referat kulit guruh
TRANSCRIPT
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
1/23
BAB I
PENDAHULUAN
Morbus Hansen atau biasa disebut sebagai kusta atau lepra adalah
penyakit in feksi kronis yg disebabkan oleh Mycobacter ium leprae,
pertama kali menyerang saraf tepi, sete lah itu menyerang kuli t dan
organ-organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat. Penyakit ini tersebar
di seluruh dunia, terbanyak di daerah tropik dan subtropik (Djuanda,
2007).
Mycobacter ium Leprae ditemukan pertama kali oleh Armaeur
Hansen di Norwegia pada tahun 1873 dan memiliki sifat basil tahan
asam dan tahan alkohol, obligat intraseluler, dapat diisolasi dan
diinokulasi, tetapi tidak dapat dibiakkan, membelah diri antara 12-21
hari, masa inkubasi rata-rata 3-5 tahun (Asing, 2010).
Penyakit kusta tersebar diseluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda-
beda. Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985, 98 negara telah
mencapai eliminasi kusta yaitu prevalensi rate < 1/10.000 penduduk. Pada tahun
1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu resolusi yaitu eliminasi
kusta tahun 2000. Pada 1999, insidensi penyakit kusta di dunia diperkirakan
640.000 dan 108 kasus terjadi di Amerika Serikat. Pada 2000, Word Health
Organisation membuat daftar 91 negara yang endemik kusta. 70% kasus dunia
terdapat di India, Myanmar, dan Nepal (Depkes RI, 2005).
Di Indonesia, jumlah penderita kusta dengan frekuensi tertinggi di provinsi
Jawa Timur yaitu mencapai 4 per 10.000 penduduk.selanjutnya provinsi Jawa
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
2/23
Barat mencapai 3 per 10.000 penduduk dan provinsi Sulawesi Selatan yaitu 2 per
10.000 penduduk (Depkes RI, 2002).
Pada tahun 2000 Indonesia menempati urutan ke tiga setelah India dan
Brazil dalam hal penyumbang jumlah penderita kusta di dunia. Walaupun ada
penurunan yang cukup drastis dari jumlah kasus terdaftar, namun sesungguhnya
jumlah penemuan kasus baru tidak berkurang sama sekali. Oleh karena itu, selain
angka prevalensi rate, angka penemuan kasus baru juga merupakan indikator yang
harus diperhatikan (Depkes RI, 2005).
Pada pertengahan tahun 2000, Indonesia telah mencapai eliminasi sesuai
target WHO. Pada tahun 2003, distribusi kusta menurut waktu yaitu Penderita
terdaftar di Indonesia pada akhir tahun Desember 2003 sebanyak 18.312 penderita
yang terdiri dari 2.814 PB dan 15.498 MB dengan prevalens rate 0,86 per 10.000
penduduk terdapat di 10 provinsi, yaitu : Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan,
Papua, NAD, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara
Timur (Depkes RI, 2005).
Insiden dapat terjadi pada semua umur, tapi jarang ditemukan
pada bayi , laki- laki lebih banyak dibandin g wani ta .
Penularan Mycobacterium Leprae belum diketahui dengan jelas, tetapi
diduga menular melalui saluran pernapasan (droplet infection), kontak
langsung dan berlangsung lama. Faktor- faktor yang mempengaruhi
penularan penyakit morbus hansen adalah umur , jenis kelamin, ras ,
genetik, iklim, lingkungan/sosial ekonomi (Asing, 2010).
Klasifikasi untuk kepentingan program kusta berdasarkan WHO
adalah Morbus Hansen Pausibasiler (MH PB) dan Morbus Hansen
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
3/23
Multibasiler (MH MB). Yang termasuk dalam multibasilar adalah tipe
dengan indeks bakteri (IB) lebih dari 2+ sedangkan pausibasilar adalah
tipe dengan IB kurang dari 2+. Untuk kepentingan pengobatan telah
terjadi perubahan. Yang dimaksud dengan kusta pausibasiler adalah
kusta dengan Basil Tahan Asam (BTA) negatif pada pemeriksaan
kerokan kulit, sedangkan apabila BTA positif maka akan dimasukan
dalam kusta multibasiler. Gejala klinis yang khas (tanda Kardinal), yaitu
: bercak kulit yang mati rasa, penebalan saraf tepi, dan ditemukannya
kuman batang tahan asam (Rea,2003).
Referat ini membahas tentang definisi, etiologi, epidemiologi,
pa tofi siologi, manifes tasi kl in is dan pena ta laksanaan penyakit Morbus
Hansen Multibasiler.
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
4/23
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa
pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah
tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif,
menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata (Daili,
1998).
Sedangkan Morbus Hansen tipe Multi Bacillary atau disebut juga kusta
basah adalah bilamana bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata
diseluruh kulit badan, terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak, bercak
pada kulit lebih dari 5 tempat, kerusakan banyak saraf tepi dan hasil pemeriksaan
bakteriologi positif (+). Tipe seperti ini sangat mudah menular (Hasibuan, 1990).
2.2 Epidemiologi
Konon, kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah
dikenal oleh peradaban Tiongkok kuno , Mesir kuno , dan India .
Pada 1995 , Organisas i Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan
terdapat dua hingga t iga juta j iwa yang cacat permanen karena
kusta. Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan
masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidaketis , beberapa kelompok
http://id.wikipedia.org/wiki/Tiongkok_kunahttp://id.wikipedia.org/wiki/Mesir_kunohttp://id.wikipedia.org/wiki/Indiahttp://id.wikipedia.org/wiki/1995http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Kesehatan_Duniahttp://id.wikipedia.org/wiki/Etikahttp://id.wikipedia.org/wiki/Tiongkok_kunahttp://id.wikipedia.org/wiki/Mesir_kunohttp://id.wikipedia.org/wiki/Indiahttp://id.wikipedia.org/wiki/1995http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_Kesehatan_Duniahttp://id.wikipedia.org/wiki/Etika -
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
5/23
penderita masih dapat di temukan di berbagai belahan dunia,
seperti India dan Vietnam .
Pengobatan yang efektif terhadap penyakit kusta ditemukan pada
akir1940-an dengan diperkenalkannya dapson dan der ivatnya .
Bagaimanapun juga, bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi
kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga
ditemukannya pengobatan multiobat pada awal 1980-an dan penyakit ini
pun mampu ditangani kembal i. Di Indonesia diketahui 22.175 orang
menderi ta lepra. Indonesia merupakan negara ket iga terbanyak
penderitanya setelah India dan Bras il dengan prevalensi 1,7 per 10.000
penduduk (Depkes RI,2 005) .
2.3 Etiologi
Penyebab kusta adalah kuman mycobacterium leprae. Dimana
microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang,
dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium,
berukuran panjang 1 8 micro, lebar 0,2 0,5 micro biasanya berkelompok dan
ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA) atau
gram positif,tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap
dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai
basil tahan asam. Selain banyak membentuksafrifit, terdapat juga golongan
organisme patogen (misalnya Mycrobacterium tuberculosis, Mycrobakterium
leprae) yang menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis
granuloma infeksion. Mycobacterium leprae belum dapat dikultur pada
http://id.wikipedia.org/wiki/Indiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Vietnamhttp://id.wikipedia.org/wiki/1940-anhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dapson&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/1980-anhttp://id.wikipedia.org/wiki/Indiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Vietnamhttp://id.wikipedia.org/wiki/1940-anhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dapson&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/1980-an -
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
6/23
laboratorium. Kuman Mycobacterium Leprae menular kepada manusia melalui
kontak langsung dengan penderita dan melalui pernapasan, kemudian kuman
membelah dalam jangka 14-21 hari dengan masa inkubasi rata-rata dua hingga lima
tahun. Setelah lima tahun, tandatanda seseorang menderita penyakit kusta mulai
muncul antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah, rasa kesemutan bagian
anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya (Melniek, 2001).
