAP) untuk menghindari kebutuhan intubasi trachea.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 8: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Penggunaan bi-level positive airway pressure pada malam hari dapat membantu

orang dengan gagal nafas karena kelemahan otot pernafasan. Dengan begitu setelah

istirahat semalaman, otot-otot pernafasan dapat berfungsi lebih efektive pada siang

hari. Jumlah cairan tubuh juga harus dimonitor secara ketat dan diatur untuk

memaksimalkan fungsi paru-paru dan jantung. Keasaman darah harus dijaga

keseimbangannya dengan mengatur frkuensi dan ukuran/volume pernafasan yang

diberkan melalui ventilator. Orang dengan ventilator dapat mengalami agitasi yang dapat dikontrol dengan obat

sedasi lorazepam, midazolam, atau opioid seperti morfin atau fentanyl Infeksi bakteri yang dapat berkembang saat seseorang terpasang ventilator mekanik

harus segera didiagnosis dan diobati secepat mungkin

1. Bersihan jalan nafas tidak efektive bd Sumbatan jalan nafas (spasme jalan nafas, eksudat alveoli, dll) Factor fisiologis (disfungsi neuromuscular, penyakit obstruksi paru kronis, dll)

2. Ketidakefektifan pola nafas bd. Disfungsi neuromuscular Gangguan musculoskeletal Kelelahan otot pernafasan Deformitas dinding dada

3. Gangguan pertukaran gas bd Perubahan membrane alveoli-kapiler Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

4. Kerusakan ventilasi spontan Kelelahan otot pernafasan Factor metabolik

GAGAL JANTUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 9: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

DEFINISI

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung

sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara

abnormal.

ETIOLOGI

- Hipertensi (10-15 %)

- Kardiomiopati (dilatasi,hipertropik,restriktif)

- Penyakit katup jantung(mitral dan aorta)

- Kongenital (ASD atau VSD)

- Aritmia

- Alkohol, bersifat kardiotoksik, terutama bila dikonsumsi dalam jumlah besar.

- Obat-obatan, seperti penyekat β dan antagonis kalsium dapat menekan kontraktilitas

miokard dan obat kemoterapeutik seperti doksorubisin dapat menyebabkan

kerusakan miokard.

- Kondisi curah jantung tinggi

- Perikard (kontriksi atau efusi)

- Gagal jantung kanan (hipertensi paru)

FAKTOR PREDISPOSISI

Adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel (seperti penyakit

arteri koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, atau penyakit jantung

kongenital) dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel(stenosis mitral,

kardiomiopati, atau penyakit perikardial)

KLASIFIKASI

Berdasarkan letaknya gagal jantung dibagi menjadi 2, yaitu:

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 10: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

1. Gagal jantung Kanan.

2. Gagal jantung Kiri.

New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas:

- Kelas I :Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.

- Kelas II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas

sehari-hari tanpa keluhan.

- Kelas III : Bila pasien tidak daapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan

- Kelas IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan

harus tirah baring.

PATOFISIOLOGIS

Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard primer atau beban hemodinamik

berlebih diberikan pada ventrikel normal, jantung akan melakukan sejumlah mekanisme

adaptif atau kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan darah.

Mekanisme adaptif yang dilakukan jantung antara lain:

- Hipertropi miokard

- Neurohormonal

- Aktivasi sistem RAA (renin-angiotensin-aldosteron)

- Aktivasi sistem saraf simpatik

- Peptida natriuretik, ADH dan endotelin

- Mekanisme Frank-Starling

Tiap mekanisme kompensasi jantung diatas memberikan manfaat hemodinamik segera

namun dengan konsekuensi merugikan dalam jangka panjang, yang berperan dalam

perkembangan gagal jantung kronis. Misalnya, hipertrofi miokard meningkatkan massa

elemen kontraktil dan memperbaiki kontraksi sistolik, namun juga meningkatkan kekuatan

dinding ventrikel, menurunkan pengisian ventrikel dan fungsi diastolik.

Penurunan perfusi ginjal menyebabkan stimulasi sistem renin-angiotensin-

aldosteron (RAA) yang menyebabkan peningkatan kadar renin, angiotensin II plasma, dan

aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat pada arteriol eferen (dan

sistemik) ginjal, yang menstimulasi pelepasan norepinefrin(non adrenalin) dari ujung saraf

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 11: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

simpatik, menghambat tonus vagal, dan membantu pelepasan aldostreon dari adrenal,

menyebabkan retensi natrium dan air serta ekskresi kalium di ginjal. Gangguan fungsi hati

pada gagal jantung dapat menurunkan metabolisme aldosteron, sehingga meningkatkan

kadar aldosteron lebih lanjut.

Aktivasi sistem saraf simpatik pada gagal jantung kronis melalui baroreseptor,

menghasilkan peningkatan kontarktilitas miokard pada awalnya, namun kemudian pada

aktivasi sistem RAA dan neurohormonal berikutnya menyebabkan peningkatan tonus vena

(preload jantung) dan arteri (afterload jantung), meningkatkan norepinefrin plasma, retensi

progresif garam dan air, dan edema. Stimulasi simpatik kronis menghasilkan regulasi-turun

reseptor-β jantung, menurunkan respons jantung terhadap stimulasi. Kejadian ini, bersama

dengan gangguan baroreseptor, kemudian akan menyebabkan peningktan stimulasi

simpatik lebih lanjut.

Peptida natriuretik memiliki berbagai efek pada jantung,ginjal,dan sistem saraf

pusat,

Peptida natriuretik atrial dilepaskan dari atrium jantung sebagai respons

terhadap peregangan, menyebabkan natriuresis dan dilatasi

Pada manusia, petida natriuretik otak juga dilepaskan dari jantung, terutama

dari ventrikel dan dengan kerja yang serupa dengan ANP. Peptida natriuretik

bekerja sebagai antagonis fisiologis terhadap efek angiotensin II pada tonus

vaskular, sekresi aldosteron, dan reabsorpsi natrium ginjal.

Kadar hormone antidiuretik (vasopresin) juga meningkat, menyebabkan

vasokontriksi dan berperan dalam retensi air hiponatremia.

Endotelin merupakan peptide vasokonstiktor poten yang disekresikan oleh sel

endotelial vaskular yang membantu retensi natrium di ginjal.

Konstriksi vena sistemik dan retensi natrium serta air meningkatkan tekanan atrium

dan tekanan serta volume akhir-diastolik ventrikel, pemanjangan sarkomer, dan kontraksi

miofibril diperkuat (mekanisme Frank-Starling)

Dengan interaksi kompleks dari faktor-faktor yang saling mempengaruhi ini, curah

jantung pada keadaan istirahat merupakan indeks fungsi jantung yang relatif tidak sensitif,

karena mekanisme kompensasi ini bekerja untuk mempertahankan curah jantung ketika

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 12: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

miokard gagal namun tiap mekanisme kompensasi ini memiliki konsekuensinya. Misalnya,

kontriksi yang diinduksikan katekolamin dan angiotensin akan meningkatkan resitensi

vaskular sistemik dan cenderung mempertahankan tekanan darah namun meningkatkan

kerja jantung dan konsumsi oksigen miokard.

MANIFESTASI KLINIS

1. Gagal jantung kiri

- Gejala:

o Penurunan kapasitas aktivitas

o Dispnu (mengi,ortopnu, PND)

o Batuk (hemoptisis)

o Letargi dan kelelahan

o Penurunan nafsu makan dan berat badan.

- Tanda:

o Kulit lembap

o Tekanan darah (tinggi, rendah atau normal)

o Denyut nadi (takikaria/aritmia/alternans)

o Pergeseran apeks

o Regurgitasi mitral fungsonal

o Krepitasi paru

o Efusi pleura

2. Gagal jantung kanan

- Gejala:

o Pembengkakan pergelangan kaki

o Dispnu (namun bukan ortopnu atau PND)

o Penurunan kapasitas aktivitas

o Nyeri dada

- Tanda:

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 13: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

o Denyut nadi (aritmia takikardia)

o Peningkatan JVP

o Edema

o Hepatomegali dan asites

o Gerakan bergelombang parasternal

o S3 atau S4 RV

o Efusi pleura

DIAGNOSIS

- Kriteria mayor:

o Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea

o Peningkatan tekanan jugularis

o Ronki basah tidak nyaring

o Kardiomegali

o Edema paru akut

o Irama derap S3

o Peningkatan tekanan vena > 16 cm H20

o Refluks hepatojugular

- Kriteria minor:

o Edema pergelangan kaki

o Batuk malam hari

o Dyspneu d’effort

o Hepetomegali

o Efusi pleura

o Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum

o Takikardi (>120 x/menit)

Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria

minor harus ada pada saat bersamaan.

