referat kulit
DESCRIPTION
KULITTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai organ paling luar tubuh, kulit langsung terpapar dengan lingkungan
pro oksidatif seperti radiasi ultra violet, obat –obatan, polusi udara, asap rokok,
radiasi, alkohol dan paparan zat tertentu.1
Radikal bebas di kenal juga sebagai spesies oksigen reaktif yang di bentuk
apabila molekul oksigen mempunyai 1 elektron yang tidak berpasangan di orbit
luarnya. Spesies oksigen reaktif ini berperan dalam proses penuaan kulit dan
terlibat dalam proses photoaging, karsinogenesis dan inflamasi.1,2,3
Radikal bebas berasal dari dalam (endogen) maupun luar tubuh (eksogen).
Reactive Oxygen Species (ROS), radikal bebas endogen, terbentuk saat proses
metabolisme aerobik dan reaksi sekunder transisi logam seperti copper dan besi;
sedangkan radikal bebas eksogen dapat berasal dari asap rokok, polusi, sinar
ultraviolet, radiasi pengion, dan lain lain.2,3,4,5
Kerusakan akibat pajanan radikal bebas diminimalkan dengan antioksidan.
Di dalam tubuh, sistem pertahanan antioksidan bekerja meminimalkan dampak
pajanan radikal bebas endogen dan eksogen berlebih. Pada kondisi stres fisik,
infeksi, pajanan radikal bebas yang berlebih menyebabkan kapasitas antioksidan
menjadi tidak memadai untuk mencegah radikal bebas. Kapasitas antioksidan
tubuh juga semakin menurun sejalan dengan pertambahan usia.1,2,3,4,5
Mekanisme kerusakan yang disebabkan oleh oksidan cukup kompleks dengan
melalui reaksi berantai hingga terjadi stres oksidatif. Stres oksidatif adalah
gangguan pada status equilibrium dari sistem pro oksidan dan antioksidan pada
sel yang intak. Kulit secara alamiah menggunakan antioksidan untuk melindungi
dari efek kerusakan sinar matahari.1,6,7,8
Sistim perlindungan ini terdiri atas antioksidan endogen yaitu enzim – enzim
dan berbagai senyawa yang disintesis oleh tubuh dan antioksidan eksogen yang di
peroleh dari bahan makanan yang tergolong senyawa fitofarmaka seperti buah dan
sayuran. Antioksidan bekerja melindungi kulit baik intra seluler maupun ekstra
seluler.
1
Untuk mencegah stres oksidatif oleh oksidan tersebut perlu ditambahkan
antioksidan dalam diet maupun langsung digunakan pada kulit secara topikal.(9)
Banyak antioksidan eksogen yang digunakan untuk meredam efek buruk radikal
bebas yang tergolong vitamin seperti vitamin C dan vitamin E, beta karoten atau
yang lain seperti ubikuinon dan glutation, isoflavonoid, silimerin, tea polifenol,
dll.1,2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul (kumpulan atom) yang
memiliki elektron yang tidak berpasangan (unpaired electron). Radikal
bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan menarik
elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh
karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada pada molekul lain.
Radikal bebas akan mencari dan mengambil elektron dari komponen
seperti DNA, sitoskeleton, protein seluler, dan membrane sel, yang
menyebabkan kerusakan sel. Akibat radikal bebas, dapat berpengaruh
terhadap jalur homeostatis untuk proliferasi, diferensiasi, penuaan, dan
kematian sel.1,2,3
Terdapat 2 jenis radikal bebas yaitu: Reactive Oxygen Species (ROS)
dan Reactive Nitrogen Species (RNS). Yang termasuk ROS adalah anion
superoksida (O2), peroksida, radikal hidroksil (OH), ion hidroksil, dan
singlet oksigen (1O2). Nitrat oksida (NO) dan peroxynitrite (ONOO-)
adalah RNS utama dalam sistem biologi.2,3,4,5
Radikal bebas diproduksi secara endogen dan diperoleh pula secara
eksogen. Secara endogen, radikal bebas diproduksi oleh mitokondria,
membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel. Secara
eksogen, radikal bebas berasal dari asap rokok, polutan, radiasi ultraviolet,
obat-obatan, dan pestisida. Reactive Oxygen Species (ROS) dapat
terbentuk secara endogen atau fisiologis sebagai produk metabolisme
normal dan peroksidasi lipid misalnya ketika leukosit memfagosit mikro
organisme dan membentuk radikal super oksida yang kemudian di rubah
menjadi H2O2 oleh enzim mieloperoksidase sehingga terjadi degradasi
bakteri secara oksidasi dan auto oksidasi spontan pada membran sel. Sifat
toksik ROS dapat menyebabkan kerusakan DNA, RNA, protein dan
membran sel.1,2,3,6,7,8
3
Pada kulit yang sehat, hampir semua jenis sel kulit menghasilkan
Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS).
