referat hiponatremia

48
BAB I PENDAHULUAN Cairan tubuh total secara umum dibagi ke dalam 2 kompartemen utama, yaitu cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat beberapa kation dan anion yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Ada dua kation yang penting, yaitu natrium dan kalium. Keduanya mempengaruhi tekanan osmotik cairan intaraseluler dan ekstraseluler dan berhubungan langsung dengan fungsi sel. Kation utama dalam cairan ekstraseluler adalah natrium dan kation utama dalam cairan intrasel adalah kalium. Cairan dan elektrolit menciptakan lingkungan intraseluler dan ekstraseluler bagi semua sel dan jaringan tubuh, sehingga dapat terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit jika terdapat penyakit dalam tubuh. 1 Natrium berperan dalam menentukan status volume air dalam tubuh. Konsentrasi normal dari Na + dalam serum adalah 135-145 meq/L. Kadar natrium dalam plasma bergantung pada hubungan antara jumlah natrium dan air pada cairan tubuh. Kadar yang tidak seimbang antara natrium dan air akan berakibat pada terjadinya kondisi hipernatremia dan hiponatremia. 1 1

Upload: jordyyylim

Post on 15-Dec-2015

441 views

Category:

Documents


93 download

DESCRIPTION

Kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Hiponatremia

BAB I

PENDAHULUAN

Cairan tubuh total secara umum dibagi ke dalam 2 kompartemen utama, yaitu

cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini

terdapat beberapa kation dan anion yang penting dalam mengatur keseimbangan

cairan dan fungsi sel. Ada dua kation yang penting, yaitu natrium dan kalium.

Keduanya mempengaruhi tekanan osmotik cairan intaraseluler dan ekstraseluler dan

berhubungan langsung dengan fungsi sel. Kation utama dalam cairan ekstraseluler

adalah natrium dan kation utama dalam cairan intrasel adalah kalium. Cairan dan

elektrolit menciptakan lingkungan intraseluler dan ekstraseluler bagi semua sel dan

jaringan tubuh, sehingga dapat terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit jika

terdapat penyakit dalam tubuh.1

Natrium berperan dalam menentukan status volume air dalam tubuh.

Konsentrasi normal dari Na+ dalam serum adalah 135-145 meq/L. Kadar natrium

dalam plasma bergantung pada hubungan antara jumlah natrium dan air pada cairan

tubuh. Kadar yang tidak seimbang antara natrium dan air akan berakibat pada

terjadinya kondisi hipernatremia dan hiponatremia.1

Hiponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar natrium dalam plasma

kurang dari dari 135 mEq/L.1 Hiponatremia merupakan gangguan elektrolit yang

paling sering dijumpai di rumah sakit yaitu sebanyak 15-20 %.2 Berdasarkan

konsentrasinya hiponatremia terbagi atas tiga yaitu, hiponatremi ringan, sedang dan

berat. Insidensi hiponatremia ringan ( natrium plasma < 135 mEq/L) yaitu sebanyak

15-22 %, hiponatremia sedang ( natrium plasma < 130 mEq/L) 1-7 % dan

hiponatremia berat ( natrium plasma < 120 mEq/L) yaitu sekitar < 1% dari pasien

yang berobat ke rumah sakit.3 Hiponatremia ringan-sedang biasanya bersifat

asimptomatik. Kondisi hiponatremi penting untuk diketahui karena (1) hiponatremia

akut berat dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas, (2) peningkatan mortalitas

1

Page 2: Referat Hiponatremia

pada pasien yang memiliki penyakit dengan kondisi hiponatremia dan (3) terapi yang

terlalu cepat pada pasien hiponatremia kronik dapat menyebabkan kerusakan neuron

dan kematian.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan klasifikasiHiponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar natrium dalam

plasma lebih rendah dari 135 mEq/L.1,2 Hiponatremi dapat diklasifikasikan

dalam beberapa kelompok:

1. Berdasarkan osmolalitas plasma

o Hiponatremia isotonik

Jika konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L dan osmolalitas

plasma normal yaitu 280-285 mOsm/Kg/H2O.

2

Page 3: Referat Hiponatremia

Contoh : pseudohiponatremia pada hiperlipidemia dan

hiperproteinemia.2

o Hiponatremia hipotonik

Jika konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L dan osmolalitas

plasma normal yaitu < 280 mOsm/Kg/H2O. Hiponatremia

hipotonik selalu menggambarkan ketidakmampuan ginjal

dalam mengekskresikan cairan yang masuk. Berdasarkan

jumlah cairan intravaskular hiponatremia hipotonik dapat

dibagi menjadi 3 yaitu:

oHipovolemik

Hiponatremia hipotonik hipovolemik dapat terjadi

akibat kehilangan natrium renal atau ekstrarenal, dan

penyebab kehilangan dapat dibedakan berdasarkan

konsentrasi natrium urin. Pada kondisi ini terjadi penurunan

jumlah CES dan deplesi solut. Hiponatremia dengan deplesi

volume dapat terjadi pada berbagai keadaan seperti yang

ditunjukkan tabel 1. Gejala klinis dari deplesi volume yaitu

penurunan tekanan darah ortostatik, peningkatan denyut nadi,

keringnya membran mukosa dan turgor kulit menurun. Pada

pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan

blood urea nitrogen (BUN), kreatinin dan peningkatan asam

urat.2

Gangguan gastrointestinal

Diare dan muntah yang berlebihan dan tidak langsung

diberi cairan pengganti dapat menyebabkan kehilangan

sejumlah cairan dan natrium. Pada pemeriksaan

laboratorium akan ditemukan penurunan natrium urin

pada keadaan diare, tetapi mungkin dapat meningkat

pada pasien dengan muntah yang berlebihan sehingga

pemeriksaan laboratorium yang baik dalam

3

Page 4: Referat Hiponatremia

menggambarkan deplesi volume yaitu pemeriksaan

klorida.2

Keringat yang berlebihan

Aktifitas fisik yang berlebihan seperti maraton dapat

menyebabkan deplesi volume, kehilangan natrium dan

klorida pada keringat yang berlebihan.2

Penggunaan diuretik yang berlebihan

Menurut literatur, 73 % kasus hiponatremi disebabkan

karena penggunaan thiazid, 20% karena kombinasi

thiazid dengan antikaliuretik dan 7 % disebakan oleh

furosemid.2

Cerebral salt wasting syndrome (CSWS)

