dermatitis kontak

21

Click here to load reader

Upload: budiwan-tyas

Post on 26-May-2015

7.181 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dermatitis kontak

1

Dermatitis Kontak Swamedikasi Oleh:

Muhammad Agung Sumantri, S.Farm

Hertanti Trias Febriani, S.Farm

Sriwahyuni T Musa, S.Farm

Isi

PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI

FISIOLOGI ETIOLOGI PATOFISIOLOGI TANDA DAN GEJALA SASARAN TERAPI STRATEGI TERAPI PENATALAKSANAAN TERAPI EVALUASI PRODUK KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta

A. PENDAHULUAN

Dermatitis berasal dari kata derm/o- (kulit) dan –itis (radang/inflamasi),

sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan di mana kulit

mengalami inflamasi. Klasifikasi dermatitis saat ini masih beragam. Hal tersebut

diakibatkan oleh penentuan etiologi dalam dermatitis belum cukup jelas. Namun,

makalah ini cenderung untuk membagi klasifikasi dermatitis secara umum

berdasarkan sumber agen penyebab dermatitis: dermatitis eksogen dan dermatitis

endogen. Hal tersebut sesuai dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Buxton

(2005). Salah satu jenis dermatitis eksogen adalah dermatitis kontak. Dermatitis

kontak merupakan inflamasi non-infeksi pada kulit yang diakibatkan oleh senyawa

yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000). Ciri umum dari dermatitis

kontak ini adalah adanya eritema (kemerahan), edema (bengkak), papul (tonjolan

padat diameter kurang dari 5mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter kurang dari

5mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 5mm), crust (Freedberg,

2003). Secara umum, dermatitis kontak dibagi menjadi dua: dermatitis kontak iritan

dan dermatitis kontak alergi. Walaupun demikian, beberapa pustaka lain ada yang

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 2: Dermatitis kontak

2

memasukkan jenis dermatitis lainnya ke dalam kelompok dermatitis kontak, seperti

fototoksik dermatitis, fotoalergi dermatitis, sindrom urtikaria kontak dan dermatitis tipe

kontak sistemik (Hayakawa, 2000; Buxton, 2005).

Dermatitis kontak merupakan gangguan pada kulit yang paling sering terjadi.

Selama perang dunia kedua, Kantor The Surgeon General di Amerika Serikat

melaporkan 75.371 kasus dermatitis kontak di rumah sakit. Bagi tentara Amerika

yang sedang berperang, higienitas personal yang terbatas dan banyakanya paparan

iritan selama kegiatan perang membuat banyak tentara yang mengalami dermatitis

kontak sehingga mengganggu tugas mereka. Namun, dalam perang di Vietnam,

menurut laporan Pusat Medis Tentara Angkatan Darat Amerika di Washington

bahwa terjadi penurunan persentase tentara yang menderita akibat dermatitis

kontak. Hal tersebut diakibatkan oleh penemuan dan perkembangan sediaan steroid,

krim antisensitisasi dan antibiotik setelah perang dunia kedua (Crowe dan James,

2001).

Sedangkan data mengenai tentara di Indonesia yang mengalami dermatitis

kontak belum memadai. Namun, Dermatitis kontak ini memang sering dihubungkan

dengan risiko dari suatu pekerjaan, seperti: petugas kehutanan, nelayan, polisi lalu

lintas dan sebagainya (Keefner, 2004). Dermatitis kontak alergik pada lingkungan

kerja terjadi lebih sedikit dari pada dermatitis kontak iritan. Namun bila hanya ditinjau

dari statistik yang ada hal ini belum valid karena sesungguhnya banyak dermatitis

kontak alergi yang tidak terdiagnosis sehingga tidak dilaporkan. Salah satu penyebab

utamanya adalah tidak tersedianya alat / bahan uji tempel (patch test) sebagai

sarana diagnostik.

B. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada pekerja

diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter kulit akibat dermatitis

kontak adalah sebesar 4-7%. Di Skandinavia yang telah lama memakai uji tempel

sebagai standar, terlihat insiden dermatitis kontak lebih tinggi dari pada di Amerika.

Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak

alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka

(hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita

dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergik kira-kira hanya 10 - 20%.

Sedangkan insiden dermatitis kontak alergik diperkitakan terjadi pada 0,21% dari

populasi penduduk. (Keefner, 2004). Secara umum, usia tidak mempengaruhi

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 3: Dermatitis kontak

3

timbulnya sensitisasi namun dermatitis kontak alergik jarang dijumpai pada anak-

anak. Bila dilihat dari jenis kelamin, prevalensi pada wanita adalah dua kali lipat

dibanding pada laki-laki. Selain itu, bangsa kaukasian lebih sering terkena dermatitis

kontak alergi dari pada ras bangsa lain.

Di Indonesia laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unsrat

Manado dari tahun 1988-1991 menunjukkan insiden dermatitis kontak sebesar 4,45%.

Di RSUD Dr. Abdul Aziz Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991-1992

dijumpai insiden dermatitis kontak sebanyak 17,76%. Sedangkan di RS Dr. Pirngadi

Medan insiden dermatitis kontak pada tahun 1992 sebanyak 37,54% tahun 1993

sebanya 34,74% dan tahun 1994 sebanyak 40,05%. Dari data kunjungan pasien baru

di RS Dr. Pirngadi Medan, selama tahun 2000 terdapat 3897 pasien baru di Poliklinik

alergi dengan 1193 pasien (30,61%) dengan diagnosis dermatitis kontak. (Nasition

dkk, 1994). Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 2122 pasien alergi dengan

645 pasien (30,40%) menderita dermatitis kontak. Di RSUP H. Adam Malik Medan,

selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru dipoliklinik alergi dimana 201 pasien

(27,50%) menderita dermatitis kontak. Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat

270 pasien dengan 64 pasien (23,70%) menderita dermatitis kontak. Walaupun

demikian, kasus dermatitis sebenarnya diperkirakan 10-50 kali lipat dari data statistik

yang terlihat karena adanya kasus yang tidak dilaporkan. Selain itu, perkiraan yang

lebih besar tersebut juga diakibatkan oleh semakin meningkatnya perkembangan

industri (Keefner, 2004).

