refleksi kasus pneumotoraks

15
STATUS PASIEN DOKTER MUDA BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO-RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA 1. IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. Irene Umur : 23 Tahun Alamat : Desa Kasiguncu Kab.Poso Pekerjaan : URT Agama : Islam Ruangan : Intensive Care Unit RSUD Anutapura Palu Tanggal Masuk : 27 Januari 2015 Tanggal Pemeriksaan : 29 Januari 2015 No.Rek.Medis : 397583 2.ANAMNESIS Keluhan Utama : Sakit perut Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien masuk ruang ICU RSU Anutapura Palu dengan keluhan sakit perut di seluruh daerah perut sejak 5 hari yang lalu, keluhan disertai dengan nyeri kepala, sesak nafas, mual dan muntah, perdarahan pervaginam, akral dingin, dan gelisah. Pasien sebelumnya pernah meminum obat ekstasi 3 butir dan dimasukkan ke vagina 2 butir. Riwayat Penyakit Sebelumnya o Status maternal pasien : G4P3A1 o Riwayat Hipertensi Gestasional (-) o Riwayat Diabetes Melitus disangkal

Upload: mundziramining

Post on 05-Feb-2016

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pneumotoraks

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi Kasus Pneumotoraks

STATUS PASIEN DOKTER MUDA BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO-RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

1. IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. Irene

Umur : 23 Tahun

Alamat : Desa Kasiguncu Kab.Poso

Pekerjaan : URT

Agama : Islam

Ruangan : Intensive Care Unit RSUD Anutapura Palu

Tanggal Masuk : 27 Januari 2015

Tanggal Pemeriksaan : 29 Januari 2015

No.Rek.Medis : 397583

2. ANAMNESIS Keluhan Utama : Sakit perut

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien masuk ruang ICU RSU Anutapura Palu dengan keluhan sakit perut di seluruh

daerah perut sejak 5 hari yang lalu, keluhan disertai dengan nyeri kepala, sesak nafas,

mual dan muntah, perdarahan pervaginam, akral dingin, dan gelisah. Pasien

sebelumnya pernah meminum obat ekstasi 3 butir dan dimasukkan ke vagina 2 butir.

Riwayat Penyakit Sebelumnya

o Status maternal pasien : G4P3A1

o Riwayat Hipertensi Gestasional (-)

o Riwayat Diabetes Melitus disangkal

o Riwayat operasi section cessaria (-)

3. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Sakit Sedang

Kesadaran : Composmentis (GCS E4 V5 M6)

Berat Badan : 62 kg

Status Gizi : Gizi Baik

Page 2: Refleksi Kasus Pneumotoraks

Primary Survey

Airway : Paten

Breathing : Respirasi 40 kali/menit

Circulation : Tekanan darah : 80/60 mmHg

Nadi : 100 kali/menit, reguler, lemah.

Suhu : 37,70 C

Secondary Survey

Kepala :

- Bentuk : Normocephal

- Rambut : Lurus, warna hitam distribusi biasa

- Kulit kepala : Psoriasis (-), lesi (-)

- Wajah : Simetris, paralisis facial (-), afek ekspresi serasi, deformitas (-)

- Kulit : Keriput (-), pucat (+), sianosis (-), massa (-), turgor 3 detik.

Mata : Eksoftalmus (-), enophtalmus (-), palpebra edema (-), dermatitis seborea (-),

ptosis (-), kalazion (-), pembengkakan saccus lacrimalis (-), konjungtiva

anemis (+/+), sclera ikterik (-)

Kornea : Katarak (-)

Pupil : Bentuk isokor, bulat, diameter ± 2mm/2mm, refleks cahaya

langsung +/+ refleks cahaya tidak langsung +/+.

Telinga : Keloid (-), kista epidermoid (-), serumen minimal, membrana

timpani normal.

