perlakuan pajak atas laba usaha dalam persetujuan

Upload: effendi-wijaya

Post on 12-Jul-2015

225 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PERLAKUAN PAJAK ATAS LABA USAHA DALAM PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA ANTAR DUA NEGARA

Yetty Murni Staf Pengajar FAKULTAS EKONOMI, UNIVERSITAS PANCASILA Abstract TaxPolicy of operating income withdrawing from double taxation between Indonesia and Japan as develop country, Indonesia and Thailand as developing country. The goal is to know that operating income which be got from various resources can be subjected to tax by Indonesian government. Branch profit tax whether subjected to Japan or Thailand is not the same way. A nation that its economy is doing a thriving business and has been restricted by an agreement with Indonesia, so it has an in significant branch profit tax. That's why Indonesia needs to have many investors who want to invest their capital in Indonesia, therefore it is expected that the income will be up and the economy is going to be treated well. Keywords: Double taxation, Profit tax, Tax policy, Tax sparing, Reduction of the tax nya. Kedua kelompok terse but cepat atau lambat akan saling berhubungan melalui transaksi modal. Perdagangan internasional dapat memberikan manfaat ekonomi timbal balik antar kedua negara. Hubungan ekonomi tersebut dapat lebih dimantapkan dengan investasi baik oleh pemerintah maupun sektor swasta. Investasi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional dengan strategi aliansinya dapat memperluas dan memperbesar akses pada pasar internasional sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor dan perolehan devisa negara. Negara tempat aktivitas ekonomi berlangsung berkeinginan memungut pajak atas penghasilan yang diperoleh dengan penalaran bahwa penghasilan tersebut diperoleh dari sumber yang berada di negara tersebut. Oi lain pihak, Negara tempat kedudukan7

Pendahuluan Dengan berkembangnya hubungan ekonomi antara Indonesia dengan negara-negara lain dapat menimbulkan potensi penerimaan pajak dan masalah perpajakan internasional. Untuk itu dipertukan adanya kerjasama bilateral maupun multilateral untuk menanganinya. Dari segi kekuatan modal, negara-negara di dunia dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu Capital Exporting Countries dan Capital Importing Countries. Negara yang termasuk Capital Exporting Countries adalah negara-negara maju yang membutuhkan pasar lain sebagai daerah ekspansi bagi modal yang dimilikinya. Sedangkan Capital Importing Countries adalah negara yang kekurangan modal, yang memerlukan impor modal untuk mendorong kegiatan perekonomian -

Perlakuan Pajak atas Laba Usaha Dalam Persetujuan Pengh;ndaran Pajak Berganda antar Dua Negara, Yetty Mum;http://www.univpancasila.ac.id 7/24

aktivitas mengenakan pajak atas penghasilan dari aktifitas mancanegara tersebut berdasarkan argument bahwa orang pribadi atau badan pelaku aktifitas mempunyai pertalian personal dengan negara tersebut. . Transaksi-transaksi yang memiliki aspek perpajakan intemasional adalah transaksi-transaksi yang bersifat cross boarder (Iintas batas negara). Transaksi lintas negara adalah suatu transaksi dimana Wajib Pajak Dalam Negeri memperoleh penghasilan yang bersumber dari luar negeri atauWajib Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari dalam negeri. Terdapat 2 (dua) sumber hukum yang diterapkan terhadap pengenaan pajak atas penghasilan-penghasilan yang diperoleh dar; transaksi internasional yaitu : 1. Persetujuan penghindaran pajak berganda (Tax Treaty). 2. Undang-Undangdomestik yaitu Undang-Undang No 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan. Pajak Secara Umum. Pajak secara umum dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundanganundangan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah, yang secara tidak langsung dinikmati oleh masyarakat. Supaya pembebanan pajak kepada masyarakat dapat didistribusi secara layak dalamAkuntabilitas,

pemerataan pendapatan maka pajak harus memilikielemen redistributif dan keadilan yang tinggi dengan menerapkan tarif pajak progresif dan kebijakan fiskal yang effisien. Menurut Prof.DR.Rahmat Soemitro,SH yang dikutip oleh Waluyo (2003) pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatjasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekatpada pengertianpajak adalah: Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya yang sifatnya dapat dipaksakan. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah. Pajakdipungutoleh Negarabaik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah , yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, diperuntukkan untuk membiayai public invest-

ca

ment. Pajak dapat berfungsi sebagai sumber keuangan Negara (fungsi budgeter), yaitu untuk membiayai kepentingan pemerintah dan juga berfungsi sebagai pengatur (regulator) yaitu dapat untuk mencapai8