C. FISIOLOGI

Kulit merupakan organ aktif secara metabolik yang memiliki fungsi vital, yaitu

dalam perlidungan dan homeostasis tubuh. Secara alami, kulit merupakan organ

immunologis yang penting dan mengandung seluruh elemen immunitas seluler,

kecuali sel B limfosit. Komponen immunologis dari kulit dibagi atas tiga bagian:

struktur organ, sistem fungsional dan immunogenetik.

Secara struktur, sawar epidermis merupakan contoh immunitas bawaan yang

penting karena dengannya banyak mikroorganisme yang tidak mampu penetrasi ke

dalam tubuh. Selain itu, dengan adanya suplai dari darah dan limfatik memungkinkan

sel immun melakukan migrasi dari dan menuju kulit. Beberapa sel yang memegang

peranan penting yaitu: sel Langerhan, sel T limfosit, sel Mast dan Keratinosit. Sel

Langerhan (gambar 1) pada epidermis merupakan bagian terluat dari sestem immun

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 4: Dermatitis kontak

4

seluler. Sel tersebut merupakan sel dendritik yang memiliki organel sitoplasmik yang

unik, yaitu granul Birbeck. Sel Langerhan mampu melakukan fagositosis, sekresi

sitokin dan sebagai antigen presentation (pengenalan antigen). Sel T merupakan sel

yang bertanggung jawab dalam respon seluler, dan dibagi menjadi dua yaitu sel T

yang memiliki reseptor CD4+ dan CD8+. Sel T CD4+ dibagi lagi menjadi dua: sel

Th1 (promosi inflamasi, sekresi IL3, Ifγ dan TNFα) dan sel Th2 (stimulasi sel B

membentuk antibodi, sekresi IL4, IL 6, IL10), sedangkan sel T CD8+ merupakan sel

Tc yang berperan dalam sitolitik. Selain itu, ada juga sel Ts (CD4+ ataupun CD8+)

yang meregulasi sel limfosit lainnya. Di lapisan kulit juga terdapat sel mast yang

berperan dalam proses inflamasi dan sel keratinosit yang juga mampu melepaskan

sitokin proinflamasi (IL1).

Gambar 1. Lapisan epidermis terdiri dari beberapa lapis dan mengandung sel keratinosit, sel

Langerhan yang berperan dalam immunitas.

Secara sitem fungsional, perangkat immun kulit terdiri dari: jaringan limfoid

yang terhubung kulit (aliran limfatik, kelenjar limfatik regional), sitokin dan eicosanoid,

komplemen dan molekul adhesi. Sitokin merupakan molekul terlarut yang

memperantarai aksi antar sel (misal: aktivasi jalur NFκB dalam proses inflamasi), dan

diproduksi oleh: sel T limfosit, keratinosit, fibroblas, sel endotelia; dan makrofag.

Sedangkan eicosanoid yang diproduksi dari asam arakidonat oleh sel mast,

makrofag, keratinosit merupakan mediator inflamasi non-spesifik (prostaglandin,

tromboksan, leukotrien). Komplemen berperan dalam opsonisasi, lisis, degranulasi

sel mast. Molekul adhesi, khususnya ICAM1, berperan dalam membantu limfosit, sel

endotelial ataupun keratinosiy untuk menempel pada sel T.

Secara immunogenetik, perlindungan kulit terlihat dengan adanya gen HLA

pada kromosom 6 manusia yang dapat ditranslasi menjadi Major Histocompatibility

Complex (MHC) di sel Langerhan, sel T, makrofag dan keratinosit. Selain itu, dengan

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 5: Dermatitis kontak

5

adanya gen HLA spesifik dihubungkan dengan sejumlah penyakit autoimun tertentu

(tabel 1).

Tabel 1 Penyakit yang dihubungkan dengan Antigen HLA

Penyakit Angtigen HLA Risiko relatif

Behcet’s desease

Dermatitis

B5

B8

10

15

Herpetiformis DRw3 >15

Phempigus DRw4 10

Psoriasis B13

Cw6

4

12

Artropati psoriatik B27 10

Reiter’s desease B27 35

D. ETIOLOGI

1. Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis)

Sekitar 80-90% kasus Dermatitis Kontak Iritan (DKI) disebabkan oleh

pemaparan iritan berupa bahan kimia dan pelarut. Inflamasi dapat terjadi setelah

satu kali pemaparan ataupun setelah pemaparan yang berulang (Keefner, 2004).

Dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan pertama kali disebut DKI

akut, dan biasanya disebabkan oleh iritan yang kuat, seperi asam kuat (Tabel 2).

Sedangkan, dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan berulang disebut

DKI kronis, dan biasanya disebabkan oleh iritan lemah (Hayakawa, 2000). Pada

tempat kerja, dermatitis kontak iritan biasanya terjadi akibat dari suatu kecelakaan

kerja atau karena kecerobohan sehingga tidak menggunakan pelindung (Ket dan

Leok, 2002).

