referat dermatitis kontak

34
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segalapuji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “DERMATITIS KONTAK” Adapaun referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Pasar Rebo. Penulis menyadari sepenuhnya, dalam penyusunan referat ini masihjauh dari sempurna, tetapi penulis teap mencoba memberikan yang terbaik dengan segala keterbatasan yang penulis miliki. Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Gayanti Germania, Sp.KK, dr.Hapsari Triandriyani, Sp.KK, dr.Christilla Citra Aryani, Sp.KK selaku pembimbing selama kepaniteraan ini berlangsung dengan segala kesibukan dan aktifitasnya, beliau masih dapat meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran, nasehat, semangat untuk menyelesaikan referat ini. Kepada perawat dan staff yang telah memberikan ilmu serta bimbingan selama penulis mengikuti pendidikan. Semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulisdan pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangung sehingga penyusun ini dapat lebih baik dan sesuai dengan hasil yang diharapkan. 1

Upload: egawidiawan

Post on 15-Apr-2016

143 views

Category:

Documents


36 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Dermatitis Kontak

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segalapuji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul

“DERMATITIS KONTAK” Adapaun referat ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin RSUD Pasar Rebo. Penulis menyadari sepenuhnya, dalam penyusunan

referat ini masihjauh dari sempurna, tetapi penulis teap mencoba memberikan yang

terbaik dengan segala keterbatasan yang penulis miliki. Dalam kesempatan ini,

penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Gayanti

Germania, Sp.KK, dr.Hapsari Triandriyani, Sp.KK, dr.Christilla Citra Aryani, Sp.KK

selaku pembimbing selama kepaniteraan ini berlangsung dengan segala kesibukan

dan aktifitasnya, beliau masih dapat meluangkan waktunya untuk membimbing,

memberikan saran, nasehat, semangat untuk menyelesaikan referat ini.

Kepada perawat dan staff yang telah memberikan ilmu serta bimbingan selama

penulis mengikuti pendidikan.

Semoga referat ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulisdan pembaca pada

umumnya. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangung

sehingga penyusun ini dapat lebih baik dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.

Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu meridhoi

kita.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Jakarta, Januari 2016

Penulis

1

Page 2: Referat Dermatitis Kontak

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................1

DAFTAR ISI...............................................................................................................2

DAFTAR GAMBAR..................................................................................................3

PENDAHULUAN.......................................................................................................4

DERMATITIS KONTAK IRITAN..........................................................................5

I.1 Pendahuluan..........................................................................................................5

I.2 Epidemiologi..........................................................................................................5

I.3 Etiologi...................................................................................................................5

I.4 Patogenesis.............................................................................................................6

I.5 Gambaran Klinis...................................................................................................7

I.6 Diagnosis..............................................................................................................12

I.7 Diagnosis Banding...............................................................................................12

I.8 Penatalaksanaan..................................................................................................13

I.9 Prognosis..............................................................................................................13

DERMATITIS KONTAK ALERGIK....................................................................14

II.1 Definisi..................................................................................................................14

II.2 Epidemiologi........................................................................................................14

II.3 Etiologi.................................................................................................................14

II.4 Patologi.................................................................................................................15

II.5 Manifestasi Klinis................................................................................................16

II.6 Diagnosis..............................................................................................................18

II.7 Diagnosis Banding...............................................................................................21

II.8 Terapi...................................................................................................................22

II.9 Prognosis..............................................................................................................22

KESIMPULAN.........................................................................................................23

DAFTAR PUSAKA..................................................................................................24

2

Page 3: Referat Dermatitis Kontak

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. DKI Akut…………………………………………………………………8

Gambar 2. DKI Lambat……………………………………………………………....8

Gambar 3. DKI Kronis…………………………………………………………….....9

Gambar 4. DKI Gesekan………………………………………………………….....11

Gambar 5. DKI Akneiform………………………………………………………….11

Gambar 6. DKI Asteatotik…………………………………………………………..12

Gambar 7. DKA kedua kaki akibat karet sandal…………………………………….15

Gambar 8. Pathogenesis hipersensitifitas tipe IV…………………………………...16

Gambar 9. Patch Test………………………………………………………………..21

3

Page 4: Referat Dermatitis Kontak

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis kontak adalah istilah umum yang digunakan untuk reaksi inflamasi

akut dan kronik dari suatu substansi yang kontak dengan kulit (epidermis dan

dermis). Dermatitis kontak dibagi dua yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) yang

disebabkan bahan iritan kimia; dermatitis kontak alergi (DKA) yang disebabkan

antigen (allergen) yang memicu reaksi hipersensitivitas tipe IV (cell-mediated atau

delayed).

Seperti yang kita ketahui, dermatitis kontak merupakan suatu penyakit kulit

yang insidensnya cukup tinggi. Perkembangan industri pada suatu negara pada

umumnya dapat meningkatkan insidensi dermatitis kontak. Selain itu dermatitis

kontak sendiri dapat terjadi pada siapapun, kapanpun dan dimanapun, dengan

etiologi yang bermacam-macam.

Dermatitis kontak memiliki gambaran lesi yang polimorf sehingga sulit untuk

untuk dibedakan dengan penyakit kulit lainnya terlebih yang berasal dari golongan

yang sama seperti, dermatitis atopik, neurodermatitis, dermatitis numular, dermatitis

seboroik. Bahkan dengan penyakit lain misalnya psoriasis, tinea korporis, selulitis.

Dengan banyaknya penyakit lain dengan lesi dan predileksi serupa maka

diagnosis dermatitis kontak menjadi lebih kompleks. Tujuan dari penulisan referat ini

adalah untuk mempermudah diagnosis dan pengobatan dermatitis kontak, sehingga

tidak terjadi kesalahan dalam mendiagnosis dan terapi pada penyakit ini.

4

Page 5: Referat Dermatitis Kontak

BAB II

DERMATITIS KONTAK IRITAN

I.1 Pendahuluan

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non imunologik

pada kulit yang disebabkan akibat pajanan dengan bahan iritan yang dapat

menyebabkan iritasi pada kulit, baik akut maupun kronik.1,2

I.2 Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai

golongan umur, ras, dan jenis kelamin.3,4

Dermatitis kontak iritan secara signifikan lebih sering terjadi pada wanita

dibandingkan pria. Frekuensi tinggi eksim tangan pada wanita dibandingkan dengan

laki-laki disebabkan oleh faktor lingkungan bukan faktor genetik.4

Dermatitis kontak iritan kerja pada wanita hampir dua kali sesering pria,

berbeda dengan penyakit akibat kerja lain yang didominasi mempengaruhi laki-laki.

Wanita yang terkena lebih tinggi untuk iritasi kulit dari hal membersihkan rumah dan

mengurus anak-anak kecil di rumah. Selain itu, perempuan terutama melakukan

banyak pekerjaan yang berisiko tinggi untuk dermatitis kontak iritan (misalnya, tata

rambut, perawat).4

Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak,

terutama yang berhubungan dengan pekerjaan, namun sulit untuk diketahui

jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang

berobat dengan kelainan ringan.3

I.3 Etiologi

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,

misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.

Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,

5

Page 6: Referat Dermatitis Kontak

konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor

yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya

oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis.

Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan

ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak

dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan

daripada kulit putih), jenis kelamin (insidens DKI lebih banyak pada wanita),

penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan

iritan menurun), misalnya dermatitis atopik.2

I.4 Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan

melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi

keratin, menyingkrikan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Ada

empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan, yaitu:

1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan

2. Jejas pada membran sel

3. Denaturasi keratin epidermis

4. Efek sitotoksik langsung

Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid membran)

keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom,

mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan

melepaskan asam arakidonat (AA), diasligliserida (DAG), platelet activating factor =

PAF, dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG), dan leukotrien

(LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas

vaskulat sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga

bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi

sel mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat

perubahan vaskular. DAG dan second messengers lai menstimulasi ekspresi gen dan

sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage colony

stimulant factor (CMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2

6

Page 7: Referat Dermatitis Kontak

dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan

proliferasi sel tersebut.

Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel-1

(ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFα, suatu

sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,

menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan kulit klasik di

tempat terjadinya kontak dikulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat.

Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak,

dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang

menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah

kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.2

I.5 Gambaran Klinis

Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan

gejala akut pada pajanan pertama (satu kali), sedangkan iritan lemah memberi gejala

kronis setelah pajanan berulang. Lesi lokalisata, berbatas tegas, bentuk sesuai dengan

luas kontak bahan penyebab.2 Selain itu juga banyak hal yang mempengaruhi

sebagaimana yang disebutkan sebelumnya (misalnya, ras, usia lokasi, atopi, penyakit

kulit lain), faktor lingkungan (misalnya, suhu dan kelembaban udara, oklusi).3

Berdasarkan penyebab yang mengklsifikasi DKI faktor tersebut ada yang

mengklasifikasi DKI menjadi sepuluh macam, yaitu DKI akut, lambat akut (acute

delayed ICD), reaksi iritan, kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan

akneiformis, noneritematosa dan subyektif. Ada pula yang membaginya menjadi dua

kategori yaitu kategori mayor terdiri atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan

DKI kronik termasuk DKI kumulatif dan reaksi iritasi. Kategori lain terdiri atas DKI

lambat akut , DKI traumatik, DKI eritematosa, dan DKI subyektif:3

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut

Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.

Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam

hidroklorid atau basa kuat,misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya

7

Page 8: Referat Dermatitis Kontak

terjadi karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intensitas dan lamanya

kontak iritan, terbatas pada kontak kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar,

kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis.

Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris.3

Gambar 1. DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.

(Sumber: Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology)

2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)

Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul

hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan. Gambaran klinisnya mirip dengan

dermatitis kontak iritan akut.3

Gambar 2. DKI Lambat

(Sumber: Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology)

3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)

8

Page 9: Referat Dermatitis Kontak

Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi nama lain adalah DKI kronis.

Penyebabnya adalah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis,

misalnya gesekan, trauma mikro, kelembapan rendah, panas, atau dingin; juga

bahan, misalnya deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). DKI kumulatif

mungkin terjadi karena kerjasama beberapa faktor. Bisa jadi suatu bahan secara

sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi baru mampu bila

bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-

minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu dan

rentetan kontak merupakan faktor penting.

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal

(hiperkeratosis) dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya

kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci

yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Keluhan penderita

umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisur).

DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih

banyak ditemukan di tangan dibandingkan dengan di bagian lain tubuh. Contoh

pekerjaan yang beresiko tinggi untuk DKI kumulatif yaitu: tukang cuci, kuli

bangunan, montir di bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut.3

Gambar 3. DKI kronis di tangan seorang pekerja tua

(Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/1049353)

4. Reaksi Iritan

9

Page 10: Referat Dermatitis Kontak

Reaksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang

terpajan dengan pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam

dalam beberapa bulat pertama pelatihan. Kelainan kulit monomorf dapat berupa

skuama, eritema, vesikel, pustul dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri,

menimbulkan penebalan kulit (skin hardening), kadang dapat berlanjut menjadi

DKI kumulatif.3

5. Dermatitis Kontak Iritan Traumatik

Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah trauma akut pada kulit seperti

panas atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6

minggu atau lebih lama.3

6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous

Juga disebut reaksi suberitematous, pada tingkat awal dari iritasi kulit,

kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat

secara histologi.3

7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)

Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat,

rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan, biasanya terjadi di

daerah wajah, kepala dan leher, asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling

sering menyebabkan penyakit ini.3

8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)

Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan

yang berulang. DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah,

dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah

yang terkena gesekan. DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan

seringkali terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan

bersisik, tetapi tidak gatal.

10

Page 11: Referat Dermatitis Kontak

Gambar 4. DKI Gesekan.

(Sumber: http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm)

9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform

Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform, biasanya dilihat setelah

pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah penggunaan beberapa

kosmetik, reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan dapat

berkembang beberapa hari setelah pajanan, tipe ini dapat dilihat pada pasien

dermatitis atopi maupun pasien dermatitis seboroik.

Gambar 5. DKI Akneiform.

(Sumber: : http://nature.com/bjc/journal/v103/n11/fig_tab/6605777f2.html)

10. Dermatitis Asteatotik

Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa

menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama

ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini

11

Page 12: Referat Dermatitis Kontak

Gambar 6. DKI Asteatotik.

(Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/1124528-overview)

I.6 Diagnosis

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan

pengamatan gambaran klinis yang akurat, DKI akut lebih mudah diketahui karena

munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab

terjadinya, DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas,

sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA, selain anamnesis, juga perlu

dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI antara lain:3

Pemeriksaan Penunjang :

Patch test merupakan pemeriksaan gold standard dan digunakan untuk

menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk

mendiagnosis DKA.2,3

Patch test dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif

dicatat.Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48

jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik (negatif) , maka

dapat didiagnosis sebagai DKI.

I.7 Diagnosis Banding

1. Dermatitis kontak alergi

2. Dermatitis numularis (bila berbentuk bulat)

3. Dermatitis seboroik (bila dikepala)2

12

Page 13: Referat Dermatitis Kontak

I.8 Penatalaksanaan

Beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis

kontak iritan adalah sebagai berikut:2

A. Nonmedikamentosa

1. Identifikasi dan eliminasi bahan iritan tersangka

2. Anjuran penggunaan alat pelindung diri

B. Medikamentosa

1. Sistemik: simtomatis sesuai gejala dan sajian klinis

Gatal: beri antihistamin generasi kedua

Derajat sakit berat: dapat ditambah kortikosteroid oral setara dengan

prednison 20 mg/hari dalam jangka pendek (3hari)

2. Topikal: sesuai dengan gejala klinis

Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan

larutan NaCl 0,9%

Kering: beri krim kortikosteroid potensi sedang (flusinolon asetonoid)

Emolien dengan bahan dasar petrolatum

Pimekrolimus sebagai pengganti kortikosteroid topikal patensi lemah

I.9 Prognosis

Prognosis untuk dermatitis iritan yang akut adalah baik jika iritan penyebab

dapat diidentifikasi dan dieliminasi. Prognosis untuk dermatitis iritan kumulatif atau

dermatitis iritan yang kronis ditangani seksama dan mungkin lebih buruk daripada

dermatitis alergi. Dengan latar belakang atopi, kurangnya pengetahuan tentang

penyakit, diagnosis, dan terapi yang terlambat merupakan faktor yang menyebabkan

prognosis buruk. Dermatitis post-occupational persistent telah terlihat pada 11% dari

individu.3

13

Page 14: Referat Dermatitis Kontak

DERMATITIS KONTAK ALERGIK

II.1 Definisi

DKA adalah peradangan pada dermis dan epidermis akibat reaksi

hipersensitivitas tipe IV (cell-mediated atau delayed). Disebabkan oleh alergen yang

belum diproses (hapten) dengan badan molekul rendah (<1000 Dalton). 2

II.2 Epidemiologi

Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena

hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif).

Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan

bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh

masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidens DKA di masyarakat

sangat sedikit, sehingga berapa angka yang mendekati kebenaran belum didapat.2

Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA

20 %, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa

dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar 50

dan 60 %.2

II.3 Etiologi

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah

(<1000 dalton), disebut sebagai bahan hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan

dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis bagian dalam

yang hidup. Berbagai factor berpengerahu terhadap kejadian DKA, misalnya potensi

sensitisasi allergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan,

oklusi, suhu, dan kelembapan lingkungan, vehikulum dan pH. Juga factor individu,

misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan

epidermis), status imun (misalnya sedang mengalami sakit, atau terpajan sinar

matahari secara intens).2

14

Page 15: Referat Dermatitis Kontak

Gambar 7. DKA kedua kaki akibat karet sendal

(sumber: http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/contact+dermatitis)