CSWS merupakan suatu sindroma yang terjadi setelah

prosedur neurosurgikal ataupun setelah terjadi trauma

kepala. Pada kondisi ini AVP disekresikan karena

stimulasi baroresptor.2

Defisiensi mineralokortikoid

Pada kondisi ini terjadi kegagalan dalam menekan

pelepasan AVP akibat hipoosmolalitas.2

Euvolemik

Hiponatremia hipotonik euvolemik berhubungan dengan

adanya kelompok sindroma klinis yang selanjutnya harus

dibedakan menurut pemeriksaan osmolalitas urin. Hal ini

terjadi karena intake cairan yang berlebihan sedangkan ginjal

4

Page 5: Referat Hiponatremia

tidak mampu untuk mengeksresikan. Hal ini dapat terjadi pada

keadaan dibawah ini:

SIADH ( syndrome inappropiate anti diuretic hormon)

konsentrasi natrium yang rendah karena kelenjar

hipofisis di dasar otak mengeluarkan terlalu banyak

hormon antidiuretik

Sindroma nefrogenik

Defisiensi glukokortikoid

Hipotiroid

Pada hipotiroid terjadi peningkatan resistensi vaskular

dan penurunan curah jantung yang menyebakan

gangguan perfusi ginjal.

Keringat yang berlebihan

Biasanya terjadi pada atlet maraton.

Intake cairan yang rendah

Pada pasien yang mengkonsumsi bir “beer potomania”

dalam jangka waktu yang lama.

Polidipsia primer

Polidipsia primer terjadi pada 20 % pasien psikiatrik

khusunya skizofrenia. Pada kondisi ini intake cairan

berlebihan tidak diikuti dengan diurnal diuresis.2

Hipervolemik

Hiponatremia hipotonik hipervolemik terjadi akibat adanya

peningkatan total cairan tubuh yang selanjutnya dapat

dibedakan dengan pemeriksaan konsentrasi natrium pada urin.

Dapat terjadi karena kegagalan ginjal dalam mengkeksresikan

cairan. Pada pasien ini ditemukan edema karena retensi cairan

dan natrium.2

Gagal jantung

5

Page 6: Referat Hiponatremia

Hiponatremia hipervolemik pada gagal jantung pada

awalnya terjadi akibat penurunan curah jantung dan

tekanan darah, yang menstimulasi vasopressin,

katekolamin dan renin-angiotensin-aldosteron. Kadar

vasopressin yang meningkat telah dilaporkan pada

pasien dengan disfungsi ventrikel kiri sebelum gagal

jantung muncul. Pada pasien gagal jantung yang

memburuk, berkurangnya stimulasi mekanoreseptor di

ventrikel kiri, sinus karotis, arkus aorta dan arteriol

aferen ginjal memicu peningkatan aktivitas simpatis,

system RAS, dan pelepasan vasopressin tanpa rangsang

osmotik, ditengah-tengah berbagai neurohormon lain.

Walaupun total air tubuh meningkat, peningkatan

aktivitas simpatis ikut menyebabkan retensi natrium

dan air. Pelepasan vasopresin yang bertambah

menyebabkan bertambahnya jumlah saluran akuaporin

di duktus koligentes ginjal. Ini memacu retensi air yang

bersifat abnormal dan hiponatremia hipervolemik.2

Sirosis

Hiponatremi yang terjadi pada pasien sirosis

dikarenakan gagal jantung, pelepasan AVP.2

Sindroma nefrotik, gagal ginjal akut dan kronik.2

Tabel 1. Penyebab Hiponatremia Hipotonik menurut Status Volume3

Hipervolemik Euvolemik Hipovolemik

Status azotemik

UNa > 20 mEq/L atau

FENa > 1%

Urin sangat terdilusi

UOsm < 100 mOsm/kg

Polidipsi psikogenik

Kehilangan natrium renal

(natriuresis primer)

UNa > 20 mEq/L or FENa

6

Page 7: Referat Hiponatremia

Gagal ginjal (polidipsi primer)

Low-solute potomania:

beer (alcohol) potomania

The

> 1%

Diuretik

Osmotik diuresis

Alkalosis metabolik

Metabolic alkalosis

Salt-losing nephropathies:

tubular asidosis tipe II,

penyakit ginjal polikistik,

uropati obstruktif,

insufisiensi

adrenal,hipokortisol,

hipoaldosteron, cerebral

salt-wasting syndrome

Status edema

UNa < 20 mEq/L or

FENa < 1% (tanpa

diuretik)

Gagal jantung kongestif

Sirosis hati

Sindroma nefrotik

Urin kurang terdilusi

(peningkatan AVP)

UOsm > 100 mOsm/kg

SIAD:† SIADH, NSIAD

Endokrinopati

Hipotiroid

Hipokortisol

7

Page 8: Referat Hiponatremia

Kehilangan natrium

ekstrenal

(dengan penggantian H2O

bebas)

UNa < 20 mEq/L or FENa

< 1% (tanpa diuretik)

Gastrointestinal: muntah,

diare

Sekuester cairan:

peritonitis, pankreatitis

Insensibel: keringat, luka

bakar

Dilusi urin bervariasi

UOsm bervariasi

Reset osmostat syndrome

o Hiponatremia hipertonik

Jika konsentrasi natrium plasma <135 mEq/L dan osmolalitas

plasma normal yaitu >285 mOsm/Kg/H2O. Contoh :

hiperglikemia dan pemberian cairan hipertonik seperti

manitol.2

2. Berdasarkan konsentrasi natrium plasma

o Hiponatremia ringan

Konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L

o Hiponatremia sedang

Konsentrasi natrium plasma < 130 mEq/L

o Hiponatremia berat

Konsentrasi natrium plasma < 120 mEq/L.2

3. Berdasarkan konsentrasi ADH

8

Page 9: Referat Hiponatremia

o Hiponatremia dengan ADH meningkat

Peningkatan ADH dikarenakan deplesi volume

sirkulasi efektif yang menyebabkan Na keluar

berlebihan dari tubuh yaitu ginjal (diuretik, salt-losing

nephropaty, hipoaldosteron) dan non ginjal seperti

diare.2

Peningkatan ADH tanpa disertai deplesi volume

misalnya pada SIADH.2

o Hiponatremia dengan supresi ADH fisiologis

Polidipsia primer atau gagal ginjal merupakan keadaan

dimana eksresi cairan lebih rendah dibanding asupan cairan

yang menimbulkan respons fisiologis untuk supresi sekresi

ADH.2

4. Berdasarkan waktu

o Hiponatremia akut

Disebut akut bila kejadian hiponatremi berlangsung

kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini akan terjadi gejala yang