Volume 4, No.2 Maret 2005, 7 - 23

http://www.univpancasila.ac.id

7/24

tujuan-tujuan di luar bidang keuangan. Untuk mencapai tujuan tujuan utama dalam pemungutan pajak, perlu juga ditentukan azas azas yang harus dipegang teguh dalam memilih alternatif-alternatif yang berkenaan dengan pemungutan pajak tertentu. Adapun azas azas tersebut meliputi: a. Equality (Persamaan) b. Certainty (Kepastian) c. Convenience (Kenyamanan) d. Economy (Ekonomis) Selain itu terdapat pula azas-azas lain dalam mengadakan pemungutan pajak yaitu: 1. Azas Sumber 2. Azas Domisili 3. Azas Nasionalitasl Kebangsaan Pajak Berganda dan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda KnectleProblem

Pajak berganda dianggap terjadi pada semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam satu administrasi pajak yang sarna. Gunadi (1999). Persetujuan penghindaran pajak berganda (Tax Treaty) yaitu: Perjanjian bilateral (dalam kasus multilateral) yang ditutup oleh Negara dengan tujuan utama untuk menentukan solusi terhadap pajak berganda internasional yang disebabkan oleh implementasi hak pemajakan (berdasarkan ketentuan domestik) kedua negara atas suatu obyek (subyek yang sarna). Gunadi (1999). Persetujuan penghindaran pajak berganda (Tax Treaty) mempunyai tujuan antara lain: Metindungi wajib pajak Mendorong atau menarik investasi (dengan berbagai keringanan pajak) Memudahkan ekspansi perusahaan Negara maju Membantu mengurangi dan menanggulangi penghindaran dan penyelundupan pajak, meningkatkan kerjasama aplikasi ketentuan domestic, perbaikan pertukaran informasi dan pengalaman perpajakan, peningkatan pengetahuan tentang kemampuan bayar wajib pajak, dan perbaikan interpretasi ketentuan pajak Harmonisasi kriteria pemajakan Mencegah diskriminasi Menumbuh suburkan hubungan ekonomi antar negara9

dalam

bukunya"

in International

Basic Fiscal Law"

(1979) yang dikutip oleh Gunadi (1999) membedakan pengertian pajak berganda secara luas (wider sense) dan secara sempit (narrower sense). Dalam artian luas (WiderSense)

Pengertian pajak berganda meliputi setiap bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya lebih dan satu kali, dapat berganda (double taxation) atau lebih (multiple taxation) terhadap suatu fakta fiskal (subjek dan atau objek pajak). Dalam arti sempit (NarrowerSense)

Perlakuan Pajak atas Laba Usaha Dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antar Dua Negara, Yetty Mumihttp://www.univpancasila.ac.id 7/24

perjanjian. Meningkatkan pencegahan penyalahgunaanperjanjiandan kerjasama dalam penetapan dan penagihan serta aktivitas administrasi lainnya.Gunadi (1999).

Tahapan Dalam Pembuatan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty) Terdapat beberapa tahapan di dalam pembentukan suatu Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty) yaitu : Perundingan a. Permintaan untuk melakukan perundingan Persetujuan Penghindaran Pajak berganda yang disampaikan oleh Pemerintah Negara Sahabat atau Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Luar Negeri. b. Direktorat Jenderal Pajak menetapkan usul tanggal dan tempat perundingan, kemudian disampaikan kepada pemerintah dari Negara Sahabat melalui Departemen Luar Negeri. c. Direktorat Jenderal Pajak melakukan penelitian dan analisis atas draft Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang diusulkan oleh Pemerintah Negara sahabat. d. Persetujuandilakukan pada tanggal dan tempat yang telah disepakati, isiAkuntabilitas, Volume 4, No.2 Maret 2005, 7 - 23

perundinganmeliputisemua pasal-pasal yang diusulkan dalam draft Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. ketentuan pembagianhak pemajakan. e. Jika semua pasal dalam draft Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda disetujui. maka ketua delegasi dari masingmasing Negara akan membubuhiparaf padadraft tersebut. f. Setiap akhir perundingan. ketua delegasi Republik Indonesiamembuatlaporan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dan Menteri Sekretaris Negara mengenai hasil perundingan. Penandatanganan Draft Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda diproses lebih lanjut oleh DepartemenLuar Negeri untuk ditandatangani. Pejabat yang boleh menandatangani adalah yang diberi kuasa penuh (Full of Power) yaitu Menteri Luar Negeri atau Duta Besar RepublikIndonesia. Ratifikasi Draft Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda diteruskan kepada Sekretaris Negara untuk diratifikasi. Pejabat yang boleh melakukan ratifikasi adalah instansi yang berwenang.misalnyaParlemen107/24

http://www.univpancasila.ac.id

atau Kongres, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden. Pertukaran Ratifikasi Bila kedua Negara telah meratifikasi sesuai dengan ketentuan masing- masing Negara, maka Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda akan menjadi sah sejak tanggal terakhir pemberitahuan diratifikasinya Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atau saat dilakukannya pertukaran nota ratifikasi. Berlaku Efektif Untukkeperluanpemajakan, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda baru berlaku efektif sejak awal bulan tahun berikutnya.