Gambar 1. Mycobacter ium Leprae
2.4Patofisiologi
Kuman masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan dan
kulit yang tidak intak atau tidak utuh. Sumber penularannya adalah
pender ita kusta yang banyak mengandung kuman (Tipe Multibasi ler)
yang belum diobati . Dan ada syaratnya yai tu Prolonged contact
dan intimate. Artinya bisa menular jika terdapat kontak yang lama dan
intim. Misal dalam satu anggota keluarga, pergaulan sehari-hari.
Sel Schwan merupakan sel target untuk pertumbuhan Mycobacterium
lepare, disamping itu sel Schwan berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit
fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalamsel
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
7/23
Schwan, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi
saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yangprogresif (Depkes RI, 2000).
2.5Patogenesis
Masuknya Mycobacter ium Leprae ke dalam tubuh akan
ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) dan melalui dua
signal yaitu signal pertama dan signal kedua. Signal pertama adalah
tergantung pada TCR-terkait antigen (TCR = T cell receptor) yang
dipresentasikan oleh molekul MHC pada permukaan APC sedangkan
signal kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan
dari molekul kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan sel T
melalui CD28. Adanya kedua signal ini akan mengaktivasi To sehingga
To akan berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Adanya TNF dan IL 12
akan membantu differensiasi To menjadi Th1.Th 1 akan
menghasilkan IL 2 dan IFN yang akan meningkatkan
fagositosis makrofag (fenolat glikolipid I yang merupakan lemak dari
Mycobacter ium leprae akan berikatan dengan C3 melalui reseptor
CR1,CR3,CR4 pada permukaannya lalu akan difagositosis) dan
prol if eras i sel B. Selain itu , IL 2 juga akan mengaktif kan CTL la lu
CD8+. Di dalam fagosit, fenolat glikolipid I akan melindungi bakteri
dari penghancuran oksidatif oleh anion superoksida dan radikal
hidroksil yang dapat menghancurkan secara kimiawi. Karena gagal
membunuh antigen maka s itokin dan growth factors akan terus
dihasilkan dan akan merusak jaringan akibatnya makrofag akan terus
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
8/23
diaktifkan dan lama kelamaan sitoplasma dan organella dari makrofag
akan membesar, sekarang makrofag seudah disebut dengan sel epiteloid
dan penyatuan sel epitelioid ini akan membentuk granuloma. Th2 akan
menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13. IL 5 akan mengaktifasi
dari eosinofil. IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag. IL 4
akan mengaktifasi sel B untuk menghasilkan IgG4 dan IgE. IL 4 , IL10,
dan IL 13 akan mengaktifasi sel mast.Signal I tanpa adanya signal
II akan menginduksi adanya sel T anergi dan tidak
teraktivasinya APC secara lengkap akan menyebabkan respon ke
arah Th2. Pada Tuberkoloid Leprosy, kita akan melihat bahwa Th 1
akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th2 sedangkan pada
Lepromatous leprosy, Th2 akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th1.
APC pada kulit adalah sel dendritik dimana sel ini berasal dari sum
sum tulang dan melalui darah didistribusikan ke jaringan non limfoid.
Sel dendritik merupakan APC yang paling efektif karena letaknya yang
strategis yaitu di tempat tempat mikroba dan antigen asing masuk
tubuh serta organ organ yang mungkin dikolonisas i mikroba.
Seldenritik dalam hal untuk bekerja harus terlebih dulu diaktifkan dari
IDC menjadi DC. IDC akan diaktifkan oleh adanya peptida dari MHC
pada permukaan sel, sela in itu dengan adanya molekul kost imulator
CD86/B72, CD80/B7.1, CD38 dan CD40. Setelah DC matang, DC
akan pindah dari jaringan yang inflamasi ke sirkulasi limfatik
karena adanya ekspresi dari CCR7 (reseptor kemokin satu satunya
yang diekspresikan oleh DC matang). M. Leprae mengaktivasi DC
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
9/23
melalui TLR 2 TLR 1 heterodimer dan diasumsikan melalui
triacylated lipoprotein seperti 19 kda lipoprotein. TLR 2
polimorf isme dikaitkan dengan meningkatnya keren tanan terh adap
leprosy (Ridley,1966).