berat seperti penurunan kesadaran dan kejang. Hal ini terjadi

akibat adanya edema sel otak karena air dari ekstrasel masuk

ke intrasel yang osmolalitasnya lebih tinggi. Kelompok ini

disebut juga hiponatremi simptomatik atau hiponatremi berat.2

o Hiponatremia kronik

Disebut kronik bila kejadian hiponatremia berlangsung lambat

yaitu lebih dari 48 jam. Pada keadaan ini tidak terjadi gejala

yang berat seperti penurunan kesadaran ataupun kejang. Gejala

yang terjadi seperti mengantuk dan lemas. Kelompok ini

disebut juga hiponatremi asimptomatik atau hiponatremi

ringan.2

9

Page 10: Referat Hiponatremia

2.2. Patofisiologi hiponatremia

Osmolalitas tubuh diatur oleh sekresi arginin vasopresin (AVP) dan

rangsangan haus. AVP merupakan hormon antidiuretik yang dihasilkan oleh

hipotalamus dan di transportasikan melalui axon ke hipofisis posterior. AVP

berperan dalam mengatur homeostasis. Aktivasi reseptor AVP menyebabkan

ekskresi cairan berkurang, regulasi AVP juga diatur oleh baroresptor di sistem

saraf pusat dan sistem kardiopulmonal. Natrium serum merupakan hasil bagi

dari jumlah natrium dengan volume plasma. Osmolalitas plasma normal yaitu

280-285 mOsm/Kg/H20.2,3,4,5

1. Hiponatremia isotonik

Pada kondisi ini jumlah natrium plasma sebenarnya dalam

keadaan normal. Isotonik hiponatremi terjadi pada keadaan

hiperlipidemia ataupun hiperproteinemia. Plasma tersusun atas cairan

dan solut (zat terlarut). Hiperlipidemia dan hiperproteinemia

meningkatkan solut plasma dan menurunkan jumlah cairan plasma,

sehingga pada keadaan ini terjadi pseudohiponatremi. Dimana

denominator dalam penghitungan jumlah natrium plasma menjadi

lebih tinggi sehingga kadar natrium plasma menjadi turun.2,3,4,5

2. Hiponatremia hipotonik

10

Page 11: Referat Hiponatremia

Osmolalitas antara cairan intraseluler sama dengan cairan

ekstraseluler. Pada keadaan hiponatremi hipotonik, jumlah cairan

plasma lebih besar dibandingkan jumlah solut sehingga osmolalitas

plasma menjadi turun.2,5

a. Hiponatremia hipotonik euvolemik

Hiponatremia hipotonik euvolemik berhubungan dengan

adanya kelompok sindroma klinis yang selanjutnya harus

dibedakan menurut pemeriksaan osmolalitas urin. Kondisi

euvolemik dengan osmolalitas urin <100 mOsm/kg

menunjukkan kondisi seperti polidipsia psikogenik dan low-

solute potomania.2,3,4,5

Polidipsia psikogenik (polidipsia primer) muncul paling

sering pada pasien skizofrenik, terlihat dari adanya intake air

yang berlebihan, dan biasanya melebihi 10 l/hari. Kondisi

euvolemik dipertahankan dengan supresi osmotik terhadap

pelepasan AVP dan eksresi ginjal terhadap H2O bebas.

Sehingga, urin terdilusi dan osmolalitas rendah (biasanya < 100

mOsm/kg).2,3,4,5

Mekanisme hiponatremia masih belum jelas, namun dapat

berhubungan dengan adanya reduksi osmotik threshold untuk

pelepasan AVP dan disregulasi stimulus osmotik terhadap

rangsangan haus. Terlebih lagi, pada penggunaan antipsikotik

tipikal dapat memperburuk polidipsia, sehingga lebih

11

Page 12: Referat Hiponatremia

dianjurkan penggunaan antipsikotik atipikal pada pasien seperti

ini. 2

Low-solute potomania disebabkan adanya intake yang

berlebihan terhadap cairan rendah solut yang menyebabkan

hiponatremia hipotonik euvolemik. Contohnya adalah konsumsi

alkohol yang berlebihan yaitu bir, yang rendah solut (seringkali

< 5 mEq/L dari natrium). Cairan rendah solut dapat

menyebabkan dan memperburuk hiponatremia terutama pada

pasien sirosis alkoholik, dimana seringkali mengalami

peningkatan sirkulasi AVP dan memiliki insufisiensi ginjal.

Meskipun begitu potomania sendiri seringkali tidak sufisien

untuk mengakibatkan kondisi hiponatremia, sehingga adanya

disregulasi dan gangguan pada ekskresi ginjal dibutuhkan untuk

dapat menyebabkan kondisi hiponatremia. 2

Reset osmostat syndrome (osmolalitas urin bervariasi) and

cerebral salt-wasting syndrome (CSWS; osmolalitas urin tinggi)