II.4 Patologi

Secara umum patofisologi DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV

(delayed type) yang diperantarai komponen selular (sel T).2, 6

Proses tersebut dapat diamati dalam 3 fase, yaitu fase aferen, fase eferen, dan

fase resolusi. Pada fase aferen atau fase sensitisasi, hapten melakukan penetrasi ke

kulit dan membentuk kompleks dengan protein karier epidermis, membentuk

alergen. Molekul MHC II atau HLA-DR pada permukan antigenpresenting

Langerhans cells (LCs) berperan sebagai tempat melekat alergen tersebut.6 Setelah

keratinosit terpajan oleh hapten yang mempunyai sifat iritan, keratinosit akan

melepaskan sitokin (IL-1) yang akan mengaktivasi sel lagerhans dan mampu

menstimulasi sel-T.2 Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan oleh keratinosit yaitu

TNFα. TNFα ini akan menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel Langerhans

pada epidermis, juga menginduksi gelatinolisis sehingga memperlancar sel

Langerhans melewati membrane basalis menuju kelenjar getah bening. Sel T

tersensitisasi ini, meliputi sel Th1 (CD4) dan sel Tc1 (CD8), kemudian bermigrasi ke

kulit. Pada saat tersebut, individu telah tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung

selama 2-3 minggu.2, 6

Fase eferen atau fase elisitasi terjadi pada pajanan ulang alergen kontak pada

kulit. Alergen ini kemudian dipresentasikan oleh sel Langerhans dan dikenali sel T

tersensitisasi yang akan menginduksi reaksi. Reaksi inflamasi ini diperantarai

15

Page 16: Referat Dermatitis Kontak

komponen selular sistem imun spesifik. Sel T teraktivasi juga mengeluarkan IFN γ

yang akan mengaktifkan keratinosit untuk mengepskpresikan ICAM-1 dan HLA-DR.

Icam-1memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel T dan leukosit lain

yang memproduksi LFA-1. Sedangkan HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk

berinteriaksi langsung dengan sel-T CD4+, dan juga memungkinkan presentasi

antigen kepada sel tersebut. IL-1 dapat merangsang kertinosit membentuk

eukasinoid. Sitokin dan eukasinoid akan menghasilkan sel mas dan makrofag. Sel

mas yang berada dekat pembuluh darah akan menghasilkan histamine. Eukasinoid

akan menyebabkan dilatasi vascular dan meningkatkan permeabilitas sehingga

molekul seperti komplemen dankinin mudah berdifusi ke dermis dan epidermis. Fase

elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.2, 6

Gambar 8. Pathogenesis hipersensitifitas tipe IV

(Sumber:http://nfs.unipv.it/nfs/minf/dispense/immunology/lectures/files/images/

type4_hypersensitivity.jpg)

II.5 Manifestasi Klinis

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada

keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak

eritematosa yg berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel,vesikel atau

bula dapat pecah menimbulkan erosi. DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak

mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang

16

Page 17: Referat Dermatitis Kontak

kronis terlihat kulit kering, skuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batas

tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis. 2

DKA dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara autosensitisasi. Skalp,

telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap DKA.

Berbagai lokasi terjadinya DKA

Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering

di tangan, mungkin karena tangan merupakan organ tubuh yang paling sering

digunakan unruk melakukan pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibar kerja,

sepertiga atau lebih mengenai tangan. Tidak jarang ditemukan riwayat atopi pada

penderita. Pada pekerjaan yang basah, misalnya memasak makanan, mencuci

pakaian, pengatur rambut di salon, angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi.2

Etiologi dermatitis sangat kompleks karena banyak sekali faktor yang berperan

disamping atopi. Contoh bahan yang dapat menimbulkan dermatitis tangan, misalnya

deterjen, antiseptik, getah sayuran, semen dan pestisida.2

Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam

tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di ketiak dapat

disebabkan deodoran, anti perspiran, formaldehid yang ada pada pakaian.2

Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik,

spons, obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kacamata), semua

alergen yang kontank dengan tangan dapat mengenai muka, kelopak mata, dan leher

pada waktu menyeka keringat. Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oelh

lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan

oelh cat kuku, cat rambut, maskara, eye shadow, obat tetes mata, dan salap mata.2

Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis

kontak pada telinga. Penyebab lainm misalnya obat topikal, tangkai kacamara, cat

rambut, hearing-aids, gagang telepon.2

Leher. Penyabab kalung dari nikel,cat kuku (yang bersala dari ujung jari),

parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.2

17

Page 18: Referat Dermatitis Kontak

Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oelh tekstil, zat warna,

kancing logam, karet (elastism busa), plastik, detergen, bahan pelembut atau pewangi

pakaian. 2

Genitalia. Penyebab dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut

wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen. Bila mengenai

daerah anal, mungkin disebabkan oleh obat antihemoroid.2

Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh

tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon,obat topikal, semen, sepatu/sandal.

Pada kaki dapat disebabkan oleh deterjen, pembersih lantai.2

Dermatitis kontak sistemik. Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi

secara topikal oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian

timbul reaksi terbatas pada tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi, reaksi dapat

meluas bahkan sampai eritriderma. Penyebabnya, misalnya nikel, formaldehid,

balsam Peru. 2

II.6 Diagnosis

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan

klinis yang teliti.

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulir

berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan

papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana

atau ikat pinggang yang terbuat dari nikel. Data yang berasal dari anamnesa juga

meliputi riwayat pekerjaan, hobi obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,

kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang

pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.2

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola

kelainan kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Pemeriksaan

hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat

kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.2

Uji Tempel (In Vivo Patch Test)

Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan

uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya,

18

Page 19: Referat Dermatitis Kontak

Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E. (thin-layer rapid use epicutaneous) Test,

keduanya buatan Amerika Serikat. Harus diketahui bahwa hanya ada 23 bahan

alergen komersial yang diakui oleh FDA. Adakalanya tes dilakukan dengan antigen

bukan standar, dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran

yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin sebagan

bahan ini yang bersifat sangat toksok terhadap kulit, atau walaupun jarang

memberikan efek toksik secara sistemik. Oleh karena itu, bila menggunakan bahan

tidak standar, apalagi dengan bahan industri, harus berhati-hati sekali. 2

Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik,

pelembab, bila dipakai untuk uji tempel dapat langsung digunakan apa adanya. Bila

menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya,

misalnya sampo, sabun, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang

tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral.

Produk yang diketahui bersifat iritan misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga

keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu atau sarung tangan yang dicurigai

penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dalam potongan kecil bahan tersebut

yang direndam dalam air garam atau air dan ditempelkan di kulit dengan

menggunakan Finn Chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Namun

terkadang kita harus melakukan pemeriksaan lagi pada hari ke4 atau ke5. Bahkan

terkadang untuk menunjukkan reaksi positif dibutuhkan 7 hari (delayed reaction).2

Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:

1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan

akut atau berat dapat terjadi reaksi “angry back’ atau ‘excited skin’, reaksi positif

palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.

2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya 1 miggu setelah pemakaian

kortikostreroid sistemik dihentikan, sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu.

Pemberian kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurang-kurangnya 1

minggu sebelum tes dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari (sun burn) yang terjadi

1-2 minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberi hasil negatif palsu.

Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga

karena urtikaria kontak.

19

Page 20: Referat Dermatitis Kontak

3. Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemudian dibaca; pembacaan

kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.

4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji

tempel menjadi longgar, karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga

dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung

selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.

5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap

penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticarial

type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. 2

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan

pertama dilakukan15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji

telah menghilang atau minimal. Hasilnya diicatat seperti berikut:

1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritama, infiltrat, papul (+)

2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)

4 = meragukan: hanya makula eritematosa (?)

5 = iritasi: seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)

6 = reaksi negatif (-)

7 = excited skin

8 = tidak dites (NT=not tested)

Reaksi excited skin atau angry back, merupakan reaksi positif palsu, suatu

fenomena regional disebabkan oleh satu atau beberapa reaksi positif kuat, yang

dipicu oleh hipersensitivitas kulit, pinggir uji tempel yang lain menjadi reaktif.