2.6 Tanda dan Gejala
Manisfestasi klinis Morbus Hansen biasanya menunjukkan
gambaran yang jelas pada stadium yang lanjut dan diagnosis cukup
ditegakkan dengan pemeriksaan fisik saja. Gejala dan keluhan penyakit
bergantung pada: multipl ikasi dan diseminasi kuman Mycobacter ium
Leprae, respons imun penderita terhadap kuman Mycobacterium Leprae,
komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer. Manifestasi
klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit,
saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat
dikelompokkan lagi menjadi 'kusta tuberku lo id ( Inggr is:
paucibacil la ry), kusta lepromatosa (penyaki t Hansen multibasi ler), atau
kusta multibasiler (borderline leprosy). Kusta multibasiler, dengan
tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang sering ditemukan
(WHO,1988).
Pada pemeriksaan fisik sesuai dengan teori Morbus Hansen tipe
multibasiler lesi kulit dapat berupa makula, plak, papul, infiltrat atau
nodus dengan permukaan halus mengkilat, jumlah lesi > 5, hilangnya
sensasi kurang jelas, dan pada pemeriksaan saraf ditemukan penebalan
saraf tepi. Penilaian untuk tanda-tanda phisik terdapat pada 3 area
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
10/23
umum: lesi kutaneus, neuropathi, dan mata. Untuk lesi kutaneus,
menilai jumlah dan distribusi lesi pada kulit. Makula
hipopigmentasi dengan tepian yang menonjol sering merupakan lesi
kutaneus yang pertama kali muncul. Sering juga berupa plak.
Lesi mungkin atau tidak mungkin menjadi hipoesthetik. Lesi pada
pantat sering sebagai indikasi ti pe borderl ine. Berkenaan dengan
neuropathi, menilai untuk area yang hypoesthesia (sentuhan ringan,
pinprick, suhu dan anhidros is) , terutama cabang saraf peri fer
dan saraf kutaneus. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf
tibia posterior. Saraf lainnya yang pada umumnya mengalami
kerusakan adalah ulna, median, poplitea lateral, dan saraf facial.
Disamping kehilangan sensoris, pasien dapat juga mengalami kelemahan
dan kehilangan gerak (Sridharan, 2007).
Tanda-tanda umum dari neuropathy lepra adalah neuropathy
sensoris jauh lebih umum dibandingkan neuropathy motorik, tapi
neuropathy motorik murni dapat juga muncul. Mononeuropathy dan
multiplex mononeuritis dapat timbul, dengan saraf ulna dan peroneal
yang lebih sering terlibat. Neuropathy perifer simetris dapat juga timbul.
Gejala dari neuropathy lepra biasanya termasuk anesthesia, tidak nyeri,
pa tch kuli t yang tidak gatal , pasien dengan les i kuli t yang menutupi
cabang saraf perifer mempunyai resiko tinggi untuk
berkembangnya kerusakan motoris dan sensor is . Deformitas yang
disebabkan kelemahan dari otot-otot yang diinervasi oleh saraf
perif er yang terpengaruh. Geja la sensoris yang berkurang untuk
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
11/23
melengkapi hilangnya sensasi, paresthesia dalam distribusi saraf-saraf
yang terpengaruh, nyeri neuralgia saat saraf memendek atau
diregangkan (Sridharan, 2007).
Kerusakan mata pada kusta dapat primer dan sekunder. Primer
mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat
mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan oleh
rusaknya N.fasialis yang dapat membuat paralisis N.orbitkularis
pa lpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagofta lmus yang
selanjutnya, menyebabkan kerusakan bagian bagian mata lainnya.
Secara sendirian atau bersama sama akan menyebabkan kebutaan.