Tabel 2 Iritan yang Sering Menimbulkan DKI

Asam kuat (hidroklorida, hidroflorida, asam nitrat, asam sulfat) Basa kuat (Kalsium Hidroksida, Natrium Hidroksida, Kalium Hidroksida) Detergen Resin epoksi Etilen oksida Fiberglass Minyak (lubrikan) Pelarut-pelarut organik Agen oksidator Plasticizer Serpihan Kayu

(Keefner, K.P., 2004)

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 6: Dermatitis kontak

6

Pada bayi, dermatitis kontak iritan yang terjadi biasa dikenal sebagai diaper

dermatitis (Anonim, 2008). Faktor yang berpegaruh pada diaper dermatitis ini adalah:

kelembaban (akibat urinasi yang sering), perubahan pH kulit (akibat feses atau urin).

2. Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis)

Banyak senyawa di dunia kita ini yang dapat berperan sebagai alergen pada

individu tertentu. Urushiol (dari racun tanaman oak/ovy/sumac), garam nikel (pada

perhiasan) dan parfum (pada kosmetik) merupakan contoh alergen yang mampu

mengakibatkan ACD. ACD akibat senyawa uroshiol dari racun ivy/oak/sumac

merupakan hal penting karena memberikan kontribusi yang besar dalam jenis

dermatitis tersebut di Amerika Serikat. Racun ini berasal dari tanaman genus

toxicodendron. Selain itu, tanaman lain yang dapat menyebabkan ACD adalah

kacang cashew (Anacardium occidentale L.), mangga (Magnifera indica L.), Lacquer

(T. Vernicifluum) dan gingko bilobba (Ginkgo biloba L.) (Tabel 3 dan Gambar 2).

Tabel 3 Alergen yang Sering Menimbulkan ACD

Alergen Uji Patch positif Sumber Antigen

Benzokain

Garam kromium

Lanolin

Latex

Bacitracin

Kobal klorida

Formaldehid

Tiomersal

Pewangi

Balsam Peru

Neomisin sulfat

Nikel sulfat

Tanaman

2

2,8

3,3

7,3

8,7

9

9,3

10,9

11,7

11,9

13,1

14,2

Tidak ditentukan

Penggunaan anastetik tipe –kain, baik pada penggunaan topikal maupun oral

Plat elektronik kalium dikromat, semen, detergen, pewarna

Lotion, pelembab, kosmetik, sabun

Sarung tangan karet, vial, Syringes

Pengobatan topikal maupun injeksi

Semen, plat logam, pewarna cat

Germisida, plastik, pakaian, perekat

Pengawet dalam sediaan obat, kosmetik

Produk rumah tangga, kosmetik, asam sinamat, geraniol

Sirup untuk obat batuk, penyedap

Pengobatan, salep antibiotik, aminoglikosida lainnya

Aksesoris pada celana jeans, pewarna, perabot rumah tangga, koin

Spesies Toxicodendron (racun ivy, oak, sumac), primrose (Primula obonica), tulip

(Keefner, K.P., 2004)

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 7: Dermatitis kontak

7

Gambar 2. Tanaman yang dapat mengakibatkan Dermatitis Kontak Alergi: A) Toxicodendron radicans subsp radicans mengandung racun ivy, B) Toxicodendron diversilobum mengahasilkan racun oak, C) Toxicodendron toxicarium racun oak, D) kacang cashew (Anacardium occidentale L.), E) mangga (Magnifera indica L.), F) Lacquer (T. Vernicifluum) dan G) gingko bilobba (Ginkgo biloba L.). (CROWE dan JAMES, 2001)

E. Patofisiologi 1. Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis)

ICD tampak setelah pemaparan tunggal atau pemaparan berulang pada agen

yang sama. Beberapa mekanisme dapat menjadi penyebab terjadinya ICD. Pertama,

bahan kimia mungkin merusak sel dermal secara langsung dengan absorpsi

langsung melewati membran sel kemudin merusak sistem sel. Mekanisme kedua,

setelah adanya sel yang mengalami kerusakan maka akan merangsang pelepasan

mediator inflamasi ke daerah tersebut oleh sel T maupun sel mast secara non-

spesifik. Misalnya, setelah kulit terpapar asam sulfat maka asam sulfat akan

menembus ke dalam sel kulit kemudian mengakibatkan kerusakan sel sehingga

memacu pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan fosfolipase.

Asam arakidonat kemudian dirubah oleh siklooksigenase (menghasilkan

prostaglandin, tromboksan) dan lipoosigenase (menghasilkan leukotrien).

Prostaglandin dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah (sehingga terlihat

berwarna merah) dan mempengaruhi saraf (sehingga terasa sakit); leukotrien

meningkaykan permebilitas vaskuler di daerah tersebut (sehingga meningkatkan

jumlah air dan terlihat bengkak) serta berefek kemotaktik kuat terhadap eosinofil,

netrofil dan makrofag. Mediator pada inflamasi akut adalah histamin, serotonin,

prostaglandin, leukotrien, sedangkan pada inflamasi kronis adalah IL1, IL2, IL3,

TNFα2. Reaksi ini bukanlah akibat imun spesifik dan tidak membutuhkan pemaparan

sebelumnya agar iritan menampakkan reaksi.

A C B

G F E D

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 8: Dermatitis kontak

8

Beberapa faktor mungkin mempengaruhi tingkatan respon kulit. Adanya

penyakit kulit sebelumnya dapat menghasilkan dermatitis yang parah akibat

membiarkan iritan dengan mudah memasuki dermis. Jumlah dan konsentrasi

paparan bahan kimia juga penting. Iritan kimia kuat, asam dan basa tampaknya

menghasilkan keparahan yang reaksi inflamasi yang sedang dan parah. Iritan yang

lebih ringan, seperti detergen, sabun, pelarut mungkin membutuhkan pemaparan

yang banyak untuk mengakibatkan dermatitis. Selain itu, faktor lingkungan, seperti

suhu hanat, kelembaban yang tinggi atau pekerkaan basah dapat berpengaruh.

2. Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis)

ACD merupakan reaksi inflamasi pada dermal akibat peaparan alergen yang mampu

mengaktivasi sel T, yang kemudian migrasi menuju tempat pemaparan. Tempat

pemaparan biasanya daerah tubuh yang kurang terlindungi, namum alergen uroshiol

yang terbawa dalam partikulat asap rokok mampu mempengaruhi tempat-tempat

yang secara umum terlindungi, seperti :annus, organ genital. Selain itu, uroshiol

dapat aktif lama hingga 100 tahun. Penampakan ACD biasanya tidak langsung

terlihat pada daerah tersebut sesaat setelah pemaparan karena alergen melibatkan

reaksi immunologis yang membutuhkan beberapa tahap dan waktu. Berikut adalah

mekanisme reaksi immunologis tersebut. Pertama, pemaparan awal alergen tersebut

akan mensensitisasi sistem imun. Tahap ini dikenal sebagai tahap induksi. Menurut

beberapa dokter, secara umum gejala belum tampak pada tahap tersebut. Walaupun

demikian, gejala dermatitis tetap dapat langsung terjadi setelah pemaparan

(tergantung faktor individu, alergen dan lingkungan). Pada tahap induksi ini, uroshiol

secara cepat (10 menit) masuk melewati kulit dan berikatan dengan protein

permukaan sel Langerhans di epidermis dan sel makrofag di dermis. Sel Langerhans

kemudian memberi sinyal kepada sel limfosit mengenai informasi antigen dan

kemudian sel limfosit berproloferasi menghasilkan sel T limfosit tersensitisasi.

Setelah sistem imun tersensitisasi, maka dengan pemaparan selanjutnya akan

menginduksi hipersensitifitas tertunda tipe IV (gambar 3), yang merupakan reaksi

yang dimediasi oleh sel dan membutuhkan waktu 24-48 jam (atau lebih). Dermatitis

yang tertangani dan tidak tertangani, secara alami akan sembuh dalam 10-21 hari,

karena adanya sistem imun pasien.

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 9: Dermatitis kontak

9

Gambar 3. Sel Langerhans memberi sinyal kepada sel limfosit mengenai informasi antigen dan kemudian sel limfosit berproloferasi menghasilkan sel T limfosit tersensitisasi. Setelah sistem imun tersensitisasi, maka dengan pemaparan selanjutnya akan menginduksi hipersensitifitas tertunda tipe IV

F. Tanda dan Gejala

1. Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis)

Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan dan dapat

berkembng menjadi vesikel kecil atau papul (tonjolan) dan mengeluarkan cairan bila

terkelupas. Gatal, perih dan rasa terbakar terjadi pada bintik-bintik merah itu. Reaksi

inflamasi bermacam-macam, mulai dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan

luka dan area nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan dermatitis dapar

terjadi bila iritan dihentikan. Pada pasien yang terpapar iritan secara kronik, area kulit

tersebut akan mengalami radang, dan mulai mengkerut, membesar bahkan terjadi

hiper/hipopigmentasi dan penebalan (likenifikasi).

Kebanyakan ICD terjadi pada daerah tubuh yang kurang terlindungi, seperti wajah,

punggung (bagi pekerja yang tidak menggunakan baju), tangan dan lengan. 80%

ICD terjadi di daerah tangan dan 10% di daerah wajah. Secara klinis, penampakan

yang paling sering adalah batas yang sangat jelas dari lesi (gambar 4).

Gambar 4. Lesi dengan batas yang jelas pada dermatitis kontak iritan akut pada kasus penggunaan kosmetika (A) dan dermatitis kontak iritan kronis pada kasus pengguunaan detergen oleh pembantu rumah tangga (B) serta Diaper dermatitis pada bayi (C) (Ket dan Leok, 2002)

A B C

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 10: Dermatitis kontak

10

2. Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis)

Tanda dan gejala ACD sangat tergantung pada alergen, tempat dan durasi

pemaparan serta faktor individu. Pada umumnya, kulit tampak kemerahan dan bulla.

Blister juga mungkin terjadi dan dapat membentuk crust dan scales ketika mereka

pecah. Gatal, rasa terbakar dan sakit merupakan gejala dari ACD.

Setelah pemaparan ursohiol, pada tahap awal reaksi adalah rasa gatal yang instensif

kemudian diikuti eritema. Pasien yang menggaruk rasa gatal tersebut dapat

mengakibatkan menyebarnya uroshiol ke daerah yang sebelumnya tidak terpapar

sehingga rasa gatal dapat menyebar. Walaupun demikian, bulla atau vesikel yang

pecah dapat menyebar ke daerah tubuh lain, namun cairan vesikel tersebut tidak

mengandung uroshiol. Tetapi, dengan terbukanya bulla/vesikel dapat mengakibatkan

infeksi luka. Mikroba yang sering menginfeksi tersebut adalah Staphylococcus

aureus, Streptococcus kelompok A dan E. Coli. Bulla yang pecah tersebut dalam

beberapa hari akan mengering dan membentuk crust. Urishiol yang tertinggal di

permukaan kulit dapat mengalami oksidasi oleh udara sehingga tampak kehitaman

pada beberapa daerah kulit yang mengalami dermatitis (Gambar 5).

Gambar 5. Pada dermatitis kontak alergi ada umumnya, kulit tampak kemerahan dan bulla (A), Bulla yang pecah tersebut dalam beberapa hari akan mengering dan membentuk crust. Urishiol yang tertinggal di permukaan kulit dapat mengalami oksidasi oleh udara sehingga tampak kehitaman pada beberapa daerah kulit yang mengalami dermatitis

Secara umum, tingkat keparahan ACD dapat dibagi menjadi tiga: dermatitis ringan,

dermatitis sedang dan dermatitis berat.

a. Dermatitis ringan

Dermatitis ringan secara karakteristik ditandai oleh adanya daerah gatal dan

eritema yang terlokalisasi, kemudian diikuti terbentuknya vesikel dan bulla yang

biasanya letaknya membentuk pola linier. Bengkak pada kelopak mata juga

sering terjadi, namun tidak berhubungan dengan bengkak di daerah terpapar,

melainkan akibat terkena tangan yang terkontaminasi urosiol. Secara klinis,

pasien mengalami reaksi di daerah bawah tubuh dan lengan yang kurang

terlindungi.

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 11: Dermatitis kontak

11

b. Dermatitis sedang

Selain rasa gatal, eritema, papul dan vesikel pada dermatitis ringan, gejala dan

tanda dermatitis sedang juga meliputi bulla dan bengkak eritematous dari bagian

tubuh.

c. Dermatitis berat

Dermatitis berat ditandai dengan adanya respon yang meluas ke daerah tubuh

dan edema pada ekstremitas dan wajah. Rasa gatal dan iritasi yang berlebihan;

pembentukan vesikel, blister dan bulla juga dapat terjadi. Selain itu, aktivitas

harian pasien dapat terganggu, sehingga kadangkala membutuhkan terapi yang

segera (sistemik atau parenteral), khususnya dermatitis yang telah

mempengaruhi sebagian besar wajah, mata ataupun genital. Komplikasi dengan

penyakit lain yang dapat terjadi adalah eosinofilia, serima multiform, sindrom

pernafasan akut, gangguan ginjal, dishidrosis dan uretritis.

G. Sasaran Terapi

Sasaran terapi dermatitis kontak iritan adalah:

1. Menghilangkan inflamasi, rasa sakit saat kulit ditekan dan iritasi

2. Mencegah pemaparan lebih lanjut pada agen iritan

3. Edukasi pada pasien mengenai metode untuk mencegah recurrent

Sasaran terapi dermatitis kontak alergi adalah:

1. Melindungi area yang terpapar selama fase akut ruam

2. Mencegah gatal dan garukan yang berlebihan yang dapat memicu

membukanya luka dan berpotensi menyebabkan infeksi kulit sekunder

3. Mencegah penyebaran dermatitis dengan cara menjaga akumulasi debris

vesikel

H. Strategi Terapi Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis)

Pendekatan terapi ICD tergantung keparahan reaksi. Selain itu, area yang terpapar

pada substansi iritan, seharusnya dicuci dengan air dan dibersihkan dengan sabun

hipoalergenik ringan. Pencegahan iritan seharusnya menjadi diagnosa primer dan

edukasi pada pasien. Penggunaan kompres basah dengan astringent alumunium

asetat dapat digunakan untuk mendinginkan dan mengeringkan lesi. Hidrokortison

dan losion kalamin, membantu untuk meringankan rasa gatal. Penggunaan topikal

anastesi lokal tipe caine perlu dihindari atau diawasi karena dapat menyebabkan

kontak dermatitis yang lebih luas.

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 12: Dermatitis kontak

12

Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis)

Mebersihkan kulit dan membuang alergen secepat mungkin (10 menit pertama

setelah terpapar) akan mengurangi keparahan respon imun. Tipe terapi tergantung

pada keparahan reaksi alergi: mild, moderat, atau parah. Terapi untuk mild dermatitis

berupa antipruritik lokal yang mengandung kalamin, mentol, fenol, champor, dan

agen anti pruritik, atau diberikan krim atau salep hidrokortison. Jika terjadi ruam

maka pasien harus menghindari alergen. Jika ruam makin luas dan tidak mengenai

mata atau organ genitalia dapt digunakan kompres atau rendaman astringent.

I. Penatalaksanaan Terapi

Eksklusi pengobatan sendiri

1. Berusia kurang dari 2 tahun

2. Dermatitis lebih dari 2 minggu

3. Lebih dari 25% bagian tubuh yang terkena

4. Terlalu banyaknya bulla

5. Gatal, iritasi, atau jumlah vesikel dan bulla yang ekstrim

6. Pembengkakan pada tubuh atau extremitas

7. Pembengkakan pada mata atau kelopak mata

8. Genitalia tidak nyaman karena gatal, kemerahan, bengkak, atau iritasi.

9. Gatal pada membran mukosa mulut, mata, hidung, dan anus.

10. Toleransi rendah pada nyeri, gatal, atau gejala yang tidak nyaman.

11. Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

Tanyakan tentang riwayat gejala, penampakan ruam, area tubuh yang

terkena dan gatal

Apakah termasuk eksklusi pengobatan

sendiri?

Rujuk ke dokter Ya

Apakah blister, vesikel, atau

bulla terbuka atau berair?

Tidak

Rekomendasikan satu atau lebih

saran di bawah ini:

1. Krim hidrokortison, non salep

2. Kompres alumunium asetat

3. Rendaman atau kompres

sodium bikarbonat

4. Rendaman atau kompres air dingin

5. Shower hangat 6. Colloidal oatmeal baths

Pasien dengan keluhan gatal intensif, kemerahan, dan ruam bergaris

Ya

Tidak

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 13: Dermatitis kontak

13

Dermatitis Kontak Iritan (Irritant Contact Dermatitis)

Terapi non-farmakologi ICD

1. Pencucian sesegera mungkin pada area yang terpapar agen iritan akan

mengurangi waktu kontak agen iritan dengan kulit, dan jika terjadi respon

kulit, hal ini akan membantu untuk mencegah penyebaran dermatitis.