Fenomena ini pertama dikemukan oleh Bruno Bloch pada abad ke-20, kemudian

diteliti oleh Mitchell pada tahun 1975. 2

Pembacaan kedua dilakukan pada 72 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua

ini penting untuk membantu membedakan antara respon alergik atau iritan. Hasil

positif lambat dapat terjadi setelah 96 jam bahkan sampai satu minggu setelah

aplikasi.2

Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan

setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas antara

20

Page 21: Referat Dermatitis Kontak

pembacaan kesatu dan kedua (reaksi tipe cresendo), sedangkan respons iritan

cenderung menurun (reaksi tipe decresendo). 2

Gambar 9. Patch Test

Sumber: (https://en.wikipedia.org/wiki/Patch_test)

II.7 Diagnosis Banding

Kelainan kulit DKA sering tidak menimbulkan gambaran morfologik yang

khas dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik,

atau psoriasi. Diagnosis banding terutama ialah DKI. Dalam keadaan ini

pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis

tersebut karena kontak alergik.2

II.8 Terapi

Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya

pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan

kelainan kulit yang timbul. Selain itu perlu dilakukan penilaian identifikasi allergen

lebih lanjut.2, 5

Pemberian obat-obatan sistemik dilakukan untuk mengobati symptom yang

ada sesua gejala dan gambaran klinis. Apabila ada keluhan gatal dapat diberi

antihistamin generasi kedua.5

21

Page 22: Referat Dermatitis Kontak

Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi

peradangan pada DKA akut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikel atau bula,

serta eksudatif (madidans), misalnya prednison 30 mg/hari. Umumnya kelainan kulit

akan mereda setelah beberapa hari.2

Terapi topical sesuai dengan pajanan klinis. Selain itu, dapat diberi kompres

terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan NaCl 0.9%. 5

II.9 Prognosis

Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.

Prognosis kurang baik dan jadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh

faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau terpajan

oleh alergen yang tidak mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaan

tertentu atau di lingkungan penderita.2

BAB III

KESIMPULAN

Setelah kita membahas keseluruhan dari dermatitis kontak, kini kita dapat

dengan mudah menentukan diagnosis dari dermatitis kontak sehingga dapat

memberikan terapi yang tepat. Dengan membahas lebih dalam mengenai etiologi,

manifestasi klinik dan pemeriksaan untuk dermatitis kontak. Dan kita juga telah

membahas dan mengetahui tentang perbedaan antara dermatitis kontak iritan dan

22

Page 23: Referat Dermatitis Kontak

alergi beserta golongan dermatitis lain, sehingga tidak menimbulkan kesalahan

diagnosis.

Dengan menentukan diagnosis yang pasti dari dermatitis kontak, kita pun dapat

memberikan terapi yang sesuai seperti yang telah tercantum pada pembahasan di

atas. Karena jika kita salah memberikan terapi untuk penyakit yang berbeda dan

tidak menghindari faktor pencetusnya, maka akan berakibat penyakit tersebut

bertambah kronik dan menjadi lebih parah.

Prognosis dermatitis kontak umumnya baik, sejauh bahan kontak yang

menyebabkan iritan atau alergi dapat diidentifikasi dan disingkirkan. Prognosis

kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis endogen.

DAFTAR PUSAKA

1. Richard PU, Marcela R. 2010. Diagnosis and management of contact dermatitis.

American Family Physician. Tersedia dari: http://www.aafp.org.

2. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H,

Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2008.p.130-133.

3. PERDOSKI. 2011. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan

Kelamin. Dermatitis Kontak Iritan. PERDOSKI. 2011.p.127-129.

23

Page 24: Referat Dermatitis Kontak

4. Hogan DJ. 2014. Irritant contact dermatitis. Terserdia dari:

http://emedicine.medscape.co m/article/1049353.

5. PERDOSKI. 2011. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan

Kelamin. Dermatitis Kontak Alergi. PERDOSKI. 2011.p.130-132.

6. Sulistyaningrum, SK, et al. Dermatitis Kontak Iritan dan Alergik Pada Geriartri.

MDVI. 2011;38(1) Hal 29-40

24