Kerusakan pada mata lebih sering terlihat dengan adanya lesi
fasial. Lagophthalmos (ketidakmampuan menutup mata), hasil
keterlibatan dari zigomatik dan cabang-cabang temporal dari saraf
fasial (nervus cranialis VII). Keterlibatan dari cabang ophthalmic dari
saraf trigeminal (nervus kranialis V) dapat menyebabkan reflek
kornea berkurang, mata kering, dan kurang berkedip (Lewis,2008).
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
12/23
Gambar 2 Penebalan cuping telinga penderita Morbus Hansen
Gambar 3 Kecacatan akibat Morbus Hansen
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
13/23
Gambar 4. Facies Leonina
Gambar 5. Lesi di kulit penderita Morbus Hansen
2.7 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan atas :
1. Anamnesa
2. Gambaran klinis
Lesi kulit pada tipe karakteristik lepra dengan penurunan atau
kehilangan sensasi (anestesi), penebalan saraf perifer. Ditemukan
Mycobacterium Lepra biasanya pada kulit, lesi kulit dapat bersifat
tunggal atau multiple yang biasanya dengan pigmentasi
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
14/23
3. Pada pemeriksaan laboratorium pengecatan ZN : ditemukan
bakter i tahan asam berwarna merah (globi). Kepadatan BTA tanpa
membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan
dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 1+ sampai 6+ menurut
Ridley.
1 + Bila 1 10 BTA dalam 100 LP
2+ Bila 1 10 BTA dalam 10 LP
3+ Bila 1 10 BTA rata rata dalam 1 LP
4+ Bila 11 100 BTA rata rata dalam 1 LP
5+ Bila 101 1000BTA rata rata dalam 1 LP
6+ Bila> 1000 BTA rata rata dalam 1 LP
4. Tes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra tapi
tidak untuk diagnosis. Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun
penderita terhadap Mycobacterium Leprae. O,1 ml lepromin dipersiapkan
dari ekstrak basil organisme, disuntikkan intradermal. Kemudian dibaca
setelah 48 jam/ 2hari ( reaksi Fernandez) atau 3 4 minggu ( reaksi
Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritema yang
menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. Leprae yaitu respon imun
tipe lambat ini seperti mantoux test ( PPD) pada tuberkolosis11.
Reaksi Mitsuda bernilai :
0 Papul berdiameter 3 mm atau kurang
1 + 1 Papul berdiameter 4 6 mm
2 + 2 Papul berdiameter 7 10 mm
3 + 3 Papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul dengan ulserasi
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
15/23
5. Respon imun seluler melawan Mycobacterium leprae juga dapat
dipelajari dengan lymphocyte transformation test dan lymphocyte migration
inhibition test (LMIT). Tes berdasar pada deteksi antibody Mycobacterium
lepra atau antigen.
6. Tes serologi, pemeriksaan serologi, didasarkan terbentuk antibodi
pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh Mycobacterium leprae.
Pemeriksaan serologiknya adalah MLPA (Mycobacterium Leprae Particle
Aglutination), uji ELISA dan ML dipstick. Pemeriksaan serologi utama
terdiri dari fluorescent antibody absorption test (FLA-ABS),
radioimmunoassay (RIA), ELISA, passive hemagglutination assay (PHA),
serum antibody competition test (SACT), dan particle agglutination assay
(PAA).
2.8 Diagnosis banding
Beberapa hal penting dalam menentukan diagnosa banding Morbus Hansen
tipe Multibasiler pada lesi kulit dapat berupa makula hiperpigmentosa,
plak, papul, nodul, hi langnya sensasi kurang jelas pada bercak, dan pada
pemeriksaan saraf di temukan penebalan saraf tepi . Makula hiperpigmentosa
: pitiriasis versikolor.
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
16/23
Plak : Psoriasis
Papul : Liken planus
Nodul : Neurofibroma
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
17/23
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Non Medikamentosa
Pengobatan profilaksis dengan dosis yang lebih rendah dari pada
dosis therapeutik. Vaksinasi dengan BCG yang juga mempunyai daya
prof ilaks is terh adap lepra . Menje laskan pada pasien bahwa penyakit ini
bisa disembuhkan, tetap i pengobatan akan berlangsung lama, an tara 12-
18 bulan, untuk itu pasien harus rajin mengambil obat di puskesmas dan
tidak boleh putus obat. Jika dalam masa pengobatan, tiba-tiba badan
pasien menjadi demam, nyeri di seluruh tubuh, disert ai bercak-bercak
kemerahan, maka harus segera mencari perto longan ke saranan
pelayanan kesehatan. Penyaki t ini mengganggu syaraf sehingga mungkin
akan terjadi kecacatan jika tidak ada tindakan pencegahan. Cuci tangan
dan kaki setiap sesudah bekerja dengan sabun, terutama yang banyak
mengandung pelembab, bukan detergen. Rendam jari kaki/tangan sekitar
20 menit dengan air dingin. Apabila kulit sudah lembut, gosok kaki
dengan busa agar kulit kering terkelupas. Untuk menambah kelembaban
dapat diolesin minyak (baby oil). Secara teratur periksa kaki, apakah ada
luka, kemerahan atau nyeri dan segera mencari pertolongan medis.
Proteksi jari tangan dan kaki, misalnya memakai sepatu, hindari berjalan
jauh atau menghindar i bersen tuhan dengan benda-benda tajam (Depkes
RI, 2005).
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
18/23
2.9.2 Medikamentosa
Tujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk
menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita,
mencegah timbulnya penyakit, untuk mencapai tujuan tersebut, srategi pokok yg
dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita. Dapson,
diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu mengahalangi atau
menghambat pertumbuhan bakteri. Dapson merupakan antagonis kompetitif
dari para-aminobezoic acid (PABA) dan mencegah penggunaan PABA untuk
sintesis folat oleh bakteri. Efek samping dari dapson adalah anemia hemolitik, skin
rash, anoreksia, nausea, muntah, sakit kepala, dan vertigo.
Lamprene atau Clofazimin, merupakan bakteriostatik dan dapat menekan reaksi
kusta. Clofazimin bekerja dengan menghambat siklus sel dan transpor
dari NA/K ATPase. Efek sampingnya adalah warna kulit bisa menjadi berwarna
ungu kehitaman, warna kulit akan kembali normal bila obat tersebut dihentikan,
diare, nyeri lambung. Rifampicin, bakteriosid yaitu membunuh kuman. Rifampicin
bekerja dengan cara menghambat DNA- dependent RNA polymerase pada sel
bakteri dengan berikatan pada subunit beta. Efek sampingnya adalah hepatotoksik,
dan nefrotoksik. Prednison, untuk penanganan dan pengobatan reaksi kusta.
Sulfas Ferrosus untuk penderita kusta dengan anemia berat. Vitamin A, untuk
penderita kusta dengan kekeringan kulit dan bersisik (ichtyosis). Regimen
pengobatan kusta disesuaikan dengan yang direkomendasikan oleh WHO/DEPKES
RI untuk klasifikasi Morbus Hansen tipe Multi Basiler (MB) dengan memakai
regimen pengobatan MDT= multi drug treatment. Kegunaan MDT untuk
mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengatasi
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
19/23
ketidakteraturan penderita dalam berobat, menurunkan angka putus obat
pada pemakaian monoterapi Dapson, dan dapat mengeliminasi persistensi
kuman kusta dalam jaringan. Lama pengobatan MDT 12 dosis ini bisa
diselesaikan selama 12-18 bulan. Setelah selesai minum 12 dosis obat ini,
dinyatakan RFT=Realease From Treatment yaitu berhenti minum obat. Masa
pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuk Morbus Hanses tipe MB
selama 5 tahun. Dosis MDT : Rifampicin 600 mg/ bulan, Lamprene 300
mg/bulan, ditambah dengan Lampren 50 mg/hari dan DDS 100 mg/hari
(Djuanda, 2007).
Gambar 6. Multi Drug Treatmen Morbus Hansen tipe MB
2.10 Komplikasi
Di dunia, lepra mungkin penyebab tersering kerusakan pada
organ tangan. Trauma dan infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan
hilangnya jari jemari ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering
terjadi kebutaan. Hilangnya hidung juga dapat terjadi.