2. Beberapa substansi yang dapat menyebabkan respon iritasi pada kulit

sebaiknya dihindari. Mengedukasikan kepada pasien bagaimana cara untuk

mengurangi resiko terpapar merupakan hal yang penting.

3. Penggunaan baju pelindung, sarung tangan, dan peralatan proteksi lainnya

akan mengurangi pemaparan iritan dan sebaiknya penggunaan alat proteksi

diganti secara periodik.

4. Hidropel dan pelembab penghalang kulit hollister dapat digunakan untuk

mencegah ICD jika digunakan sebelum kontak dengan iritan.

Rekomendasikan satu atau lebih saran di

bawah ini:

1. Krim atau salep hidrokortison topikal

2. Losion kocok yang mengandung

kalamin, fenol, menthol, camphor

3. Rendaman atau kompres sodium

bikarbonat

4. Shower hangat

5. Colloidal oatmeal baths

Tunggu dalam 2 hari

Ada kondisi membaik?

Lanjutkan perawatan

sampai sembuh

Gatal berkurang?

Tunggu dalam 2-7 hari

Sarankan penggunaan anastesi topical

atau AHs dan atau rendaman

Ya

Tidak

Tidak

Rujuk ke dokter

Ya

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 14: Dermatitis kontak

14

Terapi non farmakolog untuk diaper dermatitis pada bayi:

1. Mengurangi kelembaban pada bayi, misalnya menggunakan pakaian yang

tidak banyak membuat keringat

2. Mengurangi kontak dengan feses dan urin

3. Mencuci pakaian bayi dengan bersih dan menggunakan deterjen yang lembut

Terapi farmakologi ICD

Perwatan ICD sama denga perawatan ACD.

Diaper Dermatitis

Dermatitis Kontak Alergi (Allergic Contact Dermatitis)

Beberapa hari pertama reaksi alergi merupakan kondisi yang sangat tidak nyaman

bagi pemderita ACD. Dermatitis yang ditangani ataupun tidak ditangani secara alami

membutuhkan waktu sekitar 10-21 hari untuk mereda akibat sistem imun pasien

sendiri (gambar 6). Produk non-resep topikal dibutuhkan untuk meringankan gejala

tersebut.

Gambar 6. Fase lanjut dari DKI akut menunjukkan adanya eritema dan crust (A), sedangkan setelah beberapa hari fase perbaikan dari DKI lanjut menunjukkan adanya sisa kemerahan dan kulit terkelupas (B) (Ket dan Leok, 2002)

Terapi non-farmakologi ACD

1. Membersihkan bagian yang teriritasi

Dilakukan dengan cara mengompres kulit yang teriritasi dengan air hangat (32,2oC)

atau lebih dingin. Namun, farmasis harus mengingatkan agar tidak menggunakan air

panas 40,5oC atau lebih sebab akan memperparah luka, dan bahkan dapat

menyebabkan luka bakar tingkat kedua..Pencucian menggunakan sabun

hipoallergenik dan jangan menggosok bagian yang ruam.

2. Mencegah terjadinya ruam

A B

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 15: Dermatitis kontak

15

Apabila terpapar agen allergen maka untuk mencegah terjdinya ruam-ruam di kulit

adalah dengan:

a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis

kontak alergi

b. Menghindari substansi allergen.

c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen

d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada

sabun bilas dengan air.

e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar alergen

f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain

g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar alergen

h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang

berisiko terhadap paparan alergen

Terapi farmakologi ACD

Tujuan terapi utama ruam kulit adalah untuk mengurangi rasa gatal, oleh karena itu

pasien biasanya menggunakan hidrokortison topikal, antihistamin topikal, dan

beberapa agen antipruritik. Pasien juga dapat menggunakan astringent untuk

mempercepat pengeringan luka yang basah sehingga memberikan penutup pelindung

kulit yang mengalami inflamasi. Selain itu perlu juga sering digunakan antiseptik untu

melindungi dari infeksi sekunder.

J. Evaluasi Produk

Kortikosteroid topikal

Hidrokortison merupakan kortikosteroid topikal yang paling efektif dalam mengatasi

gejala pada Dermatitis kontak ringan hingga sedang yang tidak meliputi daerah yang

sangat luas. Kortikosteroid lainnya adalah: betametason, fluticasone, clobetasol,

prednison, prednisolon.

Indikasi : hidrokortison merupakan kortikosteroid potensi rendah yang

mampu mengatasi rasa gatal dan mengurangi inflamasi akibat

dermatitis

Keamanan : hidrokortison aman untuk diaplikasikan pada semua daerah

tubuh, kecuali mata dan kelopak mata, wajah dan kulit yang

terbuka

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 16: Dermatitis kontak

16

Efek samping : Penggunaan kortikosteroid dalam jangka lama akan

menimbulkan efek samping akibat khasiat glukokortikoid

maupun khasiat mineralokortikoid

Kontraindikasi : infeksi sistemik, kecuali bila diberikan antibiotic sistemik,

hindari vaksinasi dengan virus aktif pada pasien yang

menerima dosis imunosupresive

Perhatian : Hidrokortison topikal sebaiknya tidak digunakan untuk anak

usia < 2 tahun sebab berpotensi dalam supresi adrenal.

Disarankan pada pasien bahwa sebaiknya hidrokortison tidak

digunakan apabila dermatitis lebih dari 7 hari atau jika gejala

mincul kembali dalam beberapa hari.

