patofisiologi infark iskemi
DESCRIPTION
patofisiologi infark iskemikTRANSCRIPT
PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER AKUT
Sebelum era fibrinolitik, infark miokardium dibagi menjadi Q-wave dan non Q-wave.
Pembagian ini berdasarkan evolusi gambaran elektrokardiogram (EKG) yang terjadi pada
beberapa hari setelah serangan. Infark miokardium tipe Q-wave menggambarkan adanya in-
fark transmural. Sedangkan infark non Q-wave menggambarkan infark yang terjadi hanya
pada lapisan subendokardium. Pada saat ini, istilah yang dipakai adalah STEMI (ST elevation
myocardial infarction), NSTEMI (non ST elevation myocardial infarction), dan angina
pektoris tidak stabil; ketiganya merupakan suatu spektrum klinis yang disebut sindrom
koroner akut. Ketiganya mempunyai dasar patofisiologi yang sama, hanya berbeda derajat
keparahannya. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika iskemi cukup parah sehingga
menyebabkan nekrosis sel-sel miokardium; hal ini menyebabkan pelepasan biomarker dari
sel-sel miokardium (Troponin T atau I, atau CKMB) menuju ke sirkulasi. Sebaliknya, pada
pasien dengan angina pektoris tidak stabil tidak didapatkan peningkatan biomarker tersebut
di sirkulasi.
PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER AKUT (SKA)
Hampir semua kasus infark miokardium disebabkan oleh aterosklerosis arteri koroner. Untuk
memahaminya secara komprehensif diperlukan pengetahuan tentang patofisiologi iskemia
miokardium. Iskemia miokardium terjadi bila kebutuhan oksigen lebih besar daripada suplai
oksigen ke miokardium. Oklusi akut karena adanya trombus pada arteri koroner
menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke miokardium.
Contoh lain, pada pasien dengan plak intrakoroner yang bersifat stabil, peningkatan frekuensi
denyut jantung dapat menyebabkan terjadinya iskemi karena meningkatkan kebutuhan
oksigen miokardium, tanpa diimbangi kemampuan untuk meningkatkan suplai oksigen ke
miokardium. Jika terjadi penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan
peristiwa yang awal terjadi. Daerah subendokardial merupakan daerah pertama yang terkena,
karena berada paling jauh dari aliran darah. Jika iskemia makin parah, akan terjadi kerusakan
sel miokardium. Infark miokardium adalah nekrosis atau kematian sel miokardium. Infark
miokardium dapat terjadi nontransmural (terjadi pada sebagian lapisan) atau transmural
(terjadi pada semua lapisan).
PEMBENTUKAN PLAK ATEROSKLEROTIK
Pada saat ini, proses terjadinya plak aterosklerotik dipahami bukan proses sederhana karena
penumpukan kolesterol, tetapi telah diketahui bahwa disfungsi endotel dan proses infl amasi
juga berperan penting. Proses pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel
karena faktor-faktor tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyal-sinyal
yang menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen pembuluh darah.
1. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri
besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya
bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu
kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika
intima, respons inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis.
Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis,
antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Adanya infeksi
dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel. Faktor-faktor risiko ini
dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi
endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses
aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses inflamasi, migrasi dan proliferasi
sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan
pertumbuhan plak.
2. Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses infl amasi
Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju
ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika
sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi
makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke
dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks.
Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya
monocyte chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor α, IL-1, IL-6, CD40, dan
c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak
makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen
matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah
bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen,
membentuk kapsul fibrosis yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti
lipid dari aliran pembuluh darah. Makrofag juga menghasilkan matriks
metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler dan
menyebabkan terjadinya disrupsi plak.
3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami ruptur
Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan
makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan kecenderungan untuk
mengalami ruptur. LDL yang termodifikasi meningkatkan respons inflamasi oleh
makrofag. Respons inflamasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih
banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifikasi
lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi matriks
metaloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot pembuluh darah
pada tunika intima, yang membentuk kapsul fibrosis, merupakan subjek apoptosis.
Jika kapsul fibrosis menipis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran
darah terhadap zat-zat trombogenik pada plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya
bekuan. Proses proinflamatorik ini menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas.
Sebaliknya ada proses antiinflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan
mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi proses
inflamasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses
penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser
ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah
dan menjadi rentan mengalami rupture.
4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA
Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring
berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis lumen
mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik.
Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari 50% diameter lumen.
Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara
pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fibrosa
yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupa¬kan predisposisi untuk terjadinya
ruptur.2,6
Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan
terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang
diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus.