patofisiologi infark iskemi

6
PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER AKUT Sebelum era fibrinolitik, infark miokardium dibagi menjadi Q-wave dan non Q-wave. Pembagian ini berdasarkan evolusi gambaran elektrokardiogram (EKG) yang terjadi pada beberapa hari setelah serangan. Infark miokardium tipe Q-wave menggambarkan adanya infark transmural. Sedangkan infark non Q- wave menggambarkan infark yang terjadi hanya pada lapisan subendokardium. Pada saat ini, istilah yang dipakai adalah STEMI (ST elevation myocardial infarction), NSTEMI (non ST elevation myocardial infarction), dan angina pektoris tidak stabil; ketiganya merupakan suatu spektrum klinis yang disebut sindrom koroner akut. Ke- tiganya mempunyai dasar patofisiologi yang sama, hanya berbeda derajat keparahannya. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika iskemi cukup parah sehingga menyebabkan nekrosis sel-sel miokardium; hal ini menyebabkan pelepasan biomarker dari sel-sel miokardium (Troponin T atau I, atau CKMB) menuju ke sirkulasi. Se- baliknya, pada pasien dengan angina pektoris tidak stabil tidak didapatkan peningkatan biomarker tersebut di sirkulasi. PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER AKUT (SKA) Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner. Untuk memahaminya secara komprehensif diperlukan pengetahuan tentang patofisiologi iskemia miokardium. Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai oksigen ke miokardium. Ok- lusi akut karena adanya trombus pada arteri koroner menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke miokardium.

Upload: rurin-ayurinika-putri-soewito

Post on 24-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

patofisiologi infark iskemik

TRANSCRIPT

Page 1: PATOFISIOLOGI infark iskemi

PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER AKUT

Sebelum era fibrinolitik, infark miokardium dibagi menjadi Q-wave dan non Q-wave.

Pembagian ini berdasarkan evolusi gambaran elektrokardiogram (EKG) yang terjadi pada

beberapa hari setelah serangan. Infark miokardium tipe Q-wave menggambarkan adanya in-

fark transmural. Sedangkan infark non Q-wave menggambarkan infark yang terjadi hanya

pada lapisan subendokardium. Pada saat ini, istilah yang dipakai adalah STEMI (ST elevation

myocardial infarction), NSTEMI (non ST elevation myocardial infarction), dan angina

pektoris tidak stabil; ketiganya merupakan suatu spektrum klinis yang disebut sindrom

koroner akut. Ketiganya mempunyai dasar patofisiologi yang sama, hanya berbeda derajat

keparahannya. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika iskemi cukup parah sehingga

menyebabkan nekrosis sel-sel miokardium; hal ini menyebabkan pelepasan biomarker dari

sel-sel miokardium (Troponin T atau I, atau CKMB) menuju ke sirkulasi. Sebaliknya, pada

pasien dengan angina pektoris tidak stabil tidak didapatkan peningkatan biomarker tersebut

di sirkulasi.

PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER AKUT (SKA)

Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner. Untuk

memahaminya secara komprehensif diperlukan pengetahuan tentang patofisiologi iskemia

miokardium. Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai

oksigen ke miokardium. Oklusi akut karena adanya trombus pada arteri koroner

menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke miokardium.

Page 2: PATOFISIOLOGI infark iskemi

Contoh lain, pada pasien dengan plak intrakoroner yang bersifat stabil, peningkatan frekuensi

denyut jantung dapat menyebabkan terjadinya iskemi karena meningkatkan kebutuhan

oksigen miokardium, tanpa diimbangi kemampuan untuk meningkatkan suplai oksigen ke

miokardium. Jika terjadi penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan

peristiwa yang awal terjadi. Daerah subendokardial merupakan daerah pertama yang terkena,

karena berada paling jauh dari aliran darah. Jika iskemia makin parah, akan terjadi kerusakan

sel miokardium. Infark miokardium adalah nekrosis atau kematian sel miokardium. Infark

miokardium dapat terjadi nontransmural (terjadi pada sebagian lapisan) atau transmural

(terjadi pada semua lapisan).

PEMBENTUKAN PLAK ATEROSKLEROTIK

Pada saat ini, proses terjadinya plak aterosklerotik dipahami bukan proses sederhana karena

penumpukan kolesterol, tetapi telah diketahui bahwa disfungsi endotel dan proses infl amasi

juga berperan penting. Proses pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel

karena faktor-faktor tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-sinyal

yang menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen pembuluh darah.

1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel

Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri

besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya

bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu

kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika

intima, respons inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis.

Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis,

antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Adanya infeksi

dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel. Faktor-faktor risiko ini

dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi

endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses

aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses inflamasi, migrasi dan proliferasi

sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan

pertumbuhan plak.

Page 3: PATOFISIOLOGI infark iskemi

2. Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses infl amasi

Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju

ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika

sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi

makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke

dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks.

Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya

monocyte chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor α, IL-1, IL-6, CD40, dan

c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak

makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen

matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah

bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen,

membentuk kapsul fibrosis yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti

lipid dari aliran pembuluh darah. Makrofag juga menghasilkan matriks

metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler dan

menyebabkan terjadinya disrupsi plak.

3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami ruptur

Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan

makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan kecenderungan untuk

mengalami ruptur. LDL yang termodifikasi meningkatkan respons inflamasi oleh

makrofag. Respons inflamasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih

banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifikasi

lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi matriks

metaloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot pembuluh darah

pada tunika intima, yang membentuk kapsul fibrosis, merupakan subjek apoptosis.

Jika kapsul fibrosis menipis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran

darah terhadap zat-zat trombogenik pada plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya

bekuan. Proses proinflamatorik ini menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas.

Sebaliknya ada proses antiinflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan

mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi proses

inflamasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses

penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser

ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah

dan menjadi rentan mengalami rupture.

Page 4: PATOFISIOLOGI infark iskemi

4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA

Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring

berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis lumen

mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik.

Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari 50% diameter lumen.

Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara

pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fibrosa

yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupa¬kan predisposisi untuk terjadinya

ruptur.2,6

Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan

terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang

diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus.