pengantar - omp.unsyiahpress.id
TRANSCRIPT
PENGANTAR
AKUAKULTUR
Z.A. MUCHLISIN
SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS
2019
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang keras memperbanyak, memfotocopy sebagian atau
seluruh isi buku ini, serta memperjual belikannya tanpa mendapat
izin tertulis dari penerbit.
Diterbitkan oleh Syiah Kuala University Press Darussalam –
Banda Aceh, 23111
Judul Buku : PENGANTAR AKUAKULTURPenulis : Z.A. MUCHLISINPenerbit : Syiah Kuala University Press
Tel
Cetakan
ISBN
: (0651) 801222
: Pertama, 2019: 978-623-7086-10-9
Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)
iii
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberi kami kesehatan dan waktu sehingga dapat
menyelesaikan naskah buku ini, Shalawat teriring salam juga kita
sampaikan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW
telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh ilmu
pengetahuan sebagaimana yang kita nikmati saat ini.
Buku Pengantar Akuakultur ini adalah buku ke-empat yang
kami tulis dan terbitkan. Buku Pengantar Akuakultur ini merupakan
kumpulan bahan ajar (Buku Ajar) yang berisikan pengetahuan
prinsip-prinsip dasar bagi mahasiswa di Fakultas Perikanan dan
Kelautan atau program studi terkait lainnya, antara lain pengetahuan
tentang perkembangan akuakultur, jenis-jenis teknologi akuakultur,
pengelolaan dan pembuatan pakan buatan, pengelolaan kualitas air,
hama dan penyakit dan analisis usaha yang disarikan dari berbagai
sumber dan hasil-hasil penelitian baik penulis sendiri maupun para
pakar budidaya lainnya. Kami berharap buku ini bermanfaat bagi
pembaca sekalian terutama bagi mahasiswa dan peminat akuakultur,
namun demikian kami menyadari masih banyak kelemahan dan
ketidak lengkapan isi buku ini, oleh karena itu saran dan kritikan yang
bersifat membangun sangat kami harapkan dari pembaca agar buku
ini dapat kami sempurnakan kembali di masa mendatang.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga buku ini dapat terbit. Terima kasih dan semoga
bermanfaat
` Banda Aceh, Mei 2019 Penulis
Zainal A. Muchlisin
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR ix
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Ringkas Akuakultur dan Pemuliaan Ikan 1 1.2 Tujuan Pembudidayaan Ikan 2 1.3 Sistem dan Tipe Budidaya Ikan 3 1.4 Profil Perikanan Indonesia 8
BAB II. EKOLOGI IKAN 2.1 Pendahuluan 11 2.2 Kuantitas air 12 2.3 Kualitas air 13
2.3.1 Oksigen 14 2.3.2 Nitrogen 15 2.3.3 Amonia, nitrit, nitrat 16 2.3.4 pH 17 2.3.5 Karbondioksida 17
2.4 Pengelolaan Kualitas Air 18
BAB III. KEBUTUHAN GIZI DAN PENGELOLAAN PAKAN 3.1 Keperluan Energi 21
3.1.1 Spesies 21 3.1.2 Ukuran 22 3.1.3 Umur 22 3.1.4 Aktivitas fisiologis 22
3.2 Sumber Energi 23 3.2.1 Protein 23 3.2.2 Lemak (Lipid) 24 3.2.3 Karbohidrat 26
3.3 Unsur nutrisi lainnya (vitamin dan mineral) 26 3.4 Kualitas Pakan 28
3.4.1 Penyebab kerusakan makanan ikan dan cara penanggulangannya 29 3.4.2 Cara penyimpanan makanan ikan dengan baik 29 3.4.3 Pemberian pakan 30
v
BAB IV. TEKNIK FORMULASI PAKAN BUATAN 4.1 Pentingnya Pakan Buatan 34 4.2 Pemilihan Bahan Makanan 35 4.3 Meramu Pakan Ikan 38 4.4 Mencetak pellet 47
4.4.1 Peralatan 47 4.4.2 Cara pembuatan 47
BAB V. PEMBESARAN IKAN DALAM KOLAM 5.1 Pendahuluan 52 5.2 Jenis-jenis Kolam 52 5.3 Pemilihan Lokasi 54
5.3.1 Persyaratan ekologis 54 5.3.2 Persyaratan teknis 59 5.3.3 Persyaratan sosiologis dan pendukung 62
5.4 Persiapan Kolam 63 5.4.1 Kolam induk/kolam pemijahan 63 5.4.2 Kolam pemeliharaan benih/kolam pendederan. 63 5.4.3 Kolam pembesaran. 64
5.5 Teknik Pembesaran 65 5.5.1. Pengeringan kolam dan pengecekan kondisi kolam 65 5.5.2. Pemeriksaan keasaman tanah 65 5.5.3. Pemupukan 65 5.5.4. Pemasukan air 66 5.5.5. Penebaran benih 67 5.5.6. Pemberian pakan 68 5.5.7. Panen dan Pasca Panen 70
5.6. Pengolahan Produk Perikanan 71 5.6.1. Ikan sebagai sumber makanan 71 5.6.2. Pengawetan dan pengolahan 72
BAB VI. PEMBESARAN DALAM KARAMBA JARING APUNG
6.1 Pemilihan Lokasi 76 6.1.1 Tipe perairan 76 6.1.2 Arus 77
6.2 Persiapan 77 6.2.1 Konstruksi Rangka dan geladak serta penempatan karamba 77 6.2.2 Pembuatan dan pemasangan jaring 79
vi
6.3 Teknik Pemeliharaan 81 6.3.1 Pemilihan dan Penebaran benih 81 6.3.2 Pemberian pakan 81 6.3.3 Panen 83
BAB VI. PEMBESARAN DALAM KOLAM TERPAL 7.1 Pemilihan Lokasi 84 7.2 Pembuatan Rangka dan Kolam Terpal 85 7.3 Sistem Pengairan dan Aerasi 86 7.4 Teknik Pemeliharaan 89 7.5 Panen 90
BAB VIII. PEMBENIHAN 8.1 Pemilihan Induk 91
8.1.1 Induk betina : 91 8.1.2 Induk jantan : 92
8.2 Teknik Produksi Kelamin Tunggal Ikan Nila 93 8.2.1. Persiapan induk 94 8.2.2 Pembuatan pakan dengan campuran hormon 95 8.2.3 Identifikasi jenis kelamin 97
BAB IX. HAMA DAN PENYAKIT 9.1 Penyebab 99 9.2 Penyakit Tidak Menular 99
9.2.1 Stres 99 9.2.2 Keracunan 100 9.2.3 Kurang gizi 100
9.3 Penyakit Menular 101 9.3.1 Penyakit yang disebabkan oleh virus 101 9.3.2 Penyakit yang disebabkan oleh bakteri 102 9.3.3. Penyakit yang disebabkan oleh jamur 102 9.3.4 Penyakit yang disebabkan oleh protozoa 103 9.3.5 Penyakit yang disebabkan oleh metazoa 103 9.3.6 Penyakit yang disebabkan oleh Cestoda dan Nematoda 104 9.3.7 Krustasea dan golongan lintah 104
9.4 Pencegahan Penyakit 105 9.4.1 Uji dan musnahkan 105 9.4.2 Karantina dan isolasi 105
vii
9.4.3 Pengobatan dan menjaga kebersihan 106 9.4.4 Imunisasi 106 9.4.5 Mengontrol dan membasmi hewan inang perantara 106 9.4.6 Mencegah dan mengontrol bahan-bahan beracun 107
9.5 Pengidentifikasian Penyakit 107 9.6 Pengobatan Penyakit 108
9.6.1 Pengobatan luar 108 9.6.2 Pengobatan dalam 110
9.7 Kasus: penyakit yang sering menyerang ikan lele 111 9.8 Beberapa jenis parasit yang menyerang ikan di perairan Aceh 112
BAB X ANALISIS KELAYAKAN USAHA 10.1 Studi Kelayakan Ekologis 115
10.1.1 Persiapan tabel parameter yang akan diukur 116 10.1.2 Cara penilaian dan pengisian tabel 119
10.2 Kelayakan Ekonomis (Analisis usaha) 120 10.2.1 Budidaya Ikan dalam karamba jaring apung (contoh)
120 10.2.2 Pelet (Mengacu pada Bab 4, meramu pakan dari
lebih 2 bahan) 123
DAFTAR PUSTAKA 124 BIODATA RINGKAS PENULIS 127
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Ukuran pelet ikan berdasarkan ukuran ikan (Hashim, 2000) 31
Tabel 3.2. jumlah pemberian makanan ikan lele menurut tahap pertumbuhannya (Hashim, 2000). 32
Tabel 4.1. Kandungan Nutrisi Beberapa Macam Bahan Mentah yang Dapat Digunakan Untuk Membuat Pakan Ikan Nila 37
Tabel 5.1.Jumlah kebutuhan kapur untuk setiap kondisi tanah 66
Tabel 8.1. Beberapa jenis hormon jantan dan aplikasinya pada ikan nila stadium larva (Jairin, 2002). 96
Tabel 9.1. Jenis dan dosis obat yang dianjurkan untuk pengobatan penyakit yang disebabkan oleh parasit (Ali, 1998). 109
Tabel 9.2. Beberapa jenis obat dan dosisnya yang sering digunakan untuk pengobatan dalam/oral (Ali, 1998). 110
Tabel 10.1. Contoh matriks skoring penilaian lokasi 116
Tabel 10.2. Anggaran biaya 121