juga dilaporkan dapat menyebabkan hiponatremia pada

pengguna alkohol. 2

Hiponatremia hipotonik euvolemik pada pasien dengan

osmolalitas urin >100 mOsm/kg menunjukkan kondisi dimana

terdapat peningkatan AVP yang mengakibatkan adanya urin

yang kurang terdilusi. Kondisi lainnya seperti endokrinopati dan

syndrome of inappropriate antidiuresis (SIAD), dimana adanya

sindroma sekresi hormon antidiuretik yang tidak apropriat dan

sindrom nefrogenik antidiuresis yang tidak apropriat. Selain itu,

pada SIAD terdapat peningkatan ekskresi asam urat pada urin

dan kalkulasi dari fraksi ekskresi asam urat yang dapat

memberikan tanda untuk diagnosis, dimana pada pasien normal

fraksi ekskresi asam urat kurang dari 10 %.2

12

Page 13: Referat Hiponatremia

Endokrinopati, termasuk gangguan tiroid dan adrenal,

penting untuk diperhatikan sebagai diagnosis banding terhadap

hiponatremia hipotonik euvolemik karena juga dapat

mengakibatkan peningkatan sirkulasi AVP. Hipotiroid jarang

menyebabkan hiponatremia hipotonik euvolemik, namun dapat

bermanifestasi sebagai hiponatremia berat (105–110 mEq/L),

dan meskipun mekanisme penyebabnya masih belum jelas,

adanya peningkatan sirkulasi AVP yang tidak sesuai dapat

menjadi penyebab adanya retensi cairan. 2

Hipokortisol dapat menyebabkan hiponatremia hipotonik

euvolemik, meskipun mekanisme penyebabnya masih kurang

jelas dan juga berhubungan dengan insufisiensi adrenal dan

peningkatan plasma AVP. 2

SIADH, mengakibatkan kondisi hiponatremia hipotonik

euvolemik dan gangguan ekskresi H2O bebas dengan tidak

ditemukannya insufisiensi renal, insufisiensi adrenal, ataupun

adanya stimulus pelepasan AVP lainnnya. 2

SIADH ditemukan beberapa tahun sebelum

teridentifikasinya AVP sebagai hormon penyebab. Awalnya,

pelepasan AVP diperkirakan menjadi penyebab independen

terhadap osmolalitas plasma, namun hal ini tidak ditemukan

pada semua pasien SIADH. Contohnya pada pasien

hiponatremia dengan urin yang terdilusi, pelepasan AVP

biasanya tersupresi walaupun pada konsentrasi natrium plasma

dibawah normal, kondisi yang disebut reset osmostat

syndrome.2

Selain itu, kasus SIADH ditemukan karena adanya mutasi

genetik yang menghasilkan adanya urin yang terkonsentrasi

dengan tidak adanya pelepasan AVP, fenomena yang disebut

NSIAD. Contohnya adanya aktivasi mutasi dari reseptor V2,

13

Page 14: Referat Hiponatremia

mutasi pada gen yang mengkontrol ekspresi saluran aquaporin

air pada tubulus kolektivus ginjal, dan mutasi yang

memproduksi molekul yang memiliki mimik AVP. 2

Terdapat kriteria spesifik untuk diagnosis SIADH. Untuk

dapat terdiagnosis dengan SIADH, pasien harus euvolemik,

memiliki osmolalitas urin lebih dari 100 mOsm/kg dan memiliki

efektivitas osmolalitas plasma yang rendah. Selain itu, intake air

yang berlebihan dibutuhkan untuk terjadinya hiponatremia. 2

Penyebab SIAD sangat bervariasi. Obat yang memiliki

aksi mimik AVP. Menstimulasi untuk pelepasannya. Atau

menguatkan aksi AVP dapat menyebabkan SIAD. Termasuk

AVP analog, narkotik, atau antipsikotik. Contohnya oksitosin

yang memiliki AVP-like effect yang dapat menyebabkan

intoksikasi air. Inhibitor reuptake serotonin selektif juga dapat

meningkatkan efek AVP, terutama pada lansia, dan wanita,

pengguna diuretik, atau pada konsentrasi plasma natrium yang

rendah. Exercise-associated hiponatremia juga menjadi kriteria

diagnosis esensial pada SIAD. Konsumsi cairan hipotonik pada

saat olahraga yeng berlebihan mengakibatkan adanya absorbsi

yang tertunda, mengakibatkan elevasi sirkulasi AVP yang

memanjang dan retensi air. Intake air yang berlebihan dan

perubahan hormon saat olahraga merupakan faktor utama

dibandingkan faktor-faktor lainnya. Stimuli nonosmostik

lainnya juga berhubungan saat olahraga yang cukup lama.

Meskipun volume intravaskular diperbaiki, rangsangan

nonosmotik terus merangsang pelepasan AVP. Pada akhirnya,

regulasi normal volume cairan ekstraseluler dan translokasi

natrium yang aktif pada sirkulasi ke tempat penyimpanan tidak

dapat terjadi. 2

14

Page 15: Referat Hiponatremia

Tabel 2. Penyebab Syndrome of Inappropriate Antidiuresis

Neoplasma Paru-paru (karsinoma paru small cell, mesotelioma)

Karsinoma pada saluran gastrointestinal, saluran urogenital, prostat, and endometrium

Lainnya (timoma, limfoma, Ewing’s sarkoma)

Paru-paru Infeksi (pneumonia, tuberkulosis, empiema)

Gangguan ventilasi (gagal napas akut, penyakit paru obstruktif kronis)

Kondisi intracranial Inflamasi (meningitis, systemic lupus erythematosus)

Trauma, massa atau cairan (operasi, tumor, perdarahan subaraknoid, hidrosefalus)

Lainnya (sklerosis multipel, Guillain-Barré syndrome, delirium tremens)

Obat-obatan Analog AVP (vasopresin, desmopresin, oksitosin)

Obat yang menstimulasi pelepasan AVP atau mengaugmentasi AVP (Klorpropamid,meperidin, teofilin, amiodaron,SSRIs, antidepresan trisiklik, karbamazepin, klorpromazin,klozapin, siklofosfamide vinkristin, angiotensin-converting enzyme inhibitors, nikotin, 3,4-methylenedioxymetamfetamine)

Lainnya Mutasi genetik (AVP atau reseptor, water channels)

Postoperatif (nyeri, mual, administrasi cairan yang tidak sesuai)

Berhubungan dengan olahraga (maraton, suhu yang ekstrim,atlet)

AIDS

Idiopatik

15

Page 16: Referat Hiponatremia

Hiponatremia hipotonik euvolemik pada pasien dengan

osmolalitas urin yang bervariasi, mungkin berperan dalam

terjadinya reset osmotat syndrome, terutama jika osmolalitas

urin meningkat secara progresif akibat respons terhadap

restriksi cairan. Sindrom menunjukkan adanya pola pelepasan

AVP dalam respons terhadap pemberian infus NaCl hipertonik.

Pelepasan AVP dapat terjadi cepat dan progresif, sehingga

menghasilkan urin yang terdilusi. Meskipun tidak normal, kadar

AVP terkait erat hubungannya dengan peningkatan osmolalitas

plasma,pada osmolalitas plasma yang sangat rendah pelepasan

AVP tersupresi. Namun, saat osmolalitas plasma kembali

mendekati normal, pelepasan AVP tampak tidak sesuai karena

ambang osmotik yang normal telah diturunkan. Pelepasan AVP

pada ambang subnormal ini sebenarnya sesuai tapi dikalibrasi

untuk batas dibawah normal. Urin yang terdilusi sesuai masih

bisa dicapai, hanya pada osmolalitas plasma yang rendah. Reset

osmotat syndrome ini sering terlihat pada orang tua, pasien

dengan penyakit paru (misalnya, tuberkulosis), dan malnutrisi.