Adanya faktor eksogen dan endogen yang menganggu fungsi sawar kulit
menimbulkan ketidak seimbangan antara faktor pro oksidan dan
antioksidan yang akan menyebabkan cedera oksidatif. Berbagai penelitian
membuktikan bahwa stres oksidatif merupakan salah satu faktor utama
yang berperan pada patologi kulit secara umum dan patogenesis berbagai
penyakit kulit.3
Molekul radikal bebas ini bersifat sangat reaktif, dapat menimbulkan
perubahan kimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup. Terhadap
protein, radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya fragmentasi dan
cross linking sehingga mempercepat terjadinya proteolisis. Terhadap lipid
menyebabkan peroksidasi yang dapat mencetuskan proses otokatalitik dan
membran yang mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi rentan
terhadap oksidasi. Terhadap karbohidrat, radikal bebas dapat mengikat
komponen karbohidrat membran plasma secara kovalen, sehingga fungsi
dan struktur reseptor menjadi berubah. Jika radikal bebas terbentuk dekat
DNA, perubahan struktur dapat menyebabkan mutasi dan
sitotoksisitas.1,2,3,5
Stres oksidatif kronis merupakan penyebab dari banyak penyakit
manusia baik akut maupun misalnya obesitas, penyakit jantung, kanker,
cedera paru akut, degenerasi retina, penyakit Alzheimer, penyakit
Parkinson dan multiple sclerosis. Stress oksidatif juga berperan dalam
berbagai gangguan dermatologis seperti penuaan kulit misalnya, elastosis
surya, kerutan, tekstur kasar, telangiectasia dan pigmentasi, psoriasis,
dermatitis kontak alergi, dermatitis atopik, vitiligo, jerawat vulgaris,
pemfigus vulgaris (PV), lichen planus, alopecia areata, dan melanoma.2,8
4
B. Antioksidan
Antioksidan adalah molekul-molekul yang mampu menghambat
oksidasi molekul lain. Berfungsi untuk memelihara homeostatis dengan
menetralisir radikal bebas yang dapat enyebabkan kerusakan sel. Oksidasi
adalah proses di mana ada kehilangan elektron atau peningkatan oksidasi
oleh molekul, atom atau ion. Antioksidan yang biasa digunakan dalam
dermatologi diklasifikasikan menjadi antioksidan endogen dan antioksidan
eksogen.1,2,3,4,5,6
Tabel 1.1 Klasifikasi Antioksidan2
Berdasarkan cara kerjanya, antioksidan dibedakan menjadi dua
golongan:
1. Antioksidan pencegah (preventive anti oxidant).
Contoh : Enzim super oksida dismutase (SOD), katalase, glutation
peroksidase, glutation, sistein.
2. Antioksidan pemutus reaksi rantai (chain breaking anti oxidants).
Contoh : Vitamin C, vitamin E, glutation dan sistein.
Beberapa antioksidan yang terdapat pada lapisan kulit:2,5,8
1. Edermis: vitamin E, katalase, superoksida dismutase, glutation
peroksida.
2. Ruang ekstraselular dari epidermis dan dermis kulit: asam askorbat,
asam urat, dan glutation.
5
3. Lapisan tanduk: glutation, vitamin C, asam urat, αtochopherol,
squalene, dan koenzim Q10 yang didistibusikan dalam gradien dengan
konsentrasi tertinggi pada lapisan tanduk terdalam.
Antioksidan bekerja melindungi sel dan jaringan dengan cara:1,2,3
1. Memusnahkan (scavenge) ROS secara enzimatik atau dengan reaksi
kimia langsung.
2. Mengurangi pembentukan ROS.
3. Mengikat ion logam.
4. Memperbaiki kerusakan sel sasaran secara biomolekul.
Gambar 2.1 Antioksidan dalam Lapisan Kulit3
C. Peranan Antioksidan dalam Dermatologi
Banyak antioksidan memiliki kemampuan untuk mencegah atau
mengobati tanda-tanda klinis dari photoaging kulit, yang berhubungan
dengan stres oksidatif dan penampilan ROS. Pencegahan sekunder dan
pengobatan secara kronologis dan kulit menua melibatkan aplikasi dari
produk kosmetik yang berbeda mengandung berbagai zat aktif kosmetik
dengan aktivitas antioksidan.2,3 Antioksidan yang dominan dalam kosmetik
topikal merupakan antioksidan non-enzimatik, seperti vitamin E dan
turunannya, vitamin C dan turunannya, koenzim Q10 dan senyawa fenolik,
serta berbagai kombinasi dan aktivitas antioksidan dapat mengurangi efek
berbahaya dari radikal bebas dan memberikan kontribusi pada pencegahan
dan pengobatan photoaging kulit.2,3,5,6
6
Pada kulit, pemberian antioksidan oral dapat mengurangi stress
oksidatif tetapi pemberian antioksidan topikal juga mampu mencegah
kerusakan kulit yang disebabkan oleh stress oksidatif. Meskipun anti
oksidan juga dapat diberikan melalui diet tetapi adanya pengaruh absorbsi,
kelarutan dan perjalanan obat sehingga yang sampai ke kulit hanya dalam
jumlah terbatas. Pemakaian langsung pada kulit akan menambah
perlindungan terhadap paparan pro oksidatif.1,2
L- asam askorbat yang merupakan antioksidan fase air utama,
glutation melindungi kompartemen intra seluler dan vitamin E dan
ubiquinol melindungi membran. Pada basis molar L- asam askorbat adalah
antioksidan utama pada kulit, konsentrasinya adalah 15 kali lipat lebih
besar dari glutation, 200 kali lipat lebih besar dari vitamin E dan 1000 kali
lipat lebih besar dari pada ubiquinol. Konsentrasi antioksidan lebih besar
pada epidermis dari dermis; 6 kali lipat L- asam askorbat dan glutation, 2
kali lipat vitamin E dan ubiquinol.1,2,3
Pada kulit orang tua dan penuaan kulit, tingkat α- tokoferol dan L-
asam askorbat berkurang secara bermakna, 60%-70%. Sinar UV
menyebabkan berkurangnya antioksidan, di mana yang paling fotosensitif
adalah ubiquinol dan vitamin E, sedangkan L- asam askorbat relatif lebih
tahan. Antioksidan bekerja bersama-sama di dalam kulit, sesudah proses
oksidasi, antioksidan ubiquinol dan vitamin E yang bersifat lipofilik
diperbaharui oleh L-asam askorbat.1,2,3,7,8
1. Vitamin E (α- tokoferol) sebagai Antioksidan
Vitamin E adalah antioksidan non-enzimatik lipofilik yang terletak
pada membran sel dan organel sel. Vitamin E (α- tokoferol) banyak
terdapat dalam stratum corneum. Vitamin E (α- tokoferol) penting
untuk melindungi struktur lipid dan melindungi protein stratum
korneum dari oksidasi. Sifat lipofilik alamiah vitamin E (α-
tokoferol) menyebabkan ia mudah di aplikasikan dan di serap oleh
kulit.1,2,3,5,8 Banyak data menunjukkan bahwa fungsi antioksidan
7
vitamin E terkait dengan banyak sistem antioksidan enzimatik dan
non-enzimatik.2
Vitamin E (α- tokoferol) mempunyai fungsi utama mencegah
peroksidasi lipid. Bila radikal bebas oksigen/ ROS merusak membran
lipid maka akan terbentuk radikal peroksil. Tokoferol dan tokotrienol
akan memusnahkan radikal tersebut. Bila α- tokoferol teroksidasi
maka akan di bentuk kembali oleh L– asam askorbat tanpa
membentuk struktur membran yang baru.1,2,3,5,6
Pemakaian topikal α- tokoferol akan mengurangi pembentukan sel
sunburn, mengurangi kerusakan kulit karena UVB dan menghambat
foto karsinogenesis dengan menghambat pembentukan dimmers
siklopirimidin pada gen P53 epidermis dan menghambat
melanogenesis.1,3 Literatur menjelaskan bahwa vitamin E asetat
melindungi kulit dari efek sinar UV, memberikan efek anti inflamasi,
melembabkan dan menenangkan kulit, mencegah munculnya keriput
baru.2
Dalam produk kosmetik, direkomendasikan bahwa vitamin E asetat
harus digunakan pada konsentrasi 1-10%, meskipun hasil penulis lain
telah menunjukkan bahwa efek terbaik di kulit dicapai dengan
konsentrasi 5% Contoh produk kosmetik yang mengandung vitamin
E : Soft E care, Youthfull Cr, natur E lotion, Skin Ceutical E.