Pemeriksaan penunjang:

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 14: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Pemeriksaan foto thoraks dapat terlihat kardiomegali, corakan vaskular paru

menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru, dan efusi

pleura. Fungsi EKG untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan

aritmia. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi, angiografi,

fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.

PENATALAKSANAAN

1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2

melalui istirahat/pembatasan aktivitas.

2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung:

- Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema,

dan aritmia.

- Digitalisasi:

i. Dosis digitalis:

Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6

dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2-4

hari.

Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.

Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.

ii. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari.

Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.

iii. Dosis penujang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.

iv. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut

yang berat:

Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan.

Cedilanid 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan.

3. Menurunkan beban jantung

a. Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic, dan vasodilator

Diet rendah garam

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 15: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Diuretik

Yang digunakan Furosemid 40-80 mg, dosis penujang rata-rata 20

mg.

Vasodilator

o Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 ig/kg

BB/menit iv

o Nitroprusid 0,5-1 ug/kg BB/menit iv

o Prazosin per oral 2-5 mg

o Penghambat ACE: Kaptopril 2x6,25 mg

b. Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriol

PENYAKIT JANTUNG PARU

Definisi

Merupakan penyakit di paru dengan hipertrofi dan atau dilatasi ventrikel kanan akibat

gangguan fungsi dan atau struktur paru (setelah menyingkirkan penyakit jantung kongenital

atau penyakit lain yang primernya pada jantung kiri).

Etiologi

1. Penyakit paru obstruktif menahun

2. Emfisema

3. Obstruktif anatomik pembuluh darah;emboli paru atau penyakit yang menyebabkan

kompresi perivaskuler atau destrujsi jaringan pada fibrosis paru, granulomatosis,

kanker paru

4. Hipertensi pulmonal

5. Vasokonstriksi pulmonal menyeluruh;disebabkan oleh hipoksia

Diagnosis

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 16: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

1) Riwayat penyakit

Anamnesis, ada tidaknya penyakit paru

Pada fase awal berupa pembesaran ventrikel kanan

Gambaran klinis tidak memberikan keluhan pada jantungnya, jadi lebih banyak

keluhan akibat penyakit paru

Keluhan akibat pembesaran ventrikel kanan timbul ketika sudah ada gagal

jantung kanan

Jadi, gejala penyakit paru seperti sesak nafas dan batuk sangat menonjol sampai

akhirnya mulai ada gagal jantung kanan dengan tanda rasa penuh di abdomen atau

bengkak di ekstremitas

Infeksi paru mencetuskan gagal jantung kanantimbul keadaan hipersekresi

bronkus dan edema alveolar serta bronkospasmemenurunkan vebtilasi paru lalu

timbul gagal jantung kanan.

2) Rontgen Toraks

Terlihat kelainan paru disertai pembesaran ventrikel kanan, dilatasi arteri

pulmonal dan atrium kanan yang menonjol

Kardiomegalitertutup oleh hiperinflasi paru yang menekan diafragma

sehingga jantung tampaknya normal karena vertikal

Pembesaran ventrikel kanan lebih jelas pada posisi atau lateral

Harus diteliti adanya kelainan parenkim paru, pleura, atau dinding dada, dan

rongga toraks

3) Elektrokardigram

Terdapat tanda hipertrofi ventrikel kanan, pembesaran atrium kanan,aksis QRS ke

kanan, atau RBBB, voltase rendah krena hiperinflasi, RS-T “sagging”II,III, AvF,

tetapi kadang-kadang EKG masih normal.

4) Laboratorium

Sering ditemukan kelainan tes faal paru dan analisa gas darah.

Ada respon polisitemik terhada hipoksia kronik

Tes faal paru dapat menentukan penyebab dasar kelainan parunya.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 17: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Analisa gas darahditemukan saturasi oksigen menurun. PCO2 rendahkarena

hiperventilasi

Bila kor pulmonal akibat penyakit vaskuler parubiasanya normal.

Bila kor pulmonal akibat hipoventilasi alveolar(misalnya karena penyakit paru

obstruktif menahun dengan emfisema)PCO2 meningkat

5) Ekokardiografi

Dimensi ruang ventrikel kanan membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri

normal

Katup pulmonal, gelombang ‘a’ hilang menunjukkan hipertensi pulmonal

Terkadang katup pulmonal susah terlihatkarena “acoustic window” sempit

akibat penyakti paru

6) Kateterisasi Jantung

Ditemukan peningkatan tekanan jantung kanan dan tahanan pembuluh darah

Tekanan atrium kiri dan tekanan baji kapiler paru normalmenandakan bahwa

hipertensi pulmonal berasal dari prekapiler dan bukan berasal dari jantung kiri.

Pada kasus yang ringan kelainan ini belum nyata.

Penyakit jantung paru tak jarang disertai penyakit jantung koroner terlebih pada

penyakit paru obstruksi menahun karena perokok berat (stenosis koroner pada

angiografi)

Diagnosis Banding

Hipertensi vena pulmonal biasa diderita oleh penderita stenosis katup mitral

Perikarditis konstriktifadapat dibedakan dengan tes fungsi paru dan analisa gas

darah

Pengobatan

Pada prinsipnya adalah mengobati penyakit dasarnya.

Pengobatan dibagi atas:

1. Tirah baring, diet rendah garam.

Medikamentosa berupa:

Diuretik

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 18: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Digitalis diberikan terutama bila terdapat gagal jantung kanan, tetapi yang

paling penting adalah mengobati penyakit paru yang mendasarinya.

Terapi Oksigen sangat penting, bahkan kadang-kadang perlu ventilator

mekanik bila retensi CO2 berbahaya (gagal nafas)

Pada kasus eksaserbasi akut insufisiensi paru, pasien sering perlu perawatan

intensif untuk aspirasi sekret bronkus, pengobatan infeksi paru,

bronkodilator, kortikosteroid, keseimbangan cairan, hati-hati menggunakan

sedativa.

Kadang-kadang perlu trakeostomi untuk membantu aspirasi sekret dan

mengurangi ruang mati.

Antikoagulan dapat mencegah trombosis yang memperberat penyakit paru

obstruktif menahun.

2. Preventif yaitu berhenti merokok. Olahraga bertahap dan teratur, serta senam

pernafasan sangat bermanfaat walaupun jangka panjang.

Prognosis

Sangat bervariasi tergantung perjalanan alamiah penyakit paru yang mendasarinya dan

ketaatan pasien berobat.

Penyakit bronkopulmonar simtomatis angka kematian rata-rata 5 tahun sekitar 40-

50%.

Obstruksi vaskuler paru kronis dengan hipertrofi ventrikel kanan mempunyai

prognosis yang buruk.

Biasanya penderita dengan hipertensi pulmonal obstruksi vaskuler kronik hanya

hidup 2-3 tahun sejak timbulnya gejala.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 19: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR)

Definisi

Suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas dan

henti jantung (yang dikenal sebagai kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah

kematian biologis.

Tanda-tanda kematian klinis:

Hilangnya nadi arteri karotis dan femoralis

Hentinya denyut jantung dan pembuluh darah atau pernafasan

Penurunan atau kehilangan kesadaran

Kematian biologis, dimana kerusakan otak irreversible kurang lebih 4 menit setelah

kematian klinis.

Kunci keberhasilan CPR :

• Early Access to BLS

– Call for help

• Early (correct) CPR

– to buy time

• Early Defibrillation

– to restart the heart

• Early ALS (Advanced life support)

– to stabilize

Beberapa keadaan dimana CPR tidak efektif :

• Cardiac arrest >5 menit (kerusakan otak irreversiblemati batng otak)

• Keganasan stadium lanjut

• Payah jantung refrakter

• Edema paru refrakter

• Syok yang mendahului arrest

• Kelainan neurologik yang berat

• Penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 20: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Beberapa penyebab cardio-pulmonary arrest

• Infark Miokard akut : karena fibrilasi ventrikel, aritmia lain, cardiac stand still, syok

dan edema paru.

• Emboli paru : karena penyumbatan aliran darah paru.

• Aneurisma disekans : karena hilangnya darah intravaskular

• Hipoksia, asidosis : karena payah jantung dan pembuluh darah atau kegagalan paru

yang berat, tenggelam aspirasi, penyumbatan trakea, pneumotoraks, kelebihan dosis

obat, kelainan SSP.

• Gagal ginjal : karena hiperkalemi.

Cardiac arrest terjadi setelah beberapa menit setelah pulmonary arrest. Pembuluh darah dan

jantung masih dapat bertahan sampai kira-kira 30 menit. Pada cardiact arrest, dilatasi pupil

kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak

berhenti. Dilatasi pupil maksimal sekitar 1 menit 45 detik. Bila terjadi dilatasi pupil

maksimal, hal ini menandakan sudah 50% kerusakan otak irreversible.