Reset osmotat syndrome dapat terjadi secara fisiologis selama

kehamilan, menyebabkan osmolalitas plasma turun sekitar 10

mOsm / kg air. 2

b. Hiponatremia hipotonik hipovolemik

Dalam kondisi deplesi total natrium tubuh, terjadi

peningkatan AVP meningkat dan retensi H2O bebas untuk

mempertahankan volume intravaskular. Namun, retensi H2O

bebas saja tidak cukup untuk mengembalikan volume

ekstraseluler cairan pada keadaan hipovolemia. Selain itu,

penggantian kehilangan natrium dan H2O dengan H2O bebas

16

Page 17: Referat Hiponatremia

dapat mempotensiasi peningkatan kadar plasma AVP yang tidak

sesuai, yang dapat memperburuk hiponatremia. 2

Hipovolemia dengan natrium urin kurang dari 20 mEq / L

atau FENa kurang dari 1% menunjukkan retensi natrium ginjal

yang aktif untuk mengkompensasi kehilangan ekstrarenal,

seperti kehilangan pencernaan atau insensible water loss dengan

penggantian H2O bebas. Pasien hipovolemik dengan natrium

urin melebihi 20 mEq / L atau melebihi FENa 1% menunjukkan

adanya kehilangan natrium ginjal akibat pemberian diuretik,

osmotik diuresis, salt-losing nephropaty, alkalosis metabolik,

atau insufisiensi adrenal. 2

Sebagian besar kasus dari natriuresis primer disebabkan

oleh pemberian diuretik thiazide dibandingkan dengan loop-

diuretics. Diuretik thiazide dapat menyebabkan kehilangan

natrium ginjal yang berlebihan dan deplesi volume, sehingga

timbul hiponatremia berat segera setelah mulai terapi. 2

Yang termasuk Salt losing nephropathy yaitu tubular

asidosis ginjal, penyakit polikistik ginjal, dan uropati obstruktif.

Baik tubular asidosis ginjal tipe II dan alkalosis metabolik

menyebabkan hiponatremia sebagai akibat dari bikarbonaturia,

yang menimbulkan ekskresi natrium. 2

Kedua insufiensi adrenal primer dan sekunder dapat

mengakibatkan defisiensi glukokortikoid dan / atau

mineralokortikoid, yang mengakibatkan hiponatremia. 2

17

Page 18: Referat Hiponatremia

Tabel 3. Penyebab hiponatremia hipovolemik

Renal loss of sodium with water retention Extrarenal loss of sodium with water retention

Diuretic therapy Cerebral salt wasting Mineralcorticoid deficiency

o Autoimmune Adrenal only Polyglandular

endocrinopathyo Adrenal hemorrhage

Meningococcemia Idiopathic

o Infection TB Fungus cytomegalovirus

o Adrenal enzyme deficiencies (congenital adrenal hyperplasia)

Salt wasting nephropaty Bicarbonaturia, glycosuria, ketonuria

Gastrointestinal losseso Vomitingo diarrhea

Third space losseso Bowel obstructiono Pancreatitiso Muscle traumao burns

Sweat losseso Endurance exercise

c. Hiponatremia hipotonik hipervolemik

Pasien hipervolemik dengan natrium urin >20 meEq/L

atau ekskresi fraksi natrium (FENa) >1 tipikal pada pasien

dengan gagal ginjal berat. Sedangkan pada pasien hipervolemik

dengan natrium urin < 20 mEq/L atau FENa < 1% tipikal pada

kondisi edema, termasuk CHF, sirosis, dan sindroma nefrotik. 2

Hiponatremia dengan adanya edema mengindikasikan

adanya peningkatan pada TBW yang lebih besar dibandingkan

total natrium pada tubuh. Meskipun begitu, pada CHF dan

sirosis keadaan ini menunjukan adanya kondisi volume sirkulasi

yang terdeplesi. Retensi natrium dan air pada kondisi edema

biasanya terjadi karena mediasi oleh baroreseptor dengan

pengeluaran AVP dan aktivasi dari sistem renin-angiotensin-

aldosteron, yang responsnya terutama untuk mempertahankan

18

Page 19: Referat Hiponatremia

perfusi jaringan. Pasien dengan sindroma nefrotik mengalami

reduksi pada volume intravaskular yang sama. 2

Tabel 4. Penyebab hiponatremi euvolemik dan hipervolemik

Impaired renal free water excretion

Euvolemic

SIADHo Tumor

Pulmonary/mediastinal (bronchogenic carcinoma mesothelioma,thymoma)

Nonches (duodenal carcinoma, pancreatic carcinoma, ureteral,uterine carcinoma, nonpharyngeal carcinoma, leukemia)

o CNS disorders Mass lesion (tumors, brain abcesses, subdural hematoma) Inflammatory diseases (enchepalities, meningitis, SLE) Degenerative/demyelinative disease (SGB, spinal cord lesions) Miscellaneous (SAH, head trauma, acute psychosis, delirium

tremens, pituitary stalk section, hydrochepalus)o Drug induced

Stimulated AVP release (nicotine, phenotiazines, tricyclics) Direct renal effect and ot potentiation of AVP effects (DDAVP,

oxytocin, prostaglandin synthesis inhibitor) Mixed or uncertain action (ACE inhibitors, carbamazepine and

oxcarbazepine, chlorpropamide, clofibrate, clozapine, 3,4-methylendioxymethamphetamine (ectasy), omeprazole, serotonin reuptake inhibitors, vincristine)

o Pulmonary disease Infection (TB, pneumonia,aspergilosis, empyema) Mechanical/ventilator (acute respiratory failure, COPD, positive

pressure ventilation)o Other

AIDS and ARC Prolonged strenuous exercise (marathon) Senile atrophy Idiopathic

Glucocorticoid defisiensy Hypothyroidsm Decreased urinary solute excretion

o Beer potomaniao Very low protein diet

19

Page 20: Referat Hiponatremia

Hypervolemic CHF Chirrosis Nephrotic syndrome Renal failure

o Acuteo Chronic

Excessive water intake

Primary polydipsia Dilute infant formula Freshwater drowning

3. Hiponatremia hipertonik

Terjadi jika osmolalitas plasma > 285 mOsm/Kg/H2O. Hipertonisitas

bisa terjadi karena peningkatan zat terlarut yang tidak bebas keluar

masuk kompartemen, contohnya glukosa manitol, gliserol, atau

sorbitol sehingga terjadi perpindahan cairan dari ICF ke ECF sehingga

menurunkan kadar natrium ECF. Hiponatremia jenis ini biasanya

dihubungkan dengan peningkatan osmolalitas. Contohnya, pada pasien

hiperglikemia setiap kenaikan glukosa 3 mmol/L, natrium serum turun

1 mmol/L. 2

2.3. Manifestasi klinis hiponatremia

Gejala klinis hiponatremia tergantung dari penyakit yang

mendasarinya. Secara umum gejala klini pada hiponatremia dapat dilihat

dibawah ini.