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Ilustrasi layout lahan sawah untuk mina padi (Sumber: Koesoemadinata and Costa-Pierce, 1992) 6
Gambar 1.2. Ilustrasi pemeliharaan ikan bersama padi di sawah (Sumber: Bocek et al. 1998) 7
Gambar 1.3. Penampakan ikan yang dipelihara bersama padi (mina padi) di Yogyakarta (Sumber: http://jogjaportal.com) 7
Gambar 1.4. Beberapa model aquaponic fish farming yang telah dikembangkan (Sumber: https://freebornblog.wordpress.com/2013/11/05/aquaponics-and-vertical-farming/; http://fishfarmstay.com/about-us/aquaponics/; http://livingreen.co.il/125649/Home-Aquaponics) 8
Gambar 4.1. Proses penghancuran bahan mentah menjadi tepung 48
Gambar 4.2. Penjemuran bahan mentah yang telah menjadi tepung 49
Gambar 4.3. Penimbangan bahan 49
Gambar 4.4. Bahan-bahan yang telah ditimbang dan ditempat pada wadah terpisah 49
Gambar 4.5. Pencampuran bahan-bahan dalam mixer 50
Gambar 4.6. Proses mencetak pelet 50
Gambar 4.7. Proses menjemur pelet 50
Gambar 4.8. Pelet yang telah kering siap diberikan untuk ikan 51
Gambar 5.1. Tanah liat berpasir memiliki kekompakan yang tinggi baik untuk pembangunan kolam ikan 61
x
Gambar 6.1. Ilustrasi karamba tampak atas dan penempatan pelampung 78
Gambar 6.2. Sketsa unit karamba tampak samping 78
Gambar 6.3. Jenis jaring polyethelene yang dapat dipakai untuk jaring apung 80
Gambar 6.4. Karamba ikan tradisional yang terdiri dari lebih dari empat petakan jaring 80
Gambar 6.5. Karamba ikan modern yang terbuat dari bahan HDPE dan serat fiber (Sumber: ttps://acrdock.en.ecplaza.net/products/fish-farm-fishing-netaquatic-farmfishing-cage_1167203) 80
Gambar 6.6. Karamba jaring apung skala intensif 83
Gambar 7.1. Ikan nila yang dipelihara dalam kolam terpal di Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang 86
Gambar 7.2. Ilustrasi bentuk rangka dasar dari pipa aluminium dengan pipa 87
Gambar 7.3. Contoh sketsa tata letak kolam terpal serta instalasi air dan aerasinya 88
Gambar 7.4. Kolam kanvas yang telah berumur lebih dari 10 tahun di USM Penang, Malaysia. 89
Gambar 8.1. Penampakan gonad jantan dan betina 97
Gambar 8.2. Penampakan clasper pada ikan baung Mystus nemurus 98
Gambar 9.1. Morphology of Asian fish tapeworm (Bothriocephalus acheilognathi) 113
Gambar 9.2. Siklus hidup (Sumber: Behrhermann-Godel, 2015) 114
Gambar 9.3. 1-4: 1. Bagian anterior Procamallanus sp. yang memperlihatkan bagian mulut, esophagus dan nerve ring; 2. Bagian ekor dari Procamallanus sp.; 3. Bagian kepala dan badan Anisakis sp.; 4. Bagian ekor Anisakis
sp. yang memperlihatkan bagian mucron 114
1
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Ringkas Akuakultur dan Pemuliaan Ikan
Akuakultur adalah suatu usaha atau kegiatan pemeliharaan
organisme akuatik secara terkontrol baik tidak hanya terbatas
pada ikan tetapi juga termasuk di dalamnya moluska, krustasea
dan tumbuhan air, misalnya rumput laut. Usaha pemeliharaan
ikan sudah dipraktikkan ribuan tahun yang lalu yaitu lebih dari
4.000 tahun yang lampau, para ahli percaya bahwa akuakultur
pertama-tama dipraktikkan di daratan Cina karena catatan
tentang dokumentasi tentang hal ini ditemukan pertama kalinya
di Cina, yaitu pada masa Dinasti Zhao (1112-221 SM) dan
Dinasti Tang pada (500 SM). Jenis ikan yang pertama
dipelihara oleh masyarakat China pada waktu itu adalah ikan
mas Cyprinus carpio. Sedangkan di Jepang, akuakultur dimulai
lebih kurang 2.000 tahun yang lampau dimana masyarakat di
sana memelihara ikan di saluran-saluran irigasi yang ada.
Sedangkan di Eropa kegiatan akuakultur dipercaya dimulai oleh
masyarakat Romawi, mereka memelihara oister (tiram) di Teluk
Mediterranean, sedangkan di Amerika kegiatan ini dimulai
sekitar tahun 1859, jenis ikan yang pertama dibudidayakan
adalah brook trout, Salvelinus fontinalis.
Para ahli perikanan percaya bahwa usaha budidaya laut
dimulai di Indonesia yaitu pada kurun waktu 1.400 M dan
Philipina pada kurun 1,700 M, dimana masa itu masyarakat di
sana menangkap dan memelihara ikan bandeng muda di
11
BAB II.
EKOLOGI IKAN
2.1 Pendahuluan
Air merupakan medium tempat hidup ikan sepanjang hayat,
jika air tidak tersedia maka sudah pasti ikan tidak dapat ditemui
di daerah itu. Pepatah yang mengatakan “dimana ada air disitu
ada ikan” hal ini menunjukkan bahwa ikan dapat hidup dimana
saja sepanjang air tersedia. Ikan dapat hidup di danau-danau
atau genangan air puncak gunung yang tinggi, ikan juga dapat
hidup di palung-palung laut yang gelap dan sangat dalam. Di
laut atau di danau, ikan menghuni semua lapisan air mulai dari
lapisan permukaan, lapisan tengah dan dasar perairan.
Keperluan ikan akan air sebenarnya sangat berkaitan
dengan apa yang terkandung dalam air dan organ pernafasan
ikan. Sebenarnya di dalam air terdapat berbagai bahan kimia
yang diperlukan oleh ikan baik yang terlarut atau dalam bentuk
partikel tersuspensi. Untuk bernafas misalnya ikan
menggunakan insang dan seperti halnya makhluk hidup lainnya
membutuhkan oksigen untuk bernafas. Oksigen yang dapat
dimanfaatkan untuk pernafasan adalah oksigen yang terlarut
dalam air, oksigen tersebut hanya dapat diserap dengan
menggunakan insang, walaupun pada beberapa spesies ikan
ada yang memiliki alat pernafasan tambahan selain insang
(untuk lebih jelas silahkan baca Buku Pengantar Iktiologi yang
telah kami terbitkan sebelumnya), namun insang berfungsi
sebagai alat pernafasan utama pada semua spesies ikan.
21
BAB III.
KEBUTUHAN GIZI DAN PENGELOLAAN PAKAN
3.1 Keperluan Energi
Ikan memerlukan makanan sebagai sumber energi untuk
keperluan fisiologis dan aktifitasnya. Keperluan fisiologis yaitu
untuk proses-proses yang terjadi di dalam tubuhnya misalnya
untuk reproduksi dan respirasi, sedangkan aktifitas hariannya
misalnya berenang. Berbeda dengan hewan darat, ikan sangat
mengandalkan protein sebagai sumber energinya diikuti oleh
lemak dan karbohidrat. Kebutuhan energi pada ikan sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, faktor-faktor tersebut dalam
dikategorikan mejadi faktor dalaman (internal) dan faktor faktor
luar (eksternal), beberapa faktor dijelaskan berikut ini.
3.1.1 Spesies
Kebutuhan energi pada ikan sangat tergantung pada
spesies ikan, artinya bahwa masing-masing-masing spesies
memerlukan energi yang berbeda dengan spesies yang lain.
Hal ini disebabkan karena perbedaan aktifitas dari setiap jenis
ikan. Ikan-ikan yang bersifat aktif akan memerlukan energi lebih
besar dibandingkan dengan ikan-ikan yang bersifat pasif.
Perbedaan keperluan makanan ini juga akan berdampak pada
perbedaan keperluan atau konsumsi oksigen, karena keperluan
energi yang tinggi akan memerlukan suplai makanan yang
banyak untuk itu diperlukan juga oksigen yang banyak untuk
mengoksidasi makanan tersebut menjadi energi.
34
BAB IV.
TEKNIK FORMULASI PAKAN BUATAN
4.1 Pentingnya Pakan Buatan
Makanan untuk ikan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
makanan alami dan makanan buatan. Pemberian makanan
buatan adalah salah satu untuk meningkatkan produksi ikan
yang dibudidayakan. Kebutuhan pakan ini sangat tergantung
pada tingkatan usaha yang dijalankan yaitu ekstensif, semi
intensif dan intensif. Ikan nila dapat hidup dengan baik dalam
kolam karena dapat memanfaatkan beragam jenis makanan,
namun demikian pada masa larva ikan nila tidak mau memakan
makanan bukan, oleh karena itu ketersediaan makanan alami
pada tahap ini adalah sangat penting, untuk memastikan
tersedia cukup pakan alami di kolam perlu dilakukan
pemupukan kolam. Setelah mencapai panjang 4-5 cm, ikan nila
mulai mau memakan berbagai makanan termasuk pakan
buatan yang diberikan.
Pada budidaya ikan secara tradisional misalnya makanan
alami merupakan pakan utama dan makanan buatan hanya
digunakan sebagai tambahan saja. Jika makanan buatan
diberikan maka kepadatan ikan yang dipelihara dapat
ditingkatkan. Pilihan pemberian makanan secara rutin (intensif)
atau tidak sebenarnya adalah masalah pertimbangan ekonomi,
hal ini tergantung pada biaya yang tersedia dan
rasionkonversikan pakan.
52
BAB V.
PEMBESARAN IKAN DALAM KOLAM
5.1 Pendahuluan
Kolam dapat didefinisikan sebagai lahan tergenang yang
mempunyai volume air terbatas dan dangkal yang digunakan
untuk tempat pemeliharaan ikan secara terkontrol dan dibangun
sedemikian rupa sehingga dapat dikeringkan dengan mudah
(Huet, 1995). Artinya bahwa bagian air yang tidak dapat
dikeringkan seperti kolam alami, danau dan parit adalah tidak
dapat dikategorikan sebagai kolam.
Kolam ikan dapat dibangun dimana saja, namun harus
mempertimbangkan beberapa hal diantaranya adalah: topografi
lahan dan sumber air menyangkut volume dan kualitas air. Hal
yang paling penting dipertimbangkan sebelum membangun
kolam adalah pemilihan tanah dan reka bentuk kolam yang
meliputi pematang dan sistem pengairannya yaitu saluran
masuk dan keluar air. Selain itu pula kedalaman kolam juga
perlu diperhatikan, kolam tidak boleh terlalu dalam atau
dangkal. Kedalaman yang baik berkisar antara 0,75 sampai 2
meter. Kolam yang dibangun harus dapat dikeringkan dengan
cepat melalui parit atau saluran air yang terdiri dari saluran
primer atau sekunder. Rangkaian saluran air dalam kolam.
Monk mesti memiliki penghalang untuk mencegah ikan keluar
yang biasanya tersebut dari kepingan papan yang dapat
disesuaikan jumlahnya mengikuti tinggi air yang diinginkan.
76
BAB VI.
PEMBESARAN DALAM KARAMBA JARING
APUNG
Pembesaran ikan dalam karamba jaring apung di Indonesia
mulai berkembang sejak tahun 1990 an. Istilah karamba jaring
apung identik dengan bahan yang digunakan sebagai karamba,
yaitu jaring polyethelene. Jaring ini didesai sedemikian rupa
sehingga berbentu persegi empat yang diikatkan pada rakit
terapung.
Sistim budidaya ini biasanya dilakukan diperairan terbuka
yang memiliki kedalaman air yang cukup besar, yaitu lebih dari
10 meter. Sistim ini memiliki keunggulan yaitu dapat menekan
biaya investasi untuk pembangunan kolam, efiensi
pemanfaatan lahan dan manajemen produksi.
6.1 Pemilihan Lokasi
Selain harus memenuhi beberapa persyaratan ekologis
(kualitas air) dan teknis (Bab 3), lokasi yang akan dipilih harus
memenuhi beberapa persyaratan diantaranya adalah:
6.1.1 Tipe perairan
Budidaya ikan nila dalam karamba jaring apung dapat
dilakukan diberbagai jenis perairan umum misalnya; sungai,
danau, waduk atau laut. Kedalaman dan luas perairan perlu
diperhatikan untuk menentukan kontruksi karamba dan jumlah
unit karamba yang dapat ditempatkan. Kedalaman air yang baik
84
BAB VII.
PEMBESARAN DALAM KOLAM TERPAL
Sistem budidaya ikan nila dalam kolam terpal (kanvas)
pertama kali dimulai di Penang, Malaysia. Teknik pemeliharaan
ini dikembangkan oleh Aquaculture Research Group University
Sains Malaysia, pada akhir tahun 1980 an. Saat ini teknik
pemeliharaan ikan dalam tangki kanvas sudah berkembang
pesat di Malaysia dan mulai diperkenalkan di beberapa Afrika
dan Amerika Latin, di Indonesia sendiri teknik pemeliharaan ini
belum begitu dikenal. Selain untuk tujuan bisnis, pemeliharaan
ikan dalam kanvas juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan
rekreasi atau kolam hias yang ditempat di samping atau
pekarangan rumah.
7.1 Pemilihan Lokasi
Pemeliharaan ikan dalam kolam kanvas tidak memerlukan
lokasi dengan persyaratan khusus, karena pada dasarnya
dapat diterapkan pada semua lokasi asal memiliki ke landaian
atau kemiringan lahan yang baik untuk memudahkan
penempatan unit-unit tangki.
Teknik pemeliharaan seperti ini cocok dikembangkan di
kawasan dengan keterbatasan lahan misalnya di kota-kota,
selain itu memiliki keunggulan lain yaitu tidak merusak
lahan/tanah, mudah dialih pindahkan, mudah dalam
manajemen pakan dan kualitas air dan pengontrolan hama
penyakit serta panen. Dari segi investasi pula sangat rendah
91
BAB VIII.
PEMBENIHAN
Salah satu spesies ikan yang mudah dipijahkan adalah ikan
nila (Oreochromis niloticus) oleh karena itu untuk Bab tentang
Pembenihan ini kita ambil contoh kasus untuk ikan nila agar
mudah dipahami dan diterapkan.
8.1 Pemilihan Induk
Induk ikan nila yang unggul memiliki ciri-ciri antara lain;
memiliki fekunditas (kemampuan untuk menghasilkan telur)
yang tinggi sehingga akan dapat dihasilkan
benih dalam jumlah yang besar dengan kwalitas yang
tinggi; pertumbuhannya cepat, biasanya merupakan hasil
seleksi bertingkat pada sejumlah calon induk; responsif
terhadap makanan buatan yang diberikan (mafsu makannya
baik); resisten terhadap penyakit; mudah menyesuaikan diri
atau beradaptasi lingkungan perairan yang relatif buruk.
Ukuran induk yang baik untuk dipijahkan yaitu 120-
180 gram/ekor dan berumur sekitar 4-5 bulan. Untuk
membedakan antara induk jantan dan betina dapat digunakan
petunjuk atau tanda-tanda sebagai berikut:
8.1.1 Induk betina :
Terdapat tiga buah lubang pada urogenetial
yaitu: dubur, lubang pengeluaran telur dan lubang urine; ujung
sirip berwarna kemerah-merahan pucat tidak jelas; warna perut
99
BAB IX.
HAMA DAN PENYAKIT
9.1 Penyebab
Timbulnya penyakit merupakan interaksi antara tiga faktor
penting yaitu lingkungan, patogen dan kondisi ikan sendiri.
Patogen berupa virus bakteri dan lain-lain senantiasa ada
didalam air. Ikan memiliki ketahanan secara alami terhadap
serangan penyakit atau patogen. Patogen akan menyerangkan
ikan bila ketahanan tubuh menurun akibat faktor lingkungan
melampaui nilai kritis.
Penyakit pada ikan dapat kita golongan menjadi penyakit
yang bersifat menular dan penyakit yang tidak menular.
Penyakit yang menular biasanya disebabkan oleh
mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, protozoa dan
metazoan. Sedangkan penyakit yang tidak menular disebabkan
oleh stress, keracunan dan kekurangan zat gizi. Kebayakan
infeksi oleh virus dan keracunan terjadi secara mendadak dan
menyebabkan kematian ikan secara masal, pada kasus
keracunan misalnya ikan dapat mati dalam beberapa jam,
sedangkan pada kasus infeksi oleh virus ikan dapat mati
setelah beberapa hari terinfeksi.
9.2 Penyakit Tidak Menular
9.2.1 Stres
Biasanya stress pada ikan disebabkan oleh perubahan
lingkungan, misalnya meningkatnya suhu air yang dapat
menyebabkan meningkatnya laju metabolisme ikan, faktor
115
BAB X.
ANALISIS KELAYAKAN USAHA
Sebelum sebuah usaha budidaya ikan dijalankan seorang
pengusaha atau petani ikan harus terlebih dahulu melakukan
suatu kegiatan penilaian kelayakan usaha. Kelayakan usaha
secara umum dapat dibagi atas kelayakan ekologis dan
kelayakan ekonomis. Artinya bahwa secara ekologis lokasi
yang pilih sesuai untuk pemeliharaan ikan dan secara
ekonomis menguntungkan untuk dijalan.
Dalam studi kelayakan ekologis parameter yang digunakan
mengacu kepada persyaratan ekologis dan teknik (Bab 5),
serta beberapa parameter tambahan jika diperlukan. Di sini
kami memberi contoh untuk rencana budidaya ikan nila
Oreochromis niloticus.
10.1 Studi Kelayakan Ekologis
Pada Bab 5 telah dijelaskan beberapa persyaratan ekologis
dan teknik untuk ikan nila. Berdasarkan persyaratan tersebut
kita selanjutnya dapat menilai suatu lokasi layak atau tidak
untuk dijadikan suatu lokasi budidaya ikan. Parameter yang
digunakan di sini bervariasi tergantung kepada tipe budidaya
yang akan dikembangkan misalnya budidaya karamba atau
kolam.
Dalam Bab ini kami akan memberi contoh cara menyiapkan
table untuk penilaian lokasi untuk budidaya ikan nila dalam
karamba jaring apung. Teknik yang dipakai adalah memberikan
124
DAFTAR PUSTAKA
Ackefor, H. J.V. Huner, M. Konikoff. 1994. Introduction to the
general principles of aquaculture. Food Production Press.
Norwood, Australia.
Ali, A. 1998. Pengawalan penyakit dan parasit ikan air tawar.
Pusar Sain kajihayat, USM Penang. Malaysia.
Ahmad, M. 1989. Budidaya air. Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.
Anonimous, 2006. IPB Kembangkan nila nirwana. Komunitas
Sekolah Sumatera, Pustaka On Line.
Anonimous, 2007b. Budidaya tambak udang. Bappeda
Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung.
Behrmann-Godel, J. 2015. Diseases agents and parasites of
carp, in Pietsch, C., P. Hirsch. Biology and ecology of
carp. Taylor and Francis Group LLC, CRS Press., Enland.
Bocek, A., S. Hall, S. Gray. 1998. Introduction to fish culture in
rice paddies. International Center for Aquaculture and
Aquatic Environment, Auburn University, Auburn.
DKP Aceh. 2016. Statistik Budidaya 2016. Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Aceh, Banda Aceh.
Firdus., Z.. Muchlisin Z.A. 2005. Pemanfaatan keong mas
sebagai pakan alternatif dalam budidaya ikan kerapu
(Epinephelus tauvina). Enviro, 5(1) : 64 – 66.
Hasyim, R. 2000. Azas-Azas ternakan ikan dalam kolam
(petunjuk teknis). USM Penang, Malaysia.
Heut, M. 1986. Text Book of fish culture: breeding and
cultivation, Second Edition. Blackwell Sciencetific Pub. Ltd.
Oxford, England.
Koesoemadinata, S., B.A. Costa-Pierce. 1992. Development of
rice-fi sh farming in Indonesia: past, present and future,
p. 45-62. In C.R. De la Cruz, C. Lightfoot, B.A. Costa-
Pierce, V.R. Carangal and M.P. Bimbao (eds.) Rice-fi sh
research and development in Asia. ICLARM Conf. Proc.
24, 457 p.
125
Kottelat, M., I. Rahmawati, Sutikno. 1999. Freshwater fishes in
Sumatera and Borneo. Gramedia, Jakarta.
Lall, S.P. 1991. Concept in the formulation and preparation of a
complete fish diet. In Proceeding of the Fourth Asian Fish
Nutrition Workshop, India September 1990. De Silva (ed.).
Fish Nutrition in Asia.1-12 pp.
Moosa, M.K., I. Aswandy, A. Kasry. 1985. Kepiting bakau,
Scylla serrata (Forskal) dari Perairan Indonesia. LON-LIPI,
Jakarta. 18p.
Muchlisin, Z.A., Munazir, A.M., Fuadi, Z., Winaruddin, W., Adlim,
M., Hendri, A. 2014. Prevalence of ectoparasites on
keureling fish the Acehnese mahseer, Tor tambra (Pisces:
Cyprinidae) from aquaculture ponds and wild population of
Nagan Raya District, Indonesia. Human and Veterinary
Medicine, 6(3):148-152.
Muchlisin, Z.A., Z. Fuadi, N. Fadli, S. Sugianto. 2015. The first
and preliminary report on the Asian fish tapeworm infection
on the local mahseer fish (Tor tambra) in Nagan Raya
District, Aceh Province, Indonesia. Bulgarian Journal of
Veterinary Medicine, 18(4): 361-366.
Muchlisin, Z.A., B. Lubis, A. S. Batubara, I. Dewiyanti, M. Affan,
M. Sidqi. 2018. Nemathelminthes Worms Infestation of the
Indonesian Shortfin Eel (Anguilla bicolor) Harvested from
Aceh Waters, Indonesia. Philippine Journal of Veterinary
Medicine, 55(1): 59-64.
Mudjiman, A. Makanan ikan. Penerbar Swadaya. Jakarta.