CPR pada dasarnya dibagi 3 tahap :

1. Basic life support

A. Airway control: membebaskan jalan nafas supaya tetap terbuka dan bersih

Bila pasien tidak sadar, umumnya lidah ke belakang dan menutupi jalan

nafas. Tindakan head tilt dan chin lift (hati2 pada pasien trauma, paling

aman jaw thrust)

Jika ada sumbatan cairan finger sweep dan cross finger

Jika ada sumbatan bendadiambil atau bisa dengan hemlich manuver.

Jika perlu pasang intubasi sesuai indikasi

B. Breathing support : mempertahankan ventilasi dan oksigenasi paru secara

adekuat.

2 kali tiupan setelah jalan nafas bebas

Tiap kali hembusan 1 detik, disusul dengan hembusan ke-dua, setelah

ekshalasi

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 21: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Usahakan dada terangkat.@ 500-600 ml atau Volume Tidal 6-8

cc/kgBB (bila ada oksigen 100%)

Tiupan nafas cukup asal dada mengembang 8 -10 kali/ menit.

C. Circulation support : mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat

jantung.

Titik tumpu pijat jantung di sternum (2/3 bawah).

Penolong mengambil posisi tegak lurus di atas dada pasien dengan siku

lengan lurus menekan sternum sedalam 4-5 cm

Pijat jantung 100x per menit, nafas buatan 10x /menit.

Ratio pijat jantung dan nafas 30 : 2

Cek nadi karotis

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 22: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

2. Advanced life support

D. Drug and fluid : pemberian obat-obatan dan cairan

E. Elektrokardiografi : penentuan irama jantung

F. Fibrilation treatment : mangatasi fibrilasi ventrikel

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 23: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 24: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 25: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

3. Prolonged life support

G. Gaunging : memonitor dan mengevaluasi CPR, pemeriksaan dan penetuan

sebab dasar serta penilaian dapat tidaknya pasien diselamatkan dan

diteruskan pengobatan.

Resusitasi di hentikan apabila :

Setelah resusitasi, diketahui pasien berada dalam stadium akhir yang

tidak dapat disembuhkan.

Irama dan pompa jantung tidak dapat dikembalikan dan denyut

jantung tidak dapat bertambah dengan pemberian atrofin.

Telah terjadi kematian otak, antara lain dengan tanda-tanda

hilangnya fungsi otak pada pemeriksaan klinis selang waktu

minimal 2 jam, seperti tidak adanya nafas spontan, reflek syaraf (-)

dan pupil tetap berdilatasi selama 15-30 menit atau dengan

pemeriksaan Elektro Ensefalografi. (EEG).

H. Human mentation : penentuan kerusakan otak dan resusitasi serebral untuk

mencegah kelainan otak yang menetap.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 26: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Menurunkan suhu tubuh/ dibuat hipotermi pada suhu 32-33º. Tindakan

ini berbahaya jika pasien memiliki kelainan jantung organik yang berat.

Apabila pasien menggigil, dapat diberikan klorpromazin 25mg tiap 6

jam atau fenergan 12,5 mg tiap 6 jam.

Untuk mengerangi edema otak dapat diberikan kortikosteroid.

Metilprednisolon suksinat 60-100mg i.v setiap 6 jam selama 72 jam,

kemudian dosis diturunkan bertahap.

I. Intensive care : perawatan intensif jangka panjang.

Memepertahankan homoestasis ekstrakranial dan homoestasis

intrakranial, antara lain dengan mengusahakan agar fungsi pernafasan,

kardiovaskuler, metabolik, fungsi ginjal dan hati menjadi optimal.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 27: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

SYOK KARDIOGENIK

Definisi

Gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan

volume intravascular yang cukup dan dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok

kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik < 90 mmHg selama > 1 jam di

mana:

Tidak responsif terhadap pemberian cairan

Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau

Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak < 2,2 L/menit per

m2 dan tekanan baji kapiler paru > 18 mmHg

Termasuk dipertimbangkan dalam definisi ini adalah:

Pasien dengan tekanan darah sistolik meningkat > 90 mmHg dalam 1 jam setelah

pemberian obat-obatan inotropik, dan

Pasien yang meninggal dalam 1 jam hipotensi, tetapi memenuhi kriteria lain syok

kardiogenik

Etiologi

- IMA (Infark Myocard Acute)

- Kardiomiopati

Patofisiologi

Depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah

jantung, tekanan darah rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan

kontraktilitas dan curah jantung.

Manifestasi Klinis dan Diagnosis

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 28: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

1. Anamnesis

Nyeri dada, Adanya tanda-tanda edema paru akut seperti sesak napas, Henti

jantung, Palpitasi, Letargi, Sinkop

2. Pemeriksaan Fisik

Tekanan darah sistolik menurun < 90 mmHg bahkan < 80 mmHg

Denyut Jantung meningkat akibat stimulasi simpatis

Respiratory rate meningkat akibat kongesti di paru

Pada auskultasi dada terdengar bunyi ronkhi (akibat kongesti paru) dan

gallop (akibat disfungsi ventrikel kiri).

Pasien dengan gagal jantung kanan menunjukkan tanda-tanda hepatomegali,

pulsasi di liver (akibat regurgitasi tricuspid), maupun asites

Pulsasi arteri di ekstremitas perifer akan menurun dan edema perifer dapat

timbul pada gagal jantung kanan

Sianosis dan akral dingin menunjukkan terjadinya penurunan perfusi ke

jaringan

3. Pemeriksaan Penunjang

EKG, Foto Rontgen Dada, Ekokardiografi, Pemantauan Hemodinamik,

Pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse-oxymetri

Penatalaksanaan

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 29: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

Tanda Klinis: Hipoperfusi, CHF, edema paru akutPenyakit dasar yang paling mungkin???

Edema paru akut

Hipovolemia

Low output: syok kardiogenik

Aritmia

Periksa Tekanan Darah

TDS 70-100 mmHg dengan tanda/gejala syok

TDS 70-100 mmHg tanpa tanda/gejala syok

TDS > 100 mmHg

TDS <70 mmHg dengan tanda/gejala syok

Nitrogliserin10-20 µg/menit

IV

Dobutamin2-20

µg/kgBB/menit IV

Dopamin5-15

µg/kgBB/menit IV

Norepinefrin0,5-30 µg/menit

IV

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Pentalaksanaan syok kardiogenik dapat dilihat pada skema berikut ini.

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 30: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil adalah :

1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat

dan frekuensi cukup sering,lebih dair 3 kali per hari

2. Pasien dengan angina yang makin bertanbah berat, sebelumnya angina stabil, lalu

serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor

presipitasi makin ringan.

3. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.

Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik.

Beratnya angina :

- Kelas I, angina yang berat untuk pertama kali, atau mungkin bertambah beratnya nyeri

dada.

- Kelas II, angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan tapi tak ada

serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.

- Kelas III, adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali

atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

Keadaan klinis :

- Kelas A, angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris.

- Kelas B, angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak.

- Kelas C, angina yang timbul setelah serangan infark jantung.

PATOGENESIS

Ruptur Plak

Plak aterosklerosis terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung

jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak

mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi

plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 31: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Kadang-kadang keretakan terjadi pada dinding plak yang paling lemah karena adanya

enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak.

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan

menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100%

akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat

100 % dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

Trombosis dan Agregasi Trombosit

Agregasi platelet dan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak

stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi

antara lemak, sel otot polos, makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting

dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel ototpolos dan sel busa

(foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak

tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor

VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin

dan fibrin.

Sebagai rekasi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet

melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan

pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan

terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang

intermitten, pada angina tak stabil.

Vasospasme

Terjadinya vasokontriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.

Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet

berperan dalam perubahan tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang

terlokalisir seperti pada angina Printzmental juga dapat menyebabkan angina tak stabil.

Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam

pembentukan trombus.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 32: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Erosi pada Plak tanpa Ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi

dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel, adanya perubahan bentuk dan

lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan

cepatdan keluhan iskemia.

Gejala klinis

Pada subset klinis ini, kualitas, lokasi, penjalaran dari nyeri dada sama dengan

penderita angina stabil. Tetapi nyerinya bersifat progresif dengan frekuensi timbulnya nyeri

yang bertambah serta pencetus timbulnya keluhan juga berubah. Sering timbul saat

istirahat. Pemberian nitrat tidak segera menghilangkan keluhan. Keadaan ini didasari oleh

patogenesis yang berbeda dengan angina stabil.

Angina tidak stabil sering disebut sebagai Pre-Infarction sehingga penanganannya

memerlukan monitoring yang ketat. Pada angina tidak stabil, plaque aterosklerosis

mengalami trombosis sebagai akibat plaque rupture (fissuring), di samping itu diduga juga

terjadi spasme namun belum terjadi oklusi total atau oklusi bersifat intermitten.

Pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan adanya depresi segmen ST, kadar

enzim jantung tidak mengalami peningkatan.

Pengobatan

Penderita dengan angina tidak stabil tidak perlu dilakukan monitor EKG 24 jam di

ruang intensif (ICCU) oleh karena risiko berkembang menjadi infark miokard akut sangat

besar. Penderita juga hendaknya diberikan obat anti nyeri, oksigen, antitrombotik, nitrat,

calsium antagonist, beta blocker dan antikoagulan.

Jika dengan obat-obat yang sudah intensif tersebut nyeri tetap berlangsung atau

progresif, perlu dipertimbangkan dilakukan angiografi koroner segera dan bila

memungkinkan dilakukan PTCA atau CABG.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 33: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

ANGINA PEKTORIS STABIL

Angina pektoris adalah rasa nyeri yang timbul akibat iskemia miokardium.

Biasanya mempunyai karakteristik tertentu :

- Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan penjalaran ke

leher, rahang, bahu kiri, sampai dengan lengan dan jari-jari bagian luar, punggung atau

pundak kiri.

- Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/beratdi

dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diagfragma, seperti di remas-

remas atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat disertai keringat

dingin dan sesak.napas serta perasaan takut mati. Tidak jarang pasien hanya

mengatakan merasa tidak enak di dadanya, nyeri berhubungan dengan aktivitas dan

hilang dengan istirahat, tapi tidak berhubungan dengan gerakan pernapasan atau

gerakan dada ke kiri dan ke kanan. Nyeri juga dapat dipresipitasi oleh stres fisik

ataupun emosional.

- Kuantitas, nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit

sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat, maka harus

dipertimbangkan sebagai angina pektoris tak stabil sehingga dimasukkan ke dalam

sindrom koroner akut. Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam

hitungan detik sampai beberapa menit. Nyeri tidak terus-menerus, tapi hilang timbul

dengan intensitas yang makin bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol.

Nyeri yang berlangsung terus-menerus sepanjang hari bahkan sampai berhari-hari

biasanya bukanlah nyeri angina pektoris.

Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian Cardiovascular Society

sebagai berikut :

- Kelas I. Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai dan

lain-lain tak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan yang berat,

berjalan cepat, serta terburu-buru waktu kerja dan bepergian.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 34: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

- Kelas II. Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya angina timbul bila melakukan

aktivitas lebih berat dari biasanya seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1

lantai atau terburu-buru, berjalan menanjak atau melawan angina dan lain-lain.

- Kelas III. Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. Angina timbul bila berjalan 1-2 blok,

naik tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa.

- Kelas IV. Angina bisa timbul waktu istirahat sekalipun, hampir semua aktivitas dapat

menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu, dan lain-lain.

Nyeri dada ada yang mempunyai ciri-ciri iskemik miokardium yang lengkap,

sehingga tak meragukan lagi untuk diagnosis, disebut sebagai nyeri dada (angina) tipikal,

sedangkan nyeri yang meragukan tidak mempunyai ciri-ciri yang lengkap dan perlu

dilakukan pendekatan yang hati-hati, disebut angina atipik. Nyeri dada lainnya yang sudah

jelas berasal dari luar jantung disebut nyeri non kardiak.

Gejala klinis

Nyeri dada yang timbul saat melakukan aktifitas, bersifat kronis (> 2 bulan).

Nyeri precordial terutama di daerah retrosternal, terasa seperti tertekan benda berat atau

terasa panas, seperti di remas ataupun seperti tercekik.rasa nyeri sering menjalar ke lengan

kiri atas / bawah bagian medial, ke leher, daerah maksila hingga ke dagu atau ke punggung,

tetapi jarang menjalar ke lengan kanan.

Nyeri biasanya berlangsung seingkat (1 – 5) menit dan rasa nyeri hilang bila

penderita istirahat. Selain aktifitas fisik, nyeri dada dapat diprovokasi oleh stress / emosi,

anemia, udara dingin dan tirotoksikosis. Pada saat nyeri, sering disertai keringat dingin.

Rasa nyeri juga cepat hilang dengan pemberian obat golongan nitrat. Jika ditelusuri,

biasanya dijumpai beberapa faktor risiko PJK.

Pemeriksaan elektrokardiografi sering normal (50 – 70% penderita). Dapat juga

terjadi perubahan segmen ST yaitu depresi segmen ST atau adanya inversi gelombang T

(Arrow Head). Kelainan segmen ST (depresi segmen ST) sangat nyata pada pemeriksaan

uji beban latihan.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 35: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Mekanisme terjadinya iskemia

Pada prinsipnya iskemia yang terjadi pada PJK disebabkan oleh karena terjadi

gangguan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard. Dengan adanya

aterosklerosis maka aliran darah koroner akan berkurang, terutama pada saat kebutuhan

meningkat (saat aktifitas) sehingga terjadilah iskemia miokard (Ischemia On Effort).

Pengobatan

Prinsip pengobatan penderita angina pektoris secara umum hampir sama dengan

subset klinis PJK lainnya, yaitu menjaga agar suplai oksigen selalu seimbang dengan

kebutuhan oksigen miokard.

Pada subset klinis ini penderita tidak memerlukan rawat inap, tetapi sangat

penting ditekankan bahwa seorang dengan keluhan nyeri dada memang benar-benar dalam

keadaan angina yang stabil.

Modalitas terapi adalah medikamentosa meliputi : golongan nitrat, calsium

antagonist, beta blocker, anti-throbogenik. Di samping itu juga sangat penting untuk

melakukan penanganan terhadap faktor-faktor risiko. Disamping obat-obatan perlu

dipikirkan untuk dilakukan angiografi koroner untuk selanjutnya dilakukan pengobatnan

lebih definitif dengan Percutaneus Trasluminal Coronary Angioplasty (PTCA) atau

Coronary Bypass Surgery (CABG).

VARIANT ANGINA (PRINZMETAL’S ANGINA)

Variant angina atau Prinzmetal’s angina pertama kali dikemukakan pada tahun

1959 digambarkan sebagai suatu sindroma nyeri dada sebagai akibat iskemia miokard yang

hampir selalu terjadi saat istirahat. Hampir tidak pernah dipresipitasi oleh stress / emosi dan

pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya elevasi segmen ST.

Mekanisme iskemia pada Prinzmetal’s angina terukti disebabkan karena

terjadinya spasme arteri koroner. Kejadiannya tidak didahului oelh meningkatnya

kebutuhan oksigen miokard. Hal ini dapat terjadi pada arteri koroner yang mengalami

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 36: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

stenosis ataupun normal. Proses spasme biasanya bersifat lokal hanya melibatkan satu arteri

koroner dan sering terjadi pada daerah arteri koroner yang mengalami stenosis.

Manifestasi klinis

Penderita dengan Prinzmetal’s angina biasanya terjadi pada penderita lebih muda

dibandingkan dengan angina stabil ataupn angina tdiak stabil. Seringkali juga tidak

didapatkan adanya faktor risiko yang klasik kecuali perokok berat. Serangan nyeri biasanya

terjadi antara tengah malam sampai jam 8 pagi dan rasa nyeri sangat hebat. Pmeriksaan

fisik jantung biasanya tidak menunjukkan kelainan.

Pemeriksaan elektrokardiografi menunjukkan adanya elevasi segmen ST (kunci

diagnosis). Pada beberapa penderita bisa didahului depresi segmen ST sebelum akhirnya

terjadi elevasi. Kadang juga didapatkan perubahan gelombang T yaitu gelombang T

alternan, dan tidak jarang disertai dengan aritmia jantung.

Pengobatan

Penderita prinzmetal’s angina memberi respon yang sangat baik terhadap nitrat.

Di samping itu Calsium Antagonist juga dapat bermanfaat. Pemakaian betablocker kadang-

kadang dapat memperburuk keluhan penderita, terutama pada mereka yang arteri

koronarianya normal.

Obat golongan alfa juga dilaporkan cukup bermanfaat. Antitrombotik (asam

silsilat) tidak bermanfaat bahkan memperberat keluhan iskemia.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 37: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

EDEMA PARU AKUT (EPA)

Definisi

Akumulasi cairan di paru paru yg terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh

tekanan intravaskuler yg tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas

kapiler membran kapiler (edema paru non kardiak) yg mengakibatkan trjadinya

ekstravasasi cairan secara cepat.

Mekanisme

Membran Kapiler Alveoli :

Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang

interstitial atau ke alveoli yg melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam PD

dan aliran cairan ke pembuluh limfe.