Sediaan di Indonesia :

1. Berlicort : komposisi, hidrokortison acetate

Dosis : Oleskan tipis pada tempat yang sakit 2-4x sehari

Harga : krim 25 mg/g x 5 g = Rp 3.705,-

2. Dermacort : komposisi, hidrokortison 1 %, camphor 1 %

Dosis : Oleskan 2-4x sehari

Harga : Krim 15 g = Rp 13.000,-

Antihistamin/antipruritus topikal

Preparat ini mengandung antihistamin topikal (chlorpheniramine, chlorpenoxamine,

dimethindene, difenhidramin, mepiramin) atau antipruritus (calamine, champor,

mentol, phenol) secara tunggal atau kombinasi

Mekanisme : Antihistamin/antipruritus dapat mendepresi reseptor sensorik

di kulit sehingga memberikan efek analgetik topikal. Walaupun

antihistamin dapat memblok reseptor histamin namun reseptor

tersebut tidak berperab penting dalam respon hipersensitivitas

diperlambat tipe IV

Indikasi : mengatasi rasa gatal dan analgetik topikal pada dermatits

Perhatian : Penggunaan antipruritus pada luka terbuka tidak karena

dapat memperparah rasa terbakar. Antihistamin dapat

mengakibatkan inflamasi sekunder sehingga bila gejala

tambah parah maka segera cuci/bilas daerah kulit tersebut dan

hentikan pemakaian

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 17: Dermatitis kontak

17

Sediaan di Indonesia:

1. Regata

Komposisi : Difenhidramin HCl 1%, calamine 8%, champora 0,1%

Penggunaan : dioleskan pada daerah yang sakit sesudah mandi. Kocok

dahulu sebelum digunakan, 4 kali sehari

Perhatian : Jangan dioleskan pada kulit yang melepuh. Hindari

penggunaan kontak dengan mata atau selaput lendir. Hati-hati

dengan penggunaan dengan preparat difenhidramin lainnua

dan penggunaan lebih dari 7 hari

Harga : Lotion 100mL (Rp 10.000)

2. Caladryl

Komposisi : Calamine 8%, champora 0,1%, difenhidramin HCl 1%,

alkohol 2%

Penggunaan : krim oleskan sesuai dengan kebutuhan, 4 kali sehari

Perhatian : hati-hati dengan kontak kulit terkelupas. Hindari kontak

dengan mata atau selaput lendir lainnya

Harga : Krim 25g (Rp.5.720), Lotion 60mL (Rp 5.600); 115mL (Rp

8.700)

Anastetik topikal

Anastetik topikal yang dapat diberikan tanpa resep adalah benzokain.

Indikasi : anastetik lokal digunakan untuk meringankan rasa gatal dan

juga mencegah garukan sehingga mencegah meluasnya

daerah dermatitis kontak alergi serta mengurangi risiko infeksi

sekunder.

Penggunaan : sediaan mengandung 3-20% benzokain. Anastetik topikal ini

digunakan tidak lebih dari 3-4 kali sehari

Mekanisme aksi : mempengaruhi impuls yang dihantarkan oleh sel saraf

sensorik pada daerah dermatitis

Perhatian : penggunaan anastetik topikal merupakan langkah terakhir

setelah antipruritik (anti gatal) lainnya gagal dalam terapi

sebab anastetik lokal dapat menyebabkan inflamasi sekunder

dan meningkatkan rasa gatal karena diketahui memiliki

kemampuan sensitisasi. Bila setelah digunakan, kondisi

dermatitis makin parah maka segera dibilas dengan air atau

sabun lembut dan tidak digunakan lagi sediaan ini. (Keefner,

2004)

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 18: Dermatitis kontak

18

Sediaan di Indonesia :

Benzomid®

Komposisi : Benzokain 3%, cetrimid 0,5%

Penggunaan : dioleskan pada daerah yang sakit

Harga : Lotion 120 mL (Rp 27.500)

(Anonim, 2006)

Terapi Farmakologi lainnya:

Antiinfeksi topikal

Antiinfeksi topikal digunakan untuk mengatasi infeksi sekunder yang dapat terjadi

pada dermatitis. Antiinfeksi tersebut adalah: bacitracin, kloramfenikol, gentamicin,

nitrofurazon, clotrimazole, neomycin.

Contoh produk di Indonesia:

Dermagen

Komposisi : Gentamicin sulfat

Indikasi : Dermatitis, infeksi kulit primer dan sekunder

Penggunaan : Oleskan 3-4 kali sehari

Sediaan : Krim 0,1% x 5 g (Rp 5.500), 10g (Rp 8250), Krim forte: 0,3% x5g (Rp

7.700), 10g (Rp 10.450)

Farsycol

Komposisi : Kloramfenikol

Indikasi : Infeksi kulit karena gram positif dan gram negatif serta kuman yang

peka lainnya

Penggunaan : oleskan pada bagian yang sakit 2-3 kali sehari

Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap kloramfenikol

Perhatian : Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan pertumbuhan

jangka panjang dapat menyebabkan resistensi mikroba

Efek samping : Gatal, panas, engioneurotik

Harga : Krim 2% 5g (Rp 4.000), 10g (Rp 5.800)

Astringent

Astringent diketahui merupakan agen presipitasi protein yang digunakan untuk

menghentikan dan mengurangi cairan mengalir dari kapiler maupun cairan yang

dikeluarkan dari blister akibat inflamasi. Zat ini membantu mengeringkan dermatitis

basah serta mempercepat kesembuhan. Beberapa astringet adalah: Burrow’s

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 19: Dermatitis kontak

19

solution (alumunium asetat), zinc oxide, zinc acetat, calamine, natrium bicarbonat.

Mereka biasa digunakan dengan cara pengompresan.

Obat Tradisional

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)

Khasiat : sebagai antiradang, menghilangkan bengkak, mengurangi rasa

sakit, penawar racun, dan lain-lain.