Mundayana, M. 2004. Teknologi mempersiapkan pakan ikan.
Balai Budidaya Air Tawar, Sukabumi, Jawa Barat.
Primavera, J.H. 2000. Integrated mangrove-aquaculture in Asia.
Southeast Asian Fisheries Development Center.
Philippine. Integrated Coastal Zone Management. 121-130
pp.
Pustawka, C. M.A McNiven, G.F. Richardson., S.P. Lall. 2000.
Source of dietary lipid affect sperm plasma membrane
integrity and fertility in rainbow trout Oncorhynchus mykiss
126
(Walbaun) after cryopreservation. Aquaculture Research,
31:297-305.
Ricker, M.W.E. 1975. Computation and Interpretation of
Biological Statstics of Fish Populations. Bull. Fish. Rcs.
Board Can. No. 119. 382 p.
Sucipto, A., R.E. Prihartono. 2005. Pemebesaran ikan nila
merah bangkok. Penebar Swadaya, Jakarta.
Thodesen, J., R. Ponzoni. 2004. GIFT technology manual: an
aid to tilapia selective breeding. The World Fish Center,
Penang. Malaysia.
Tokuda, M., T. Yamaguchi, L. Wakui, T. Sato, M. Takeuchi.
2000. Tocopherol affinity for serum lipoprotein of Japanese
flounder Paralichthys olivaceus during the reproduction
period. Fisheries Science, 66:619-624.
Yahya, M.A. 2001. Perikanan tangkap indonesia (Suatu
Pendekatan Filosofid dan Analisis kebijakan). Program
PPs IPB Bogor, Bogor.
Zairin, M. 2002. Memproduksi benih ikan jantan atau betina,
Sex reversal. Penebar Swadaya, Jakarta.
Zonneveld, N., E.A. Huisman, J.H. Boon. 1993. Prinsip-prinsip
budidaya ikan. PT. Gramedia, Jakarta.
127
BIODATA RINGKAS PENULIS
Muchlisin lahir di Banda Aceh
pada 11 September 1971, anak dari H.
Zainal Abidin (Alm) dan Hj. Cut Nursiah,
S.Pd. Menikah dengan Nelly Feryanti,
S.Pd dan memiliki 2 orang putra
Muhammad Fayyaz Almizan dan
Muhammad Farel Alazizia.
Menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Sinabang, SMPN 4
Banda Aceh dan SMAN 3 Banda Aceh pada tahun 1991.
Kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru pada tahun yang
sama dan lulus pada tahun 1997 dalam bidang Budidaya
Perairan. Muchlisin diangkat sebagai calon dosen Universitas
Syiah Kuala pada tahun 1999 dan menjadi dosen tetap dengan
jabatan Akademik Asisten Ahli pada tahun 2000.
Pada tahun 2001 yang bersangkutan mendapat tugas
belajar ke Universiti Sains Malaysia dengan beasiswa OECF
JBIC lulus tahun 2003 dalam bidang Aquatic Biology dengan
kajian tentang teknik penyimpanan sperma ikan baung.
Selanjutnya pada tahun 2009 kembali mendapat tugas belajar
ke universitas yang sama dengan beasiswa DIKTI LN dalam
bidang Iktiologi dan lulus tahun 2011 dengan kajian tentang
biodiversitas ikan air tawar di Provinsi Aceh dengan fokus pada
bioekologi dan genetika ikan Depik di danau Laut Tawar. Pada
tahun 2014 Muchlisin dianugerahi Jabatan Akademik Guru
128
Besar (Professor) pada Fakultas Kelautan dan Perikanan
Universitas syiah Kuala dalam Bidang Iktiologi dan pada tahun
yang sama juga terpilih sebagai Dosen Berprestasi I Universitas
Syiah Kuala.
Selain aktif menulis artikel di berbagai jurnal
internasional dan tercatat sebagai penulis paling produktif di
Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang terekod di Scopus, dan
menduduki peringkat 1 Score Sinta di Unsyiah, Muchlisin juga
aktif sebagai reviewer dan editor di berbagai jurnal internasional
dan nasional. Selain itu juga tercatat sebagai reviewer
penelitian bersertifikasi pada Universitas Syiah Kuala dan
Kemenristek Dikti. Pada tahun 2018 mendapatkan
penghargaan Sinta Awards sebagai penulis terproduktif
peringkat 3 nasional kategori PTN Satker. Buku ini adalah Buku
ketiga yang ditulis oleh penulis setelah sebelum menerbitkan
buku „Pengantar Iktiologi” tahun 2017 dan “Kiat Penulisan
Artikel Ilmiah untuk Jurnal Nasional dan Internasional, pada
tahun 2018.