Sistem limfatik :

Akibat tekanan yg lebih negatif di daerah interstitial peribronkial dan

perivaskuler dan dengan peningkatan kemampuan dari interstitium nonalveolar

ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan

memompa dari saluran limfatik ini berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe

terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema.

Klasifikasi

Ketidakseimbangan “Starling Force”

Gangguan Permeabilitas Membran Kapiler Alveoli

Insufisiensi Sistem Limfe

Tidak Diketahui atau Belum Jelas Mekanismenya

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 38: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

EDEMA PARU KARDIOGENIK

Patofisiologi

Transudasi cairan dengan kandungan protein yg rendah ke paru, akibat terjadinya

peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Hasil akhir yg terjadi adl

penurunan kemampuan difusi, hioksemia dan sesak nafas.

Diagnosis dan Etiologi

Kejadian gagal jantung kiri yg akut. Gangguan pd jalur keluar di atrium kiri,

peningkatan volume yang berlebihan di ventrikel kiri, disfungsi diastolik atau sistolik dari

ventrikel kiri atau obstruksi pd jalur keluar dari ventikel kiri. Peningkatan tekanan di atrium

kiri dan baji paru mengawali terjadinya edema paru. Akibat akhir yg ditimbulkan adalah

hipoksia berat.

Manifestasi Klinis

Anamnesis: ketakutan, batuk seperti orang yg akan tenggelam. Px biasanya dlm posisi ddk

agar dapat menggunakan otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi, atau sedikit

membungkuk ke depan, sesak hebat mungin disertai sianosis, sering berkeringat dingin,

batuk dengan sputum yg brwarna kemerahan (pink frothy sputum).

P.fisik: Frekuensi nafas yg meningkat, dilatasi alae nasi, retraksi inspirasi, ronki basah,

wheezing, protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan tekanan darah

dapat meningkat.

Terapi

O2, Nitrogliserin sublingual atau IV, morfin sulfat, diuretik IV, obat untuk

menstabilkan klinis hemodinamik,obat trombolitik, intubasi dan ventilator, tx terhadap

aritmia atau gangguan konduksi, koreksi definitif

Prognosis

Sangat tergantung dari penyakit yg mendasarinya.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 39: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

1. Infark Miokard Akut dengan Elevansi ST

Infark Miokard Akut dengan elevasi ST ( ST Elevation myocardial infarction =

STEMI ) merupakan bagian dari sprektum sindrom koroner akut ( SKA ) yang terdiri dari

anginan pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.

Patofisiologi

Infark Miokard akut dengan elevasi ST ( STEMI ) umumnya terjadi jika aliran darah

koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang

sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat

biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangna banyak kolateral sepanjang waktu.

STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular,

dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi

lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,

ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistematik memicu trombogenesis, sehingga

terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.

Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika

mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid ( lipid rich core ). Pada STEMI

gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar

sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik

Selanjutnya pada lkasi ruptur plak, berbagai agonis ( kolagen, ADP, epinefrin, serotonin

) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan

tromboksan A2 ( vasokonstriktor lokal yang poten ). Selain itu aktivasi trombosit memicu

perubahan konformasi reseptor glikoprotein Iib/IIIa. Setelah mengalami konversi

fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein

adhesi yang larut ( integrin ) seperti faktor von Willebrand ( vWF ) dan fibrinogen, dimana

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 40: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mngikat 2 platelet yang berbeda secara

simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh tissue factor pada selendotel yang rusak. Faktor VII

dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian

mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat ( culprit ) keudian

akan mengalami aklusi oleh trombus yang terdiri agregattrombosit dan fibrin.

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusiarteri koroner yang

disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasm koroner dan berbagai

penyakit inflamsi sistemik.

Diagnosis

1. Anamnesa

Didaptakan nyeri angina yang khas yang menyerupai angina paktoris tidak

stabil, tetapi lebih berat, lebih lama ( >20 menit ), tidak hilang dengan istirahat. Bila

pendeita sudah memakai nitrat, biasanya nyeri tidak berkurang dengan nitrat sublingual.

Penderita mengeluh lemas, mual dan muntah. Kadng-kadang penderita mengeluh sesak

nafas.

2. Pemeriksaan fisik

Nampak penderita yang kesakitan dan gelisah. Didapatkan tanda-tanda

parasimpatis yang dominan misalnya : keringat dingin, perfusi perifer yang menurun,

ual, muntah, bradikardia. Dapat juga dijumpai tanda-tanda gagal jantung, edema paru,

syok kardiogenik dan aritmia.

3. Pemerksaan Penunjang

EKG : elevasi segmen ST yang khas kemudian timbul gelombang Q, kecuali

pada infark tanpa gelombang Q. Sebaliknya dilakukan EKG serial utama

bila kelainan tidak khas.

Foto rontgen toraks.

Ekokardiografi.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 41: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Laboratorium :

Darah lengkap, gula darah, SGOT, serum kreatinin, kalium dan magnesium

serum, profil lipid.

Enzim petanda jantung : CK, CKMB, Tropinin, myoglobin. Terdapat

peningktan enzim petanda jantung secara bermakna. Troponin merupakan

petanda yang paling sensitif dan spesifik, tetapi kelemahannya adalah

kadarnya yang tetap tinggi sampai 14 hari ( troponin T ). Sehingga

pemeriksaan troponin sulit untuk menentukan apakah infark tersebut akut

atau pada adanya infark ulangan. CKMB lebih rendah sensitivitas dan

spesifisitasnya dibanding troponin. Tetapi lebih bermanfaat untuk

menentukan akut tudaknya infark, oleh karena kadarnya akan normal

kembali dalam 36-48 jam.

Penatalaksanaan

1. Perawatan Umum

a. Tirah baring total dan dipasang monitor EKG, tensi, pulse oxymetri, untuk

mengetahui secara dini timbulnya penyulit misalnya aritmia, syok.

b. Dipasang akses intravena.

c. Diberikan oksigen 2-4 L/m bila terjadi distres nafas dan enurunan sairasi

oksigen arteri.

d. Diet lunak dengan porsi kecil.

e. Diberikan penenang ringan : diazepam 5-10 mg. Diberikan pencahar ringan.

f. Mengendalikan faktor resiko.

2. Terapi Farmakologis

a. Antiplatelet : aspirin atau ticlopidin atau clopidrogel

b. Nitrat : seperti eangina tidak stabil.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 42: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

c. Morfin : untuk mengatasi nyeri, menenangkan penderita, mengurangi beban

jantung oleh karena morfin mengurangi preload. Dosis morfin : diberikan

secara titrasi dengan dosis kecil, misalnya 1-2, 5 mg intravena, dapt diulangi

setelah 3-30 menit

d. Penyekat Beta : seperti angina tidak stabil.

e. Penghambat ACE :

Diberikan sedini mungkin dengan dosis terlalu kecil lalu ditingkatkan

bertahap. Dan sebaiknya pada fase awal dipilih jenis dengan lama kerja

pendek ( short acting ) dan mempunyai gugus sulfhidril. Penghambat ACE

paling bermanfaat bila diberikan terutama pada infark luas, infark dengan

penurunan fungsi ventrikel kiri, infark dengan edema paru akut dan infark

miokard dengan hipertensi.

f. Trombolitik :

Diberikan pada semua penderita infark akut dengan ST elevasi > 0,1 mV

setidaknya pad 2 lead yanng berhubungan atau adanya blok cabang berklas

baru, dalam waktu kurang dari 12 jam sejak serangan pertama apabila tidak

ada kontraindikasi. Makin dini diberikan, makin besar kemungkinan

miokard yang dapat diselamatkan. Trombolitik yang sudah mendapatkan

persetujuan FDA :

Steptokinase : 1,5 juta unit dalam 30-60 menit.

Anistreplase : 30 mg dalam 5 menit.

Alteplase : 100 mg dalam 90 menit.

Reteplase : 10 U x 2 dalam 30 menit

g. Heparin unfractionated :

Setelah pemberian alteplase : diberikan bolus 60U/kg BB dilanjutkan

drip 12U/kg BB/jam, maksimum bolus 4000 unit dan drip 1000U/ jam

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 43: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

untuk penderita dngan berat badan > 70 kg. Dosis diatur untuk

mendapatkan aPTT 1,5 sampai 2 kali kontrol.

Pada semua penderita infark akut yang tidk diberikan trombolitik yang

tidak ada kontra indikasi terhadap heparin. Diberikan secara subkutan

7500 U 2x sehari

Penderita dengan resiko tinggi untuk terjadi emboli sistemik : infark

luas, atrial fibrilasi, riwayat emboli sebelumnya, diketahui adanya

trombus di ventrikel kiri. Diberikan secara intavena seperti diatas aPTT

1,5 sampai 2 kali kontrol. Heparin dipertahankan selama sedikitnya 48

jam, kecuali pada penderita dengan resik emboli sistemik daat diberikan

lebih lama. Setelah 48 jam dapat dipertimbangkan untuk pemberian

subkutan atau diganti dengan wafarin.