Subjek Pajak Dalam Negeri (Pasal 2 ayat 3) adalah: Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari (seratus delapan puluh tiga) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Badan yang didirikan atau berkedudukandi Indonesia. Warisan yang belumterbagi sebagai satu kesatuan, menggantikanyang berhak Subjek Pajak Luar Negeri (pasal2 ayat 4) adalah: Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikandantidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari11

II

Subjek Pajak Dalam Perpajakan Internasional. Subjek pajak dalam Perpajakan Intemasional adalah: Subjek pajak Dalam Negeri yang mendapatkan atau menerima atau memperoleh penghasilan dari sumbersumber di Luar Negeri. Subjek Pajak Luar Negeri yang mendapatkan penghasilan dari sumber- sumber di Indonesia.

Menurut Undang-Undang No 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, yang dimaksud dengan:

Per/akuan Pajak alas Laba Usaha Da/am Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antar Dua Negara, Yetty Mumihttp://www.univpancasila.ac.id 7/24

183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia. Objek Pajak Dalam Perpajakan Internasional Objek Pajak dalam Perpajakan Internasional terinci dalam 15 (lima belas)jenis penghasilan yaitu: Penghasilan dari harta tetap atau barang tak bergerak (Income From Immovable Property). Penghasilan dari usaha (Business Income or Business Profit) Penghasilan dari usaha perkapalan dan usaha pengangkutan udara (Income from Shipping and Air Transport). Dividen (Dividend) Bunga (Interest) Royalti (Royalties) Keuntungan penjualan harta (Capital Gains) Penghasilan dari pekerjaan (Income from Dependent personal Services) Gaji Direktur (Director's Fees) Penghasilanseniman,artis dan olahragawan (Income Earned by entertainers and Athletes) Uang Pension dan jaminan sosial tenaga kerja (Pension and Social Security Payments).Akuntabilitas,

Penghasilan pegawai negeri (Income in Respect of Government Services). Penghasilan pelajar atau mahasiswa (Income Received by Student and Apprentices) Penghasilan lain-lain (Other Income). Metode Penghindaran Berganda. Pajak

Terdapat beberapa metode penghindaranpajak bergandayaitu: 1. Metode Pembebasanl Pengecualian (Exemption Method) Metode Inl meliputi pembebasan : a. Subjek Pembebasan subjek pada umumnya diberlakukan terhadap anggota korps diplomatik dan organisasi internasional. Para Outa Besar, anggota korps diplomatik dan konsuler yang sesuai dengan hukum internasionalmendapathak istimewa (privilege) pemajakan. Mereka hanya dikenakan pajak oleh Negara pengirimnya saja. b. Objek Metode Pembebasan objek pajak lebih dikenal dengan isitilah Full Exemption (Pembebasan Penuh). Pembebasan ini diberikan dengan mengeluarkan penghasilan12

Volume 4, No.2 Maret 2005, 7 - 23

http://www.univpancasila.ac.id

7/24

luar negeri dari basis pemajakan Wajib Pajak Dalam Negeri dari Negara tersebut. c. Pajak Metode Pembebasan ini lebih dikenal dengan Exemption With Progession (Pembebasan dengan Progresi). Dalam metode ini penghasilan luar negeri dibebaskan dari pajak domestik, namun untuk keperluan penghitungan pajak atas penghasilan luar negeri terhadap pengenaan pajak atas penghasilan global dipertahankan. 2. Metode Kredit Pajak (Credit Method) Metode ini terdiri dari : a. Kredit Penuh (Full Credit) Metode ini mengurangkan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri sepenuhnya terhadap pajak domestik yang dialokasikan terhadap penghasilan dimaksud.C.

Overall Limitation Pada metode Ini pajaknya dihitung dengan menjumlahkan dulu semua pengahsilan di luar negeri baru dikalikan dengan tarif yang sesuai dengan yang berlaku di suatu negara. Matching Credit Tujuannya untuk mendorong penduduk suatu negara berinvestasi di negara lain. Metodeini hanya berlaku untuk pengenaan pajak atas dividen. Underlying Credit Pada metode ini negara dimana induk perusahaan berada, dapat melakukan pemotongan dividen yang diperolehdari anak perusahaan di luar negeri.

b. Kredit Terbatas (Ordinary Credit) Metode ini terbagi menjadi : Per country Limitation Pada metode ini pajaknya dihitung dari tiap negara,diperhatikan yang lebih atau lebih kecil dari tarif pajak yang seharusnya berlaku di suatu negara.

Kredit Pajak Fiktif (Tax Sparing Credit) Pada metode ini walaupun si wajib pajak tidak dipungut pajak di negara yang bersangkutan, tetapi si wajib pajak boleh mengakuil mencatat/mempe rhitungkan pajak yang tidak dipungut tersebut, sehinggabersifatfiksi. Hal ini akan menguntungkan perusahaan yang mengadakan13

Per/akuan Pajak atas Laba Usaha Da/am Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antar Dua Negara, Yetty Mumihttp://www.univpancasila.ac.id 7/24

transaksi di luar negeri karena penghasilannya tidak kena pajak, sehingga dia memperoleh keuntungan berupa pajak yangseharusnya dibayar, karena di negaranya perusahaan tersebut memperhitungkan pajak penghasilannya. 3. Metode Lainnya. Manual Pires dalam buku bahwa ada beberapa metode yang dikaitkan dengan pajak, antaralain: "International on Income" Juridicial Double

atau distribusi) penghasilan sesuai dengan kategori tertentu untuk menentukan pemajakan antara Negara sumber dan domisili. Pengurangan pajak luar negeridaripenghasilankena pajak (deduction method). Pengurangan penghasilan luar negeri.

Bentuk Usaha Tetap Bentuk usaha tetap menurut Undang-undangNomor17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan pada pasal 2 ayat 5 adalah " adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan di Indonesia. Bentuk UsahaTetapdapat berupa: Tempat kedudukan manajemen. Cabang perusahaan. Kantor perwakilan. Gedung Kantor. Pabrik. 8angkel. Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau 147/24

Pembagiansharing)

pajak

(tax

negarasumber negara domisili. Pembagian hak pemajakan(division of taxing power)

antara dengan

dengan penentuan tarif pajak maksimum atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri. Keringanan tarif (reduction of the rate) terhadap penghasilan luar negeri. Pengurangan pajak(reduction of the tax)

dengan suatu jumlah tertentu (persentase) dari penghasilan luar negeri. Pemajakan dengan jumlah tetap (Iumpsum atau forfaittaxation)

Sedangkan menurut Gunadi (1999) beberapa metode yang dihubungkan dengan penghasilan yaitu: Klasifikasi (atribusi, divisiAkuntabilitas, Volume 4, No.2 Maret 2005, 7 - 23

http://www.univpancasila.ac.id

kehutanan. Proyek kontruksi, instalasi atau proyek perakitan. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas. Agen atau badan dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransiatau menanggung risiko di Indonesia. Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap. Yang menjadi objek pajak dari bentuk usaha tetap yang mengacu pada pasal 5 Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan adalah: Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap terse but dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai oleh Bentuk Usaha Tetap; Penghasilan Kantor Pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia; Penghasilan sebagaimana tersebut dalam pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat

hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. Penyebab Terjadinya Pajak Berganda. Pengenaan

Pajak berganda timbul karena: Perbedaan azas pemungutan pajak yang dianutoleh negara. Perbedaan pengertian subjek pajak antara negara satu dan lainnya. Azas-azas pemungutan pajak dapat terbagi menjadi: Azas domisili Pada azas ini pajak dipungut didasarkan atas tempat kediaman I tempat kedudukan wajib pajak didalam suatu negara. Sumber pajak dikenai pajak di negara dimana ia berdomisili. Negara yang menganut azas ini biasanya menganut prinsip World Wide Income, artinya mereka yang berdomisili di negara terse but dikenai pajak atas seluruh penghasilan yang bersumber di berbagai negara. Penentuan domisili adalah subjek Pajak dianggap Penduduk Dalam negeri. Menurut pasal 4 didalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia - Jepang yang dimaksud "Penduduk dari Suatu negara" berarti setiap orang atau badan yang menurut perundang-undangan negara ini15

Per/akuan Pajak atas Laba Usaha Da/am Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antar Dua Negara, Yetty Mum;http://www.univpancasila.ac.id 7/24

dapat dikenakan pajak berdasarkan tempat tinggal, tempat kediaman, kantor pusat atau kantor besar, tempat ketatalaksanaan atau patokan lainnya yang serupa. Jika berdasarkan ketentuan ayat 1, seseorang atau suatu badan merupakan penduduk dari kedua negara, maka untuk persetujuan ini pejabat berwenang dari masing-masing negara, berdasarkan permufakatan kedua belah pihak akan menentukan tempat kedudukan seseorang atau badan tersebut Azas sumber Pada azas ini pajak dipungut didasarkan pada adanya sesuatu sumber penghasilan di suatu negara. Pengenaanpajak dimana sumber penghasilan berasal. Penentuan sumber penghasilan dapat dilakukan dengan 2 cara: Penghasilan itu sendiri. Penentuan sumber penghasilan berdasarkan Undang-undang pajak dari suatu negara. Sedangkan sumber penghasilan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: o Active Income adalah penghasilan yang berasal dari usaha (Business Income). o Passive Income adalah penghasilan dari modal, misalnya dividen, bunga,Volume 4, NO.2 Maret 2005, 7 - 23