Hidung & Sinus : Deviasi septum nasi (-), polip (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-),

nyeri tekan pada sinus (-)

Mulut & Faring : Bibir : sianosis (-), pucat (+)

Gusi : gingivitis (-)

Gigi : karies dentis (-)

Lidah : deviasi lidah (-), lidah kotor (-), tremor (-)

Leher : Inspeksi : jaringan parut (-), massa (-)

Palpasi :pembengkakan kelenjar limfe (-), pembesaran

pada kelenjar tiroid (+), nyeri tekan (-), JVP :

R5 + 2 cm H2O

Trakhea : Deviasi trakhea (-)

2

Page 3: Refleksi Kasus Pneumotoraks

Thorax

Inspeksi : Normochest, retraksi (-), massa (-), cicatrix (-), spider nevi (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), ekspansi paru simetris kiri dan kanan, fremitus

taktil kesan normal.

Perkusi : sonor (+) diseluruh lapang paru, batas paru hepar SIC VI dextra.

Auskultasi : vesicular +/+, bunyi tambahan (-).

Jantung

Inspeksi : lctus cordis tidak tampak

Palpasi : lctus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (s)

Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternal dextra et sinistra

Batas kanan : SIC IV linea parasternal dextra

Batas kiri : SIC V linea midclavicula sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Bentuk cembung terhadap thorax dan symphisis pubis, massa (-),

cicatrix (-) bekas operasi sc, caput medusae (-)

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal (± 20 kali/menit) diseluruh kuadran

abdomen , Bruit (-).

Perkusi : Hipertimpani (-), ascites (-)

Palpasi : hepar tidak teraba

Spleen tidak teraba

Nyeri tekan (+) seluruh kuadran

Ginjal tidak teraba

Genitalia : Terdapat darah yang keluar terus menerus dari introitus vagina

Ekstremitas :

Atas : Edema (-), Akral dingin (+/+), ROM normal, refleks fisiologis normal,

refleks patologis (-), kekuatan 4/4, tonus normal

Bawah : Edema (-), Akral dingin (+/+), ROM normal, refleks fisiologis normal,

refleks patologis (-), kekuatan 4/4, tonus normal

3

Page 4: Refleksi Kasus Pneumotoraks

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tanggal 29 Januari 2015

Hematologi Rutin

Parameter Hasil Satuan Range Normal

RBC

Hemoglobin (Hb)

Hematokrit

MCV

MCH

MCHC

RDW

PLT

MPV

PDW

WBC

4,3

8,8

28,2

65,6

20,5

31,2

31,2

172

9,8

13,8

32,8

10^6/uL

gr/dl

%

fL

pg

g/dl

%

10^3/uL

fL

%

10^3/uL

4,7-6,1

14-18

42-52

80-99

27,0-31,0

33,0-37,0

11,5-14,5

150-450

7,2-11,1

11,0-18,0

4,8-10,8

5. RESUMEPasien perempuan usia 23 tahun. Masuk ICU RSU Anutapura dengan keluhan sakit perut

di seluruh daerah perut sejak 5 hari yang lalu, keluhan disertai dengan nyeri kepala, sesak

nafas, mual dan muntah, perdarahan pervaginam, akral dingin, dan gelisah. Pasien

sebelumnya pernah meminum obat ekstasi 3 butir dan dimasukkan ke vagina 2 butir.

Pemeriksaan Fisik

Airway : Paten

Breathing : Respirasi 28 kali/menit

Circulation : Tekanan darah : 80/60 mmHg

Nadi : 100 kali/menit, reguler, lemah.

Suhu : 37,70C

6. Diagnosis Kerja :Abortus Incomplete Provocatus Infeksius + Syok Septik

4

Page 5: Refleksi Kasus Pneumotoraks

7. Penatalaksanaan :Airway : O2 2-4 Lpm via nasal kanul

Breathing : Spontan

Circulation : IVFD RL 1500 cc

NaCl 100 cc

Transfusi PRC 350 cc (Gol. Darah O+) 2 kantong

Drug : Inj Cefotaxim 1 gr /12 jam/iv

Drips Metronidazole /12 jam/iv

Inj Gentamicin 1 ap/12 jam/iv

Inj. Asam Tranexamat 1 ap/12 jam/i.v

Inj Ranitidin 1 ap/ 8 jam/ /iv

Inj Ketorolac 1 ap /8 jam/ iv

8. Anjuran Pemeriksaan :Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan Analisa Gas Darah

Pemeriksaan Fungsi Hemostasis

5

Page 6: Refleksi Kasus Pneumotoraks

FOLLOW UP

Tanggal 30 Januari 2015

S : Berdarah banyak dan menggumpal pada vagina, pusing (+), mual (+) muntah (-), sakit di seluruh bagian perut (+), merasa lemas (+)