2. Vitamin C (L- Asam Askorbat) sebagai Antioksidan
Vitamin C adalah suatu α- ketolatone yang terdiri dari anion
hidroksil monovalen hidrofilik. Bila 2 elektron ditambahkan pada
pada asam askorbat maka akan terbentuk dehydro- L- ascorbic acid
(DHAA).1,3,8 Vitamin C (L- asam askorbat) merupakan vitamin
hidrofilik yang penting dalam mencegah dan melindungi kulit dari
stres oksidatif, bersifat hidrofilik, menetralisir radikal bebas dan
melindungi struktur intraseluler terhadap stres oksidatif. Karena
potensi reduktan yang tinggi, maka asam askorbat dapat berfungsi
sebagai antioksidan dengan cara menetralisir spesies oksigen
8
reaktif.1,2,3,6 Hal ini penting dalam dermatologi, karena banyak studi
menunjukkan manfaat yang signifikan dari penggunaan vitamin C.2,6
Vitamin C oral dihubungkan dengan penurunan resiko kanker,
penyakit kardiovaskuler, katarak, penyembuhan luka dan modulasi
imunitas. Sedangkan vitamin C topikal digunakan untuk mencegah
kerusakan karena radiasi ultra violet, terapi melasma, strie alba dan
eritem postoperatif laser. Di samping itu vitamin C dapat
mengaktifkan antioksidan lain seperti vitamin E melalui pengaktifan
kembali α- tokoferol dari radikal tokoferol. Meski L- asam askorbat
(vitamin C) tidak dapat memusnahkan radikal lipofilik secara
langsung, asam askorbat dapat bekerja secara sinergis dengan vitamin
E untuk menghancurkan radikal perosil lemak.1,2,3
L-asam askorbat juga penting untuk sintesis kolagen, yang
merupakan kofaktor untuk enzim prolil dan lisil hidrosilase yang
berguna untuk kestabilan dan reaksi silang inter molekuler di samping
sebagai regulasi transkripsi kolagen tersebut. Asam askorbat juga
dapat meningkatkan laju transkripsi gen prokolagen dan menstabilkan
mRNA prokolagen.1,2,3,6,7,8
Dalam formulasi kosmetik, sodium ascorbil phosphate sering
digunakan dalam berbagai konsentrasi sebagai perlindungan terhadap
matahari 0,2 - 2%, dan untuk pemutihan pigmentasi kulit pada 3-5%.
Kombinasi vitamin C dan E memberikan perlindungan yang sangat
baik terhadap radiasi UVB. Namun, itu menunjukkan bahwa vitamin
C memberikan perlindungan yang lebih baik daripada vitamin E
terhadap efek fototoksik dari sinar UVA pada kulit. 2,3,8
Vitamin C dapat ditemukan pada hampir semua tumbuh–tumbuhan
dan hewan. Manusia adalah pengecualian karena tidak mempunyai
enzim L- gulono-λ -laktonoksidase akibat adanya mutasi fungsi.
Manusia harus mendapatkan L-asam askorbat melalui nutrisi untuk
memenuhi kebutuhan.
9
Contoh produk yang mengandung L-asam askorbat : Skin Ceutical
topical vitamin C, Obagi C, Cellex-C, Youthfull cream, Soft C care.
3. Vitamin A
Karotenoid (provitamin A) yang mikronutrien diperoleh dalam
sayuran dan buah-buahan, lebih dari 600 karotenoid termasuk α-
acrotene, beta karoten, crocetin, canthaxanthin, dan fucoxanthin.