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
20/23
2.11 Prognosis
Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan mejadi lebih
sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika
sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis menjadi kurang baik
(Siregar, 2005).
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
21/23
BAB III
KESIMPULAN
Morbus Hansen tipe MB adalah infeksi menahun yang ditandai
adanya kerusakan saraf per ifer , kul it , dan mata . Disebabkan
oleh Mycobacter ium Leprae yang bersifat intraseluler obligat, dan Basil
Tahan Asam (BTA) positif pada pemeriksaan kerokan kulit.
Kuman masuk ke dalam tubuh melalui salurang pernapasan dan
kulit yang tidak intak atau tidak utuh. Sumber penularannya adalah
penderita kusta yang banyak mengan dung kuman yang belum diobat i.
Untuk menetapkan diagnosis Morbus Hansen perlu dicari tanda-
tanda pokok, atau tanda cardinal diagnosis, yaitu:
1. Bercak kulit yang mati rasa
2. Penebalan saraf tepi
3. Ditemukan kuman tahan asam.
Pengobatan kusta disesuaikan dengan yang direkomendasikan oleh
WHO/DEPKES RI untuk klasifikasi Morbus Hansen tipe Multi Basiler (MB)
dengan memakai regimen pengobatan MDT= multi drug treatment. Kegunaan
MDT untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat,
mengatasi ketidakteraturan penderita dalam berobat, menurunkan angka
putus obat pada pemakaian monoterapi Dapson, dan dapat mengeliminasi
persistensi kuman kusta dalam jaringan. Dosis MDT : Rifampicin 600 mg/
bulan, Lamprene 300 mg/bulan , di tambah dengan Lampren 50 mg/hari
dan DDS 100 mg/hari . Setelah selesai minum 12 dosis obat ini, dinyatakan
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
22/23
berhenti minum obat. Masa pengamatan setelah berhenti minum obat dilakukan
secara pasif untuk Morbus Hanses tipe MB selama 5 tahun.
Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan mejadi lebih
sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika
sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis menjadi kurang baik.
-
7/31/2019 Referat Kulit Guruh
23/23
DAFTAR PUSTAKA
Asing I. Morbus Hansen (kusta/lepra). Askep gangguan muskuloskeletal.
2010
Daili, dkk. 1998. Kusta. UI PRES. Jakarta
Depkes RI, 2002b. Buku Panduan Pelaksanaan Program P2 Kusta Bagi Unit
Pelayanan Kesehata. Dit. Jen PPM & PL. Jakarta.
Depkes RI , 2002c. Buku Pedoman Pemberantasan Program P2 Kusta. Dit. Jen
PPM & PLP. Jakarta.
Depkes RI , 2005d. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Dit.
Jen P2 dan PL. Jakarta..
Djuanda, Adhi dkk. Kusta. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti
Aisah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007 ;
73- 88.
Hasibuan. T,W.A. Kadri. Epidemiologi Kusta dan Program Pemberantasan
Penyakit Kusta ; Berita Epidemiologi Buletin Epidemiological
Edisi Mei 1990, Ditjen. Jakarta.
Lewis Felisa S, Conologue T, Harrop E. Leprosy: mycobacterial infection. 2008.
Melniek, dkk. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Unair. Surabaya.
Rea TH, Modlin RL,Leprosy. In:Freedberg M, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, et al editors, Fitzpatricks
dermatology in general medicine, 6th edition. New york.
McGraw-Hill, 2003
Ridley DS, Jopling WH. Classification of leprosy according to Immunity.
International Journal of Leprosy, 1966; 34 : 255-273
Siregar, RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta; EGC. 2005 ;155
Sridharan R, Lorenzo NZ. Neuropathy of leprosy. 2007.
Tim Penyusun. Manual Pemberantasan Penyakit Menular ; Kusta/Lepra, Edisi
ke-17. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan, Departemen Kesehatan RI, 2000.
World Health Organization. WHO Expert Committee on Leprosy
Six Report. World Health Organization, Geneva. 1988