Tabel 5. Manifestasi klinis menurut sistem yang dipengaruhi

Sistem tubuh Hiponatremia

Sistem Saraf Pusat

Muskuloskeletal

Sakit kepala, confusion, hiper atau hipoaktif refleks tendon dalam, kejang, koma, peningkatan tekanan intrakranial. Weakness, fatigue, muscle cramps/twitching

20

Page 21: Referat Hiponatremia

Gastrointestinal

Cardiovascular

Jaringan

Ginjal

Anoreksia, nausea, vomiting, diare cair

Hipertensi dan bradikardia secara signifikan meningkatkan tekanan intrakranial

Lakrimasi, salivasi

Oligouria2

2.4. Diagnosis

Manifestasi klinis dari hiponatremia biasanya akibat adanya edema

otak, yang menyebabkan gejala neurologis dan sistemik. Pada kondisi kronik

(CHF, Sirosis), hiponatremia dapat asimtomatik akibat adanya adaptasi sel

dengan mempertahankan gradien osmolar dan melindungi dari terjadinya

edema serebri. Pada hiponatremia akut (postoperatif, drug-induced), gejala

tidak spesifik dan sangat luas. Gejala awal yaitu adanya anoreksia, kesemutan,

mual, muntah, sakit kepala, iritabilitas, disorietasi, konfusi, fatigue, dan

letargi, dimana gejala lanjut yang dapat ditemukan adalah adanya gangguan

status mental, kejang, koma, dan gagal napas, dan dapat menyebabkan

kematian. Saat gejala neurologis dari hiponatremia muncul, disebut sebagai

ensefalopati hiponatremia.

Hiponatremia terkalsifikasi berdasarkan osmolalitas plasma yang

ditentukan melalui pemeriksaan penunjang laboratorium dan status volume

yang ditentukan melalui pemeriksaan fisik. Penentuan hiponatremia secara

sistematik diperlukan untuk menentukan penyebab dan terapi yang akan

diberikan. Dapat dilakukan pengukuran osmolalitas plasma, status volume,

konsentrasi natrium urin dan osmolalitas.

Osmolalitas plasma, pertama dilakukan untuk menyingkirkan

hiponatremia hipertonik >295 mOsm/kg dan pseudohiponatremia,

hiponatremia isotonik, 280–295 mOsm/kg. Sedangkan pada penurunan

osmolalitas plasma, hiponatremia hipotonik < 280 mOsm/kg diperlukan

penentuan volume status yang akurat. Meskipun begitu, pengukuran

21

Page 22: Referat Hiponatremia

osmolalitas plasma seringkali kurang akurat dan tidak dapat digunakan

sebagai penentuan terapi.

Pengukuran konsentrasi natrium urin merupakan pemeriksaan

penunjang yang paling sering dan paling dapat digunakan untuk menentukan

diagnosis banding. Status volume diklasifikasikan secara klinis sebagai

hipervolemik, euvolemik, atau hipovolemik, dan merupakan pemeriksaan

penunjang yang baik dilakukan untuk diagnosis akurat dan terapi yang

adekuat. Manifestasi klinis pada kondisi hipervolemik seperti edema, crackles

pada paru, tekanan vena jugular leher terdistensi, dan terdapat S3 pada

auskultasi jantung. Manifestasi klinis pada kondisi hipovolemik yaitu adanya

hipotensi orthostatik, takikardia, dan oliguria/anuria. Jika tidak ditemukan

tanda-tanda diatas, status volume dikategorikan sebagai keadaan euvolemik.

Monitor ketat dan evaluasi serial diperlukan pada hiponatremia.

Tabel 6. Langkah Diagnosis dan Terapi Hiponatremia

Langkah 1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik (termasuk penentuan status volume)

Langkah 2. Pengukuran osmolalitas plasma

Hiponatremia hipertonik (POsm > 295 mOsm/kg)

Hiponatremia isotonik (POsm 280–295 mOsm/kg)

Hiponatremia hipotonik (POsm < 280 mOsm/kg)

Langkah 3. Pengukuran natrium urin dan osmolalitas (ditambahkan informasi status

volume)

Hiponatremia hipotonik hipervolemik

UNa > 20 mEq/L or Azotemia (gagal ginjal kronis)

FENa > 1%

UNa < 20 mEq/L or Edema (CHF, sirosis, sindroma nefrotik)

FENa < 1%

Hiponatremia hipotonik euvolemik

22

Page 23: Referat Hiponatremia

UOsm < 100 mOsm/kg Polidipsia (primer) Psikogenik

Low-solute (beer) potomania

UOsm > 100 mOsm/kg Peningkatan AVP or mimic

Syndrome of inappropriate antidiuresis

Endokrinopati

UOsm bervariasi Reset osmostat syndrome

Hiponatremia hipotonik hipervolemik

UNa > 20 mEq/L atau Natriuresis primer (renal)

FENa > 1%

UNa < 20 mEq/L atau Kehilangan natrium ekstrarenal (dengan

FENa < 1% penggantian dengan H2O bebas)

Langkah 4. Terapi Inisial

Hiponatremia hipertonik Memperbaiki kondisi hiperglikemia

Hiponatremia isotonik Mengobati penyebab gangguan

metabolisme protein atau lipid

Hiponatremia hipotonik Pemberian cairan ± diuretics, restriksi H2O

Pemberian obat farmakoterapi

Langkah 5. Reevaluasi dan penyesuaian terapi

2.5. Penatalaksanaan Hiponatremia

Penentuan osmolalitas plasma memberikan dasar terapi inisial

hiponatremia. Pada hiponatremia hipertonik, tata laksana diberikan langsung

pada penyebabnya. Tidak ada terapi spesifik pada hiponatremia isotonik

selain memberikan terapi pada gangguan metabolisme lipid dan protein yang

mendasari. Untuk hiponatremia hipotonik diberikan secara simptomatis,dan

berdasarkan status volume.2,8

23

Page 24: Referat Hiponatremia

Pada hiponatremia hipotonik, gejala biasanya semakin terlihat saat

konsentrasi plasma natrium <120 mEq/L. Tergantung pada status volume,

terapi hiponatremia hipotonik diberikan bertahap, dari pemberian salin

hipertonik pada kasus berat sampai pemberian salin isotonik pada kasus

ringan dan sedang, dan restriksi H2O bebas pada kasus asimtomatik. Pada

kasus berat pemberian salin hipertonik atau isotonik harus diberikan secara

agresif untuk pencegahan komplikasi neurologis yang mengancam nyawa.