Bila penderita sebelumnya mendapat trombolitik nonselektif

( streptokinase, anistreplase, urokinase ), pemberian heparin ditunda 4-6

jam kemudian dan dilakukan pemeriksaan aPTT. Heparin boleh dimuali

bila aPTT kurang dari 2 x kontrol.

h. Heparin berat molekul rendah.

Dapat diberikan sebagai ganti heparin konvensional, oleh karena

pemberiannya lebih mudah dan tidak diperlukan monitoring aPTT.

i. Wafarin. Diberikan sebagai lanjutan dari heprin pada penderita dengan

resiko tinggi untuk terjadinya emboli sistemik.

j. Magnesium :

Bila kadar magnesium kurang dari normal

Terjadi aritma yang sulit diatasi atau terjadi torsade e pointes meskipun

kadar magnesium tidak diketahui.

Diberikan bolus intravena 1-2 g dengan konsentrasi 2 %

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 44: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

k. Statin :

Diberikan seperti pada angina tidak stabil.

2. Infark Miokard Akut tanpa Elevansi ST

Angina pektoris tak stabil ( unstable angina = UA ) dan infark miokard akut tanpa

elevasi ST ( non Stelevation myocardial infarction = NSTEMI ) diketahui merupakan suatu

kesinambungan dengan kemiripan patofisiolagi dan gambaran klinis UA menunjukkan

bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.

Patofisiologi

Non ST elevation myocardial Infarction ( NSTEMI ) dapat disebabkan oleh penurunan

suplai oksigen dan atau peningktan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh

obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi

koroner. Trombosit akut pda arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak

stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas oto

polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsetrasi faktor jaringan yang tinggi. Ini

lemak yang cnderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam

lemak tak jenuh yng tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan

limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akanmengeluarkan

sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. Selanjutnya IL_6 akan merangsang

pengeluaran hsCRP di hati.

Diagnosis

1. Anamnesa

a. Timbul pada saat istirahat, biasanya lebih dari 20 menit

b. Nyeri yang sangat ( setidaknya kelas III menurut CCS ) dan terjadi

pertama kali dalam waktu kurang dari 30 hari

c. Nyeri yang makin meningkat frekuansi, durasi dan intensitasnya atau

dicetuskan oleh aktivitas fisik yang lebih ringan dari pada sebelumnya

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 45: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

2. Pemeriksaan fisik terutama ditujukan untuk mencari faktor-faktor pencetus atau

faktor komorbid. Kadang-kadang dari pemeriksaan bisa di dapatkan aritmia,

gallop, tanda-tanda edema paru dan gangguan prfusi perifer.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. EKG : depresi segment ST dan inversi gelombang T yang mengalami

perubahan yang dinamis, kadang-kadang walaupun EKG dapat normal

b. Foto rontgen toraks

c. Darah rutin, gula darah, serum kreatin, profil lipid, enzym petanda

jantung : CMB, Troponin T atau I.

d. Ekokardigrafi

Penatalaksanaan

1. Perawatan Umum

Tirah baring dan dipasang monitor EKG

Diberikan oksigen 2-4 L/m bila penderita mengalami sianosis atau depresi

nafas. Dipasang pulse oximetry untuk memastikan saturasi oksigen arterial

cukup ( SaO2 > 90 % )

Dipasang akses intravena dengan cairan Dekstrose 5% atau NaCl 0,9 %

Berikan penenang ringan misalnya dizepam

Berikan makanan lunak dengan porsi kecil

Mengendalikan faktor resiko dan faktor pencetus

2. Terapi farmakologis

a. Aspirin :

Dosis awal 162-325 mg sebaiknya dikunyah baru ditelan, dilanjutkan

dngan 75-160 mg sekali shari. Penderita yang kontra indikasi terhadap

aspirin dapat diberikan ticlopidin atau clopidogrel.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 46: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

b. Nitrat

Diberikan sublingual. Apabila angina tidak dapat diatasi nitrat dapat

diberikan secara intravna.

Nitrogliserin : 5-200 ug/menit

Isosorbid dinitrat : mulai 1 mg/jam

c. Penyekat Beta

Apabila tidak ada kontra indikasi penyekat beta harus diberikan.

d. Antagonis Kalsium

Dapat diberikan bersama dengan penyekat beta atau sebagai pengganti

penyekat beta apabila penderita kontra indikasi terhadap penyekat beta.

e. Heparin

Diberikan pada penderita dengan resiko sedang dan tinggi.

Heparin konvensional ( unfractionated ) : bolus 60-70 U/kgBB intrvena,

diikuti pemberian secara drip intravena 12-15 U/kgBB/jam ( maksimum

1000 U/jam ).

Dosis ditritrasi untuk mencapai aPTT 1,5 sampai 2 kali kontrol. Heparin

dihentikan setelah 5 hari.

Heparin berat molekul Rendah ( low molecular Weight Heparin / LMWH )

: Enoxaparin diberikan 1 mg/kgBB secara subkutan, tiap 12 jam.

Dalteparin diberikan 120 IU/kgBB subkutan tiap 12 jam.

Heparin berat molekul rendah mempunyai keuntungan oleh karena

pemberian lebih mudah, tidak memerlukan monitor aPTT, hasil yang

didapat konsisten dengan dosis yang diberikan.

f. Antagonis reseptor GP lib/IIIa

Diberikan hanya pada penderita dengan resiko tinggi atau penderita yang

akan dilakukan tindakan intervensi koroner.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 47: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Abciximab : 0,25 mg/kg bolus dilanjutkan 0,125 ug/kg/menit ( maksimum

10 ug/menit ) untuk 12 samapi 14 jam.

Eptifibatide : 180ug/kg bolus dilanjutkan 2,0 ug/kg/menit selama 72

sampai 96 jam.

Tirofiban : 0,4 ug/kg/menit selama 30 menit dilanjutkan dengan 0,1

ug/kg/menit selama 48 sampai 96 jam

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 48: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

NSTEMI (NON ST ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION)

NSTEMI merupakan salah satu dari acute coronary syndrome, dimana pada

pemeriksaan EKG tidak didapatkan elevasi dari segmen ST. Angina tak stabil dan NSTEMI

merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis,

penatalaksanaan keduanya-pun tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien

dengan manifestasi UA (unstable angina) menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard

berupa peningkatan biomarker jantung, seperti: troponin maupun CK-MB. Gambaran klinis

UA, antara lain: nyeri dada > 20 menit, dapat disertai sesak napas, mual sampai muntah,

terkadang disertai keringat dingin, sedangkan pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ada

yang khas. Tata laksana NSTEMI dapat mengikuti bagan berikut:

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 49: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

ANGINA PECTORIS (Nyeri Dada)

Dalam keadaan normal, seseorang tidak dapat merasakan jantungnya, tetapi otot

jantung iskemik seringkali memperlihatkan sensasi nyeri. Apa penyebab pasti dari rasa

nyeri itu tidak diketahui, tetapi dianggap bahwa iskemia yang menyebabkan dapat

membebaskan substansi asam, seperti asam laktat atau produk-produk abnormal penyebab

nyeri seperti histamine, kinin, atau enzim proteolitik selular yang tidak dapat dibawa pergi

oleh darah yang mengalir lambat. Konsentrasi yang tinggi dari produk abnormal ini

kemudian merangsang ujung-ujung nyeri di otot jantung dan impuls nyeri dihantarkan

melalui serat saraf aferen simpatik ke dalam system saraf pusat.

Nyeri dada yang paling sering disebabkan oleh penyakit jantung, namun tidak selalu.

Telah diketahui bahwa nyeri dada dapat disebabkan oleh gangguan pada paru-paru, usus,

kandung empedu, dan muskuloskletal.

Pembeda Angina Bukan Angina

1. Lokasi

2. Penjalaran

3. Sifat

4. Intensitas

5. Lamanya

6. Pencetus

7. Penghilang

Retrosternal atau difus

Lengan kiri, rahang, leher,

punggung

Nyeri terus menerus, tumpul,

seperti diperas, atau dijepit

Ringan sampai berat

Bermenit-menit

Latihan fisik, emosi, makan, suhu

dingin

Istirahat, nitrogliserin

Di bawah payudara kiri atau

setempat

Lengan kanan

Nyeri bersifat tajam seperti

ditusuk-tusuk atau disayat

Menyiksa

Beberapa detik, berjam-jam,

atau berhari-hari

Pernapasan, sikap tubuh,

atau pergerakan

Apa saja

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 50: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Angina pectoris dibagi menjadi 2, yaitu angina pectoris stabil dan angina pectoris

tidak stabil

a) Angina Pectoris Stabil

Definisi

Adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium, biasanya memiliki

karakteristik tertentu, yaitu ;

1. Lokasinya di dada, substernal dan dapat menjalar ke rahang, leher, bahu

sebelah kiri, dan dapat mencapai punggung.