Ketepeng Cina (Cassia alata L.)

Khasiat : menghilangkan gatal-gatal, insecticidal, sebagai obat kulit yang

disebabkan oleh parasit kulit, dan lain-lain.

Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza)

Khasiat : sebagai antiradang, antibakteri, meredakan rasa sakit (analgetik),

dan lain-lain.

Kunyit (Curcuma longa L.)

Khasiat : sebagai antiradang , antibakteri, melancarkan sirkulasi darah, dan

lain-lain.

Berikut ini contoh beberapa resep untuk pengobatan dermatitis :

Resep 1. (pemakaian dalam)

30 gram temu lawak (dipotong-potong) + 10 gram sambiloto kering + gula aren

secukupnya, dicuci bersih lalu direbus dengan 500 cc air hingga tersisa 200 cc,

disaring, airnya diminum.

Resep 2. (pemakaian luar)

Daun ketepeng cina secukupnya dicuci bersih dan dihaluskan, tambahkan 1 sendok

teh air kapur sirih dan 1 sendok makan minyak kelapa, dipanaskan sebentar, setelah

hangat dioleskan pada bagian yang terkena eksim.

Resep 3 . (pemakaian luar)

Kunyit yang tua secukupnya dicuci bersih dan diparut, tambahkan 1 sendok air kapur

sirih dan perasan 1 buah air jeruk nipis, diaduk sampai merata, lalu adonan tadi

dioleskan pada bagian kulit yang terkena eksim.

Resep 4 . (pemakaian luar)

Sambiloto segar dicuci dan dihaluskan, tambahkan sedikit serbuk belerang, diaduk

rata, lalu dioleskan pada bagian tubuh yang terkena eksim.

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 20: Dermatitis kontak

20

Resep 5

2 jari temu hitam

2 jari kunyit

1 jari temu lawak

2 jari brotowali

1 helai daun sirih

semua bahan direbus dengan 2 gelas air hingga menjadi 1 gelas, dan diminum 1 kali

sehari. (Wijayakusuma, 2008)

K. KESIMPULAN

Kejadian dermatitis kontak yang disebabkan oleh iritan maupun alergi

memiliki hubungan dengan suatu pekerjaan, sehingga orang-orang yang memiliki

bekerja di suatu aktivitas yang memiliki risiko tersebut harus mempersiapkan dirinya

agar terhindar dari dermatitis kontak. Pada dermatitis kontak iritan, iritan yang kuat

seperti asam kuat atau basa kuat dapat mengakibatkan dermatitis kontak iritan akut,

sedangkan iritan yang lemah seperti deterjen keras memerlukan waktu yang lebih

lama untuk mengakibatkan dermatitis kontak iritan kronik. Dermatitis kontak alergik

merupakan jenis dermatitis kontak terbesar kedua setelah dermatitis kontak iritan.

Penanganan diaper dermatitis pada bayi memerlukan perhatian yang khusus sebab

bayi memiliki daya tahan yang masih lemah.

Farmasis diharapkan mampu tidak hanya menentukan terapi farmakologi

yang tepat, melainkan juga mampu memberi edukasi kepada pasien untuk

menghindari dan mencegah terjadinya pemaparan yang dapat menyebabkan

dermatitis kontak. Tahap pertama yang penting dilakukan untuk memberika terapi

yang tepat adalah dengan beupaya menggali informasi mengenai kemungkinan

penyebab dari timbulnya dermatitis kontak tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008, Contact Dermatitis, http://www.edermatitis.com/, diakses 17

November 2008

Anonim, 2006, MIMS Petunjukuk Konsultasi 2006/2007, PT Info Master, Jakarta

Buxton, P.K.,2005, ABC of Dermatology, BMJ Publishing Group, London

Crowe, M.A., dan James, W.D., 2001, Alergic and Irritant Contact Dermatitis,

Madigan Army Medical Center, Washington

Darsow, U. Dan Ring, J., 2005, British Contact Dermatitis Society: Summaries of

Papers, British Association of Dermatologist, Munich

Ditumbuk halus

Downloaded from pharma-c.blogspot.com

Page 21: Dermatitis kontak

21

Dipiro dam Michael, 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach,

McGraw-Hill Companies Inc, New York

Freedberg, I.M., Eisen, A.Z., Wolff, K., Austen, K.F., Goldsmith, L.A., Katz, S., 2003,

Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine, 6th Ed., McGraw-Hill

Professional, New York

Hayakawa, R., 2000, Contact Dermatitis, Nagoya J. Med. Sci. 63. 83 ~ 90, Nagoya

Keefner, D.M., dan Curry, C.E., 2004, Contact Dermatitis dalam Handbook of

Nonprescription Drugs, 12th edition, APHA, Washington D.C.

Ket, NG., S., dan Leok, GOH., C., 2002, Irritant Contact Dermatitis and Allergic

Contact Dermatitis

Nasution, D., Manik, M., Lubis, E., 1994, Insidensi Kontak Dermatitis di Rumah Sakit

Pirngadi, Medan

Sularsito, S.A., 2004, Dermatitis Kontak Alergi dalam Subono, H., Kumpulan

Makalah Seminar Kontak Dermatitis, FK UGM, Yogyakarta

Wijayakusuma, H., 2008, Mencegah & Mengatasi Ekzema dengan Tumbuhan Obat,

http://obatherbal.wordpress.com, diakses tanggal 17 November 2008

Winotopradjoko, M., 2006, Informasi Spesialite Obat Indonesia, vol 41, Ikatan

Sarjana Farmasi Indonesoa, Jakarta

Downloaded from pharma-c.blogspot.com