Salin hipertonik hanya diberikan pada kasus berat dengan konsultasi ahli dan

hanya dalam waktu singkat.2

Diuretik dapat diberikan untuk mengobati kemungkinan adanya

potensial volume overload. Saat gejala sudah berkurang, terapi harus

dikurangi dan terfokus pada koreksi penyebab dari ketidakseimbangan air dan

natrium. Reevaluasi serial dan tappering down harus dilakukan secara hati-

hati sampai tercapai kondisi normonatremia euvolemik.2,8

Hiponatremia hipotonik akut, memiliki onset < 48 jam, dan dapat

terkoreksi secara cepat. Meskipun begitu, koreksi dari hiponatremia kronik

asimptomatik terkadang tidak diberikan, seperti pada pasien sirosis atau reset

osmostat syndrome. Terlebih lagi, tata laksana yang berlebihan dapat

mengakibatkan morbiditas dan mortalitas. Kerusakan batang otak yang

permanen dapat muncul akibat osmotic myelinolysis syndrome, yang terlihat

dari adanya central pontine myelinolysis akibat osmotically-induced

demyelination.2

Secara umum, pada satu setengah dari total defisit dapat digantikan

dalam 12 jam pertama, dengan 0.5 mEq/L/jam (12 mEq/L/hari). Rumus

dibawah dapat digunakan dalam mengestimasi efek 1 L infus natrium dalam

konsentrasi plasma natrium.2

Perubahan dalam natrium plasma = (Natrium pada infus – Natrium plasma)

(Total body water + 1)

24

Page 25: Referat Hiponatremia

Total body water (l) dikalkulasi dengan mengkalikan berat badan (kg) dengan

0.5 pada perempuan, 0,6 pada laki-laki, 0,45 pada lansia wanita, dan 0,5 pada

lansia pria.2

Konsentrasi natrium pada infus yaitu pada salin 3% = 513 mEq/L,

salin 0.9% =154 mEq/L, salin 0.45% = 77 mEq/L. Rumus lainnya juga ada

yang memperhitungkan infus natrium yang mengandung kalium dan elektrolit

lainnya.2,8

Nonpeptide arginine vasopressin reseptor (AVP-R) antagonis adalah

kelas obat baru yang mempromosikan aquaresis, istilah yang digunakan untuk

menggambarkan ekskresi air bebas elektrolit tanpa ekskresi natrium atau

kalium. Sering disebut sebagai "vaptans" atau "aquaretics" untuk menunjukan

efek mereka yang kontras dengan diuretik, AVP-R antagonis menghambat

aksi AVP pada reseptornya secara langsung, khususnya menargetkan pada

V1A reseptor pembuluh darah sel-sel otot dan reseptor V2 pada sel duktus

kolektivus ginjal. Saat ini hanya conivaptan aquaretic yang disetujui oleh

Food and Drug Administration AS, diindikasikan untuk pengobatan

simtomatik dan hiponatremia hipervolemik dan euvolemik pada pasien rawat

inap, khusus SIADH dan CHF. Karena haus adalah salah satu efek samping

dari obat ini, diperlukan restriksi cairan.2,8

Tabel 7. Farmakoterapi untuk Hiponatremia Hipotonik.2

Nama Obat Indikasi Mekanisme Dosis

Demeklosiklin (antibiotik)

Gagal restriksi air pada hiponatremia hipotonik euvolemik kronis (cth. SIAD)

Inhibisi cAMP

Idiosinkronasi menginduksi diabetes insipidus nefrogenik

2 x 300-600 mg po

Furosemid hiponatremia Inhibisi Dosis

25

Page 26: Referat Hiponatremia

hipotonik hipervolemik kronis (cth : CHF)

hiponatremia hipotonik euvolemik kronis (cth : SIAD)

kotransport renal Na+/K+/Cl pada loop of henle asendens dan tubulus distal

Meningkatkan ekskresi dari H2O bebas bersama dengan natriuresis dan kaliuresis

bervariasi

40 mg IV dalam 1-2 menit; dapat diulang jika respons tidak sesuai

Per oral untuk maintenance

Conivaptan hiponatremia hipotonik hipervolemik simtomatik (cth : CHF)

hiponatremia hipotonik euvolemik kronis (cth : SIAD)