royalty dan pengahasilan dari harta (Capital Income). Azas Kebangsaanl Kewarganegaraan. Pada azas ini pajak dipungut didasarkan atas kebangsaan seseorang dari suatu negara. Pengenaan pajaknya didasarkan atas status kewarganegaraan Campuran dari azas di atas. Biasanya suatu negara (tidak semuanya) menganut campuran dari beberapa azas tersebut diatas, misalnya azas domisili digabungkan dengan azas sumber Azas Teritorial PadaAzas ini pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh daari wilayah suatu negara.Artinya penduduksuatu negara yang menganut azas territorial hanya dikenai pajak atas penghasilan dalam teritori negara tersebut. Penghasilan yang berasal dari luar negara tersebut tidak akan dikenakanpajak di negara ini, sebaliknya pengenaan luar negara tersebut tidak akan dikenai pajak di negara ini.

Sebab-sebab terjadinya pengenaan pajak berganda secara intemasional adalah : 1. Konflik antara. azas Domisili dengan Azas Sumber. Biasanya yang menjadi sebab pengenaan pajak16

Akuntabilitas,

http://www.univpancasila.ac.id

7/24

berganda adalah bertemunya azas domisili dengan azas sumber. Negara domisili mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh penduduk, sedangkan negara sumber mengenakan pajak atas penghasilan yang berasal dari negara tersebut. Dalam hal ini terjadi konflik antara World Wide Income Principle dan konsep kewenangan atas wilayah. 2. Konflik karena perbedaan definisi penduduk. Seseorang pribadi atau badan pada saat bersamaan dapat dianggap sebagai penduduk dari 2 negara. Hal ini dapat terjadi karena definisi "Penduduk" kedua negara tersebut berbeda, misalnya seorang warganegara Jepang bekerja di perusahaan karpet yang melakukan kegiatan usahanya di Indonesia. Untuk itu dia harus tinggal di Indonesia. Berdasarkan definisi "Subjek Pajak Dalam Negari" di dalam undang-undang No 17 tahun 2000, orang Jepang tersebut dianggap sebagai penduduk Indonesia. Untuk itu dia dikenai pajak atas seluruh penghasilannya dari Indonesia maupun dan luar negeri. Tetapi dari sudut pandang undangundang pajak di Jepang, orang tersebut tetap dianggap sebagai penduduk Jepang, walaupun ia tidak tinggal di Jepang. Jepang akan mengenakan pajak atas

seluruh seluruh penghasilannya. Jadi jelaslah bahwa telah terjadi pengenaan pajak berganda, karena orang yang sama dianggap sebagai penduduk dua negara. Konflik mengenai penduduk ganda (dual residence) ini biasanya terjadi atas orang pribadi. Tidak demikian halnya dengan badan hukum, karena pengurus suatu badan hukum berada dimana badan tersebut didirikan. 3. Perbedaan tentang Sumber Penghasilan. Terjadi apabila dua negara atau lebih memperlakukan satu jenis penghasilan sebagai penghasilan y'ang bersumber dari wilayahnya. Ini berakibat penghasilan yang sama dikenai pajak di dua negara. Dalam persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia-Jepang, di Indonesia pajak berganda akan dihindarkan dengan cara sebagai berikut: Indonesia, ketika mengenakan pajak-pajak kepada penduduknya, dapat menggabungkan dalam pendapatan kena pajak, bagianbagian dari pendapatan yang dikenakan pajak di Jepang menurut ketentuan-ketentuan di dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia-Jepang . - Jika penduduk Indonesia memperoleh pendapatan dari17

Per/akuan Pajak atas Laba Usaha Da/am Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antar Dua Negara, Yetty Mumihttp://www.univpancasila.ac.id 7/24

Jepang dan pendapatan itu dikenakan pajak di Jepang menurut ketentuan-ketentuan di dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia-Jepang. Jumlah pajak yang dibayar di Jepang atas pendapatan itu akan diperkenankan untuk diperhitungkan dengan pajak terhutang yang dikenakan penduduk itu. Bagaimanapun jumlah pajak yang diperhitungkan itu tidak melebihi jumlah pajak dikenakan di Indonesia atas bag ian pendapatan itu. Sedangkan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia- Thailand, pajak berganda akan dihindarkan dengan cara sebagai berikut: Indonesia, apabila akan mengenakan pajak kepada

penduduk Indonesia dapat menggabungkan dalam dasar pengenaan pajaknya, bagianbag ian pendapatan yang dapat dikenakan pajak di Thailand sesuai dengan ketentuan-ketentuan perjanjian ini. Jika seorang penduduk Indonesia menerima pendapatan dari Thailand dan pendapatan itu dapat dikenakan pajak di Thailand sesuai dengan ketentuan- ketentuan perjanjian ini, jumlah pajak yang dibayar di Thailand atas pendapatan itu, akan diperkenankan untuk diperhitungkan terhadap pajak yang terhutang oleh penduduk Indonesia. Bagaimanapun jumlah pajak yang diperhtungkan tidak akan melebihi pajak yang dikenakan di Indonesia terhadap bag ian pendapatan itu.

Penentuan Besarnya Laba Usaha Dalam Usaha Bentuk Usaha Tetap.PENENTUAN LABA BUT

BIAYA ADM KANTOR PUSAT YANG BOLEH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA

BIAYA YANG BERKAITAN DENGAN USAHA ATAU KEGIATAN USAHA

PEMBAYARAN KEPADA KANTOR PUSAT YANG T1DAK BOLEH DIBEBANKAN SEBAGAI PAJAK

ROYAL TI I IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA PATEN DAN HAK PATEN LAINNYA. IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN MANAJEMEN DAN JASA LAINNYA BUNGA, KECUALI BUNGA YANG BERKENAAN DENGAN USAHA PERBANKAN ROYALTlnMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA, HAK PATEN DAN HAK LAINNYA IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN JASA MANAJEMEN DAN JASA LAINNYA. BUNGA, KECUALI BUNGA YANG BERKENAN DENGAN USAHA PERBANKAN.

BUKAN PENGHASILAN PEMBAYARAN KANTOR PUSAT

SEBAGAI BUT, DARI

-

Akuntabi/itas,

Volume 4, NO.2 Maret 2005, 7 - 23

187/24

http://www.univpancasila.ac.id

Keterangan : Biaya administrasi Kantor Pusat yang boleh dibebankan sebagai biaya hanyalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT dimana besarnya ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pembayaran kepada Kantor Pajak yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya adalah: o Royalti atau imbalan sehubungan dengan penggunaan harta, paten atau hak lainnya. o Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen jasa lainnya. o Bunga kecuali bunga yang berkenan dengan usaha perbankan. Bukan sebagai penghasilan BUT, pembayaran dari Kantor Pusat berupa: o Royalti atau imbalan sehubungan ' dengan penggunaan harta, paten atau hak lainnya. o Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen jasa lainnya o Bunga kecuali bunga yang berkenan dengan usaha perbankan.

usalla tersebut dilakukan di negara sumber melalui bentuk Usaha Tetap. Jadi apabila kegiatan usaha yang dilakukan oleh penduduk Jepang di Indonesia tidak melalui Bentuk Usaha Tetap maka laba usaha rersebut hanya dapat dikenai pajak di Jepang. Seandainya kegiatan usaha tersebut dilakukan di Indonesia melalui Bentuk Usaha Tetap maka Indonesia berhak untuk memungut pajak atas laba usaha dari kegiatan tersebut. Dalam hal ini Jepang yang dapat dikatakan sebagai negara maju menganut prinsip Attribution Principle sebagai dasar pengenaan pajaknya. Yang dimaksud dengan Atribution Principle bahwa dianggap sebagai laba usaha yang diperoleh dari' kegiatan usaha di negara sumber (dalam hal ini Indonesia) oleh perusahaan yang merupakan penduduk dari negara domosili (dalam hal ini Jepang) adalah laba yang berasal dari kegiatan yang dilakukan yang oleh bentuk usaha tetap itu saja.

b. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia- Thailand.Apabila kegiatan usaha yang dilakukan oleh penduduk Thailand di Indonesia tidak melalui Bentuk Usaha Tetap maka laba usaha dari kegiatan tersebut hanya dapat dikenai pajakdi Thailand. Tetapi apabila kegiatan usaha yang dilakukan oleh penduduk Thailand di Indonesia melalui Bentuk Usaha Tetap maka Indonesia berhak untuk memungut pajak atas laba usaha 19

Perlakuan Pajak atas Laba Usaha dalam: a. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia-Jepang.Penghasilan dari usaha sebuah perusahaan yang berdomisili disuatu negara hanya akan dikenai pajak di negara tersebut, kecuali

Per/akuan Pajak atas Laba Usaha Da/am Persetujuan Pengh;ndaran Pajak Berganda antar Dua Negara, Yetty Mum;http://www.univpancasila.ac.id 7/24

dari kegiatan usaha tersebut. Dalam hal ini Thailand merupakan Negara berkembang prinsip Force of Attraction sebagai dasar pengenaan pajaknya. Dalam hal Force of Attraction yang dianggap sebagai laba dari kegiatan yang langsung dilakukan oleh bentuk usaha tetap, tetapi juga laba usaha

yang bera~al dari penjualan barang yang sama atau sejenis maupun kegiatan lain yang sama atau sejenis. Hal ini dimaksudkan unuk mencegah terjadinya pengalihan laba ke kantor pusatnya dengan mengalihkan kegiatan tersebut dari Bentuk Usaha Tetap.

Contoh Kasus 1. Mr. Kobayashi berkewarganeraan Jepang yang mempunyai perusahaan di Jepang dan melakukan kegiatan usaha yang mempunyai kantor cabang di Indonesia. Perusahaan tersebut mempunyai laba sebesar Rp 1.000.000.000,. Bagaimana perlakuan pajak atas laba usaha tersebut.

Jawab:Pad a kasus ini perusahaan dapat dikategorikan sebagai Bentuk Usaha Cabang termasuk kedalam Bentuk Usaha Tetap sebagaimana tercantum Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia - Thailand 5 ayat 2 huruf (c) yaitu dikenakan Branch Profit Tax 10 %. Perhitungannya sebagai berikut: Laba BUT 1.000.000.000,PPh terhutang 10 % x Rp 50.000.000,Rp 5.000.000,15 % x Rp 50.000.000,Rp 7.500.000,30 % x Rp 900.000.000,Rp 270.000.000, (Rp 282.500.000,-) Laba Setelah pajak Rp 715.500.000,Branch Profit Tax (10 %) Rp 71.500.000,Jadi beban pajak yang dipikul oleh Bentuk Usaha Tetap tersebut adalah Rp 282.500.000,- + Rp 71.500.000,Rp 354.250.000,Tetap. dalam pasal

=

:

2. Mr.Tamarin warga Negara Thailand mempunyai perusahaan di Thailand dan melakukan kegiatan usaha di Indonesia melalui satu cabang. Perusahaan tersebut mempunyai laba sebesar Rp 1.000.000.000,-. Bagaimana perlakuan pajak atas usaha tersebut.

Jawab:Pada kasus inipun perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai Bentuk Usaha Tetap Cabang termasuk kedalam Bentuk Usaha Tetap sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia - Thailand pasal5 ayat 2 huruf (b). Thailand dikenakan Branch Profit Tax sebesar 20 %, dengan perhitungan sebagai berikut.Akuntabilitas, Volume 4, NO.2 Maret 2005, 7 - 23

207/24

http://www.univpancasila.ac.id

Laba BUT Rp 1.000.000.000,PPh terhutang 10 % x Rp 50.000.000,Rp 5.000.000,15 % x Rp 50.000.000,Rp 7.500.000,30 % x Rp 900.000.000,Rp 270.000.000,eRp 282.500.000,-) Laba setelah pajak Rp 717.500.000,Branch profit tax (20 %) Rp 143.500.000,Jadi beban pajak yang dipikul oleh Bentuk Usaha Tetap tersebut adalah : Rp 282.500.000,- + Rp 143.500.000,- Rp 426.000.000,Dari kedua kasus tersebut terlihat bahwa beban pajak yang dipikul oleh Bentuk Usaha Tetap yang dimiliki oleh warga Negara Thailand lebih besar dibandingkan dengan Bentuk Usaha Tetap yang dimiliki oleh warga Negara Jepang. Pada hal laba usaha yang mereka peroleh sama yaitu sebesar Rp 1.000.000.000,- Hal ini merupakan rangsangan untuk menanam modal di negara berkembang (dalam hal ini Indonesia), karena beban pajak hanya ditentukan oleh Negara tempat penanaman modal. Bila beban pajak rendah daripada negara domisili (dalam hal in Jepang), maka investor memperoleh penghematan pajak. Bagi negara sumber (dalam hal ini Indonesia), setiap kebijakan perpajakan untuk menarik investor (misalnya kemudahan perpajakan) tidak akan jatuh kepada Bendahara Negara domisili (dalam hal ini Jepang) namun langsung dinikmati oleh investor yang bersangkutan. Semakin maju suatu Negara yang terikat Persetujuan penghindaran Pajak Berganda dengan Indonesia maka semakin kecil jumlah beban yang diterima oleh suatu Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Indonesia masih membutuhkan banyak investor asing untuk membantu perekonomian negara. Dengan banyaknya investor yang menanamkan modal di Indonesia maka diharapkan pendapatan Indonesia semakin meningkat sehingga perekonomian akan semakin baik. Dampak dari Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia - Jepang dan Indonesia - Thailand Dengan adanya Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia- Jepang dan Indonesia Thailand, terdapat beberapa kelebihan maupun kekurangan, yaitu: Dampak Positif Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda merupakan sarana penyedia keringanan pajak berganda internasional yang lebih dibandingkan dengan ketentuan domestik yang ada. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda mempunyai tarif pajak yang lebih rendah serta kejelasan pihak-pihak yang berhak memungut pajak sehingga membuka jalan bagi perusahaan yang mempunyai keinginan untuk melakukan kerjasama bisnis21

Per/akuan Pajak atas Laba Usaha Da/am Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antar Dua Negara, Yetty Murnihttp://www.univpancasila.ac.id 7/24

dengan negara-negara

lain.

berdasarkan Penghindaran

Persetujuan Pajak Berganda.

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda merupakan suatu sarana yang dapat mendorong iklim investasi dengan pemantapan kepastian ketentuan pemajakan. Perusahaan dapat memperluas hubungan dagang dengan perusahaan dari Negara-negara lain sehingga terdapat kesempatan untuk mengembangkan usahanya. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk mendapatkan dana yang sejenis dari perusahaan lain di luar negeri karena beban pajaknya lebih kecil dan memberikan kejelasan tentang pengenaan pajak berganda secara Internasional.

Kesimpulan Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda menyatukan persepsi negara sumber maupun negara domisili mengenai negara yang berhak melakukan pemungutan pajak atas transaksi lintas batas negara (Cross Boarder

Transaction).2. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda memungkinkan dapat mencegah timbulnya pajak berganda, penyelundupan pajak dan memberikan kepastian hukum dan insentif pajak berupa penghematan dalam cash flow bagi penduduk dari kedua Negara pada persetujuan yang melakukan transaksi internasional. 3. Branch Profit Tax, yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, antara Indonesia dengan Negara maju maupun Indonesia dengan Negara berkembang berbeda, semakin maju Negara yang terikat perjanjian dengan Indonesia maka branch profit tax-nya akan semakin kecil. 4. Dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, dapat mempererat hubungan antara Indonesia dengan pemerintah Jepang maupun pemerintah Thailand. 5. Kerjasama di bidang pertukaran informasi dalam hal perpajakan ini memberikan manfaat bagi kedua

Dampak Negatif Perundingan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda membutuhkan banyak pengorbanan waktu, biaya dan tenaga. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bersifat mengikat para penanda tanganan pejanijiandan bersifat statis, maksudnya adalah kurang luwes terhadap peru bahanperubahan yang telah atau mung kin terjadi. Dengan adanya perbedaan dalam interpretasi ketentuan- ketentuan yang diatur dalam persetujuan, maka dapat mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya

Akuntabilitas,

Volume 4, NO.2 Maret 2005, 7 - 23

22

http://www.univpancasila.ac.id

7/24

negara pihak pada persetujuan untuk mendapatkan informasi yang lengkap mengenai transaksi yang dilakukan oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara, sehingga kedua Negara dapat menerapkan ketentuan perpajakannya secara tepat dan sekaligus mengamankan penerimaannya dari sektor pajak. 6. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah lain akan memberikan dampak positif bagi masuknya arus investasi asing ke dalam negeri, dengan berbagai keringanan pajak sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak. 7. Dengan adanya Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, maka perusahaan di dalam negeri dapat memperluas hubungan dagang dengan perusahaan dari negara-negara lain sehingga terdapat kesempatan untuk meningkatkan derajat Indonesia di mata dunia.Daftar Pustaka

Mardiasmo. 1997. Perpajakan. Edisi 5. Yogyakarta: Andi. Markus,Muda & Lalu Hendry Yujana. 2004. Pajak Penghasilan. Edisi Revisi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Purnawan,Herman. 2001. UndangUndang Perpajakan 2000. Jakarta Erlangga. Surahmat, Rachmanto. 2001. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. Edisi Kedua. Jakarta: Salemba Empat. Waluyo & B.llyas, Wirawan. 2003. Perpajakan Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat. Keppres No 28 Tahun 1981. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia- Jepang. Jakarta. Keppres No 79 Tahun 1982. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia- Thailand. Jakarta.

Gunadi. 1999. Pajak Internasional, Edisi Revisi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. H.S,Munawir. 2000, Perpajakan.Edisi 5: Liberty. Hutagaol,John. 2000. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan Negara-Negara di Kawasan Asia Pasifik, Amerika dan Afrika. Edisi Kedua. Jakarta: Salemba Empat.

Perlakuan Pajak atas Laba Usaha Da/am Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antar Dua Negara, Yetty Murnihttp://www.univpancasila.ac.id 7/24

23