O : Tek.Darah : 100/60 mmHg

Nadi : 100 kali/menit

Pernapasan : 28 kali/menit

Suhu : 37,20C

Konjungtiva anemis (+/+), Perdarahan pervaginam (+)

A : Abortus Incomplete Provocatus Infeksius + Syok Septik

P : IVFD RL

Inj Cefotaxim 1 gr /12 jam/iv

Drips Metronidazole /12 jam/iv

Inj Gentamicin 1 ap/12 jam/iv

Inj. Asam Tranexamat 1 ap/12 jam/i.v

Inj Ranitidin 1 ap/ 8 jam/ /iv

Inj Ketorolac 1 ap /8 jam/ iv

Transfusi PRC 250 cc (Gol. Darah O+) 2 kantong

Hasil Laboratorium

Hemoglobin :10,3 gr/dl.

WBC : 13,4 10^3/uL

Rencana Kuretase

6

Page 7: Refleksi Kasus Pneumotoraks

PEMBAHASAN

Pada kasus ini seorang wanita usia 23 tahun masuk ruang ICU RSU Anutapura palu

dengan keluhan sakit perut di seluruh daerah perut sejak 5 hari yang lalu, keluhan disertai

dengan nyeri kepala, sesak nafas, mual dan muntah, perdarahan pervaginam, akral dingin, dan

gelisah. Pasien sebelumnya pernah meminum obat ekstasi 3 butir dan dimasukkan ke vagina 2

butir, pasien ini didiagnosis abortus incomplete provocatus infeksius.

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar

kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang

dari 500 gram. Abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan tersebut abortus

provokatus. Abortus juga bisa disebabkan oleh penyebab infeksi bakteria antara lain yaitu

Listeria monositogenes, Klamidia trakomatis, Ureaplasma urealitikum, Mikoplasma hominis,

Bakterial vaginosis.. Pada kasus ini pasien mencoba meminum obat ekstasi 3 butir dan

dimasukkan ke vagina 2 butir serta pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 37,70C dan hasil

pemeriksaan hematologi rutin didapatkan peningkatan leukosit.

Pada kasus ini pasien di bawa ke ruang ICU karena pasien mengalami hipotensi akibat

terjadinya perdarahan pervaginam secara terus menerus dan keadaan infeksi, sehingga perlu

dilakukan observasi di ruang perawatan intensif. Berdasarkan teori, perdarahan yang terjadi

secara terus menerus dapat menyebabkan kondisi syok, yaitu syok hipovolemik. Syok

hipovolemik atau syok hemoragik merupakan suatu kondisi terjadinya kehilangan akut

volume peredaran darah yang menyebabkan suatu kondisi penurunan perfusi jaringan dan

menyebabkan penghantaran oksigen serta nutrisi ke sel menjadi tidak adekuat. Gejala klinis

pasien dengan syok hemoragik umumnya memberikan tanda berupa penurunan tekanan darah

(hipotensi), takikardia hingga bradikardia, penurunan urine output, kulit kering, akral dingin,

konjungtiva pucat, agitasi, bahkan dapat mengalami penurunan kesadaran.

Infeksi bakteri yang menyebar luas ke banyak daerah tubuh dengan infeksi yang

disebarkan lewat darah dari satu jaringan ke jaringan lainnya, dan menyebabkan kerusakan

yang luas disebut syok septik. Pada tahap dini syok septik, biasanya pasien tidak

memperlihatkan tanda-tanda kolaps sirkulasi tetapi hanya tanda-tanda infeksi bakteri. Setelah

infeksi menjadi lebih hebat, sistem sirkulasi biasanya ikut terlibat. Akhirnya pada suatu titik,

kerusakan sirkulasi menjadi progresif serupa dengan yang terjadi pada semua jenis syok

lainnya.

Berdasarkan klasifikasi perdarahan, pasien dalam kasus ini mengalami perdarahan

kelas II (kehilangan volume darah sekitar 15% - 30%), dimana pasien menunjukkan tanda

7

Page 8: Refleksi Kasus Pneumotoraks

klasik perfusi yang tidak adekuat, yaitu takikardi ringan, takipnoe yang jelas, gelisah tapi

tidak tampak bingung. dan penurunan tekanan darah sistolik. pasien dalam kasus ini

kehilangan darah sebesar 750-1500 cc.

Penatalaksanaan awal pasien dengan syok hipovolemik atau syok hemoragik adalah

dengan memperhatikan Airway (A), breathing (B), Circulation (C). pada pasien ini untuk

pengelolan jalan nafas (Airway) dilakukan pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul 4

lpm, sedangkan untuk pernapasan (Breathing) masih secara spontan. Untuk sikulasi (C)

pasien dilakukan resusitasi cairan berupa pemberian cairan kristaloid yaitu Ringer Lactat

1500. Pada umumnya penatalaksanaan syok septik, mencakup tindakan dengan

memperhatikan Airway (A), breathing (B), Circulation (C) yang sama dengan syok

hipovolemik. Penatalaksaan syok septik juga merupakan bagian dari penatalaksanaan sepsis

yang komprehensif dengan mengeliminasi sumber patogen penyebab infeksi dengan tindakan

drainase atau bedah bila diperlukan, atau terapi antimikroba yang sesuai.

Berdasarkan hasil laboratorium darah lengkap menunjukkan kadar hemoglobin pasien

adalah 8,8 gr/dl, yang diikuti oleh terjadinya perdarahan terus menerus, maka pasien ini

diberikan transfusi darah sebesar 350 cc sebanyak dua kantong diikuti dengan pemberian

cairan kristaloid yaitu ringer lactat sebesar 1500 cc dan karena tidak mengalami perbaikan

yang signifikan maka ditambah 350 cc satu kantong lalu 250 cc satu kantong. hal ini

bertujuan untuk menggantikan volume darah yang hilang akibat perdarahan melalui

peningkatan cardiac output serta menghilangkan vasokonstriksi perifer.

Berdasarkan teori, setelah terjadi perdarahan tanpa pertolongan, akan terjadi

mekanisme kompensasi dalam tubuh menurut pola tertentu yang merupakan upaya tubuh

mempertahankan hemodinamiknya agar tetap stabil guna mempertahankan hidupnya. Apabila

seseorang mengalami perdarahan, berarti volume darahnya berkurang, ini menyebabkan curah

jantung menurun, seterusnya tekanan darah akan menurun. Dengan turunnya tekanan darah,

baroreseptor yang terletak pada arteri karotis akan mengirim impuls ke hipotalamus yang

selanjutnya akan terjadi reflex berupa timbulnya pacuan saraf simpatis yang selanjutnya akan

merangsang pengeluaran katekolamin berupa adrenalin dan noradrenalin baik neural maupun

hormonal. Ketakolamin tersebut menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pada sistem

pembuluh darah akibat terangsangnya reseptor alfa. Sedangkan pada jantung menyebabkan

takikardi disertai dengan naiknya kontraksi jantung akibat terangsangnya reseptor beta yang

ada pada jantung (chronotropic dan inotropic effect). Vasokonstriksi ini pada berbagai

pembuluh darah yang mempunyai akibat yang berbeda. Pada sistem vena, vasokonstriksi ini

menyebabkan terjadinya penyesuaian yang paling besar antara kapasitas pembuluh darah dan

8

Page 9: Refleksi Kasus Pneumotoraks

volume darah yang sisa, seolah darah diperas dari sistem vena ke jantung agar curah jantung

tidak banyak menurun. Sistem darah vena disebut juga sebagai “capacitance Vessels” karena

memiliki kapasitas yang besar dalam menampung darah yang beredar dalam tubuh, 75%

darah beredar dalam tubuh berada pada sistem vena, 20% pada sistem arteri, dan 5% berada

ada kapiler. Pada sistem arteri, vasokonstriksi ini tidak merata tergantung pada organnya.