Antagonis AVP-R

Meningkatkan ekskresi dari elektrolit- H2O bebas

20 mg IV loading dose dalam 30 menit; selanjutnya 20 mg IV selama 24 jam

Dapat ditingkatkan sampai 40 mg selama 24 jam; maksimal dalam 1-4 hari

Fludrokortison Cerebral salt-wasting syndrome

Meningkatkan reabsorbsi natrium dan kehilangan kalium pada tubulus distal ginjal

1 x 0,05-0,2 mg perhari

Tatalaksana Hiponatremia Hipervolemik Hipotonik

26

Page 27: Referat Hiponatremia

Tujuan tatalaksana pada pasien hiponatremia hipervolemik hipotonik

adalah untuk memperbaiki konsentrasi natrium plasma dengan 1 sampai 2

mEq / L / jam baik menggunakan salin hipertonik atau salin isotonik, kadang-

kadang dalam kombinasi dengan diuretik, sampai gejala mayor (misalnya,

perubahan status mental yang berat, kejang) mereda. Yang penting untuk

diperhatikan adalah salin hipertonik merupakan kontraindikasi relatif pada

hipervolemia, sehingga penggunaan salin isotonik lebih direkomendasikan

pada pasien sebagai terapi inisial. Sekali gejala mayor membaik, pengobatan

harus kemudian menjadi kurang agresif dan diarahkan pada memperbaiki

penyebab dasar hiponatremia. Akhirnya, restriksi cairan adalah pengobatan

pilihan, dengan batas 0,5 sampai 1 L / hari, dengan atau tanpa diuretik,

mengoreksi tidak lebih dari 0,5 mEq/ L/jam. AVP-R antagonis dapat

diperlukan pada pasien simptomatik dengan CHF. Perawatan awal pasien

asimtomatik adalah restriksi air bebas dengan atau tanpa diuretik untuk

memperbaiki hiponatremia dan meningkatkan status volume.2,8

Tatalaksana Hiponatremia Hipotonik Euvolemik

Tatalaksana yang diberikan pada pasien dengan gejala hiponatremia

hipotonik euvolemik adalah untuk memperbaiki konsentrasi natrium plasma

dengan 1 sampai 2 mEq/ L/ jam menggunakan salin hipertonik sampai gejala

mayor mereda, kemudian beralih ke salin isotonik 0,5-1 mEq/ L/ jam

setelahnya. Diuretik dapat digunakan untuk mengurangi kelebihan cairan

selama pengobatan, tetapi penggunaannya harus diminimalkan. Setelah

kondisi telah asimtomatik, tata laksana dapat diganti menjadi restriksi air

bebas. Tatalaksana inisial pada pasien asimptomatik adalah restriksi cairan

0,5-1 L / hari, dengan koreksi tidak lebih dari 0,5 mEq / L / jam selama jangka

waktu beberapa hari.2,8

Terdapat manifestasi klinis yang luas dan bervariasi pada SIAD karena

spektrum luas dari penyebab yang teridentifikasi menyebabkan disfungsi

osmoregulator. Akibatnya, perbedaan respon terapi terhadap masing-masing

27

Page 28: Referat Hiponatremia

individu cukup signifikan. Pengobatan SIAD dapat berkisar dari restriksi air

bebas pada pasien asimtomatik, sampai pemberian infus salin isotonik

hipertonik pada pasien simtomatik berat, dan juga farmakoterapi pada kasus

tertentu. Untuk pasien yang tidak terdapat respons atau tidak dapat mematuhi

pembatasan air dapat diberikan farmakoterapi dengan demeclocycline. Agen

ini memberikan efek antagonis AVP pada tubulus distal, pada dasarnya dapat

menginduksi diabetes insipidus nefrogenik. Namun, demeclocycline memiliki

onset lambat,sehingga membatasi kegunaannya pada SIAD kronis. antagonis

AVP-R diindikasikan untuk pasien rawat inap dengan SIADH simptomatik.2,8

Tabel 8. Tata Laksana pada Hiponatremia Hipotonik berdasarkan Volume dan

gejala. 2,8

28

Page 29: Referat Hiponatremia

Semua Pasien Mengobati penyakit penyebab

Reevaluasi serial status volume

Step down saat gejala telah teratasi

Pengukuran serial terhadap elektrolit

Pemberian farmakoterapi sesuai indikasi (tabel c)

Status Volume Simtomatik berat Salin hipertonik ± diuretik

Rate koreksi : 1-2 mEq/l/jam sampai gejala mayor mereda

Simtomatik ringan atau sedang

Salin isotonik ± diuretik

Rate koreksi : 0,5-1 mEq/l/jam sampai asimtomatik

Hipervolemik Asimtomatik Restriksi H2O bebas sampai 0,5-1 l/hari ± diuretik

Rate koreksi : 0,5 mEq/l/jam

Euvolemik Asimtomatik Restriksi H2O bebas sampai 0,5-1 l/hari

Rate koreksi : 0,5 mEq/l/jam

Hipovolemik Asimtomatik Salin isotonik

29

Page 30: Referat Hiponatremia

Rate koreksi : 0,5 mEg/l/jam

BAB III

KESIMPULAN

30

Page 31: Referat Hiponatremia

Hiponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar natrium dalam plasma lebih

rendah dari 135 mEq/L. Secara garis besar hiponatremia dapat diklasifikasikan menurut

osmolalitas plasma yaitu hiponatremia isotonik, hipotonik, dan hipertonik. Dimana pada

hiponatremia hipotonik dibagi lagi menurut status volumenya, yaitu hipovolemik,

euvolemik, dan hipervolemik.

Evaluasi hiponatremia membutuhkan pendekatan yang sistematis. Selain

anamnesis dan pemeriksaan fisik, pengukuran osmolalitas plasma merupakan

petunjuk diagnostik yang penting. Hiponatremia hipotonik membutuhkan penilaian

status volume yang akurat, dan pengukuran natrium urin dan osmolalitas yang dapat

mempersempit diagnosis banding penyebab yang mendasarinya.

Pasien dengan gejala simptomatis harus ditangani secara agresif untuk

mencegah komplikasi yang mengancam jiwa. Jika dilakukan pemberian salin

hipertonik, harus diberikan dalam ruang perawatan intensif dengan konsultasi ahli.

Pasien hipervolemik asimtomatik diberikan tata laksana dengan restriksi air bebas,

dan sering dikombinasikan dengan pemberian diuretik. Pasien euvolemik

asimtomatik juga diberikan tata laksana dengan restriksi air bebas. Pasien

hipovolemik asimtomatik dirawat dengan penggantian volume yang tepat dengan

saline isotonik. Koreksi yang terlalu cepat dapat menyebabkan central mielinolisis

pontine dan kerusakan otak permanen dan dengan demikian harus dihindari.

DAFTAR PUSTAKA

31

Page 32: Referat Hiponatremia

1. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania:

W.B. Saunders company. 1997

2. Brenner B, Singer G. Fluid and electrolyte disturbances. In: Kasper DL,

Braunwald E, Fauci A, et al, editors. Harrison’s principles of internal

medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005:251–63.

3. Reynolds RM, Padfield PL, Seckl JR. Disorders of sodium balance. BMJ

2006; 332:702-5.

4. Horacio J.Adrogue, Nicolaos E.Madias. The Challenge of

Hyponatremia.JASN.2012

5. Rudolph et al. Hyponatremia. Hospital Physician. January 2009; 23–32.

6. Parikh C, Berl T. Disorders of water metabolism. In: Feehally J, Floege J,

Johnson RJ, editors. Comprehensive clinical nephrology. 3rd ed. Philadelphia:

Mosby Elsevier; 2007:97.

7. Agrawal V, Shashank R Joshi. Hyponatremia and Hypernatremia : Disorder

of Water Balance. JAPI. December 2008

8. Richard H.Sterns, Sagar U. The Treatment of Hyponatremia.UPHS.2009.

32