Dalam hal ini, beta karoten lebih banyak digunakan sebagai pro
vitamin untuk antioksidan, antimutagenik, dan antineoplastik.2,3,8
Retinoid topical tetap menjadi andalan untuk mengobati
photoaging karena terbukti pada hasil klinis dan histologis. Penerapan
retinoid secara klinis dan biokimia tidak hanya memperbaiki kulit
menua, tetapi juga mencegah photoaging. Peningkatan retinoid
sebagai photoaging dikaitkan dengan peningkatan sintesis kolagen I,
peningkatan serat kolagen, dan peningkatan jumlah elastisitas
kolagen. 2,8
4. Koenzim Q10 (ubiquinone)
Koenzim Q10 adalah antioksidan yang baik dalam membran
subselular. CoQ10 memberikan perlindungan terhadap degradasi
kolagen UVA. Bersama dengan tokoferol, menghambat produksi dan
ekspresi fibroblast kolagenase.2,5,8
Konsentrasi CoQ10 dalam kulit cukup rendah, dan diatur
sedemikian rupa sehingga tingkat CoQ10 adalah sepuluh kali lebih
tinggi di epidermis daripada di dermis. CoQ10 diserap setelah aplikasi
topikal. Aktivitas antioksidan dari CoQ10 telah dikonfirmasikan
dalam banyak studi. Pemberian topikal 0,3% CoQ10, selama satu
minggu dua kali sehari pada kulit yang sebelumnya terkena radiasi
UVA yang menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan dari kulit,
terjadi peningkatan yang signifikan dalam aktivitas antioksidan.2
CoQ10, sebagai antioksidan yang sangat efektif dalam perlindungan
terhadap kulit, photoaging dan penuaan kulit.2
10
Table 2.2 Peranan Antioksidan dalam Dermatologi2
11
BAB III
KESIMPULAN
1. Radikal bebas oksigen/ ROS sangat berbahaya terhadap kehidupan sistim
biologis dengan merusak molekul biologis seperti DNA, membran lipid,
struktur kolagen, dan juga berperan dalam proses penuaan maupun kanker
kulit.
2. Antioksidan oral dan topikal memiliki peranan dalam memperbaiki
kerusakan kulit akibat radikal bebas.
3. Peranan antioksidan dalam dermatologi diantaranya: melindungi kulit dari
efek sinar UV, memberikan efek anti inflamasi, melembabkan kulit,
mencegah munculnya keriput, photoaging, dan mencegah kanker kulit.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitra, D. Sri LK. Zainal, H. 2006. Penggunaan Vitamin E dan Vitamin C
Topikal dalam Bidang Kosmetik. Majalah Kedokteran Andalas, Volume
Desember.
2. Varadraj, VP. Pankaj, S. Naveen, NK. 2014. Antioxidants in Dermatology.
Indian Dermatology Online Journal. Vol. V Issue. 2. Diunduh dari:
htpp://www.idoj.in on Sunday, September 27, 1015, IP: 103.47.103.14
3. Hassan, MAR. 2001. The Role of Antioxidants in Dermatology. The Gulf
Journal of Dermatology. Vol. VIII No. 2. Diunduh dari:
http://www.gulfdermajournal.com/pdf/2001-10/1.pdf
4. Harvian, SD. 2012. Peranan Antioksidan Endogen dan Eksogen terhadap
Kesehatan. Cermin Dunia Kedokteran. Vol. XXXIX No. 10. Diunduh dari:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/27_198Info%20produk-Peranan
%20Antioksidan%20Endogen%20dan%20Eksogen%20terhadap
%20Kesehatan.pdf
5. Dragana, S. Dusica, P. Ivana, A. 2014. Riview article: Oxidative Stress,
Skin Aging and Antioxidant Therapy. Acta Facultatis Medicae Naissensis.
Vo. XXXI No. 4. Diunduh dari: http://www.medfak.ni.ac.rs/Acta
%20facultatis/2014/4-2014/1.pdf
6. Pumori, ST. 2013. Vitamin C in Dermatology. Indian Dermatology Online
Journal. Vol. IV Issue. 2. Diunduh dari:
http://www.idoj.in/temp/IndianDermatolOnlineJ42143-
1502733_041027.pdf
7. Komang, AW. 2011. Asthaxanthin Memberikan Efek Proteksi Terhadap
Photoaging. Damanius Journal of Medicine. Vol. X No. 3. Diunduh dari:
http://ojs.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/272/224.
8. Ruza, P. Borut, P. dkk. 2013. Review Article: Skin Photoaging and the
Role of Antioxidants in Its Prevention. Hidawary Publishing Corporation
ISRN Dermatology. Diunduh dari:
http://downloads.hindawi.com/journals/isrn/2013/930164.pdf.
13