Sistem arteri ke jantung dan otak kurang peka terhadap pengaruh katekolamin, di lain pihak

sistem arteri untuk daerah ginjal, usus, hati, otot, dan kulit sangat peka terhadap pengaruh

katekolamin sehingga mengalami vasokonstriksi yang lebih hebat. Sistem arteri ini disebut

“resistance vessels” oleh karena sistem arteri inilah yang menentukan tahanan perifer. Hasil

akhir dari mekanisme ini menyebabkan perfusi jantung dan otak relative tidak berkurang,

sedangkan perfusi ginjal, usus, hati, dan lain-lain sudah banyak berkurang.

Akibat vasokonstriksi arteriole mengakibatkan naiknya tahanan perifer sehingga

walaupun curah jantung sedikit turun, tekanan darah tidak banyak turun, perfusi otak dan

jantung tetap terjamin. Tahap vasokonstriksi ini merupakan upaya kompensasi tubuh untuk

mempertahankan organ-organ vital kelas satu yaitu otak dan jantung dengan mengorbankan

organ-organ kelas dua yaitu ginjal, usus, hati, otot, kulit, dan lain-lain. Apabila syok tersebut

berkelanjutan tanpa pertolongan maka vasokontriksi pembuluh darah arteri dan vena akan

bertambah hebat, menyebabkan jaringan tubuh semakin hipoksia sampai anoksia. Hal ini akan

membawa akibat berupa gangguan metabolism aerob (Siklus Krebs) macet, menyebabkan

terjadinnya penimbunan asam laktat yang pada gilirannya membawa suasana asam yang

disebut asidosis metabolic. Suasana asam pada jaringan tersebut menyebabkan arteriola tidak

mampu mempertahankan tonusnya lagi sehingga berelaksasi, pada saat yang sama venula

tonusnya menetap. Akibatnya darah dapat mengalir masuk ke dalam kapiler tetapi tertahan

keluar oleh tonus venula yang menetap, sehingga darah akan tertimbun dalam kapiler, terjadi

“Congested Capillares” akibatnya tekanan hidrostatik dalam kapiler meninggi sehingga cairan

berbalik keluar dari ruang intravascular. Jika proses stagnansi ini berlangsung terus, dinding

kapiler akan hilang integritasnya menyebabkan darah dan plasma dapat keluar ke dalam

jaringan yang menyebabkan komplikasi yaitu “irreversible shock”.

Setelah dilakukan perawatan di ruang ICU selama dua hari, pasien mengalami

perbaikan klinis. Tetapi perdarahan pervaginam masih terjadi, tekanan darah 100/60, nadi 100

kali/menit, pernapasan 28 kali/menit, suhu 37,20C dan hasil laboratorium menunjukkan angka

hemoglobin menjadi 10,3 g/dl, pasien kemudian dipindahkan ke ruang perawatan nifas untuk

dilakukan kuretase.

9

Page 10: Refleksi Kasus Pneumotoraks

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, A.C., Hall, J.E., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC Jakarta. 2007.

2. Ramzi, S, Cotran, Vinay, Kumar, Stanley, L. Robbins Basic Pathology 7 th. Elsevier

Inc New York. 2007.

3. Staff Pengajar FKUGM, Panduan Belajar Anestesiologi dan Reanimasi. FKUGM.

2014.

4. Sudoyo, Aru., Setiyohadi, Bambang., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed V. FK

UI. 2009.

5. Wirjoatmodjo, Karjadi, Aneestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk pendidikan

kedokteran. Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan Perguruan Tinggi Departemen

Pendidikan Nasional.2000.

10