2. Kualitas nyeri biasanya berupa nyeri yang tumpul, seperti ditindih, diremas,

dan disertai dengan keluarnya keluarnya keringat dingin dan sesak nafas.

3. Nyeri yang pertama sekali timbul berupa nyeri yang agak nyata, dari beberapa

menit sampai kurang dari 20 menit dan bila lebih dari 20 menit maka harus

dipertimbangkan sebagai angina tidak stabil.

Gradasi

Gradasi beratnya nyeri dada adalah sebagai berikut :

1. Kelas I : akrifitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2

lantai. Nyeri dada baru akan timbul pada latihan yang berat.

2. Kelas II : angina timbul bila melakukan aktifitas lebih berat dari biasanya.

3. Kelas III ; angina timbul bila berjalan 1-2 blok naik tangga, lantai dengan

kecepatan yang biasa.

4. Kelas IV ; angina bias timbul waktu istirahat.

Faktor resiko

Yang menjadi factor resiko dari angina pectoris adalah :

a. Kebiasaan merokok

b. Pasien DM

c. Hipertensi

d. Merokok

e. Penyakit vaskuler

f. Obesitas

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 51: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

g. Kurangnya latihan fisik

h. Genetic

Pemeriksaan Fisik

Tidak ada hal-hal yang khusus pada pemeriksaan fisik. Mungkin

pemeriksaan fisik yang dilakukan waktu nyeri dada dapat ditemukan adanya aritmia,

gallop, split S2, dan ronkhi basah yang menghilang pada waktu nyeri sudah berhenti.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah

a. Pemeriksaan laboratorium ; pemeriksaan lab yang diperlukan adalah

pemeriksaan Hb, Ht, trombosit, dan pemeriksaan factor resikokoroner seperti

gula darah, lipid, dan penanda inflamasi akut seperti CKMB, CRP, dan

troponin.

b. EKG : kelainan EKG yang muncul adalah perubahan segmen ST-T yang

sesuai dengan iskemia miokardium, biasanya ditunjukka dengan depresi

segmen ST-T 1 mm atau lebih.

c. Foto Thorak : pemeriksaan ini dapat digunakan untuk melihat adanya

calsifikasi koroner maupum katup jantung .

d. Ekokardiografi ; pemeriksaan ini bermanfaat sekali pada psien yang

mengalami mur-mur sistolik untuk memperlihatkan ada tidaknyastemosis

aorta yang signifikan atau kardiomiopati yang hipertrofik.

e. Angiografi koroner : angiografi koroner biasanya dapat digunakan untuk

pasien-pasien angina pectoris stabil derajat III atau IV.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah kematian dan terjadinya infark.

Sedangkan yang lainnya adalah mengontrol serangan angina sehingga memperbaiki

kualitas hidup. Pengobatan terdiri dari pengobatan farmakologis maupun

nonfarmakologis termasuk terapi reperfusi dengan cara intervensi atau bedah pintas.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 52: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Terapi farmakologis

1. Aspirin ; dapat emenghambat terbentuknya thrombus

2. Penyekat β : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui

penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium.

3. Angiotensin corverting enzyme

4. Obat-obatan penurun LDL

5. Nitrogliserin : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena, dengan demikian

dapat mengurangi preload dan afterload.

6. Antagonis Ca

7. Klopidogrel dapat digunakan pada pasien-pasien yang sensitive terhadap aspirin.

Terapi Nonfarmakologis

Selain pemberian oksigen dan istirahat pada waktu datangnya angina maka perubahan

life style, penurunan BB, penyesuaian diet, olah raga teratur merupakan terapi non

farmakologis yang dianjurkan.

b) Angina Pectoris Tidak Stabil

Definisi

Angina pektoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium.

Klasifikasi

Beratnya angina:

Kelas I angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya

nyeri dada.

Kelas II angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan,

tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.

Kelas III adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut

baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

Keadaan klinis:

Kelas A angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau

febris.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 53: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Kelas B angina tak stabil yang primer, tak ada faktor kardiak.

Kelas C angina yang timbul setelah serangan infark jantung.

Intensitas pengobatan:

Tak ada pengobatan atau hanya mendapat pengobatan minimal

Timbul keluhan walaupun telah dapat terapi yang standar.

Masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang

maksimum, dengan penyekat beta, nitrat, dan antagonis kalsium.

Patogenesis

Ruptur Plak

Ruptur plak aterosklerosis menyebabkan terjadi oklusi subtotal atau

total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan

yang minimal. Dua per tiga dari pembuluh yang mengalami ruptur

sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan 97% pasien

dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak

aterosklerotik terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan

pelindung jaringan fibrotik (fibrotik cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari

inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag.

Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

normal atau pada bahu ari timbuna lemak. Kadang-kadang keretakan timbul

pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang

dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak.

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet

dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup

pembuluh darah 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan

terjadi angina tak stabil.

Trombosis dan agregasi trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu

dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak

terganggu disebabakan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 54: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan penting dalam

pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel

busa yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan

dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan

berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik

yang menghasilkan pembentukan fibrin dan trombin.

Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi

platelet dan platelet melepaskan isi granulasi sehiingga memicu agregasi

yang lebih luas, vasokontriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik

dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan

koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermitten, pada

angina tak stabil.

Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada

angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif

yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus

pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti

pada angina Prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya

spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran

dalam pembentukan trombus.

Erosi pada plak tanpa ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya

proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan

endotel, adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot

polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan

keluhan iskemia.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 55: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Gambaran Klinis

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina

yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina tapi lebih berat dan lebih

lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang

minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah,

kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak

ada yang khas.

Pemeriksaan Penunjang

a. Elektrokardiogram (EKG)

Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan

adanya iskemik akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemia.

Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST

kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak

spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina

tak stabil 4% mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga

normal.

b. Uji latih

Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan

menunjukkan tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise dengan alat

treadmill. Bila hasilnya negatif maka prognosis baik. Bila hasilnlya positif,

lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan

pemeriksaan angiografi koroner untuk menilai keadaan pembuluh darahnya.

c. Ekokardiografi

Tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi

mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan

prognosis kurang baik.

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah

diterima sebagai petanda penting SKA. Berdasar ESC dan ACC dianggap

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 56: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

ada mionekrosis bila troponin T atau I dalam 24 jam. Troponin tetap positif

sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah dengan bertambahnya

troponin.

CK-MB kurang spesifik karena dapat juga ditemukan di otot, tapi berguna untuk

diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal

dalam waktu 48 jam.

Penatalaksanaan

1. Tindakan Umum

Pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner, pasien

perlu bed rest, diberi penenang, dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu

pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat

nitrogliserin.

Terapi Medikamentosa

Obat Anti Iskemia

Nitrat

Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol

perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat

mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Dalam keadaan akut

nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau

melalui infus intravena dengan dosis 1-4 mg per jam. Karena toleransi

nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan terkendali

bisa diberikan peroral

Penyekat beta

Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium

melalui melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi

miokardium. Penyekat beta yang biasanya digunakan diantaranya adalah

propanolol, metanolol, dan atenolol. Kontraindikasi penyekat beta antara

lain asma bronkial dan pasien dengan bradiaritmia.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 57: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Antagonis kalsium

Antagonis kalsium dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu golongan

dihidropiridin seperti nifedipin dan golongan nondihidropiridin seperti

diltiazem dan verapamil. Kedua golongan ini dapat menyebabkan

vasodilasi koroner dan menurunkan tekanan darah. Golongan

dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi yang lebih kuat dan

penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek

inotropik negatif juga lebih kecil.

Obat Antiagregasi Trombosit

Aspirin

Aspirin dianjurkan diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160

mg per hari dan dilanjutkan dengan dosis 80-325 mg per hari.

Tiklopidin

Diberikan sebagi obat lini kedua bila pasien tidak tahan terhadap

aspirin.

Klopidogrel

Klopidogrel merupakan derivat dari tiklopidin yang memiliki efek

samping lebih kecil dari tiklopidin dan mempunyai efek untuk

menghambat agregasi platelet. Diberikan untuk pasien yang tidak

tahan terhadap aspirin dengan dosis 300 mg per hari dan dilanjutkan

75 mg per hari. Dapat diberikan bersama aspirin selama 1 sampai 9

bulan.

Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa

Obat Antitrombin

Unfractionated heparin

Low Molecular Weight Heparin (LMWP)

Direct thrombin inhibitors

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 58: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Tindakan Revaskularisasi Pembuluh Koroner

Tindakan ini perlu dipertimbangkan untuk pasien dengan iskemik berat, dan

refrakter dengan terapi medikamentosa.

Pada pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3

pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan operasi

bypass (CABG) dapat memperbaiki harapan hidup, kualitas hidup, dan mengurangi

masuknya kembali ke rumah sakit. Pada tindakan bedah darurat mortalitas dan

morbiditas lebih tinggi daripada bedah elektif.

Pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada salah

satu atau dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan

PCI merupakan pilihan utama.

Pada angina tak stabil tindakan invasif dini atau konservatif tergantung dari

stratifikasi risiko pasien. Pada risiko tinggi, seperti angina terus-terusan, adanya

depresi segmen ST, kadar troponin yang meningkat, faal ventrikel kiri yang buruk,

adanya gangguan irama jantung yang maligna seperti takikardi ventrikel, perlu

tindakan invasif dini.

Stratifikasi Risiko

Pasien yang termasuk risiko rendah antara lain pasien yang tidak

mempunyai angina sebelumnya, dan sudah tidak ada serangan angina, sebelumnya

tidak memakai obat anti angina dan EKG normal atau tidak ada perubahan dari

sebelumnya, enzim jantung sudah tidak meningkat termsuk troponin dan biasanya

usia masih muda.

Risiko sedang bila ada angina yang baru dan makin berat, didapatkan angina

pada waktu istirahat, tak ada perubahan segmen ST, dan enzim jantung tidak

meningkat.

Risiko tinggi bila pasien mempunyai angina waktu istirahat, angina

berlangsung lama atau angina pasca infark, sebelumnya sudah mendapat terapi yang

intensif, usia lanjut, didapatkan perubahan segmen ST yang baru, didapatkan

kenaikkan troponin, dan ada keadaan hemodinamik tidak stabil.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 59: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

KEMATIAN MENDADAK

(SUDDEN DEATH)DEFINISI

Kematian yang terjadi dalam waktu kurang atau sama dengan 24 jam setelah gejala

penyakit atau kelainan tubuh yang menyebabkan kematian timbul.

Biasanya terjadi tidak terduga (unexpected death).

Bila kematian terjadi kurang atau sama dengan 1 jam dari onset gejala kematian

seketika (instantaneous death).

Dalam menghadapi kematian mendadak biasanya oleh keluarga, dokter dimintai

surat kematian sebagai dokter harus berhati-hati.

Harus ditentukan dahulu apakah suatu kematian wajar atau tidak wajar.

Bila tidak dapat menentukan tidak boleh mengisi/membuat surat kematian.

Keluarga/dokter melapor kpd. Penyidik untuk otopsi.

Pada kematian mendadak, tindakan otopsi adalah penting untuk mencatat :

Kematian wajar atau tidak wajar.

Apa sebab kematian korban.

Bila tanpa otopsi kesalahan 75 %

Dengan otopsi kesalahan 2 %

Contoh :

Seseorang dengan trauma kepala; tidak ada gejala/keluhan, setelah beberapa hari

mengeluh pusing, kesadaran menurun meninggal dunia. Oleh keluarga dianggap

mati wajar. Setelah di-otopsi Epidural Bleeding yang mematikan. Hal ini oleh

karena adanya “Lucide Interval”.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 60: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Seseorang mati mendadak dengan luka-2 di kepala. Oleh keluarga dianggap mati

tak wajar. Lapor penyidik –otopsi. Setelah otopsi didapatkan MCI luas Mati

wajar. Luka di kepalanya akibat jatuh waktu ada serangan MCI.

Ada orang meninggal oleh karena tersengat listrik/keracunan. Bila pada

Pemeriksaan Luar tidak didapatkan kelainan dianggap mati wajar. Tanpa

dilakukan otopsi seringkali terjadi kesalahan.

Incidence Kematian Mendadak:

Usia : 35 – 70 th.

Bayi 6 – 8 bulan.

Laki-2 > wanita

Di Kota > di desa

PENYEBAB KEMATIAN MENDADAK

I. NEONATAL : (Lahir – 4 minggu)

– Wajar : anomali congenital, infeksi.

– Mati tidak wajar :Kecelakaan : Perdarahan placenta, Pembunuhan :

smothering.

II. CHILDHOOD : (1 bulan – 1 tahun)

– Wajar : Anomali congenital, infeksi.

– Mati tidak wajar : Kecelakaan, Pembunuhan Battered Child Syndrome.

III. Dewasa :

– Mati wajar :

Sistem Cardiovasculer.

Sistem Saraf Pusat (CNS)

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 61: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Sistem Respirasi.

Sistem Gastrointestinal.

Sistem Urogenital.

– Mati Tidak Wajar :

Kecelakaan : Vagal Inhibition Reflex, Bolus Death,

Pembunuhan : Trauma, Throttling.

Bunuh diri : Intoksikasi, Hanging, Trauma.

Penyebab kematian mendadak MCI.

Penyebab MCI :

– Arteriosclerosis/Atheroma.

– Emboli thrombus a.Coronaria.

– Aortitis luetica.

– Kelainan congenital.

Akibat oclusi a.coronaria

– Sudden Death.

– Myocardial infarction.

– Rupture jantung.

– Myocard fibrosis.

– Aneurysma jantung.

– Pericarditis.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 62: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Insidens oclusi a.coronaria

67% penyakit jantung

Laki-2 : wanita = 3 : 2.

Orang kota lebih sering.

Overweight lebih sering.

Lokasi oclusi a.coronaria

• R.descendens a.coronaria sinistra. 45-65%

• Ostium a.coronaria dextra. 25-45%

• R.circumflexa a.coronaria sinistra. 3-10%

• Ostium a.coronaria sinistra.0-10%

Pada Myocard infarct otopsi untuk menentukan :

Cara kematian.

Sebab kematian.

Mencari hubungan trauma dengan MCI.

Macroscopic :

• Bila hidup > 8 jam.

• Myocard warna kepucatan.

• Penyembuhan merah kebiruan.

• Necrotic kekuningan (24 jam).

• Terdapat garis-2 merah & pucat Trigoid.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 63: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

CRIB DEATH = COT DEATH =

Sudden Infant Death Syndrome

Bayi sehat/sakit ringan meninggal dunia.

Kemungkinan oleh karena :

– Status thymolymphaticus.

– Neurogenic shock.

– Metabolic disease.

– Hypo gamma globulinaemia.

– Anaphylactic shock.

– Hypersensitif thd. Ag susu sapi.

– Pertumbuhan gld.parathyroid tidak sempurna.

– Infeksi virus.

Usia paling banyak < 6 bulan, terutama 2-4 bln.

40% dengan gejala infeksi tr.rspiratorius.

Keadaan sosek kurang.

Perawatan jelek.

Keluarga banyak.

BATTERED CHILD SYNDROME.

Bayi / anak kurang atau sama dengan 5 tahun mengalami kekerasan fisik yg.ringan

dan berulang sampai meninggal dunia.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 64: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

Pelaku :

– Pengasuh/ortunya dg.kelainan jiwa.

– Problem perkawinan.

Cara kejadian :

– Dipukul, ditendang, dicabuti rambutnya.

– Disulut dengan rokok / api.

– Dibiarkan kelaparan.

Pemeriksaan yang penting :

– Riwayat anak.

– Keadaan pengasuh / kedua ortunya.

– Riwayat kejadian sampai meninggal.

– Keadaan rumah / tempat kejadian.

CRIB DEATH = COT DEATH =

Sudden Infant Death Syndrome

Hasil Otopsi :

– Biasanya terdapat Diaper rash.

– Terdapat luka-2 lama dan baru.

– Rontgen terdapat fracture terutama tulang-tulang tengkorak, costae, tulang

panjang.

– Epidural Bleeding, Subdural Bleeding, Subarachnoid bleeding, Contusio

Cerebri.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER

Page 65: Resume Sken.4,Blok 18-Kel.d

RESUME SKENARIO 4-KELOMPOK D, ANGKATAN 2006

– Laceratio Cerebri lama dan baru

Kesimpulan VR Kematian Mendadak

Tidak ada hubungan dengan trauma

Ada hubungan dengan trauma:

– Natural disease mendasari trauma

– Trauma mendasari Natural disease.

Trauma dan Natural Disease sama-2 mematikan bersaing.

Bila ada kematian mendadak otopsi. Pemeriksaan harus berhati-hati dan lebih

teliti

Penyebab kematian mati mendadak yang paling sering adalah mati wajar.

Tanpa otopsi menentukan sebab kematian kesalahan besar.

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS JEMBER